propaganda isis hilman ridha nim: 211-20222

advertisement
PROPAGANDA ISIS
(Analisis Wacana Kritis terhadap Buku Pelajaran Sejarah ISIS)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister Ilmu Humaniora (M.Hum)
Oleh
HILMAN RIDHA
NIM: 211-20222-0000-4
PROGRAM STUDI MAGISTER BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
LEMBAR PERNYATAAN KARYA ASLI
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Tesis ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh Gelar Magister Strata 2 (Dua) di Pascasarjana Fakultas Adab
dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan Tesis ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Juknis (Petunjuk Teknis) Pascasarjana
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan (plagiat) dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Pascasarjana Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 5 Januari 2017
Hilman Ridha
ii
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Tesis saudara Hilman Ridha (NIM: 211-20222-0000-4) yang berjudul “Propaganda ISIS:
Analisis Wacana Kritis terhadap Buku Pelajaran ISIS” telah diperiksa dan dinyatakan
layak untuk diujikan ke Sidang Terbuka Ujian Promosi Magister.
Jakarta,
Januari 2017
Dr. Akhmad Saehuddin, M.Ag.
NIP: 19700505 200003 1 003
iii
PROPAGANDA ISIS
(Analisis Wacana Kritis terhadap Teks Arab dalam Buku Pelajaran ISIS)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister Ilmu Humaniora (M.Hum)
Oleh
HILMAN RIDHA
NIM: 211-20222-0000-4
Di Bawah Bimbingan
DR. AKHMAD SAEHUDDIN, M.AG.
NIP: 19700505 200003 1 003
PROGRAM STUDI MAGISTER BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
iv
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Tesis ini berjudul PROPAGANDA ISIS: Analisis Wacana Kritis terhadap Teks Arab
dalam Buku Pelajaran ISIS yang ditulis oleh Hilman Ridha (NIM: 211-20222-0000-4)
telah diperbaiki sesuai dengan saran tim penguji dalam Ujian Promosi Magister Pascaarjana
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada Januari 2017, sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora (M.Hum).
Jakarta,
Januari 2017
Tim Penguji
Ketua Sidang,
Pembimbing/Merangkap Penguji I,
Dr. Abdullah, M.Ag
NIP: 196110825 199303 1 002
Dr. Akhmad Saehuddin, M.Ag.
NIP: 19700505 200003 1 003
Anggota,
Penguji II
Penguji III,
Dr. Moch Syarif Hidayatullah, M.Hum
NIP:1979 1229 2005011004
Dr. Darsita S. M.Hum
NIP: 19610708 199303 2 001
Sekretaris Sidang,
Dr. M. Adib Misbachul Islam, M.Hum
NIP: 19730224 200801 1 009
v
ABSTRAK
HILMAN RIDHA. NIM: 211-20222-0000-4
“PROPAGANDA ISIS: ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP TEKS ARAB
DALAM BUKU PELAJARAN ISIS” DI BAWAH BIMBINGAN DR. AKHMAD
SAEHUDDIN, M.AG.
Tesis ini membuktikan bahwa organisasi teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)
secara sistematis dan terukur telah menyampaikan propaganda terhadap anak-anak melalui
buku pelajaran yang mereka buat di wilayah yang dikuasainya. Dalam penelitian ini
ditemukan adanya praktik konstruksi wacana pada struktur teks yang disampaikan oleh ISIS.
Pada struktur makro, empat (4) buku pelajaran ISIS yang dianalisis dalam penelitian
ini merupakan satu kesatuan wacana untuk mewujudkan agenda besar ISIS mempengaruhi
pikiran sasarannya. Pertama, buku pelajaran Hadist seolah dijadikan ISIS sebagai dasar
legitimasi organisasi tersebut agar dapat diterima oleh seluruh umat Islam. Dalam buku ini,
ISIS mencoba menunjukkan bahwa dirinya seolah-olah merupakan organisasi yang dapat
diterima oleh seluruh umat Islam dengan ajaran-ajarannya yang mulia. Kedua, buku
pelajaran sejarah dijadikan sebagai pembenaran bahwa apa yang dilakukan ISIS saat ini
merupakan tahapan-tahapan yang juga pernah dilalui Nabi Muhammad saw. di masa lalu.
Sehingga bagi orang-orang yang menentang apa yang dilakukan ISIS tersebut secara tidak
langsung telah menentang apa yang dilakukan Rasul di masa lampau. Ketiga, melalui buku
pelajaran olahraga, ISIS mengajarkan kepada sasarannya tentang pentingnya kesehatan fisik
dalam peperangan. Dengan mengajarkan hal ini terhadap siswa Ibtidaiyah, ISIS ingin
menunjukkan bahwa kewajiban berperang telah ada sedari kecil. Keempat, melalui buku
Matematika, ISIS ingin menunjukkan bahwa organisasi tersebut bukanlah organisasi yang
anti terhadap ilmu pengetahuan modern (sains). Selain itu, ISIS menyertai buku tersebut
dengan simbol-simbol peperangan seperti senapan mesin dan bom granat, untuk mencuci
otak sasarannya agar menjadi radikal dan membiasakan mereka dengan simbol-simbol
tersebut.
Jika dilihat dari super strukturnya, tak beda dengan buku-buku pelajaran pada
umumnya, yaitu dibagi ke dalam pendahuluan, isi, dan penutup. Namun, dalam struktur
mikro, wacara di buku pelajaran ISIS tersebut sangat jelas memperlihatkan orientasi, motif,
dan ideologi penulisnya. Dalam beberapa wacana terindikasi bahwa ISIS hendak
mengomunikasikan secara wajar sebuah pemahaman radikal kepada pembacanya. Secara
ideologi, Melalui wacana yang mereka tulis, mereka bertujuan untuk mengubah cara pandang
pembaca dan tertarik mengikuti mereka. Selain itu, dalam buku pelajaran ISIS tersebut,
ditemukan bahwa ISIS menerapkan berbagai teknis propaganda untuk mempengaruhi
pembacanya. Di antara teknik propaganda yang diterapkan adalah Name Calling, Glittering
Generality, Transfer, Plain Folks, Bandwagon.
Tujuan propaganda ISIS dalam wacana buku pelajaran tersebut belum dapat dilihat
hasilnya saat ini, kecuali adanya beberapa operasi yang melibatkan beberapa anak-anak
anggota ISIS. Di antaranya eksekusi yang dilakukan oleh 5 orang anak kecil ISIS terhadap
tawanan; aksi bocah ISIS eksekusi 25 tentara Suriah jadi tontonan warga; dan aksi-aksi
vi
lainnya. ISIS diperkirakan lebih menginginkan dampak jangka panjang dan lebih lama
berlaku terhadap anak-anak tersebut.
Sedangkan, upaya kontra-propaganda yang dilakukan oleh Pemerintah Suriah dan
Irak sebagai upaya meminimalisir dampak dari propaganda yang dilakukan oleh ISIS masih
belum terlihat. Sejauh ini, upaya nyata yang dilakukan oleh kedua negara dan koalisinya
adalah melalui pendekatan militer. Sedangkan di Indonesia sendiri, upaya yang dilakukan
antara lain: teknik propaganda testimony melalui ulama moderat yang disegani; pembuatan
meme, comic strip, dan video sebagai alat propaganda di media massa; serta sosialisasi
konsep Islam Nusantara sebagai cara mengamalkan Islam yang rahmatan lil alamin, dll.
Kata Kunci : Analisis Wacana Kritis, ISIS, Propaganda
***
vii
ABSTRACT
HILMAN RIDHA. NIM: 211-20222-0000-4
“ISIS PROPAGANDA: CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS OF ARABIC TEXT IN
ISIS TEXTBOOKS” SUPERVISED BY DR. AKHMAD SAEHUDDIN, M.AG.
This thesis proved that ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) organizatation has
announced the propaganda toward children systematically and measured through the
curriculum in dominated region. In this research, it was found there was a practical discourse
construction of text used by ISIS.
At the macro-structure, the four ISIS textbooks analyzed were a unity of discourse to
realize the big agenda of ISIS to affect the target’s minds. First, ISIS seemed to use Hadist
textbook as a legitimation basis of the organization to be accepted by moslems. In this book,
ISIS tried to show all moslems that it can be accepted with its noble doctrine. Second, History
textbook was used as justification that what ISIS done was Prophet Muhammad’s alike.
Therefore, for people who against what ISIS done meant they against what Prophet
Muhammad done. Third, through Sport textbook, ISIS taught its targets about the importance
of physical health in a war. It was taught to Ibtidaiyah students that the necessity of joining a
war was an obligation. Last, ISIS used Math textbook to convince the targets that this
organization admitted the modern science as well. Meanwhile, ISIS made use of the symbols
such as guns and granats to brainwash the targets and to get used to those symbols.
These books had the same super structure as the common books including
introduction, discussion and conclusion. However, at the micro-structure, discourse of ISIS
textbooks showed the orientation, motive, and ideology of the author briefly. In some
discourses, there was indicated that ISIS wanted to communicate a radical concept to its
readers. From the ideology point of view, ISIS aimed to change the point of view the readers.
Moreover, in ISIS textbooks, it was found that ISIS apllied many propaganda strategies to
convince the readers such as Name calling, Glittering Generality, Transfer, Plain Folks,
Bandwagon.
The purpose of this propaganda in ISIS textbook has not had its result for now, unless
there were operations involving some ISIS children: there was an execution done by 5 ISIS
children to its detention, 25 ISIS children executed 25 Suriah armies in front of citizen. And
any others. It is assumed that ISIS wanted long term effects for the children.
Meanwhile, the contra-propaganda conducted by Suriah and Iraq goverments as a way
to minimize the effect of propaganda of ISIS have not seen yet. What have been done by both
countries and their allies was through military approach. Whereas, Indonesian goverment did
testimony propaganda strategy through respected moderate ulama; creating meme, comic
strip, and videos as medium to share propaganda in mass media; and socializing the concept
of Islam Nusantara.
Keyword: Critical Discourse Analysis, ISIS, Propaganda
viii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunianya, akhirnya tesis yang berjudul “Propaganda ISIS: Analisis Wacana Kritis Terhadap
Teks Arab dalam Buku Pelajaran ISIS” dapat terselesaikan. Tesis ini ditulis guna memenuhi
sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Magister
Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari bahwa tesis ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa dukungan dan
kontribusi dari berbagai pihak. Oleh karenanya, saya menyampaikan rasa terima kasih kepada
Dosen Pembimbing, Dr. Akhmad Saehuddin, M.Ag, yang selalu dengan kesungguhan hati
membimbing, mendukung, dan mengarahkan selama ini. Saya juga menyampaikan terima
kasih kepada para dosen penguji, Dr. Darsita Soeparno, M.Hum, Dr. Moch. Syarif
Hidayatullah, M.Hum, Dr. Abdullah, M.Ag, dan Dr. M. Adib Misbachul Islam, M.Hum, yang
telah memberikan penilaian dan koreksi demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
Selain itu, ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, beserta segenap jajarannya yang telah
berupaya menciptakan situasi kondusif di UIN Jakarta sehingga memperlancar proses
pengurusan administrasi tesis. Ucapan yang sama juga saya tujukan kepada Dekan Fakultas
Adab dan Humaniora, Prof. Dr. Sukron Kamil, beserta seluruh dosen dan staf administrasi
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta, termasuk rekan-rekan mahasiswa yang telah
menaruh simpati dan bantuan sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
lancar.
Rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya juga saya sampaikan kepada kedua orang
tua tak pernah putus dan dukungan moril maupun materil sehingga saya dapat menyelesaikan
tesis ini dan memenuhi mimpi mereka berdua. Tak lupa ucapan terima kasih saya sampaikan
pada kakak-kakak tersayang yang senantiasa mendukung penyelesaian pendidikan ini.
Ucapan terima kasih, secara khusus, saya sampaikan kepada istri tersayang, Vella
Anggresta, M.Pd.E, atas dukungan dan untaian semangat tiada henti guna mendukung
penelitian ini.
ix
Akhirnya terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
namun telah membantu saya baik moril maupun materil selama saya mengikuti pendidikan
sampai selesai. Pada kesempatan ini saya juga memohon maaf atas segala kesalahan yang
mungkin terjadi selama menjalani pendidikan S2. Semoga hasil penelitian ini dapat
memberikan kebaikan dan manfaat bagi siapapun yang membutuhkan.
Pejaten Timur, Januari 2017
Hilman Ridha
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
LEMBAR PERNYATAAN KARYA ASLI
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
v
ABSTRAK
vi
KATA PENGANTAR
ix
DAFTAR ISI
xi
BAB I: PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
8
D. Metodologi Penelitian
9
E. Objek Penelitian
13
F. Kajian Terdahulu
14
G. Sistematika Penulisan
16
BAB II: KERANGKA TEORI
18
A. Ekstremisme dan Bahasa
18
B. Analisis Wacana
21
C. Analisis Wacana Kritis
22
D. Karakteristik Analisis Wacana Kritis
27
E. Analisis Wacana Kritis Socio-Cognitive Approach
ala Teun A. van Dijk
37
F. Teknik dan Analisis Propaganda
39
BAB III: KEMUNCULAN, IDEOLOGI DAN GERAKAN ISIS
49
A. Awal Kemunculan
49
B. Jaringan, Loyalis, dan Wilayah Dudukan
52
C. Ideologi
57
D. Pendanaan
61
xi
E. Media dan Propaganda
65
F. Kejahatan Agama
68
BAB IV: ANALISIS DATA
75
A. Sekilas tentang Kurikulum ISIS
75
B. Analisis Wacana Kritis atas Empat Buku Kurikulum ISIS
77
C. Teknik dan Analisis Propaganda
103
1. Teknik Propaganda
103
2. Analisis Propaganda
113
BAB V: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
127
A. Kesimpulan
127
B. Rekomendasi
128
DAFTAR PUSTAKA
129
LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dengan propaganda “Negara Islam” yang digaungkannya, telah banyak kelompok-kelompok
radikal yang bergabung mendukung ISIS. Rohan Gunaratna, peneliti terorisme dari
Universitas Nanyang Singapura, pernah merilis ada 18 kelompok radikal di Indonesia yang
menyatakan dukungannya terhadap ISIS, 15 di antaranya sudah membaiat Abu Bakar AlBaghdadi sebagai khalifah mereka dan 3 lainnya baru sekadar menyatakan dukungan.1 Di
tingkat global sudah 31 kelompok radikal yang menyatakan dukungan terhadap ISIS, salah
satunya adalah Boko Haram yang sudah menyebabkan kematian puluhan ribu warga Nigeria
dan mengakibatkan sejuta orang lainnya mengungsi dalam beberapa tahun terakhir.2
1
Kelima belas kelompok yang disebutkan Gunaratna adalah Mujahidin Indonesia Barat
(MIB), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Jamaah Ansharuut Tauhid (JAT), Ring Banten, Jamaah
Tawhid wal Jihad, Forum Aktivis Syariah Islam (Faksi), Pendukung dan Pembela Daulah, Gerakan
Reformasi Islam, Asybal Tawhid Indonesia, Kongres Umat Islam Bekasi, Umat Islam Nusantara,
Ikhwan Muwahid Indunisy Fie, Jazirah al-Muluk (Ambon), Ansharul Kilafah Jawa Timur, Halawi
Makmun Group, Gerakan Tawhid Lamongan, Khilafatul Muslimin, Laskar Jundullah. Lihat: “18
Kelompok Ekstrimis-Islam Pro ISIS di Indonesia” dalam
www.islam-institute.com diakses pada
Sabtu, 5 Des 2015.
2
Ketiga puluh satu kelompok dimaksud adalah Al-I'tisam of the Quran and Sunnah (Sudan),
Abu Sayyaf (Filipina), Ansar al-Khilafah (Filipina), Ansar al-Tawhid di India (India), Pejuang
Pembebasan Islam Bangsamoro (BIFF [Filipina]), Bangsmoro Justice Movement (BJM [Filipina]),
Batalion al-Huda Battalion di Maghreb (Aljazair), Brigade Pahlawan Islam Khorasan (Afganistan),
Para Tentara Kalifah Aljazair (Aljazair), Jundullah (Pakistan), Gerakan Islam Uzbekistan (IMU
[Pakistan]), Dewan Pemuda Syura Islam (Libya), Jaish al-Sahabah di Levant (Suriah), Faksi Katibat
al-Imam Bukhari (Syria), Jamaat Ansar Bait al-Maqdis (Mesir) Jund al-Khilafah Mesir (Mesir),
Liwa Ahrar al-Sunna di Baalbek (Lebanon), Negara Islam Libta (Darnah [Libya]), Para Singa Libya
1
Banyaknya dukungan terhadap ISIS tersebut, tidak dapat dilepaskan dari upaya
mereka menyebar propaganda-propaganda di berbagai media, baik internet, media sosial,
cetak, dan elektronik.3 Dalam melaksanakan propaganda ini, ISIS nampaknya menggunakan
dua strategi. Strategi pertama yaitu hard propaganda, dengan cara menyebarkan propaganda
dalam bentuk video, gambar, dan teks yang berisi ancaman, kekejaman, dan klarifikasi atau
klaim terhadap sebuah aksi teror. Upaya tersebut dimaksudkan untuk menakut-nakuti musuh
mereka, sekaligus untuk menebar ancaman ke seluruh dunia. Tidak jarang ISIS juga
mempublikasikan kekuatan militer dan armada perang mereka untuk tujuan yang sama.
Kedua, ISIS menyebar soft propaganda, dengan format yang sama dengan di atas, namun
berisi kondisi positif di wilayah yang dikuasai ISIS, misalnya persaudaraan antar militan,
perayaan hari besar keagaamaan, pendidikan, gaji dan fasilitas yang diberikan kepada militan,
dan bahkan memperlihatkan perempuan-perempuan yang bersedia dinikahi oleh mujahidin.
Selain itu, ISIS juga menyebarkan dalil-dalil syar‟i dan testimoni ulama4 yang mendukung
(Tak Terkonfirmasi), Dewan Syura Shabab al-Islam Darnah (Libya), Mujahidin Indonesia Timor
(MIT [Indonesia]),
Dewan Syura Mujahidin di Jerusalem (MSCJ [Egypt]), Tehreek-e-Khilafat
(Pakistan), Batalion Okba Ibn Nafaa (Tunisia), Mujahidin Yaman (Yaman), Pendukung Negara Islam
Yaman (Yaman), Brigade al-Tawheed di Khorasan (Afganistan), Pendukung Negara Islam di Tanah
Dua Masjid Suci (Arab Saudi), Ansar al-Islam (Irak), Pemimpin Mujahid Khorasan (Pakistan),
Boko Haram (Nigeria). Lihat: “Sebanyak 31 Kelompok Militan Dukung ISIS” dalam
internasional.kompas.com, diakses pada Sabtu, 5 Des. 2015.
3
4
Muhammad AS Hikam, Deradikalisasi, Jakarta: Kompas, 2016, h. 17
Testimony ulama merupakan cara yang sangat efektif bagi ISIS untuk mencari dukungan. Di
Indonesia, melalui video testimony dukungan dari Abu Bakar Baasyir di LP Nusa Kambangan pada
awal 2014, ISIS akhirnya memperoleh dukungan dari kelompok-kelompok radikal di Indonesia,
seperti Jamaah Ansharu Tauhid, Tauhid wal Jihad (TWJ), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), dll.
Sebaliknya, di Yordania, melalui testimony negatif dari Abu Muhammad Al-Maqdisy, ISIS
kehilangan dukungan dari organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan Al-Qaeda, seperti Majelis
Mujahidin Indonesia (MMI).
2
apa yang mereka lakukan. Upaya ini bertujuan untuk mempengaruhi umat Islam agar
mendukung ISIS dan untuk merekrut anggota dari berbagai negara.
Salah satu upaya soft propaganda ISIS yang mengancam saat ini berupa penyebaran
buku kurikulum pelajaran untuk diajarkan di sekolah-sekolah dalam rangka menyebarkan
paham dan ideologi mereka. Di sejumlah wilayah di Irak dan Suriah yang dikuasainya, ISIS
melarang keras semua lagu kebangsaan dan lagu wajib nasional yang mengajarkan
patriotisme di sekolah-sekolah. Selain menerapkan kurikulum baru, mereka juga menghapus
beberapa pelajaran seperti filsafat dan kimia, serta memodifikasi pelajaran sains agar sesuai
dengan ideologi mereka. Kurikulum tersebut diduga dibuat sendiri oleh pemimpin ISIS Abu
Bakr al-Baghdadi. Dalam panduan kurikulum, setiap rujukan ke Irak atau Suriah harus
diganti dengan negara Islam/ISIS. Gambar-gambar dalam buku yang melanggar interpretasi
Islam ultra-konservatif akan dirobek. Lagu kebangsaan dan lirik yang mendorong rasa cinta
tanah air dianggap sebagai hal musyrik dan menodai agama, serta dilarang keras. Aturan baru
itu tercantum dalam buletin dua halaman dan ditempel di masjid, pasar atau tiang listrik.
Edaran kurikulum baru tersebut diakhiri dengan peringatan keras disertai ancaman.5 Sebagai
penganut transnasionalisme, ISIS telah menyebarkan kurikulum itu ke seluruh dunia
bersamaan dengan ideologi yang mereka anut, tak terkecuali ke Indonesia.
Sebagai sebuah wacana dan karya sastra, buku pelajaran yang dibuat ISIS tersebut
tidak hanya berisi hal-hal yang menyangkut keilmuan semata. Namun, sebagai organisasi
yang secara politik bertujuan membangun Negara Islam, ISIS menyelipkan buku tersebut
dengan propaganda-propaganda untuk keuntungan organisasi mereka. Dalam teori sosiologi
sastra, disinyalir bahwa dalam setiap karya sastra akan ditemukan adanya hubungan antara
pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi ekonomi dan
5
www.beritasatu.com, diakses Selasa, Des. 2015.
3
profesinya, serta segmen pembaca yang ditujunya.6 Melalui buku tersebut, nampaknya ISIS
berupaya membentuk kader-kader militan dan penerus ideologi Salafi-Jihadis mereka. Buku
itu pula digunakan untuk menyebarkan ideologi tersebut ke seluruh penjuru dunia, untuk
diajarkan oleh pendukungnya ke anak-anak mereka. Maka tidak salah jika penulis berasumsi
bahwa buku-buku pelajaran tersebut sarat dengan propaganda yang yang akan membrainwash pemikiran sasarannya (anak-anak) agar mengikuti keinginan ISIS.
Buku pelajaran ISIS, yaitu Buku Pelajaran Hadist, Buku Pelajaran Sejarah, Buku
Pelajaran Matematika, dan Buku Pelajaran Matematika, sekilas terlihat seperti buku pelajaran
pada umumnya. Namun, jika ditelisik lebih dalam akan ditemukan muatan propaganda yang
dilakukan ISIS secara nyata. Seperti halnya dalam buku pelajaran Matematika pada halaman
7 dan 18, ISIS menggunakan visualisasi gambar „senjata api‟.7 Dalam buku Matematika
untuk anak sekolah dasar pada umumnya, benda-benda yang digunakan adalah yang dekat
dengan lingkungan anak-anak dan memiliki stigma yang positif, seperti buah jeruk dan
pensil.8
Akhlan Husen menjelaskan bahwa dalam pemilihan visualisasi gambar dalam buku
ajar setidaknya terdapat dua (2) kategori yang harus dipenuhi. Pertama, Keserasian Ilustrasi
dengan Wacana/Teks Bacaan, yakni agar dapat berfungsi secara optimal, pemilihan dan
peletakan gambar harus disesuaikan dengan teks bacaan atau wacana. Teks bacaan atau
wacana harus berkaitan atau sejalan dengan ilustrasi atau gambar yang dicantumkan
berkenaan dengan teks bacaan tersebut. Kaitan itu tidak cukup hanya dengan informasi-
6
Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab (Klasik & Modern), Jakarta: Rajawali Press, 2012,
7
Tim Penulis ISIS, Al-Riyadiyat Li-l-Shaf Al-Khamis Al-Ibtidaiy, tp, 1437, h.7 dan 18.
8
Nur Fajariyah dan Devi Triatnawati, Cerdas Berhitung Matematika Untuk SD/MI Kelas 3,
h. 113.
Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008, h.45
4
informasi yang ada di dalam buku suatu teks bacaan melainkan juga dengan gagasan-gagasan
utama di dalam teks bacaan itu. Dengan demikian, pemilihan dan pencantuman ilustrasi juga
akan dengan sendirinya berkaitan dengan tujuan pembelajaran dan tema/topik yang telah
ditetapkan.
Kedua,
Segi
Moral/Akhlak.
Faktor-faktor
aspek
akhlak
yang
harus
dipertimbangkan dalam penulisan buku ajar meliputi pertama, sifat-sifat baik seperti
kejujuran, sifat amanah (terpercaya), keberanian, selalu menyampaikan hal-hal yang baik,
kesopanan, ketaatan beribadah, persaudaraan, kesetiakawanan, mencintai/mengasihi sesama
makhluk, berbakti kepada orang tua, taat kepada pemimpin, dan sebagainya. Kedua,
hendaknya dalam buku ajar tidak mencantumkan sesuatu yang dapat membangkitkan sifatsifat buruk seperti kecurangan, pengecut, ketidaksopanan, keingkaran, kemungkaran,
kejahilan, kekerasan, keberingasan, permusuhan, kekejian, kemalasan, sering berbohong, dan
sebagainya.
9
Sebaliknya dalam buku pelajaran Matematika ini, ISIS memvisualisasikan
gambar senjata yang dekat dengan nilai-nilai kekerasan. Hal tersebut dinilai merupakan
strategi ISIS, untuk mendekatkan dan memperkenalkan aspek-aspek kekerasan yang sesuai
dengan ideologi ISIS bagi sasarannya.
Selain visualisasi gambar kekerasan tersebut, dalam Buku Pelajaran Sejarah di bagian
pendahuluan, terdapat dua (2) buah leksikon ‫ دًلت‬yang berada dalam dua (2) klausa yang
berbeda. Pada klausa pertama, leksikon ‫ دًلت‬berfungsi sebagai subjek, sekaligus sebagai
actor. Dalam klausa tersebut, ‫ دًلت‬digabungkan dengan ajektiva ‫اإلسالهيت‬. Dalam kalimat
berikutnya, meskipun tidak terdapat leksikon ‫دًلت‬, namun kalimat tersebut masih merujuk
terhadap hal tersebut. Demikian pula, pada klausa kedua, leksikon ‫دًلت‬, difungsikan juga
sebagai objek sekaligus actor, dan digabungkan dengan ajektiva ‫الخالفت‬. Kedudukan
9
Akhlan Husen, dkk. Telaah Kurikulum dan Buku Teks Bahasa Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. H.17-18
5
fungsional ‫ دًلت‬sebagai actor menunjukkan bahwa ISIS sebagai konsep yang aktif dan
memiliki kekuatan (power) dalam konstruksi wacana tersebut.
Klausa pertama:
10
‫فإنو بفضل هللا حعالى ًحسن حٌفيقو حذخل الذولة اإلسالمية اليٌم عيذا جذيذا‬
Berkat karunia dan pertolongan Allah, sekarang ini negara Islam memasuki babak
baru.
Klausa kedua:
‫ً بعذ ها حزكج ىذه الٌافذاث الكفزيت ًحلك االنحزافاث البذيعيت أثزىا الٌاضح في أبناء األمة‬
‫اإلسالهيت نيضج دولة الخالفة بخٌفيق هللا حعالى بأعباء ردىن إلى جوادة الخٌحيذ الزاكيت ًرحبت‬
‫اإلسالم الٌاسعت ححج رايت الخالفت الزشيذة ًدًحخيا الٌارفت بعذ ها اجخالخين الشياطين عنيا إلى‬
11
‫ًىذاث الجاىليت ًشعابيا الويلكت‬
Setelah meninggalkan virus-virus kekufuran dan penyimpangan-penyimpangan yang
jelas mempengaruhi generasi umat Islam, maka bangkitlah negara Khilafah atas
pertolongan Allah untuk mengembalikan keteguhan tauhid yang bersih dan lapangan
Islam yang luas di bawah panji Khilâfah yang lurus dan naungan pohonnya setelah
diselewengkan oleh setan agar kembali kepada jurang jahiliah (kebodohan) dan
bukitnya yang membinasakan.
10
al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ’î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h.
11
Ibid, h.3
3.
6
Dalam dua klausa ini, ada dua (2) konsep yang ingin ditekankan oleh ISIS terhadap
sasarannya, yaitu Negara Islam dan Negara Khilafah. Pada konsep pertama, ISIS
menekankan bahwa berdirinya Negara Khilafah tersebut merupakan atas karunia dan
pertolongan Allah SWT, artinya proses berdirinya Negara Khilafah ISIS tersebut tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Teknik propaganda yang digunakan ISIS dalam klausa ini
adalah Plain Folks, yaitu teknik propaganda yang dipakai pembicara propaganda dalam
upaya meyakinkan sasaran bahwa dia dan gagasan-gagasannya adalah bagus karena konsep
tersebut sesuai dengan ajaran Islam. 12 Sedangkan pada konsep kedua, terdapat leksikon ‫األهت‬
(umat) yang seolah-olah ingin menunjukkan bahwa konsep Negara Islam yang didirikan oleh
ISIS merupakan solusi bagi persoalan Umat Islam, sehingga layak untuk didukung oleh
seluruh umat Islam. Sehingga teknik propaganda yang digunakan dalam klausa tersebut
adalah Bandwagon, yaitu teknik ini digunakan dalam rangka meyakinkan kepada sasaran
bahwa umat Islam telah menerima konsep ideologi ISIS, dan oleh karena itu sasaran harus
mengikuti ide yang disampaikan ISIS tersebut dan segera menggabungkan diri dengan ISIS.
13
Oleh karena itu, dalam wacana ini terlihat bagaimana upaya ISIS melalui konsep Daulah
Khilafah dan Daulah Islamiyah-nya telah melakukan upaya legitimasi kekuasaan dari umat
Islam. Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh Van Dijk bahwa Analisis Wacana
Kritis memfokuskan diri pada bagaimana struktur wacana diangkat, dilegitimasi, dan
direproduksi atau melawan relasi kekuasaan dan dominasi di dalam masyarakat.14
12
Gareth S. Jowett & Victoria O‟Donnell, Propaganda and Persuasion, New York: SAGE
Publication, 2012, h.290
13
Ibid, h.292
14
Teun A. Van Dijk, “Critical Discourse Analysis” dalam www.discourses.org, diakses 4 Jan
2016; lihat pula: Teun A. van Dijk, Discourse and Power, New York: Palgrave Macmillan, 2008, h.
65.
7
Melihat sejumlah fakta dan asumsi di atas, penulis hendak meneliti lebih jauh
bagaimana ISIS menjadikan buku-buku pelajaran yang diterapkan di wilayah kekuasaan ISIS
di Suriah dan Irak dan disebarkan terhadap simpatisan-simpatisannya di seluruh dunia
tersebut sebagai media propaganda, teknik apa yang digunakan, serta dampak apa yang
ditimbulkan akibat propaganda tersebut. Oleh karena itu penulis memberi judul penelitian ini
dengan “Propaganda ISIS: Analisis Wacana Kritis Terhadap Teks Arab dalam Buku
Pelajaran Sejarah ISIS”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Guna mewujudkan tujuan agar ISIS bisa diterima dan didukung oleh mayoritas umat Islam
dan sebagai pembenaran bagi tindakan-tindakan yang dilakukannya, ISIS sering sekali
membuat propaganda-propaganda melalui media cetak, elektronik, dan internet. Penelitian ini
akan fokus pada analisis wacana buku pelajaran sejarah kelas V SD yang telah mereka buat
yang memiliki kecenderungan berbentuk soft propaganda.
15
Secara spesifik, penelitian
tentang buku ISIS ini ingin menjawab pertanyaan mendasar berikut: Bagaimana bentuk
propaganda dalam Buku Pelajaran Sejarah ISIS?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan mendeskripsikan secara rinci bentuk propaganda
yang dilakukan ISIS dalam Buku Pelajaran Sejarah. Selain tujuan tersebut, penelitian ini juga
bermanfaat besar, baik bagi pemangku kebijakan maupun bagi masyarakat umum. Sejauh ini,
15
Salah satu bentuk soft propaganda ISIS adalah video yang diterbitkan oleh Furat Media,
yang memperlihatkan kehidupan masyarakat Suriah di bawah naungan ISIS di saat Hari Raya Idul
Adha. Terlihat dalam video tersebut masyarakat tampak bahagia memotong dan membagikan hewan
korban. Metode propaganda ini dilakukan ISIS untuk mempengaruhi umat Islam agar tertarik untuk
berjihad
di
Suriah.
Lihat:
“Idul
Adha
https://www.youtube.com/watch?v=70kXpwt48tE
8
di
Bumi
Khilafah”
lihat
:
sebagai pelaku kejahatan dan separatis, ISIS tidak diberikan kesempatan bebas untuk
berkembang di Indonesia. Pemerintah, terutama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) dan Polisi Republik Indonesia (Polri), sudah ekstra ketat mengawasi masuk dan
tersebarnya paham tersebut ke Indonesia, namun terhadap gerakan radikalisme dan
ekstrimisme sebagai cikal-bakal dan kelompok yang mudah dipengaruhi ISIS pemerintah
masih tampak sangat longgar. Melalui hasil penelitian ini diharapkan pemerintah dan
masyarakat lebih tersadar lagi akan bahaya radikalisme yang dapat mengancam keutuhan
bangsa. Semua paham keagamaan di Indonesia yang menghalalkan pembunuhan non muslim,
apalagi sesama muslim, adalah paham yang berbahaya dan tidak boleh ditolelir
perkembangannya demi terjaganya keutuhan dan kekayaan bangsa. Dengan ditemukannya
modus operandi penyampaian propaganda yang dilakukan oleh ISIS, maka pihak-pihak
seperti Pemerintah, Aparat Keamanan, Intelijen, dan pemuka agama dapat melaksanakan
upaya pencegahan yang tepat agar propaganda ISIS tersebut tidak menyebar dan diterima
oleh masyarakat luas.
D. Metodologi Penelitian
Secara umum metodologi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kajian pustaka
(library research), sehingga hal pertama yang dilakukan penulis dalam penelitian ini
berkonsentrasi memperoleh data dan informasi sebanyak-banyaknya tentang ISIS untuk
kemudian disampaikan kembali sesuai kebutuhan. Kedua, penelitian ini menggunakan
pendekatan bahasa, yakni analisis wacana kritis (critical discourse analysis [CDA]).
Tujuannya adalah untuk mengkaji lebih dalam buku-buku pelajaran yang sudah diterbitkan
ISIS. Istilah CDA ini tidak hanya mengacu kepada studi bahasa semata, tetapi berusaha
menghubungkannya dengan konteks, dalam arti bahasa dipakai untuk tujuan dan praktik
tertentu, termasuk di dalamnya ideologi dan kekuasaan. CDA melihat wacana atau
9
pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari praktik sosial.
Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis di
antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang
membentuknya. Praktik sosial juga dapat menampilkan ideologi: ia dapat mereproduksi
hubungan kekuasaan yang tidak imbang di antara kelas sosial. CDA melihat bahasa sebagai
faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan
dalam masyarakat. CDA memahami wacana dalam kerangka tindakan, konteks, historis,
kekuasaan, dan ideologi.16
Secara spesifik teori CDA yang dipakai adalah CDA perspektif Foucault dan Wodak.
Menurutnya, selain dipahami sebagai serangkaian kata atau preposisi dalam teks dan sebagai
praktik sosial, wacana juga dilihat sebagai sesuatu yang memproduksi yang lain, seperti
gagasan, konsep, efek, dan ideologi. Wacana dapat dideteksi karena secara sistematis suatu
ide, opini, konsep, dan pandangan hidup dibentuk dalam suatu konteks tertentu sehingga
mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Hal yang menarik yang diungkapkan oleh
Foucault adalah hubungan antara pengetahuan dan kekuasaan. Ia mendefinisikan kuasa tidak
sebagai terma “kepemilikan”, tetapi dipraktikkan dalam suatu ruang lingkup dimana ada
banyak posisi yang secara strategis berkaitan dengan yang lain. Jika teoritisi lain memusatkan
subjek kuasa kepada negara, Foucault memusatkan subjek kuasa kepada selain negara,
16
Eriyanto, Analisis Wacana, Yogyakarta, LKiS, 2001, h 7;
Lihat pula: Ruth Wodak,
Michael Meyer, Methods for Critical Discourse Analysis, London: Sage Publication, 2009; Lihat
pula: Untung Yuwono, “Ketika Perempuan Lantang Menentang Poligami: Sebuah Analisis Wacana
Kritis tentang Antipologami” dalam Wacana, Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya, Vol. 10, No. 1, April
2008, h. 2; Lihat pula: Ibnu Hamad, Konstruksi realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi
Critical Discource Analysis, Jakarta: Granit, h. 31; Lihat pula: David Machin and Andrea Mayr, How
to Do Critical Discourse Analysis: A Multimodal Introduction, London: Sage, 2012; Lihat pula:
Rebecca Rogers (Ed.) An Introduction to Critical Discourse Analysis in Education, New York:
Routledge, 2011.
10
termasuk kepada individu. Terkait dengan kuasa, wacana menghasilkan kebenaran dan
pengetahuan tertentu yang menimbulkan efek kuasa. Kebenaran di sini oleh Foucault tidak
dipahami sebagai sesuatu yang datang dari langit, bukan pula sebagai konsep yang abstrak,
melainkan diproduksi. Setiap kekuasaan menghasilkan dan memproduksi kebenaran sendiri,
sehingga khalayak digiring untuk mengikuti kebenaran yang telah ditetapkan produsen
wacana. Di sini kekuasaan selalu berpretensi menghasilkan rezim kebenaran tertentu yang
disebabkan lewat wacana yang dibentuk oleh kekuasaan, baik oleh negara, kelompok atau
individu.17 Dalam banyak propaganda yang dibuat oleh ISIS, mereka mencoba
mempengaruhi umat Islam dan masyarakat internasional, sehingga menimbulkan efek yang
mereka inginkan seperti rasa takut (bagi musuh mereka) dan mendukung (bagi sebagian umat
Islam)
Agar lebih operasional, analisis wacana ini mengacu kepada analisis yang
dikemukakan oleh
Teun A. Van Dijk, namun akan dilengkapi dengan analisis yang
dikemukakan oleh Roger Fowler, Robert Hidge, dan Fairclough terutama tentang kosakata
dan intertualitas. Sebab dalam pandangan keduanya, kosakata dalam wacana menjadi sangat
penting
untuk
membuat
klasifikasi,
membatasi
pandangan,
pertarungan
memarjinalisasi, termasuk menyampaikan ideologi dan kekuasaan.
wacana,
Sementara kajian
intertekstualitas diperlukan untuk memperkuat ideologi yang disampaikan. Pertimbangan
menggunakan analisis Teun A. Van Dijk paling banyak dipergunakan. Pasalnya, Van Dijk
lebih mampu mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga dapat didayagunakan secara
praktis. Teori yang dipakainya sering disebut dengan “kognisi sosial”. Menurut Van Dijk,
penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, sebab
17
Lihat: Alec Mc Houl, A Foucault Primer: Discourse, Power And The Subject, New York:
Routledge, 2015; Lihat pula: Ruth Wodak, Michael Meyer, Methods for Critical Discourse Analysis,
London: Sage Publication, 2009; Lihat pula: Sara Mills, Discourse, New York: Routledge, 1997;
Lihat pula: Eriyanto, Analisis Wacana, Yogyakarta, LKiS, 2001, h.65.
11
teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus diamati. Meski begitu, teks tetap tidak
bisa diabaikan, karenanya ia mengajukan elemen-elemen teks yang harus diurai, seperti
struktur teks, tematik, skematik, latar, detail, maksud, koherensi, pengingkaran, bentuk
kalimat, praanggapan, metafora, dan sebagainya. Setelah mengurai elemen-elemen teks,
analisis wacana dilanjutkan pada model kognisi sosial dan analisis sosial.18
Terakhir, guna semakin menajamkan analisis wacana ini, penulis mencoba
menemukan teknik propaganda apa yang digunakan dalam wacana tersebut. Teori yang
digunakan adalah teknik propaganda yang dikedepankan oleh Alfred McClung Lee &
Alizabeth Briant Lee. Pertimbangan penulis untuk menemukan teknik propaganda yang
digunakan dalam wacana ISIS ini adalah untuk mengungkapkan bagaimana upaya ISIS agar
wacananya tersebut dapat diterima dan mempengaruhi ide pembaca sasaran. Selanjutnya,
analisis tersebut juga diharapkan memperoleh bagaimana strategi yang tepat untuk mengcounter ide tersebut melalui kontra-propaganda.
Kemudian, metode analisis yang dipakai adalah data yang sudah dihimpun, baik data
primer maupun data sekunder, diseleksi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, seperti yang
berhubungan ajaran, ideologi, propaganda, dan ajakan bertindak kriminal, terutama yang
didasarkan pada ajaran agama. Setelah data diperoleh, penulis melakukan pra analisis seperti
membandingkan dan menyajikannya dalam bentuk penggalan-penggalan seperlunya agar
lebih memudahkan kegiatan analisis.19 Kemudian, data itu dianalisis berdasarkan pendekatan
bahasa (analisis wacana kritis). Elemen-elemen wacana yang dianggap penting akan menjadi
18
Teun A. van Dijk, Discourse and Power, New York: Palgrave Macmillan, 2008; Lihat pula:
Teun A Van Dijk, Ideology: A Multidisciplinary Approach, London: Sage Publication, 1998; Lihat
pula: Eriyanto, Analisis Wacana, Yogyakarta, LKiS, 2001, h.221-281; Lihat pula: Teun A Van Dijk,
Discourse Studies: A Multidisciplinary Introduction, NewYork: Sage Publication, 2011.
19
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, h.263.
12
bagian dari kegiatan analisis, seperti penggunaan kosakata, metafora, struktur kalimat, dan
repetisi elemen tertentu yang biasanya menunjukkan penegasan, penekanan, muatan ideologi
tertentu. Setelah itu, dilanjutkan dengan analisis kognisi sosial ala Van Dijk, struktur sosial,
dan analisis yang menampilkan hubungan antara wacana yang diproduksi dengan aksi
kriminal yang hendak disembunyikan, sekaligus melihat seberapa besar pengaruh wacana itu
dalam mempengaruhi kelompok lain seolah-olah seideologi dengan mereka, sehingga mau
bergabung dengan mereka. Di sinilah pandangan, interpretasi, dan tinjauan kritis dari penulis
akan disajikan bersamaan untuk mencari kesesuaian dan hubungan dialektik antara asumsi,
teori,
data, dan temuan penelitian. Tidak lupa pula, penulis menyertai analisis tersebut
dengan menemukan teknik propaganda yang digunakan pengarang buku tersebut dalam
wacana yang ditampilkannya serta menemukan tujuan di balik wacana tersebut.
E. Objek Penelitian
Adapun objek penelitian ini adalah kelompok ekstrem ISIS dengan data primer yang
diteliti adalah Buku Pelajaran ISIS, khususnya Buku Pelajaran Sejarah. Buku ini akan dikaji
secara kritis termasuk tema atau pembahasan-pembahasan yang terkandung di dalamnya.
Hasil dari analisis wacana kritis yang dilakukan, diharapkan mampu melihat bagaimana
ideologi, kekuasaan, dan dominasi ISIS yang ditampilkan dalam bentuk wacana, sekaligus
melihat bagaimana wacana dan ajaran Islam dimanfaatkan untuk mempengaruhi pihak lain,
khususnya pelajar agar seideologi dengan mereka.
Selain itu, penulis juga berusaha melengkapi data primer di atas dengan data-data
sekunder lainnya dengan cara dokumentasi, seperti buku, artikel, audio, dan video yang
memuat propaganda, aksi kejahatan, ajakan, dan ajaran ISIS, baik dari media online,
perpustakaan maupun lapangan untuk membuktikan seberapa akurat temuan yang dihasilkan
dari penelitian ini. Dengan demikian, asumsi yang dibangun dalam riset ini semakin kuat dan
13
kesimpulan yang dihasilkan semakin akurat. Berdasarkan jenisnya dan pemerolehan data,
penelitian terkategori sebagai penelitian kualitatif, dimana hasil penelitian tidak berupa
angka-angka dan persentase, melainkan berupa penafsiran yang tentu saja terkontaminasi
oleh pandangan subjektif. Meski demikian, penulis berupaya bersikap netral dalam mengolah
data dan memberikan penilaian atau penafsiran secara objektif berdasarkan data, fakta, dan
realita empiris.20 Secara khusus, penyusunan hasil penelitian ini mengacu kepada “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Kajian Terdahulu
Guna menghindari penelitian serupa, maka penulis juga melakukan penelusuran atau kajian
atas hasil penelitian ISIS yang sudah pernah dilakukan. Di samping menghindari penelitian
serupa, kajian terdahulu juga berfungsi mempertajam penelitian yang sudah dilakukan.
Selaku kelompok ekstrim yang tergolong fenomenal, kelompok ISIS tentu sudah banyak
yang meneliti, baik dari kalangan akademisi, jurnalis, aparat pemerintahan, maupun aktivis
anti-radikalisme, baik di tingkat lokal, global, maupun internasional. Di tingkat lokal,
misalnya, Joko Tri Haryanto dari Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang,
sudah meneliti paham ISIS yang masuk ke Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Haryanto menyebutkan bahwa gerakan para
pendukung ISIS di Indonesia, khususnya Jawa Tengah, sudah terstruktur, sistematif, dan
masif.
Penelitian dilakukan langsung di basis gerakan Islam radikal di Solo pada Agustus
2014. Gerakan ISIS di Solo dinilai sudah terstruktur karena mampu memunculkan simbolsimbol ISIS secara serempak di wilayah publik, seperti memasang bendera dan tulisan di
sejumlah sudut kota. Menurut Joko, gerakan pendukung ISIS juga tersistem dalam kelompok
20
Sandjaja & Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2006, h.
144.
14
strategis di kalangan kampus. Hal ini terbukti dengan keterlibatan Amir Mahmud, dosen
program pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang baru dipecat oleh
lembaganya. Joko menjelaskan, Amir Mahmud merupakan ketua Forum Pendukung Daulah
Islamiyah yang sangat mendukung gerakan ISIS di Indonesia.21
Penelitian tentang gerakan ISIS juga sudah dilakukan oleh Abdul Muta‟ali sekaligus
Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam (PKTTI) Universitas Indonesia. Berdasarkan
penelitian dan juga pengamatannya, jika sebelumnya ISIS diisukan teroris milik Sunni atau
Syiah, dimana Sunni selalu dikaitkan dengan Al-Qaeda, namun nyatanya ISIS juga
memerangi Sunni dan Syiah. Menurut Abdul Muta‟ali, jika bukan khawarij maka ada
operator lain yang mengendalikan ISIS. Indikasi ISIS sebagai khawarij adalah menghalalkan
segala cara, dan sistem khilafah yang tidak jelas. Pusat Kajian Timteng menemukan data
bahwa ISIS pernah mengundang Hizbut Tahrir Lebanon untuk berbicara tentang sistem
khilafah islamiyah. Tapi yang terjadi, ISIS malah membunuh ikhwan Hizbut Tahrir Lebanon.
Muta‟ali menyimpulkan bahwa khilafah yang dijalankan ISIS bukan bagian dari Hizbut
Tahrir atau Al Qaeda, juga bukan dari Ikhwanul Muslimin, melainkan Khawarij dengan
format baru. Khawarij itu adalah ISIS. Selain suka menghalalkan darah sesama muslim, ISIS
punya ajaran tentang hak kepemilikan. Maksudnya, setiap anggota yang dibaiat
ISIS
dianggap milik bersama. Justifikasi ISIS sebagai khawarij, karena adanya mata rantai
geneologis dan historis dari sosok Abu Bakar al Baghdadi dan tempat dimana dia bermukim
di suatu tempat yang bernama Harura. Harura adalah daerah yang terisolasi, sebuah tempat
bersejarah, ketika Khawarij diusir, bukan hanya oleh kubu Ali bin Abi Thalib, tapi juga diusir
21
Lihat: https://m.tempo.co/read/news/2014/08/15/058599852/peneliti-nilai-gerakan-isis-
terstruktur-dan-masif, Edisi 15 Agustus 2014, diakses 9 Des. 2015.
15
oleh kubu Muawiyah bin Abu Sofian. Kelompok khawarij ini kemudian menarik diri ke Irak,
berlindung dan membuat perkampungan sendiri, yakni Harura, di Baghdad.22
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab. Adapun sistematika penulisannya dapat digambarkan
sebagai berikut:
Bab I merupakan Pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, batasan dan
rumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian yang mengulas sekilas objek
penelitian, data penelitian, teori yang dipakai, dan model kerja analisis.
Bab II merupakan kerangka teoritis. Bab ini terdiri dari dua sub pembahasan, yaitu
ekstrimisme dan analisis wacana kritis.
Bab III berisi pembahasan tentang Islamic State of Iraq and Syam (ISIS), mulai dari
sejarah kemunculan, asal-usul atau cikal bakal, ideologi, wilayah kekuasaan, jaringan,
wilayah dudukan, pendanaan, propaganda, hingga aksi-aksi kejahatan
yang mereka
lancarkan.
Bab IV merupakan bab inti yang berisi temuan-temuan penelitian. Sejumlah
pertanyaan yang diajukan dalam bab pendahuluan berupaya dijawab dengan baik dengan
berdasarkan teori-teori yang dipergunakan.
Bab V adalah bab penutup yang berisi kesimpulan, saran, dan rekomendasi
berdasarkan temuan yang ada.
22
Lihat: Koran Elektronik Republika; http://www.republika.co.id/berita/koran/islam-digest-
koran/15/09/13/num7e21-dr-abdul-mutaali-konflik-timteng-tak-tentu-muaranya Edisi 13 September
2015, diakses 9 Des. 2015.
16
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Ekstremisme dan Bahasa
Dalam KBBI disebutkan, istilah ekstrem berarti (1) paling ujung, paling tinggi, paling keras,
(2) sangat keras, teguh, fanatik, keterlaluan, berlebihan, dan melampui batas.1 Kemudian,
ekstremisme sendiri diartikan sebagai paham atau keyakinan yang sangat kuat terhadap suatu
pandangan, bersikap tak kenal kompromi, melampaui batas kewajaran, dan bertentangan
dengan hukum yang berlaku. Paham ekstremisme ini tak jarang menggunakan cara
kekerasan dan berlaku fanatik dalam mencapai tujuan.2 Ekstremisme tentu tidak hanya milik
satu bidang tertentu, namun praktiknya ekstremisme lebih sering dialamatkan pada paham
agama yang keras dan berlebihan, daripada dialamatkan pada soal ekonomi atau politik.
Karakter kelompok esktrim ini tercermin dalam sikap yang tidak menghormati pihak lain,
bahkan cenderung merugikan. Pandangan yang mereka anut hanyalah hitam dan putih.
Artinya, hanya kelompok merekalah yang benar dan yang lain salah. 3 Oleh sebab itu,
ekstremisme merupakan paham yang harus dihindari, terlebih dalam agama sebab dapat
mencoreng citra agama itu sendiri.
Yang dimaksud bahasa dalam hal ini merujuk kepada wacana dalam buku kurikulum
ISIS. Adapun yang dimaksud wacana, menurut Richards dalam Longman Dictionary of
1
2
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h. 292.
Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Indonesia dari Muslim Puritan, terjemahan Helmi
Mustafa dari The Great Theft: Wrestling Islam from the Extremis, Jakarta: Serambi, 2006, h. 29.
3
Istilah
Ekstremisme
Lebih
Tepat
Daripada
Radikalisme,
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/04/21/nn5kh4-istilahekstremisme-lebih-tepat-daripada-radikalisme, diakses pada 13 Maret 2016.
18
lihat
Language Teaching, tidak hanya mengacu kepada salah satu jenis pembicaraan tetapi sudah
merambah kepada makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam pembicaraan tersebut.
Karenanya, wacana, menurutnya, lebih menekankan pada cara berpikir dan berbicara tentang
sesuatu yang sudah terinstitusi.4 Dalam Discourse: A Critical Introduction, wacana
merupakan seluruh bentuk aktivitas wicara manusia yang menggunakan tanda bahasa dan
menghasilkan makna yang ada hubungannya dengan kegiatan sosial, budaya, dan sejarah
mereka.5
Sementara itu, J. S. Badudu mendefinisikan wacana sebagai rentetan kalimat yang
berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lain, membentuk satu
kesatuan, sehingga terbentuk makna yang serasi di antara rentetan kalimat tersebut; (2)
kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa
dengan koherensi dan kohesi yang tinggi dan berkesinambungan, yang mampu mempunyai
awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tulisan. 6 Selanjutnya, Hawthorn
mendefinisikan wacana sebagai komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah
pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana
bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya. Sementara Roger Fowler memaknai wacana
sebagai komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan
kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia; sebuah
organisasi atau representasi dari pengalaman.
4
Jack C. Richards and Richard W. Schmidt, Longman Dictionary of Language Teaching and
Applied Linguistics, New York: Routledge, 1985, h. 174.
5
Jan Blommaert, Discourse: A Critical Introduction, Britania, Cambride University Press,
2005, h. 3.
6
J.S Badudu, “Wacana”, Jakarta: Kompas, 2000, h. 4.
19
Johnstone dalam bukunya yang berjudul Discourse Analysis menungkapkan bahwa
wacana adalah komunikasi secara nyata dengan bahasa sebagai medianya. Mendukung
pernyataan tersebut, Clark dalam artikelnya Discourse in Production yang dimuat dalam
Handbook of Psycholinguistics menjelaskan wacana sebagai penggunaan bahasa secara
menyeluruh melebihi tataran bunyi, kata dan kalimat. Pendapat tersebut senada dengan yang
diungkapkan oleh Kridalaksana berkaitan dengan wacana sebagai satuan bahasa terlengkap
yang di dalam hirarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.7
Satuan bahasa terlengkap yang dimaksudkan dalam suatu wacana dapat berupa rentetan
kalimat yang saling berkaitan dan mampu menghubungkan proposisi-proposisi yang ada
menjadi kesatuan yang utuh. Definisi-definisi tersebut merupakan definisi wacana secara
konvensional yang menempatkan wacana sebagai konstruksi yang netral dan bebas nilai.
Sedikit berbeda dengan ketiga pendapat tersebut, Fowler et al, Fairclough, van Dijk,
van Leeuweun dan Wodak mendefinisikan wacana secara kritis dengan menempatan wacana
sebagai konstruksi yang tidak bebas nilai dan tidak netral. Wacana merupakan wujud dari
tindakan sosial yang diproduksi dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pihak yang
memproduksinya. Sesuai dengan masalah yang akan dikaji, maka penelitian ini berpedoman
pada definisi wacana yang tidak bebas nilai dan tidak netral tersebut. Dari sejumlah
pengertian di atas, wacana tampak sebagai hubungan antara konteks sosial, termasuk
kepercayaan, nilai, ideologi, pesan yang terkandung di dalamnya, dengan pemakaian bahasa.
Sebuah teks tak pernah terlepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipuasi
pembaca ke arah suatu ideologi.8 Dengan demikian, wacana dalam pengertian-pengertian di
atas dapat dianalisis guna melihat ideologi, gagasan, kepercayaan, dan pesan
tadi,
sebagaimana yang akan dipaparkan berikutnya.
7
Kridalaksana, Kamus Linguistik, Edisi Ketiga, Jakarta: Gramedia, 2t003, h. 231.
8
Aart van Zoest, Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik, Jakarta: Intermasa, 1991, h. 70
20
Memperhatikan dua aspek di atas, bahasa (wacana) dan ekstremisme, maka akan
diperoleh bahwa penggunaan wacana sebagai media penyebaran ideologi ekstrem dan radikal
sangat mungkin dilakukan. Hal tersebut didukung konstruksi wacana yang tidak bebas nilai
dan tidak netral. Sebuah wacana tidak terlepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk
memanipuasi pembaca ke arah suatu ideologi.
B. Analisis Wacana
Analisis terhadap wacana pada mulanya dipelopori oleh Zellig Harris pada tahun 1952
dengan menuliskan sebuah artikel yang berjudul “Discourse Analysis” yang dimuat pada
jurnal Language. Para linguis pada era tersebut disibukkan dengan analisis kebahasaan pada
tataran morfologi dan sintaksis saja yang hanya mengkaji bahasa sampai pada tataran
kalimat. Harris dalam artikelnya menuliskan tentang perlu dilakukannya analisis yang lebih
komperehensif terhadap bahasa yang tidak berhenti pada tataran internal kebahasaan saja
(kalimat), tetapi mengkaji lebih lanjut tataran eksternal yang menyelimuti tataran internal
tersebut, yakni keterkaitan antara teks dengan kontesksnya.9
Analisis wacana baru mulai banyak dilakukan oleh para ahli pada tahun 1960-an.
Renkema mendefinisikan analisis wacana sebagai disiplin ilmu yang mengkaji hubungan
antara bentuk dan fungsi dalam komunikasi verbal. Brown dan Yule dalam bukunya yang
berjudul Discourse Analysis menjelaskan bahwa analisis wacana berarti melakukan analisis
terhadap bahasa yang digunakan. Begitu pula dengan van Dijk dalam karyanya News as
Discourse yang menjelaskan bahwa dalam konteks berita, analisis wacana merupakan kajian
interdisipliner atas wacana publik dalam media massa, baik yang menyangkut masalah sosial,
9
PELLBA 6, Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya Keenam, Analisis Wacana
dan Pengajaran Bahasa, Yogyakarta: Kanisius, 1933, h. 3.
21
ekonomi, maupun budaya.10 Cook menambahkan bahwa dalam analisis wacana tidak cukup
hanya menganalisis unsur kebahasaan saja, tetapi harus memperhitungkan konteks sosial dan
psikologis yang membangun wacana tersebut agar lebih berarti dan berguna bagi para
penggunanya. Kehadiran konteks yang dihubungkan dengan faktor kebahasaan ternyata tidak
cukup memuaskan bagi proses analisis wacana. Pengaruh paradigma kritis mengahadirkan
terobosan yang disebut analisis wacana kritis. 11
C. Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana kritis berangkat dari ketidakpuasan para ahli wacana atas analisis wacana
yang hanya berkutat pada faktor kebahasaan. Analisis linguistik belaka diyakini tidak dapat
mengungkapkan signifikansi kritis. Dari situlah diperlukan kajian bahasa kritis yang
bertujuan mengungkap relasi-relasi kuasa tersembunyi (hidden powers) dengan proses-proses
ideologis yang muncul dalam teks-teks lisan atau tulisan. Kajian bahasa kritis tidak hanya
dipahami sebagai studi bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek kebahasaan saja, tetapi juga
menghubungkannya dengan konteks. Konteks di sini berarti bahasa dipakai untuk tujuan dan
praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan yang terdapat dalam wacana
publik. Itu pula yang mendorong para ahli mendefiniskan wacana dengan terma yang lebih
luas lagi. Ruth Wodak sendiri dalam Methods for Critical Discourse Analysis menyatakan
analisis wacana kritis tidak saja terfokus pada investigasi sebuah unit bahasa, tetapi juga
harus menyasar pada kajian fenomena sosial, yang perlu dikaji dengan multi-disiplin dan
pendekatan berbagai metode.12
10
Teun A. van Dijk, News As Discourse, New York: Routledge, 1998.
11
Guy Cook, Discourse, New York: Oxford University Press, 1989, h. ix.
12
Ruth Wodak dan Michael Meyer, Methods for Critical Discourse Analysis, London: Sage,
2009, h. 2.
22
Sekelompok pengajar dari Universitas East Anglia, yakni Fowler, Hodge, Kress dan
Trew melalui bukunya yang berjudul Language and Control dengan pendekatan linguistik
kritis yang mereka gagas memaknai wacana sebagai praktik sosial yang bertujuan. Wacana
tidak serta merta hadir begitu saja, melainkan hadir dengan tujuan tertentu yang ingin
disampaikan pada khalayak penikmatnya. Teks tidak pernah dipandang sebagai sesuatu yang
netral yang bebas nilai. Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai suatu tindakan. Wacana
bertindak dalam menentukan ke arah mana khalayak akan dibawa. Tugas utama analisis
wacana kritis adalah menguraikan relasi kuasa, dominasi dan ketimpangan yang diproduksi
dalam wacana. Sementara itu, Renkema dalam bukunya Introduction to Discourse Studies
menambahkan bahwa studi wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji hubungan bentuk
dan fungsi dalam komunikasi verbal. Menurutnya analisis wacana kritis dilakukan dengan
tujuan untuk mendeteksi masalah-masalah sosial, terutama masalah diskriminasi. Analisis
wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting sebagai perwujudan kuasa pihak tertentu.
Suatu teks diproduksi dengan ideologi tertentu yang ingin disampaikan kepada khalayak
pembacanya. Hubungan antara wacana dan kekuasaan secara spesifik diajukan oleh Van Dijk
yang menyebutkan bahwa analisis wacana kritis atau Critical discourse analysis (CDA)
sebagai a type of discourse analytical research that primarily studies the way sosial power
abuse, dominance, and inequality are enacted, reproduced, and resisted by text and talk in
the sosial and political context. 13
Perkembangan analisis wacana kritis oleh para ahli telah melahirkan beragam teori
dengan pendekatan yang juga beragam yang digunakan dalam penelitian. Fowler, Hodge,
Kress dan Trew mengaplikasikan teori fungsional grammar Halliday untuk melakukan
13
Teun A. Van Dijk, “Critical Discourse Analysis” dalam www.discourses.org, diakses 4 Jan
2016; lihat pula: Teun A. van Dijk, Discourse and Power, New York: Palgrave Macmillan, 2008, h.
65.
23
analisis wacana kritis. Halliday melalui teori tersebut menyatakan bahwa bahasa memiliki 3
fungsi utama, yakni mengkomunikasikan proses terjadinya peristiwa di dunia dan semua
yang terlibat di dalamnya (fungsi ideasional), mengekspresikan sikap penutur terhadap
proposisi yang sudah disusun dan mengekspresikan relasi antara penutur dan mitra tutur
(fungsi interpersonal) dan menyajikan ekspresi tersebut secara koherensif dan memadai
melalui teks (fungsi tekstual). Fowler, Hodge, Kress dan Trew menerapkan analisis terhadap
3 fungsi bahasa tersebut untuk membedah ideologi yang ada pada wacana. Analisis yang
dilakukan hanya pada tataran teks saja, yakni menganalisis elemen pilihan kosakata yang
digunakan pada teks, nominalisasi dan pilihan kalimat yang digunakan.
Van Leeuwen dalam bukunya yang berjudul Discourse and Practice menggunakan
pendekatan eksklusi dan inklusi untuk menganalisis bagaimana aktor-aktor dalam wacana
ditampilkan, apakah aktor tersebut ditampilkan secara utuh, hanya sebagian atau bahkan
dihilangkan. Eksklusi merupakan pengeluaran atau penghilangan aktor dari suatu wacana.
Proses eksklusi direalisasikan melalui 3 strategi, yakni pasivasi (penghilangan aktor dalam
wacana yang paling umum dilakukan dengan menggunakan kalimat pasif untuk menjabarkan
suatu peristiwa), nominalisasi (proses mengubah verba menjadi nomina) dan penggantian
anak kalimat. Berlawanan dengan eksklusi, inklusi berkaitan dengan bagaimana aktor
dimasukkan atau dihadirkan dalam wacana. Proses inklusi direalisasikan melalui 6 strategi,
yakni
diferensiasi-indiferensiasi
pembanding),
(menghadirkan
objektivasi-abstraksi,
aktor
atau
nominasi-kategorisasi,
peristiwa
lain
sebagai
nominasi-identifikasi,
determinasi-indeterminasi dan asimilasi-individualisasi. Jenis pendekatan ini memungkinkan
untuk meninjau lebih dalam dan terperinci tentang posisi aktor dalam wacana.14
14
Theo van Leeuwen, Discourse and Practice : New Tools for Critical Analysis, Britania
Raya: Oxford University 2008, h. 29.
24
Namun untuk melihat bagaimana terbentuknya wacana secara utuh masih belum bisa
dikatakan terperinci mengingat van Leeuwen hanya melakukan analisis pada tataran teks saja.
Sejalan dengan van Leeuweun, bisa dilihat pada karya Mills yang berjudul Discourse.
Analisis wacana kritis dilakukannya dengan memfokuskan pada bagaimana aktor-aktor
ditampilkan pada wacana. Yang membedakan keduanya adalah fokus kajian yang meraka
lakukan, yakni Mills yang lebih terkenal dengan kajian wacana feminismenya. Ia ingin
mengkaji bagaimana bias media dalam menampilkan wanita sehingga terjadi pemarjinalan di
dalamnya. Model analisis wacana kritis Mills berusaha menghubungkan posisi aktor sosial
dan posisi suatu peristiwa untuk mengungkapkan adanya pemarjinalan. Posisi subjek dan
objek dalam suatu peristiwa dikaji secara mendalam olehnya untuk melihat aktor mana yang
memiliki posisi yang lebih tinggi dan memiliki kuasa untuk menentukan wacana yang akan
dilemparkan pada publik. Aktor yang berperan sebagai subjek diasumsikan sebagai aktor
yang memiliki kesempatan untuk mendefinisikan dan melakukan pencitraan terhadap
dirinya.15
Di sisi lain, aktor yang menjadi objek adalah pihak yang didefinisikan dan
digambarkan kehadirannya oleh orang lain. Analisis terhadap posisi subjek-objek diyakini
Mills mengandung muatan ideologi tertentu. Kelebihan pendekatan wacana kritis yang
dilakukannya adalah memperhitungkan posisi pembaca dalam teks. Berita bukanlah semata
sebagai hasil produksi dari pewarta berita dan pembaca tidak serta merta ditempatkan sebagai
sasaran. Mills menganggap berita sebagai hasil negoisasi antara pewarta berita dan
pembacanya. Berbeda dengan van Leeuwen dan Mills, pendekatan analisis wacana kritis van
Dijk, yang dikenal dengan pendekatan kognisi sosial, menyertakan analisis terhadap kognisi
pembuat wacana dalam proses pembentukan wacana dan juga melibatkan analisis kebahasaan
15
Sara Mills, Discourse, New York: Routledge, 1997.
25
secara lebih mendalam untuk membongkar relasi kuasa dan dominasi yang diproduksi pada
wacana.
Van Dijk mengklasifikasikan elemen wacana menjadi 3, yakni teks, kognisi sosial dan
konteks sosial. Tataran teks dibagi menjadi 3, yakni struktur makro, superstruktur dan
struktur mikro. Struktur makro adalah strukur luar pembentuk wacana. Superstruktur
berkaitan dengan skematik wacana. Struktur mikro mencakup elemen-elemen kebahasaan
yang digunakan dalam wacana. Van Dijk menetapkan 4 elemen kebahasaan yang dikaji pada
tataran struktur mikro, yakni elemen sintaksis, semantis, stilistik dan retoris. Kognisi sosial
hadir untuk menjembatani antara teks dan konteks. Kognisi sosial berkaitan dengan proses
mental dan kognisi pembuat wacana dalam proses produksi wacana. Adanya analisis terhadap
kognisi sosial melalui daftar pertanyaan yang diajukan kepada pembuat wacana akan lebih
memperjelas
bagaimana
wacana
diproduksi
dan
konteks
seperti
apa
yang
mempengaruhinya.16
Untuk analisis konteks sosial dilakukan melalui studi intertekstualitas, yakni
mengkaitkan suatu wacana dengan wacana terkait yang ada sebelum dan sesudahnya.
Keterkaitan antara teks, kognisi sosial dan konteks sosial mencerminkan kecenderungan
suatu wacana. Kelebihan proses analisis wacana yang dilakukan oleh van Dijk adalah
bagaimana ia menghubungkan antara teks dan konteks melalui kognisi sosial pembuat
wacana. Senada dengan van Dijk, analisis wacana kritis Fairclough dalam bukunya Critical
Discourse Analysis menggunakan perantara dalam menghubungkan antara teks dan konteks,
yakni melalui praktik wacana. Pendekatan analisis wacana kritis model Fairclough
16
Teun A. van Dijk, Discourse as Structure and Process, Volume 1, London: Sage, 1997, h.
296.
26
mengklasifikasikan tiga dimensi wacana yang terdiri atas teks, praktik wacana dan praktik
sosiokultural.17
Dimensi teks secara bersamaan memiliki tiga fungsi, yakni representasi, relasi, dan
identitas. Fungsi representasi berkaitan erat dengan bagaimana realitas sosial ditampilkan
dalam bentuk teks. Praktik wacana menurut Fairclough merupakan tahapan yang berkaitan
dengan bagaimana cara pemroduksi wacana membentuk sebuah wacana, dalam media massa
hal ini berkaitan dengan bagaimana para pekerja media (penulis berita) memproduksi teks.
Hal ini berkaitan dengan penulis berita itu sendiri selaku pribadi, hubungan kerja penulis
berita dengan sesama pekerja media lainnya, institusi media tempat penulis berita bernaung,
cara meliput berita, menulis berita, sampai menjadi berita di dalam media. Praktik
sosiokultural dibagi menjadi 3 level, yakni level situasional (situasi pembangun wacana),
institusional (pengaruh institusi) dan sosial (pengaruh sosial masyarakat). Perbedaan antara
van Dijk dan Fairclough terletak pada tata cara analisis pada tataran teks. Meskipun
Fairclough sudah melakukan analisis unsur-unsur kebahasaan yang lebih komperehensif,
tetapi pengklasifikasian unsur-unsur kebahasaan tersebut masih belum mendetail dalam artian
tidak diklasifikasikan secara gamblang unsur kebahasaan yang dikaji seperti pada analisis
yang dilakukan oleh van Dijk.18
D. Karakteristik Analisis Wacana Kritis
Dalam analisis wacana kritis/AWK atau Critical Discourse Analysis/CDA, teks bukanlah
sesuatu yang bebas nilai dan menggambarkan realitas sebagaimana adanya. Kecenderungan
pribadi dari sang produsen teks dan struktur sosial yang melingkupi sang produsen teks ikut
17
Chris Featherman, Discourses of Ideology and Identity: Social Media and the Iranian
Election, New York: Routledge, 2015, h. 64.
18
Bethan Benwell dan Elizabeth Stokoe, Discourse and Identity, Edinburgh University Press,
2006, h. 102.
27
mewarnai isi teks. Bahasa tidak netral melainkan membawa pesan ideologi tertentu yang
dipengaruhi oleh sang pembuat teks. AWK memahami wacana tidak semata-mata sebagai
suatu studi bahasa, tetapi AWK juga menghubungkannya dengan konteks. Konteks yang
dimaksud adalah konteks praktik kekuasaan yang bertujuan untuk memarginalkan individu
atau kelompok tertentu. Wacana mempengaruhi dan dipengaruhi oleh konteks sosial.
Fairclough menyebut wacana sebagai bentuk “praktik sosial” yang berimplikasi adanya
dialektika antara bahasa dan kondisi sosial. Wacana dipengaruhi oleh kondisi sosial, akan
tetapi kondisi sosial juga dipengaruhi oleh wacana. Fenomena linguistik bersifat sosial yang
mana bahwa linguistik tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh lingkungan sosialnya,
sementara fenomena sosial juga memiliki sifat linguistik karena aktivitas berbahasa dalam
konteks sosial tidak hanya menjadi wujud ekspresi atau refleksi dari proses dan praktik sosial,
namun juga merupakan bagian dari proses dan praktik sosial tersebut. 19
Dalam kaca mata analisis wacana kritis, menurut Fairclough dan Wodak dalam Van
Dijk praktik wacana bisa jadi menampilkan ideologi: ia dapat memproduksi hubungan
kekuasaan yang tidak berimbang antara kelas sosial, laki-laki dan perempuan, kelompok
mayoritas dan minoritas. Perbedaan dalam posisi sosial itu yang ditampilkan melalui wacana,
sebagai contoh, dalam sebuah wacana keadaan yang rasis, seksis, atau ketimpangan
kehidupan sosial, digambarkan secara wajar/alamiah, dan sesuai seperti pada kenyataannya.
Analisis wacana kritis melihat bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan
kekuasaan dalam masyarakat terjadi. Analisis wacana kritis menyelidiki dan berusaha
membongkar bagaimana penggunaan bahasa oleh kelompok sosial saling bertarung dan
berusaha memenangkan pertarungan ideologi tersebut. Berikut ini disajikan karakteristik
19
Umar Fauzan, Analisis Wacana Kritis: Menguak Ideologi dalam Wacana. Yogyakarta: Idea
Press, 2016, h. 4.
28
penting dari analisis wacana kritis yang disarikan dari tulisan Van Dijk, Fairclough, dan
Fairclough & Wodak, dan Eriyanto.20
Tindakan
Karakter penting pertama dalam analisis wacana kritis yaitu wacana dipahami sebagai
tindakan. Dengan pemahaman ini, wacana disosialisasikan sebagai bentuk interaksi. Wacana
tidak didudukkan seperti dalam ruang tertutup dan hanya berlaku secara internal semata.
Ketika seseorang berbicara, maka dia menggunakan bahasa untuk tujuan berinteraksi dengan
orang lain melalui komunikasi bahasa verbal. Dia berbicara bisa jadi untuk meminta atau
memberi informasi, melarang seseorang untuk tidak melakukan sesuatu, mempengaruhi
orang lain agar mengikuti jalan pikirannya, membujuk seseorang untuk menyetujui dan
melaksanakan apa yang menjadi keinginannya, dan sebagainya. Ketika seseorang menulis,
dia juga sedang berusaha berinteraksi dengan orang lain melalui bahasa tulisan. Seseorang
ketika membuat tulisan deskriptif, dia menggambarkan sesuatu secara rinci dan lengkap
dengan tujuan agar pembaca dapat memiliki gambaran terhadap objek yang sedang
dideskripsikan. Seorang manajer menulis surat teguran kepada bawahannya dengan tujuan
agar bawahannya tidak mengulangi perbuatan atau kesalahan yang sama seperti yang sudah
dilakukan.
Dari beberapa contoh tersebut dapat diketahui bahwa baik melalui bahasa lisan
maupun tulisan, ada pesan yang ingin disampaikan. Pesan yang tidak hanya berlaku searah
antara pembawa pesan dengan penerima pesan semata, namun berlaku secara timbal balik
dimana ada pesan dari si penerima pesan yang kemudian menyampaikan pesan sehingga
memposisikan dirinya menjadi pembawa pesan. Dari sini dapat dilihat bahwa orang berbicara
atau menulis bukan ditafsirkan seperti ia berbicara atau ia menulis untuk dirinya sendiri.
20
Umar Fauzan, “Analisis Wacana Kritis”. Lihat: www.academia.edu, diakses 4 Jan. 2014.
29
Menurut Badara, penggunaan bahasa tidak bisa ditafsirkan dengan penggunaan bahasa ketika
seseorang mengigau atau ketika sedang dihipnotis. Seseorang berbicara, menulis, dan
menggunakan bahasa adalah untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Dengan
pemahaman seperti di atas, maka analisis wacana kritis memandang bahwa wacana memiliki
beberapa konsekuensi. Konsekuensi pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang
memiliki tujuan; apakah untuk mempengaruhi orang lain, mendebat, membujuk,
menyanggah, memotivasi, bereaksi, melarang, dan sebagainya. Kedua, wacana dipahami
sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang diluar
kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.
Konteks
Memahami analisis wacana tidak hanya memahami bahasa sebagai mekanisme internal dari
linguistik semata, melainkan juga hendaknya melihat unsur di luar bahasa. Guy Cook dalam
Sobur, mengatakan bahwa wacana meliputi teks dan konteks. Teks merupakan semua bentuk
bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis
ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks
merupakan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian
bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks diproduksi, fungsi yang
dimaksudkan, dan lain sebagainya. Adapun wacana disini, kemudian dimaknai sebagai teks
dan konteks. Eriyanto melihat bahwa titik perhatian analisis wacana adalah menggambarkan
teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Di sini, dibutuhkan
tidak hanya proses kognisi dalam arti umum, tetapi juga gambaran spesifik dari budaya yang
dibawa. Studi mengenai bahasa disini memasukkan konteks, karena bahasa selalu berada
dalam konteks dan tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipasi, interaksi, situasi, dan
sebagainya. Berdasarkan konsep wacana yang merupakan perwujudan teks dan konteks
30
secara bersama-sama di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wacana dapat
dibentuk
berdasarkan konteks tertentu. Menurut Eriyanto wacana bisa ditafsirkan dalam kondisi dan
situasi yang khusus. Dalam kondisi inilah, maka analisis wacana kritis menempatkan teks
pada situasi tertentu; wacana berada dalam situasi sosial tertentu. Meskipun demikian, tidak
semua konteks dimasukkan dalam analisis, hanya yang relevan dan berpengaruh atas
produksi dan penafsiran teks yang dimasukkan ke dalam analisis. Lebih lanjut Eriyanto
menyebutkan beberapa konteks yang penting karena berpengaruh terhadap produksi wacana.
Secara umum, konteks tersebut terbagi menjadi dua.
Pertama, jenis kelamin, umur, pendidikan, kelas sosial, etnik, agama, dalam banyak
hal relevan dalam menggambarkan wacana. Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat,
waktu, posisi pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna
untuk mengerti suatu wacana. Setting, seperti tempat privat atau publik, dalam suasana
formal atau informal, atau pada ruang tertentu akan memberikan wacana tertentu pula.
Berbicara di ruang pengadilan berbeda dengan berbicara di pasar, atau berbicara di rumah
berbeda dengan berbicara di ruang kelas, karena situasi sosial dan aturan yang melingkupinya
berbeda, menyebabkan partisipan komunikasi harus menyesuaikan diri dengan konteks yang
ada. Salah satu karakteristik yang sangat penting dari analisis wacana kritis adalah pelibatan
konteks dalam melihat penggunaan bahasa. Eriyanto dan Badara berpendapat analisis wacana
kritis mempertimbangkan konteks wacana seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi.
Wacana dalam hal ini diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu.
Menurut mereka lebih lanjut bahwa analisis wacana juga memeriksa konteks dari
komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis
khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan
komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Menurut Van Dijk serta
Fairclough dan Wodak,
analisis wacana kritis melibatkan konteks dalam lingkup latar,
31
situasi, historis, kekuasaan, dan ideologi. Konteks latar dan situasi dalam AWK relatif sama
dengan situational context (konteks situasi), background knowledge context (konteks latar
belakang pengetahuan), atau any background knowledge (latar belakang pengetahuan apa
pun) dalam analisis wacana pragmatis.
Dalam hal konteks historis, pemahaman atas wacana hanya akan diperoleh jika
memperhitungkan konteks historis saat wacana itu diciptakan. Sementara konteks kekuasaan
menurut analisis wacana kritis menjadi kontrol atas produksi wacana, dan ideologi menjadi
penentu proses reproduksi wacana. Contoh menarik mengenai konteks dalam analisis wacana
kritis disuguhkan oleh Subagyo, yaitu ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
melakukan penyidikan rekaman pembicaraan telepon para tersangka (Urip Tri Gunawan,
Artalita Suryani, dll). Menurut Subagyo dengan pemahaman konteks dalam AWK, para
linguis dapat berperan mengurai makna atau maksud di balik percakapan yang penuh
fenomena suprasegmental itu. Jeda, intonasi, tekanan, juga nama panggilan (term of address)
dan nama acuan (term of reference) yang digunakan para tersangka merupakan ungkapan
polos yang mencuatkan apa makna atau maksud sesungguhnya dari segala yang mereka
katakan. Tugas para linguis adalah menduduksoalkan aneka gejala bahasa dalam bingkai
peristiwa sosial, politik, kebudayaan dan peradaban manusia yang nyata di sekitarnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konteks adalah segala sesuatu di luar
bahasa itu sendiri. Wacana harus dipahami dan ditafsirkan dari kondisi dan lingkungan sosial
yang mendasarinya. Analisis wacana kritis melibatkan konteks dalam lingkup latar, situasi,
historis, kekuasaan, dan ideologi.
Historis
Aspek lain yang penting dalam analisis wacana kritis adalah aspek historis. Ketika analisis
wacana kritis menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu berarti wacana diproduksi
32
dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang
menyertainya. Untuk memahami makna lagu Galang Rambu Anarki dari Iwan Fals dan
mengungkapkan wacana apa yang ingin dibangun tentu saja dengan cara menoleh ke masa
kapan lagu tersebut diciptakan. Simak potongan bait lagu tersebut, BBM naik tinggi susu tak
terbeli. Orang pintar tarik subsidi. Anak kami kurang gizi.
Secara gamblang, potongan lagu tersebut memberi petunjuk tentang histori atau
sejarah kapan lagu tersebut diciptakan. Analisis wacana kritis tidak hanya mencari tahu kapan
tentang sesuatu hal terjadi, namun menggunakannya untuk mengetahui lebih lanjut tentang
mengapa wacana tersebut dibangun. Aspek historis ini menjadi salah satu penuntun untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Eriyanto menyebut bahwa salah satu aspek yang penting
untuk bisa mengerti suatu teks adalah dengan menempatkan wacana tersebut dalam konteks
historis tertentu. Eriyanto memberi contoh melakukan analisis wacana teks selebaran
mahasiswa yang menentang Suharto. Pemahaman mengenai wacana teks tersebut hanya
dapat diperoleh apabila kita dapat memberikan konteks historis di mana teks tersebut dibuat,
misalnya: situasi sosial politik, suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu melakukan
analisis diperlukan suatu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang atau di
kembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang digunakan seperti itu, dan seterusnya. 21
Kekuasaan
Konteks kekuasaan menjadi salah satu ciri pembeda utama antara analisis wacana dengan
analisis wacana kritis. Menurut Eriyanto setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks,
percakapan atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral,
tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci
hubungan antara wacana dan masyarakat, misalnya: kekuasaan laki-laki dalam wacana
21
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001, h. 9.
33
mengenai seksisme, kekuasaan kaum kulit putih atas kulit hitam, atau kekuasaan perusahaan
yang berbentuk dominasi pengusaha kelas atas kepada bawahan, dan sebagainya. Pemakai
bahasa bukan hanya pembicara, penulis, pendengar, atau pembaca, namun ia juga bagian dari
anggota kategori sosial tertentu, bagian dari kelompok profesional, agama, komunitas atau
masyarakat tertentu. Fakta di atas mendorong analisis wacana kritis untuk tidak membatasi
diri pada detail teks atau struktur wacana saja, tetapi juga menghubungkannya dengan
kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya tertentu. Dalam konteks kelas,
percakapan antara guru dan murid juga hampir selalu didominasi oleh guru yang
mengimplikasikan adanya unsur kekuasaan yang dipraktekkan di ruang kelas. Percakapan
antara seorang manajer dan sekretaris di kantor memungkinkan adanya praktik kekuasaan
yang bermain, dimana seorang sekretaris tidak akan berani membantah apa yang diucapkan
oleh manajer tersebut.
Percakapan guru dan murid, antara manajer dan sekretaris, atau antara buruh dan
majikan bukanlah percakapan yang alamiah, karena disitu terdapat dominasi kekuasaan guru
dan murid, antara manajer dan bawahan, majikan terhadap buruh tersebut. Aspek kekuasaan
tersebut perlu dikritisi untuk mengamati hal-hal yang tersembunyi; bisa jadi murid menjawab
karena takut kepada gurunya, mungkin saja seorang sekretaris menuruti semua perkataan
manajernya karena takut dipecat, atau jangan-jangan apa yang dikatakan oleh buruh tadi
hanyalah untuk menyenangkan atasannya. Dalam konteks dunia pertelevisian di Indonesia, di
antara pembawa program berita televisi dan pemirsa program berita televisi juga terkandung
unsur konteks kekuasaan yang bermain dimana dengan kekuasaan modal besar yang dimiliki,
pemilik modal penyelenggara televisi akan menghadirkan berita yang patut dicurigai
kenetralannya ke ruang publik. Wacana memandang kekuasaan adalah sebagai suatu kontrol.
Eriyanto dan Badara berpendapat bahwa seseorang atau suatu kelompok tertentu mengontrol
orang lain atau kelompok lain melalui wacana. Kontrol dalam konteks ini tidak selalu harus
34
dalam bentuk fisik secara langsung, namun juga kontrol yang dilakukan secara mental atau
praktis. Kelompok yang dominan mungkin membuat kelompok lain bertindak sesuai dengan
apa yang diinginkannya. Kontrol ini bisa terjadi karena menurut Van Dijk dalam Eriyanto,
mereka lebih memiliki akses dibandingkan dengan kelompok yang tidak dominan. Kelompok
dominan lebih mempunyai akses seperti pengetahuan dan pendidikan dibandingkan dengan
kelompok yang tidak dominan. Bentuk kontrol terhadap wacana tersebut dapat bermacammacam, dapat berupa kontrol atas konteks yang secara mudah dapat dilihat dari siapakah
yang boleh dan harus berbicara, sementara siapa pula yang hanya bisa mendengar dan
mengiyakan.22 Seorang sekretaris dalam suatu rapat, karena tidak mempunyai kekuasaan,
maka tugasnya hanya mendengar dan menulis namun dia tidak berbicara. Di dalam hal
penayangan berita di televisi, konteks kekuasaan menentukan sumber mana atau bagian mana
yang perlu, yang tidak perlu, atau bahkan dilarang untuk diberitakan. Konteks kekuasaan juga
mengontrol struktur wacana berita yang ditayangkan di televisi.
Ideologi
Analisis wacana kritis meneropong ideologi yang tersembunyi dalam penggunaan bahasa.
Ideologi merupakan kajian sentral dalam analisis wacana kritis. Hal ini menurut Eriyanto
karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan
dari ideologi tertentu. Teori-teori klasik menyatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok
yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Salah
satu strategi utamanya adalah dengan membuat kesadaran kepada khalayak bahwa dominasi
itu diterima secara taken for granted. Wacana dalam pendekatan semacam itu dipandang
sebagai medium oleh kelompok yang dominan untuk mempengaruhi dan mengomunikasikan
22
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001, h.
12.
35
kepada khalayak kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga kekuasaan dan
dominasi tersebut tampak sah dan benar.23
Menurut Badara ideologi memiliki dua pengertian yang bertolak belakang. Secara
positif, ideologi dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia (worldview) yang menyatakan
nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan
mereka. Adapun secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu kesadaran palsu, yaitu suatu
kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutarbalikkan pemahaman orang
mengenai realitas sosial. Van Dijk menyatakan apabila kognisi sosial dalam kelompok sosial
kegiatan sosial yang seharusnya berbeda, namun ternyata memiliki kesamaan, maka hal itu
sudah ada dalam kerangka fundamental yang sama, yaitu ideologi. Ideologi berbentuk norma
dasar, nilai, dan prinsip-prinsip lain digerakkan oleh realisasi minat dan tujuan dari sebuah
kelompok, melalui reproduksi dan usaha legitimasi kekuasaannya. Dalam perspektif seperti
itu, beberapa implikasi yang berkaitan dengan ideologi seperti yang dijelaskan berikut.
Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal atau individual: ia
membutuhkan share di antara anggota kelompok organisasi atau kolektivitas dengan orang
lainnya. Hal yang di-share-kan tersebut bagi anggota kelompok digunakan untuk membentuk
solidaritas dan kesatuan langkah dalam bertindak dan bersikap. Kedua, ideologi meskipun
bersifat sosial, ia digunakan secara internal di antara anggota kelompok. Oleh karena itu,
ideologi tidak hanya menyediakan fungsi koordinatif dan kohesi tetapi juga membentuk
identitas diri kelompok, membedakan dengan kelompok lain. Ideologi di sini bersifat umum,
abstrak, dan nilai-nilai yang terbagi antar anggota kelompok menyediakan dasar bagaimana
masalah harus dilihat. Dengan pandangan semacam itu, wacana tidak dipahami sebagai
23
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001, h.
13.
36
sesuatu yang netral dan berlangsung secara alamiah, karena dalam setiap wacana selalu
terkandung ideologi untuk mendominasi dan berebut pengaruh. Oleh karena itu, analisis
wacana tidak dapat menempatkan bahasa secara tertutup, tetapi harus melihat konteks
terutama bagaimana ideologi dari kelompok-kelompok yang ada tersebut berperan dalam
membentuk wacana. Dalam teks berita misalnya, dapat dianalisis apakah teks yang muncul
tersebut merupakan pencerminan dari ideologi seseorang, apakah dia feminis, antifeminis,
kapitalis, sosialis dan sebagainya. 24
E. Analisis Wacana Kritis Socio-Cognitive Approach ala Teun A. van Dijk
Model van Dijk yang disajikan terakhir ini secara spesifik akan dipergunakan dalam analisis
data penelitian. Model van Dijk ini sering disebut sebagai ”kognisi sosial”. Menurutnya
penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks
hanyalah hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Dalam hal ini harus
dilihat bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga diperoleh suatu pengetahuan kenapa teks
bisa semacam itu. Model van Dijk lebih menekankan pada kognisi sosial individu yang
memproduksi teks tersebut. Wacana oleh van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi
yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Dijk menggabungkan tiga dimensi wacana
tersebut ke dalam suatu kesatuan analisis. Dalam teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur
teks dan strategi wacana dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Kognisi sosial
mempelajari proses induksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan.
24
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001, h.
13.
37
Aspek konteks sosial mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat
akan suatu masalah.25
Dalam kerangka analisis wacana kritis model Van Dijk, struktur wacana tersusun atas
tiga bangunan struktur yang membentuk satu kesatuan. Masing-masing adalah struktur
makro, super struktur, dan struktur mikro (macro structure, superstructure, and micro
structure). Struktur makro menunjuk pada makna keseluruhan (global meaning) yang dapat
dicermati dari tema atau topik yang diangkat oleh suatu wacana. Super-struktur menunjuk
pada kerangka suatu wacana atau skematika, seperti kelaziman percakapan atau tulisan yang
dimulai dari pendahuluan, dilanjutkan dengan isi pokok, diikuti oleh kesimpulan, dan diakhiri
dengan penutup. Dalam bukunya, News as Discourse, Van Dijk menyimpulkan bahwa
bangunan wacana harus mempertimbangkan aspek makna global atau makna umum (global
meaning/generic meaning) yang ditunjukkan lewat analisis struktur makro dan super struktur
yang posisinya jauh di atas analisis kata dan kalimat, meskipun analisis struktur mikro juga
patut diperhitungkan.26 Selain struktur makro dan super struktur di atas, Van Dijk juga
melihat struktur mikro ketika melihat wacana. Struktur mikro menunjuk pada makna
setempat (local meaning) suatu wacana dapat digali dari aspek semantik, sintaksis, stilistika,
dan retorika. Aspek semantik suatu wacana mencakup latar, rincian, maksud praanggapan,
serta nominalisasi. Aspek sintaksis suatu wacana berkenaan dengan bagaimana frasa dan atau
25
Teun A van Dijk, “Discourse and Cognition in Society”, dalam David Crowley and David
Mitchell, Communication Theory Today, Cambridge, Polity Press, 1994, h. 107-108; lihat pula:
Hanna Pishwa, Language and Social Cognition: Expression of the Social Mind, Berlin: Walter de
Gruyter, 2009, h. 25; lihat: Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, Yogyakarta:
LKiS, 2001, h. 299.
26
Teun A van Dijk, Macrostructures: an Interdisciplinary Study of Global Structures in
Discourse, Interaction, and Cognition, California: L. Erlbaum Associates, 1980, h. 40; lihat pula:
Teun A van Dijk, Discourse and Knowledge: A Sociocognitive Approach, Britania: Cambridge
University Press, 2014, h. 52.
38
kalimat disusun untuk dikemukakan. Ini mencakup bentuk kalimat, koherensi, serta
pemilihan sejumlah kata ganti. Aspek stilistika suatu wacana berkenaan dengan pilihan kata
dan lagak gaya yang digunakan oleh pelaku wacana. Dalam kaitan pemilihan kata ganti yang
digunakan dalam suatu kalimat, aspek leksikon ini berkaitan erat dengan aspek sintaksis.
Aspek retorika suatu wacana menunjuk pada siasat dan cara yang digunakan oleh pelaku
wacana untuk memberikan penekanan pada unsur-unsur yang ingin ditonjolkan. Ini
mencakup penampilan grafis, bentuk tulisan, metafora, serta ekspresi yang digunakan.
Dengan menganalisis keseluruhan komponen struktural wacana, dapat diungkap kognisi
sosial pembuat wacana. Secara teori, pernyataan ini didasarkan pada penalaran bahwa cara
memandang terhadap suatu kenyataan akan menentukan corak dan struktur wacana yang
dihasilkan.27
F. Teknik dan Analisis Propaganda
Dalam bukunya, Alfred McClung Lee & Alizabeth Briant Lee mereka membagi teknik
propaganda kedalam tujuh bentuk sebagai berikut:28
a) Name Calling, teknik memberikan label buruk pada sesuatu gagasan/orang/lembaga
supaya sasaran tidak menyukai atau menolaknya.
b) Glittering Generality, teknik menghubungkan sesuatu dengan „kata yang baik‟ dipakai
untuk membuat sasaran menerima dan menyetujui sesuatu tanpa memeriksa bukti-bukti.
27
Teun A. van Dijk, News As Discourse, New York: Routledge, 2009, h. 1. Teun Adrianus
van Dijk, Discourse and Communication: New Approaches to the Analysis of Mass Media, Berlin:
Walter de Gruyter, 1985, h. 69.
28
Alfred McClung Lee & Alizabeth Briant Lee, The Fine Art of Propaganda: A Study of
Father Coughlin's Speeches. New York: Institute for Propaganda Analysis and Harcourt, Brace and
Company, 1939 dalam Gareth S. Jowett & Victoria O‟Donnell, Propaganda and Persuasion, New
York: SAGE Publication, 2012, h.267.
39
c) Transfer, teknik membawa otoritas, dukungan, gengsi dari sesuatu yang dihargai dan
disanjung kepada sesuatu yang lain agar sesuatu yang lain itu lebih dapat diterima.
d) Testimoni (kesaksian), teknik memberi kesempatan pada orang-orang yang mengagumi
atau membenci untuk mengatakan bahwa sebuah gagasan atau program atau produk atau
seseorang itu baik atau buruk.
e) Plain Folks, teknik propaganda yang dipakai pembicara propaganda dalam upaya
meyakinkan sasaran bahwa dia dan gagasan-gagasannya adalah bagus karena mereka
adalah bagian dari „rakyat‟.
f) Card Staking, meliputi pemilihan dan pemanfaatan fakta atau kebohongan, ilustrasi atau
penyimpangan, dan pernyataan-pernyataan logis atau tidak logis untuk memberikan kasus
terbaik atau terburuk pada suatu gagasan, program, orang, atau produk. Teknik ini
memilih argument atau bukti yang mendukung sebuah posisi dan mengabaikan hal-hal
yang mendukung posisi itu. Argument-argumen yang dipilih bisa benar atau salah.
g) Bandwagon, teknik ini digunakan dalam rangka meyakinkan kepada sasaran bahwa
semua anggota suatu kelompok (di mana sasaran menjadi anggotanya) menerima
programnya, dan oleh karena itu sasaran harus mengikuti kelompok dan segera
menggabungkan diri pada kelompok.
Garth S. Jowett dan Victoria O‟Donnell dalam Propaganda and Persuasion telah
menyusun 10 langkah analisis propaganda yaitu identifikasi ideologi dan tujuan, identifikasi
konteks, identifikasi propagandis, penyelidikan struktur organisasi propaganda, identifikasi
target pembaca, pemahaman tentang teknik pemanfaatan media, analisis teknik khusus untuk
40
memaksimalkan efek dari propaganda, analisis reaksi pembaca, identifikasi dan analisis
kontrapropaganda (jika ada), dan penilaian/evaluasi.29
Sepuluh langkah ini digunakan untuk menjawab pertanyaan berikut: Untuk tujuan
apa, dalam konteks apa, siapa yang melakukan, melalui organisasi apa, siapakah yang
menjadi target serta mendapatkan reaksi yang diinginkan? Selain itu, jika ada oposisi, apa
yang propagandis lakukan? Akhirnya, bagaimana atau apa hasil yang diperoleh?
a) Tujuan Propaganda
Tujuan propaganda adalah untuk mempengaruhi orang agar mengadopsi keyakinan dan
sikap yang sesuai dengan keinginan dari propagandis atau untuk terlibat dalam pola-pola
tertentu yang diinginkan. Tidak jarang propaganda juga bertujuan untuk memperoleh
uang, bergabung dengan kelompok, atau menunjukkan sikap tertentu. Propaganda juga
memiliki tujuan untuk mempertahankan legitimasi lembaga atau organisasi yang
diwakilinya dan dengan demikian untuk memastikan legitimasi kegiatannya. Propaganda
mencoba untuk mempertahankan posisi dan kepentingan yang diwakili oleh "pejabat"
yang mensponsori propaganda. Propaganda berupaya untuk membuat orang untuk
berpartisipasi atau mendukung organisasi. Ia mencoba untuk mengubah orang dari yang
bersikap apatis menjadi antusias terhadap suatu hal.30
b) Konteks Propaganda
Propaganda selalu berhubungan dengan kondisi yang terjadi pada suatu waktu. Oleh
karena itu, penting untuk memahami iklim zaman yang terjadi saat propaganda dibuat.
Analis propaganda perlu menyadari peristiwa yang telah terjadi dan menafsirkan
peristiwa tersebut. Apa yang diharapkan oleh propagandis di tengah peristiwa sosial
29
Gareth S. Jowett & Victoria O‟Donnell, Propaganda and Persuasion, New York: SAGE
Publication, 2012, h.290
30
Ibid, h.292
41
yang terjadi di dunia (misalnya, perang, perdamaian, hak asasi manusia, krisis
ekonomi)? Apa yang dirasakan masyarakatnya? Apa isu-isu atau permasalahan spesifik
yang teridentifikasi? Seberapa luas isu tersebut dirasakan? Apa kendala yang membuat
masalah ini tidak terselesaikan? Apakah ada perebutan kekuasaan? Siapa yang terlibat,
dan apa yang dipertaruhkan? Analis propaganda juga perlu mengetahui dan memahami
latar belakang sejarah. Peristiwa apa yang melatarbelakangi kondisi tersebut?
Keyakinan, nilai-nilai, mitos apa yang dipegang oleh masyarakat? Karena sebuah mitos
bukan hanya fantasi atau kebohongan melainkan adalah model untuk aksi sosial.31
c) Identifikasi Sumber Propaganda
Sumber propaganda cenderung berasal dari lembaga atau organisasi. Kadang-kadang,
akan ada keterbukaan tentang identitas organisasi di balik propaganda; tidak jarang juga
perlu untuk menyembunyikan identitas untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh
lembaga. Ketika identitas organisasi tersebut tersembunyi, tugas analis propaganda
adalah menemukannya. Terkadang bahkan sebuah organisasi hanyalah sebuah agen
penghubung dari sebuah organisasi besar.
Beberapa pedoman untuk menentukan identitas propagandis adalah melalui ideologi,
tujuan, dan konteks pesan propaganda. Analis kemudian dapat bertanya, siapa atau apa
yang diuntungkan dari keadaan ini? Perspektif sejarah juga sangat membantu.
Propaganda yang menyembunyikan sumbernya biasanya memiliki tujuan yang lebih
besar daripada yang mudah dilihat. Ketika propagandis adalah personal, maka akan lebih
mudah untuk mengidentifikasi karena propagandis biasanya memiliki apa yang disebut
31
Gareth S. Jowett & Victoria O‟Donnell, Propaganda and Persuasion, New York: SAGE
Publication, 2012, h.293
42
verbal compulsion (kekeliruan verbal). Carilah orang yang sering membericarakan
propaganda tersebut atau berbicara berdasarkan otoritas sebuah organisasi.
d) Struktur Organisasi Propaganda
Kampanye propaganda yang sukses cenderung berasal dari sentralisasi, otoritas yang
kuat, pengambilan keputusan yang menghasilkan pesan yang konsisten di seluruh
strukturnya. Untuk alasan ini, kepemimpinan akan menjadi kuat dan terpusat, dengan
hirarki dibangun ke dalam organisasi. Analis propaganda dapat menyelidiki bagaimana
pemimpin mendapat posisi dan mencoba untuk menentukan bagaimana pemimpin
menginspirasi loyalis dan pendukungnya. Pemimpin akan memiliki gaya tertentu yang
memungkinkan dia untuk mempengaruhi, mempertahankan, dan menguasai unit
organisasi.
Dalam hal ini, seorang peneliti dapat menanyakan bagaimana cara mendaftar ke dalam
organisasi? Apakah ada bukti konversi atau simbol tertentu dari keanggotaan? seperti
pakaian khusus atau seragam, atau kegiatan yang menciptakan identitas baru untuk
keanggotaan? Apakah ada ritual khusus sebagai bentuk transformasi identitas baru?
Apakah strategi khusus yang dirancang untuk meningkatkan keanggotaan? Apa imbalan
atau hukuman digunakan untuk meningkatkan keanggotaan dalam organisasi?
e) Target Propaganda
Sebuah target sengaja ditentukan dan dipilih oleh propagandis untuk efektivitas hasil
yang diperoleh. Pesan propaganda ditujukan untuk kelompok/masyarakat yang paling
mungkin berguna untuk propaganda jika sasaran merespon positif.
f) Media Propaganda
Secara sederhana, mungkin tidak tampak sulit untuk menentukan bagaimana
propagandis menggunakan media. Analis dapat meneliti media mana yang digunakan
oleh propagandis. Propaganda modern menggunakan semua media yang tersedia; cetak,
43
radio, televisi, film, Internet, e-mail, media sosial, telepon, faximili, surat, poster,
pertemuan, rapat, kontak individu dengan individu (KIDI), selebaran, mading, pidato,
bendera, nama jalan, monumen, koin, perangko, buku, drama, komik, puisi, musik,
museum, acara olahraga, acara budaya, laporan perusahaan, perpustakaan, beasiswa dan
penghargaan atau hadiah.
Namun, fokus utama harus pada bagaimana media tersebut digunakan. Propagandis
mungkin menunjukkan video kemudian membagikan selebaran. Hal tersebut dilakukan
untuk memaksimalkan potensi media. Ketika target melihat media tersebut, apa
selanjutnya yang diinginkan? Apakah target diminta untuk menanggapi pesan di media?
Apakah tampak bahwa penonton diminta untuk bereaksi tanpa berpikir? Apakah media
yang digunakan sedemikian rupa adalah untuk menyembunyikan tujuan dan identitas
propagandis sebenarnya?
Propaganda berkaitan dengan kontrol arus informasi, mengendalikan opini dan perilaku
publik dengan cerdas. Informasi tertentu akan dirilis secara berurutan atau bersama-sama
dengan informasi lainnya. Ini adalah cara mendistorsi informasi. Propaganda mungkin
muncul di media yang memiliki monopoli di daerah sasaran. Sehingga tidak ada
kesempatan untuk melakukan kontrapropaganda bagi pihak lawan. Pemilihan media juga
dapat berhubungan dengan persoalan ekonomi, serta akses yang paling efektif untuk
penonton. Penonton terletak di wilayah terpencil tanpa akses ke media besar harus
dicapai dengan cara yang tepat. Kadang-kadang, cara-cara pesan didistribusikan
membutuhkan inovasi untuk sampai ke sasaran.
g) Teknik Khusus untuk Meningkatkan Efek Propaganda
Sebuah
propaganda
biasanya
harus
dievaluasi
berdasarkan
efek-efek
yang
ditimbulkannya. Misalnya, jika yang diinginkan oleh propagandis adalah sebuah
perilaku, seperti „menyumbangkan‟, „bergabung‟, dan „membunuh‟, akan tetapi efek
44
yang ditimbulkan mungkin hanya berupa sikap, seperti „mendukung‟ atau „menolak‟.
Oleh karena itu, propagandis perlu menambahkan teknik-teknik khusus agar propaganda
tersebut dapat dicapai, misalnya dengan menambahkan teknik propaganda lainnya.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Memperhatikan Kecenderungan Sasaran
Pesan propaganda memiliki dampak yang lebih besar ketika sejalan dengan pendapat
dan keyakinan yang ada. Oleh karena itu, seorang propaganda sering menggunakan
keyakinan (agama) untuk memperkuat propaganda. Propaganda berupa pesan yang
mendukung sasaran cenderung akan efektif untuk meraih perhatian sasaran. Namun,
selanjutnya propagandis menggunakan kanalisasi untuk mengarahkan pola perilaku
dan sikap tersebut menjadi yang diinginkan oleh propagandis.
b. Pemimpin opini
Teknik lain adalah propaganda dapat lebih efektif bekerja melalui orang-orang yang
memiliki kredibilitas dalam masyarakat (tokoh). Selain itu, sebuah propaganda
diharapkan tidak menyinggung pemimpin yang dihormati, simbol-simbol negara, dan
agama.
c. Kontak Individu dengan Individu
Analis perlu juga mencari tahu apakah ada kontak propagandis dengan individu
lainnya. Hal ini biasa dilakukan oleh propagandis untuk menyebarkan propaganda
dengan pendekatan yang lebih bersahabat dan eksklusif.
d. Norma Kelompok
Norma kelompok adalah keyakinan, nilai-nilai, dan perilaku yang berasal dari
keanggotaan dalam kelompok. Hal tersebut dapat berupa norma-norma budaya atau
norma-norma sosial. Penelitian tentang perilaku kelompok menunjukkan bahwa
orang akan ikut atau patuh dengan suatu kelompok bahkan ketika kelompok tersebut
45
bertentangan dengan nilai individu. Propagandis dapat memanipulasi cipta kondisi
suatu kelompok, sehingga akan menimbulkan reaksi yang sama dari kelompok
tersebut
e. Reward dan Punishment
Cara lain untuk mendapatkan simpati publik adalah melalui sistem imbalan dan
hukuman. Seorang propagandis bahkan dapat menggunakan ancaman dan bujukan
untuk membuat sasaran patuh. Upaya nonsimbolis disajikan untuk memperolah efek
simbolis pada sasaran. Misalnya, publikasi penyiksaan terhadap penjahat dilakukan
agar memperoleh efek yang diinginkan dari pihak lain. Ketika Taliban berkuasa di
Afghanistan, perempuan yang dituduh berzina dilempari batu sampai mati sebelum
banyak pihak dari dunia internasional memberikan bantuan dana terhadap
Afghanistan.
f. Monopoli Sumber Komunikasi
Salah satu strategi optimalisasi propaganda adalah monopoli sumber komunikasi.
Ketika orang mendengar hal yang sama berulang-ulang, alam bawah sadar mereka
akan mengikutinya.
g. Penggunaan Bahasa
Propagandis dapat juga menggunakan simbolisasi verbal yang juga dapat
mempengaruhi sasaran. Misalnya dengan menggunakan bahasa figur seperti orang
tua, guru, pahlawan, dan dewa seperti "Bapak Bangsa”, "Ibu Gereja," "Paman Sam",
"Pemimpin Tercinta”. Bahasa yang digunakan dapat bersifat positif maupun negatif.
Noam Chomsky mencontohkan propaganda Barat terhadap Uni Soviet selama
Perang Dingin dengan penggunaan bahasa: 'bau busuk yang dapat menyebar' dan
'virus' yang dapat 'menginfeksi' orang lain, sukses membuat citra Uni Soviet buruk di
dunia internasional.
46
h. Musik sebagai Propaganda
Musik merupakan salah satu teknik propaganda yang penting. Lagu-lagu patriotik,
telah sukses menimbulkan semangat para tentara. Musik atau lagu sebagai
propaganda biasanya menggunakan Bahasa dan melodi yang mudah diingat dan
dinyanyikan.
h) Reaksi Sasaran terhadap Propaganda
Jika propaganda dilakukan secara terbuka, biasanya media massa sering melakukan jajak
pendapat atau survei untuk menilai reaksi pembaca terhadap sebuah propaganda.
Namun, hal yang paling penting untuk dicari adalah perilaku sasaran. Perilaku tersebut
bisa dalam bentuk mengirim surat kepada editor, bergabung dengan organisasi, membuat
kontribusi, membeli barang yang dijual propagandis, membentuk kelompok-kelompok
cabang yang bersuborganisasi dengan organisasi utama, demonstrasi, atau menulis di
blog dan di media sosial. Analis juga dapat melihat apakah target menggunakan identitas
simbolik baru? dan lain sebagainya.
i) Kontrapropaganda
Dalam
masyarakat
yang
bebas,
persaingan
antar
media
yang
kompetitif,
kontrapropaganda dapat dilihat secara jelas. Namun, ketika media benar-benar dikontrol,
kontrapropaganda dapat ditemukan di bawah tanah. Kontrapropaganda bawah-tanah
dapat menggunakan berbagai bentuk media, seperti selebaran dan grafiti, teater, sastra,
video, film, dan situs web. Twitter banyak digunakan sebagai kontrapropaganda di Iran
dan negara-negara yang lainnya. Kontrapropaganda dapat menjadi aktif seperti
propaganda itu sendiri untuk mempengaruhi sasarannya.
47
j) Efek dan Evaluasi
Efek yang dimaksudkan di sini adalah apakah tujuan propaganda telah terpenuhi. Jika
tidak tujuan keseluruhan, maka mungkin beberapa tujuan dan/atau tujuan tertentu telah
dicapai. Jika propaganda telah gagal untuk mencapai tujuan, analis propaganda harus
mencoba untuk menjelaskan kegagalan dalam analisisnya. Perubahan jumlah
keanggotaan organisasi merupakan salah satu keberhasilan sebuah propaganda.
Sedangkan, evaluasi adalah menilai hubungan teknik dan sarana yang digunakan oleh
propagandis dengan hasil yang diperoleh. Bagaimana pemilihan media dan berbagai
teknik propaganda mempengaruhi hasil?32
***
32
Gareth S. Jowett & Victoria O‟Donnell, Propaganda and Persuasion, New York: SAGE
Publication, 2012, h.307.
48
BAB III
KEMUNCULAN, IDEOLOGI, DAN GERAKAN ISIS
A. Awal Kemunculan
Kemunculan Islamic State of Iraq and Syam (ISIS) atau Dawlah Islâmiyyah fi ‘Irâq wa alSyâm (DA‗ISY), tidak dapat dilepaskan dari organisasi asalnya, yaitu Tauhid wal Jihad yang
didirikan pada tahun 1999 dan dipimpin seorang radikalis berkebangsaan Yordania bernama
Abu Mush'ab al-Zarqawi. Pada Oktober 2004, pimpinan organisasi itu berbaiat kepada
Osama bin Laden dan organisasinya berganti nama menjadi Tanzīm Qāʻidat al-Jihād fī Bilād
al-Rāfidayn atau lebih dikenal dengan al-Qaeda1 in Iraq (AQI). Pada Januari 2006, AQI
bergabung dengan sejumlah kelompok radikal Irak lainnya dan membentuk Dewan Syura
Mujahidin. Pada 12 Oktober 2006, Dewan Syura Mujahidin kembali bergabung dengan
beberapa faksi pemberontak disusul dengan pendeklarasian ad-Dawlah al-ʻIraq al-Islāmiyah
atau Negara Islam Irak (NII) yang dipimpin oleh Abu Umar al-Baghdadi. Setelah Abu Umar
1
Al-Qaeda adalah suatu organisasi paramiliter fundamentalis Islam Sunni yang salah satu
tujuan utamanya adalah mengurangi pengaruh luar terhadap kepentingan Islam. Penamaan Al-Qaeda
mengikuti ejaan bahasa Inggris, sebab asal nama organisasi tersebut berasal dari bahasa Arab alQâ‘idah. Organisasi ini digolongkan sebagai organisasi teroris internasional oleh Amerika Serikat,
Uni Eropa, PBB, Britania Raya, Kanada, Australia, dan beberapa negara lain. Walaupun secara
filosofis anggotanya bersifat heterogen, sebagian besar anggota berpengaruh dari organisasi ini
dianggap mengikuti manhaj Salafi. Al-Qaeda didirikan oleh seorang veteran Perang Afghanistan asal
Arab Saudi, Osama bin Laden. Kelompok paramiliter ini awalnya diawaki oleh milisi eks-Perang
Afghanistan dengan tujuan memberikan perlawanan terhadap pihak-pihak yang dituding memusuhi
Islam seperti Amerika Serikat dan Israel. Setelah pendiri sekaligus tokoh sentral Osama bin Laden
tewas dalam sebuah operasi AS, organisasi ini dipimpin oleh Ayman az-Zawahiri. Organisasi ini
makin dikenal terutama setelah peristiwa serangan 9 September 2001, yang diklaim pemimpin
organisasi tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap AS. Lihat: Mathieu Guidère, Historical
Dictionary of Islamic Fundamentalism, Toronto: The Scarecrow Press, 2012, h. 280.
49
al-Baghdadi tewas dalam operasi gabungan Amerika Serikat dan Irak pada April 2010, Abu
Bakar al-Baghdadi diangkat menjadi pemimpin baru kelompok tersebut pada 15 April 2010.
Berbeda dengan Abu Umar, Abu Bakar al-Baghdadi ini merupakan orang yang tak dikenal di
kalangan anggota Tawhid wal Jihad senior. Namun, Abu Bakar al-Baghdadi dipaksakan maju
sebagai pemimpin organisasi tersebut karena peran Haji Bakar.2
Krisis di Suriah memanas sejak tahun 2011, yaitu berawal ketika terjadi aksi unjuk
rasa menentang pemerintahan Bashar al-Assad. Beberapa bulan berikutnya, kerusuhan antara
pengunjuk rasa dan pasukan keamanan memicu militerisasi konflik secara bertahap. Bulan
Agustus 2011, al-Baghdadi, selaku pemimpin Negara Islam Irak, mulai mengirimkan
anggotanya yang berpengalaman dalam perang gerilya untuk mendirikan organisasi di
Suriah. Di bawah pimpinan Abu Muhammad al-Julani asal Suriah, kelompok ini mulai
merekrut anggota dan mendirikan sel di seluruh Suriah. Bulan Januari 2012, kelompok ini
meresmikan dirinya dengan nama Jabhat al-Nushra li Ahl al-Syam—Jabhat al-Nusra—biasa
dikenal dengan nama Front al-Nusra, dan sejak 2016 telah mengubah namanya menjadi
Jabhat Fath As-Syam. Al-Nusra berkembang menjadi pasukan tempur berpengalaman.
Mereka didukung warga Suriah yang menentang pemerintahan Bashar al-Assad. Pasukan itu
kemudian berhasil menguasai daerah-daerah yang mayoritas dihuni warga Sunni di Provinsi
al-Raqqah, Idlib, Deir ez-Zor, dan Aleppo.3
Sebagai upaya menyatukan kembali Front Al-Nusra dan ISIS, maka pada 8 April
2013, al-Baghdadi merilis pernyataan bahwa Front al-Nusra didirikan, didanai, dan dibantu
2
Roggio, Bill (16 October 2006). "The Rump Islamic Emirate of Iraq". Long War Journal.
Diakses tanggal 8 Maret 2016.
3
Lihat: "Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL)". Encyclopedia Britannica. Diakses
tanggal 1 February 2015. Link : https://www.britannica.com/topic/Islamic-State-in-Iraq-and-theLevant.
50
oleh Negara Islam Irak, dan keduanya bergabung menjadi Negara Islam Irak dan al-Syam
atau yang lebih dikenal dengan ISIS/ISIL/DAISY. Namun, Abu Mohammad al-Julani dan
Ayman al-Zawahiri, masing-masing pemimpin al-Nushra dan al-Qaeda, menolak penyatuan
tersebut. Al-Julani membantah penggabungan kedua kelompok tersebut dan mengaku bahwa
tak satu pun petinggi al-Nushra yang diberitahu soal penggabungan ini. Namun, al-Baghdadi
merilis pernyataan yang isinya menolak keputusan al-Zawahiri dan menyatakan bahwa
penggabungan akan tetap berjalan. Bulan Oktober 2013, al-Zawahiri memerintahkan
pembubaran ISIS dan mengangkat Front al-Nusra sebagai pemimpin operasi jihadis di
Suriah, tetapi al-Baghdadi menolak keputusan al-Zawahiri dengan sejumlah alasan. AlBaghdadi pun melanjutkan operasinya di Suriah. Perpecahan di antara mereka tak terelakkan.
Perang saudara pun pecah. ISIS melancarkan sejumlah serangan darat kepada semua pihak
yang tidak setuju dengan dirinya.4
Upaya saling klaim dan berebut kekuasaan antara al-Qaeda dan ISIS ini berlangsung
cukup lama, yaitu selama delapan bulan. Selanjutnya, pada 3 Februari 2014 al-Qaeda
memutus semua hubungan dengan ISIS karena dianggap sulit diajak berunding dan sangat
keras kepala. Sementara pada 29 Juni 2014, kelompok ini menyatakan diri sebagai negara
Islam sekaligus kekhalifahan dunia yang dipimpin oleh khalifah Abu Bakar al-Baghdadi, atau
yang dikenal dengan Amirul Mukminin di kalangan para pendukungnya, dan berganti nama
menjadi ad-Dawlah al-Islāmiyah (Negara Islam), tanpa nama Iraq dan Syam. Sejak itu, ISIS
mulai dikenal luas, terutama setelah memukul mundur pasukan pemerintah Irak dari kotakota besar di Irak Barat dalam sebuah serangan pada awal 2014. Hilangnya kendali Irak atas
wilayahnya sendiri mengakibatkan pecahnya pemerintahan Irak dan memicu aksi militer
4
"ISI Confirms That Jabhat Al-Nusra Is Its Extension in Syria, Declares 'Islamic State of Iraq
And Al-Sham' As New Name of Merged Group". MEMRI. Middle East Media Research Institute. 8
April 2013. Diakses tanggal 15 Mei 2016.
51
Amerika Serikat di Irak. Sebagai kekhalifahan, ISIS mengklaim kendali agama, politik, dan
militer atas seluruh kaum muslimin di seluruh dunia, dan keabsahan semua keamiran,
kelompok, negara, dan organisasi tidak diakui lagi oleh ISIS setelah kekuasaan khilafah
meluas dan pasukannya tiba di wilayah mereka.5
B. Jaringan, Loyalis, dan Wilayah Dudukan
Sejak itulah ISIS gencar melakukan invasi untuk melebarkan wilayah kekuasaannya
sekaligus menarik dukungan dari kelompok-kelompok lain. Hasilnya cukup berhasil. Pada
Juli 2014, ISIS berhasil merekrut lebih dari 6.300 orang, sebagaimana yang dilaporkan oleh
Syrian Observatory for Human Rights. Beberapa di antaranya diduga pernah menjadi bagian
dari Pasukan Pembebasan Suriah. Pada 23 Juli 2014, pemimpin Abu Sayyaf, Isnilon Totoni
Hapilon, dan sejumlah pria bertopeng berbaiat kepada al-Baghdadi lewat rekaman video,
sehingga ISIS juga hadir di Filipina. Bulan September 2014, kelompok ini mulai menculik
orang-orang untuk dimintai tebusan atas nama ISIS.6 Pada 3 Agustus 2014, ISIS menduduki
kota Zumar, Sinjar, dan Wana di Irak utara.7 Pada akhir Oktober 2014, 800 militan radikal
yang menguasai sebagian kota Derna dan Libya berbaiat kepada Abu Bakr al-Baghdadi.
Derna menjadi kota pertama di luar Suriah dan Irak yang menjadi bagian dari ISIS.8
5
"Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL)". Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal 13
Desember 2015.
6
Maria
A.
Ressa,
(4
August
2014).
Rappler
(Pasig
City,
Philippines)
http://www.rappler.com/nation/65199-abu-sayyaf-leader-oath-isis, diakses pada 24 Maret 2016.
7
Tim Arango, (3 August 2014). "Sunni Extremists in Iraq Seize 3 Towns From Kurds and
Threaten Major Dam". The New York Times. Diakses tanggal 24 Maret 2016.
8
"Libyan city declares itself part of Islamic State caliphate". Chapter 24, diakses pada 6
Maret 2016.
52
Kemudian, 10 November 2014, faksi besar dari kelompok militan Anshar Bait al-Maqdis asal
Mesir menyatakan diri berbaiat kepada ISIS.9
Salah satu wilayah yang menjadi target pengaruh ISIS adalah Yaman. Pada
pertengahan Januari 2015, seorang pejabat Yaman mengatakan bahwa ISIS memiliki
puluhan anggota di Yaman, dan mereka berebut kekuasaan dengan al-Qaeda di Jazirah Arab
atau Al-Qaeda in Arab Peninsula (AQAP).10 Pada bulan itu pula, pejabat Afghanistan
membenarkan bahwa ISIS hadir di Afghanistan setelah merekrut 135 militan pada akhir
Januari.11 Pada akhir Januari 2015, dikabarkan anggota ISIS telah menyusup ke Uni Eropa
dengan berpura-pura menjadi pengungsi sipil yang mengungsi dari zona perang Irak dan
Syam. Seorang perwakilan ISIS mengklaim bahwa ISIS berhasil menyelundupkan 4.000
anggotanya, dan mereka merencanakan rangkaian serangan di Eropa sebagai balasan atas
serangan udara terhadap target-target ISIS di Irak dan Suriah.12
Di benua Afrika, ISIS telah melebarkan sayapnya ke Libya, Nigeria, Niger, Chad, dan
Kamerun. Pada awal Februari 2015, militan ISIS di Libya berusaha menduduki sebagian
pedesaan di sebelah barat Sabha dan wilayah yang mencakup kota Sirte, Nofolia, dan
pangkalan militer di selatan kedua kota tersebut. Pada bulan itu juga, sebagian anggota Ansar
al-Sharia di Yaman berpisah dari al-Qaeda dan berbaiat kepada ISIS. Pada awal Maret 2015,
9
"Egypt jihadists vow loyalty to IS as Iraq probes leader's fate". Agence France-Presse (10
November 2014). Diakses 9 Maret 2016.
10
"ISIS gaining ground in Yemen, competing with al Qaeda". CNN. 21 January 2015.
http://edition.cnn.com/2015/01/21/politics/isis-gaining-ground-in-yemen/. Diakses tanggal 10 Maret
2016.
11
"Officials
confirm
ISIL
present
in
Afghanistan".
Al
Jazeera.
http://www.aljazeera.com/news/asia/2015/01/afghan-officials-confirm-isil-presence.html.
Diakses
pada 10 Maret 2016.
12
Giglio, Mike; al-Awad, Munzer. "ISIS Operative: This Is How We Send Jihadis To
Europe". BuzzFeed. Diakses pada 10 Maret 2016.
53
ISIS menduduki sebagian kecil wilayah Libya, termasuk sebuah kota di sebelah barat Derna,
wilayah sekitar Sirte, sepetak lahan di Libya selatan, sebagian wilayah dekat Benghazi, dan
sebagian wilayah di sebelah timur Tripoli. Pada 7 Maret 2015, Boko Haram juga menyatakan
berbaiat kepada ISIS sehingga ISIS hadir di Nigeria, Niger, Chad, dan Kamerun. Bahkan,
pada 13 Maret 2015, kelompok militan dari Gerakan Islam Uzbekistan berbaiat kepada ISIS,
kelompok tersebut merilis video lain pada 31 Juli 2015 yang menampilkan baiat pemimpin
spiritualnya kepada ISIS. Tanggal 30 Maret 2015, pejabat syariah senior Ansar al-Sharia di
Libya, Abdullah Al-Libi, pindah ke ISIS. 13
Berdasarkan data yang dimiliki Reuters, disebutkan bahwa 90% pejuang ISIS di Irak
adalah warga Irak dan 70% pejuang di Suriah adalah warga Suriah. Artikel tersebut
menyatakan bahwa kelompok tersebut memiliki 40.000 pejuang dan 60.000 pendukung di
Irak dan Suriah.14 Kemudian, menurut laporan Dewan Keamanan PBB Maret 2015, 22.000
pejuang asing dari 100 negara telah berangkat ke Suriah dan Irak, sebagian besar hendak
mendukung ISIS. Laporan tersebut memperingatkan bahwa Suriah dan Irak telah menjadi
"tempat pendidikan ekstremis tahap akhir". Pada pertengahan 2014, pemimpin ISIS Abu Bakr
al-Baghdadi menyerukan, "Berangkatlah, wahai umat Islam, ke negaramu ...". Laporan PBB
Mei 2015 menunjukkan bahwa 25.000
pejuang asing dari 100 negara telah bergabung
dengan berbagai kelompok "Islamis". Banyak di antaranya yang bekerja untuk ISIS atau alQaeda.15 Terrorism Research and Analysis Consortium (TRAC) mengidentifikasi 60
kelompok jihadis di 30 negara yang telah berbaiat atau mendukung ISIS per November 2014.
13
Von Drehle, David (26 February 2015). "What Comes After the War on ISIS". Time.
Diakses pada 7 Maret 2016.
14
"Saddam's former army is secret of Baghdadi's success". Reuters. 16 June 2015. Diakses
pada 5 Maret 2016.
15
"UN says '25,000 foreign fighters' joined Islamist militants". BBC News. 2 April 2015.
Diakses pada 2 Maret 2016.
54
Kelompok-kelompok ini sebelumnya berafiliasi dengan al-Qaeda sehingga menunjukkan
adanya peralihan kepemimpinan jihad global ke ISIS.16
Tidak hanya di luar negeri, pengaruh ISIS telah menyebar di dalam negeri. Di
Indonesia, para pendukung ISIS tidak kurang dari 18 kelompok radikal, sebagaimana yang
pernah disebutkan oleh Rohan Gunaratna, peneliti terorisme dari Universitas Nanyang
Singapura, 15 di antaranya sudah membaiat Abu Bakar Al-Baghdadi sebagai khalifah mereka
dan 3 lainnya baru sekadar menyatakan dukungan. Kelima belas kelompok tersebut adalah
Mujahidin Indonesia Barat (MIB), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Jamaah Ansharuut
Tauhid (JAT), Ring Banten, Jamaah Tawhid wal Jihad (TWJ), Forum Aktivis Syariah Islam
(Faksi), Pendukung dan Pembela Daulah, Gerakan Reformasi Islam, Asybal Tawhid
Indonesia, Kongres Umat Islam Bekasi, Umat Islam Nusantara, Ikhwan Muwahid Fie
Indunisy, Jazirah al-Muluk (Ambon), Ansharul Kilafah Jawa Timur, Halawi Makmun Group,
Gerakan Tawhid Lamongan, Khilafatul Muslimin, Laskar Jundullah. Kelima belas kelompok
tersebut bergabung dalam satu organisasi yang diberi nama Jamaah Ansharu Daulah (JAD).17
Di tingkat global, sebagaimana yang dirilis kompas.com sudah 31 kelompok radikal
yang menyatakan dukungan terhadap ISIS, termasuk nama-nama kelompok yang sudah
disebutkan di atas, seperti Boko Haram yang sudah menyebabkan kematian puluhan ribu
warga Nigeria dan mengakibatkan sejuta orang lainnya mengungsi dalam beberapa tahun
terakhir. Ketiga puluh satu kelompok dimaksud adalah Al-I'tisam of the Quran and Sunnah
(Sudan), Abu Sayyaf (Filipina), Ansar al-Khilafah (Filipina) Ansar al-Tawhid di India
16
Mohammed, Riyadh (16 November 2014). "ISIS Beheads Another American As 60 New
Terror Groups Join". The Fiscal Times. Diakses pada 7 Maret 2016.
17
Lihat:
―18
Kelompok
Ekstrimis-Islam
Pro
ISIS
di
Indonesia‖
dalam
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/03/24/nlove5-18-kelompok-indonesia-milikihubungan-dengan-isis, diakses pada Sabtu, 5 Des 2015.
55
(India), Pejuang Pembebasan Islam Bangsamoro (BIFF [Filipina]),
Bangsmoro Justice
Movement (BJM [Filipina]), Batalion al-Huda Battalion di Maghreb (Aljazair), Brigade
Pahlawan Islam Khorasan (Afganistan), Para Tentara Kalifah Aljazair (Aljazair), Jundullah
(Pakistan), Gerakan Islam Uzbekistan (IMU [Pakistan]), Dewan Pemuda Syura Islam
(Libya), Jaish al-Sahabah di Levant (Suriah), Faksi Katibat al-Imam Bukhari (Syria), Jamaat
Ansar Bait al-Maqdis (Mesir) Jund al-Khilafah Mesir (Mesir), Liwa Ahrar al-Sunna di
Baalbek (Lebanon),
Negara Islam Libta (Darnah [Libya]),
Para Singa Libya (Tak
Terkonfirmasi), Dewan Syura Shabab al-Islam Darnah (Libya), Mujahidin Indonesia Timor
(MIT [Indonesia]),
Dewan Syura Mujahidin di Jerusalem (MSCJ [Egypt]), Tehreek-e-
Khilafat (Pakistan), Batalion Okba Ibn Nafaa (Tunisia), Mujahidin Yaman (Yaman),
Pendukung Negara Islam Yaman (Yaman), Brigade al-Tawheed di Khorasan (Afganistan),
Pendukung Negara Islam di Tanah Dua Masjid Suci (Arab Saudi), Ansar al-Islam (Irak),
Pemimpin Mujahid Khorasan (Pakistan), Boko Haram (Nigeria).18
Dengan didukung kekuatan Foreign Fighter dari luar negeri, ISIS telah menjadi
kekuatan militan terbesar dan berpengaruh di Timur Tengah. Pada awal 2015, wartawan
Mary Anne Weaver memperkirakan bahwa ISIS beranggotakan 15.000 pejuang dari lebih
dari 80 negara pada November 2014. Intelijen Amerika Serikat memperkirakan peningkatan
jumlah pejuang asing sebesar 20.000 orang pada Februari 2015, termasuk 3.400 orang dari
negara-negara Barat. Statistik per negara: 3.000 pejuang dari Tunisia, 2.500 dari Arab Saudi,
1.700 dari Rusia, 1.500 dari Yordania, 1.500 dari Maroko, 1.200 dari Perancis, 1.000 dari
Turki, 900 dari Lebanon, 700 dari Jerman, 600 dari Libya. 600 dari Britania Raya, 500 dari
Indonesia, 500 dari Uzbekistan, 500 dari Pakistan, 440 dari Belgia, 360 dari Turkmenistan,
360 dari Mesir, 350 dari Serbia, 330 dari Bosnia, 300 dari China, 300 dari Kosovo, 300
18
Lihat: ―Sebanyak 31 Kelompok Militan Dukung ISIS‖ dalam internasional.kompas.com,
diakses pada Sabtu, 5 Des. 2015.
56
dari Swedia, 250 dari Australia, 250 dari Kazakhstan, 250 dari Belanda, 200-300 dari
Azerbaijan, 200 dari Austria, 200 dari Aljazair, 200 dari Malaysia, 190 dari Tajikistan, 180
dari Amerika Serikat, 150 dari Norwegia, 150 dari Denmark, 140 dari Albania, 133 dari
Spanyol, 130 dari Kanada, 110 dari Yaman, 100 dari Sudan, 100 dari Kyrgyzstan, 80 dari
Italia, 70–80 dari Palestina, 70 dari Somalia, 70 dari Kuwait, 70 dari Finlandia, 50 dari
Ukraina, 40–50 dari Israel, 40 dari Irlandia, 40 dari Swiss, sedikitnya 30 dari Georgia, 23
dari Argentina, 18 dari India, 10–12 dari Portugal, dan 3 dari Filipina. Menurut pernyataan
mantan pemimpin senior NI, para pejuang mendapatkan suplai makanan, bensin, dan rumah
tanpa upah, tidak seperti pejuang Irak atau Suriah.19
C. Ideologi
Menurut Richard, sebagaimana dikutip Reno Muhammad, ISIS memiliki kemiripan dengan
kelompok Salafi atau Wahhabi. ISIS mengikuti penafsiran Islam ekstrem, mendukung
kekerasan agama, dan menganggap Muslim yang tidak sepakat dengan penafsirannya sebagai
kafir atau murtad.20 Menurut Hayder al-Khoei, pemikiran ISIS diwakili oleh simbolisme
Bendera Hitam yang digunakan Muhammad saat bertempur. Bendera tersebut menampilkan
lambang Muhammad di dalam lingkaran putih disertai tulisan Tiada Tuhan selain Allah.
Simbolisme seperti itu mengacu pada kepercayaan ISIS bahwa kelompoknya akan
mengembalikan kejayaan kekhalifahan Islam zaman dulu beserta seluruh pengaruh politik,
agama, dan eskatologinya. Menurut sejumlah pengamat, ISIS terbentuk dari ideologi
Ikhwanul Muslimin, kelompok Islamis pasca-Utsmaniyah pertama yang berdiri pada akhir
19
Mary Anne Weaver (19 April 2015). "Her Majesty‘s Jihadists". The New York Times.
http://www.nytimes.com/2015/04/19/magazine/her-majestys-jihadists.html?_r=0, Diakses tanggal 14
Februari 2016.
20
Reno Muhammad, ISIS: Mengungkap Fakta Terorisme Berlabel Islam, Jakarta: Noura
Book, 2014, h. xiv.
57
1920-an di Mesir. ISIS mengikuti prinsip jihadis global dan ideologi garis keras al-Qaeda dan
kelompok jihadis modern lainnya. Namun demikian, sumber-sumber lain menyebutkan
bahwa kelompok ini berakar dari Wahhabisme, berdasarkan kesamaan-kesamaan konsep
yang diusung oleh Wahabi, seperti tauhid, syirik, munafik, sesat, murtad. Konsep syirik inilah
yang antara lain dijadikan alasan untuk menghancurkan banyak benda-benda peninggalan
sejarah kuno. Kendati demikian, menurut hemat penulis, lagi-lagi misinya ekonomi dan
kekuasaan. Sebab, tidak semua benda itu dihancurkan, tetapi dijual dengan harga tinggi,
sebagaimana akan dipaparkan.
Sebagai prinsip penuntunnya, para pemimpin Negara Islam membuka dan
memperjelas komitmennya terhadap aliran Wahhabi Islam Sunni. Kelompok ini
menyebarkan gambar-gambar buku teks agama Wahhabi dari Arab Saudi di sekolah-sekolah
yang dikendalikannya. Video dari wilayah ISIS menampilkan teks-teks Wahhabi yang
ditempelkan di samping mobil dakwah resmi. Menurut The Economist, para penentang di
ibukota ISIS, Al-Raqqah, melaporkan bahwa kedua belas hakim yang saat ini menjalankan
sistem peradilan [di sana] ... adalah orang Saudi. Praktik Wahhabi Saudi yang juga dianut
kelompok ini adalah pembentukan polisi agama untuk menertibkan masyarakat dan
mewajibkan salat di masjid, pelaksanaan hukuman mati, dan penghancuran atau penataan
ulang bangunan keagamaan non-Sunni. Bernard Haykel menyebut niat al-Baghdadi sebagai
Wahhabisme yang belum dijinakkan. ISIS bertujuan mengembalikan masa-masa kejayaan
awal Islam dan menolak segala bidah atau penyesuaian agama Islam yang dianggap
menyesatkan tujuan aslinya. ISIS mengutuk rezim-rezim modern dan Kesultanan Utsmaniyah
karena keluar dari Islam yang sejati. ISIS juga berusaha membangkitkan kembali proyek
pendirian kekhalifahan Wahhabi yang diatur oleh doktrin Salafis yang ketat. Mengikuti
tradisi Salafi-Wahhabi, ISIS mencap para pengikut hukum sekuler, termasuk pemerintah
Arab Saudi, sebagai kaum murtad. Kaum Salafi seperti ISIS percaya bahwa hanya
58
kewenangan sah-lah yang dapat memimpin jihad, dan prioritas utama di wilayah pertempuran
seperti negara-negara non-Muslim adalah penyucian umat Islam. Contohnya, ISIS
menganggap kelompok Sunni Palestina, Hamas, kafir yang tidak punya kewenangan sah
untuk memimpin jihad. Mereka juga menganggap pertempuran melawan Hamas sebagai
tahap pertama pertempuran melawan Israel oleh ISIS. Namun, sebagian pengamat melihat
mengapa ISIS hingga kini tidak menyerang Israel, karena ISIS menganggap Israel bukan
sebagai penghalang dan ancaman. Ini pula yang mengundang pertanyaan besar dari sejumlah
tokoh dunia. Palestina yang tengah berjuang sendirian, justru tidak dibantu oleh ISIS yang
mengklaim sebagai khilafah islamiyah.21
Tuduhan ISIS sebagai penganut Wahabi terlihat dalam doktrin pemurnian tauhid yang
berlebihan, anti syirik, anti bid‘ah, dan anti ziarah. Oleh sebab itu, mereka berusaha
menghancurkan kuburan-kuburan yang banyak diziarahi sekaligus benda-benda bersejarah
lainnya. ISIS menganggap berdoa di kuburan sebagai tindakan syirik dan berupaya
menyucikan kaum kafir. ISIS menggunakan alat berat untuk menghancurkan berbagai
bangunan dan situs arkeologi. Bernard Haykel menyebut tindakan al-Baghdadi sebagai
"Wahhabisme yang belum jinak". Ia mengatakan, "Bagi Al Qaeda, kekerasan adalah cara
mencapai tujuan; bagi ISIS, [kekerasan] adalah tujuan itu sendiri". Penghancuran makam dan
tempat suci Nabi Yunus, masjid Imam Yahya Abu al-Qassimin abad ke-13, tempat suci nabi
Jerjis abad ke-14, dan upaya penghancuran menara Hadba di Masjid Agung Al-Nuri abad ke12 pada bulan Juli 2014 dijuluki sebagai "tindakan Wahhabisme ekstrem yang tidak dicegah.
Ada serangakain ledakan yang menghancurkan bangunan zaman Asiria, kata direktur
Museum Nasional Irak, Qais Rasyid, mengacu pada penghancuran tempat suci Yunus. Ia
menyebut kasus lain ketika Daesh (ISIS) mengumpulkan lebih dari 1.500 manuskrip dari kuil
21
Ikhwanul Kiram Mashuri, ―Mengapa ISIS tak Menjadikan Israel sebagai Musuh?‖ Lihat:
www.republika.co.id, diakses 15 Maret 2016.
59
dan tempat suci lainnya dan membakarnya di alun-alun kota". Pada Maret 2015, NIIS
kabarnya menghancurkan kota Nimrud yang dibangun pada zaman Asiria abad ke-13 SM
dengan alasan syirik. Direktur Jenderal UNESCO menganggap tindakan tersebut sebagai
kejahatan perang.22
Sebagaian pengamat mencap ISIS sebagai takfiri dan Khawarij dari kelompok
perpejuangan di Suriah dengan alasan berikut: Pertama, sikap mudah mengkafirkan dan
menghalalkan darah orang lain yang tidak sekelompok dengan dirinya. Kedua, menyerang
sesama pejuang Suriah, termasuk Jabhat al-Nushrah (cabang resmi Al Qoidah di Suriah),
Ahrarus Syam, Jabhah al-Islamiyah. Dengan begitu, konsentrasi para pejuang melawan
kekejaman rezim Presiden Bassar Assad & Rusia menjadi terpecah. Ketiga, menolak
mahkamah syariah yang digagas para ulama netral untuk mengadili perselisihan para pejuang
Suriah. Keempat, menolak perintah al-Qaeda untuk kembali ke irak, dan malah menuduh
balik Al Qaidah sebagai pendukung Sykes-Picot. Kelima, berlebih-lebihan (ghuluw), bahkan
di luar batas dalam memberi hukuman, seperti memenggal, menyalib, membakar, atau
menyeret, yang sesungguhnya Islam sendiri melarang keras semua tindakan semena-mena
semacam itu. Atas tindakan brutalnya itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut ISIS
telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan kejahatan perang. Amnesty
International melaporkan bahwa kelompok ini telah melakukan pembersihan etnis berskala
sangat besar. Kelompok ini dicap sebagai organisasi teroris oleh PBB, Uni Eropa, dan
negara-negara anggotanya, Amerika Serikat, India, Indonesia, Israel, Turki, Arab Saudi,
Suriah, dan negara-negara lain. Lebih dari 60 negara secara langsung atau tidak langsung
berperang melawan ISIS.23
22
23
Adil Rasheed, ISIS: Race to Armageddon, New Delhi: Vij Book India, 2015, h. 58.
"Iraq crisis: Islamic State accused of ethnic cleansing". BBC News. 2 September 2014.
Diakses tanggal 25 September 2014.
60
Banyak yang bertanya mengapa ISIS sering bentrok dengan para pejuang lain?
Semula ISIS adalah kelompok Tauhid wal Jihad yang dipimpin oleh Abu Mushab al Zarqawi
lalu bergabung dengan al-Qaeda dan menjadi cabang resmi al-Qaeda di Irak. Namun
kemudian haluannya menjadi berbeda arah karena diduga disusupi oleh agen-agen Partai
Ba‗ats, partai sosialis peninggalan Saddam Husein, sejak ditinggal Abu Mushab al Zarqawi.
Pemukanya adalah Haji Bakar yang menjadi orang paling berpengaruh di ISIS. Haji Bakarlah yang mengorganisir agar Abu Bakar al-Bagdadi menjadi pemimpin pengganti Abu
Umar.24
Di kemudian hari setelah Haji Bakar tewas ditemukan bahwa dia berpaspor Iran.
Sehingga tidak heran beberapa kali terjadi kesepakatan ISIS dengan rezim Bashar Assad yang
didukung oleh Iran, di antaranya adalah ketika rezim berkali-kali tidak bisa menembus
pertahanan kelompok jihadi di beberapa area di Aleppo, lalu ISIS masuk ke bukit Teame di
Aleppo, kemudian memberi jalan kepada rezim. Ketika itu, komunikasi antara ISIS dan rezim
terdengar di radio para jihadis lain, sehingga mereka mengetahui kesepakatan jahat ini.
Akibatnya penjara pusat Aleppo dan daerah industri Syaikh Najjar jatuh ke tangan rezim
yang mengakibatkan pembantaian terhadap warga Sunni rezim.
D. Pendanaan
Berdasarkan penelitian yang dirangkum oleh Financial Action Task Force tahun 2015,
terdapat lima sumber pendapatan utama ISIS yaitu: Pertama, rampasan dari pendudukan
wilayah, termasuk penguasaan bank, sumber minyak dan gas, pajak, pemerasan, dan
perampokan aset-aset ekonomi. Kedua, tebusan sandera atau tawanan. Ketiga, sumbangan
dari Arab Saudi dan negara-negara Teluk, biasanya beralasan "sumbangan kemanusiaan".
24
Zelin, Aaron Y. (June 2014). "The War between ISIS and al-Qaeda for Supremacy of the
Global Jihadist Movement" (PDF). Research Notes (Washington Institute for Near East Policy).
Diakses tanggal 26 August 2014.
61
Keempat, bantuan material oleh pejuang asing. Kelima, penggalangan dana lewat jaringan
komunikasi modern.25
Namun, sejatinya sumber pendanaan ISIS tersebut lebih banyak berasal dari internal.
Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian dari RAND Corporation pada 2014 yang
menganalisis sumber pendanaan ISIS dari dokumen yang diperoleh antara tahun 2005 dan
2010 dan menemukan bahwa sumbangan luar negeri hanya mencakup 5% dari total anggaran
operasional kelompok ini. Sel-sel di Irak diwajibkan mengirim 20% pendapatannya yang
diperoleh dari penculikan, pemerasan, dan aktivitas lain ke induknya. Induk organisasi
tersebut akan menyalurkannya ke sel-sel provinsi atau lokal yang membutuhkan dana untuk
melancarkan serangan.26
Saat ini, ISIS dapat dibilang merupakan kelompok jihadis terkaya di dunia. Pada
pertengahan 2014, intelijen Irak mendapatkan informasi bahwa ISIS memiliki aset senilai
US$2 miliar. Sekitar tiga per empat jumlah tersebut dirampok dari bank sentral Mosul dan
bank-bank komersial di Mosul. Akan tetapi, sebagian pihak meragukan apakah ISIS mampu
merampok uang sedemikian besarnya dari bank sentral dan apakah perampokan bank benarbenar terjadi. 27
Sejak 2012, ISIS merilis laporan tahunan layaknya laporan operasional perusahaan
untuk menarik calon donatur. Seorang pejabat Kementerian Keuangan Amerika Serikat
memperkirakan bahwa ISIS memiliki pendapatan US$1 juta per hari lewat aktivitas ekspor
25
"Financing of the Terrorist Organisation Islamic State in Iraq and the Levant" (PDF).
Financial Action Task Force. February 2015. Diakses pada 12 Maret 2016.
26
Allam, Hannah (23 June 2014). "Records show how Iraqi extremists withstood U.S. anti-
terror efforts". McClatchy News. Diakses pada 3 Maret 2016.
27
Chulov, Martin (15 June 2014). "How an arrest in Iraq revealed Isis's $2bn jihadist
network". The Guardian. Diakses tanggal 17 June 2014.
62
minyak. Pada tahun 2014, analis energi asal Dubai memperkirakan bahwa pendapatan minyak
gabungan dari wilayah Irak dan Suriah yang diduduki ISIS mencapai US$3 juta per hari.
Tahun 2014, sebagian besar pendanaan kelompok ini berasal dari produksi dan penjualan
energi; ISIS menguasai kurang lebih 300 sumur minyak di Irak. Pada puncaknya, ISIS
mengoperasikan 350 sumur minyak di Irak, namun kehilangan 45 sumur akibat serangan
udara pasukan asing. ISIS telah menguasai 60% kapasitas produksi minyak Suriah. Sekitar
seperlima kapasitas totalnya dioperasikan oleh ISIS. ISIS mendapatkan US$2,5 juta per hari
dengan menjual 50.000–60.000 barel minyak per hari. Penjualan luar negeri bergantung pada
pasar gelap ekspor ke Turki. Banyak penyelundup dan penjaga perbatasan Turki korup yang
membantu Saddam Hussein menghindari sanksi justru membantu ISIS mengekspor minyak
dan mengimpor uang tunai. Pendapatan energi ISIS juga mencakup penjualan listrik dari
pembangkit listrik di Suriah utara; sebagian listrik tersebut kabarnya dijual kembali ke
pemerintah Suriah.28
Sumber pendanaan ISIS terbesar kedua diperkirakan melalui penjualan artefak. Lebih
dari sepertiga situs sejarah Irak dikuasai oleh ISIS. ISIS menjarah istana raja Asiria
Ashurnasirpal II di Kalhu (Nimrud) yang sudah berdiri sejak abad ke-9 SM. Tablet,
manuskrip, dan kuneiform dijual senilai ratusan juta dolar. Artefak jarahan diselundupkan ke
Turki dan Yordania. Abdulamir al-Hamdani, arkeolog SUNY Stony Brook, mengatakan
bahwa ISIS
"menjarah... akar terdasar umat manusia, artefak dari peradaban tertua di
dunia".29
28
Bronstein, Scott; Drew Griffin (7 October 2014). "Self-funded and deep-rooted: How ISIS
makes its millions". CNN. Diakses pada 9 Maret 2016.
29
Giovanni, Janine; McGrath Goodman, Leah; Sharkov, Damien (6 November 2014). "How
Does ISIS Fund Its Reign of Terror?". Newsweek. Diakses pada 10 Maret 2016.
63
Selain itu, ISIS juga mengumpulkan kekayaannya lewat pajak dan pemerasan. Terkait
pajak, umat Kristen dan orang asing wajib membayar pajak jizyah. Selain itu, kelompok ini
rutin melakukan pemerasan dengan meminta uang dari sopir truk dan mengancam mengebom
toko. Merampok bank dan toko emas merupakan salah satu sumber pendapatan ISIS.
Pemerintah Irak secara tidak langsung mendanai ISIS karena pemerintah masih terus
membayar gaji ribuan karyawan pemerintah yang bekerja di wilayah ISIS; ISIS kemudian
memangkas separuh gaji karyawan pemerintah Irak. Polisi, guru, dan tentara yang
sebelumnya bekerja untuk rezim sekuler Irak masih diizinkan bekerja apabila mereka
membayar iuran kartu pertobatan yang harus diperpanjang setiap tahunnya.30
Tidak hanya perampokan, ISIS diduga juga telah melakukan penjualan narkotika,
guna meningkatkan pendapatannya. Hal tersebut sebagaimana pernyataan Victor Ivanov,
kepala badan narkotika nasional Rusia, yang menyebutkan bahwa ISIS mengumpulkan
kekayaan dengan menyelundupkan heroin Afghanistan melintasi wilayahnya seperti yang
dilakukan Boko Haram. Pendapatan dari aktivitas ini bisa mencapai $1 miliar per tahunnya.
Lahan pertanian antara sungai Tigris dan Eufrat menghasilkan separuh produksi gandum
tahunan Suriah dan sepertiga produksi gandum tahunan Irak. ISIS mampu memproduksi hasil
tani senilai US$200 juta per tahun bila lahannya dikelola dengan baik.31
Terkait pendanaan dari luar negeri, pada Juni 2014, surat kabar The Daily Beast
menuduh Arab Saudi, Kuwait, dan Qatar mendanai ISIS. Pemerintah Iran dan Irak juga
menuduh Arab Saudi dan Qatar mendanai kelompok tersebut. Menjelang konferensi pro-Irak
anti-ISIS yang diselenggarakan di Paris tanggal 15 September 2014, menteri luar negeri
30
Simpson, Cam; Philips, Matthew (19 November 2015). "Why ISIS has all the money it
needs". Bloomberg Business. Diakses pada 6 Maret 2016.
31
"ISIS economy based on illegal drug trade – Russian anti-drug chief". RT. 23 Juli 2015.
Diakses tanggal 16 Maret 2016.
64
Perancis mengakui bahwa sejumlah negara yang hadir (Saudi, Qatar, dan Kuwait) "sangat
mungkin" mendanai operasi ISIS.32 Menurut The Atlantic, ISIS bisa jadi merupakan bagian
dari strategi operasi rahasia Bandar bin Sultan di Suriah.33
Beberapa organisasi amal tak terdaftar menjadi perantara dana ke ISIS dengan alasan
"sumbangan kemanusiaan". Arab Saudi menerapkan larangan menyeluruh untuk sumbangan
tak berizin ke Suriah demi menghentikan arus dana tersebut. Namun demikian, sejumlah
sumber menegaskan tidak ada bukti bahwa ISIS didukung langsung oleh negara-negara
Teluk.34
E. Media dan Propaganda
Hal yang menonjol dari organisasi ISIS adalah propagandanya yang gencar dan masif. ISIS
memakai Bendera Hitam Islam dan merancang lambang yang memiliki makna simbolis di
kalangan umat Islam. Pada November 2006, tidak lama setelah mengubah namanya menjadi
Negara Islam Irak, kelompok ini mendirikan Al-Furqan Foundation for Media Production
untuk keperluan pembuatan CD, DVD, poster, pamflet, dan produk propaganda web
sekaligus pernyataan resmi. NIIS mulai memperluas kehadiran medianya pada 2013 lewat
pembentukan sayap media keduanya bernama Al-I'tisam Media Foundation pada Maret dan
Ajnad Foundation for Media Production untuk pembuatan nasyid dan konten suara pada
Agustus. Pada pertengahan 2014, ISIS mendirikan Al-Hayat Media Center yang menargetkan
masyarakat Barat dan memproduksi material berbahasa Inggris, Jerman, Rusia dan Perancis.
32
Rogin, Josh (14 June 2014). "America's Allies Are Funding ISIS". The Daily Beast.
Diakses pada 14 Maret 2016.
33
Clemons, Steve (23 June 2014). "'Thank God for the Saudis': ISIS, Iraq, and the Lessons of
Blowback". The Atlantic. Diakses pada 13 Maret 2016.
34
Black, Ian (19 June 2014). "Saudi Arabia rejects Iraqi accusations of Isis support". The
Guardian. Diakses pada 13 Maret 2016.
65
Ketika ISIS mengumumkan perluasannya ke negara lain pada November 2014, organisasi ini
mendirikan departemen media untuk cabang-cabang barunya. Sayap media ISIS menjamin
bahwa cabang-cabangnya mengikuti model pemasaran yang dipakai di Irak dan Suriah. Pada
Desember 2014, Direktur FBI James Comey menyatakan bahwa "propaganda ISIS sangat
bagus. Mereka mengudara sedikitnya dengan 23 bahasa. 35
Melalui al-Hayat, sejak Juli 2014, ISIS mulai menerbitkan majalah digital bernama
Dabiq, dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Inggris. Menurut majalah tersebut, namanya
diambil dari nama kota Dabiq di Suriah utara yang disebutkan dalam sebuah hadits mengenai
Hari Kiamat. Al-Hayat juga menerbitkan majalah digital berbahasa Turki bernama
Konstantiniyye, nama Istanbul dalam bahasa Turki Utsmaniyah, pada bulan Juni 2015.
Kelompok ini juga mengoperasikan jaringan radio Al-Bayan yang menyiarkan buletin
berbahasa Arab, Rusia, dan Inggris, dan meliput aktivitasnya di Irak, Suriah, dan Libya.36
Pemanfaatan media sosial oleh ISIS bahkan diakui lebih hebat daripada sebagian
besar perusahaan Amerika Serikat. Organisasi ini sering menggunakan media sosial, terutama
Twitter, untuk menyebarkan pesan-pesannya dengan melakukan kampanye tagar, mengepos
kicauan di tagar populer, dan memanfaatkan aplikasi perangkat lunak yang memungkinkan
propagandanya tersebar secara otomatis lewat akun para pendukungnya. Seorang pengamat
mengatakan bahwa ISIS lebih mahir memanfaatkan
social media daripada kelompok-
kelompok jihadis lainnya. Kehadiran mereka di media sosial sangat teratur. Pada Agustus
2014, Twitter menutup beberapa akun yang berhubungan dengan ISIS. NIIS membuat lagi
35
Khalaf, Roula; Jones, Sam (17 June 2014). "Selling terror: how ISIS details its brutality".
Financial Times. Diakses tanggal 18 Maret 2016.
36
"Dabiq: What Islamic State's New Magazine Tells Us about Their Strategic Direction,
Recruitment Patterns and Guerrilla Doctrine". The Jamestown Foundation. 1 August 2014. Diakses
tanggal 17 Maret 2016.
66
dan mempublikasikan akun-akun barunya keesokan harinya, namun ditutup lagi oleh Twitter.
Kelompok ini berusaha beralih ke situs media sosial alternatif seperti Quitter, Friendica, dan
Diaspora. Namun demikian, Quitter dan Friendica berusaha melenyapkan akun-akun NIIS
dari situs mereka.37
Salah satu propaganda yang sangat menonjol dari ISIS adalah penerbitan video dan
foto pemenggalan, penembakan, pembakaran atau penenggelaman tahanan. Wartawan Abdel
Bari Atwan menyebut konten media ISIS sebagai bagian dari "kebijakan yang diterapkan
secara sistematis". Kekejaman pembunuhannya "menjamin" naiknya perhatian media dan
masyarakat. Sesuai rencana strategiawan al-Qaeda Abu Bakr Naji, ISIS berharap bahwa
"kekejaman" akan membuat musuh-musuh Baratnya "jengkel dan lelah" dan menarik
Amerika Serikat ke lapangan untuk melawan ISIS. Pasukan yang tidak berniat untuk
memenangkan perang berkelanjutan akan "dibuat lelah" secara militer.38
Selain citra brutal, ISIS juga mencitrakan dirinya sebagai ‗negara impian‘ yang
emosional, tempat orang-orang 'kembali', ketika semua orang adalah 'saudara' atau 'saudari'.
Adaptasi atau singkatan istilah Islam yang disesuaikan dengan bahasa prokem mulai merebak
di akun-akun media sosial berbahasa Inggris untuk menciptakan citra 'jihadi keren'. Alasan
psikologis yang paling manjur dari propaganda media ISIS adalah janji surga bagi para
pejuang yang syahid. Media ISIS sering mengepos foto jihadis syahid dengan wajah
tersenyum, 'salam' ISIS berupa 'telunjuk yang mengarah ke langit', dan kesaksian para janda
pejuang yang bahagia.
37
Berger, J. M. (16 June 2014). "How ISIS Games Twitter". The Atlantic. Diakses tanggal 17
Maret 2016.
38
Ruthven, Malise. "Inside the Islamic State. Review of Islamic State: The Digital Caliphate
by Abdel Bari Atwan". New York Review of Books (9 July 2015). Diakses pada 17 Maret 2016.
67
ISIS juga berusaha memaparkan "argumen [yang lebih] rasional" dalam seri
"pernyataan pers/diskusi" yang dibawakan oleh John Cantlie dan dipublikasikan di YouTube.
Salah satu "presentasi Cantlie" mengutip berbagai pejabat Amerika Serikat, baik petahana
maupun mantan, seperti Presiden Barack Obama dan pejabat CIA Michael Scheuer. Bulan
April 2015, sekelompok peretas yang mengaku berbaiat kepada ISIS meretas 11 saluran
televisi global milik TV5Monde selama beberapa jam dan mengambil alih halaman media
sosialnya selama hampir satu hari. Perusahaan keamanan siber Amerika Serikat, FireEye,
melaporkan bahwa serangan tersebut diyakini dilakukan oleh kelompok peretas asal Rusia
bernama APT28 yang diduga berhubungan dengan pemerintah Rusia.39
F. Kejahatan Agama
Dalam menjalani kehidupan beragama, ISIS memaksa orang-orang di wilayahnya untuk
menjalani hidup sesuai hukum syariah versi mereka. Banyak laporan mengenai penggunaan
ancaman hukuman mati, penyiksaan, dan mutilasi untuk memaksa perpindahan agama ke
Islam, dan pembunuhan sejumlah ulama karena menolak berbaiat kepada Negara Islam. ISIS
menargetkan tindakan kekerasannya terhadap Muslim Syiah, Alawi, Asiria, Kaldea, Suriah,
dan Kristen Armenia, Yazidi, Druze, Shabak, dan Mandea. Para pejuang ISIS menargetkan
sekte minoritas Alawi di Suriah. Negara Islam dan kelompok-kelompok jihadis lainnya
kabarnya memimpin serangan terhadap desa-desa Alawi di Kegubernuran Latakia, Suriah,
bulan Agustus 2013.
Terkait kejahatan ini, Amnesty International menyatakan bahwa ISIS bertanggung
jawab atas pembersihan etnis terhadap etnis dan kelompok minoritas agama tertentu di Irak
utara dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Aksi mereka membuat kaum
39
"France probes Russian lead in TV5Monde hacking: sources". Reuters. 10 June 2015.
Diakses tanggal 13 Maret 2016.
68
minoritas terancam terhapus dari peta Irak. Dalam laporan khusus yang dirilis 2 September
2014, ISIS secara sistematis menargetkan permukiman Muslim non-Arab dan non-Sunni,
membunuh atau menculik ratusan, mungkin ribuan, orang dan memaksa lebih dari 830.000
orang mengungsi dari wilayah yang didudukinya sejak 10 Juni 2014. Di antara orang-orang
tersebut terdapat kaum Kristen Asiria, Syiah Turkmen, Syiah Shabak, Yazidi, Kaka'i, dan
Mandea Sabea yang sudah hidup bersama selama berabad-abad di Provinsi Nineveh,
sebagian besar wilayahnya diduduki oleh ISIS.40
Tidak terhitung banyaknya kasus pembunuhan warga sipil yang dilakukan oleh ISIS.
Namun, setidaknya media mengungkap beberapa kasus, antara lain: pembunuhan warga sipil
dari kalangan agama dan etnis minoritas oleh ISIS di desa dan kota Quiniyeh (70–90 orang
Yazidi tewas), Hardan (60 orang Yazidi tewas), Sinjar (500–2.000 orang Yazidi tewas),
Ramadi Jabal (60–70 orang Yazidi tewas), Dhola (50 orang Yazidi tewas), Khana Sor (100
orang Yazidi tewas), Hardan (250–300 orang Yazidi tewas), al-Shimal (puluhan orang Yazidi
tewas), Khocho (400 orang Yazidi tewas dan 1.000 diculik), Jadala (14 orang Yazidi tewas),
dan Beshir (700 orang Turkmen Syiah tewas). Kasus pembunuhan lainnya terjadi di dekat
Mosul (670 tahanan Syiah di penjara Badush tewas) dan penjara Tal Afar, Irak (200 orang
Yazidi tewas karena menolak pindah agama). PBB memperkirakan bahwa 5.000 etnis Yazidi
dibunuh oleh NIIS saat sebagian wilayah Irak utara dicaplok kelompok tersebut bulan
Agustus 2014. Pada akhir Mei 2014, 150 anak laki-laki Kurdi dari Kobani berusia 14–16
tahun diculik dan disiksa, menurut laporan Human Rights Watch. Di kota Ghraneij, Abu
Haman, dan Kashkiyeh, 700 anggota suku Al-Shaitat yang beraliran Sunni dibunuh karena
merencanakan pemberontakan terhadap ISIS. PBB melaporkan bahwa pada bulan Juni 2014,
40
"Iraq crisis: Islamic State accused of ethnic cleansing". BBC News. 2 September 2014.
Diakses pada 8 Maret 2016.
69
ISIS telah membunuh puluhan ulama Islam Sunni yang menolak berbaiat kepada kelompok
tersebut.41
Bagi non-Muslim yang ingin tetap tinggal di wilayah pendudukan ISIS, diberi tiga
pilihan: pindah agama ke Islam, membayar jizyah, atau dibunuh. Sesuai pernyataan ISIS,
"Kami menawarkan mereka tiga pilihan: Islam; kontrak dzimmi yang mencakup pembayaran
pajak jizyah; bila menolak, jalan keluarnya hanyalah pedang." ISIS telah menerapkan aturan
serupa bagi umat Kristen di Raqqa, kota yang dulunya sangat liberal di Suriah.42
Setali tiga uang dengan kekerasan agama, ISIS diduga juga melakukan upaya
pembersihan etnis. Sebagaimana pada 23 Februari 2015, menanggapi serangan besar-besaran
Kurdi di Kegubernuran Al-Hasakah, ISIS menculik 150 orang Kristen Asiria dari pedesaan
dekat Tal Tamr (Tell Tamer) di Suriah timur laut setelah melancarkan serangan di kawasan
tersebut. Kampanye ISIS di permukiman Kurdi Dan Yazidi di Irak dan Suriah diduga
merupakan bagian dari rencana Arabisasi yang terorganisasi. Misalnya, seorang pejabat
Kurdi di Kurdistan Irak mengklaim bahwa kampanye ISIS di Sinjar merupakan bagian dari
program Arabisasi.43
Kejahatan tersebut tidak dilakukan secara tertutup, bahkan semasa konflik Irak tahun
2014, ISIS merilis puluhan video yang menampilkan perlakuan buruk terhadap warga sipil.
Banyak di antaranya yang menjadi target atas dasar agama atau etnis. Navi Pillay, Komisaris
41
Report on the Protection of Civilians in Armed Conflict in Iraq: 6 July – 10 September
2014 (PDF). ohchr.org (Report) (Human Rights Office of the High Commissioner for Human Rights
and United Nations Assistance Mission for Iraq).
42
Abedine, Saad; Mullen, Jethro (28 February 2014). "Islamists in Syrian city offer Christians
safety – at a heavy price". CNN. Diakses pada 13 Maret 2016.
43
Suleiman Al-Khalidi; Oliver Holmes (23 February 2015). Tom Heneghan, ed. "Islamic
State in Syria abducts at least 150 Christians". Reuters. Diakses tanggal 23 Maret 2016.
70
Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, memperingatkan soal kejahatan perang di zona perang Irak.
Ia juga merilis laporan PBB mengenai pembunuhan tentara Irak dan 17 warga sipil di satu
jalan raya Mosul oleh militan ISIS. PBB melaporkan bahwa dalam kurun 17 hari sejak 5 Juni
sampai 22 Juni, ISIS telah membunuh lebih dari 1.000 warga sipil Irak dan mencederai lebih
dari 1.000 orang. Setelah ISIS merilis foto para pejuangnya menembaki beberapa pemuda,
PBB menyatakan bahwa "eksekusi" berdarah dingin oleh militan di Irak utara sudah bisa
digolongkan sebagai kejahatan perang.44
Aksi kekerasan yang dilakukan ISIS tidak hanya terjadi di Irak, selanjutnya aksi
serupa juga terjadi di Suriah. Pada 29 Mei 2014, ISIS menyerbu sebuah desa di Suriah dan 15
warga sipil di sana dibunuh, termasuk sedikitnya enam anak, menurut Human Rights Watch.
Sebuah rumah sakit di kawasan tersebut menerima 15 jenazah pada hari yang sama. Syrian
Observatory for Human Rights melaporkan bahwa pada tanggal 1 Juni, seorang pria berusia
102 tahun dibunuh bersama keluarganya di sebuah desa di Kegubernuran Hama. Menurut
Reuters, 1.878 orang dibunuh oleh ISIS di Suriah sepanjang paruh akhir 2014, kebanyakan
di antaranya merupakan warga sipil.45
Upaya pemaksaan ideologi ISIS juga dilakukan melalui pendidikan. Di Mosul, ISIS
memperkenalkan kurikulum syariah yang melarang pelajaran kesenian, musik, sejarah
nasional, sastra, dan Kristen. Meski teori evolusi Charles Darwin tidak pernah diajarkan di
sekolah-sekolah Irak, pelajaran tersebut dihapus dari kurikulum sekolah. Lagu-lagu patriotik
dinyatakan sebagai bentuk pengkhianatan, dan foto-foto tertentu dihapus dari buku teks
44
Spencer, Richard (16 June 2014). "Iraq crisis: UN condemns 'war crimes' as another town
falls to Isis". The Telegraph (London). Diakses pada 13 Maret 2016.
45
"Syria: ISIS Summarily Killed Civilians". http://www.hrw.org/news/2014/06/14/syria-isis-
summarily-killed-civilians, Human Rights Watch. 14 June 2014. Diakses pada 14 Maret 2016.
71
sekolah. Banyak orang tua di Irak yang memboikot sekolah-sekolah yang menggunakan
kurikulum baru.46
Tata cara berpakaian tidak luput dari aturan yang dipaksakan oleh ISIS. Setelah
merebut kota di Irak, ISIS mengeluarkan panduan memakai pakaian dan cadar. ISIS
memerintahkan agar perempuan di Mosul mengenakan cadar yang menutup muka atau
menghadapi hukuman berat. Seorang ulama memberitahu Reuters di Mosul bahwa ISIS
menyuruhnya untuk membacakan peraturan tersebut di hadapan jamaah masjidnya. ISIS
memerintahkan agar wajah manekin pria dan wanita ditutup dan melarang penggunaan
manekin telanjang. Di Al-Raqqah, ISIS memanfaatkan dua batalyon pejuang perempuan di
kota tersebut untuk menegakkan peraturan terkait tindak perilaku perempuan.47
Tidak hanya aturan secara lisan, ISIS bahkan membuat aturan secara tertulis dengan
merilis 16 catatan berjudul "Kontrak Kota", serangkaian peraturan untuk warga sipil di
Nineveh. Salah satu aturan tersebut menyatakan bahwa perempuan harus diam di dalam
rumah dan tidak keluar rumah kecuali mendesak. Peraturan lainnya menyatakan bahwa
segala bentuk pencurian akan diganjar hukuman potong tangan. Selain melarang menjual dan
mengonsumsi alkohol, ISIS juga melarang penjualan dan konsumsi rokok dan shisha. ISIS
juga melarang musik dan lagu di mobil, pesta, toko, dan ruang terbuka, serta pajangan
bergambar manusia di jendela toko.48
46
Philp, Catherine (17 September 2014). "Parents boycott militants' curriculum".
http://www.thetimes.co.uk/tto/news/world/middleeast/article4208724.ece , The Times (London).
Diakses Maret 2016.
47
"ISIS Is Actively Recruiting Female Fighters To Brutalize Other Women".
http://www.businessinsider.com/isis-has-female-battalions-too-2014-10 , Business Insider. Diakses 25
Maret 2016.
48
"ISIS bans music, imposes veil in Raqqa". Al-Monitor. 20 January 2014. Diakses tanggal
13 Maret 2016.
72
ISIS nampaknya juga meniru aturan yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi, seperti
ISIS membentuk kepolisian agama untuk mencegah "tindak kejahatan" dan mewajibkan salat
berjamaah, penerapan hukuman mati secara luas, dan penghancuran gereja Kristen dan
masjid non-Sunni atau pengalihgunaan bangunan tersebut. ISIS melakukan eksekusi terhadap
pria dan wanita yang diduga melanggar hukum dan terbukti melakukan kejahatan terhadap
Islam seperti homoseksualitas, perselingkuhan, menonton pornografi, memakai dan memiliki
barang selundupan, pemerkosaan, penistaan agama, sihir, murtad dari Islam, dan
pembunuhan. Sebelum tersangka dieksekusi, tuduhan dibacakan di hadapan tersangka dan
penonton eksekusi. Eksekusi dilakukan dalam berbagai cara, termasuk dilempari batu sampai
mati, disalib, dipenggal, dibakar hidup-hidup, dan dilempar dari bangunan tinggi.49
Atas dasar hal tersebut, penyelidik PBB menyatakan bahwa militan ISIS akan
dimasukkan ke daftar terduga pelaku kejahatan perang di Suriah. Per Juni 2014, menurut
laporan PBB, ISIS telah membunuh ratusan tahanan perang dan lebih dari 1.000 warga sipil.
Bulan November 2014, Komisi Penyelidikan Suriah PBB menyatakan bahwa ISIS
melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Laporan Human Rights Watch bulan November
2014 menuduh ISIS di Derna, Libya, melakukan kejahatan perang dan pelanggaran HAM
karena meneror penduduk setempat. Human Rights Watch mendokumentasikan tiga eksekusi
di tempat dan sepuluh pelaksanaan hukuman cambuk secara terbuka oleh Dewan Syura
Pemuda
Islam
yang
bergabung
dengan
ISIS
bulan
November.
HRW
juga
mendokumentasikan pemenggalan tiga penduduk Derna dan pembunuhan puluhan hakim,
pejabat publik, anggota pasukan keamanan, dan unsur masyarakat lainnya dengan alasan
politik. Sarah Leah Watson, Direktur HRW Timur Tengah dan Afrika Utara, mengatakan
bahwa para komandan ISIS harus tahu bahwa mereka akan menghadapi penolakan dalam
49
"Crime and punishment in Saudi Arabia: The other beheaders". The Economist. 20
September 2014. Diakses tanggal 7 Maret 2016.
73
negeri atau luar negeri atas pelanggaran hak asasi yang dilakukan oleh bawahan mereka.
Mengenai metode ISIS, Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
menyatakan bahwa kelompok tersebut
berusaha menundukkan warga sipil di bawah
kekuasaannya dan mengambil alih segala aspek kehidupan mereka lewat teror, indoktrinasi,
dan penyediaan layanan masyarakat bagi penduduk yang mau mematuhi mereka. 50
***
50
Lihat: news.detik.com, diakses 30 Mei 2016.
74
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Sekilas tentang Kurikulum ISIS
Kelompok ekstremis Negara Islam telah menetapkan tahun ajaran baru mulai 9 September
2014 di sejumlah wilayah di Irak dan Suriah yang mereka kuasai. Sejumlah karakter yang
melekat pada kurikulum mereka, antara lain semua lagu kebangsaan dan lagu wajib nasional
yang mengajarkan patriotisme, dilarang keras. Beberapa pelajaran seperti filsafat dan kimia
dihapus dan diganti dengan pelajaran sains yang sejalan dengan ideologi mereka. Hal itu
seperti yang terjadi di Raqqa, Suriah.
Tak jauh berbeda dengan di Raqqa, di Mosul, sekolah-sekolah dipaksa menerapkan
aturan baru yang tercantum dalam buletin dua halaman dan ditempel di masjid, pasar atau
tiang listrik. Buletin tertanggal 5 September 2014 itu antara lain menginformasikan
terbentuknya Dewan Pendidikan Negara Islam oleh sang khalifah yang bertekad
memberantas kebodohan dan menyebarkan sains religi untuk melawan kurikulum yang telah
usang. Kurikulum di Mosul ini diduga dibuat sendiri oleh pemimpin ISIS Abu Bakr alBaghdadi.
Dalam panduan kurikulum, setiap rujukan ke republik Irak atau Suriah harus diganti
dengan Negara Islam ISIS. Gambar-gambar dalam buku yang melanggar interpretasi Islam
ultra-konservatif akan dirobek. Lagu kebangsaan dan lirik yang mendorong rasa cinta tanah
air dianggap sebagai “hal musyrik dan menodai” agama. Karena itu, haram diajarkan kepada
siswa di sekolah-sekolah.
75
Dan bisa dipastikan kurikulum baru ISIS itu menyasar pada pelarangan juga tegas
misalnya terhadap teori evolusi Charles Darwin, meskipun teori ini sebelumnya juga tidak
diajarkan di sekolah-sekolah di Irak. Dalam selebaran 5 September 2014 itu, Sang Khalifah
al-Baghdadi juga mengintruksikan kelompok profesional di Irak dan di luar negeri untuk
mengajar dan melayani kaum Muslim agar bisa memajukan rakyat Negara Islam di bidang
agama dan semua sains. Pemisahan gender bukan hal baru di sekolah-sekolah Irak, di mana
umumnya murid berusia 12 tahun dipisahkan menurut jenis kelamin. Namun di Mosul,
panduan kurikulum ISIS mengatakan guru-guru juga harus dipisahkan. Guru laki-laki
mengajar murid laki-laki, guru perempuan mengajar murid perempuan. Edaran kurikulum
baru ini diakhiri dengan peringatan keras disertai ancaman bahwa pengumuman tersebut
sifatnya mengikat. Siapa saja yang melanggar akan menghadapi hukuman. Demikian seperti
yang disebutkan dalam selebaran yang mereka buat.1
Bukan sekadar wacana ISIS hendak mengganti sistem kafir dengan sistem Islam.
Belakangan, mereka telah menyusun dan meluncurkan kurikulum sendiri untuk disebar dan
diterapkan di wilayah-wilayah yang mereka kuasai. Seperti yang disebutkan Antara News,
pasukan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) memerintahkan sekolah-sekolah yang sudah
mereka kuasai untuk ditutup dan kurikulumnya harus diganti dengan kurikulum Islam (baca:
ISIS). Akibatnya, diperkirakan sekitar 670.000 anak-anak Suriah kehilangan pendidikan.2
Pada medio 2015, kelompok ekstrim tersebut telah meluncurkan empat mata
pelajaran, yaitu (1) al-I‟dâd il-Badanî li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fashl al-Dirâsî alAwwal (Pendidikan Jasmani untuk Kelas V SD Semester 1), (2) al-Hadîts al-Nabawî li alShaff al-Awwal al-Ibtidâ‟î al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal (Pelajaran Hadis untuk Kelas I SD
1
Ini Kurikulum Sekolah ISIS, Lihat: www.beritasatu.com, diakses 1 Mei 2016.
2
“ISIS Ganti Kurikulum Sekolah Suriah”
2016.
76
lihat: www.antaranews.com , diakses 23 Mei
Semester Pertama), (3) al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî alAwwal (Pelajaran Sejarah untuk Kelas V SD Semester Pertama), (4) al-Riyâdiyyât li al-Shaff
al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal (Pelajaran Matematika untuk Kelas V SD
Semester Pertama). Ini menunjukkan bahwa mereka sadar, perubahan yang mereka inginkan
harus mengakar. Karena itu, ia harus dimulai dari level terendah, yaitu di tingkat anakanak/pelajar. Pasalnya, pelajar merupakan generasi yang masih mudah mereka bina dan
mereka persiapkan untuk menjadi generasi yang mereka harapkan.
B. Analisis Wacana Kritis atas Buku Pendidikan Sejarah ISIS
Buku mata pelajaran yang telah diluncurkan ISIS tentu tidak dapat dilepaskan dari ideologi
yang mereka usung. Sekalipun dalam praktiknya tidak sejalan dengan ideologi mereka,
namun di balik penggunaan wacana itu dipastikan ada tujuan lain, dan tujuan itu menurut
teori kognisi sosial Teun A. van Dijk dapat diungkap. Wacana tidak dapat dilepaskan dari
kekuasaan, konteks sosial, dan kognisi pembuatnya. Ia tak mungkin muncul di ruang hampa,
tetapi terbangun dan terkandung di dalamnya nilai-nilai yang berbicara.3 Demikian halnya
wacana-wacana lainnya yang diluncurkan ISIS, termasuk dalam hal ini adalah buku-buku
pelajaran mereka.
1. Leksikon ‫ٌخ‬ٚ‫د‬
Dalam tahap ini, pilihan Bahasa penulis teks yang mengandung nilai ideologis dianalisis
tanpa dikaitkan dengan aspek lain (konteks). Tahap ini terdiri atas pilihan Bahasa kosakata,
tata Bahasa, dan struktur teks.
3
Jan Blommaert, Discourse: A Critical Introduction, Britania, Cambride University Press,
2005, h. 3.
77
Dalam buku pelajaran Sejarah, Kosakata ‫ٌخ‬ٚ‫ د‬ditemukan dalam tujuh (7) klausa.
Semua leksikon merupakan pemarkah sekaligus penanda atributif sehingga setiap frase yang
mengandung leksikon ‫ٌخ‬ٚ‫ د‬bersifat khusus. Klasifikasi leksikon ‫ٌخ‬ٚ‫ د‬dalam buku pelajaran
Sejarah adalah sebagai berikut:
Lokasi
Terjemahan
Frasa
Bagian pendahuluan
Negara Khilafah
Bagian pendahuluan
Negara Islam
‫خ‬١ِ‫ٌخ اإلعال‬ٚ‫د‬
Bagian Isi
Negara di Madinah
‫ٕخ‬٠‫ اٌّذ‬ٟ‫ٌخ ف‬ٚ‫د‬
Bagian Isi
Dasar-dasar Negara
‫ٌخ‬ٚ‫أعظ اٌذ‬
Bagian Isi
Pembentukan Negara
‫ٌخ‬ٚ‫ئلبِخ اٌذ‬
‫ٌخ اٌخالفخ‬ٚ‫د‬
Kata ‫ٌخ‬ٚ‫ د‬pada bagian pendahuluan adalah merujuk terhadap negara Islam yang
didirikan oleh ISIS. Selanjutnya untuk memperjuangkan keabsahan dan upaya legitimatif
terhadap negara yang dibentuknya, ISIS melemparkan wacana Negara Madinah di bagian isi.
Konsep Negara Islam yang dibangun oleh ISIS dan konsep Negara Madinah yang dibangun
Rasulullah Saw jelas berbeda. KH. Said Aqil Siroj mengatakan bahwa Negara Madinah
adalah negara beradab. Di sana sudah ada beberapa suku dan agama yang berbeda hidup
berdampingan. Ada kaum Muhajirin, kaum Anshor, Yahudi, dan berbagai suku lainnya. Di
Madinah, Nabi Saw mengajarkan kepada umat Islam agar tidak menyakiti uamat nonMuslim, dan hidup berdampingan satu sama lainnya.4 Sedangkan Negara Islam yang
dibentuk oleh ISIS memperlihatkan sikap intoleran, mereka melakukan intimidasi,
4
KH. Said Aqil Siroj, Ceramah Agama di Pondok Pesantren Nurul Yaqin Ringan-Ringan
Pekandangan Padang Pariaman, Pada 9 Januari 2016, dalam Peringatan Maulid Nabi Muhammad
Saw.
78
pemaksaan, bahkan upaya genosida terhadap kelompok-kelompok tertentu, sebagaimana
yang terjadi terhadap etnis Yazidi di Irak.5
Selanjutnya pada struktur frasa penyandingan ‫ٌخ‬ٚ‫ د‬dengan nomina ‫ خالفخ‬dan ajektiva
‫خ‬١ِ‫ اإلعال‬menunjukkan bahwa penulis wacana ingin menunjukkan bahwa Negara yang
mereka bangun adalah Negara yang sesuai dengan ajaran Islam di satu sisi, dan di sisi lain
merupakan klaim bentuk pemerintahan Khilafah yang legitimatif „ala minhajil nubuwah.
Pada struktur klausa adalah sebagai berikut:
No
1
2
3
Fungsi ‫دولة‬
Terjemah
Klausa
Berkat karunia dan pertolongan
ً‫مٗ رذخ‬١‫ف‬ٛ‫زغٓ ر‬ٚ ٌٝ‫فأٗ ثفضً هللا رؼب‬
6
Allah, sekarang ini negara Islam
‫ذا‬٠‫ذا خذ‬ٙ‫َ ػ‬ٛ١ٌ‫خ ا‬١ِ‫ٌخ اإلعال‬ٚ‫اٌذ‬
memasuki babak baru.
Subjek/Actor Setelah meninggalkan virus-virus
‫رٍه‬ٚ ‫خ‬٠‫افذاد اٌىفش‬ٌٛ‫ ثؼذ ِب رشوذ ٘زٖ ا‬ٚ
kekufuran
dan
penyimpangan- ‫ أثٕبء‬ٟ‫اضر ف‬ٌٛ‫خ أثش٘ب ا‬١‫ؼ‬٠‫االٔسشافبد اٌجذ‬
penyimpangan
yang
jelas
‫ك‬١‫ف‬ٛ‫ٌخ اٌخالفخ ثز‬ٚ‫ضذ د‬ٙٔ ‫خ‬١ِ‫األِخ اإلعال‬
mempengaruhi generasi umat Islam,
‫ذ‬١‫ز‬ٛ‫ خّبدح اٌز‬ٌٝ‫ ثأػجبء سدُ٘ ئ‬ٌٝ‫هللا رؼب‬
maka bangkitlah negara Khilafah
‫خ‬٠‫اعؼخ رسذ سا‬ٌٛ‫سزجخ اإلعالَ ا‬ٚ ‫خ‬١‫اٌضاو‬
atas pertolongan Allah untuk
‫اسفخ ثؼذ ِب‬ٌٛ‫ب ا‬ٙ‫زز‬ٚ‫د‬ٚ ‫ذح‬١‫اٌخالفخ اٌشش‬
mengembalikan keteguhan tauhid
yang bersih dan lapangan Islam yang ‫خ‬١ٍ٘‫٘ذاد اٌدب‬ٚ ٌٝ‫ب ئ‬ٕٙ‫ٓ ػ‬١‫بط‬١‫ُ اٌش‬ٙ‫اخزبٌز‬
7
luas di bawah panji Khilâfah yang
‫ٍىخ‬ٌّٙ‫ب ا‬ٙ‫شؼبث‬ٚ
lurus dan naungan pohonnya setelah
diselewengkan oleh setan agar
kembali kepada jurang jahiliah
(kebodohan) dan bukitnya yang
membinasakan.
Objek/Sasaran sejak awal di Madinah Rasulullah
ٟ‫ي ف‬ٛ‫ٗ اٌشعــ‬١‫َ اعــزمش ف‬ٛ٠ ‫ي‬ٚ‫ِٕز أ‬
telah meletakkan dasar-dasar negara
‫ٌخ‬ٚ‫ضــغ أ عــظ اٌذ‬ٛ‫ٕخ شــشع ث‬٠‫اٌّذ‬
Islam,
di
antara
dasar-dasar
‫ ثٕبء‬:‫ِٓ أُ٘ ِ ٘زٖ األعظ‬ٚ ‫خ‬١ِ‫اإلعال‬
pentingnya adalah: (1) membangun
Subjek/Actor
5
Lihat : Kompas.com, ISIS Kubur Hidup-Hidup Sejumlah Warga Yazidi, 11 Agustus 2014,
diakses 15 Januari 2016.
6
al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h.
7
Ibid, h.3
3.
79
4
Subjek/Actor
masjid,
(2)
mempersaudarakan
sahabat muhajirin dengan anshar, (3)
membuat perjanjian Madinah.
Ketika Daulah (negara) telah berdiri
bagi umat muslim di Madinah
،ٓ٠‫بخش‬ٌّٙ‫ا‬ٚ ‫ٓ األٔصبس‬١‫ ِإاخبح ث‬،‫اٌّغدذ‬
8
‫ٕخ‬٠‫فخ اٌّذ‬١‫صس‬
9
‫ٕخ‬٠‫ اٌّذ‬ٟ‫ٌخ ف‬ٚ‫ٓ د‬١ٍّ‫فٍّب أصجر ٌٍّغ‬
Hampir di semua klausa dalam wacana di buku Pelajaran Sejarah, ISIS menempatkan
kosakata ‫ٌخ‬ٚ‫ د‬sebagai subjek dan Actor. Hal tersebut menunjukkan bahwa Daulah Islamiyah
atau Islamic State atau Negara Islam yang dibentuk ISIS diibaratkan sebagai motor
penggerak ideologi Islam saat ini. Negara Islam dijadikan sebagai acuan sekaligus tujuan
bagi pengikut-pengikutnya.
2. Leksikon ‫قتال‬
Dalam Buku Pelajaran Sejarah ISIS, ditemukan sebanyak 55 kosakata ‫ لزبي‬beserta
turunannya (tasrif). Leksikon ini mayoritas berbentuk kata kerja (verba). Secara kuantitatif,
jumlah leksikon ‫ لزبي‬yang banyak ditemukan tersebut, menunjukkan bahwa ISIS secara
intensif ingin menyampaikan pesan dan ide-ide mengenai konsep „peperangan‟ terhadap
sasarannya, yaitu anak sekolah dasar, melalui buku pelajaran Sejarah ini. Berikut temuan
frase ‫ لزبي‬dalam buku pelajaran Sejarah :
No Lokasi
1
82
Terjemahan
Tempat Ayahnya dibunuh
2
71
Umat Islam berperang
3
71
Ia terus memeranginya
4
71
Kemudian Ia memeranginya
8
Frasa
،ٗ١‫ضغ ِمزً أث‬ِٛ
،ٍّْٛ‫ئلززً اٌّغ‬
،‫ب‬ٙ‫مبرً ث‬٠ ‫ضي‬٠ ٍُ‫ف‬
،‫ب‬ٙ‫فمبرً ث‬
Lihat: al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437
H, h. 36.
9
Lihat: al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437
H, h.40
80
No Lokasi
5
71
Terjemahan
Frasa
Peperangan
،‫اٌمزبي‬
6
71
Pembunuh
،ً‫لبر‬
7
71
Berperang dalam satu peperangan
، ً‫ لز‬ٟ‫لبرً ف‬
8
71
Kami tidak memerangi manusia,
،‫ِب ٔمبرً إٌبط‬ٚ
9
71
Tapi kami memerangi mereka,
،ٍُٙ‫ئّٔب ٔمبر‬
10
65
Ia tidak ingin berperang,
،‫ذ لزال‬٠‫ش‬٠ ‫ال‬
11
65
Mereka ingin memeranginya
،ٗ‫ْ ِمبرٍز‬ٚ‫ذ‬٠‫ش‬٠
12
65
Mereka tidak datang untuk berperang
،‫ْ اٌمزبي‬ٛ‫أر‬٠ ٌُ
13
65
Ia tewas
14
64
Aku membunuhnya,
15
64
Akulah yang membunuhnya,
،ٗ‫ لزٍز‬ٟٕٔ‫أ‬
16
64
Kamu telah membunuhnya,
، ٗ‫ألزٍز‬
17
64
Allah telah membunuh
18
64
Aku tidak membunuhnya,
،ٍٗ‫ٌُ ألز‬
19
62
Untuk membunuh,
،ً‫أْ رمز‬
20
62
Pejuang mereka
،ُٙ‫ِمبرٍز‬
21
62
Untuk membunuh Abu Rafi,
22
62
Ketika kamu membunuh Al-Us,
23
62
Saat pembunuhan putra Abu-Aqiq,
24
62
Memeranginya
25
62
kematian,
،ً‫ِمز‬
26
62
pejuangnya,
،ٗ‫ِمبرٍز‬
،ً‫لذ لز‬
،ٍٗ‫ألز‬
،‫لذ لزً هللا‬
،‫ سافغ‬ٟ‫ٌمزً أث‬
،‫ط‬ٚ‫ٌّب لزٍذ األ‬
،‫ك‬١‫ اٌؼم‬ٟ‫ لزً ئثٓ أث‬ٟ‫ف‬
،ٍٗ‫لز‬
81
No Lokasi
27 52
Terjemahan
Umat Islam memerangi mereka,
Frasa
،ٍّْٛ‫ُ اٌّغ‬ٍٙ‫لبر‬
28
52
Untuk berperang,
29
52
Kita membunuh diri kita sendiri,
30
52
Untuk berperang,
31
50
Cerita perang,
32
50
Kewajiban berperang,
33
49
Tatkala Ia berperang,
34
48
Dan berperang,
35
48
Siapa yang berperang,
36
48
Peperangan,
،‫اٌمزبي‬
37
48
perlawanan mereka,
،ٌُٙ‫لزب‬
38
48
Membunuh mereka,
،ٍُٙ‫لز‬
39
46
Peperangan,
40
46
Mereka membunuh,
41
46
Dia telah berperang,
42
46
Berperang
43
45
Dalam peperangan antara orang Arab,
44
41
Bagi mereka yang memulai peperangan,
45
41
Diterbitkannya ijin untuk berperang,
46
41
Mempercepat peperangan,
،‫غ اٌمزبي‬٠‫رغش‬
47
41
Izin untuk berperang,
،‫اإلرْ ثبٌمزبي‬
48
41
Bagi mereka yang berperang,
،ٍْٛ‫مبر‬٠ ٓ٠‫ٌٍز‬
،‫ٌٍمزبي‬
،‫ٔمزً أٔفغٕب‬
،‫ٌٍمزبي‬
،ً‫لصخ لز‬
،ً‫ة لز‬ٛ‫خ‬ٚ
،ً‫ٌّب لز‬
،ً‫لز‬ٚ
،ً‫ِٓ لز‬
،‫لزال‬
،‫ا‬ٍٛ‫فمز‬
،ً‫لذ لبر‬ٚ
ً‫رمبر‬
82
،ٟ‫ اٌمزبي ػٕذ اٌؼشاث‬ٟ‫ ف‬،
،‫ٌّٓ ثذأُ٘ ثبٌمزبي‬
،‫أْ ٔضي ٌإلرْ ثبٌمزبي‬
No Lokasi
49 41
Terjemahan
Pemberlakuan pertempuran,
50
41
Orang yang berperang..
51
40
Mereke berperang,
52
68
Pembunuhan Abu Basir,
53
68
Dia berperang,
54
68
Saya hendak dibunuh,
55
67
Beberapa dari mereka membunuh yang lain
Frasa
،‫فشض اٌمزبي‬
،ً‫ِٓ لز‬
،‫ا‬ٍٛ‫لبر‬
‫ش‬١‫ ثص‬ٛ‫لزً أث‬
،ً‫لز‬
،‫ي‬ٛ‫ ٌّمز‬ٟٔ‫ئ‬ٚ
‫مزً ثؼضب‬٠ ُٙ‫ثؼض‬
Dari 55 frasa tersebut, hanya terdapat 4 frasa yang berbentuk negasi (pengingkaran).
Hal tersebut menunjukkan bahwa secara tegas kewajiban berperang lebih diutamakan
dibandingkan larangan atau tidaknya melakukan peperangan. Meskipun penulisan sejarah
memang dominan dengan unsur peperangan, namun sejatinya banyak hal yang dapat
diberikan terhadap anak SD/MI sehingga akan sesuai dengan perkembangannya. Azyumardi
Azra mengungkapkan bahwa informasi bagi historiografi Islam tidak hanya persoalan
maghazi (razia atau serangan militer), namun juga dapat berisi sirah (biografi), asma al-rijal
(biografi perawi hadis), dan semacamnya.10 Oleh karena itu, mengingat pengenalan
peperangan serta doktrin tersebut tidak layak untuk diajarkan terhadap anak, dan ISIS
memiliki pilihan untuk memasukkan materi-materi lain seperti biografi dan sirah nabawi,
maka sampai disini, disinyalir bahwa ISIS secara sengaja telah memanfaatkan buku pelajaran
sejarah ini dalam rangka mengenalkan peperangan terhadap anak-anak.
Dalam struktur kalimat, menarik untuk kita analisa penggunaan leksikona qital dalam
kisah seorang tokoh Yahudi Madinah, Ka‟ab Bin Al-Asyraf, yang sering melakukan
10
Azyumardi Azra, "Peranan Hadits dalam Perkembangan Historiografi Awal Islam", Orasi
Ilmiah disampaikan dalam Dies Natalis ke-36 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 31 Juli 1993.
83
penistaan terhadap Nabi Saw. Alhasil Nabi pun memberikan tantangan bagi para sahabat
yang sanggup membunuh Ka‟ab mengingat yang bersangkutan dikenal memiliki banyak
pengawal sehingga tidak mudah untuk dibunuh. Dalam konteks buku pelajaran sejarah ini
teks tertulis sebagai berikut:
:‫ب‬ِٕٙ ‫س‬ِٛ‫ ػذح أ‬ٍٝ‫غزذي ِٓ لصخ لزً ئثٓ األششاف ػ‬٠ٚ
ٖ‫ذ‬ٙ‫عمظ ػ‬ٚ ‫ادػب ثشئذ ِٕٗ اٌزِخ‬ِٛ ٚ‫ب أ‬١ِ‫ فاْ وبْ ر‬,‫ وً زبي‬ٟ‫ي ص َ ف‬ٛ‫ة لزبي شبرُ اٌشع‬ٛ‫خ‬ٚ .1
11
‫ ص َ اٌسشة خذػخ‬ٟ‫لذ لبي إٌج‬ٚ ‫مبع ثأػذاء هللا‬٠‫ اإل‬ٟ‫اٌخذػخ ف‬ٚ ‫ٍخ‬١‫اص اعزؼّبي اٌس‬ٛ‫ خ‬.2
Terjemahan:
Berdasarkan kisah pembunuhan Kaáb Bin Asyraf dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Wajib membunuh seorang penista rasul saw dalam kondisi apapun, meskipun
penista tersebut seorang kafir dzimmi atau seseorang yang telah gugur status
dzimmi berdasarkan putusan pengadilan.
2. Boleh menggunakan trik dan tipu muslihat dalam memerangi musuh-musuh Allah
swt. Nabi saw bersabda: “Peperangan adalah Tipu Muslihat”
Sub Bab yang berisi kisah tentang kisah Kaáb Bin Asyraf ini sebenarnya berjudul
“Invasi Bani Qoinuqo”, tujuan pembelajaran ini sebagaimana dituliskan setelah sub bab
tersebut adalah 1) Siswa dapat menyebutkan sebab terjadinya invasi Bani Qoinuqo; 2) Siswa
dapat mengetahui keseriusan dan bantuan yang diberikan oleh orang munafik terhadap orang
kafir; dan 3) Siswa dapat menjelaskan penyebab Rasul saw membunuh Kaáb Bin Asyraf. 12
Berdasarkan tujuan tersebut, Penulis Buku ingin menyampaikan penekanan kewajiban
membunuh terhadap siswa SD. Hal tersebut tentu dianggap sangat bertentangan dengan
perkembangan psikologi anak.
11
12
Al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, tk: tp,1437 H., h. 48-49
Ibid
84
Selanjutnya, jika ditinjau kisah di atas, jika dilihat secara dzahir penghina Nabi Saw.
wajib dibunuh. Menurut al-Mundziri dalam kitab „Awn al-Ma„bud mengatakan sudah tidak
dipermasalahkan lagi jika status penghina Nabi Saw. adalah orang Islam maka wajib dibunuh
kecuali jika status pencela adalah kafir dzimmi.13 Akan tetapi para ulama memerinci hukum
tersebut; yang pertama pendapat al-Syafi‟i, bahwa seorang pencela harus dibunuh dan jika
dia seorang kafir dzimmi maka status tersebut tidak dianggap lagi. Kedua pendapat Abu
Ḥanifah, bahwa seorang pencela tidak dibunuh akan tetapi perbuatannya dianggap sebagai
perbuatan syirik al-A„dzam. Ketiga pendapat Malik, jika pencela adalah seorang yahudi dan
nasrani maka dibunuh kecuali jika mereka masuk Islam. Yang perlu menjadi catatan ialah
bahwa hukum membunuh dengan alasan menghina itu hanya berlaku jika yang dihina adalah
Rasulullah SAW bukan pengganti Rasul yaitu khalifah atau kepala Negara, atau lainnya. 14
Sedangkan untuk konteks saat sekarang ini, penghinaan yang dilakukan sebagian
pihak melalui sinema maupun bentuk visualisasi tertentu, seyogyanya diselesaikan oleh pihak
yang berwenang. Sehingga pembelaan terhadap simbol agama tidak berujung pada aksi main
hakim sendiri.
Penggunaan padanan kata qital yaitu menggunakan kata zhabh (menyembelih) juga
diterapkan dalam video propaganda ISIS saat melakukan pemenggalan atau eksekusi
terhadap tawanannya. Misalnya video berjudul “Clanging of the Swords” yang diterbitkan
oleh media ISIS, Furqon Media pada 6 Januari 2014, sang eksekutor sebelum memenggal
kepala tawanannya mengucapkan, sebagai berikut:
‫ِّب‬ٚ ُ‫ ئْ ثشءآء ِٕى‬: ٗ١‫ُ ألث‬١٘‫ي ٌىُ وّب لبي ئثشا‬ٛ‫ ٔسٓ ٔم‬: ْ‫ وً ِىب‬ٟ‫اٌىفبس ف‬ٚ ‫ذ‬١‫اغ‬ٛ‫ي ٌٍط‬ٛ‫ٔم‬ٚ
ٖ‫زذ‬ٚ ‫ا ثبهلل‬ِٕٛ‫ رإ‬ٝ‫اٌجغضبء أثذا زز‬ٚ ‫ح‬ٚ‫ٕىُ اٌؼذا‬١‫ث‬ٚ ‫ٕٕب‬١‫ثذا ث‬ٚ ُ‫ْ هللا وفشٔب ثى‬ٚ‫ْ ِٓ د‬ٚ‫رؼجذ‬
13
14
Mohammad Nabiel, Majalah Nabawi, Ciputat : 2015, h 15
Ibid
85
15
‫ ئّٔب خئٕبوُ ثبٌزثر‬: َ ‫ ص‬ٟ‫ي ٌىُ وّب لبي إٌج‬ٛ‫ٔم‬ٚ
Kami katakan terhadap para thagut (tirani) dan orang-orang kafir di manapun
berada : Kami sampaikan lagi kepada kalian apa yang disampaikan oleh Ibrahim as. kepada
bapaknya : Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah dari selain Allah, kami
tentang. Kami mulai permusuhan dan kebencian diantara kita hingga kalian beriman dengan
Allah YME.
Kami katakan terhadap kalian sebagaimana yang disabdakan Nabi saw: Kami
datang kepada kalian hanya untuk menyembelih (membunuh).
Kalimat dalam transkrip video tersebut jelas memuat propaganda. ISIS menerapkan
propaganda testimony dengan mengutip dua pernyataan dari Ibrahim as. dan dari Nabi
Muhammad saw. Hal tersebut untuk menunjukkan bahwa apa yang dilakukan ISIS tersebut
sejalan dengan yang diajarkan oleh kedua tokoh yang menjadi panutan umat Islam tersebut,
sehingga mereka wajib mematuhinya dan/atau menyetujui tindakan yang dilakukan ISIS ini.
Selanjutnya, propagandis juga menyampaikan kata-kata yang sarat dengan nilai kekerasan
yaitu penggunaan leksikon zhabh yang bermakna „menyembelih‟. Kata tersebut lazim
disandingkan dengan nomina hewan ternak, seperti sapi, unta dsb. Penggunaan leksikon
tersebut sengaja dilakukan ISIS guna menekankan efek propaganda yang diucapkannya
sesuai dengan tujuan propaganda ini, yaitu untuk menakut-nakuti musuh mereka.
Berdasarkan struktur makro yang dikemukakan van Dijk, tema dan kuantitas konsep
peperangan yang diangkat ISIS memiliki makna keseluruhan (global meaning) untuk
memperkuat basis pertahanan mereka sekaligus mempersiapkan generasi yang handal.
Sebagai kelompok yang menunggangi konsep jihad untuk mencapai tujuannya, ISIS melihat
15
“Clanging of the Swords”, Furqon Media, diterbitkan 6 Januari 2016.
86
pendidikan tersebut sebagai bagian penting untuk mendukung upaya jihad. Itulah menurut
hemat penulis, yang menjadi alasan (global meaning) mengapa pendidikan sejarah ini
menjadi prioritas mereka dan harus diberikan sejak dini. Tujuan itu tersirat dalam penyebutan
nikmat jihad setelah nikmat Islam pada muqadimah atau pendahuluan buku tersebut. Berikut
petikan teks yang ada dalam pembukaan buku pendidikan jasmani.
َّ ٞ‫اٌسّذ هلل اٌز‬
‫ش األٔبَ ِسّذ‬١‫خؼٍٕب ِٓ أِخ خ‬ٚ َ‫بد ثؼذ ٔؼّخ اإلعال‬ٙ‫ٕب ثٕؼّخ اٌد‬١ٍ‫ِٓ ػ‬
[Segala puji bagi Allah, Zat yang telah menganugerahi kita dengan nikmat jihad,
setelah nikmat Islam; Zat yang telah menjadikan kita sebagai umat makhluk terbaik,
Muhammad saw.]16
Petikan teks di atas memperlihatkan begitu pentingnya kedudukan jihad dalam
pandangan mereka. Sampai pada titik itu, tentu tidak ada yang salah. Sebab umat Islam
secara umum memandang penting ibadah yang satu ini dan memiliki keutamaan yang sangat
besar. Banyak ayat dan hadis yang menceritakan keistimewaannya. Namun, yang menjadi
masalah, jihad dipahami sebagai perang fisik dan angkat senjata. Padahal jihad tidak terikat
pada satu arti. Pengertian jihad harus benar-benar dipahami oleh semua pihak agar tidak
terjadi salah paham antar umat beragama khususnya agama Islam dengan agama lainnya
karena akhir-akhir ini banyak pihak yang menganggap bahwa jihad merupakan sebuah
tindakan yang radikal dan bahkan disebut dengan aksi terorisme oleh kaum non Islam. Hal
tersebut dapat menyudutkan seluruh kaum Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam
umat Islam arti kata jihad pun harus dicerna dengan baik agar kita sebagai umat Islam tidak
menyalah artikan kata tersebut yang dampaknya justru akan menjadi buruk dan tidak sesuai
syariat Islam khususnya jihad. Haji Agus Salim pernah mengemukakan bahwa jihad dalam
`
16
Tim Penulis ISIS, Al-I‟dâd al-Badanî, tanpa penerbit, Cet. Pertama, 1437 H, h. 4. Baris ke-
2 s.d ke-3.
87
kondisi tertentu sebagai upaya pembelaan diri, bukan sebagai upaya semena-mena
memaksakan agama. Alquran sendiri tidak tunggal memandang jihad sebagai pertarungan
fisik dan angkat pedang. Buktinya surah al-Furqân ayat 52: Janganlah kamu mengikuti
orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Alquran dengan jihad yang
besar. Ayat ini secara tegas mengisyaratkan bahwa jihad terhadap orang kafir tidak semata
harus dengan senjata, tetapi dengan Alquran. Artinya, jihad yang dimaksud dalam ayat ini
adalah jihad dengan dalil-dalil Alquran.17
Dilihat dari struktur makronya, pemilihan sejarah menjadi salah satu bagian penting
dari kurikulum mereka, mengingat sejarah merupakan peristiwa masa lalu yang dapat
dijadikan pijakan dan cerminan untuk menentukan langkah masa depan. Melalui pelajaran
sejarah, ISIS seolah ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa apa yang mereka lakukan
sesungguhnya sudah dilalui oleh sejarah Islam yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah
peperangan di dalamnya. Atas dasar itu pula, pelajaran sejarah yang dimuat dalam buku
tersebut lebih didominasi oleh sejarah perang.
Di akhir pendahuluan buku tersebut, disebutkan sejumlah tujuan yang hendak mereka
capai melalui pelajaran sejarah itu, yaitu (1) membersihkan sejarah dari perkara-perkara batil
yang mengotorinya, (2) memperkenalkan sirah Nabi saw. kepada siswa sekaligus mendorong
mereka untuk meneladani sirah tersebut, (3) menanamkan nilai-nilai jihad pada jiwa anak-
17
St. Sularto, Haji Agus Salim (1884-1954): Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme, Jakarta:
Gramedia, 2004, h. 55.
88
anak muslim, (4) memperlihatkan sikap walâ‟ dan bara‟18 yang terjadi pada masa kenabian
dan khilafah rasyîdah kepada anak-anak muslim.19
Bagian utama dari buku tersebut berisi materi inti. Beberapa judul pembahasan
dalam buku tersebut adalah masa pengutusan Nabi saw., kehidupan nabi sebelum diutus,
kehidupan Nabi di zaman Mekah, fase-fase dakwah, sikap kaum musyrikin terhadap dakwah
Nabi saw., peristiwa hijrah ke Habasyah, baiat kaum muslimin terhadap Nabi saw.,
kehidupan dan aktivitas dakwah Nabi saw. pasca hijrah ke Madinah, pendirian negara Islam,
fase pensyariatan perang, pengiriman pasukan perang (sariyah), dan nama-nama peperangan.
Peperangan yang dibahas adalah perang Badar, perang Bani Quanaiqa, perang Uhud, perang
Hamrâ‟ al-Asad, perang Khandaq atau perang Ahzab, perang Bani Quraizhah, dan Perjanjian
Hudaibiyah. Sedangkan bagian penutup, buku tersebut membahas babak akhir kehidupan
Nabi saw., seperti haji wada‟, sakit terakhir, dan kematian beliau. Bahkan, ditambahkan
nama-nama istri Rasulullah saw. 20
Berikut bagian daftar isi buku Al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î tersebut:
18
Konsep walâ‟ dan barâ‟ sendiri dalam pandangan Islam adalah penyesuaian diri seorang
hamba terhadap apa yang dicintai dan diridai Allah serta apa yang dibenci dan dimurkai Allah dalam
perkataan perbuatan kepercayaan dan orang.
19
Al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, tk: tp,1437 H., h. 6, baris ke-7 s.d ke-11.
20
Al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, tk: tp,1437 H., h. 4-5.
89
Bagian Daftar Isi Buku Al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î
Untuk anak setingkat sekolah dasar (SD), pelajaran peperangan, meski sebatas
sejarah, sesungguhnya tidak penting. Mengingat anak-anak, sebagaimana yang disebutkan
dalam sejumlah hadis, tidak diharuskan berperang. Bahkan dalam suatu Hadis, Rasulullah
tidak mengizinkan seorang sahabat untuk berperang. Dikisahkan, pada saat perang Uhud,
90
beliau kedatangan sejumlah anak yang ingin ikut berperang. Namun, beliau menolak karena
mereka masih kecil. Mereka adalah „Abdullah ibn „Umar ibn al-Khathâb, Usâmah ibn Zaid,
Usaid ibn Zhuhair, Zaid ibn Tsâbit, Zaid ibn Arqam, „Arâbah ibn Aus, „Amr ibn Hazm, Abû
Sa„îd al-Khudrî, dan Sa„d ibn Habah.21
Pertimbangannya karena mereka masih kecil. Lebih dari itu, peperangan dalam Islam,
tidak diperkenankan membunuh wanita, anak kecil, orang tua, dan mereka yang tidak terlibat
peperangan. Ini menunjukkan bahwa Islam begitu memperhatikan hak-hak anak, di antara
hak tersebut, mereka tidak dilibatkan dalam aktivitas peperangan. Kenyataan sebaliknya
justru terjadi pada kelompok ISIS. Mereka sudah mengajarkan sejarah perang kepada anakanak, mereka berusaha menanamkan semangat jihad pada diri anak-anak, bahkan bukan
hanya sejarah, tetapi dalam teknik dan praktik perang itu sendiri. Hal ini dikuatkan dengan
beredarnya dua buah video di situs youtube yang memperlihatkan latihan militer anak-anak
ISIS. Video itu menggambarkan bagaimana anak-anak digembleng sedemikian rupa,
memegang senjata, berlatih menembak di bawah pengawasan instruktur mereka agar sejak
dini sudah mampu berperang. Suatu kondisi yang sangat berlawanan dengan ajaran Islam.22
Selanjutnya, berdasarkan struktur mikronya, wacara kurikulum ISIS tersebut sangat
jelas memperlihatkan orientasi, motif, dan ideologi para pembuatannya. Pendahuluan pertama
di buku pelajaran Serah ini adalah sebagai berikut:
21
22
Shafî al-Rahmân Al-Mubârakfûrî, al-Rahîq al-Makhtûm, h. 228.
Muhaimain, “ISIS Latih Anak-anak Indonesia untuk Jadi Pembunuh.” Lihat:
international.sindonews.com, diakses 30 Mei 2016.
91
ٓ٠‫ِغزذسج اٌىبفش‬ٚ ،ٖ‫س ثأ ِْش‬ِٛ‫ِصشف ْاأل‬ٚ ،ٖ‫ش‬ٙ‫ِزي اٌششن ثم‬ٚ ،ٖ‫اٌسّذ هلل ِؼض اإلعالَ ثٕصش‬
ٍٝ‫ ِٓ أػ‬ٍٝ‫اٌغالَ ػ‬ٚ ‫اٌصالح‬ٚ ،ٍٗ‫ٓ ثفض‬١‫خؼً اٌؼبلجخ ٌٍّزم‬ٚ ،ٌٗ‫ال ثؼذ‬ٚ‫بَ د‬٠‫ لذس األ‬ٞ‫ اٌز‬،ٖ‫ثّىش‬
23
ٗ‫ف‬١‫هللا ِٕبس اإلعالَ ثغ‬
[Segala puji milik Allah, Zat yang memuliakan Islam dengan pertolongan-Nya, Zat
yang menghinakan kesyirikan dengan paksaan-Nya, Zat yang mengurus seluruh
perkara dengan perintah-Nya, Zat yang mengalahkan orang-orang kafir dengan
tipudaya-Nya, Zat yang menentukan waktu untuk (tegaknya) negara-negara dengan
keadilan-Nya, Zat yang menjadikan akibat baik bagi orang-orang bertakwa dengan
karunia-Nya; selawat dan salam semoga terlimpah kepada sosok yang ditinggikan
Allah ke atas menara Islam dengan pedang-Nya.]
Di antara karakter analisis wacana kritis adalah wacana dipandang sebagai sebuah
tindakan. Wacana dianggap sebagai sebuah interaksi antara penulis atau penghasil wacana
dengan khalayak pembaca. Penulis atau penghasil teks menggunakan bahasa untuk tujuan
berinteraksi dengan pihak lain melalui komunikasi bahasa verbal. Di pihak lain, pembaca
merasakan teks itu sebagai sesuatu yang wajar dan alamiah. Padahal, penulis, melalui wacana
yang dibuatnya bertujuan untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyanggah,
memotivasi, bereaksi, melarang, dan sebagainya. Di samping itu, wacana dipahami sebagai
sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang diluar kendali atau
diekspresikan di luar kesadaran. Ini pula yang dilakukan oleh para penulis kurikulum ISIS.
Melalui teks pendahuluan di atas, mereka hendak menyampaikan bahwa Islam itu mulia atas
pertolongan Allah, sedangkan kesyirikan itu hina dengan kekuasaan-Nya, segala sesuatu
sudah diatur oleh Allah, orang-orang kafir akan kalah dengan tipudaya-Nya, negara atau
23
al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h.
3.
92
kekuasaan Islam itu harus tegak dengan keadilan-Nya. Sampai pada titik itu, tentu tak dapat
disangkal. Namun, jika diperhatikan lanjutan teks tersebut, yang berbunyi Selawat dan salam
semoga terlimpah kepada sosok yang ditinggikan Allah ke atas menara Islam dengan
pedang-Nya.24
Melalui kalimat terakhir ini, pembuat teks hendak mengomunikasikan secara wajar
sebuah pemahaman kepada pembacanya bahwa Islam dibawa Nabi saw. dan ditinggikan
Allah dengan pedang. Pada saat yang sama, penulis teks hendak menghapus pemahaman
bahwa Islam disampaikan dengan penuh lemah lembut dan kasih sayang. Peperangan
hanyalah jalan terakhir ketika jalan perdamaian sudah tidak memungkinkan. Mereka hendak
menghilangkan pemahaman bahwa peperangan timbul dari suatu pelanggaran pihak lawan,
bukan serta merta dilakukan tanpa sebab dalam kondisi sudah damai. Kemudian, yang
membuat pembaca tidak menyadari bahwa penulis sedang melakukan doktrin kekerasan
adalah penulis meminjam nama Allah untuk mengemas ideologinya, seperti yang tersurat
dalam kalimat terakhir: Selawat dan salam semoga terlimpah kepada sosok yang ditinggikan
Allah ke atas menara Islam dengan pedang-Nya. Seolah-olah, atas kehendak Allah, Islam
disebarkan dengan pedang dan kekerasan. Wajah Islam sebagai agama damai sama sekali tak
terlihat dalam pesan teks di atas.25
Selanjutnya, analisis wacana kritis tidak hanya memahami bahasa sebagai mekanisme
internal dari linguistik semata, melainkan juga dari luar bahasa. Guy Cook dalam Sobur,
mengatakan bahwa wacana meliputi teks dan konteks. Teks bukan hanya kata-kata yang
tercetak dalam lembaran kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik,
24
Lihat: pendahuluan buku al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-
Awwal (Pelajaran Sejarah untuk Kelas V SD Semester Pertama).
25
al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h.
3.
93
gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks merupakan semua situasi dan hal yang
berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa,
situasi dimana teks diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan lain sebagainya. Demikian
halnya teks di atas. Ia tidak dapat dilepaskan dari konteks yang melingkupinya. Ideologi
ekstrim dan lingkungan yang keras sudah dipastikan mempengaruhi lahirnya teks tersebut,
bahkan mempengaruhi unsur-unsur lain dalam buku tersebut, seperti gambar dan tata
letaknya. Pada buku al-Riyâdiyyât li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fashl al-Dirâsî alAwwal (Pelajaran Matematika untuk Kelas V SD Semester Pertama), halaman 7 dan 18
dilengkapi dengan gambar senjata api.26 Jika diperhatikan, tidak ada hubungan sama sekali
antara pelajaran matematika dengan gambar senjata. Lahirnya teks tersebut juga tidak dapat
dilepaskan dengan konteks dan wacana lainnya, antara lain buku Mabâd‟ fî Idârah Daulah
Islâmiyyah (1435 H), video dan foto kekerasan, latihan militer, pamflet, dan sebagainya.
Gambar : Visualisasi Senjata dalam buku al-Riyâdiyyât li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î alFashl al-Dirâsî al-Awwal
26
al-Riyâdiyyât li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437 H,
h. 7 dan 18.
94
Salah satu tujuan analisis wacana kritis adalah mengungkap relasi-relasi kuasa
tersembunyi (hidden power) dengan proses-proses ideologis yang muncul dalam teks-teks
lisan atau tulisan.27 Setiap kalimat dalam teks 1 di atas sudah memperlihatkan hidden power
tersebut. Menurut Eriyanto, berbeda dengan pandangan wacana sebagai tindakan, setiap
wacana yang muncul dalam bentuk teks, percakapan atau apa pun, tidak dipandang sebagai
sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral, tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan.28
Begitu pula dengan teks di atas. Dengan mengatasnamakan Tuhan, para penulis kurikulum
ISIS bermaksud menghasut para pembacanya bahwa Islam dan kufur adalah dua hal yang
bertentangan. Dan kekufuran itu harus dimusnahkan dengan jihad. Pada tataran itu, tentu
dapat disepakati. Namun, ketika perang melawan kekufuran atau jihad itu hanya dapat
dilakukan dengan pedang atau jalan peperangan, tentu tidak dapat disepakati. Terlebih, jalan
perang mengakibatkan para pelaku kekufuran semakin resisten dan justru membenci Islam.
Padahal tujuan mulia dari jihad itu sendiri adalah mempertahankan agama Allah agar tetap
berdiri di muka bumi. Jika dengan jalan damai, Islam sudah tegak dan dapat disebarkan,
maka mengapa memilih jalan kekerasan.
Tujuan analisis wacana kritis adalah meneropong ideologi yang tersembunyi dalam
penggunaan bahasa. Ideologi merupakan kajian sentral dalam analisis wacana kritis. Hal ini
menurut Eriyanto karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi
atau pencerminan dari ideologi tertentu. Menurut Badara ideologi memiliki dua pengertian
yang bertolak belakang. Secara positif, ideologi dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia
(worldview) yang menyatakan nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan
kepentingan-kepentingan mereka. Adapun secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu
27
Ruth Wodak dan Michael Meyer, Methods for Critical Discourse Analysis, London: Sage,
2009, h. 2.
28
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001, h.
13.
95
kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara
memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas sosial. Dalam kaitan ini, penyusunan
kurikulum organisasi ISIS di atas tentu tidak dapat dilepaskan dari ideologi para pembuatnya,
atau yang dalam bahasa Van Dijk adalah kognisi sosial.29 Kedua definisi ideologi tersebut
jelas tengah dimainkan oleh kelompok ekstrim paling berbahaya tersebut. Melalui wacana
yang mereka tulis, mereka bertujuan untuk mengubah cara pandang pembaca dan tertarik
mengikuti mereka. Dalam konteks anak-anak sekolah, tentu mereka diharapkan menjadi
generasi yang pro dengan gerakan, pemikiran, dan ideologi Salafi-Jihadis mereka. Dengan
bertambahnya anggota baru dan lahirnya generasi yang seideologi dengan mereka, kekuatan
mereka akan bertambah. Kekuatan itulah yang mereka harapkan mampu memperkuat
eksistensi negara Islam.
Adapun definisi negatif yang mereka mainkan adalah, melalui wacana yang mereka
susun, mereka hendak menciptakan kesadaran palsu bagi para pembaca wacana tersebut.
Untuk mencapai kekuasaannya, dan melancarkan aksi-aksi kejahatannya, mereka berusaha
melakukan penipuan dan memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas tertentu.
Dalam konteks teks di atas, mereka ingin memutarbalikkan konsep Islam sebagai agama yang
disebarkan dengan pedang dan peperangan. Mereka juga merekayasa konsep jihad seolaholah sebagai tujuan Islam, padahal sesungguhnya jihad hanyalah jalan mencapai tujuan. Jihad
dapat disesuaikan dengan waktu dan keadaan. Di tengah masyarakat yang sebelumnya lekat
dengan tradisi perang, berjihad dengan perang tentu dapat dianggap sebagai keniscayaan.
Namun, di dalam konteks sekarang, jihad dengan cara perang justru bukan mengantar kepada
tujuan, tetapi bisa saja sebaliknya.30 Di samping itu, Alquran sendiri tidak memaksakan jihad
29
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001, h.17
30
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992, h. 402.
96
dengan jiwa semata, sebagaimana ayat, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian
mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada
jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar,” (QS. al-Hujurat [49]: 15).
Mengutip pendapat Ibnu Katsir, yang dimaksud dengan jalan Allah dalam ayat
tersebut tidak selamanya jalan perang, melainkan jalan taat dan jalan keridaan Allah. Dan
jalan taat dan rida Allah tidak hanya perang. 31 Kemudian, Nawwaf Takruri dalam bukunya
Keajaiban Jihad Harta, menyebut meski perintah jihad dalam ayat tersebut adalah jihad
dengan harta dan jiwa, tetapi tidak selamanya harus dijalankan kedua-duanya secara
bersamaaan, tergantung situasi dan kemampuan. Bahkan, menurutnya jihad pertama dalam
kondisi tertentu lebih utama dibanding jihad kedua. Sebab, jihad nyawa tidak akan sempurna
tanpa jihad pertama. Karena itu, menurut Nawwaf, jihad harta merupakan persoalan
tersendiri. 32
Seperti yang telah diungkapkan, analisis wacana kritis telah melahirkan banyak teori.
Antara lain teori fungsional grammar Halliday yang diaplikasikan oleh Fowler, Hodge, Kress
dan Trew. Teori ini menganut 3 fungsi utama bahasa, yakni pertama, mengkomunikasikan
proses terjadinya peristiwa di dunia dan semua yang terlibat di dalamnya (fungsi ideasional),
kedua, mengekspresikan sikap penutur terhadap proposisi yang sudah disusun dan
mengekspresikan relasi antara penutur dan mitra tutur (fungsi interpersonal) dan ketiga,
menyajikan ekspresi tersebut secara koherensif dan memadai melalui teks (fungsi tekstual).
Fowler, Hodge, Kress dan Trew menerapkan analisis terhadap 3 fungsi bahasa tersebut untuk
31
32
Tafîr Ibn Katsîr, Jilid 7, h. 390.
Nawwaf Takruri, Keajaiban Jihad Harta, Yogyakarta: Darul Uswah (Kelompok
Proumedia), 2011, h. 31.
97
membedah ideologi yang ada pada wacana. Meski analisis yang hanya pada tataran teks saja,
seperti elemen pilihan kosakata, nominalisasi, dan pilihan kalimat, tetapi analisis ini tak dapat
dianggap sederhana. Sebab, menurut mereka, elemen-elemen teks dapat bercerita tentang
dirinya, termasuk ideologi, ekspresi, sikap, dan maksud penutur. Demikian halnya
penggunaan kosakata mu„iz (memenangkan), mudzill (menghinakan), syirk (kesyirikan),
kâfirîn (orang yang ingkar), makar (tipu daya), duwal (negara), manâr al-Islâm (menara
Islam), saif (pedang), dan sebagainya. Penggunaan kata atau frasa tersebut tentu tidak dapat
dilepaskan dari pilihan al-hamd (pujian), islâm, takwa, selawat, dan salam. Namun,
penggunaan kata-kata yang bermakna positif jumlahnya lebih sedikit dibanding dengan katakata yang bermakna negatif. Berdasarkan teori fungsional grammar Halliday yang
diaplikasikan oleh Fowler, Hodge, Kress dan Trew, ini menunjukkan ekspresi para penutur
atau pembuat teks terhadap kekufuran dan kesyirikan. Mereka melihat kedua hal tersebut
sebagai keadaan yang harus dilawan dan disingkirkan. Pada tataran itu, tentu semua umat
Islam sepakat. Namun, ketika kedua keadaan itu harus disingkirkan dengan cara-cara
kekerasan tidak semuanya setuju. Dan keharusan itu seolah-olah tidak ada pilihan lain karena
sudah menjadi perintah Allah, seperti yang terekam dalam salah satu kalimat yang mereka
pergunakan al-hamdu lillâh mu„izz al-Islâm bi nashrihi wa mudzill al-syirka bi qahrihi
[segala puji bagi Allah, Zat yang memenangkan Islam dengan pertolongan-Nya, Zat
menghinakan kesyirikan dengan paksaan-Nya]. Allah seakan tidak memberikan pilihan lain
untuk memerangi kekufuran selain perang. Inilah akibat dari pemahaman yang parsial.
Padahal, ayat-ayat yang memerintah untuk bersikap tasamuh kepada kelompok non-muslim
jauh lebih banyak. Bahkan, Alquran memerintahkan kita untuk menghadapi kelompok yang
tidak seakidah dengan cara hikmah, mau „izhah hasanah (pelajaran yang baik), debatlah
dengan argumen yang lebih kuat, seperti halnya dalam ayat, Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
98
baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk, (Q.S. alNahl [16]: 125).
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu Jarir menyebutkan bahwa maksud dari kata hikmah
adalah wahyu yang telah diturunkan oleh Allah berupa Alquran dan al-Sunnah. Selain
pengertian kata hikmah dengan kedua wahyu tersebut, M. Abduh berpendapat bahwa hikmah
adalah mengetahui rahasia dan faedah dalam tiap–tiap hal. Hikmah juga diartikan dengan
ucapan yang sedikit lafadznya, tetapi memiliki banyak makna atau dapat diartikan
meletakkan sesuatu sesuai tempat yang semestinya. Orang yang memiliki hikmah disebut alhakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Selain
itu al-Zamaksyari mengartikan kata hikmah dalam Tafsîr al-Kasyaf dengan sesuatu yang pasti
benar. Al-Hikmah adalah dalil yang menghilangkan keraguan ataupun kesamaran.
Selanjutnya beliau menyebutkan bahwa hikmah juga diartikan sebagai Alquran yakni ajaklah
manusia mengikuti kitab yang memuat hikmah.33
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa al-hikmah adalah kemampuan da‟i
dalam memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi obyektif mad‟u. Selain itu
al-hikmah juga merupakan kemampuan da‟i dalam menjelaskan doktrin- doktrin Islam serta
realitas yang ada dengan argumentasi yang logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena
itu, al-hikmah adalah sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis
dalam dakwah.
Dalam tafsir al-Baghawi dijelaskan bahwa berdakwah dengan al-mau‟idzah alhasanah adalah mengajak manusia dengan memberikan motivasi dan juga penakutan atas
perbuatan buruk yang dilakukan. Selain itu diartikan pula bahwa maksud dari al-mau‟idzah
al-hasanah adalah ucapan yang lembut yang tidak mengandung kekerasan. Dalam kitab Zâd
33
Tafsîr Ibn Katsîr, Jilid 4, h. 613.
99
al-Masir fi „ilmi al-Tafsir milik Jamâl al-Din „Abdu al-Rahman al-Jauzi disebutkan bahwa
makna dari al-mau‟izhah al-hasanah ada dua yang pertama adalah pelajaran dari Alquran
berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas dan yang kedua adalah adab yang baik yang telah
ma‟ruf. Sedangkan dalam Tafsir al-Manâr diartikan bahwa al-mau‟izhah adalah bentuk isim
dari lafadz wa‟adza yang artinya wasiat kepada kebenaran dan kebaikan juga wasiat untuk
menjauhkan diri dari kebatilan dan keburukan dengan jalan memberikan motivasi dan
penakut-nakutan dimana dengan hal itu akan msampai ke hati yang diberi wasiat yang akan
menjadikan orang tersebut mengerjakan kebaikan dan meninggalkan keburukan.34 Dari
pengertian di atas maka al-mau‟izhah al-hasanah mengandung beberapa hal berikut nasihat
ataupun petuah, bimbingan dan pengajaran, kisah-kisah, kabar gembira dan peringatan,
wasiat (pesan-pesan positif). Kelompok ISIS tampaknya lupa atau sengaja mengabaikan ayat
yang ada dalam surah al-Nahl di atas. Apa yang telah dilakukan mereka selama ini sudah
sangat bertentangan dengan ayat yang satu ini. Lantas mengapa masih mengklaim sebagai
pengamal Alquran, al-Sunnah, dan pengikut al-Salaf al-Shâlih, seperti yang dapat kita lihat
pada teks wacana berikut:
‫ب اٌٍجٕخ‬ٙ‫ضؼ‬ٚ ‫رٌه ِٓ خالي‬ٚ ‫ذا‬٠‫ذا خذ‬ٙ‫َ ػ‬ٛ١ٌ‫خ ا‬١ِ‫ٌخ اإلعال‬ٚ‫مٗ رذخً اٌذ‬١‫ف‬ٛ‫زغٓ ر‬ٚ ٌٝ‫فأٗ ثفضً هللا رؼب‬
‫ُ اٌغٍف اٌصبٌر‬ٙ‫ثف‬ٚ ٟ‫ إٌج‬ٞ‫ ٘ذ‬ٍٝ‫ػ‬ٚ ‫ح اٌىزبة‬ِٕٙ ٍٝ‫ اٌمبئُ ػ‬ِٟ‫ُ اإلعال‬١ٍ‫ صشذ اٌزؼ‬ٟ‫ ف‬ٌٝٚ‫األ‬
ٚ ً١‫األثبط‬ٚ ‫اء‬ٛ٘‫ذا ػٓ األ‬١‫ح ثؼ‬ٛ‫خ ٔج‬١ٔ‫ٌىٓ لشآ‬ٚ ‫خ‬١‫ال غشث‬ٚ ‫خ‬١‫خ ال ششل‬١‫خ صبف‬٠‫ثشؤ‬ٚ ‫ب‬ٌٙ ‫ي‬ٚ‫ً األ‬١‫اٌشػ‬ٚ
‫ أصمبع األسض‬ٝ‫ شز‬ٟ‫إٌّب٘ح إٌّسشفخ ف‬ٚ ‫ عّبعشح األزضاة‬ٚ‫خ أ‬١ٌ‫ اٌشأعّب‬ٚ‫خ أ‬١‫ً دػبح اإلشزشاو‬١ٌ‫أضب‬
‫خ‬١ِ‫ أثٕبء األِخ اإلعال‬ٟ‫اضر ف‬ٌٛ‫خ أثش٘ب ا‬١‫ؼ‬٠‫رٍه االٔسشافبد اٌجذ‬ٚ ‫خ‬٠‫افذاد اٌىفش‬ٌٛ‫ ثؼذ ِب رشوذ ٘زٖ ا‬ٚ
‫اعؼخ‬ٌٛ‫سزجخ اإلعالَ ا‬ٚ ‫خ‬١‫ذ اٌضاو‬١‫ز‬ٛ‫ خّبدح اٌز‬ٌٝ‫ ثأػجبء سدُ٘ ئ‬ٌٝ‫ك هللا رؼب‬١‫ف‬ٛ‫ٌخ اٌخالفخ ثز‬ٚ‫ضذ د‬ٙٔ
34
Jamâl al-Din „Abdu al-Rahman al-Jauzi, Zâd al-Masir fi „ilmi al-Tafsir, Jilid 4, h. 140.
100
‫ب‬ٙ‫شؼبث‬ٚ ‫خ‬١ٍ٘‫٘ذاد اٌدب‬ٚ ٌٝ‫ب ئ‬ٕٙ‫ٓ ػ‬١‫بط‬١‫ُ اٌش‬ٙ‫افشح ثؼذ اخزبٌز‬ٌٛ‫ب ا‬ٙ‫زز‬ٚ‫د‬ٚ ‫ذح‬١‫خ اٌخالفخ اٌشش‬٠‫رسذ سا‬
35
‫ٍىخ‬ٌّٙ‫ا‬
[Berkat karunia dan pertolongan Allah, sekarang ini negara Islam memasuki babak
baru. Itu terjadi dengan diletakkannya batu pertama pendidikan Islam yang jelas
berdasarkan manhaj (metode) Alquran, petunjuk Nabi, pemahaman al-Salaf al-Shâlih,
dan generasi awal, dengan pandangan yang jernih, bukan pandangan Barat atau pun
Timur, yakni dengan pandangan Alquran dan (Sunnah) Nabi, yang bebas dari
pengaruh hawa nafsu, kebatilan, dan kesesatan para penyeru sosialisme, kapitalisme,
mafia (makelar) partai, dan metode yang menyimpang di berbagai belahan bumi.
Setelah meninggalkan virus-virus kekufuran dan penyimpangan-penyimpangan yang
jelas mempengaruhi generasi umat Islam, maka bangkitlah negara Khilafah atas
pertolongan Allah untuk mengembalikan keteguhan tauhid yang bersih dan lapangan
Islam yang luas di bawah panji Khilâfah yang lurus dan naungan pohonnya setelah
diselewengkan oleh setan agar kembali kepada jurang jahiliah (kebodohan) dan
bukitnya yang membinasakan.]
Dalam paragraf ini terdapat banyak poin penting mengenai ISIS. Di antaranya, ISIS
hendak mengokohkan ideologi negara Islamnya. Pengokohan itu dilakukan melalui
pendidikan Islam yang diklaimnya berdasarkan Alquran, Sunnah, dan Salaf Shâlih. ISIS
mengaku bahwa sistem pendidikan yang diusungnya, jauh dari sistem pendidikan ala Barat
dan Timur, jauh dari paham kapitalisme36, sosialisme37, dan terbebas dari virus-virus
35
al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h.
36
Kapitalisme adalah sebuah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh
3.
kepada setiap orang untuk melaksanakan perekonomian. Seperti memproduksi barang, menjual
barang, menyalurkan barang. Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya
101
kekufuran dan penyimpangan. Melalui paragraf ini, penulis ISIS hendak mendeklar bahwa
sistem pendidikan yang ada selama ini adalah kufur, menyimpang, ala jahiliah, dan sudah
jauh dari ajaran Alquran, Sunnah, dan para generasi awal Islam. Diyakini oleh ISIS,
pendirian Negara Islam pada 1427 Hijriah atau tahun 2006 yang dipimpin oleh Abu Bakar alBaghdadi, terutama setelah diterbitkannya kurikulum ISIS pada 1437 Hijriah merupakan
wujud nyata dalam menghapus segala sistem pendidikan yang tidak sejalan dengan Islam.
Secara umum, ISIS mengklaim pendirian Negara Islam bertujuan untuk menegakkan syariat
Islam dan harga diri umat Islam yang belakangan kian terpuruk dan diperbudak Barat.
Diyakininya, umat Islam setuju untuk menerapkan syariat Islam, sebab tidak ada hukum
terbaik selain hukum Allah.
Sebatas konsep dan ideologi, pandangan ISIS yang menganggap ideologinya paling
benar adalah sah-sah saja. Setiap penganut ideologi pasti mengklaim bahwa ideologinya yang
paling benar. Namun, pada tataran aplikasi, konsep itu jauh panggang dari api. Misi
menegakkan syariat Islam berubah 180 derajat menjadi pelanggaran syariat. Nama jihad yang
dalam Islam bertujuan untuk memuliakan Islam itu sendiri, justru dibajak untuk meraih
kekuasaan dan kenikmatan sesaat. Bahkan, sejumlah rambu yang harus dipatuhi justru
dilanggar. Siapa pun yang tidak mencoba menghalangi jangan pernah berharap bisa hidup
lama. Segala kesalahan, besar maupun kecil, dihukum dengan hukuman mati. Tawanan
perang diperlakukan bak binatang. Mereka memanfaatkan para tawanan sebagai budak, baik
laki-laki maupun perempuan. Mereka manfaatkan para tahanan untuk meraih tebusan besar
dari pihak keluarga atau negara sandera berasal. Padahal Islam tak pernah mengajarkan
sendiri sesuai dengan kemampuannya. Lihat: Ulrich Duchrow, Mengubah Kapitalisme Dunia, Jakarta:
Gunung Mulia, 1999, h. 245.
37
Sosialisme adalah paham yang bertujuan untuk membentuk kemakmuran kolektif yang
produktif dan membatasi milik perseorangan. Hal ini membedakan sosialisme dan kapitalisme yang
menekankan kemakmuran dari usaha individu. Ciri utama sosialisme adalah pemerataan kemakmuran
dan penghapusan kemiskinan.
102
demikian, walau kepada hewan sekalipun. Islam tak mengajarkan kekerasan kepada siapa
pun. Walau dalam kondisi perang, para wanita, anak-anak, dan dan tidak terlibat peperangan
tidak boleh diperangi. Demikian halnya para tawanan mesti diperlakukan layaknya manusia,
bukan seperti hewan. Kondisi ini kontras sekali dengan isi pelajaran Hadis yang mereka tulis.
Mereka dengan tegas mengutip hadis-hadis Nabi saw. Mereka memuat hadis tentang
keutamaan membaca Alquran, memelihara sunnah, selawat kepada Nabi saw., keutamaan
salam, etika makan, etika minum, berbakti kepada orang tua, silaturahim, hak-hak tetangga,
kejujuran, menghormati orang yang lebih sepuh, rendah hati, cinta kepada Allah, berperangai
baik. Bahkan pada bagian akhir, mereka mengutip hadis riwayat Muslim yang
mengharamkan kezaliman.
38
ُّ ٌ‫اْ ا‬
ٌ َّ ٍ‫ظ ٍْ َُ ظ‬
َّ َ‫ ف‬،ٍَُ‫ا اٌظ‬ٛ‫ارَّم‬
‫َب َِخ‬١‫ْ ََ ْاٌم‬َٛ٠ ‫بد‬
Hadis di atas menyatakan, “Hati-hatilah dengan kezaliman, sebab kezaliman adalah
kegelapan pada hari Kiamat.” Suatu kenyatakan yang sulit diterima nalar sehat. Mereka tahu
jika kezaliman adalah perbuatan yang diharamkan Islam, namun justru gerak-gerik mereka
sarat kezaliman.
Wacana yang cukup menarik untuk dicermati ada di dalam buku al-Târîkh li al-Shaffa
al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal (Pelajaran Sejarah untuk Kelas V SD
Semester Pertama). Pasalnya, buku tersebut memuat dua pembahasan yang selama ini
menjadi identitas bahkan ideologi ISIS. Kedua pembahasan dimaksud adalah usus al-daulah
al-islâmiyyah fi al-ahd al-madanî [dasar-dasar negara Islam pada periode Madinah] dan
marâhil tasyrî„ al-qitâl [tahapan-tahapan pensyariatan perang]. Usai judul pembahasan
pertama disebutkan:
38
al-Hadîts al-Nabawî li al-Shaff al-Awwal al-Ibtidâ‟î, al-Fashlu al-Dirâsî al-Awwal, tk:
tp,1437 H, h. 40.
103
ِٓٚ ‫خ‬١ِ‫ٌخ اإلعال‬ٚ‫ضــغ أ عــظ اٌذ‬ٛ‫ٕخ شــشع ث‬٠‫ اٌّذ‬ٟ‫ي ف‬ٛ‫ٗ اٌشعــ‬١‫َ اعــزمش ف‬ٛ٠ ‫ي‬ٚ‫ِٕز أ‬
39
‫ٕخ‬٠‫فخ اٌّذ‬١‫ صس‬،ٓ٠‫بخش‬ٌّٙ‫ا‬ٚ ‫ٓ األٔصبس‬١‫ ِإاخبح ث‬،‫ ثٕبء اٌّغدذ‬: ‫أُ٘ ٘زٖ األعظ‬
[sejak awal di Madinah Rasulullah telah meletakkan dasar-dasar negara Islam, di
antara dasar-dasar pentingnya adalah: (1) membangun masjid, (2) mempersaudarakan
sahabat muhajirin dengan anshar, (3) membuat perjanjian Madinah.]
Memang benar pada awal hijrah ke Madinah, Rasulullah saw. membangun dua
masjid. Pertama adalah Masjid Quba, masjid yang berada 5 kilo sebelah tenggara kota
Madinah, kedua adalah Masjid Nabawi. Namun, alasan bahwa masjid didirikan untuk tujuan
politik atau membangun negara tampaknya tentu terlalu jauh, sebab tidak hanya tujuan politis
yang disasar dalam pendirian masjid. Masjid Quba, misalnya, bahkan didirikan sama sekali
bukan untuk tujuan politik. Masjid itu dibangun semata sebagai tempat singgah dan
peristirahatan Rasulullah dalam perjalanan hijrah sebagaimana yang diusulkan oleh Ammâr
ibn Yasir. Fakta bahwa masjid bukan semata diririkan untuk tujuan politis, sesungguhnya
diakui oleh penulis buku tersebut, seperti yang terlihat di bawah ini. Hal ini penting sekali
ditekankan sebab bila setiap masjid didirikan untuk tujuan politis, maka secara tidak langsung
akan mengabaikan tujuan utamanya. Padahal tujuan itu lebih penting dibanding tujuan politis.
Bahkan jika tujuan utama terpenuhi, maka tujuan politis dengan sendirinya akan tercapai.
ٗ١‫ضؼب رمبَ ف‬ِٛ ْ‫ا ّٔب وب‬ٚ ،‫ي ِىبٔب ألداء اٌصالح فسغت‬ٛ‫ذ اٌشع‬ٙ‫ ػ‬ٍٝ‫ىٓ اٌّغدذ ػ‬٠ ٌُ
َ ْ‫ٗ اٌصسبثخ اٌمشآ‬١‫زؼٍَُّ ف‬٠ ،ُ١ٍ‫ضؼب ٌٍزؼ‬ِٛ ‫ فمذ وبْ اٌّغدذ‬،‫ب‬ٙ‫ظبئف‬ٚٚ ‫ٌخ‬ٚ‫بَ اٌذ‬ِٙ ِٓ ‫ش‬١‫اٌىث‬
ٟ‫ٓ ف‬١ّ‫ٓ َ اٌّزخبص‬١‫فصً َ ث‬٠ ‫ي اهللا‬ٛ‫وبْ سع‬ٚ ،‫ي‬ٛ‫ُ ِٓ ػٕذ اٌشع‬ٕٙ٠‫س د‬ِٛ‫أ‬ٚ َ ُ٠‫اٌىش‬
39
Lihat: al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437
H, h. 36.
104
‫خ‬٠ٌٛ‫ٗ رؼمذ األ‬١‫ف‬ٚ ،‫ػ‬ٛ١‫ ِٕٗ رجؼث اٌد‬،‫ػ‬ٛ١‫بدح اٌد‬١‫وبْ اٌّغدذ ِشوضا ٌم‬ٚ ،‫اٌّغدذ‬
40
‫ اٌّغدذ‬ٟ‫ وبٔذ رزُ ف‬ٟ‫بَ اٌز‬ٌّٙ‫ذ ِٓ ا‬٠‫ فضال ػٓ اٌؼذ‬.‫ٌألِشاء‬
[Masjid pada zaman Rasul bukan saja sebagai tempat salat semata, melainkan juga
tempat dilakukannya banyak kepentingan dan tugas negara. Masjid adalah tempat
belajar. Di situlah para sahabat belajar Alquran dan perkara-perkara agama mereka
kepada Rasul. Di masjid pula Rasul menyelesaikan perselisihan di antara para
sahabat. Bahkan masjid menjadi pusat mempersiapkan pasukan. Dari masjid pasukan
dikirimkan. Di masjidlah para pemimpin diangkat. Dan masih banyak lagi perkara
yang diselesaikan di masjid.]
Namun, kembali lagi penyimpangan terjadi. ISIS didirikan bukan untuk membangun
umat, melainkan untuk tujuan politik, kekuasaan, dan kenegaraan semata. Padahal agama
Islam hadir bukan semata untuk tujuan kekuasaan, melainkan menebar rahmat, keselamatan,
kedamaian, dan ketenteraman bagi seluruh umat, termasuk non-muslim sekalipun. Agama
yang dibawa oleh Rasulullah saw. menuntun umat manusia untuk memuliakan manusia dan
mendorong kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dan semua tujuan itu dimulai
dari masjid. Masjid menjadi tempat strategis untuk memperkuat kesatuan
dan
memberdayakan potensi umat. Rasulullah saw. sendiri adalah sosok yang sangat
mendambakan perdamaian dan kerukunan. Hal itu juga terlihat saat beliau menerima
rombongan kaum Nasrani Najran yang hendak menemuinya. Saat waktu „kebaktian‟ tiba,
mereka meminta izin untuk melakukannya di dalam masjid dan beliau mengizinkannya.
Sebisa mungkin, beliau menghindari konflik dan peperangan. Kondisi itu jauh dengan apa
40
Lihat: al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437
H, h. 36.
105
yang sekarang dirasakan pada saat kehadiran ISIS. Kehadiran mereka jauh dari kata damai,
selamat, dan tenteram.
َّ ٍَّٝ‫ص‬
ٓ‫ ِسّذ ث‬ٕٝ‫ فس َّذث‬،‫ٕخ‬٠‫ ٔدشاْ ثبٌّذ‬ٜ‫فذ ٔصبس‬ٚ َُ َّ ٍ‫ َع‬َٚ ْٗ١ٍَ‫هللا َػ‬
َ ‫ي هللا‬ٛ‫ سع‬ٍٝ‫فذ ػ‬ٚ :‫لبي اثٓ ئعسبق‬
َّ ٍَّٝ‫ص‬
‫ٗ ِغدذَٖ ثؼذ‬١ٍ‫ا ػ‬ٍٛ‫ دخ‬،َُ َّ ٍ‫ َع‬َٚ ْٗ١ٍَ‫هللا َػ‬
َ ‫ي هللا‬ٛ‫ سع‬ٍٝ‫فذ ٔدشاَْ ػ‬ٚ َ‫ ٌّب لذ‬:‫ لبي‬،‫ش‬١‫خؼفش ثٓ اٌضث‬
َّ ٍَّٝ‫ص‬
‫هللا‬
َ ‫ي هللا‬ٛ‫ فمبي سع‬،ُٙ‫ فأساد إٌبط ِٕؼ‬،ٖ‫ ِغدذ‬ٝ‫ْ ف‬ٍُّٛ‫ص‬
َ ٠ ‫ا‬ِٛ‫ فمب‬،ُٙ‫ فسبٔذ صالر‬،‫صالح اٌؼصش‬
41
.ُْ َٙ‫صالَر‬
َ ‫ا‬ٍَّٛ‫ص‬
َ َ‫ ف‬،َ‫ا اٌ َّ ْششق‬ٍَٛ‫ُ٘" فب ْعزَ ْمج‬ٛ‫ "دَػ‬:َُ ٍَّ‫ َع‬َٚ ْٗ١ٍَ‫َػ‬
Berkata Ibnu Ishaq: Di Madinah, datang delegasi Nasrani Najran kepada Rasulullah
Saw. Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Ja‟far bin Az Zubeir, katanya: ketika ketika
delegasi Najran datang kepada Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa Sallam, mereka masuk ke
dalam masjid setelah shalat ashar, ketika datang waktu ibadah mereka, mereka bangun untuk
mendirikan ibadah mereka di masjid nabi, maka manusia mencegahnya, lalu Rasulullah Saw.
bersabda: “Biarkan mereka.” Lalu mereka menghadap ke Timur, dan melaksanakan ibadah
mereka.
Hidden power yang terkandung dalam wacana di atas sulit dijelaskan jika melihat
kesenjangan apa yang dilakukan ISIS selama ini dengan apa yang ditulis dalam buku
tersebut. Namun, jika mengacu kepada model kognisi sosial ala van Dijk yang melihat
bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga diperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa
semacam itu, maka walau bagaimana pun pasti ada sesuatu yang lain yang disembunyikan
penulis di balik teks. Sesuatu yang disembunyikan tersebut adalah ideologi dan kekuasaan.
Melalui kedua hal itulah penulis hendak memaksakan gagasannya kepada khalayak
41
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Zad al-Ma'ad fi Hadyi Khairil Ibad. Cet. 27, 1994M-1415H.
Beirut :Muasasah Ar Risalah, Jilid III, h. 629.
106
pembaca.42 Kuat dugaan pembuatan wacana tersebut tidak ditujukan agar khalayak agar
mengikuti apa yang mereka tulis, melainkan untuk menutupi kejahatan yang mereka lakukan.
Contoh yang paling konkret, apa yang dilakukan Rasullah saw. untuk mengirim delegasi dan
mengajak pihak lain masuk Islam, jsutru tidak mereka lakukan.
Lebih lanjut, menurut Fowler, Fairclough, van Dijk, van Leeuweun, dan Wodak
wacana merupakan konstruksi yang tidak bebas nilai dan tidak netral. Wacana merupakan
wujud dari tindakan sosial yang diproduksi dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pihak yang
memproduksinya, baik berupa kepercayaan, nilai, kekuasaan maupun ideologi. Demikian
halnya dengan poin-point penting tentang dasar negara Islam yang disebutkan dalam buku
pelajaran sejarah di atas. Penulis memasukkan poin kedua dasar negara Islam adalah
persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar. Memang benar aktivitas pertama Rasulullah di
Madinah pasca hijrah adalah mendirikan Masjid yang difungsikan sebagai pusat kegiatan
umat Islam, sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Kemudian beliau mengambil
kebijakan
yang sangat
monumental
dalam
sejarah
umat
manusia,
yaitu
usaha
mempersaudarakan antara orang-orang Muhajirin dan Anshar. Di situ, Rasulullah seolah
ingin memperlihatkan kepada umatnya bahwa persaudaraan atas tali akidah Islam adalah
persaudaraan hakiki. Sementara ikatan kepartaian, kesukuan, ras, kebangsaan, kepentingan
dan sejenisnya akan mudah sekali sirna.
Hal
ini
juga
ditegaskan
oleh
Ibnul
Qayyim,
bahwa
Rasulullah
saw
mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar di rumah Anas bin Malik. Mereka
42
Teun A van Dijk, “Discourse and Cognition in Society”, dalam David Crowley and David
Mitchell, Communication Theory Today, Cambridge, Polity Press, 1994, h. 107-108; lihat pula:
Hanna Pishwa, Language and Social Cognition: Expression of the Social Mind, Berlin: Walter de
Gruyter, 2009, h. 25; lihat: Agus Sudibyo, Politik media dan pertarungan wacana, Yogyakarta: LKiS,
2001, h. 299.
107
yang dipersaudarakan ada sembilan puluh orang, setengah dari Muhajirin dan setengahnya
lagi dari Anshar. Beliau mempersaudarakan mereka agar saling tolong menolong, saling
mewarisi harta jika ada yang meninggal dunia di samping kerabatnya. Waris mewarisi ini
berlaku hingga Perang Badr. Taktala turun ayat, “Orang-orang yang mempunyai hubungan
kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesama (daripada kerabat yang bukan
kerabat).” (QS. al Anfâl [8]: 75), maka hak waris mewarisi itu menjadi gugur, tetapi ikatan
persaudaraan masih tetap berlaku.43
Makna persaudaraan ini sebagaimana yang dikatakan Muhammad al-Ghazâlî, agar
fanatisme jahiliyah menjadi cair dan tidak ada sesuatu yang dibela kecuali Islam. Di samping
itu, agar perbedaan-perbedaan keturunan, warna kulit, dan daerah tidak mendominasi, agar
seseorang tidak merasa lebih unggul dan lebih rendah, kecuali karena ketakwaannya.
Rasulullah saw. menjadikan persaudaraan ini sebagai ikatan yang benar-benar harus
dilaksanakan, bukan sekadar isapan jempol dan omong kosong semata. Persaudaraan itu
harus merupakan tindakan nyata yang mempertautkan darah dan harta, bukan sekedar ucapan
selamat di bibir, lalu setelah itu hilang tak berbekas sama sekali. Dan memang begitulah yang
terjadi. Dorongan perasaan untuk mendahulukan kepentingan yang lain, saling mengasihi dan
memberikan pertolongan benar-benar bersenyawa dalam persaudaraan ini, mewarnai
masyarakat yang baru dibangun dengan beberapa gambaran yang mengandung decak
kekaguman.44
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa tatkala kaum Muhajirin tiba di Madinah, maka
Rasulullah saw mempersaudarakan Abdurrahman bin „Auf dengan Sa‟ad bin al--Rabi‟. Sa‟ad
43
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Kelengkapan Tarikh Raulullah, Judul Asli: Jami‟ As-Sirah,
Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2016, h.76
44
Tim Persatuan Islam Indonesia, Risalah : Bacaan Peneguh Hati, Bandung: Yayasan
Risalah Pers, 1998, h. 16.
108
berkata kepada Abdurrahman, “Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya
di kalangan Anshar. Ambillah separoh hartaku itu menjadi dua. Aku juga mempunyai dua
istri. Maka lihatlah mana yang engkau pilih, agar aku bisa menceraikannya. Jika masa
iddahnya sudah habis, maka kawinilah ia!” Abdurrahman berkata, “Semoga Allah
memberkahi bagimu dalam keluarga dan hartamu. Lebih baik tunjukkan saja mana pasar
kalian?” 45
Demikian kehebatan persaudaraan yang dirancang oleh Rasulullah saw. Persaudaraan
ini pula yang membuat kaum muslimin semakin kuat dan kokoh serta semakin melemahkan
kekuatan lawan. Namun, apa yang dilakukan ISIS selama ini justru bertolak belakang dengan
apa dilakukan Rasulullah. Sedianya tentu ISIS menginginkan ikatan sesama mereka sekuat
persaudaraan yang ada pada Muhajirin dan Anshar. Namun, kenyataannya, justru mereka
bukan memperkuat bangunan umat Islam. Siapa pun yang tidak seideologi dengan mereka
dianggap kafir dan harus diperangi. Mereka seolah menginginkan umat Islam menjadi satu
warna dan sama. Rupanya mereka lupa ketetapan Allah dalam Alquran bahwa manusia
diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal dan saling
menyayang, bukan untuk saling memerangi. (Q.S. al-Hujurât [49]: 13).
Dasar ketiga pembentukan negara Islam dalam pandangan ISIS adalah piagam
Madinah. Piagam Madinah dikenal sebagai konstitusi pertama yang tertulis secara resmi
dalam perjalanan sejarah manusia. Konstitusi ini mendahului konstitusi mana pun yang
pernah ada di dunia, seperti piagam besar Magna Carta yang disepakati di Runnymede Surrey
45
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Kelengkapan Tarikh Raulullah, Judul Asli: Jami‟ As-Sirah,
Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2016, h.76
109
tahun 1215, konstitusi Aristoteles Athena yang ditemukan di Mesir pada tahun 1890, bahkan
konstitusi Amerika dan konstitusi Perancis.46
Piagam Madinah yang
juga dikenal dengan istilah Perjanjian Madinah, Dustur
Madinah, dan Shahifah Al-Madinah, merupakan kesepakatan damai sekaligus draf
perundang-undangan yang mengatur kemajemukan komunitas dan berbagai sektor kehidupan
Madinah, mulai dari urusan politik, sosial, hukum, ekonomi, hak asasi manusia, kesetaraan,
kebebasan beragama, pertahanan, keamanan, dan perdamaian. Dan Rasulullah-lah yang
memperkenalkan sekaligus melaksanakan draft kebijakan itu bersama seluruh warga
Madinah yang sepekat dengan isi perjanjian tersebut.47
Disebut kesepakatan damai karena seluruh perwakilan kelompok di Madinah turut
menandatangani perjanjian itu, termasuk kelompok Yahudi bani Qainuqa, bani Nadhir, dan
bani Quraizhah. Bahkan, Nabi sempat mengangkat sekretarisnya dari orang Yahudi agar
mudah mengkirim dan membaca surat berbahasa Ibrani dan Asiria. Namun karena berkhianat
dan bersekongkol dengan musuh, akhirnya sekretaris itu diganti Zaid bin Tsabit. Ini
tandanya, Rasulullah memberikan kesempatan yang sama kepada warganya, tanpa melihat
latar belakang keyakinannya, selama dia kompeten dan dapat dipercaya.48
Melalui piagam inilah Rasulullah saw. memperkenalkan sistem kehidupan yang
harmonis
dan damai bagi masyarakat Madinah yang majemuk dan plural. Di sanalah,
46
Kontributor Republika, Demokrasi Madinah: Model Demokrasi Cara Rasulullah
(Kumpulan Essai), Jakarta: Penerbit Republika, 2003, h. 7.
47
Ali Masykur Musa, Membumikan Islam Nusantara: Respons Islam Terhadap Isu - Isu
Aktual, Jakarta: Serambi, 2014, h. 110. Lihat pula: Ahmad Sukarja, Piagam Madinah dan Undangundang Dasar 1945: Kajian Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Yang
Majemuk, Jakarta: UI-Press, h. 78-79.
48
Abdurrahman Mas‟ud, Menuju paradigma Islam humanis, Wonosobo: Gema Media, 2003,
h. 85.
110
Rasulullah saw. meletakkan dasar kehidupan yang kuat bagi pembentukan masyarakat baru,
yaitu masyarakat madani yang rukun dan damai. Masyarakat itu setidaknya berasal dari 3
kelompok yang berbeda, yakni muslim dari kalangan Muhajirin dan Anshar sebagai
kelompok mayoritas, non-muslim dari suku Aus dan Khazraj yang belum masuk Islam
sebagai kelompok minoritas, dan kelompok Yahudi.49
Itulah sistem kehidupan yang dibangun oleh Rasulullah saw. yang kemudian diklaim
sebagai dasar atau fondasi bangunan negara Islam yang dipropagandakan oleh ISIS. Namun,
dalam praktiknya konsep negara Islam atau khilafah yang diterapkan ISIS sangat tidak jelas,
bahkan terlihat sekali sebagai legitimasi kekuasaan dan tirai penutup aksi-aksi kejahatan
mereka. Sebagaimana yang lantang disuarakan Gus Dur, sebagai jalan hidup (syari‟at),
Islam tidak memiliki konsep yang jelas tentang negara. Hal ini dapat dibuktikan bahwa
pertama Islam tidak mengenal pandangan yang jelas dan pasti tentang pergantian
kepemimpinan. Faktanya, ketika Nabi Muhammad wafat dan digantikan oleh Abu Bakar,
maka pemilihan Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah dilakukan melalui bai‟at oleh
para kepala suku dan wakil-wakil kelompok umat yang ada pada waktu itu. Sedangkan Abu
Bakar sebelum wafat menyatakan kepada kaum Muslimin, hendaknya Umar bin Khattab
yang diangkat mengantikan posisinya. Ini berarti, sistem yang dipakai adalah penunjukan.
Sementara Umar menjelang wafatnya meminta agar penggantinya ditunjuk melalui sebuah
dewan ahli yang terdiri dari tujuh orang. Lalu dipilihlah Utsman bin Affan untuk
menggantikan Umar. Selanjutnya, Utsman digantikan Ali bin Abi Thalib. Pada saat itu, Abu
Sufyan juga telah menyiapkan anak cucunya untuk menggantikan Ali. Sistem ini kelak
menjadi acuan untuk menjadikan kerajaan atau marga yang menurunkan calon-calon raja dan
49
Al-Quran Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lilalamin, Jakarta: Pustaka
Oasis, 2010, hal. 354; Lihat pula: Said Aqil Husin Al-Munawar, Islam humanis: Islam dan Persoalan
Kepemimpinan, Pluralitas, Lingkungan Hidup, Supremasi Hukum, dan Masyarakat Marginal, Jakarta:
Moyo Segoro Agung, 2001, h. 22.
111
sultan dalam sejarah Islam. Kedua, besarnya negara yang diidealisasikan oleh Islam, juga
tak jelas ukurannya. Nabi Muhammad meninggalkan Madinah tanpa ada kejelasan mengenai
bentuk pemerintahan kaum Muslimin. Tidak ada kejelasan, misalnya, negara Islam yang
diidealkan bersifat mendunia dalam konteks negara-bangsa (nation-state), ataukah hanya
negara-kota (city-state).50 Tiba-tiba muncul ISIS menamakan diri sebagai negara Islam yang
tanpa dasar itu dengan wajah brutal dan kejam, maka tak salah jika mereka dianggap hanya
mengaku-ngaku sebagai negara Islam untuk memuluskan kejahatan mereka.
C. Teknik dan Analisis Propaganda
1. Teknik Propaganda
a. Name Calling
َ‫سزجخ اإلعال‬ٚ ‫خ‬١‫ذ اٌضاو‬١‫ز‬ٛ‫ خبدح اٌز‬ٌٝ‫ ثأػجبء سدُ٘ ئ‬ٌٝ‫ك هللا رؼب‬١‫ف‬ٛ ‫ٌخ اٌخالفخ ثز‬ٚ‫ضذ د‬ٙٔ
‫٘ذاد‬ٚ ٌٝ‫ب ئ‬ٕٙ‫ٓ ػ‬١‫بط‬١‫ُ اٌش‬ٙ‫اسفخ ثؼذ اخزبٌز‬ٌٛ‫ب ا‬ٙ‫زز‬ٚ‫د‬ٚ ‫ذح‬١‫خ اٌخالفخ اٌشش‬٠‫اعؼخ رسذ سا‬ٌٛ‫ا‬
51
‫ٍىخ‬ٌّٙ‫ب ا‬ٙ‫شؼبث‬ٚ ‫خ‬١ٍ٘‫اٌدب‬
….maka bangkitlah negara Khilafah atas pertolongan Allah untuk mengembalikan
keteguhan tauhid yang bersih dan lapangan Islam yang luas di bawah panji
Khilâfah yang lurus dan naungan pohonnya setelah diselewengkan oleh setan agar
kembali kepada jurang jahiliah (kebodohan) dan bukitnya yang membinasakan.]
50
M. Syafii Anwar, “Membingkai Potret Pemikiran Politik KH. Abdurrahman Wahid”
(Pengantar) dalam Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi, Jakarta:
Wahid Institue, 2006, h. xviii.
51
al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h.
3, baris ke-11.
112
Dalam buku pelajaran Sejarah di bagian pendahuluan, ISIS menuliskan istilah „setan‟
yang merujuk kepada musuh mereka. Berbicara tentang musuh ini, ISIS menganggap semua
negara adalah musuhnya, karena mereka tidak mengakui pemerintahan apapun kecuali
Islamic State (Negara Islam), bahkan mereka tidak mengakui pemerintahan di Timur Tengah
yang sebagian mengadopsi sistem Islam. Setan dalam pandangan ajaran Islam merupakan
makhluk Allah yang sombong dan membangkang yang dipastikan masuk neraka. Oleh karena
itu, penasbihan istilah setan tersebut adalah ingin menunjukkan sosok musuh yang sombong
namun pasti akan kalah atas pertolongan Allah. Selain itu, hal tersebut dilakukan juga untuk
mendiskreditkan musuhnya di satu sisi, dan di sisi lainnya menguatkan hati pendukungnya
bahwa mereka ada dalam pihak yang benar, sedangkan musuh mereka adalah golongan setan
yang dimusuhi Allah.
Selain kata „setan‟, ISIS juga sering mempropagandakan kata-kata berkonotasi negatif
lainnya untuk menyifati musuhnya, seperti: „thaghut‟, dan „la‟natullah alaik‟. Sedangkan
pendukung ISIS di Indonesia sering melabeli pemerintah dengan sebutan antara lain: „Anjing
Densus 88‟, „Babi Ahok‟, dll.
Selain kata „setan‟, di bagian pendahuluan ini ISIS juga menulis istilah:
52
‫خ‬٠‫افذاد اٌىفش‬ٌٛ‫ا‬
“Virus-virus kekufuran”
Penyebutan „virus-virus‟ adalah merujuk kepada sistem pemerintahan kapitalis,
demokratis, dan sosialis yang diterapkan di dunia saat ini. Sistem pemerintahan tersebut oleh
ISIS disamakan dengan virus berbahaya yang dapat menular dan membuat rakyat-rakyat
52
al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h.
3, baris ke-10 s.d 11.
113
yang berada dalam naungan pemerintahan tersebut terkena penyakit kekafiran. Alasan ISIS
membenci sistem pemerintahan tersebut antara lain adalah bahwa nilai-nilai Islam dan nilainilai demokrasi secara inheren adalah anti tesis, karena melihat beberapa isu ketidaksamaan
antara orang yang beriman dan tidak beriman sebagaimana juga laki-laki dan perempuan.53
Sebutan ini nyaris serupa dengan sebutan yang diberikan Barat terhadap Uni Soviet selama
Perang Dingin, yaitu dengan penggunaan istilah 'bau busuk yang dapat menyebar' dan 'virus'
yang dapat 'menginfeksi' orang lain.
b. Glittering Generality
Teknik Glittering Generality merupakan teknik yang cukup sering digunakan ISIS
dalam buku pelajaran ISIS, antara lain terdapat dalam teks berikut ini:
ٓ٠‫ِغزذسج اٌىبفش‬ٚ ،ٖ‫س ثأ ِْش‬ِٛ‫ِصشف ْاأل‬ٚ ،ٖ‫ش‬ٙ‫ِزي اٌششن ثم‬ٚ ،ٖ‫اٌسّذ هلل ِؼض اإلعالَ ثٕصش‬
ٍٝ‫ ِٓ أػ‬ٍٝ‫اٌغالَ ػ‬ٚ ‫اٌصالح‬ٚ ،ٍٗ‫ٓ ثفض‬١‫خؼً اٌؼبلجخ ٌٍّزم‬ٚ ،ٌٗ‫ال ثؼذ‬ٚ‫بَ د‬٠‫ لذس األ‬ٞ‫ اٌز‬،ٖ‫ثّىش‬
54
ٗ‫ف‬١‫هللا ِٕبس اإلعالَ ثغ‬
[Segala puji milik Allah, Zat yang memuliakan Islam dengan pertolongan-Nya, Zat
yang menghinakan kesyirikan dengan paksaan-Nya, Zat yang mengurus seluruh
perkara dengan perintah-Nya, Zat yang mengalahkan orang-orang kafir dengan
tipudaya-Nya, Zat yang menentukan waktu untuk (tegaknya) negara-negara dengan
keadilan-Nya, Zat yang menjadikan akibat baik bagi orang-orang bertakwa dengan
karunia-Nya; selawat dan salam semoga terlimpah kepada sosok yang ditinggikan
Allah ke atas menara Islam dengan pedang-Nya.]
53
John L. Esposito, Mohammed Arkoun, Mohammed „Adeb AlJabri, et.al, Dialektika
Peradaban, Yogyakarta: Qalam, 2010, h. 133.
54
al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h.
3.
114
Pada teks ini, ISIS berupaya menghubungkan sesuatu yang berkonotasi positif yaitu
„Islam‟ dengan sesuatu
yang berkonotasi negatif yaitu „pedang‟ atau jalan kekerasan.
Padahal sebenarnya ada kata-kata lainnya yang juga bisa dimasukkan, namun kata tersebut
sengaja disembunyikan untuk tujuan tertentu. Ketika membaca wacana tersebut, pembaca
dibuat seolah-olah percaya bahwa jalan kekerasan merupakan satu-satunya cara untuk
menegakkan agama Islam. Hal tersebut sangat berbahaya bagi pembaca awam yang
cenderung malas dan/atau tidak dapat mengakses bukti-bukti bahwa Islam tidak hanya tegak
dengan jalan kekerasan, sebaliknya Islam cenderung mengedepankan perdamaian. Oleh
karena itu, wacana atau propaganda tersebut dapat dibantah dengan cara mencari bukti-bukti
dalil Al-Quran dan Hadist yang menunjukkan bahwa Islam dapat tegak dengan jalan damai
sebagai bentuk upaya kontra propaganda.
Selain pada teks di atas, ISIS juga menerapkan teknik propaganda Glittering
Genarality pada teks berikut:
55
َّ ٞ‫اٌسّذ هلل اٌز‬
‫ش األٔبَ ِسّذ‬١‫خؼٍٕب ِٓ أِخ خ‬ٚ َ‫بد ثؼذ ٔؼّخ اإلعال‬ٙ‫ٕب ثٕؼّخ اٌد‬١ٍ‫ِٓ ػ‬
[Segala puji bagi Allah, Zat yang telah menganugerahi kita dengan nikmat jihad,
setelah nikmat Islam; Zat yang telah menjadikan kita sebagai umat makhluk terbaik,
Muhammad saw.]
Teknik propaganda dalam wacana di atas juga menggunakan teknik Glittering
Genarality, yaitu mengatakan satu hal dan menyembunyikan hal lainnya, sehingga pembaca
mengira hanya hal tersebut yang benar. ISIS seolah-olah ingin mengatakan bahwa jihad
(berperang) merupakan nikmat yang terbesar setelah nikmat Islam (menjadi seorang
55
al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h.
3.
115
Muslim). ISIS menyembunyikan nikmat-nikmat lainnya, seperti persahabatan56 dan
kesehatan57 yang keduanya juga merupakan nikmat terbesar setelah keislaman. Bagi
masyarakat yang tidak mengetahui dan malas untuk mencari tahu akan adanya dalil-dalil
lainnya tersebut akan terpengaruh dan menerima wacana ISIS ini. Wacana tersebut dapat
dibantah, jika umat Islam sadar dan mau mencari dalil-dalil lainnya yang lebih kuat agar
dapat memahami jihad secara lebih komprehensif.
Banyaknya penggunaan teknik propaganda glittering generality ini menunjukkan
bahwa teknik tersebut sangat efektif digunakan oleh ISIS di tengah kondisi semakin
merosotnya pengetahuan keislaman masyarakat dan sikap apatis para ulama yang tidak
gencar menyampaikan ajaran-ajaran keislaman. Oleh sebabnya, tidak sedikit masyarakat
yang terpengaruh oleh wacana ini dan menjadi radikal. Misalnya, kasus pengeboman pada
pertengahan Agustus 2016 oleh jihadis tunggal (lone wolf) di salah satu gereja di Medan,
Sumatera Utara, yang diketahui bahwa pelaku terpengaruh oleh wacana-wacana ISIS di
media sosial.58
c. Transfer
56
Umar bin Khattab RA pernah berkata “Tidak ada nikmat kebaikan yang Allah berikan
setelah Islam, selain saudara yang shalih. Maka jika salah seorang dari kalian merasakan kecintaan
dari saudaranya, peganglah kuat-kuat persaudaraan dengannya.”
57
Rasulullah
saw bersabda,
“Mohonlah
kepada
Allah
kesehatan
(keselamatan).
Sesungguhnya karunia yang lebih baik sesudah keimanan adalah kesehatan (keselamatan). Jika salah
seorang keturunan Adam hanya memiliki keislaman dan kesehatan maka hal itu sudah cukup
baginya.” (HR. Ibnu Majah)
58
“Pelaku Teror Gereja di Medan Terobsesi Tokoh ISIS dari Internet”, lihat
http://nasional.kompas.com. Diakses 10 September 2016.
116
Teknik transfer sarat ditemukan pada buku pelajaran sejarah. Buku tersebut berjudul
al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal. Melalui pelajaran
sejarah, ISIS seolah ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa apa yang mereka lakukan
saat ini, telah terjadi pula dalam sejarah Islam di masa Nabi Muhammad saw yang tidak dapat
dipisahkan dari sejarah peperangan di dalamnya. Atas dasar itu pula, pelajaran sejarah yang
dimuat dalam buku tersebut lebih didominasi oleh sejarah perang.
Teknik propaganda Transfer, yaitu teknik membawa otoritas, dukungan, dan gengsi
dari sesuatu yang dihargai dan disanjung kepada sesuatu yang lain agar sesuatu yang lain itu
lebih dapat diterima. Dalam hal ini, ISIS berusaha menjadikan kisah-kisah peperangan sosok
panutan umat Islam, Nabi Muhammad saw. sebagai alat propaganda agar umat Islam dapat
menjadikannya sebagai contoh di masa sekarang. Hal tersebut tidak ada salahnya. Namun
peperangan bukan satu-satunya sejarah yang dapat ditiru dari sosok Nabi Muhammad saw.
Beliau juga banyak mencontohkan hal-hal baik lainnya, seperti hubungan sosial,
perundingan, ekonomi, dan pendidikan. Akan tetapi sejarah tersebut sengaja tidak
dikedepankan oleh ISIS, untuk mencapai tujuannya dalam wacana ini.
Dalam buku sejarah ini ditulis sebagai berikut:
ِٓٚ ‫خ‬١ِ‫ٌخ اإلعال‬ٚ‫ضــغ أ عــظ اٌذ‬ٛ‫ٕخ شــشع ث‬٠‫ اٌّذ‬ٟ‫ي ف‬ٛ‫ٗ اٌشعــ‬١‫َ اعــزمش ف‬ٛ٠ ‫ي‬ٚ‫ِٕز أ‬
59
‫ٕخ‬٠‫فخ اٌّذ‬١‫ صس‬،ٓ٠‫بخش‬ٌّٙ‫ا‬ٚ ‫ٓ األٔصبس‬١‫ ِإاخبح ث‬،‫ ثٕبء اٌّغدذ‬:‫أُ٘ ِ ٘زٖ األعظ‬
[sejak awal di Madinah Rasulullah telah meletakkan dasar-dasar negara Islam, di
antara
59
dasar-dasar
pentingnya
adalah:
(1)
membangun
masjid,
(2)
Lihat: al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437
H, h. 36.
117
mempersaudarakan sahabat muhajirin dengan anshar, (3) membuat perjanjian
Madinah.]
ِ َ‫ضؼب رمب‬ِٛ ْ‫ا ّٔب وب‬ٚ ،‫ي ِىبٔب ِ ألداء اٌصالح فسغت‬ٛ‫ذ اٌشع‬ٙ‫ ػ‬ٍٝ‫ىٓ اٌّغدذ ػ‬٠ ٌُ
‫ٗ اٌصسبثخ‬١‫زؼٍَُّ ف‬٠ ،ُ١ٍ‫ضؼب ٌٍزؼ‬ِٛ ‫ فمذ وبْ اٌّغدذ‬،‫ب‬ٙ‫ظبئف‬ٚٚ ‫ٌخ‬ٚ‫بَ اٌذ‬ِٙ ِِٓ ‫ش‬١‫ٗ اٌىث‬١‫ف‬
َِ ٓ١‫فصً َِ ث‬٠ ‫ي اهللا‬ٛ‫وبْ سع‬ٚ ،‫ي‬ٛ‫ُ ِٓ ػٕذ اٌشع‬ٕٙ٠‫س د‬ِٛ‫أ‬ٚ َِ ُ٠‫اٌمشآْ َِ اٌىش‬
ٗ١‫ف‬ٚ ،‫ػ‬ٛ١‫ ِٕٗ رجؼث اٌد‬،‫ػ‬ٛ١‫بدح اٌد‬١‫وبْ اٌّغدذ ِشوضا ٌم‬ٚ ،‫ اٌّغدذ‬ٟ‫ٓ ِف‬١ّ‫اٌّزخبص‬
60
‫ اٌّغدذ‬ٟ‫ وبٔذ رزُ ف‬ٟ‫بَ اٌز‬ٌّٙ‫ذ ِٓ ا‬٠‫ فضال ػٓ اٌؼذ‬.‫خ ٌألِشاء‬٠ٌٛ‫رؼمذ األ‬
[Masjid pada zaman Rasul bukan saja sebagai tempat salat semata, melainkan juga
tempat dilakukannya banyak kepentingan dan tugas negara. Masjid adalah tempat
belajar. Di situlah para sahabat belajar Alquran dan perkara-perkara agama
mereka kepada Rasul. Di masjid pula Rasul menyelesaikan perselisihan di antara
para sahabat. Bahkan masjid menjadi pusat mempersiapkan pasukan. Dari masjid
pasukan dikirimkan. Di masjidlah para pemimpin diangkat. Dan masih banyak
lagi perkara yang diselesaikan di masjid.]
Dalam wacana di atas, ISIS menggunakan teknik Transfer dimana ISIS menggunakan
nama besar Rasulullah saw yang memanfaatkan masjid tidak hanya untuk tujuan
peribadahan, namun juga tujuan politik, agar umat Islam percaya bahwa setiap masjid di
seluruh dunia menjadi pusat persatuan politik umat Islam untuk menyiapkan rencana
memerangi orang kafir. Selain teknik Transfer, ISIS juga menggunakan Glittering
Generalities, dimana ISIS lebih mengedepankan tujuan masjid secara politik, dan
mengecilkan fungsi-fungsi masjid lainnya.
60
Lihat: al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437
H, h. 36.
118
d. Testimoni (kesaksian)
Meskipun teknik Testimoni tidak ditemukan dalam buku-buku kurikulum ISIS ini,
namun teknik ini sering digunakan ISIS dalam media propaganda lainnya. Salah satu wacana
yang berkaitan langsung dengan Indonesia adalah testimony yang diberikan oleh tokoh
Salafi-Jihadis, Abu Bakr Baasyir, di dalam penjara Nusa Kambangan pada awal tahun 2014
yang memberikan tanggapan terkait deklarasi ISIS. Tanggapan yang bagi sebagian militan
pendukung ISIS di Indonesia diterjemahkan sebagai baiat terhadap Abu Bakr Al-Baghdady
tersebut mengakibatkan sebagian besar loyalis Baasyir menyatakan baiat terhadap Abu Bakr
Al-Baghdady dan berangkat ke Suriah.
e.
Plain Folks
Teknik propaganda Plain Folks ini banyak ditemukan pada buku pelajaran Hadis.
Pada buku ini ISIS seolah memperlihatkan dirinya sebagai organisasi yang ramah dan damai.
Buku yang berjudul al-Hadîts al-Nabawî li al-Shaff al-Awwal al-Ibtidâ‟î, al-Fashlu al-Dirâsî
al-Awwal ini, berisi antara lain keutamaan salam, etika makan, etika minum, berbakti kepada
orang tua, silaturahim, hak-hak tetangga, kejujuran, menghormati orang yang lebih sepuh,
rendah hati, cinta kepada Allah, berperangai baik, dan mengharamkan kezaliman. Dari skema
dan sejumlah pembahasan hadis dalam buku tersebut, dapat dikatakan bahwa hadis-hadis
yang dikutip ISIS mayoritas tentang akhlak dan perangai yang baik.
Teknik propaganda Plain Folks, yaitu teknik propaganda yang dipakai pembicara
propaganda dalam upaya meyakinkan sasaran bahwa dia dan gagasan-gagasannya adalah
bagus karena mereka adalah bagian dari masyarakat umum. Dalam hal ini, melalui gagasan
kebaikan yang terdapat dalam buku Hadist tersebut, ISIS berupaya meyakinkan umat Islam
bahwa gagasan Negara Islam yang mereka bawa sejalan dengan ajaran Islam dan dapat
119
diterima oleh masyarakat umum. Padahal apa yang dilakukan ISIS selama ini sangat bertolak
belakang dengan hal tersebut. ISIS dikenal sadis dan brutal dalam memberlakukan tawanan.
Untuk mengimbangi wacana ini, pembaca diharapkan juga memperoleh informasi yang nyata
dan faktual terkait ISIS.
Teknik propaganda Plain Folks juga dapat kita temukan dalam Hadis yang dikutip
ISIS berikut:
61
ُّ ْ‫ا‬
ٌ َّ ٍ‫اٌظ ٍْ َُ ظ‬
َّ َ‫ ف‬،ٍَُ‫ا اٌظ‬ٛ‫ارم‬
‫َب َِخ‬١‫ْ ََ ْاٌم‬َٛ٠ ‫بد‬
Hadis di atas menyatakan, “Hati-hatilah dengan kezaliman, sebab kezaliman
adalah kegelapan pada hari Kiamat.”
Suatu kenyatakan yang sulit diterima nalar sehat. Mereka tahu jika kezaliman adalah
perbuatan yang diharamkan Islam, namun justru gerak-gerik mereka sarat dengan kezaliman.
Dalam wacana teks ini, ISIS kembali menggunakan teknik propaganda Plain Folks yang
berusaha menyatakan bahwa sikap mereka sama dengan sikap umat Islam pada umumnya
yang membenci kekerasan dan kezaliman. Hal tersebut digunakan agar gagasan mereka
sebagai Negara Islam dapat diterima oleh pembaca.
f. Card Staking
Meskipun teknik propaganda Card Staking tidak ditemukan dalam wacana buku
pelajaran ISIS, namun teknik ini juga sering digunakan oleh ISIS, di antaranya untuk
mengklaim wilayah kekuasaan mereka. ISIS pernah menerbitkan peta wilayah kekuasaan
fiktif di wilayah Palestina, Libya, Somalia, Filipina, Afghanistan, Chech, dll. Padahal
kenyataannya, wilayah tersebut belum dikuasai ISIS, dan hanya terdapat beberapa pendukung
61
al-Hadîts al-Nabawî li al-Shaff al-Awwal al-Ibtidâ‟î, al-Fashlu al-Dirâsî al-Awwal, tk:
tp,1437 H, h. 40.
120
ISIS yang berbaiat di sana. Teknik pembohongan melalui card staking ini sengaja dilakukan
oleh ISIS untuk memberikan semangat bagi pendukungnya, serta di sisi lain menipu
masyarakat dan orang-orang yang berpotensi bergabung dengan ISIS untuk seolah-olah
mengatakan bahwa mereka (ISIS) telah berkembang pesat dan menguasai banyak negara.
Oleh karena itu, setelah melihat wacana tersebut orang-orang tersebut diharapkan segera
bergabung dengan ISIS.
g. Bandwagon
‫رٌه ِٓ خالي‬ٚ ‫ذا‬٠‫ذا خذ‬ٙ‫َ ػ‬ٛ١ٌ‫خ ا‬١ِ‫ٌخ اإلعال‬ٚ‫مٗ رذخً اٌذ‬١‫ف‬ٛ‫زغٓ ر‬ٚ ٌٝ‫فأٗ ثفضً هللا رؼب‬
ُٙ‫ثف‬ٚ ٟ‫ إٌج‬ٞ‫ ٘ذ‬ٍٝ‫ػ‬ٚ ‫ح اٌىزبة‬ِٕٙ ٍٝ‫ اٌمبئُ ػ‬ِٟ‫ُ اإلعال‬١ٍ‫ صشذ اٌزؼ‬ٟ‫ ف‬ٌٝٚ‫ب اٌٍجٕخ األ‬ٙ‫ضؼ‬ٚ
‫ذا‬١‫ح ثؼ‬ٛ‫خ ٔج‬١ٔ‫ٌىٓ لشآ‬ٚ ‫خ‬١‫ال غشث‬ٚ ‫خ‬١‫خ ال ششل‬١‫خ صبف‬٠‫ثشؤ‬ٚ ‫ب‬ٌٙ ‫ي‬ٚ‫ً األ‬١‫اٌشػ‬ٚ ‫اٌغٍف اٌصبٌر‬
‫إٌّب٘ح‬ٚ ‫ عّبعشح األزضاة‬ٚ‫خ أ‬١ٌ‫ اٌشأعّب‬ٚ‫خ أ‬١‫ً دػبح اإلشزشاو‬١ٌ‫ أضب‬ٚ ً١‫األثبط‬ٚ ‫اء‬ٛ٘‫ػٓ األ‬
‫رٍه االٔسشافبد‬ٚ ‫خ‬٠‫افذاد اٌىفش‬ٌٛ‫ ثؼذ ِب رشوذ ٘زٖ ا‬ٚ ‫ أصمبع األسض‬ٝ‫ شز‬ٟ‫إٌّسشفخ ف‬
‫ ثأػجبء‬ٌٝ‫ك هللا رؼب‬١‫ف‬ٛ‫ٌخ اٌخشفخ ثف‬ٚ‫ضذ د‬ٙٔ ‫خ‬١ِ‫ أثٕبء األِخ اإلعال‬ٟ‫اضر ف‬ٌٛ‫خ أثش٘ب ا‬١‫ؼ‬٠‫اٌجذ‬
‫ب‬ٙ‫زز‬ٚ‫د‬ٚ ‫ذح‬١‫خ اٌخالفخ اٌشش‬٠‫اعؼخ رسذ سا‬ٌٛ‫سزجخ اإلعالَ ا‬ٚ ‫خ‬١‫ذ اٌضاو‬١‫ز‬ٛ‫ خّبدح اٌز‬ٌٝ‫سدُ٘ ئ‬
62
‫ٍىخ‬ٌّٙ‫ب ا‬ٙ‫شؼبث‬ٚ ‫خ‬١ٍ٘‫٘ذاد اٌدب‬ٚ ٌٝ‫ب ئ‬ٕٙ‫ٓ ػ‬١‫بط‬١‫ُ اٌش‬ٙ‫افشح ثؼذ اخزبٌز‬ٌٛ‫ا‬
[Berkat karunia dan pertolongan Allah, sekarang ini negara Islam memasuki babak
baru. Itu terjadi dengan diletakkannya batu pertama pendidikan Islam yang jelas
berdasarkan manhaj (metode) Alquran, petunjuk Nabi, pemahaman al-Salaf alShâlih, dan generasi awal, dengan pandangan yang jernih, bukan pandangan Barat
atau pun Timur, yakni dengan pandangan Alquran dan (Sunnah) Nabi, yang bebas
dari pengaruh hawa nafsu, kebatilan, dan kesesatan para penyeru sosialisme,
62
al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h.
3.
121
kapitalisme, mafia (makelar) partai, dan metode yang menyimpang di berbagai
belahan bumi. Setelah meninggalkan virus-virus kekufuran dan penyimpanganpenyimpangan yang jelas mempengaruhi generasi umat Islam, maka bangkitlah
negara Khilafah atas pertolongan Allah untuk mengembalikan keteguhan tauhid yang
bersih dan lapangan Islam yang luas di bawah panji Khilâfah yang lurus dan naungan
pohonnya setelah diselewengkan oleh setan agar kembali kepada jurang jahiliah
(kebodohan) dan bukitnya yang membinasakan.]
Teknik propaganda yang digunakan ISIS dalam wacana tersebut adalah Bandwagon.
Teknik ini digunakan dalam rangka meyakinkan kepada sasaran bahwa semua anggota suatu
kelompok (di mana sasaran menjadi anggotanya) menerima programnya, dan oleh karena itu
sasaran harus mengikuti dan segera menggabungkan diri pada kelompok. Dalam hal ini, ISIS
mengklaim Negara Islam yang mereka deklarasikan adalah sesuatu yang telah ditunggutunggu oleh seluruh umat Islam, dan menyerukan agar umat Islam lainnya untuk
mengikutinya. Padahal sebenarnya, hanya segelintir umat Islam saja yang mendukung
kelompok tersebut, dan banyak sekali yang menolak. ISIS menganggap Khilafah merupakan
solusi bagi pemerintahan kapitalis dan sosialis yang berkembang di muka bumi. Meskipun,
pemerintahan berdasarkan syariat Islam bisa saja merupakan sistem pemerintahan terbaik
dibandingkan sistem lainnya. Namun, apa yang diperlihatkan oleh ISIS sangat tidak ideal
memperlihatkan nilai-nilai keislaman yang membawa kedamaian bagi seluruh alam
(rahmatan lil alamin).
2. Analisis Propaganda
Garth S. Jowett dan Victoria O‟Donnell dalam Propaganda and Persuasion telah menyusun 10
langkah analisis propaganda yaitu identifikasi ideologi dan tujuan, identifikasi konteks,
122
identifikasi propagandis, penyelidikan struktur organisasi propaganda, identifikasi target
pembaca, pemahaman tentang teknik pemanfaatan media, analisis teknik khusus untuk
memaksimalkan efek dari propaganda, analisis reaksi pembaca, identifikasi dan analisis
kontrapropaganda (jika ada), dan penilaian/evaluasi.63 Pada bagian ini penulis akan
melakukan analisis untuk menjawab sepuluh pertanyaan tersebut.
a. Tujuan Propaganda
Setelah memperhatikan teknik-teknik propaganda yang digunakan ISIS di atas,
diketahui bahwa tujuan propaganda ISIS dalam buku pelajaran tersebut adalah untuk
mempengaruhi sasarannya (anak-anak) yang beragama Islam agar mengadopsi keyakinan
atau ideologi Salafi-Jihadis yang dipercaya oleh ISIS, dan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya mengaktualisakan hal tersebut dengan melakukan latihan perang. Selain
itu juga bertujuan agar anak-anak mengadopsi sikap-sikap ISIS seperti membenci nonmuslim dan anti terhadap sistem pemerintahan lain di luar sistem Khilafah. Anak-anak
selanjutnya akan diatur dalam pola-pola dukungan terhadap ISIS, seperti melaksanakan
pelatihan perang, dan selanjutnya ikut berjihad ketika usia mereka sudah dianggap pantas.
Dalam wacana ini, ISIS nampaknya juga menginginkan ideologinya tersebut tersebar
luas ke seluruh dunia. Sesuai dengan instruksi yang disampaikan terhadap pendukungnya di
manapun berada agar buku-buku tersebut diajarkan di rumah mereka masing-masing. Selain
melalui sekolah-sekolah di wilayah kekuasanaan ISIS, penyebaran buku ini juga dilakukan
melalui internet yang dapat diunduh siapa saja. Melalui wacana dalam buku pelajaran ini,
khususnya
melalui
buku Hadis
dan
Sejarah,
ISIS
nampaknya
berupaya
untuk
mempertahankan legitimasi organisasinya. Upaya mempertahankan legitimasi tersebut
63
Garth S. Jowett & Victoria O‟Donnell, Propaganda and Persuasion, New York: SAGE
Publication, 2012, h.290
123
dilakukan dengan cara mengutip dalil-dalil dari Al-Quran dan Hadist, serta memperkuatnya
dengan sejarah di masa Rasulullah saw. Hal tersebut, antara lain agar mereka tidak dihujat
dan disalahkan oleh umat Islam, dan agar orang-orang Islam lainnya mengikuti mereka.
b. Konteks Propaganda
Konteks waktu propaganda ini terjadi adalah saat peperangan saudara yang sangat
kompleks terjadi di Suriah. Peperangan ini berawal dari berdirinya pemerintahan Alawit yang
berideologi Syiah di Suriah. Pemerintahan yang dipimpin Bashar Assad tersebut dianggap
tidak memberikan keadilan bagi sebagian masyarakat Sunni yang berada di Suriah. Tidak
hanya di Suriah, di waktu yang sama, di Irak juga berdiri pemerintahan Syiah, sehingga
semakin memperuncing konflik tersebut. Kondisi tersebut mendorong berdirinya faksi-faksi
pemberontak oposisi yang ingin menjatuhkan Pemerintahan Bashar Assad. Sebagian
pemberontak oposisi tersebut bahkan disokong oleh kekuatan-kekuatan negara lainnya yang
juga menginginkan runtuhnya pemerintahan Assad. Singkatnya, kondisi tersebut telah
menimbulkan kekacauan di Irak dan Suriah. Di saat yang sama Al-Qaeda yang menjadi
kekuatan militan yang cukup besar di Timur Tengah pecah. Salah satu pemimpinnya, Abu
Bakr Al-Baghdady mendeklarasikan berdirinya Negara Islam, dengan dirinya sebagai
Khilafah. Seluruh kelompok militan di seluruh dunia diminta untuk berbaiat dan bergabung
dengan mereka. Sejak saat itu, ISIS menjadi kelompok radikal yang besar di Irak dan Suriah.
Hal tersebut dipicu juga oleh banyaknya Foreign Fighter dari negara-negara lain (termasuk
Indonesia) bergabung dengan ISIS. Kondisi di Suriah dan Irak semakin kacau. ISIS pun
menguasai beberapa wilayah di Irak dan Suriah.
Di wilayah-wilayah yang dikuasainya, ISIS membentuk sistem pemerintahan dengan
menunjuk Gubernur Wilayah, dan memaksa masyarakatnya untuk mengikuti sistem tersebut.
Di antara sistem yang diubah adalah sistem pendidikan. ISIS mengubah semua kurikulum
124
yang dijalankan dan menggantinya dengan kurikulum yang dijalankan oleh ISIS. Di tengah
peristiwa perang dan krisis ekonomi yang terjadi di Suriah tersebut, masyarakat di bawah
naungan ISIS tidak punya pilihan selain mengikuti apa yang diinginkannya. Bagi mereka
yang tidak bersedia mengikuti kemaunnya, ISIS tidak akan segan-segan memberikan
hukuman berat berupa dipenggal. Selain itu, anak-anak yang mengalami krisis psikologi dan
sosial akibat perang berkepanjangan, mudah sekali dipengaruhi oleh propaganda yang
dimasukkan ISIS dalam buku-buku pelajaran.64
Di sisi lain, kondisi masyarakat Suriah dan Irak yang sudah terbagi dalam kelompok
Sunni dan Syiah, berakibat mudahnya bagi ISIS untuk mencuci otak anak-anak untuk
mengidentifikasi musuh mereka, yaitu kelompok Syiah dan antek-anteknya. Buku kurikulum
ini, barangkali hanya hal kecil yang dijadikan propaganda untuk mempengaruhi anak-anak.
Propaganda yang lebih besar diperkirakan diberikan ke anak-anak Irak dan Suriah tersebut
saat mereka berinteraksi langsung dengan militan ISIS tersebut saat belajar.
c. Identifikasi Sumber Propaganda
Sumber propaganda ini berasal dari organisasi teroris ISIS. Selanjutnya, propaganda
tersebut disebarkan ke organisasi lainnya yang berafiliasi dengan ISIS 65, dan secara massal
diupload ke internet untuk diajarkan oleh pendukung ISIS di seluruh dunia kepada anak-anak
mereka. Keuntungan bagi ISIS dengan tersebarnya propaganda ini adalah bertambahnya
jumlah pendukung dari seluruh dunia, yang berpotensi melakukan jihad tanpa komando.
64
“AS Temukan Dokumen Struktur Organisasi ISIS” international.sindonews.com, diakses
pada 15 Agustus 2016.
65
Di Indonesia, organisasi yang berafiliasi dengan ISIS antara lain: Jamaah Islamiyah (JI),
Tauhid wal Jihad (TWJ), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Khilafatul Muslimin, Mujahidin
Indonesia Barat (MIB), Negara Islam Indonesia (NII), Ring Banten, Ma'had Ansyarulla, Laskar
Dinullah, Gerakan Tauhid Lamongan, Halawi Makmun Grup, Ansharul Khilafah Jawa Timur, IS
Aceh, dan Ikhwan Muahid Indonesi fil Jazirah al-Muluk.
125
Melalui strategi jihad lone wolf (jihad tunggal), ISIS dapat melaksanakan aksi teror di mana
dan kapan saja tanpa instruksi komando dari Khilafah. Hal ini tentu akan semakin membuat
musuh-musuhnya yang berada di seluruh dunia khawatir.
d. Struktur Organisasi Propaganda
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada BAB III, berdasarkan klaim mereka, ISIS
merupakan organisasi global Negara Islam. Struktur tertinggi dipegang oleh Khilafah dan
Dewan Syura. Di bawah khilafah terdapat menteri-menteri. mulai dari menteri perang hingga
menteri propaganda (komunikasi). Selanjutnya, di masing-masing wilayah kekuasaannya
ISIS memiliki gubernur wilayah.
Di samping terdapat gubernur, ISIS juga memiliki kelompok-kelompok pendukung
yang merupakan organisasi perang yang disebut Katibah. Salah satu kelompok organisasi ini
disebut Katibah Nusantara yang berisikan pendukung ISIS yang berasal dari Asia Tenggara.
Selain itu, di setiap negara yang terdapat kelompok-kelompok pendukung ISIS yang berasal
dari organisasi-organisasi berbeda, akan membentuk aliansi pendukung ISIS, yang disebut
Ansharu Daulah. Misalnya Ansharu Daulah Indonesia (Aliansi Pendukung ISIS yang berada
di Indonesia) dan Ansharu Daulah Brasil (Aliansi pendukung ISIS yang berada di Brazil).
Setiap pendukung ISIS, baik yang berada di tanah hijrah (Irak, Suriah dan termasuk Libya),
Katibah, Provinsi, maupun wilayah Ansharu Daulah wajib menaati setiap instruksi yang
disampaikan oleh Khilafah (disampaikan secara pribadi atau melalui Jubir), karena
merupakan konsekuensi dari pernyataan baiat mereka. Salah satu instruksi tersebut yaitu
penyampaian kurikulum ISIS ini pada anak-anak mereka. Oleh karena itu, diyakini bahwa
kurikulum ini juga telah diajarkan oleh pendukung ISIS di Indonesia kepada anak-anak
mereka.
126
Rekruitmen yang berlaku bagi ISIS adalah sistem baiat, yaitu seseorang mengucapkan
janji setianya terhadap khilafah dalam keadaan sadar disertai dengan 2 orang saksi. Oleh
karena itu, rekruitmen ini dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Pendukung ISIS tidak
perlu berangkat ke Suriah dan Irak untuk bergabung menjadi pendukung ISIS. Mereka dapat
berbaiat di negerinya masing-masing. Namun, ibarat sebuah janji, baiat yang dilakukan oleh
pendukung ISIS sangat mengikat. Orang-orang yang melanggar janji tersebut diancam
dengan laknat yang sangat besar dari Allah swt. Sebaliknya mereka yang menjalankan baiat
tersebut akan diberi ganjaran surga.
Karakter-karakter khusus pendukung ISIS tidak begitu terlihat pada sosok pendukung
dari masyarakat biasa. Namun, karakter tersebut akan terlihat bagi orang-orang yang
misalnya bekerja bagi negara (PNS), di bank konvensional, atau di tempat-tempat yang
bertentangan dengan ideologi ISIS. Biasanya mereka akan langsung mengundurkan diri dari
pekerjaannya, dan mempersiapkan diri sesuai dengan instruksi dari Khilafah. Persiapan
tersebut antara lain, amaliyah fai (mengumpulkan uang untuk hijrah) dan tadrib asykari
(pelatihan fisik/perang). Pendukung ISIS biasanya akan menghubungi organisasi-organisasi
pendukung ISIS di wilayahnya terkait persiapan tersebut. Jika mereka telah siap untuk hijrah
ke Suriah, mereka akan menghubungi panitia hijrah sebagai fasilitator ke Suriah. Jika hal
tersebut kiranya berbahaya, mereka akan melakukan amaliyah (operasi) lainnya yang dapat
dilakukan dan disarankan oleh Khilafah, seperti jihad di media sosial dengan menyebar
propaganda, mengumpulkan dana dan menyalurkannya ke yayasan yang menyantuni
keluarga mujahid, dan amaliyah-amaliyah lainnya, termasuk melakukan penembakan dan
bom bunuh diri untuk menyerang Aparat Keamanan dan non-muslim yang merupakan musuh
ISIS. Amaliyah berupa pengajaran ideologi ISIS terhadap anak-anak di keluarga mereka
masing merupakan cara yang tergolong lemah dibandingkan amaliyah-amaliyah lainnya.
127
e. Target Propaganda
Dalam wacana buku pelajaran ISIS ini, mereka menargetkannya kepada anak-anak
SD (Ibtidaiyah), khususnya anak-anak yang berada di wilayah kekuasaan ISIS, dan umumnya
terhadap anak-anak pendukung ISIS di seluruh dunia.66 Anak-anak dijadikan sebagai sasaran
karena kondisi mereka yang labil dan mudah dibentuk, sehingga dapat dipengaruhi sesuai
keinginan propagandis. Selain itu, anak-anak memiliki kecenderungan lebih mudah untuk
menerima komunikasi satu arah. Anak-anak tersebut diharapkan dapat menjadi regenarasi
ISIS di masa depan yang melanjutkan perjuangan penegakan Negara Islam dan ideologi
Salafi-Jihadis.
Bagi ISIS, jika anak-anak merespon positif propaganda yang diberikannya maka akan
menimbulkan dampak yang besar bagi pertumbuhan organisasi. Anak-anak yang telah
teradikalisasi sejak dini, ideologi mereka akan lebih kuat, dan sulit untuk diubah kembali.
Oleh karena itu, kedepan diharapkan anak-anak inilah yang akan melanjutkan operasi-operasi
teror yang dilakukan oleh ISIS di kemudian hari. Sehingga eksistensi organisasi akan lebih
lama.
f. Media Propaganda
Dalam menyampaikan propaganda ini, ISIS menjadikan buku pelajaran Sekolah
Dasar (SD/Ibtidaiyah) sebagai media propaganda. Penyebarannya digunakan dengan
beberapa teknik, pertama, mensosialisasikan ke sekolah-sekolah di bawah wilayah kekuasan
66
Foreign Fighter asal Indonesia banyak yang membawa anak-anak mereka, sehingga jumlah
anak-anak Indonesia yang berada di sana cukup banyak. Beberapa video menunjukkan anak-anak
Indonesia melaksanakan pelatihan militer dan membakar passport mereka. Lihat: Beredar Video
Kelompok Diduga ISIS Bakar Paspor Indonesia yang Libatkan Anak-anak, www.kompas.com,
diakses pada 19 Mei 2016.
128
ISIS di Irak dan Suriah, untuk diajarkan di semua sekolah, dan mengganti kurikulum yang
berlaku sebelumnya. Kedua, menyebarkan dan memerintahkan ke masyarakat Suriah dan Irak
untuk diajarkan di rumah-rumah. Ketiga, dikonversi ke dalam format digital untuk
selanjutnya diunggah ke internet sehingga dapat diunduh oleh pendukung ISIS di seluruh
dunia, untuk dapat diajarkan ke anak-anak mereka.
ISIS memiliki syurtoh (polisi) yang bertugas memantau secara umum apakah syariat
Islam dijalankan dengan benar dalam kehidupan masyarakat, namun secara khusus tujuan
syurtoh tersebut adalah mengetahui apakah instruksi dari Khilafah dipatuhi dan dijalankan
oleh masyarakat. Termasuk pemberlakuan kurikulum ini akan dipantau oleh syurtoh untuk
mengoptimalkan propaganda yang mereka inginkan.
g. Teknik Khusus untuk Meningkatkan Efek Propaganda
Sebuah propaganda biasanya harus dievaluasi berdasarkan efek-efek yang
ditimbulkannya. Misalnya, jika yang diinginkan oleh propagandis adalah sebuah perilaku,
seperti „menyumbangkan‟, „bergabung‟, dan „membunuh‟, akan tetapi efek yang ditimbulkan
mungkin hanya berupa sikap, seperti „mendukung‟ atau „menolak‟. Oleh karena itu,
propagandis perlu menambahkan teknik-teknik khusus agar propaganda tersebut dapat
dicapai, misalnya dengan menambahkan teknik propaganda lainnya. Diantara teknik khusus
yang dijalankan oleh ISIS untuk mengoptimalkan propaganda ini adalah sebagai berikut:
1) Memperhatikan Kecenderungan Sasaran
Pesan propaganda memiliki dampak yang lebih besar ketika sejalan dengan pendapat
dan keyakinan yang ada. Oleh karena itu, ISIS sering menggunakan dalil-dalil syar‟i
untuk memperkuat propaganda dan memaksa agar propaganda tersebut diterima oleh
umat Islam. Konflik sektarian Sunni-Syiah yang terjadi di Suriah dan Irak juga
129
digunakan untuk mempertajam hasil propaganda. Dengan memposisikan Syiah
sebagai ideologi di luar Islam, ISIS berusaha meyakinkan bahwa kurikulum yang
diajarkan oleh pemerintah di Suriah dan Irak yang dikuasai oleh rezim Syiah
bertentangan dengan ajaran Islam.
2) Pemimpin opini
Teknik lain adalah propaganda dapat lebih efektif bekerja melalui orang-orang yang
memiliki kredibilitas dalam masyarakat (tokoh). Oleh karena itu, dalam propaganda
buku pelajaran ini, ISIS sering mengutip hadist Rasulullah saw. agar propaganda
tersebut semakin efektif.67 Sejatinya penyalahgunaan simbol Islam telah dilakukan
ISIS dalam banyak kasus, contoh yang paling nyata adalah penggunaan logo cincin
Rasulullah saw. sebagai bendera mereka. Hal tersebut dilakukan tidak lain agar umat
Islam menganggap ISIS merupakan organisasi yangs sesuai dengan ajaran Islam.
3) Reward dan Punishment
Cara lain untuk mendapatkan simpati publik adalah melalui sistem imbalan dan
hukuman. ISIS sering menggunakan ancaman untuk membuat sasaran patuh. Upaya
nonsimbolis tersebut disajikan untuk memperolah efek simbolis pada sasaran.
Misalnya, ISIS mempublikasikan di khalayak ramai penyiksaan terhadap orangorang yang melakukan pelanggaran syar‟i agar masyarakat lain yang melihat hal
tersebut mematuhi apa yang telah diinstruksikan di wilayah kekuasan ISIS, yaitu di
antaranya pemberlakuan kurikulum ISIS ini.68
67
Dalam beberapa kasus, ISIS sering mengutip pendapat tokoh Islam, seperti Ibnu Taimiyah,
Muhammad ibn Abdul Wahab, dll. Serta tokoh-tokoh jihadis lokal seperti Abu Muhammad Falistin
dan Abu Bakr Baasyir.
68
Contoh kasusnya adalah ISIS menyiksa seorang perempuan yang tidak mau menggunakan
pakaian sesuai ajaran ISIS di depan publik. Lihat : www.monitorday.com, diakses 22 Februari 2015.
130
4) Monopoli Sumber Komunikasi
Salah satu strategi optimalisasi propaganda adalah monopoli sumber komunikasi. Di
wilayah kekuasaannya, ISIS membatasi informasi terhadap masyarakat. Masyarakat
tidak diizinkan mengakses kanal televisi milik pemerintah dan Barat. Oleh karena
itu, masyarakat hanya memperoleh akses informasi dari ISIS yang didistribusikan
melalui majalah Dabiq, selebaran, pamflet, dan radio. Dengan dikuasainya media
tersebut yang menyajikan berita tentang ISIS secara berulang-ulang, maka
propaganda yang mereka maksudkan akan lebih optimal.
5) Penggunaan Bahasa
Berdasarkan analisis teknis yang dilakukan penulis di bagian sebelumnya, diketahui
bahwa ISIS juga menggunakan simbolisasi verbal yang juga dapat mempengaruhi
sasaran. Misalnya dengan menggunakan bahasa yang bersifat negatif: „setan' dan
'virus kekafiran'. Penggunaan bahasa tersebut juga merupakan teknik khusus ISIS
untuk mengoptimalkan propagandanya.
h. Efektivitas Propaganda
Berdasarkan jajak pendapat dari Pew Research Center (PRC) pada 2015
mempublikasikan jumlah pendukung ISIS di sample 11 negara (Lebanon, Israel, Yordania,
Palestina, Indonesia, Turki, Nigeria, Burkina Faso, Malaysia, Senegal, Pakistan) diperoleh
bahwa 14 persen dari populasi masyarakat memiliki opini yang baik terhadap ISIS, dan lebih
dari 62 persen "tidak tahu". Di Pakistan, misalnya, hanya 28 persen publik yang menganggap
ISIS tidak baik, sisanya ada yang tidak tahu dan mendukung ISIS secara diam-diam.
Berdasarkan jajak pendapat PRC ini terindikasi setidaknya terdapat 63 juta pendukung ISIS
di 11 negara tersebut, dan berpotensi meningkat menjadi 287 juta jika ragu-ragu termasuk
131
dalam perhitungan. Oleh karena itu, minimal terdapat ratusan juta pendukung ISIS di seluruh
dunia.
Berdasarkan hasil jajak pendapat di atas, dapat diketahui bahwa propaganda ISIS baik
yang dilakukan dengan metode soft propaganda maupun hard propaganda, telah
menimbulkan jumlah pertumbuhan yang siginifikan dari pendukung ISIS. Dukungan nyata
pendukung ISIS, yaitu ditunjukkan dengan baiat sulit untuk ditelusuri. Namun, melalui jajak
pendapat ini terlihat bahwa propaganda ISIS tersebut sangat efektif, dan upaya kontrapropaganda yang barangkali dilakukan oleh pihak-pihak tertentu belum bekerja dengan
maksimal.
Saat ini di pertengahan tahun 2016, ISIS telah mengalami kemunduran dari sisi
kekuatan militer di Irak dan Suriah akibat gencarnya serangan udara dari pasukan koalisi
Amerika Serikat dan Rusia, yang menewaskan pemimpin-pemimpin mereka. Namun,
132
serangan tersebut belum menurunkan jumlah pendukung ISIS di berbagai negara. Oleh
karena itu, perlu dilakukan upaya kontrapropaganda yang lebih gencar diimbangi juga dengan
serangan militer terhadap kelompok tersebut.69
i. Kontrapropaganda
Sulit untuk menelusuri apakah ada upaya kontra-propaganda yang dilakukan oleh
Pemerintah Suriah dan Irak sebagai upaya meminimalisir dampak dari propaganda yang
dilakukan oleh ISIS. Sejauh ini, upaya nyata yang dilakukan oleh kedua negara dan
koalisinya adalah melalui pendekatan militer. Sedangkan di Indonesia sendiri, upaya yang
dilakukan antara lain: teknik propaganda testimony melalui ulama moderat yang disegani;
pembuatan meme, comic strip, dan video sebagai alat propaganda di media massa; sosialisasi
Islam Nusantara sebagai cara mengamalkan Islam yang rahmatan lil alamin, dll.
Meme
Comic Strip
j. Efek dan Evaluasi Propaganda
Sejak ISIS mendeklarasikan diri sebagai Negara Islam pada Juni 2014, berdasarkan
hitungan oleh kantor berita CNN, telah terjadi lebih dari 70 serangan teroris di 20 negara,
69
“Kekuatan ISIS Melemah”, http://www.cnnindonesia.com/, 13 Maret 2016, diakses pada 14
Juni 2016.
133
tidak termasuk Suriah dan Irak. Serangan tersebut telah menewaskan sedikitnya 1.200 korban
tewas, dan lebih dari 1.700 terluka.70
Dengan pendukung yang mencapai ratusan juta orang di seluruh dunia berdasarkan
klaim survei di atas. Serta jumlah serangan di luar negeri yang sangat signifikan, maka tujuan
propaganda ISIS sudah terpenuhi meskipun belum secara keseluruhan. Secara khusus, tujuan
propaganda ISIS dalam wacana buku Kurikulum tersebut belum dapat dilihat hasilnya saat
ini, kecuali adanya beberapa operasi yang melibatkan beberapa anak-anak ISIS. Di antaranya
eksekusi yang dilakukan oleh 5 orang anak kecil ISIS terhadap tawanan 71; aksi bocah ISIS
eksekusi 25 tentara Suriah jadi tontonan warga72; dan aksi-aksi lainnya. ISIS diperkirakan
lebih menginginkan dapak jangka panjang dan lebih lama berlaku terhadap anak-anak
tersebut.
Keberhasilan propaganda ISIS ini tidak lepas dari teknik yang digunakan, khususnya
teknik Glittering Genarality yang sebenarnya merupakan kejahatan terhadap agama Islam.
Melalui teknik tersebut,
ISIS telah melakukan penipuan terhadap umat Islam,
menyalahgunakan dalil syar‟i untuk kepentingan organisasi mereka, dan menggunakan ayat
sepotong-potong. Selain itu, ISIS juga menggunakan teknik Transfer dengan mengklaim
sosok dan simbol-simbol kenabian dalam propagandanya. ISIS juga berusaha agar terlihat
sebagai organisasi yang sesuai ajaran Islam dan membawa kedamaian melalui teknik Plain
Folks dan Bandwagon. Agar lebih optimal dan sebagai upaya serangan terhadap lawanlawannya, ISIS melakukan teknik propaganda Name Calling. Kekurangan dari propaganda
70
Sanchez, Ray (19 February 2016). "ISIS goes global: Over 70 attacks in 20 countries".
KXBK. CNN. Diterbitkan 21 February 2016.
71
“Lima Anak Digunakan ISIS untuk Eksekusi Mati Lima Pria Dewasa”, www.kompas.com
(27 Agustus 2016), diakses pada 14 September 2016.
72
“Aksi bocah ISIS eksekusi 25 tentara Suriah jadi tontonan warga” www.merdeka.com (4
Juli 2015), diakses pada 18 Maret 2016.
134
ISIS ini adalah ketidakselarasan antar teknik digunakan. Di satu sisi ISIS berupaya mengajak
umat Islam bergabung bersama mereka melalui teknik Glittering Generality, namun di sisi
lain ISIS menampilkan propaganda video kekerasan yang sadis untuk menakut-nakuti musuhmusuh mereka. Namun media video yang dipropagandakan tidak tepat karena
mengunggahnya di media youtube yang dapat diakses semua orang. Akibatnya, umat Islam
yang bukan menjadi target propaganda melihat dan kehilangan simpati terhadap ISIS.
***
135
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Sebagai kelompok yang menunggangi konsep jihad untuk mencapai tujuannya, ISIS
melihat pendidikan sebagai bagian penting untuk mendukung upaya jihad. Sebab, jihad
yang mereka maknai sebagai perang, jelas memerlukan kekuatan fisik yang maksimal.
Itulah menurut hemat penulis, yang menjadi alasan (global meaning) mengapa Buku
Pelajaran Sejarah ISIS ini dijadikan sebagai sarana propaganda yang cukup efektif dalam
penyebaran ideologi mereka.
Buku Pelajaran Sejarah yang ditulis ISIS ini seolah merupakan satu kesatuan
wacana untuk mewujudkan agenda besar ISIS mempengaruhi pikiran sasarannya. Buku
pelajaran sejarah dijadikan sebagai pembenaran bahwa apa yang dilakukan ISIS saat ini
merupakan tahapan-tahapan yang juga pernah dilalui Nabi Muhammad saw. di masa lalu.
Sehingga bagi orang-orang yang menentang apa yang dilakukan ISIS tersebut secara
tidak langsung telah menentang apa yang dilakukan Rasul di masa lampau. Buku Sejarah
ini sekaligus menjadi dasar legitimasi organisasi tersebut agar dapat diterima oleh seluruh
umat Islam. Dengan mengajarkan hal ini terhadap siswa Ibtidaiyah, ISIS ingin
menunjukkan bahwa kewajiban berperang telah ada sedari kecil.
B. Rekomendasi
Meskipun wacana dan propaganda yang disampaikan oleh ISIS telah menyebar luas
ditengah-tengah masyarakat. Bahkan propaganda tersebut dapat dengan mudah
ditemukan di situs web dan media sosial yang dapat diakses oleh siapapun. Namun,
136
kiranya tidak ada kata terlambat bagi masyarakat pada umumnya, dan pemerintah
khususnya, untuk menangkal agar propaganda tersebut tidak mempengaruhi pemikiran
masyarakat.
Upaya kontra-propaganda
yang dapat
dilakukan antara lain:
Pertama,
menyampaikan kontrapropaganda, misalnya terkait wacana kewajiban jihad perang yang
menggunakan teknik Glittering Generality, maka dapat ditangkal dengan penyebaran
propaganda balasan yang menjelaskan bahwa peperangan bukanlah cara yang tepat dalam
menegakkan agama Islam. Lakukan teknik propaganda Testimony, dengan menyertakan
gagasan dari ulama yang disegani oleh mayoritas umat Islam, sehingga dapat diterima
oleh masyarakat luas. Kedua, penerapan dan peningkatan pengajaran keagamaan dengan
konsep moderat yang mengedepankan Islam yang damai dan rahmatan lil alamin. Ketiga,
penguatan pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan untuk membentuk pribadi yang
toleran dan berjiwa nasionalis.
***
137
DAFTAR PUSTAKA
Al-A’dâd il-Badanî li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ’î al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp, 1437
H.
Al-Hadîts al-Nabawî li al-Shaff al-Awwal al-Ibtidâ’î al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,
1437 H.
Al-Jauzi, Jamâl al-Din „Abdu al-Rahman. Zâd al-Masir fi ‘ilmi al-Tafsir, Jilid 4
Al-Munawar, Said Aqil Husin. Islam Humanis: Islam dan Persoalan Kepemimpinan,
Pluralitas, Lingkungan Hidup, Supremasi Hukum, dan Masyarakat Marginal, Jakarta:
Moyo Segoro Agung, 2001.
Al-Quran Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lilalamin, Jakarta: Pustaka Oasis,
2010.
Al-Riyâdiyyât li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ’î al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp, 1437 H.
Al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ’î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp, 1437 H.
Anwar, M. Syafii. “Membingkai Potret Pemikiran Politik KH. Abdurrahman Wahid”
(Pengantar) dalam Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat Negara
Demokrasi, Jakarta: Wahid Institue, 2006.
Benwell, Bethan dan Elizabeth Stokoe. Discourse and Identity, Edinburgh University Press,
2006
Blommaert, Jan. Discourse: A Critical Introduction, Britania, Cambride University Press,
2005.
Cook, Guy. Discourse, New York: Oxford University Press, 1989.
Crowley, David dan David Mitchell. Communication Theory Today, Cambridge, Polity
Press, 1994.
129
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Dijk, Teun Adrianus Van. Discourse and Power, New York: Palgrave Macmillan, 2008.
Dijk, Teun Adrianus Van. Ideology: A Multidisciplinary Approach, London: Sage
Publication, 1998.
Dijk, Teun Adrianus Van. Discourse Studies: A Multidisciplinary Introduction, NewYork:
Sage Publication, 2011.
Dijk, Teun Adrianus Van. Discourse as Structure and Process, Volume 1, London: Sage,
1997.
Dijk, Teun Adrianus Van. News As Discourse, New York: Routledge, 1998.
Dijk, Teun Adrianus Van. Macrostructures: an Interdisciplinary Study of Global Structures
in Discourse, Interaction, and Cognition, California: L. Erlbaum Associates, 1980.
Dijk, Teun Adrianus Van. Discourse and Knowledge: A Sociocognitive Approach, Britania:
Cambridge University Press, 2014.
Dijk, Teun Adrianus Van. Discourse and Communication: New Approaches to the Analysis
of Mass Media, Berlin: Walter de Gruyter, 1985.
Duchrow, Ulrich. Mengubah Kapitalisme Dunia, Jakarta: Gunung Mulia, 1999.
El Fadl, Khaled Abou, Selamatkan Indonesia dari Muslim Puritan, terjemahan Helmi
Mustafa dari The Great Theft: Werestling Islam from the Extremis, Jakarta: Serambi,
2006.
Esposito, John L., Mohammed Arkoun, Mohammed „Adeb AlJabri, et.al. Dialektika
Peradaban, Yogyakarta: Qalam, 2010.
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001.
Featherman, Chris. Discourses of Ideology and Identity: Social Media and the Iranian
Election, New York: Routledge, 2015.
130
Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical
Discource Analysis, Jakarta: Granit.
Hikam, Muhammad AS. Deradikalisasi, Jakarta: Kompas, 2016.
Jowett, Garth S. & Victoria O‟Donnell, Propaganda and Persuasion, New York: SAGE
Publication, 2012.
Juergensmeyer, Mark. Terorisme Para Pembela Agama, Yogyakarta: Tarawang Press, 2003.
Kamil, Sukron. Teori Kritik Sastra Arab (Klasik & Modern), Jakarta: Rajawali Press, 2012.
Kontributor Republika, Demokrasi Madinah: Model Demokrasi Cara Rasulullah (Kumpulan
Essai), Jakarta: Penerbit Republika, 2003.
Kridalaksana, Harimukti. Kamus Linguistik, Edisi Ketiga, Jakarta: Gramedia, 2003.
Lee, Alfred McClung & Alizabeth Briant Lee. The Fine Art of Propaganda: A Study of
Father Coughlin's Speeches. New York: Institute for Propaganda Analysis and
Harcourt, Brace and Company, 1939.
Leeuwen, Theo van. Discourse and Practice : New Tools for Critical Analysis, Britania
Raya: Oxford University, 2008.
Machin, David and Andrea Mayr. How to Do Critical Discourse Analysis: A Multimodal
Introduction, London: Sage, 2012.
Mas‟ud, Abdurrahman. Menuju Paradigma Islam Humanis, Wonosobo: Gema Media, 2003.
Mc Houl, Alec. A Foucault Primer: Discourse, Power And The Subject, New York:
Routledge, 2015.
Mills, Sara. Discourse, New York: Routledge, 1997.
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Muhammad, Reno. ISIS, Jakarta: Noura Book, 2014.
131
Musa, Ali Masykur. Membumikan Islam Nusantara: Respons Islam Terhadap Isu - Isu
Aktual, Jakarta: Serambi, 2014.
Pishwa, Hanna. Language and Social Cognition: Expression of the Social Mind, Berlin:
Walter de Gruyter, 2009.
Rasheed, Adil. ISIS: Race to Armageddon, New Delhi: Vij Book India, 2015.
Richards, Jack C. and Richard W. Schmidt, Longman Dictionary of Language Teaching and
Applied Linguistics, New York: Routledge, 1985.
Rogers, Rebecca (Ed.) An Introduction to Critical Discourse Analysis in Education, New
York: Routledge, 2011.
Sandjaja & Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2006.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992.
Sudibyo, Agus. Politik Media dan Pertarungan Wacana, Yogyakarta: LKiS, 2001.
Sukarja, Ahmad. Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar 1945: Kajian Perbandingan
tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Yang Majemuk, Jakarta: UI-Press.
Sularto, St. Haji Agus Salim (1884-1954): Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme, Jakarta:
Gramedia, 2004.
Tafsîr Ibn Katsîr, Jilid 7
Tafsîr Ibn Katsîr, Jilid 4
Takruri, Nawwaf. Keajaiban Jihad Harta, Yogyakarta: Darul Uswah (Kelompok
Proumedia), 2011.
Tim Penulis ISIS, Al-A’dâd al-Badanî, tanpa penerbit, Cet. Pertama, 1437 H.
Tim Persatuan Islam Indonesia, Risalah : Bacaan Peneguh Hati, Bandung: Yayasan Risalah
Pers, 1998.
132
Wodak, Ruth dan Michael Meyer. Methods for Critical Discourse Analysis, London: Sage
Publication, 2009.
Zoest, Aart van. Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik, Jakarta: Intermasa, 1991.
Jurnal dan Ensiklopedia
Financing of the Terrorist Organisation Islamic State in Iraq and the Levant" (PDF).
Financial Action Task Force. February 2015. Diakses pada 12 Maret 2016.
"ISI Confirms That Jabhat Al-Nusra Is Its Extension in Syria, Declares 'Islamic State of Iraq
And Al-Sham' As New Name of Merged Group". MEMRI. Middle East Media
Research Institute. 8 April 2013.
"Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL)". Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal 7
Januari 2016.
Mathieu Guidère, Historical Dictionary of Islamic Fundamentalism, Toronto: The Scarecrow
Press, 2012.
PELLBA 6, Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya Keenam, Analisis Wacana
dan Pengajaran Bahasa, Yogyakarta: Kanisius, 1933.
Roggio, Bill (16 October 2006). "The Rump Islamic Emirate of Iraq". Long War Journal.
Report on the Protection of Civilians in Armed Conflict in Iraq: 6 July – 10 September 2014
(PDF). ohchr.org (Report) (Human Rights Office of the High Commissioner for
Human Rights and United Nations Assistance Mission for Iraq).
Sanchez, Ray (19 February 2016). "ISIS goes global: Over 70 attacks in 20 countries".
KXBK. CNN. Diterbitkan 21 February 2016.
133
Yuwono, Untung. “Ketika Perempuan Lantang Menentang Poligami: Sebuah Analisis
Wacana Kritis tentang Antipologami” dalam
Wacana, Jurnal Ilmu Pengetahuan
Budaya, Vol. 10, No. 1, April 2008.
Zelin, Aaron Y. (June 2014). "The War between ISIS and al-Qaeda for Supremacy of the
Global Jihadist Movement" (PDF). Research Notes (Washington Institute for Near
East Policy).
Media Cetak dan Elektronik
www.academia.edu
www.islam-institute.com
www.alwatanvoice.com
www.islampos.com
www.antaranews.com
www.kompas.com
www.arrahmahnews.com
www.merdeka.com
www.aljazeera.com
www.monitorday.com
www.beritasatu.com
www.rappler.com
www.businessinsider.com
www.republika.co.id
www.cnn.com
www.sindonews.com
www.cnnindonesia.com
www.tempo.co
www.detik.com
www.thetimes.co.uk
www.discourses.org
www.youtube.com
www.hrw.org
Abedine, Saad; Mullen, Jethro (28 February 2014). "Islamists in Syrian city offer Christians
safety – at a heavy price". CNN. Diakses pada 13 Maret 2016.
Allam, Hannah (23 June 2014). "Records show how Iraqi extremists withstood U.S. antiterror efforts". McClatchy News. Diakses pada 3 Maret 2016.
134
Berger, J. M. (16 June 2014). "How ISIS Games Twitter". The Atlantic. Diakses tanggal 17
Maret 2016.
Black, Ian (19 June 2014). "Saudi Arabia rejects Iraqi accusations of Isis support". The
Guardian. Diakses pada 13 Maret 2016.
Bronstein, Scott; Drew Griffin (7 October 2014). "Self-funded and deep-rooted: How ISIS
makes its millions". CNN. Diakses pada 9 Maret 2016.
Chulov, Martin (15 June 2014). "How an Arrest in Iraq Revealed Isis's Jihadist Network".
The Guardian. Diakses tanggal 17 June 2014.
Clemons, Steve (23 June 2014). "'Thank God for the Saudis': ISIS, Iraq, and the Lessons of
Blowback". The Atlantic. Diakses pada 13 Maret 2016.
"Crime and punishment in Saudi Arabia: The other beheaders". The Economist. 20 September
2014. Diakses tanggal 7 Maret 2016.
"Dabiq: What Islamic State's New Magazine Tells Us about Their Strategic Direction,
Recruitment Patterns and Guerrilla Doctrine". The Jamestown Foundation. 1 August
2014. Diakses tanggal 17 Maret 2016.
"Egypt jihadists vow loyalty to IS as Iraq probes leader's fate". Agence France-Presse (10
November 2014). Diakses 9 Maret 2016.
"France probes Russian lead in TV5Monde hacking: sources". Reuters. 10 June 2015.
Diakses tanggal 13 Maret 2016.
Giglio, Mike; al-Awad, Munzer. "ISIS Operative: This Is How We Send Jihadis To Europe".
BuzzFeed. Diakses pada 10 Maret 2016.
Giovanni, Janine; McGrath Goodman, Leah; Sharkov, Damien (6 November 2014). "How
Does ISIS Fund Its Reign of Terror?". Newsweek. Diakses pada 10 Maret 2016.
135
"Iraq crisis: Islamic State accused of ethnic cleansing". BBC News. 2 September 2014.
Diakses tanggal 25 September 2014.
"ISIS economy based on illegal drug trade – Russian anti-drug chief". RT. 23 Juli 2015.
Diakses tanggal 16 Maret 2016.
"ISIS bans music, imposes veil in Raqqa". Al-Monitor. 20 January 2014. Diakses tanggal 13
Maret 2016.
Khalaf, Roula; Jones, Sam (17 June 2014). "Selling terror: how ISIS details its brutality".
Financial Times. Diakses tanggal 18 Maret 2016.
"Libyan city declares itself part of Islamic State caliphate". Chapter 24, diakses pada 6 Maret
2016.
Mohammed, Riyadh (16 November 2014). "ISIS Beheads Another American As 60 New
Terror Groups Join". The Fiscal Times. Diakses pada 7 Maret 2016.
Rogin, Josh (14 June 2014). "America's Allies Are Funding ISIS". The Daily Beast. Diakses
pada 14 Maret 2016.
Ruthven, Malise. "Inside the Islamic State. Review of Islamic State: The Digital Caliphate by
Abdel Bari Atwan". New York Review of Books (9 July 2015). Diakses pada 17 Maret
2016.
"Saddam's former army is secret of Baghdadi's success". Reuters. 16 June 2015. Diakses pada
5 Maret 2016.
Simpson, Cam; Philips, Matthew (19 November 2015). "Why ISIS has all the money it
needs". Bloomberg Business. Diakses pada 6 Maret 2016.
Spencer, Richard (16 June 2014). "Iraq crisis: UN condemns 'war crimes' as another town
falls to Isis". The Telegraph (London). Diakses pada 13 Maret 2016.
136
Suleiman Al-Khalidi; Oliver Holmes (23 February 2015). Tom Heneghan, ed. "Islamic State
in Syria abducts at least 150 Christians". Reuters. Diakses tanggal 23 Maret 2016.
"UN says '25,000 foreign fighters' joined Islamist militants". BBC News. 2 April 2015.
Diakses pada 2 Maret 2016.
Von Drehle, David (26 February 2015). "What Comes After the War on ISIS". Time. Diakses
pada 7 Maret 2016.
Tim Arango, (3 August 2014). "Sunni Extremists in Iraq Seize 3 Towns From Kurds and
Threaten Major Dam". The New York Times. Diakses tanggal 24 Maret 2016.
***
137
Download