BAB I - USU Repository

advertisement
PENGATURAN PROSES SISTEM
GASTROINTESTINAL
OLEH
dr. ALMAYCANO GINTING
NIP. 132 303 382
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
i
I
1
PENDAHULUAN
II PEMBAHASAN
2.1.
2.2.
2.3.
Pengaturan Fungsi Motilitas
2
2.1.1. Fungsi Otonom Otot Polos
2
2.1.2. Pleksus Saraf Intrinsik
4
2.1.3. Saraf Ekstrinsik
5
2.1.4. Hormon Pencernaan
6
Pengaturan Fungsi Sekresi
7
2.2.1. Mulut & Esofagus
7
2.2.2. Lambung
7
2.2.3. Usus Halus
9
2.2.4. Usus Besar
10
Pengaturan Aliran Darah Gastrointestinal
10
2.3.1. Pengaruh aktivitas usus dan faktor metabolik terhadap
aliran darah gastroinstestinal
2.3.2. Pengontrolan saraf terhadap aliran darah gastrointestinal
2.4.
11
11
Pengaturan transport dan Pencernaan Makanan dalam Saluran
Pencernaan
12
2.4.1. Pengaturan pencernaan makanan
12
2.4.2. Pengaturan fungsi motorik lambung
13
III KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
16
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
I. PENDAHULUAN
Saluran pencernaan memberi tubuh persediaan akan air, elektrolit, dan makanan, yang
terus menerus. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan (1) pergerakan makanan melalui saluran
pencernaan, (2) sekresi getah pencernaan dan pencernaan makanan; (3) absorpsi hasil
pencernaan,air dan berbagai elektrolit; (4) sirkulasi darah melalui organ-organ gastrointestinal
untuk membawa zat-zat yang diabsorpsi; dan (5) pengaturan semua fungsi ini oleh sistem saraf
dan hormonal.1
Fungsi pencernaan dan penyerapan sistem gastrointestinal bergantung pada berbagai
mekanisme seperti melunakkan makanan, mendorongnya sepanjang saluran cerna, dan
mencampurnya dengan empedu hati yang disimpan dalam kandung kemih, dan enzim-enzim
pencernaan yang disekresi oleh kelenjar saliva serta pancreas. Beberapa mekanisme tersebut
bergantung pada sifat-sifat intrinsik otot polos usus. Dan yang lainnya melibatkan kerja refleksrefleks termasuk neuron-neuron intrinsik usus, pelbagai refleks SSP, efek parakrin messenger
kimia hormon-hormon gastrointestinal. Hormon hormon tersebut merupakan zat humoral dan
disekresi oleh sel-sel di dalam mukosa dan diangkut ke dalam sirkulasi untuk mempengaruhi
fungsi lambung, usus, pancreas, dan kandung kemih . Zat ini bekerja secara parakrin.2
Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan zat nutrient ( zat yang sudah
dicerna ), air, dan garam yang berasal dari zat makanan ke lingkungan dalam untuk
didistribusikan ke sel-sel melalui sistem sirkulasi.3,4 Sinyal atau isyarat pada fungsi sistem
gastrointestinal dimulai oleh rangsangan pada lumen dan bekerja terhadap mekanoreseptor,
osmoreseptor, ( sensasi bau ) dan kemoreseptor serta refleks yang mempengaruhi efektor
(sensasi kelenjar ) lapisan otot dalam dinding saluran GI dan kelenjar eksokrin yang mensekresi
bahan-bahan dalam lumen. Reseptor maupun efektor refleks tersebut terdapat di dalam sistem
pencernaan.4 Berikut ini akan dibahas secara singkat prinsip-prinsip fungsional dasar sistem
pencernaan.1
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
II. PEMBAHASAN
2.1
Pengaturan Fungsi Motilitas
Motilitas dan sekresi pencernaan diatur secara cermat untuk memaksimalkan pencernaan
dan penyerapan makanan yang masuk. Terdapat empat faktor yang berperan dalam pengaturan
fungsi sistem pencernaan : 1). fungsi otonom otot polos, 2). Pleksus saraf intrinsik, 3). Saraf
ektrinsik, dan 4). hormon saluran pencernaan. 3
2.1.1
Fungsi Otonom Otot Polos
Pada Gambar.1 ditunjukkan bagian yang khas dari dinding usus, meliputi lapisan-lapisan
dari permukaan luar sampai ke dalam : (1) Lapisan serosa, (2) Lapisan otot longitudinal,(3)
lapisan otot sirkular,(4) lapisan submukosa, dan (5) Lapisan mukosa. Selain itu terdapat selapis
tipis serat-serat otot polos, yaitu muskularis mukosa, yang terletak dilapisan paling dalam dari
mukosa.1
Gambar.1 Potongan melintang usus yang khas
Otot polos traktus gastrointestinal hampir terus-menerus dijalani oleh aktivitas listrik
yang lambat.Aktivitas ini cenderung memiliki dua tipe dasar gelombang listrik (1) Gelombang
lambat, dan (2) Gelombang Paku, keduanya ditunjukkan dalam Gambar.21. Seperti sel-sel otot
jantung yang self – excitable, sebagian sel otot polos merupakan sel “ pemacu “ yang tidak
memiliki potensial istirahat yang konstan karena potensial membrannya memperlihatkan variasi
yang spontan, antara -65 dan -45 mV serta berirama.2,3 Jenis aktivitas listrik spontan yang
paling menonjol pada otot polos pencernaan adalah potensial gelombang lambat yang disebut
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
juga irama listrik dasar (basic electrical rhytim, BER ) saluran pencernaan ( pacesetter
potential ).3
Gambar.2 Potensial membran di dalam otot polos usus.
Gelombang lambat bukan potensial aksi1,3dan tidak secara langsung menginduksi
kontraksi otot, gelombang tersebut bersifat ritmik, berfluktuasi seperti gelombang potensial
membran yang secara berkala membawa membran mendekati
atau menjauhi ambang.
Intensitasnya biasanya bervariasi antara 5 dan 15 milivolt, dan kisaran frekuensinya antara 3
sampai 12 per menit pada berbagai bagian traktus gastrointestinal manusia.1 Diyakini, osilasi
gelombang lambat tersebut disebabkan oleh variasi berkala kecepatan pompa Na+ memindahkan
Na+ keluar dari sel pemacu tersebut. Jika gelombang tersebut mencapai ambang pada puncakpuncak depolarisasi, suatu lonjakan potensial aksi akan terpicu, menimbulkan siklus ritmis
kontraksi otot yang berulang-ulang.3 BER berperan dalam mengkoordinasi peristaltik dan
aktivitas motorik lainnya; kontraksi timbul hanya selama bagian depolarisasi gelombang.
Setelah vagotomi atau transeksi dinding lambung , misalnya, peristaltik di lambung menjadi
tidak teratur.2
Seperti otot jantung, lembaran-lembaran sel otot polos dihubungkan oleh gap junction
yang berfungsi sebagai titik dengan resistensi rendah sehingga aktivitas listrik yang dipicu di
sel-sel pemacu dapat menyebar ke sel-sel otot polos di sekitarnya. Jika ambang tercapai dan
potensial aksi terpicu, keseluruhan lembaran otot tersebut akan berlaku sinsitium fungsional,
yang tereksitasi dan berkontraksi sebagai satu kesatuan. Apabila ambang tidak tercapai, aktivitas
listrik tetap menyebar ke seluruh lapisan tanpa disertai oleh aktivitas kontraktil.3
Kecepatan aktivitas kontraktil ritmis pencernaan, misalnya peristaltik di lambung,
segmentasi di usus halus, dan haustrasi di usus besar, bergantung pada kecepatan inheren yang
diciptakan oleh sel-sel pemacu yang bersangkutan. Intensitas kontraksi bergantung pada jumlah
potensial gelombang lambat mencapai ambang, yang pada gilirannya bergantung pada seberapa
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
lama ambang dipertahankan. Semakin besar jumlah potensial aksi, semakin besar konsentrasi
Ca ++ sitosol, semakin besar aktivitas jembatan silang , dan semakin kuat kontraksi.3
2.1.2. Pleksus Saraf Intrinsik
Faktor kedua yang terlibat dalam pengaturan fungsi saluran pencernaan adalah pleksus
saraf intrinsik. Pleksus saraf adalah jaringan sel-sel saraf yang saling berhubungan. Terdapat dua
jaringan serat saraf yang membentuk pleksus di saluran pencernaan : pleksus mienterikus (
Aurbach ), yang terletak di antara lapisan otot polos longitudinal dan sirkuler, dan pleksus sub
mukosa ( Meissner ) yang terletak di submukosa.1,2,3,5 Kedua pleksus ini dikenal sebagai pleksus
intrinsik atau sistem saraf enterik karena terletak di dalam dinding saluran pencernaan dan
terdapat di seluruh pencernaan dari esofagus sampai anus. Pada manusia sistem ini terdiri dari
100 juta neuron sensorik, interneuron, dan neuron motorik yang sama banyaknya dengan jumlah
neuron di seluruh medula spinalis sehingga dapat dianggap sebagai bagian SSP yang tergusur
yang berperan dalam pengaturan fungsi gastrointestinal. Saluran pencernaan tidak seperti organ
lain karena memiliki sistem saraf intramural (“ di dalam dinding “ ) sendiri, yang mengandung
neuron sebanyak neuron di korda spinalis, sehingga saluran ini cukup kemampuan untuk
mengatur dirinya.1,2,3,
Pleksus-pleksus intrinsik mempengaruhi semua faset aktivitas saluran pencernaan.
Melalui persarafan sel-sel otot polos serta sel-sel eksokrin dan endokrin saluran pencernaan,
pleksus intrinsik secara langsung mempengaruhi motilitas saluran pencernaan, sekresi getah
pencernaan, dan sekresi hormon pencernaan. Jaringan saraf intrinsik ini terutama bertanggung
jawab mengkoordinasikan aktivitas lokal di dalam saluran pencernaan. Aktivitas saraf intrinsik,
pada gilirannya dapat dipengaruhi oleh pleksus ekstrinsik.3 Pleksus mienterikus seperti yang
ditunjukkan pada Gambar.3 merupakan rantai-rantai linear dari banyak neuron yang saling
berhubungan
yang meluas ke seluruh panjang traktus gastrointestinal.Pleksus ini terutama
berperan pada pengaturan aktivitas motorik di sepanjang usus. Bila pleksus dirangsang, efeknya
yang terutama adalah (1) peningkatan kontraksi tonik, atau ”tonus” dinding usus, (2)
peningkatan intensitas kontraksi ritmis,(3) sedikit peningkatan kecepatan irama kontraksi, dan
(4) peningkatan kecepatan konduksi gelombang eksitatoris di sepanjang dinding usus,
menyebabkan pergerakan gelombang peristaltik yang lebih cepat.1
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
Gambar.3 Pengaturan persarafan dinding usus, menunjukkan (1) pleksus
mienterikus dan submukosa; (2) pengaturan ekstrinsik pleksus-pleksus ini oleh
sistem saraf simpatis dan para simpatis; (3) serabut-serabut sensoris yang berjalan
dari epitelium luminal dan dinding usus menuju pleksus enterik, dan dari sana ke
ganglia prevertebra, medula spinalis , dan batang otak.
2.1.3
Saraf Ekstrinsik
Saraf-saraf ekstrinsik adalah saraf yang berasal dari luar saluran pencernaan dan
mempersarafi berbagai organ pencernaan yaitu serat-serat saraf dari kedua cabang sistem saraf
otonom. Saraf otonom mempengaruhi motilitas dan sekresi saluran pencernaan melalui
modifikasi aktivitas yang sedang berjalan di pleksus intrinsik, sehingga mengubah tingkat
sekresi hormon saluran pencernaan, atau pada beberapa keadaan melalui efek langsung pada otot
polos dan kelenjar.3
Saraf simpatis pada saluran pencernaan dominan untuk situasi fight- or- flight, cenderung
menghambat atau memperlambat kontraksi dan sekresi.3 Sistem simpatis menghasilkan
pengaruhnya melalui dua cara : (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung
norepinefrin untuk menghambat otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari norepinefrin
pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi perangsangan yang kuat pada sistem simpatis
dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.1 Efek tersebut terlihat
nyata bahwa proses pencernaan bukan merupakan prioritas tertinggi apabila tubuh menghadapi
suatu kedaruratan atau ancaman dari lingkungan eksternal.3
Sistem saraf parasimpatis mendominasi pada saat situasi tenang seperti pada aktivitas
yang bersifat pemeliharaan, misalnya pencernaan dapat berlangsung secara optimum. Dengan
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
demikian, serat saraf parasimpatis yang mempersarafi saluran pencernaan, yang tiba terutama
melalui saraf vagus, cenderung meningkatkan motilitas otot polos dan mendorong sekresi enzim
dan hormon pencernaan.3
2.1.4. Hormon Pencernaan
Faktor keempat yang mempengaruhi aktivitas saluran pencernaan adalah pengaturan oleh
hormon. Di dalam mukosa bagian tertentu saluran pencernaan terdapat sel-sel kelenjar endokrin
yang mengeluarkan hormon-hormon ke dalam darah jika mendapat rangsangan yang sesuai.
Atas dasar kemiripan struktural dan, sampai suatu tingkat, kemiripan fungsi, beberapa dari
hormon-hormon pencernaan ini dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok: (1) Kelompok
Gastrin, terdiri dari gastrin dan kolesistokinin (CCK)2,6, (2) Kelompok Sekretin, terdiri dari
sekretin2,6, glukagon, glisentin (GLI),VIP, dan gastric inhibitory polypeptide (GIP). Kerja
gastrin, CCK, sekretin, dan GIP yang terintegrasi dalam mempermudah pencernaan dan
penggunaan zat-zat makanan yang diserap diringkas di Gambar. 42 .
Berbagai hormon
pencernaan tersebut diangkut oeh darah ke bagian lain saluran pencernaan, tempat mereka
menimbulkan pengaruh eksitatorik atau inhibitorik pada sel-sel otot polos atau kelenjar
eksokrin. Hormon-hormon pencernaan dikeluarkan terutama sebagai respons terhadap
perubahan lokal spesifik di isi lumen ( misalnya adanya protein, lemak, atau asam), yang bekerja
secara langsung pada sel-sel kelenjar endokrin atau tidak langsung melalui pleksus intrinsic atau
saraf otonom ekstrinsik.3
Gambar.4. Kerja terintegrasi berbagai hormon gastrointestinal dalam mengatur
pencernaan dan penggunaan zat-zat makanan yang diserap. Anak panah terputusputus menunjukkan penghambatan.
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
Lebih dari 15 jenis sel enteroendokrin yang mensekresi hormon yang telah diidentifikasi
dalam mukosa lambung, usus halus, dan kolon. Banyak sel ini hanya mensekresi satu hormon
saja dan diidentifikasi oleh huruf ( sel G, sel S, dll ). Sel yang mensekresi serotonin disebut sel
entero kromafin. Sel yang menghasilkan senyawa amin selain polipeptida kadang-kadang
disebut sel APUD (amine precursor uptake and dekarboxylase ) atau sel neuro endokrin dan
dapat ditemukan di paru dan organ lain selain traktus gastrointestinal.3
2.2
Pengaturan Fungsi Sekresi
Di sepanjang traktus gastrointestinal , kelenjar sekretoris mempunyai dua fungsi utama.
Pertama, enzim-enzim pencernaan disekresi pada sebagian besar daerah rongga mulut sampai
ujung distal ileum. Kedua, kelenjer mukus, dari rongga mulut sampai ke anus, mengeluarkan
mukus untuk melumaskan dan melindungi semua bagian saluran pencernaan.1
2.2.1
Mulut & Esofagus
Di dalam mulut, melalui proses pengunyahan, makanan bercampur dengan saliva dan
didorong melalui proses menelan ke dalam esofagus . Gelombang peristaltik di esofagus
menggerakkan makanan ke dalam lambung.2
2.2.2
Lambung
Motilitas dan sekresi lambung diatur oleh mekanisme persarafan dan humoral.
Komponen saraf adalah refleks otonom lokal, yang melibatkan neuron-neuron kolinergik, dan
impuls-impuls dari SSP melalui nervus vagus. Rangsang vagus meningkatkan sekresi gastrin
melalui pelepasan gastrin - releasing peptide. Serat-serat vagus lain melepaskan asetilkolin,
yang bekerja langsung pada sel-sel kelenjar di korpus dan fundus untuk meningkatkan sekresi
asam dan pepsin. Rangsang nervus vagus di dada atau leher meningkatkan sekresi asam dan
pepsin, tetapi vagotomi tidak menghilangkan respons sekresi terhadap rangsang lokal.2
Untuk memudahkan pengaturan fisiologik sekresi lambung biasanya dibahas
berdasarkan pengaruh otak ( sefalik ), lambung, dan usus. Pengaruh / fase sefalik adalah respons
yang diperantarai oleh nervus vagus yang diinduksi oleh aktivitas di SSP. Pengaruh lambung
terutama adalah respons-respons refleks lokal dan respons terhadap gastrin. Pengaruh usus
adalah efek umpan balik hormonal dan refleks pada sekresi lambung yang dicetuskan dari
mukosa usus halus.2
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
2.2.2.1. Pengaruh Sefalik
Adanya makanan dalam mulut secara refleks merangsang sekresi lambung. Serat-serat
eferen untuk refleks ini adalah nervus vagus. Peningkatan sekresi lambung yang diperantarai
oleh vagus mudah dilatih. Pada manusia, sebagai contoh : melihat,1,2 mencium bau,1,2 dan
memikirkan makanan1,2 akan meningkatkan sekresi lambung, seperti terlihat pada Gambar.51 .
Peningkatan ini disebabkan oleh refleks bersyarat saluran cerna yang telah berkembang sejak
awal masa kehidupan.2
Rangsang hipotalamus anterior dan bagian-bagian korteks frontalis orbital di sekitarnya
meningkatkan aktivitas eferen vagus dan sekresi lambung. Pengaruh otak menentukan sepertiga
sampai separuh dari asam yang disekresikan sebagai respons terhadap makanan normal.2
Gambar. 5 Fase-fase sekresi lambung dan pengaturannya.
2.2.2.2 Respons Emosi
Keadaan kejiwaan memiliki pengaruh terhadap sekresi dan motilitas lambung yang
terutama diperantarai oleh nervus vagus. Rasa cemas dan depresi menurunkan sekresi lambung
dan aliran darah serta menghambat motilitas lambung.2
2.2.2.3.Pengaruh Lambung
Adanya makanan dalam lambung mempercepat peningkatan sekresi lambung yang
disebabkan oleh penglihatan atau bau makanan dan adanya makanan di mulut Gambar.62.
Reseptor di dinding lambung dan mukosa berespons terhadap peregangan dan rangsang kimia,
terutama asam-asam amino dan produk pencernaan terkait lain. Serat-serat dari reseptor masuk
ke dalam pleksus submukosa, tempat badan sel neuron reseptor berada. Serat-serat tersebut
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
bersinaps pada neuron parasimpatis postganglion yang berakhir di sel-sel parietal dan
merangsang sekresi asam.2
Neuron-neuron postganglion dalam lengkung refleks lokal aalah neuron yang sama
dengan yang dipersarafi oleh neuron preganglion vagus desendens dari otak yang memperantarai
fase sefalik sekresi. Produk-produk pencernaan protein juga menyebabkan peningkatan sekresi
gastrin, dan hal ini meningkatkan aliran asam.2
Gambar.6 Sekresi asam lambung manusia setelah makan daging (steak)
2.2.2.4 Pengaruh usus
Walaupun di mukosa usus halus dan lambung terdapat sel-sel yang berisi gastrin,
pemberian asam amino langsung ke dalam duodenum tidak meningkatkan kadar gastrin dalam
darah. Lemak, karbohidrat, dan asam dalam duodenum menghambat sekresi asam lambung dan
pepsin serta motilitas lambung melalui mekanisme saraf dan hormonal. Identitas enterogastron
yakni sebagai hormon usus berperan dalam inhibisi belum jelas diketahui. Sekresi asam
lambung meningkat setelah sebagian besar usus halus diangkat. Hipersekresi, yang secara kasar
setara dengan jumlah usus yang diangkat, sebagian mungkin disebabkan oleh hilangnya sumber
hormon-hormon yang menghambat sekresi asam.2
2.2.3
Usus halus
Sejauh ini cara terpenting untuk mengatur sekresi usus halus adalah dengan berbagai
refleks saraf setempat terutama refleks yang dimulai oleh rangsangan taktil dan iritasi serta oleh
peningkatan aktifitas saraf enterik yang berhubungan dengan gergerakan gastrointestinal. Oleh
karena itu dihampir semua tempat, sekresi pada usus halus terjadi hanya sebagai respons
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
terhadap keberadaan kimus dalam usus - semakin
banyak jumlah kimus semakin banyak
sekresinya.1
Beberapa hormon yang dapat merangsang sekresi didaerah manapun pada traktus
gastrointestinal juga dapat meningkatkan sekresi usus halus khususnya sekretin dan
kolesistokinin. Beberapa eksperimen menunjukkan bahwa zat-zat hormonal yang diekstraks dari
mukosa usus halus oleh kimus mungkin membantu mengontrol sekresi. Pada umumnya
mekanisme refleks enterik setempat hampir selalu ikut memegang peranan yang dominan.1
2.2.4. Usus besar
Mukosa usus besar, seperti pada usus halus mempunyai banyak kriptus lieberkuhn, tetapi
pada mukosa ini, berbeda dengan usus halus, tidak memiliki vili. Sel-sel epitel hampir tidak
mengandung enzim. Sebaliknya sel ini terutama mengandung sel-sel mukus yang hanya
mensekresi mukus. Mukus dalam usus besar jelas melindungi dinding usus terhadap ekskoriasi,
tetapi selain itu, juga menghasilkan media yang lengket untuk melekatkan bahan feses bersamasama. Lebih lanjut mukus melindungi dinding usus dari sejumlah besar aktifitas bakteri yang
berlangsung di dalam feses, dan menambah sifat basa dari sekresi ( pH 8,0 yang disebabkan oleh
sejumlah besar natrium bikarbonat) menyediakan suatu sawar untuk menjaga agar asam yang
terbentuk didalam tinja tidak menyerang dinding usus.1
Apabila suatu segmen usus besar menjadi sangat teriritasi, seperti yang terjadi bila
infeksi bakteri berlangsung menyeluruh selama enteritis, mukosa mensekresikan sejumlah besar
air dan elekrolit selain sekresi larutan mukus alkali yang kental dan normal. Sekresi ini berfungsi
untuk mengencerkan faktor pengiritasi dan menyebabkan pergerakan tinja yang cepat menuju
anus. Hal ini biasanya menyebabkan terjadinya diare, disertai kehilangan sejumlah air dan
elektrolit. Tetapi diare juga menyapu bersih faktor iritan, yang menimbulkan pemulihan
penyakit lebih cepat daripada bila terjadi sebaliknya.1
2.3
Pengaturan Aliran Darah Gastrointestnal
Pembuluh darah sistem gastrointestinal yang disebut sirkulasi splanknik meliputi aliran
darah yang melalui usus sendiri ditambah aliran darah melalui limpa, pankreas, dan hati. Model
sistem ini sedemikian rupa sehingga semua darah yang melaui usus, limpa, dan pankreas
kemudian segera mengalir ke dalam hati melalui vena porta. Sebagian besar zat nutrisi non
lemak dan terlarut dalam air akan diabsorpsi dari usus sekaligus ditransport didalam darah vena
porta ke sinusoid-sinusoid hati yang sama. Disini, sel retikuloendotelial dan sel parenkim utama
hati, yaitu sel-sel hati, menyerap dari darah dan menyimpan untuk sementara setengah sampai
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
tiga seperempat seluruh zat nutrisi yang diabsorpsi. Zat nutrisi berdasar-lemak yang tidak larut
dalam air hampir semuanya diabsorpsi ke dalam saluran limfatik usus dan kemudian dialirkan ke
dalam darah melalui duktus torasikus.1
2.3.1 Pengaruh aktivitas usus dan faktor metabolik terhadap aliran darah gastrointestinal
Aliran darah dalam setiap traktus gastrointestinal dalam setiap lapisan dinding usus
secara langsung berhubungan dengan derajat aktivitas setempat. Selama absorpsi aktif zat
nutrisi, aliran darah di dalam vili dan daerah submukosa yang berdekatan sangat meningkat,
kadang-kadang sebayak delapan kali lipat atau lebih. Demikian juga, aliran darah dalam lapisan
otot dinding usus meningkat bersamaan dengan peningkatan aktivitas motorik dalam usus.1
Walaupun penyebab pasti atau penyebab peningkatan aliran darah selama peningkatan
aktivitas gastrointestinal masih belum jelas, beberapa fakta sudah diketahui yaitu :
a. Beberapa zat vasodilator dilepaskan dari mukosa traktus gastrointestinal selama proses
pencernaan. Zat vasodilator ini adalah kolesistokinin, peptida intestinal vasoaktif,
gastrin, dan sekretin.
b. Beberapa kelenjar gastrointestinal juga melepaskan dua kinin ke dalam dinding usus,
kalidin dan bradikinin, pada saat yang bersamaan ketika kelenjar mengeluarkan
sekresinya ke dalam lumen.
c. Penurunan konsentrasi oksigen dalam dinding usus dapat meningkatkan aliran darah
intestinal palingg sedikit 50%, karena itu, peningkatan kecepatan metabolik selama
aktivitas usus mungkin menurunkan konsentrasi oksigen sehingga cukup untuk
menyebabkan vasodilatasi.
Peningkatan aliran darah selama aktivitas gastrointestinal kemungkinan merupakan kombinasi
dari semua atau banyak faktor di atas ditambah faktor-faktor lain yang masih belum ditemukan.1
2.3.2 Pengontrolan saraf terhadap aliran darah gastrointestinal
Rangsangan saraf parasimpatis terhadap lambung dan kolon bagian bawah akan
meningkatkan aliran darah setempat pasa saat yang bersamaan dengan peningkatan sekresi
kelenjar. Peningkatan aliran ini kemungkinan merupakan akibat sekunder dari peningkatan
aktivitas kelenjar. Perangsangan simpatis, sebaliknya memberi efek langsung pada hampir
seluruh traktus gastrointestinal dengan menyebabkan vasokonstriksi yang kuat pada arteriol
dengan penurunan aliran darah yang besar. Setelah beberapa menit mengalami vasokonstriksi,
aliran darah sering kali kembali menjadi hampir normal melalui mekanisme yang disebut ”
autoregulatory escape”. 1
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
Makna utama dari vasokonstriksi simpatis dalam usus adalah bahwa vasokonstriksi
tersebut membuat penutupan aliran darah splanknik lain selama waktu selama aktivitas fisik
yang hebat saat peningkatan aliran dibutuhkan oleh otot dan jantung. Juga pada syok
sirkulatorik, saat semua jaringan vital dalam keadaan bahaya kematian selular karena tidak
adanya aliran darah -- terutama otak dan jantung – perangsangan simpatis dapat menghambat
aliran darah splanknik hampir selama 1 jam. Perangsangan simpatis juga menyebabkan
vasokonstriksi kuat pada vena-vena intestinal dan mesenterik. Selanjutnya, vasokonstriksi vena
ini tidak ”escape”. Sebaliknya vasokonstriksi menurunkan volume vena-vena ini dan dengan
demikian memindahkan sejumlah besar darah kebagian lain dari sirkulasi.1
2.4
Pengaturan Transpor dan Pencernaan Makanan dalam Saluran Pencernaan
Agar makanan dapat dicerna secara optimal dalam saluran pencernaan, waktu yng
diperlukan pada masing-masing bagian saluran bersifat terbatas. Selain itu pencampuran yang
tepat juga harus dilakukan. Tetapi karena kebutuhan untuk pencampuran dan pendorongan
sangat berbeda pada tiap tingkat proses, berbagai mekanisme umpan balik hormonal dan saraf
otomatis akan mengontrol tiap aspek dari proses ini.1
2.4.1 Pengaturan pencernaan makanan
Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, karena akan
membantu pencernaan makanan untuk alasan sederhana berikut : karena enzim-enzim
pencernaan hanya bekerja pada permukaan partikel makanan, kecepatan pencernaan sangat
tergantung pada total area permukaan yang terpapar dengam sekresi usus. Pada umumnya otototot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf kranial kelima, dan proses
mengunyah dikontrol oleh nukleus dalam batang otak.1
Menelan adalah suatu aksi fisiologis yang kompleks,1,7 terutama karena faring pada
hampir setiap saat melakukan beberapa fungsi lain di samping menelan dan hanya diubah dalam
beberapa detik ke dalam traktus untuk mendorong makanan. Yang terutama penting adalah
bahwa respirasi tidak terganggu akibat menelan.1 Pada umumnya menelan dapat dibagi menjadi
(1) tahap volunter, yang mencetuskan proses menelan, (2) tahap faringeal, yang bersifat
involunter dan membantu jalannya makanan melalui faring ke dalam esofagus, dan (3) tahap
esofageal, fase involunter lain yang mempermudah jalannya makanan dari faring ke lambung.1.7
Proses menelan secara otomatis diatur dalam urutan yang teratur oleh daerah-daerah
neuron di batang otak yang didistribusikan ke seluruh substantia retikularis medula dan bagian
bawah pons. Impuls motorik dari pusat menelan ke faring dan esofagus bagian atas yang
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
menyebabkan penelanan dijalarkan oleh saraf kranial ke-5, ke-9, ke-10, dan ke-12 serta bahkan
beberapa saraf servikal superior, seperti tampak pada Gambar.7. Ringkasnya, tahap faringeal
dari penelanan pada dasarnya merupakan suatu refleks.1
Gambar.7 Mekanisme menelan
Sewaktu gelombang peristaltik esofagus berjalan ke arah lambung, timbul suatu
gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron peghambat mienterikus, mendahului
peristaltik, Selanjutnya seluruh lambung dan sedikit lebih luas, bahkan duodenum menjadi
terelaksasi sewaktu gelombang ini mencapai bagian akhir esofagus dan dengan demikian
mempersiapkan lebih awal untuk menerima makanan yang didorong ke bawah esofagus selama
proses menelan. 1
2.4.2 Pengaturan fungsi motorik lambung
Fungsi motorik dari lambung ada tiga : (1) penyimpanan sejumlah besar makanan
sampai makanan dapat diproses di dalam duodenum, (2) pencampuran makanan ini dengan
sekresi dari lambung sampai membentuk suatu campuran setengah cair yang disebut kimus, dan
(3) pengosongan makanan dengan lambat dari lambung ke dalam usus halus pada kecepatan
yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi yang tepat oleh usus halus. Saat lambung berisi
makanan, gelombang konstriktor peristaltik yang lemah (gelombang pencampur) mulai timbul
dibagian tengah dinding lambung dan bergerak ke arah antrum sepanjang dinding lambung
sekitar satu kali setiap 15 sampai 20 detik. Sewaktu gelombang konstriktor berjalan dari korpus
ke dalam antrum, gelombang menjadi lebih kuat, beberapa menjadi sangat kuat dan
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
menimbulkan cincin konstriktor peristaltik yang kuat yang mendorong isi antrum di bawah
tekanan tinggi ke arah pilorus.1
Pengosongan lambung ditimbulkan oleh kontraksi peristaltik yng kuat pada antrum
lambung. Kecepatan pengosongan lambung diatur oleh sinyal dari lambung dan duodenum.
Akan tetapi duodenum memberi sinyal yang kebih kuat, selalu mengontrol pengosongan kimus
ke dalam duodenum pada kecepatan yang tidak melebihi kecepatan kimus dicerna dan
diabsorbsi dalam usus halus.1
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
III. KESIMPULAN
1.
Saluran pencernaan memberi tubuh persediaan air, elektrolit dan makanan.
2.
Fungsi pencernaan dan penyerapan sistem gastrointestinal bergantung kepada
berbagai mekanisme diantaranya pengaturan fungsi motilitas, pengaturan fungsi
sekresi, pengaturan aliran darah, dan pengaturan transport dan pencampuran
makanan.
3.
Pengaturan fungsi motilitas dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu fungsi otonom otot polos,
pleksus saraf intrinsik, saraf ekstrinsik dan hormon saluran pencernaan.
4.
Pengaturan fungsi sekresi diatur oleh mekanisme persarafan dan humoral disamping
adanya makanan dalam saluran cerna.
5.
Pengaturan aliran darah
dalam setiap traktus gastrointestinal secara langsung
berhubungan dengan derajat aktivitas lapisan dinding usus setempat, rangsangan
saraf parasimpatis meningkatkan aliran darah bersamaan dengan peningkatan sekresi
kelenjar. Perangsangan simpatis sebaliknya memberi efek vasokontriksi yang kuat
pada arteriol pada seluruh traktus gastrointestinal.
6.
Pengaturan transport dan pencampuran makanan secara otomatis diatur oleh
mekanisme umpan balik hormonal dan saraf.
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall, J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9, EGC, Jakarta 2002;
hal.987-1035
2. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-20, EGC, Jakarta 2002;hal.461-93
3. Sherwood L. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. Edisi Ke-2, EGC, Jakarta 2001;
hal.537-88
4. Syaifuddin. Fungsi Sistem tubuh Manusia. Widya Medika, Jakarta, 2001; hal.125-43
5. Bowen
R.
The
Enteric
Nervous
System.
In
http://www.vivo.colostate.edu/
hbooks/pathphys/digestion/basics/gi_nervous.html.
6. Bowen,
R.
The
Enteric
Endocrine
System.
In
http://www.vivo.colostate.edu/
hbooks/pathphys/digestion/basics/gi_endocrine.html.
7. Price, S.A. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi Ke-4, EGC, Jakarta
1994; hal.358-88
Almaycano Ginting : Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, 2008
USU e-Repository © 2008
Download