KERANGKA LAPORAN AKHIR

advertisement
Zona Konservasi Air Tanah Sebagai Dasar Pertimbangan dalam Penerbitan Rekomendasi
Teknis Penggunaan Air Tanah - Studi Kasus: Cekungan Air Tanah Jakarta (CAT Jakarta)
Groundwater Conservation Zones for Basis Considerations in Publishing Technical
Recommendation of Groundwater Usages - Case Study: Jakarta Groundwater Basin
(Jakarta GB)
HARYADI TIRTOMIHARDJO DAN TAAT SETIAWAN
Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Kem. Energi dan Sumber Daya Mineral
Jalan Diponegoro No. 57, Bandung
Pos-el: [email protected], [email protected]
Sari - Lampiran UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada suburusan geologi menyebutkan
kewenangan penetapan zona konservasi air tanah pada cekungan air tanah lintas daerah provinsi berada pada
Pemerintah Pusat; sementara, kewenangan penetapan zona konservasi air tanah pada cekungan air tanah dalam
daerah provinsi berada pada daerah provinsi. Secara teknis, penentuan zona konservasi air tanah pada suatu
cekungan air tanah didasarkan data dan informasi air tanah hasil kegiatan inventarisasi melalui pemetaan,
penyelidikan, penelitian, dan eksplorasi air tanah. Tahapan penentuan zona konservasi air tanah mencakup
deliniasi zona perlindungan air tanah, evaluasi kondisi dan lingkungan air tanah, evaluasi kedalaman sumur
produksi air tanah dan akuifer yang disadap, evaluasi debit pengambilan air tanah, dan penentuan subzona pada
zona perlindungan dan pemanfaatan air tanah. Pada setiap zona konservasi air tanah itu memuat ketentuan
pendayagunaan dan konservasi air tanah yang merupakan bagian penting dari rencana pengelolaan air tanah
berbasis cekungan air tanah. Penentuan zona konservasi air tanah pada sistem akuifer tertekan atas CAT Jakarta
pada 2013 menunjukkan zona perlindungan air tanah memiliki luas 321,4 Km2 atau sekitar 21,98% dari total
luas CAT Jakarta dan zona pemanfaatan air tanah mencakup areal 1141,0 Km2 (78,02%). Zona pemanfaatan air
tanah yang mencakup seluruh daerah lepasan air tanah dibagi menjadi subzona aman seluas 292 Km2 (26%),
subzona rawan seluas 331 Km2 (29%), subzona kritis seluas 375 Km2 (33%), dan subzona rusak seluas 144 Km2
(13%). Ketentuan pendayagunaan air tanah pada setiap subzona itu, yakni kedalaman sistem akuifer yang
disadap, debit sumur yang diizinkan, dan jarak antarsumur produksi yang harus dipenuhi wajib digunakan
sebagai dasar pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi teknis penggunaan air.
Kata kunci: cekungan air tanah, zona konservasi air tanah, zona perlindungan air tanah, zona pemanfaaatan air
tanah, penggunaan air tanah
Abstract - It is stipulated in appendix of Law Number 23 Year 2014 on Regional Government that authority of
groundwater conservation zoning in the provincial transboundary groundwater basin is under the Central
Government; while, authorizes establishment of groundwater conservation zones in the groundwater basin
located in the province is in the region of the province. The determination of the groundwater conservation zone
in a groundwater basin is based on data and information resulting from the groundwater inventory, among
others through mapping, investigation, research, and groundwater exploration. The determination steps include
delineation of groundwater protection zone, evaluation of groundwater environment, evaluation of the depth of
production wells and aquifers are tapped, evaluation of the rate of groundwater abstraction, and determination
of subzones within the groundwater protection and cultivation zones. Of each subzones contain a provision of
groundwater utilization and conservation that are important part of the groundwater management plan of the
groundwater basin. Application of groundwater conservation zoning in confined aquifer system on Jakarta GB
in 2013 showed the groundwater protection zone had an area of 321.4 Km2 or approximately 21.98% of the
total area of Jakarta GB, and groundwater cultivation zone covering the area of 1141.0 Km2 (78,02%).
Groundwater cultivation zones covered the entire groundwater discharge area that subdivided into secure
subzone of an area of 292 Km2 (26%), prone subzone of an area of 331 Km2 (29%), critical subzone of an
area of 375 Km2 (33%), and damaged subzone of an area of 144 Km2 (13%). The provision of groundwater
utilization contained in each subzones that were, rate of permitted groundwater abstraction of production wells,
and the appropriate distance between production wells shall be used as the basis for the technical consideration
of the issuance of technical recommendations on groundwater usages.
Keywords: groundwater basin, groundwater conservation zone, groundwater protection zones, groundwater
cultivation zone, groundwater usage
PENDAHULUAN
Air tanah merupakan sumber daya alam yang
hingga saat ini memegang peranan penting
dalam menunjang kegiatan pengembangan di
pelbagai sektor pembangunan, karena sumber
daya itu menjadi andalan sebagai sumber
pasokan air bersih untuk air minum dan
kebutuhan pokok rumah tangga baik di
wilayah pedesaan ataupun perkotaan, suplesi
air irigasi untuk pertanian rakyat, perkebunan,
pariwisata, industri, dan lain sebagainya.
Dalam suatu wilayah pengelolaan air tanah
yang disebut cekungan air tanah, penggunaan
air tanah perlu dikendalikan agar tidak
melebihi potensi ketersediaannya sehingga
dapat dihindari dampak negatif yang dapat
terjadi, baik terhadap kondisi air tanah yang
mencakup kuantitas dan kualitasnya, serta
kondisi lingkungan di sekitar keberadaan air
tanah itu sendiri. Dampak negatif yang terjadi
karena penggunaan air tanah yang demikian
itu berupa serangkaian kejadian yang secara
berurutan meliputi penurunan muka air tanah
secara menerus, penurunan kualitas air tanah,
pencemaran air tanah, dan kerusakan
lingkungan di sekitar pusat pengambilan air
tanah berupa amblesan tanah (land
subsidence).
REKOMENDASI TEKNIS
UNTUK
PENERBITAN PERIZINAN AIR TANAH
Ketentuan umum dan dokumen rektek air
tanah
Istilah rekomendasi teknis (rektek) digunakan
setelah diterbitkan PP No. 43 Tahun 2008
tentang Air Tanah, sebagai turunan dari UU
No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Sebelum itu, istilah yang digunakan adalah
persyaratan teknis (syartek), misalnya seperti
yang termuat dalam Kepmen ESDM No. 1451
K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis
Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di
Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. Dalam
ketentuan umum pada Pasal 1 angka 6
peraturan pemerintah itu disebutkan rektek
adalah persyaratan teknis yang bersifat
mengikat dalam pemberian izin pemakaian air
tanah atau izin pengusahaan air tanah. Izin
pemakaian air tanah dan izin pengusahaan air
tanah disebut dengan izin penggunaan air
tanah, mengadopsi istilah penggunaan air
Upaya pengendalian yang perlu dilakukan untuk
menanggulangi dan mengantisipasi dampak
negatif yang telah atau kemungkinan terjadi
adalah penerapan izin air tanah untuk setiap
penggunaan air tanah yang sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Salah satu ketentuan dalam setiap
penerbitan izin air tanah adalah adanya
kewajiban pemberi izin (bupati atau wali kota)
untuk menaati dan mengikuti rekomendasi
teknis yang diberikan oleh gubernur atau
Menteri, bergantung pada sifat cekungan air
tanah (cekungan dalam provinsi atau lintas
provinsi) - sebagai tempat keberadaan titik
lokasi penggunaan air tanah yang dimohonkan.
Rekomendasi teknis diberikan oleh gubernur
atau Menteri dengan mengacu kepada peta zona
konservasi air tanah yang disusun berdasarkan
data dan informasi air tanah yang dihasilkan dari
kegiatan
inventarisasi
melalui
pemetaan,
penyelidikan, penelitian, dan eksplorasi air tanah.
Makalah ini menyajikan uraian tentang
rekomendasi teknis untuk penerbitan izin air
tanah, zona konservasi air tanah dan tata cara
penentuannya, dan zona konservasi air tanah
pada sistem akuifer potensial CAT Jakarta.
tanah yang terdiri atas pemakaian dan
pengusahaan air tanah. Sejauh ini, ketentuan
lebih lanjut mengenai rektek dan perizinan air
tanah melalui peraturan Menteri, sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 69 belum
diterbitkan, hingga diterbitkan Putusan MK
No. 85/PUU-11/2013 yang membatalkan UU
No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Dengan pembatalan itu, PP No. 43 Tahun
2008 tentang Air Tanah sebagai acuan untuk
menerbitkan peraturan Menteri tentang rektek
dan perizinan air tanah secara otomatis tidak
berlaku.
Pascaputusan MK itu, rancangan peraturan
Menteri tentang rektek dan perizinan air tanah
saat ini sedang disusun dengan mengacu
kepada UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah pada Lampiran CC
Suburusan Geologi huruf b, serta PP No. 121
Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber
Daya Air Pasal 10 ayat (9), Pasal 33, Pasal 35
ayat (2), dan Pasal 48. Mengacu kepada PP
No. 121 Tahun 2015 Pasal 1 huruf 12, rektek
adalah persyaratan teknis yang harus dipenuhi
dalam pemberian izin. Mengadopsi ketentuan
pada Pasal 1 itu, rektek air tanah adalah
persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam
pemberian izin di bidang air tanah.
Pembahasan rancangan peraturan Menteri
tentang rektek dan perizinan air tanah terakhir
dilakukan pada 25 September 2016, antara lain
memuat beberapa ketentuan sebagai berikut.
1 Pengaturan rektek air tanah sebagai acuan
dalam penerbitan izin pemakaian dan
pengusahaan air tanah meliputi persyaratan
dan tata cara pengajuan rektek air tanah.
2 Rektek air tanah diberikan untuk penerbitan
a izin pemanfaatan potensi air tanah;
b izin pengambilan air pada sungai
bawah tanah (underground streams);
c izin pengambilan air tanah dengan
sumur bor;
d izin pengambilan air tanah dengan
sumur gali dan sumur pasak; atau
e izin untuk kegiatan dewatering.
3
Ketentuan tentang rancang bangun yang
dimaksud dalam angka 1 huruf h adalah
sebagai berikut.
1
Sumur gali, meliputi
a kedalaman sumur;
b diameter sumur.
2
Sumur bor, meliputi
a kedalaman sumur;
b diameter dan pipa jambang (pumphouse casing);
c diameter, panjang, dan kedudukan
pipa saringan (screen pipes);
d diameter, panjang, dan kedudukan
pipa naik (riser);
e diameter, panjang, dan kedalaman
piezometer;
f kedudukan kerikil penyaring (gravel
filter);
g kedudukan semen penyekat (cement
grout);
3 Pemberian rektek air tanah seperti
disebutkan pada angka 2 dilakukan untuk
penerbitan izin baru ataupun izin
perpanjangan.
4 Rektek air tanah seperti disebutkan pada
angka 2 bersifat mengikat dalam penerbitan
izin pemakaian dan pengusahaan air tanah.
Rektek air tanah, misalnya untuk
pengusahaan air tanah dengan sumur bor
sumur gali, diberikan dalam bentuk surat
dokumen yang berisikan informasi
ketentuan sebagai berikut.
1
2
izin
atau
atau
dan
Persyaratan teknis untuk pengeboran atau
penggalian air tanah dan kontruksi sumur,
meliputi
a nomor registrasi sumur;
b lokasi titik pengeboran atau penggalian;
c pelaksana pengeboran;
d juru bor air tanah;
e jarak minimum titik pengeboran atau
penggalian terhadap sumur yang telah
ada;
f kedalaman dan diameter lubang
pengeboran atau penggalian;
g kedalaman akuifer yang disadap atau
kedudukan saringan;
h rancang bangun kontruksi sumur.
Persyaratan teknis untuk pengambilan air
tanah, meliputi
a jenis, kapasitas, dan kedudukan pompa
serta lama pemompaan;
b debit pengambilan air tanah yang
diizinkan (satu hari untuk sumur gali
atau satu bulan untuk sumur bor);
c ketentuan mengenai sanksi atas
pengambilan air tanah yang melebihi
ketentuan debit pengambilan air tanah
yang diizinkan.
kewajiban pemegang rektek air tanah.
Ketentuan kewajiban dari pemohon izin yang
dimaksud dalam angka 3 adalah sebagai
berikut.
1
Rektek untuk izin pengusahaan air tanah
hanya berlaku untuk lokasi yang diajukan
dalam pemohonan.
2
Memasang meter air pada pipa keluar
(outlet) sumur bor.
3
Pemohon wajib memberitahukan kepada
Gubernur tentang rencana pelaksanaan
konstruksi sumur, uji pemompaan
(pumping test), pemasangan pompa, dan
pemasangan
meter
air
yang
pelaksanaannya harus disaksikan oleh
petugas
berwenang
dari
Badan
Geologi/provinsi/kabupaten/kota.
Pemberitahuan
dilakukan
selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum
dilakukan pelaksanaan kegiatan itu.
4
5
Pelaksanaan
pemasangan
konstruksi
sumur dituangkan dalam berita acara
pengawasan pelaksanaan pemasangan
konstruksi sumur.
Pelaksanaan
uji
pemompaan
dan
pemasangan pompa dituangkan dalam
berita acara pengawasan uji pemompaan
dan pemasangan pompa.
6
Pelaksanaan pemasangan meter air
dituangkan dalam berita acara pengawasan
pelaksanaan pemasangan meter air.
7
Pemohon izin wajib mengirimkan laporan
hasil kegiatan pengeboran kepada
gubernur dengan tembusan kepada
Menteri ESDM c/q Kepala Badan Geologi
sesuai dengan SNI No. 13-6607-2000
tentang Penyusunan Laporan Teknis
Pengeboran Air Tanah, yang memuat
antara lain
a lokasi dan koordinat sumur;
b gambar penampang litologi/batuan
dan hasil logging sumur;
c gambar penampang penyelesaian
konstruksi sumur;
d berita acara pengawasan pelaksanaan
pemasangan konstruksi sumur;
e berita acara pengawasan pelaksanaan
uji pemompaan;
f laporan hasil uji pemompaan;
g berita acara pengawasan pelaksanaan
pemasangan pompa;
h berita acara pengawasan pelaksanaan
pemasangan meter air; dan
i hasil analisis fisika/kimia air tanah
dari laboratorium rujukan.
8
Melaporkan pelaksanaan UKL dan UPL
atau AMDAL.
9
Air tanah digunakan sebagai sumber
cadangan
darurat
dengan
tetap
memprioritaskan penggunaan sumber air
permukaan atau PDAM.
10 Menyediakan air tanah kepada masyarakat
sebesar 15% dari debit sumur yang
diizinkan.
11 Berperan serta dalam penyediaan sumur
pantau air tanah.
12 Membayar pajak air tanah sesuai dengan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
13 Membangun sumur imbuhan (artificial
recharge well).
14 Melaporkan volume pengambilan air tanah
setiap bulan kepada Menteri ESDM c/q
Kepala Badan Geologi dan gubernur.
15 Jika pengambilan air tanah melebihi
ketentuan jumlah maksimum air tanah
yang diizinkan, akan dikenakan sanksi
sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlakug.
16 Melaporkan kepada Menteri ESDM c/q
Kepala Badan Geologi dan ubernur
apabila dalam pelaksanaan pengambilan
air tanah ditemukan hal-hal yang dapat
membahayakan lingkungan.
Prosedur penerbitan rektek air tanah
Rektek air tanah diterbitkan Menteri ESDM
c/q Kepala Badan Geologi atau kepala dinas
teknis provinsi yang membidangi air tanah
sesuai dengan kewenangannya. Menteri
ESDM c/q Kepala Badan Geologi menerbitkan
rektek air tanah untuk izin penggunaan air
tanah pada cekungan air tanah lintas daerah
provinsi atau lintas negara; sementara, kepala
dinas teknis provinsi yang membidangi air
tanah menerbitkan rektek air tanah untuk izin
penggunaan air tanah pada cekungan air tanah
dalam daerah provinsi. Jenis cekungan air
tanah lintas daerah provinsi, lintas negara, atau
dalam daerah provinsi mengacu kepada
Lampiran I dan Lampiran II Surat Edaran
Menteri ESDM No. 01 E/40/MEM/2015
tentang Penyelenggaraan Pelayanan di Bidang
Air Tanah Setelah Putusan Mahkaman
Konstitusi No. 85/PUU-XI/2013.
Prosedur penerbitan rektek air tanah, seperti
disajikan pada Gbr. 1, adalah sebagai berikut.
1
Atas permohonan yang disampaikan oleh
pemohon izin penggunaan air tanah
kepada gubernur, gubernur mengajukan
permohonan atau permintaan rektek air
tanah untuk izin penggunaan air tanah
secara tertulis paling lambat 14 (empat
belas) hari sejak tanggal permohonan izin
penggunaan air tanah diterima dengan
lengkap dan benar.
2
3
Dalam hal persyaratan permohonan rektek
air tanah telah lengkap, Menteri ESDM c/q
Kepala Badan Geologi atau kepala dinas
teknis provinsi yang membidangi air tanah
sesuai
dengan
kewenangannya
menerbitkan rektek air tanah atau menolak
permohonan dalam jangka waktu paling
lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung
sejak tanggal permohonan diterima dengan
lengkap dan benar.
4
Dalam hal permohonan diterima, rektek
air tanah untuk izin penggunaan air tanah
disampaikan kepada gubernur dengan
tembusan
kepada
pemohon
izin
penggunaan air tanah.
PEMOHON IZIN
1
Rektek dari Menteri ESDM cq
Kepala Badan Geologi untuk
CAT lintas daerah provinsi dan
CAT lintas negara.
2
Rektek dari kepala dinas teknis
provinsi yang membidangi air
tanah untuk CAT dalam daerah
provinsi.
GUBERNUR
Dalam hal permohonan ditolak, Menteri
ESDM c/q Kepala Badan Geologi atau
kepala dinas teknis provinsi yang
membidangi air tanah sesuai dengan
kewenangannya, menyampaikan surat
penolakan permohonan rektek air tanah
kepada gubernur yang disertai dengan
alasan teknis penolakannya.
REKTEK AIR TANAH
(SESUAI KEWENANGAN)
GUBERNUR
REKOMENDASI
TOLAK
TERIMA
GUBERNUR
ZONA KONSERVASI AIR TANAH DAN
TATA CARA PENENTUANNYA


Pengertian
Mengacu kepada Kumpulan Panduan Teknis
Pengelolaan Air Tanah yang diterbitkan oleh
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
pada 2004, selanjutnya disebut KPTPAT
(2004), zona konservasi air tanah diartikan
sebagai daerah atau zona pengelolaan air tanah
dengan kondisi air tanah tertentu (aman,
rawan, kritis, rusak) untuk menjamin
keberlanjutan
pemanfaatannya
secara
bijaksana dan menjamin kesinambungan
kuantitas dan kualitasnya. Dalam rancangan
akhir peraturan Menteri tentang penyusunan
zona konservasi air tanah (2 Januari 2012),
pengertian zona konservasi air tanah
disepakati diubah menjadi zona yang
ditentukan berdasarkan kesamaan kondisi daya
dukung air tanah, kesamaan tingkat kerusakan
air tanah, dan kesamaan pengelolaannya.
Zona konservasi air tanah pada suatu cekungan
air tanah yang digambarkan dalam bentuk peta
mencakup zona perlindungan air tanah dan
zona pemanfaatan air tanah. Peta zona
konservasi air tanah itu bermanfaat sebagai
bahan perencanaan konservasi air tanah,
misalnya yang terkait dengan upaya
peningkatan fungsi imbuhan air tanah di
daerah imbuhan air tanah (groundwater
recharge area), upaya pemulihan air tanah
pada zona pemanfaatan air tanah yang



Surat Izin
izin pemanfaatan potensi air
tanah.
izin pengambilan air pada
sungai bawah tanah.
izin pengambilan air tanah
dengan sumur bor.
izin pengambilan air tanah
dengan sumur gali dan sumur
pasak.
izin untuk dewatering.
Surat Penolakan
 izin pemanfaatan potensi
air tanah.
 izin pengambilan air pada
sungai bawah tanah.
 izin pengambilan air
tanah dengan sumur bor.
 izin pengambilan air
tanah dengan sumur gali
dan sumur pasak.
 izin untuk dewatering.

PEMOHON IZIN
Gbr. 1 Bagan alir proses penerbitan rektek air tanah.
kerusakannya telah mencapai rawan hingga
rusak, serta penentuan jaringan sumur pantau
air tanah.
Dalam kaitannya dengan
perencanaan pendayagunaan air tanah, peta
zona konservasi air tanah bermanfaat sebagai
dasar
pertimbangan
dalam
penerbitan
rekomendasi teknik untuk izin penggunaan air
tanah yang meliputi pemakaian air tanah dan
pengusahaan air tanah.
Tata cara penentuan
Zona konservasi air tanah pada suatu cekungan
air tanah ditentukan berdasarkan data dan
informasi yang diperoleh dari hasil kegiatan
inventarisasi air tanah, meliputi pemetaan
hidrogeologi dan air tanah, penyelidikan,
penelitian, dan eksplorasi air tanah. Data dan
informasi (sekunder) yang dimaksud terutama
meliputi batas horizontal dan vertikal
cekungan air tanah, batas daerah imbuhan air
tanah (groundwater recharge area) dan daerah
lepasan air tanah (groundwater discharge
area), konfigurasi dan parameter sistem
akuifer, kuantitas air tanah, neraca air tanah,
dan kualitas air tanah, penggunaan air tanah,
serta perubahan kondisi dan lingkungan air
tanah. Selain itu, data primer yang mewakili
kondisi aktual yang perlu dikumpulkan untuk
analisis meliputi muka air tanah pada setiap
sistem akuifer; hidrokimia air tanah yang
meliputi nilai daya hantar listrik (DHL), kadar
zat padat terlarut (ZPT), kadar khlorida (Cl),
kadar logam berat, dan penurunan tanah
karena amblesan tanah.
Penyusunan zona
dilakukan melalui
berikut.
1
2
konservasi air tanah
lima tahapan sebagai
Deliniasi zona perlindungan air tanah yang
meliputi daerah imbuhan air tanah, zona
perlindungan mata air, dan zona
perlindungan sumur/lapangan sumur bor
produksi air tanah untuk penyediaan air
bersih masyarakat.
Evaluasi kondisi dan lingkungan air tanah
yang meliputi tingkat kerusakan air tanah
berdasarkan penurunan muka air tanah
(Gbr. 2 dan Gbr 3), kualitas air tanah, dan
kerusakan lingkungan.
3
Evaluasi kedalaman sumur produksi dan
akuifer yang disadap, dimaksudkan untuk
mengetahui distribusi sumur produksi air
tanah yang menyadap setiap sistem
akuifer.
4
Evaluasi debit pengambilan air tanah,
dimaksudkan
untuk
mengetahui
kesesuaian antara debit pengambilan dan
kemampuan potensi air tanah pada sistem
akuifer yang disadap.
5
Penentuan zona konservasi air tanah yang
mencakup
zona
pemanfaatan
dan
perlindungan air tanah. Pembagian zona
pemanfaatan air tanah menjadi subzona
aman, subzona rawan, subzona kritis, dan
subzona rusak (Gbr. 4) berdasarkan hasil
evaluasi kondisi dan lingkungan air tanah
seperti disebutkan pada angka 2.
Gbr. 5 menyajikan tata cara penentuan zona
konservasi air tanah yang digambarkan dalam
bentuk peta zona konservasi air tanah pada
suatu
cekungan
air
tanah.
Muka freatik awal
h
H
Sopt
Muka freatik akhir
Muka freatik kritis
Sopt = penurunan muka air tanah (muka freatik) akibat pengambilan air tanah dengan
debit optimum (60/100xH)
H = ketebalan sistem akuifer tidak tertekan
h = penurunan muka freatik akibat pengambilan air tanah dengan debit optimum
Perubahan muka freatik (s) = (h/Sopt) x100%
Aman : s<40%
Rawan : s=40-60%
Kritis : s=60-80%
Rusak : s>80%
Gbr. 2 Penentuan tingkat kerusakan air tanah berdasarkan penurunan muka air tanah pada sistem
akuifer tidak tertekan.
Muka piezometrik awal
Permukaan tanah
h
Muka freatik
H=Sopt
Muka piezometrik akhir
Sistem akuifer tidak tertekan
Lapisan kedap air
Muka piezometrik kritis
Sistem akuifer tertekan
Lapisan kedap air
H
h
= tinggi kenaikan air, dihitung dari batas atas sistem akuifer tertekan
= Sopt (penurunan muka piezometrik akibat pengambilan air tanah dengan debit optimum)
= penurunan muka piezometrik akibat pengambilan air tanah dengan debit optimum
Perubahan muka freatik (s) = (h/Sopt) x100%
Aman : s<40%
Rawan : s=40-60%
Kritis : s=60-80%
Rusak : s>80%
Gbr. 3 Penentuan tingkat kerusakan air tanah berdasarkan penurunan muka air tanah pada sistem
akuifer tertekan.
Penurunan muka
air tanah
Kualitas
Air Tanah
TDS< 1000 mg/L
DHL< 1000 S/Cm
TDS 1000–10.000 mg/L
DHL>1000–1500 S/Cm
TDS > 10.000–100.000 mg/L
DHL1500–5000 S/Cm
TDS>100.000 mg/L
DHL>5000 S/Cm
Logam berat dan B3
< 40%
40%-60%
> 60%-80%
>80%
Amblesan
tanah
Aman
Rawan
Kritis
Rusak
Gbr. 4 Matriks penentuan tingkat kerusakan air tanah berdasarkan kondisi dan lingkungan air
tanah.
DATA DAN INFORMASI HASIL KEGIATAN
INVENTARISASI AIR TANAH (DATA SEKUNDER)
Batas horizontal
cekungan air tanah
&
vertikal
Batas daerah imbuhan air tanah &
daerah lepasan air tanah
Konfigurasi & parameter sistem
akuifer
Kuantitas air tanah (debit imbuhan
& aliran air tanah, MAT awal)
Kualitas air tanah
DATA KONDISI DAN LINGKUNGAN AIR TANAH
(DATA PRIMER)
Muka air tanah pada setiap sistem
akuifer
Hidrokimia air tanah (DHL, ZPT,
Cl, logam berat)
Amblesan tanah
PENYUSUNAN PETA ZONA KONSERVASI AIR TANAH
Deliniasi zona perlindungan air
tanah
Evaluasi kondisi & lingkungan air
tanah
Evaluasi
kedalaman
sumur
produksi & akuifer yg disadap
Evaluasi debit pengambilan air
tanah
PETA ZONA
KONSERVASI
AIR TANAH
Penentuan zona
tanah
konservasi air
Penggambaran peta dasar & peta
zona konservasi air tanah
Gbr. 5 Bagan alir penyusunan peta zona konservasi
air tanah.
ZONA KONSERVASI AIR TANAH CAT
JAKARTA
Lokasi
Mengacu kepada Surat Edaran Menteri ESDM
No.
01
E/40/MEM/2015
tentang
Penyelenggaraan Pelayanan di Bidang Air
Tanah Setelah Putusan Mahkaman Konstitusi
No. 85/PUU-XI/2013, CAT Jakarta termasuk
kategori cekungan lintas daerah provinsi,
yakni Prov. DKI Jakarta, Prov. Jawa Barat,
dan Prov. Banten (Gbr. 6). Luas CAT Jakarta
sekitar 1.439 Km2. Mengacu kepada ketentuan
dalam UU No. 23 Tahun 2013 tentang
Pemerintah Daerah, kewenangan penetapan
zona konservasi air tanah CAT Jakarta berada
pada Pemerintah Pusat, dalam hal ini
Kementerian Energi
Mineral (KESDM).
dan
Sumber
Daya
Batas hidrogeologis CAT Jakarta
Menurut Haryadi, d.r.r., 2012, CAT Jakarta
memiliki batas horizontal sebagai berikut.
1 Batas di bagian utara terletak di laut lepas.
2 Batas di bagian barat adalah K. Cisadane
yang ditentukan sebagai batas tanpa aliran
(noflow boundary); di bagian ini, CAT
Jakarta berbatasan dengan CAT SerangTangerang.
3 Batas di bagian selatan kurang lebih adalah
garis yang ditarik pada arah barat-timur
melewati sekitar Kota Depok. Batas di
bagian ini ditentukan sebagai batas aliran
air tanah (flow-controlled boundary) karena
aliran airtanah yang berasal dari selatan
Depok relatif sangat kecil, yakni sekitar 1,0
m3/tahun.
4 Batas di bagian timur adalah K. Cikeas
(batas tanpa aliran) dan K. Bekasi yang
merupakan segmen hilir K. Cikeas di
bagian utara (batas garis aliran). Di bagian
ini, CAT Jakarta berbatasan dengan CAT
Karawang-Bekasi.
Secara vertikal, bagian atas CAT Jakarta
dibatasi oleh muka air tanah bebas (muka
freatik) dan di bagian bawahnya oleh batuan
berumur Tersier yang secara nisbi bersifat
kedap air.
Konfigurasi sistem akuifer
Menurut Soekardi, 1987 (dalam Haryadi,
d.r.r., 2012), pada CAT Jakarta dijumpai
empat kelompok atau sistem akuifer (Gbr 7)
sebagai berikut.
I
Kelompok akuifer tidak tertekan atau
sistem akuifer tidak tertekan (unconfined
aquifer system). Kedalamannya kurang
dari 40 m di bawah muka tanah setempat
(m.b.m.t.).
II Sistem akuifer tertekan atas; dijumpai
pada kedalaman antara 40-140 m.b.m.t.
III Sistem akuifer tertekan tengah dengan
kedalaman antara 140-250 m.b.m.t.
IV Sistem akuifer tertekan bawah dengan
kedalaman lebih dari 250 m.b.m.t.
Antara sistem akuifer I dan II, II dan III, serta
III dan IV dibatasi oleh lapisan lempung laut
yang relatif tebal. Sistem akuifer di CAT
Jakarta secara umum disusun oleh endapan
Kuarter dan dialasi oleh endapan Tersier yang
secara nisbi bersifat kedap air.
TELUK JAKARTA
SAMUDERA HINDIA
TELUK JAKARTA
JAKARTA
Batas CAT Jakarta
Gbr. 6 Peta lokasi CAT Jakarta.
CEKUNGAN AIR TANAH JAKARTA
Gbr. 7 Pembagian sistem akuifer CAT Jakarta menurut Soekardi, 1987 (dalam Haryadi, d.r.r., 2012).
Rekonstruksi sebaran lateral setiap sistem
akuifer (Gbr. 8) dilakukan dengan mengacu
kepada pembagian kelompok/sistem akuifer
dan estimasi total ketebalan endapan Kuarter
di CAT Jakarta (Haryadi dan Taat, 2013)
sebagai berikut.
1
2
3
Pada sistem akuifer tidak tertekan,
kedalamannya antara -35 mdml di dekat
garis pantai sampai lebih dari 55 m dari
muka laut (m.d.m.l.) di bagian selatan
cekungan.
Pada sistem akuifer tertekan atas,
kedalamannya antara -130 m.d.m.l. di
dataran pantai sampai 50 m.d.m.l. di
sekitar batas bagian selatan cekungan.
Pada sistem akuifer tertekan tengah,
kedalamannya antara -240 m.d.m.l. di
daerah dataran sampai 40 m.d.m.l. di
sekitar batas bagian selatan cekungan.
4
Pada sistem akuifer tertekan bawah,
kedalamannya antara -300 m.d.m.l. di
dataran pantai dan mencapai -20 m.d.m.l.
di sekitar batas selatan cekungan.
Pada setiap sistem akuifer disekat di bagian
bawahnya oleh lapisan akuitar (confining
layers) yang diasumsikan memiliki ketebalan
sekitar 5 m. Lapisan Akuitar-1, berfungsi
sebagai penyekat di bagian atas sistem akuifer
tertekan atas, membaji ke arah selatan dan
berakhir di sekitar daerah antara Tanjungbarat
dan Cijantung. Lapisan Akuitar-2, berfungsi
sebagai penyekat di bagian atas sistem akuifer
tertekan tengah, membaji ke arah selatan dan
berakhir di sekitar daerah Cimanggis.
Sementara itu, Lapisan Akuitar-3, berfungsi
sebagai penyekat di bagian atas sistem akuifer
tertekan bawah, membaji ke arah selatan dan
berakhir di sekitar daerah Sidomukti.
Sistem akuifer tidak tertekan
Sistem akuifer tertekan atas
Sistem akuifer tertekan tengah
Sistem akuifer tertekan bawah
Gbr. 8 Kedalaman setiap sistem akuifer CAT Jakarta (Haryadi dan Taat, 2013).
Parameter sistem akuifer
Parameter sistem akuifer CAT Jakarta yang
mencakup ketebalan (thickness, D), keterusan
(transmissivity, T), konduktivitas hidraulik
(hydraulic conductivity, k), dan koefisien
simpanan (storage coefficient, S) dapat
disebutkan sebagai berikut.
1 Distribusi ketebalan setiap sistem akuifer
(Gbr. 9) menunjukkan sistem akuifer tidak
tertekan di daerah dataran umumnya
memiliki ketebalan 40 m, ke arah selatan
menebal mencapai 160 m di Kota Depok
dan menipis mencapai 60 m di sekitar batas
bagian selatan cekungan. Sistem akuifer
tertekan
atas,
di
daerah
dataran
ketebalannya 95 m; di sekitar batas selatan
cekungan menipis hingga 5,0 m. Sistem
akuifer tertekan tengah, di daerah dataran
ketebalannya 105 m; ke arah selatan
menipis mencapai 5,0 m di sekitar batas
bagian selatan cekungan. Sementara,
ketebalan sistem akuifer tertekan bawah
sejauh ini belum dapat ditentukan.
2 Nilai T rata-rata berdasarkan hasil analisis
sumur yang dibangun pada Zaman Kolonial
Belanda (HAG Volume 6-2, Jakarta
Sistem akuifer tidak tertekan
Groundwater Study, 1985) menunjukkan
pada sistem akuifer tidak tertekan memiliki
T rata-rata 120 m2/hari, pada sistem akuifer
tertekan atas sekitar 74,4 m2/hari, pada
sistem akuifer tertekan tengah antara 43,245,6 m2/hari, dan pada sistem akuifer
tertekan bawah memiliki T rata-rata 122,4
m2/hari.
3 Koefisien kelulusan horizontal (kh) pada
setiap sistem akuifer (HAG Volume 4,
Jakarta
Groundwater
Study,
1984)
menunjukkan pada sistem akuifer tidak
tertekan memiliki kv rata-rata 3,0 m/hari,
pada sistem akuifer tertekan atas sekitar
1,24 m/hari, pada sistem akuifer tertekan
tengah antara 0,86-0,91 m/hari, dan pada
sistem akuifer bawah memiliki sekitar 2,45
m/hari. Koefisien kelulusan vertikal (kv)
berdasarkan hasil simulasi aliran air tanah
ditentukan 1/5000 kh (Schmidt, d.r.r, 1985).
4 Maathuis, d.r.r., 1996 menyebutkan di
daerah Jakarta nilai S diperoleh secara
deduksi. Disebutkannya, Soefner, d.r.r.
(1986) menentukan angka S berkisar antara
10-4-10-6; ILN (1987) menggunakan angka
10-3, dan JWRMS (1994) menggunakan
angka
antara
1,0x10-4–2,0x10-6.
Sistem akuifer tertekan atas
TIDAK DIKETAHUI
Sistem akuifer tertekan tengah
Sistem akuifer tertekan bawah
Gbr. 9 Ketebalan setiap sistem akuifer CAT Jakarta (Haryadi dan Taat, 2013).
Muka air tanah pada kondisi alamiah
Berdasarkan data pengeboran air tanah pada
periode 1874-1954, dengan kedudukan pipa
saringan sekitar 150 m.b.m.t., diketahui muka
piezometrik pada periode 1903-1913
di
wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Pusat (Gbr.
10) berada antara 8,0-15 m di atas muka laut
(m.a.m.l.). Di sebagian wilayah itu, kedudukan
muka piezometrik sekitar 7,0 m.a.m.l.
(Schmidt, d.r.r, 1985). Air tanah artesis positif
pada kondisi alamiah di sebagian besar daerah
dengan muka air tanah 7 m.a.m.l. memiliki
kedudukan muka piezometrik antara 1,0-5,0 m
di atas muka tanah setempat (m.a.b.t.).
Kedudukan muka piezometrik pada periode
tersebut ditentukan sebagai muka piezometrik
awal yang digunakan untuk menentukan
tingkat kerusakan air tanah pada sistem akuifer
tertekan CAT Jakarta.
Gbr. 10 Muka air tanah pada kondisi awal (Schmidt,
1985).
signifikan terjadi sejak 1997 (22.6 juta m3) dan
1999 (16.4 juta m3) karena krisis ekonomi.
Pada periode setelah itu, Qabs cenderung
meningkat setiap tahunnya hingga mencapai
23.6 juta m3 pada 2004. Data Qabs terakhir,
yakni 2012 (Gbr. 11), menunjukkan terjadi
kenaikan Qabs menjadi 45,55 juta m3 melalui
1.887 sumur produksi terdaftar (Haryadi dan
Taat, 2013)(Gbr. 11).
Penggunaan air tanah yang terus meningkat
sejak awal era pembangunan Nasional pada
sekitar 1968 hingga 2012 telah nyata-nyata
menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi
dan lingkungan air tanah. Dampak negatif
yang telah diidentifikasi adalah penurunan
muka air tanah, degradasi kualitas air tanah,
dan amblesan tanah.
Gbr. 11 Qabs di wilayah DKI Jakarta berdasarkan
besaran Qabs di setiap kecamatan pada 2012
(Haryadi dan Taat, 2012).
Penggunaan air tanah
Muka air tanah pada kondisi aktual
Pada sekitar awal pemanfaatan air tanah di
wilayah Jakarta, yakni pada 1918, jumlah
pengambilan air tanah (Qabs) yang berasal
dari sistem akuifer pada kedalaman antara 060 m, 60-100 m, 100-150 m, 150-200 m, 200250 m, dan antara 250-300 m tercatat sekitar
3,42 juta m3/tahun (Schmidt dan Haryadi,
1985). Perkembangan Qabs secara intensif
telah terjadi sejak 1968 dengan Qabs sekitar
10,3 juta m3 diambil dari sistem akuifer
produktif melalui 325 sumur bor terdaftar, dan
Qabs maksimum sekitar 33.8 juta m3 terjadi
pada 1994 yang diambil melalui 3018 sumur
bor terdaftar. Penurunan Qabs secara
Data muka air tanah aktual yang digunakan
untuk penyusunan zona konservasi air tanah
CAT Jakarta adalah hasil pengukuran pada
2013, terutama data muka piezometrik pada
sistem akuifer tertekan atas dan sistem akuifer
tertekan tengah.
Distribusi spasial muka air tanah pada sistem
akuifer tertekan periode 2013 (Gbr. 12)
menunjukkan
 muka air tanah pada sistem akuifer
tertekan atas yang berada di bawah muka
laut dijumpai di sebelah utara daerah
Dukuh, Kebayoran, Petamburan, sampai
pusat Kota Bekasi. Kerucut penurunan
muka air tanah dengan kedudukan lebih
dari -40 m.d.m.l. dijumpai di daerah
Kapuk dan Cakung;

muka air tanah tertekan tengah yang
berada di bawah muka laut terletak di
daerah sebelah selatan Dukuh, Pasar
Minggu, sampai pusat Kota Bekasi.
Kerucut penurunan muka air tanah
dijumpai di sekitar Batuceper (-40
m.d.m.l.), Kapuk (-20 m.d.m.l.), dan
sekitar Cakung (-40 m.d.m.l.).
Salinitas air tanah
Analisis salinitas air tanah dilakukan
berdasarkan data pengukuran DHL air tanah
pada sistem akuifer tertekan atas dan sistem
akuifer tertekan tengah.
Sistem akuifer tertekan atas
Sebaran DHL air tanah (Gbr. 13) pada setiap
sistem akuifer adalah sebagai berikut.


Pada sistem akuifer tertekan atas, air tanah
tawar
(zone
DHL<1500
S/Cm)
menempati bagian tengah dan selatan CAT
Jakarta. Di daerah dataran pantai, air tanah
umumnya agak payau (DHL=1500-5000
S/Cm) kecuali di daerah Kapuk
kondisinya payau (DHL>5000 S/Cm).
Pada sistem akuifer tertekan tengah, air
tanah
tawar
(DHL<1500
S/Cm)
menempati sebagian besar CAT Jakarta
kecuali air tanah agak payau (DHL=15005000 S/Cm) di dataran pantai bagian
barat laut cekungan hingga daerah Kapuk,
sebelah selatan Tanjung Priok, dan daerah
Kampungbaru-Pulogadung.
Sistem akuifer tertekan tengah
Gbr. 12 Muka air tanah pada sistem akuifer tertekan periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013).
Sistem akuifer tertekan atas
Sistem akuifer tertekan tengah
Gbr. 13 DHL air tanah pada sistem akuifer tertekan periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013).
Amblesan tanah
Amblesan tanah yang terjadi di sebagian
daerah Jakarta umumnya relatif berimpit
dengan daerah kerucut penurunan muka air
tanah (Gbr. 14). Adanya amblesan tanah di
daerah Jakarta terkait erat dengan kondisi
geologi bawah permukaan tanah dan jumlah
pengambilan air tanah yang besar pada sistem
akuifer potensial, yakni sistem akuifer tertekan
atas (kedalaman antara 40-140 m.b.m.t.).
Informasi yang diperoleh dari Dinas
Pertambangan Provinsi D.K.I. Jakarta
menunjukkan zona penurunan tertinggi
terletak di wilayah Jakarta Barat (>180 Cm),
perbatasan antara Jakarta Utara dan Jakarta
Barat di sebelah barat Kapuk (160-180 Cm),
wilayah Jakarta Pusat (140-160 Cm), dan
sebelah timur daerah Pulogadung (100-120
Cm). Amblesan tanah yang merupakan
fenomena kerusakan lingkungan digunakan
untuk menentukan tingkat kerusakan air tanah.
yang termuat dalam Surat Edaran Menteri
ESDM No. 01 E/40/MEM/2015 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan di Bidang Air
Tanah Setelah Putusan Mahkaman Konstitusi
No. 85/PUU-XI/2013.
1 Zona perlindungan air tanah
Zona ini menempati daerah imbuhan air tanah
pada CAT Jakarta. Daerah imbuhan air tanah
untuk sistem akuifer tertekan atas, dimulai dari
sekitar daerah Ciracas hingga batas CAT di
bagian selatan. Secara areal, sebarannya
menempati bagian selatan CAT Jakarta yang
memiliki ketinggian antara 50-75 m.a.m.l.;
luasnya 321 Km2 atau sekitar 22% dari total
luas CAT Jakarta. Pada zona perlindungan air
tanah yang mencakup daerah imbuhan air tanah
tidak diisinkan melakukan kegiatan penggalian
dan pengeboran air tanah kecuali jika
dimanfaatkan untuk kebutuhan pokok seharihari perorangan dengan debit maksimum 100
m³/bulan per KK.
2 Zona pemanfaatan air tanah
Zona ini mencakup seluruh daerah lepasan air
tanah, disebut juga sebagai daerah budidaya
air tanah, memiliki luas 1141 Km2 atau sekitar
78% dari total luas CAT Jakarta.
Penentuan tingkat kerusakan air tanah pada
zona pemanfaatan air tanah didasarkan
persentase penurunan muka piezometrik,
salinitas air tanah, dan sebaran penurunan
tanah karena amblesan tanah yang terjadi pada
sistem akuifer tertekan atas.
Gbr. 15
menyajikan tingkat kerusakan air tanah
berdasarkan persentase penurunan muka
piezometrik dan salinitas air tanah pada sistem
akuifer tertekan atas. Debit sumur (Qaman) yang
diizinkan pada zona pemanfaatan ditentukan
berdasarkan analisis kedudukan muka air
Gbr. 14 Amblesan tanah di Jakarta (Haryadi, d.r.r., 2012). tanah aman seperti disajikan pada Gbr. 16.
Berdasarkan hasil analisis di atas, zona
Zona konservasi air tanah pada sistem
pemanfaatan air tanah pada sistem akuifer
akuifer tertekan atas (kedalaman 40-140
tertekan atas (Gbr. 17) dibagi menjadi empat
m.b.m.t.)
subzona sebagai berikut.
Zonasi konservasi air tanah pada sistem
akuifer tertekan atas dilakukan melalui
identifikasi dan analisis zona konservasi air
tanah yang mencakup zona perlindungan air
tanah dan zona pemanfaatan air tanah.
Identifikasi zona perlidungan air tanah di CAT
Jakarta terutama didasarkan pada informasi
a
Subzona aman, ditandai oleh penurunan
muka piezometrik kurang dari 40% dari
kedudukan muka piezometrik awal dan nilai
DHL air tanah kurang dari 1000 μs/Cm;
luasnya 292 Km2 atau sekitar 26% dari total
luas zona pemafaatan air tanah. Penggunaan
air tanah untuk kebutuhan pokok sehari-hari
bagi perorangan diizinkan dengan debit
maksimum (Qmaks)=100 m3/bulan per
kepala keluarga (KK); untuk pertanian rakyat
Qmaks=2,0 Liter/detik per KK, dalam hal air
permukaan tidak mencukupi. Penggunaan
air tanah untuk keperluan lainnya diizinkan
dengan
Qmaks=1050
m³/bulan/sumur
dengan jarak minimum antarsumur 150 m;
konstruksi sumur produksi air tanah
menggunakan sistem teleskopik.
Persentase penurunan muka piezometrik
Upaya konservasi air tanah yang perlu
dilakukan untuk menjaga agar air tanah pada
zona ini tidak terdegradasi menjadi subzona
rawan antara lain melalui pengawasan
penggunaan air tanah, memberikan pasokan
air bersih dari selain air tanah, dan
membangun sumur imbuhan air tanah.
DHL air tanah
Gbr. 15 Tingkat kerusakan air tanah pada sistem akuifer tertekan atas berdasarkan persentase penurunan
muka piezometrik dan DHL air tanah periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013).
Muka piezometrik aman
Qaman
Gbr. 16 Kedudukan muka air tanah aman dan Qaman pada sistem akuifer tengah periode 2013
(Haryadi dan Taat, 2013).
Gbr. 17 Peta zona konservasi air tanah pada sistem akuifer atas periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013).
b
Subzona rawan, ditandai oleh penurunan
muka piezometrik antara 40-60% dan
DHL air tanah antara 1000-1500 μs/Cm;
luasnya 331 Km2 (29%). Penggunaan air
tanah untuk kebutuhan pokok sehari-hari
bagi perorangan diizinkan dengan
Qmaks=100 m3/bulan/KK; Qmaks untuk
pertanian rakyat 2,0 Liter/detik per KK.
Penggunaan air tanah baru untuk
keperluan lainnya pada prinsipnya
diizinkan selama belum terjangkau oleh
pelayanan air bersih dari PDAM
kabupaten/kota atau PAM Jaya; Qmaks
ditetapkan 850 m³/bulan/sumur dengan
jarak minimum antarsumur 200 m;
konstruksi sumur produksi air tanah
menggunakan sistem teleskopik.
Upaya untuk memulihkan kondisi air
tanah pada subzona rawan antara lain
melalui pengurangan debit sumur lama
pada saat pendaftaran ulang izin
penggunaan
air
tanah
(sekurangkurangnya 15%), memberikan pasokan air
bersih dari sumber selain air tanah,
c
d
pembangunan sumur imbuhan air tanah,
dan pengawasan penggunaan air tanah
secara ketat.
Subzona kritis, ditandai oleh penurunan
muka piezometrik antara 60-80% dan nilai
DHL air tanah pada sistem akuifer
tertekan atas antara 1500-5000 μs/Cm;
luas subzona kritis 375 Km2 (33%).
Penggunaan air tanah baru untuk pelbagai
keperluan selain kebutuhan pokok seharihari bagi perorangan dan pertanian rakyat
tidak diizinkan. Qmaks untuk kebutuhan
pokok sehari-hari 100 m3/bulan/KK dan
untuk pertanian rakyat 2,0 Liter/detik per
KK, dalam hal air permukaan tidak
mencukupi. Bagi sumur produksi air tanah
yang sudah ada, Qmaks untuk pelbagai
keperluan 550 m³/bulan/sumur dengan
jarak minimum antarsumur 250
m;
konstruksi
sumur
dengan
sistem
teleskopik.
Upaya pemulihan kondisi air tanah perlu
dilakukan,
antara
lain
melalui
pengurangan debit sumur (sekurangkurangnya sebesar 15%), memberikan
pasokan air bersih dari sumber selain air
tanah, pembangunan sumur imbuhan air
tanah, dan pengawasan penggunaan air
tanah secara ketat.
tanah yang mencakup zona perlindungan air
tanah dan zona pemanfaatan air tanah pada
sistem akuifer tertekan tengah.
1 Zona perlindungan air tanah
Zona ini menempati seluruh daerah imbuhan air
tanah yang ditentukan sama dengan daerah
imbuhan air tanah pada sistem akuifer tertekan
atas; pertimbangannya untuk melindungi air
tanah pada sistem akuifer tertekan atas, di
samping untuk melindungi air tanah pada sistem
akuifer tertekan tengah.
2 Zona pemanfaatan air tanah
Penentuan tingkat kerusakan air tanah pada
zona pemanfaatan air tanah didasarkan
persentase penurunan muka piezometrik dan
salinitas air tanah pada sistem akuifer tertekan
tengah (Gbr. 18).
Sementara, analisis
kedudukan muka piezometrik aman (Gbr 19)
digunakan untuk penentuan Qaman.
Berdasarkan hasil analisis di atas, zona
pemanfaatan air tanah pada sistem akuifer
tertekan tengah (Gbr. 20) dibagi menjadi tiga
subzona sebagai berikut.
a
Subzona rusak, ditandai oleh penurunan
muka piezometrik lebih dari 80% dan nilai
DHL air tanah lebih dari 5000 μs/Cm;
luasnya 144 Km2 (13%). Pada subzona
rusak, penggunaan air tanah baru untuk
pelbagai keperluan tidak diizinkan kecuali
untuk kebutuhan pokok sehari-hari bagi
perorangan (Qmaks 100 m3/bulan/KK).
Upaya pengendalian penggunaan air tanah
untuk memulihkan kondisi air tanah yang
telah rusak pada subzona perlu dilakukan,
antara lain melalui perencanaan ulang
penggunaan air tanah, penentuan ulang
prioritas peruntukan, penggunaan air tanah
dihentikan, memberikan pasokan air bersih
dari sumber lain, dan membuat sumur
imbuhan buatan.
Zona konservasi air tanah pada sistem
akuifer tertekan tengah (kedalaman 140250 m.b.m.t.)
Zonasi konservasi air tanah pada sistem
akuifer tertekan tengah dilakukan melalui
identifikasi dan analisis zona konservasi air
Subzona aman, ditandai oleh penurunan
muka piezometrik kurang dari 40% dari
kedudukan muka piezometrik awal dan
dan nilai DHL air tanah kurang dari 1000
μs/Cm; luasnya 642 Km2 (56%).
Penggunaan air tanah untuk kebutuhan
pokok sehari-hari bagi perorangan
diizinkan dengan Qmaks=100 m3/bulan per
KK; untuk pertanian rakyat 2,0 Liter/detik/
KK jika air permukaan tidak mencukupi.
Penggunaan air tanah untuk pelbagai
keperluan lainnya diizinkan dengan
Qmaks=1200 m³/bulan/sumur dan jarak
minimum antarsumur 150 m; konstruksi
sumur menggunakan sistem teleskopik.
Upaya konservasi air tanah yang perlu
dilakukan untuk menjaga agar air tanah
pada zona ini tidak terdegradasi menjadi
subzona rawan antara lain melalui
pengawasan atas penggunaan air tanah,
memberikan pasokan air bersih yang
berasal dari selain air tanah, dan
membangun sumur imbuhan air tanah atau
waduk resapan.
b
Subzona rawan, ditandai oleh penurunan
muka piezometrik antara 40-60% dari
kedudukan awal atau dan nilai DHL air
tanah antara 1000-1500 μs/Cm; luasnya
272 Km2 (24%). Penggunaan air tanah
untuk kebutuhan pokok sehari-hari bagi
perorangan ditentukan dengan Qmaks=100
m3/bulan per KK; untuk pertanian rakyat
dengan debit maksimum 2,0 Liter/detik per
KK, dalam hal air permukaan tidak
mencukupi. Penggunaan air tanah baru
untuk pelbagai keperluan pada prinsipnya
diizinkan selama belum terjangkau oleh
pelayanan air bersih dari PDAM
kabupaten/kota atau PAM Jaya. Qmaks
yang diizinkan 950 m³/bulan/sumur dengan
jarak minimum antarsumur 200 m dan
Persentase penurunan muka piezometrik
konstruksi sumur menggunakan sistem
teleskopik.
Upaya untuk memulihkan kondisi air tanah
yang telah rawan antara lain dengan
mengurangi debit sumur lama pada saat
pendaftaran ulang izin (sekurang-kurangnya
sebesar 15%), memberikan pasokan air
bersih yang berasal dari sumber selain air
tanah, membangun sumur sumur injeksi,
dan melakukan pengawasan secara ketat
terhadap penggunaan air tanah pada sistem
akuifer tersebut.
DHL air tanah
Gbr. 18 Tingkat kerusakan air tanah pada sistem akuifer tertekan tengah berdasarkan persentase
penurunan muka piezometrik dan DHL air tanah periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013).
Gbr. 19 Muka piezometrik aman pada sistem akuifer
tertekan tengah periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013).
c
Subzona kritis, ditandai oleh penurunan
kedudukan muka piezometrik antara 40-
60% dari kedudukan awal dan nilai DHL
air tanah antara 1500-5000 μs/Cm;
luasnya 229 Km2 (20%). Penggunaan air
tanah baru untuk pelbagai keperluan
selain kebutuhan pokok sehari-hari bagi
perorangan dan pertanian rakyat tidak
diizinkan; Qmaks yang diizinkan untuk
kebutuhan pokok sehari-hari bagi
perorangan 100 m3/bulan per KK; untuk
pertanian rakyat 2,0 Liter/detik/KK jika
air permukaan tidak mencukupi. Bagi
sumur produksi air tanah yang sudah ada,
Qmaks untuk pelbagai keperluan 630
m³/bulan/sumur dengan jarak minimum
antarsumur 250 m, konstruksi sumur
produksi air tanah menggunakan sistem
teleskopik.
Pemulihan kondisi air tanah perlu
dilakukan antara lain melalui pembangunan
sumur injeksi, penggunaan air tanah
diawasi secara ketat, pengurangan debit
sumur produksi pada setiap pendaftaran
ulang izin (sekurang-kurangnya 15%), dan
penyediaan air bersih yang berasal dari
sumber selain air tanah.
Gbr. 20 Peta zona konservasi air tanah pada sistem akuifer tengah periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013).
CATATAN PENUTUP
1 Zona perlindungan air tanah dan zona
pemanfaatan air tanah sistem akuifer atas
dan sistem akuifer tengah CAT Jakarta
perlu dikelola dg baik dengan tujuannya
untuk
a mempertahankan dan meningkatkan
fungsi imbuhan air tanah di daerah
imbuhan air tanah;
b mempertahankan kondisi aman agar
tidak turun peringkat menjadi kondisi
rawan;
c meningkatkan zona dengan peringkat
rusak sekurang-kurangnya menjadi zona
kritis, dari zona kritis menjadi zona
rawan, dan dari zona rawan menjadi
zona aman.
2 Upaya pengelolaan air tanah pada angka 1
dilakukan antara lain melalui
a monitoring kondisi dan lingkungan air
tanah yang mencakup kuantitas dan
kualitas air tanah, perubahan kualitas air
tanah, pencemaran air tanah, serta
amblesan tanah;
b pengetatan penerbitan rektek untuk izin
penggunaan air tanah dengan mengacu
kepada peta zona konservasi air tanah
yg telah disusun;
c melakukan pengawasan secara ketat
atas ketentuan yang tertera dalam rektek
dan izin penggunaan air tanah;
d melakukan upaya konservasi lainnya
terutama pada zona kritis sampai rusak,
misalnya membangun sumur imbuhan.
3 Mengacu kepada rancangan Permen
ESDM yang sedang disusun, peta
konservasi air tanah CAT Jakarta tahun
2013 yang telah berumur tiga tahun perlu
diperbaharui dan disusun kembali dengan
menggunakan data hasil pemantauan
kondisi dan lingkungan air tanah aktual.
UCAPAN TERIMA KASIH
Environmental
Geology,
Bandung, Indonesia. Federal
Institute of Geosciences and
Natural Resources, Hannover,
Germany.
…………., 2000. Kepmen ESDM No. 1451
K/10/MEM/2000
tentang
Pedoman
Teknis
Penyelenggaraan
Tugas
Pemerintahan
di
Bidang
Pengelolaan Air Bawah Tanah.
…………., 2004. Kumpulan Panduan Teknis
Pengelolaan
Air
Tanah,
Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral.
…………., 2014. Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah.
Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 244.
…………., 2015. Surat Edaran Menteri ESDM
No. 01 E/40/MEM/2015 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan di
Bidang Air Tanah Setelah
Putusan Mahkaman Konstitusi
No. 85/PUU-XI/2013.
………….,
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada
Kepala Bidang Air Tanah, Pusat Air Tanah
dan Geologi Tata Lingkungan yang telah
mendorong untuk penyusunan makalah ini.
Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala
Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan
yang telah memberikan kesempatan dan izin
kepada penyusun untuk mempresentasikannya
dalam PIT PAAI ke I 2016.
ACUAN
Anonymous,
1985. Jakarta Groundwater
Study, Volume 4 (1984). HAG
69, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82,
89,91.
Directorate
of
Environmental
Geology,
Bandung, Indonesia. Federal
Institute of Geosciences and
Natural Resources, Hannover,
Germany.
…………., 1985. Jakarta Groundwater Study,
Volume 6-1 dan Volume 6-2
(1985). HAG 92, 93, 94, 95, 96,
97, 98, 99, 100, 101, 102, 103,
114.
Directorate
of
2015. Peraturan Pemerintah
Nomor 121 Tahun 2015 tentang
Pengusahaan Sumber Daya Air.
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor
344, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5801.
Haryadi, T., 2010. Rekomendasi teknis dan
perizinan di bidang air tanah.
Makalah Sosialisasi Peraturan
Perundang-undangan
Sektor
Energi dan Sumber Daya Mineral
di Balikpapan, 3 November 2010.
Pusat
Lingkungan
Geologi,
Bandung.
...............,
2014. Peraturan perundangundangan di bidang air tanah.
Makalah Sosialisasi Pengelolaan
Air Tanah di Kota Tangerang, 26
Juni 2014. Pusat Sumber Daya
Air
Tanah
dan
Geologi
Lingkungan, Bandung.
Haryadi, T., Agus, T., Salahudin, A., dan
Suharti, I., 2012. Kuantifikasi dan
pemodelan air tanah Cekungan
Air Tanah Jakarta, Provinsi
D.K.I. Jakarta, Provinsi Jawa
Barat, dan Provinsi Banten.
Laporan
No.
250/LAPBGE.P2K/2012. Pusat Sumber
Daya Air Tanah dan Geologi
Lingkungan, Bandung.
Haryadi, T. dan Taat, S., 2013. Penyelidikan
konservasi (konfigurasi-potensizona konservasi) air tanah CAT
Jakarta. Laporan No. 215/LAPBGE.P2K/2013. Pusat Sumber
Daya Air Tanah dan Geologi
Lingkungan, Bandung.
Maathuis,
H., Yong, R.N, Adi, S.,
Prawiradisastra,
S.,
1996.
Development of groundwater
management strategies in the
coastal region of Jakarta,
Indonesia,
International
Development Research Centre,
Ottawa, Canada.
Schmidt, G., Haryadi, T., and Koehler, G.,
1985. Jakarta Groundwater Study:
Groundwater Modeling, Volume
7 (HAG 116). Directorate of
Environmental
Geology,
Bandung, Indonesia. Federal
Institute of Geosciences and
Natural Resources, Hannover,
Germany.
Setiawan,
T., Wayan Mudiana, dan
Matahelumual,
B.C.,
2011.
Penelitian intrusi air laut daerah
pantai utara pada CAT Jakarta
dan CAT Bekasi-Karawang.
Pusat Sumber Daya Tanah dan
Geologi Lingkungan, Bandung.
Schmidt, G. and Butkuss, 2004, Groundwater
Modeling in the Greater Jakarta
Area, Indonesia, Symposium
CCOP,
Tsukuba,
Japan.
Download