BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Halitosis 2.1.1 Definisi Halitosis

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Halitosis
2.1.1 Definisi
Halitosis adalah kebiasaan dan masalah yang umum yang bisa membawa kita
pada kerenggangan sosial dan rasa malu. Terminologi halitosis berasal dari bahasa
latin yaitu “halitus” berarti nafas dan bahasa Yunani “osis” yang berarti abnormal
atau penyakit.6
Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tanda nafas
tidak sedap pada saat nafas dihembuskan. Halitosis merupakan istilah umum yang
digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap yang berasal baik dari rongga
mulut maupun diluar rongga mulut. Sedangkan, bau rongga mulut adalah istilah
khusus yang digunakan untuk menggambarkan bau dari kavitas rongga mulut.1
2.1.2 Klasifikasi
Halitosis, nafas bau atau biasa yang disebut dengan “nafas buruk” dapat dibagi
menjadi true halitosis, pseudohalitosis, dan halitophobia.
a.
True halitosis
True halitosis dapat dibagi menjadi halitosis fisiologis dan patologis. Halitosis
fisiologis termasuk halitosis yang dapat disebabkan komponen makanan, kebiasaan
yang buruk, nafas pagi hari, dan juga berdampak pada xerostomia yang juga
disebabkan oleh factor fisiologis. Halitosis patologis terjadi karena kondisi patologik
atau jaringan mulut seperti gingiva atau penyakit periodontal misalnya periodontitis,
acute necrotizing ulcerative gingivitis, darah residu pascaoperasi, sisa makanan, lesi
ulseratif pada rongga mulut, halitosis bisa juga berkaitan dengan lidah yang terlapis
sisa makanan, dapat juga berefek sekunder berupa xerostomia yang disebabkan oleh
penyakit glandula saliva dan tonsilolitis.6,7,8
b.
Pseudohalitosis
Pasien yang menderita penyakit pseudohalitosis mengeluhkan atas adanya
halitosis meskipun orang lain tidak merasakannya. Kondisi ini dapat diatasi dengan
konseling (menggunakan dukungan literature, pengetahuan, dan penjelasan atas hasil
pengujian) dan pengukuran kebersihan mulut sederhana.6,7,8
c.
Halitophobia
Beberapa individu tetap ingin melanjutkan perawatan meskipun telah dirawat
berdasarkan halitosis sejati ataupun halitosis semu. Individu seperti ini dikategorikan
sebagai halitophobic. Halitophobia dapat dipertimbangkan sebagai penyakit ketika
7
tidak ada bukti fisik atau bukti sosial yang ada, yang membuktikan halitosis itu benarbenar ada.6,7,8
d.
Psychogenic Halitosis
Psychogenic Halitosis adalah orang yang membayangkan. Orang ini percaya
bahwa nafasnya berbau buruk meskipun itu tidak terjadi. Masalah ini terjadi pada
orang yang cenderung melebih-lebihkan sensasi tubuhnhya yang normal. Terkadang
hal ini dapat disebabkan oleh penyakit mental yang serius seperti schizophrenia.
Orang ini terobsesi dengan pikiran yang selalu merasa kotor. Orang yang paranoid ini
memiliki khayalan bahwa organ tubuhnya membusuk. Kebanyakan orang seperti ini
merasa bau mulutnya busuk. Beberapa orang dapat ditolong dengan meminta
pendapat dokter atau dokter gigi bahwa mulut mereka tidak berbau. Jika
permasalahan berlanjut, orang seperti ini dapat berkonsultasi dengan psikoterapis.6,7,8
2.1.3 Etiologi
Faktor penyebab halitosis secara sederhana dapat dibagi dua, yaitu faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal antara lain adanya sisa makanan di
dalam mulut, sedangkan faktor internal meliputi karies gigi, radang kronis pada
saluran pernafasan, gangguan pencernaan dan lain-lain. Secara umum faktor
penyebab halitosis dibagi atas faktor penyebab oral dan non-oral. Faktor penyebab
oral meliputi kebersihan mulut yang buruk atau adanya penyakit periodontal
8
sedangkan faktor non-oral meliputi penyebab medis seperti kronis, serta gangguan
saluran pencernaan. Meskipun beberapa penyebab halitosis dapat dihubungkan
dengan bagian ekstra oral seperti saluran pernafasan atas dan bawah, saluran
pencernaan, penyakit ginjal, dan hati, namun 85-90% masalah bau mulut berasal dari
rongga mulut itu sendiri. Oleh karena itu, dokter gigi sebagai orang yang
mengetahuinya perlu memperhatikan hal ini pada waktu perawatan gigi di klinik.
Faktor lain yang dapat menyebabkan halitosis adalah faktor risiko seperti
tembakau, alkohol, mulut kering, diet, makanan dan minuman, obat-obatan, dan gigi
tiruan.
a.
Makanan dan Minuman
Makanan-makanan tertentu yang dapat menimbulkan halitosis antara lain
bawang putih, bawang merah dan lobak sedangkan minuman yang dapat
menyebabkan halitosis antara lain minuman beralkohol, produk susu dan lain-lain.
Pada keadaaan ini, permasalahannya bukan diawali pada saat makanan atau minuman
berada di dalam rongga mulut tetapi terjadi setelah bahan makanan atau minuman ini
diserap pada pembuluh darah. Bau makanan atau minuman yang tersebut selanjutnya
akan ditransmisikan ke dalam paru-paru, yang kemudian keluar bersama dengan
udara pernafasan melalui mulut, dan semua keadaan ini bersifat sementara.6,8,9
9
b.
Oral Hygiene
Bila oral hygiene tidak dilakukan dengan baik, sisa-sisa makanan akan
mengumpul diantara gigi. Cepat atau lambat makanan yang telah mengalami
pembusukan akan terbentuk, dan hampir keseluruhan dari produk-produk yang
disebabkan oleh pembusukan akan mengeluarkan bau yang tidak sedap.6,8,9
c.
Penyakit Periodontal
Keadan periodontal mungkin merupakan keadaan patologi yang paling sering
terlihat dan dapat menimbulkan halitosis. Penyebab utama dari keberadaan penyakit
ini adalah plak.6,8,9
d.
Xerostomia
Merupakan istilah untuk keadaan mulut yang kering. Xerostomia atau
kekeringan di dalam rongga mulut dapat pula menyebabkan terjadinya bau mulut atau
halitosis.6,8,9
e.
Kebiasaan
Halitosis juga dapat disebabkan oleh penggunaan tembakau. Kebiasaan ini
berkaitan dengan resiko yang besar untuk terjadinya penyakit periodontal dan kanker
di dalam rongga mulut pada individu yang memiliki kebiasaan ini.6,8,9
10
f.
Penyakit Sistemik
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan halitosis, diantaranya infeksi pada
saluran nafas, diabetes, permasalahan pada saluran pencernaan, infeksi pada sinus
dan kelainan hati serta ginjal.10
g.
Obat-obatan
Beberapa obat dapat menimbulkan halitosis. Obat-obat tertentu dapat juga
merubah rasa dan bau, obat-obat tertentu tersebut dapat menimbulkan berkurangnya
produksi saliva yang menyebabkan terjadinya halitosis.10
2.1.4 Mekanisme Terjadinya Halitosis
Mekanisme terjadinya halitosis sangat dipengaruhi oleh penyebab yang
mendasari keadaan tersebut. Pada halitosis yang disebabkan oleh makanan tertentu,
bau nafas berasal dari makanan yang oleh darah ditransmisikan menuju paru-paru
yang selanjutnya dikeluarkan melalui pernafasan. Secara khusus, bakteri memiliki
peranan yang penting pada terjadinya bau mulut yang tak sedap atau halitosis. Bakteri
dapat berasal dari rongga mulut sendiri seperti plak, bakteri yang berasal dari poket
yang dalam dan bakteri yang berasal dari lidah memiliki potensi yang sangat besar
menimbulkan halitosis.1,6,11
VSC (Volatile Sulfur Compounds) merupakan unsur utama penyebab halitosis.
Volatile Sulfur Compound merupakan hasil produksi dari aktivitas bekteri-bakteri
11
anaerob di dalam mulut yang berupa senyawa berbau yang tidak sedap dan mudah
menguap sehingga menimbulkan bau yang mudah tercium oleh orang lain
disekitarnya. Di dalam aktivitasnya di dalam mulut, bakteri anaerob bereaksi dengan
protein-protein yang ada, protein di dalam mulut dapat diperoleh dari sisa-sisa
makanan yang mengandung protein sel-sel darah yang telah mati, bakteri-bakteri
yang mati ataupun sel-sel epitel yang terkelupas dari mukosa mulut. Seperti yang
telah diketahui, di dalam mulut banyak terdapat bakteri baik gram positif maupun
gram negatif. Kebanyakan bakteri gram positif adalah bakteri sakarolitik artinya di
dalam aktivitas hidupnya banyak memerlukan karbohidrat, sedangkan kebanyakan
bakteri gram negatif adalah bakteri proteolitik dimana untuk kelangsungan hidupnya
banyak memerlukan protein. Protein akan dipecah oleh bakteri menjadi asam-asam
amino.1,6,11
Sebenarnya terdapat beberapa macam VSC serta senyawa yang berbau lainnya
di dalam rongga mulut, akan tetapi hanya terdapat 3 jenis VSC penting yang
merupakan penyebab utama halitosis, diantaranya metal mercaptan (CH3SH), dimetil
mercaptan (CH3)2S, dan hidrogen sulfide (H2S). Ketiga macam VSC tersebut
menonjol karena jumlahnya cukup banyak dan mudah sekali menguap sehingga
menimbulkan bau. Sedangkan VSC lain hanya berpengaruh sedikit, seperti skatole,
amino, cadaverin dan putrescine1,6,11
12
2.1.5 Pengobatan Halitosis
a.
Chlorine Dioxide
Chlorine Dioxide atau chlordioksida merupakan salah satu bahan anti halitosis
yang paling banyak dan luas dipergunakan. Bahan ini pulalah yang telah diketahui
mekanisme kerjanya terhadap VSC. Bentuk sebenarnya dari sebenarnya dari senyawa
ini adalah gas oleh sebab itu cukup sulit digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Dalam kaitannya dengan perawatan halitosis agar dapat dipergunakan misalnya
dalam bentuk bahan kumur mulut, perlu dilakukan stabilisasi agar tidak mudah
menguap dan tidak menjadi aktif sebelum dipergunakan.
Stabilisasi ini dapat dilakukan dalam berbagai cara, tetapi hanya beberapa yang
sesuai untuk penggunaan secara oral. Chlorine dioxide di dalam bahan kumur mulut
berada dalam keadaan stabil atau berbentuk tidak aktif oleh sebab itu dapat tetap
stabil sebagai suatu produk sampai sekitar dua tahun. Bahan ini menjadi aktif pada
pH rendah atau asam. Didalam mulut, keasaman dari permukaan plak dapat
mengaktifkan bahan ini. Adanya bakteri menghasilkan banyak interaksi asam-basa,
dengan demikian akan menyebabkan bahan chlorine dioxide dalam bentuk stabil ini
menjadi aktif dan bekerja mengubah VSC.
Dengan demikian, makin lama larutan bahan ini berada dalam mulut akan
makin baik bekerjanya. Apabila bahan ini menjadi aktif, chlorine dioxide akan
mengoksidasi ikatan sulfur melalui suatu reaksi oksidasi reduksi. Dengan
13
teroksidasinya senyawa yang mengandung ikatan sulfur tersebut makan senyawa
yang tadinya mudah menguap dan menyebabkan bau akan diubah menjadi senyawa
lain yang tidak berbau.6,12
b.
Baking Soda
Baking soda atau natrium bikarbonat sebaiknya dipergunakan secara hati-hati,
seperti diketahui di dalam suatu poket, misalnya pada penyakit periodontal, terdapat
kondisi pH basa serta kondisi lingkungan anaerob. Penggunaan baking soda untuk
membersihkan gigi geligi akan membuat saliva lebih bersifat basa sehingga membuat
suasana lebih kondusif untuk terjadinya halitosis. Baking soda pada konsentrasi yang
tinggi (0,5-1 mol/1) dapat menaikkan pH mulut dan dapat tetap bertahan lama. Pada
konsentrasi yang rendah (lebih kecil dari 0,5 mol/1) baking soda dapat menaikkan pH
mulut akan tetapi cepat turun kembali. Pada seseorang yang mempunyai periodontal
pocket atau penyakit periodontal, penggunaan baking soda dapat memperberat
penyakit periodontal tersebut.
Hal ini terjadi karena adanya peningkatan aktivitas bakteri anaerob serta VSC
yang dihasilkan pada suasan pH basa tersebut, kecuali baking soda tersebut
dipergunakan dalam konsentrasi yang tinggi. Baking soda pada konsentrasi yang
tinggi memang mempunyai aktivitas bakterisidal terhadap kuman-kuman periodontal
tertentu, akan tetapi pada konsentrasi yang rendah tidak terlihat mempunyai daya
bakterisidal tertentu. Baking soda mudah sekali larut oleh karenanya dapat dengan
14
cepat menjadi hilang dari sulkus gingival dan berkurang konsentrasinya sampai
dibawah tingkat yang dapat mematikan bakteri.11
c.
Peroksida
Peroksida seperti H2O2, misalnya yang banyak digunakan untuk perawatan
gigi dan mulut dalam fungsinya akan mengeluarkan oksigen bebas. Hal ini
tampaknya akan membantu untuk membuat kondisi mulut menjadi aerob sehingga
aktivitas bakteri anaerob akan tertekan, akan tetapi efektifitasnya kurang
dibandingkan chlorine dioxide dalam mengubah VSC. “O nascens” yang dihasilkan
dari peroksida akan mengakibatkan oksigenisasi pada jaringan mulut sedangkan
chlorine dioxide memberikan reaksi oksidasi dan reduksi khususnya terhadap VSC
sehingga berubah menjadi bentuk senyawa laian yang tidak berbau.6,12
d.
Obat Kumur
Obat-obatan atau bahan-bahan untuk umur mulut kebanyakan adalah bersifat
antiseptik. Oleh sebab itu bahan-bahan tersebut dapat menekan semua pertumbuhan
bakteri di dalam mulut, padahal bakteri-bakteri yang ada adalag merupakan flora
normal mulut. Kebanyakan bakteri yang ada tetap diperlukan di dalam mulut,
khususnya untuk membantu penvernaan dan tidak bersifat pathogen. Disamping itu
bahan-bahan kumur mulut yang beredar di pasaran kebanyakan mengandung alcohol
dengan kadar yang berbeda-beda. Alcohol mempunyai pengaruh membuat jaringan
15
lunak mulut menjadi kering sehingga permeabilitasnya berubah dan dapat
meningkatkan sekresi protein keluar jaringan.
Dengan demikian obat kumur mulut yang kebanyakan beredar dipasaran tidak
mempunyai pengaruh terhadap VSC yang timbul di dalam rongga mulut. Efek
antiseptiknya dalam membunuh bakteri juga hanya bertahan sebentar sehingga
kurang berperan untuk mengurangi nafas tak sedak untuk jangka panjang.12
e.
Bahan-bahan lain
Bahan-bahan lain yang dipergunakan untuk mengatasi halitosis dan telah
beredar dipasaran antara lain adalah: Zn-Chloride, Anthium chloride, Thimol, dan
Eucalyptus.6,12
2.1.6 Penatalaksanaan Halitosis
a.
Oral Hygiene
Telah lama diketahui bahwa tindakan-tindakan untuk meningkatkan oral
hygiene seperti scaling, polishing, sikat gigi dan flossing, khususnya pembersihan
lidah dapat mengurangi bau mulut. Prosedur-prosedur pemeliharaan oral hygiene
pada dasarnya adalah untuk membersihkan sehingga mengurangi plak atau sisa-sisa
makanan serta mengurangi jumlah bakteri. Dengan menjaga oral hygiene secara baik
aktivitas bakteri dapat ditekan sehingga halitosis akan berkurang.
16
Kerusakan gigi dan susunan gigi perlu dilakukan perawatan apabila ingin
memperbaiki kondisi halitosis. Apabila terdapat peradanga pada jaringan penyangga
gigi atau jaringan mulut lainnya juga perlu dilakukan perawatan, akan tetapi satu hal
perlu diingat bahwa halitosis tetap dapat terjadi pada seseorang dengan kesehatan gigi
dan mulut yang baik sekalipun.7,9,12
b.
Obat Kumur
Penggunaan obat kumur mulut dengan bahan antibakteri dapat mengurangi
halitosis dengan cara mengurangi jumlah bakteri serta menghambat aktivitas bakteri.
Penggunaan bahan ini juga biasanya efektif untuk sementara waktu saja karena
efeknya terhadap flora normal mulut biasanya “transitory”. Beberapa bahan ini
misalnya mengandung thymol, eucalyptus, chlorhexidine, povidone iodine dan
sebagainya.6,11,12
c.
Herbal
Disampung cara-cara yang telah dijelaskan diatas, pada sementara masyarakat
dipergunakan pula cara-cara tradisional yang diyakini dapat menghilangkan halitosis
akan tetapi mekanisme kerjanya belum jelas dan merupakan kebiasaan turun
temurun. Cara-cara ini misalnya penggunaan jus tomat, anjuran mengunyah parsley,
makan chlorophyll, pemakaian ragi, ekstrak teh, di Jepang masyarakiat menggunakan
sejenis rempah-rempah yang disebut “kampo”, juga di Indonesia sendiri ada yang
menggunakan ramuan dari daun mangkokan.6,11,12
17
2.2
Kulit Kayu Manis
2.2.1 Morfologi
Pohon kayu manis merupakan tumbuhan asli dari Asia Selatan, Asia Tenggara
dan daratan Cina. Sampai sekarang ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan
pengekspor kayu manis ke beberapa negara. Menurut FAO pada tahun 2005
Indonesia merupakan negara produsen kayu manis terbesar kedua setelah Negara
China.13
Dalam perdagangan Internasional produk kayu manis dalam bentuk kulit kayu,
minyak atsiri, dan oleoresin. Indonesia mengekspor kulit kayu manis dalam bentuk
quill (kepingan tipis kulit kayu manis yang tergulung) sampai sekarang. Nilai jual
minyak atsiri dan oleoresin lebih tinggi daripada kulit kayu manis dalam bentuk quill.
Dalam industri pangan, minyak atsiri dan oleoresin kayu manis dimanfaatkan sebagai
peningkat cita rasa atau aroma.13
Kayu manis ditanam di daerah pegunungan sampai ketinggian 1.500 meter dan
dibudi-dayakan untuk diambil kulit kayunya. Tinggi pohon kayu manis dapat mencapai
1-12 m. Tanaman ini berdaun lonjong atau bulat telur, warna hijau, daun muda berwarna
merah, warna pucuknya kemerahan, sedangkan daun tuanya berwarna hijau tua. Kulit
berwarna ke-labu, dijual dalam bentuk kering, setelah dibersihkan kulit bagian luar,
dijemur dan di-golongkan menurut panjang asal kulit. Kulit dapat berasal dari dahan atau
ranting. Bunganya berkeping dua atau bunga sempurna dengan warna kuning, ukurannya
18
kecil. Buahnya berbiji satu dan berdaging. Bentuknya bulat memanjang, buah muda
berwarna hijau tua dan buah tua berwarna ungu tua.5
2.2.2 Taksonomi
Berdasarkan klasifikasinya, kayu manis berasal dari ;
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Gymnospermae
Subdivisi
: Spermatofita
Kelas
: Dikotil
Subkelas
: Diapetal
Ordo
: Polikarpik
Famili
: Laurasea
Genus
: Cinnamomum
Spesies
: Cinnamomum burmanii 5
19
Gambar 2.1 Kayu Manis
(Available from : http://ditjenbun.pertanian.go.id/tanregar/berita-269-simanis-dari-kerinci--yang-menjadi-idola-dunia-.html)
2.2.3 Kandungan
a.
Minyak Atsiri
Minyak atsiri mengandung sinamat aldehid dan eugenol yang tergolong turunan
senyawa fenol yang mempunyai efek antiseptic dan bekerja dengan merusak
membran sel. Secara in vitro, minyak atsiri memiliki aktivitas untuk menghambat
kolonisasi dengan cara mengganggu permeabilitas membrane dan proses transportasi.
Sinamat aldehid termasuk golongan aldehid aromatik yang merupakan
komponen utama dalam kayu manis dan memiliki efek antifungi dan anti bakteri
yang paling kuat dibanding komponen lain dalam kayu manis. Aktivitas fungistatik
ini tergantung pada lingkar aromatik atau fungsi aldehid di luar lingkar aromatik
tersebut. Selain itu kemampuan sinamat aldehid dalam menghambat pertumbuhan
koloni Candida albicans juga disebabkan oleh gugus bebas yaitu 3-phenyl yang dapat
20
mengikat enzim yang ada pada dinding sel dan juga mengikat oksigen yang
dibutuhkan Candida albicans untuk metabolisme sel. Di samping itu, sinamat aldehid
juga mampu mengadakan denaturasi protein dan menurunkan tegangan permukaan
sehingga permeabilitas sel bakteri dan jamur meningkat sehingga mengakibatkan
kematian mikroba.
Sinamat aldehid termasuk dalam flavonoid. Sebagai antifungi, flavonoid dapat
menghambat pertumbuhan jamur secara in-vitro. Flavonoid menunjukkan toksisitas
rendah pada mamalia, sehingga beberapa flavonoid digunakan sebagai obat bagi
manusia. Sinamat aldehid yang berperan sebagai antifungi merupakan flavonoid yang
mekanisme kerjanya mengganggu proses difusi makanan ke dalam sel sehingga
pertumbuhan jamur terhenti atau sampai jamur tersebut mati.13, 14
Ekstrak kulit batang kayu manis mempunyai kadar transsinamaldehid yang
cukup tinggi (68,65%) menjadi sumber senyawa antioksidan dengan kemampuannya
menangkap radikal bebas atau radical scavenger. Minyak atsiri kayu manis sangat
efektif dalam menghambat pertumbuhan beberapa bakteri antara lain B. cereus, S.
aureus, E. coli, P. aeruginosa dan Klebsiella sp. Penghambatan bakteri dengan minyak
atsiri kayu manis ini disebabkan oleh senyawa aktif seperti sinamaldehid dan asam
sinnamat.13,14
Komponen aktif lainnya yaitu eugenol yang merupakan golongan fenol dengan
rumus kimia C10H12O2. Satu gugus OH fenolik bebas pada lingkar aromatiknya dan
satu gugus OH termetilasi berperan penting dalam aktivitas eugenol dalam
21
menghambat koloni Candida albicans. Aktifitas antifungi oleh golongan fenol juga
tergantung pada besar gugusan alkil yang ditambahkan, yaitu semakin besar gugusan
alkil tersebut maka aktivitas antifunginya pun semakin besar. Di samping itu, sistem
kerja dari eugenol dalam agen antifungi yaitu menghambat kolonisasi Candida
albicans dalam proses pembelahan sel.14
b.
Tannin
Tannin bertindak seperti asam ringan berdasarkan banyak gugus-OH
fenolik.Asam tannic adalah bentuk yang paling sederhana hydrolysable tannin.
Tannin kualitas tinggi mengandung 65-76% asam tannic. Salah satu sifat yang paling
penting dari tannin dan asam tannic adalah kemampuannya untuk membentuk
kompleks chelat dengan ionlogam. Kompleks logam- tannin dan asam tannic kini
digunakan dalam celupan dan penyamakan tekstil tertentu. Meskipun asam tannin
dapat berfungsi sebagai agen antimikroba alami, tetapi tidak aktif terhadap spektrum
yang luas dari jamur dan bakteri.15
Tanin bekerja dengan cara merusak dinding sel bakteri menyebabkan sel
bakteri tanpa dinding yang disebut protoplasma. Kerusakan dinding bakteri yang
menyebabkan kerusakan membrane sel yaitu hilangnya sifat permeabilitas membrane
sel, sehingga keluar masuknya zat-zat antara lain, nutrisi, enzim-enzim, tidak
terseleksi. Apabila enzim keluar dari dalam sel, maka akan terjadi hambatan
metabolism sel dan selanjutnya akan mengakibatkan terhambatnya pembentukan
22
ATP yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan sel. Bila hal ini
terjadi, maka akan terjadi hambatan pertumbuhan bahkan kematian sel.16
c.
Saponin
Saponin menunjukkan aktifitas sebagai antibakteri dengan cara
merusak
membran sitoplasma dan membunuh sel.16
d.
Flavonoid
Flavonoid akan berkaitan dengan membrane sel sehingga akan terjadi
kerusakan membrane. Selain itu, flavonoid merupakan senyawa toksik yang
mengakibatkan struktur tiga dimensi protein terganggu dan terbuka menjadi struktur
acak tanpa adanya kerusakan pada kerangka kovalen. Hal ini menyebabkan protein
denaturasi, namun aktifitas biologisnya menjadi rusak sehingga protein tidak dapat
melakukan fungsinya.16
23
Download