Mengungkap Tabir Perang Dunia I dan II (1 dari 5)

advertisement
Artikel Oase Qalbu - halaman 1/4
Mengungkap Tabir Perang Dunia I dan II (1 dari 5)
*****
Menyingkap Tabir Perang Dunia
Abad ke-20 adalah babak paling berdarah di sepanjang sejarah dunia. Selama masa ini, untuk
pertama kalinya umat manusia diperkenalkan pada gagasan “perang dunia.”
Secara keseluruhan, Perang Dunia pertama dan kedua telah menelan korban 65 juta jiwa.
Sekitar separuh dari korban ini adalah warga sipil yang tidak ada hubungannya dengan kedua
perang ini. Anak-anak, wanita, dan orang tua yang tak berdaya sama-sama dibantai secara
kejam. Sehingga, kita mungkin bertanya, bagaimana dunia bisa berada di tengah-tengah
penyakit jiwa yang begitu meluas seperti itu?
Bagaimana bisa manusia begitu mudahnya mengorbankan bangsanya sendiri maupun bangsa
lain? Pemikiran apakah di balik kekejaman ini? Jawaban dari pertanyaan ini akan dijawab dalam
tulisan ini.
Perang telah ada hampir sejak awal keberadaan umat manusia itu sendiri. Kebutuhan ekonomi
dan politik yang saling bersaing telah menggiring manusia untuk mengangkat senjata melawan
satu sama lain. Senjata dan tentara telah berkembang berdampingan, sehingga perang telah
tumbuh semakin dahsyat dan merusak.
Namun, sampai abad ke-20, perang masih berbentuk “perang garis depan”, di mana para
serdadu dari kedua belah pihak bertemu di kedua sisi medan perang dan pertempuran hanya
berlangsung di sekitar medan ini. Dalam bentrokan ini, hanya serdadu sajalah yang terbunuh.
Tetapi di abad ke-20, sejenis perang baru telah lahir, perang yang sasarannya tidak hanya para
serdadu, namun juga rakyat banyak. Akibat perang seperti itu dirasakan tidak hanya di beberapa
negara saja, namun cenderung telah menyeret seluruh dunia ke dalam mulut menganga yang
mengerikan.
Sepanjang sejarah, perang telah menimbulkan korban dan penderitaan yang hebat pada
masyarakat. Sejumlah nabi yang diutus kepada manusia sebagai utusan Allah telah
memperingatkan mereka akan malapetaka dan kekisruhan ini.
Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan, saudara mereka Syu'aib, maka ia
berkata, “Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan jangan
kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan.” (QS Al-Ankabut: 36)
Melalui suara nabi mereka, bangsa Israel berjanji kepada Allah untuk tidak menumpahkan darah:
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu): kamu tidak akan menumpahkan
darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari
kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang kamu
mempersaksikannya. (QS Al-Baqarah: 84)
http://www.oaseqalbu.web.id/article.php?sid=540 didownload pada Kamis, 02 November 2017
Artikel Oase Qalbu - halaman 2/4
***
Perang Dunia Pertama
Di Eropa abad ke-19, penjajahan tersebar luas. Kekuatan bangsa Eropa seperti Inggris dan
Prancis telah membangun kekuasaan penjajahan di keempat penjuru dunia. Jerman, yang telah
membangun kesatuan politiknya lebih lama daripada negara-negara lain, bekerja keras untuk
menjadi pelopor dalam perlombaan ini.
Pada awal abad ke-20, hubungan yang didasarkan pada kepentingan telah membagi Eropa
menjadi dua kutub yang berlawanan. Inggris, Prancis, dan Rusia berada di satu pihak, dan
Jerman beserta Kekaisaran Austria-Hungaria yang diperintah oleh keluarga Hapsburg asal
Jerman berada di pihak lainnya.
Ketegangan antara kedua kelompok ini semakin hari semakin meningkat, hingga akhirnya suatu
pembunuhan pada tahun 1914 menjadi pemicu perang. Pangeran Franz Ferdinand, pewaris
tahta Kekaisaran Austria-Hungaria, dibunuh oleh kaum nasionalis Serbia yang berusaha
menekan pengaruh kekaisaran tersebut di daerah Balkan.
Dalam kurun waktu yang amat singkat, hasutan setelah peristiwa ini menyeret seluruh benua
Eropa ke dalam kancah peperangan. Pertama, Austria-Hungaria menyatakan perang kepada
Serbia. Rusia, sekutu abadi bangsa Serbia kemudian menyatakan perang terhadap
Austria-Hungaria.
Lalu satu demi satu, Jerman, Inggris, dan Prancis, memasuki peperangan. Sumbu sudah
dinyalakan.
Bahkan sebelum perang dimulai, Dewan Jenderal Jerman telah membuat rencana dan
memutuskan untuk menguasai Prancis melalui serangan mendadak. Untuk mencapai tujuan ini,
orang-orang Jerman memasuki Belgia dan kemudian melintasi perbatasan memasuki Prancis.
Menanggapi dengan cepat, pasukan Prancis menghentikan pasukan Jerman di tepi Sungai
Marne dan memulai suatu serangan balik.
Walaupun kedua pasukan menderita kerugian parah, tidak ada kemajuan di garis depan
pertempuran. Baik serdadu Prancis maupun Jerman bersembunyi di parit untuk melindungi diri.
Akibat serangkaian serangan yang berlarut-larut hingga beberapa bulan, sekitar 400.000 serdadu
Prancis terbunuh. Korban meninggal dari serdadu Jerman mencapai 350.000.
Perang parit menjadi strategi utama Perang Dunia Pertama. Selama beberapa tahun berikutnya,
bisa dikatakan para serdadu hidup dalam parit-parit ini. Kehidupan di sana benar-benar sulit.
Para prajurit hidup dalam ancaman terus-menerus dibom, dan mereka tak henti-hentinya
menghadapi ketakutan dan ketegangan yang luar biasa. Mayat mereka yang telah tewas
terpaksa dibiarkan di tempat-tempat ini, dan para serdadu harus tidur di samping mayat-mayat
tersebut. Bila turun hujan, parit-parit itu dibanjiri lumpur.
Lebih dari 20 juta serdadu yang bertempur di Perang Dunia I mengalami keadaan yang
mengerikan di dalam parit-parit ini, dan sebagian besar meninggal di sana.
Dalam beberapa minggu setelah dimulai oleh serangan Jerman pada tahun 1914, garis barat
http://www.oaseqalbu.web.id/article.php?sid=540 didownload pada Kamis, 02 November 2017
Artikel Oase Qalbu - halaman 3/4
perang ini sebenarnya terpaku di jalan buntu.
Para serdadu yang bersembunyi di parit-parit ini terjebak dalam jarak yang hanya beberapa ratus
meter jauhnya satu sama lain. Setiap serangan yang dilancarkan sebagai upaya mengakhiri
kebuntuan ini malah menelan korban jiwa yang lebih banyak.
Di awal tahun 1916, Jerman mengembangkan rencana baru untuk mendobrak garis barat.
Rencana mereka adalah secara mendadak menyerang kota Verdun, yang dianggap sebagai
kebanggaan orang Prancis. Tujuan penyerangan ini bukanlah memenangkan perang, melainkan
menimbulkan kerugian yang besar di pihak Tentara Prancis sehingga melemahkan perlawanan
mereka. Kepala staf Jerman Falkenhayn memperkirakan bahwa setiap satu serdadu Jerman saja
dapat membunuh tiga orang serdadu Prancis.
Serangan dimulai pada tanggal 21 Febuari. Para pemimpin Jerman memerintahkan serdadunya
untuk “keluar dari parit mereka,” namun tiap serdadu yang melakukannya justru telah tewas atau
sekarat dalam sekitar tiga menit. Meskipun penyerangan berlangsung tanpa henti selama
berbulan-bulan, Jerman gagal menduduki Verdun.
Secara keseluruhan, kedua pihak kehilangan sekitar satu juta serdadu. Dan dengan
pengorbanan itu, garis depan hanya berhasil maju sekitar 12 kilometer. Satu juta orang mati demi
selusin kilometer.
Inggris membalas serangan Jerman di Verdun dengan Pertempuran Somme. Pabrik-pabrik di
Inggris membuat ratusan ribu selongsong meriam.
Rencana Jendral Douglas Haig mendorong Pasukan Inggris untuk menghujani dengan
pengeboman terus-menerus selama seminggu penuh, yang diikuti dengan serangan infanteri. Dia
yakin mereka akan maju sejauh 14 kilometer di hari pertama saja dan kemudian menghancurkan
semua garis pertahanan Jerman dalam satu minggu.
Serangan dimulai pada tanggal 1 Juni. Pasukan meriam Inggris menggempur pertahanan Jerman
selama seminggu tanpa henti. Di akhir minggu tersebut, para perwira Inggris memerintahkan
serdadunya memanjat keluar dari parit. Namun, selama pengeboman tersebut para serdadu
Jerman berlindung dengan rapat di kedalaman parit persembunyian mereka sehingga tidak
terlumpuhkan dan menggagalkan rencana Inggris. Begitu serdadu Inggris bergerak melintasi
garis depan, serdadu Jerman muncul menyerang mereka dengan senapan mesinnya. Sejumlah
total 20.000 serdadu Inggris tewas dalam beberapa jam pertama perang tersebut. Di dalam
kegelapan malam itu, daerah di antara dua garis pertempuran penuh dengan puluhan ribu mayat
dan juga serdadu yang terluka, yang mencoba merangkak mundur.
Pertempuran Somme tidak berlangsung dua minggu seperti yang direncanakan Jendral Haig,
melainkan lima bulan. Bulan-bulan ini tidak lebih daripada pembantaian. Para jendral bertubi-tubi
mengirimkan gelombang demi gelombang serdadu mereka menuju kematian yang telah pasti. Di
akhir pertempuran, kedua belah pihak secara keseluruhan telah kehilangan 900.000 prajuritnya.
Dan untuk ini, garis depan bergeser hanya 11 kilometer. Para serdadu ini dikorbankan demi 11
kilometer saja.
Kedua belah pihak melakukan lebih banyak serangan lagi selama Perang Dunia I, dan setiap
serangan ini menjadi pembantaian diri sendiri. Di kota Ipres di Belgia saja, berlangsung tiga
http://www.oaseqalbu.web.id/article.php?sid=540 didownload pada Kamis, 02 November 2017
Artikel Oase Qalbu - halaman 4/4
pertempuran. Setengah juta serdadu tewas di pertempuran ketiga saja.
Setiap serangan berakibat sama: Ribuan nyawa melayang hanya untuk maju beberapa kilometer.
Peperangan yang mengerikan ini, yang tidak punya alasan kuat, menelan nyawa orang tak
bersalah yang tak terhitung banyaknya. Banyak orang kehilangan saudaranya atau harus
meninggalkan rumahnya.
Penyebab utama di balik malapetaka masyarakat ini adalah ambisi politik dan kepentingan
kalangan dengan paham tertentu. Membuat kerusakan, yang disebabkan oleh cita-cita duniawi
orang yang mengingkari Allah, dilarang di dalam Al Quran. Allah melarang manusia
menyebabkan kerusakan di muka bumi:
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. Dan
berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS Al-A’raf: 56)
*** bersambung ***
[harun yahya]
http://www.oaseqalbu.web.id/article.php?sid=540 didownload pada Kamis, 02 November 2017
Download