BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang ( Notoatmodjo, 2003). b. Proses Adopsi Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : 1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. 3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. 7 8 5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. c. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. 3) Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi 9 masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. 2. Sikap a. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2010), sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang/tidak senang, setuju/tidak setuju, baik/tidak baik, dan sebagainya). Sikap menurut Thurston dalam Winarsunu (2008) adalah taraf positif dan negatif dari efek terhadap suatu obyek yang menyatakan bahwa sikap merupakan konstruk hipotetik yang tidak dapat diukur secara langsung, oleh karenanya harus disimpulkan dari respon-respon pengukuran yang dapat diamati. Respon sikap dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu : kognitif, afektif, dan konatif. Respon kognitif adalah respon yang menggambarkan persepsi dan 10 informasi tentang obyek sikap. Respon afektif adalah respon yang menggambarkan penilaian dan perasaan terhadap obyek sikap. Sedangkan respon konatif merupakan kecenderungan perilaku, intensi, komitmen, dan tindakan yang berhubungan dengan obyek sikap. Dengan demikian yang dimaksud dengan sikap terhadap keselamatan kerja adalah taraf kognitif, afektif, dan konatif seseorang pekerja terhadap keselamatan kerja. b. Tingkatan Sikap Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkattingkat berdasarkan intensitasnya (Notoatmodjo, 2010) adalah sebagai berikut : 1) Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). 2) Menanggapi (responding) Menanggapi disini diartikan member jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. 3) Menghargai (valuing) Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons. 11 4) Bertanggung Jawab (Responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadab apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain. 3. Ketersediaan APD a. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2010), ketersediaan atau enabling adalah fasilitas berupa sarana dan prasarana kesehatan yang bertujuan memberdayakan pekerja agar mampu mengadakan sarana dan prasarana kesehatan bagi mereka. b. Dasar Hukum Dalam UU No. 1 Tahun 1970 pasal 14 butir c menyatakan bahwa pengurus (pengusaha) diwajibkan untuk mengadakan secara Cuma-Cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja. 4. Alat Pelindung Diri (APD) a. Pengertian 12 Alat pelindung diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya paparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2008). b. Perundang-undangan Ketentuan mengenai alat pelindung diri diatur oleh Peraturan pelaksanaan UU RI No. I tahun 1970 yaitu Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins. 2/M/BW/BK/1984 tentang Pengesahan Alat Pelindung Diri; Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins. 05/M/BW/97 tentang Pengawasan Alat Pelindung Diri; Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE 05/BW/97 tentang Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE 06/BW/97 tentang Pendaftaran Alat Pelindung Diri. Intruksi dan Surat Edaran tersebut mengatur ketentuan tentang pengesahan, pengawasan dan penggunaan alat pelindung diri. Jenis APD menurut ketentuan tentang pengesahan, pengawasan, dan penggunaannya meliputi alat pelindung kepala, alat pelindung telinga, alat pelindung muka dan mata, alat pelindung pernafasan, pakaian kerja, sarung tangan, alat pelindung kaki, sabuk pengaman, dan lain-lain (Suma’mur, 2009). Kewajiban dalam penggunaan alat pelindung diri di tempat kerja yang mempunyai resiko terhadap timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja telah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 13 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Pasal-pasal yang mengatur tentang penggunaan alat pelindung diri antara lain: 1) Pasal 3 (1:f) : Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat- syarat keselamatan kerja untuk memberikan alat-alat pelindung diri pada pekerja. 2) Pasal 9 (1:c) : Pengurus diwajibkan menunjukan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang, alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan. 3) Pasal 12 (b) : Dengan peraturan perundangan diatur keajiban dan atau hak tenaga kerja untuk, memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan. 4) Pasal 14 (c) : Pengurus diwajibkan menyediakan secara Cuma- Cuma, semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja. c. Jenis-jenis APD Jenis-jenis alat pelindung diri berdasarkan bagian tubuh yang dilindungi dari kontak dengan potensi bahayanya dijelaskan sebagai berikut (Tarwaka, 2008) : 1) Alat Pelindung Kepala (Hardware) 14 Alat pelindung untuk melindungi kepala dari bahaya terbentur benda tajam atau keras, bahaya kejatuhan benda, percikan bahaya kimia korosif, dll. Jenis pelindung kepala antara lain : a) Topi pelindung (Safety Hekmets) b) Tutup kepala c) Topi (Hats/Cap) 2) Alat Pelindung Mata (Eye Protection) Alat pelindung untuk melindungi mata dari percikan dari bahaya korosif, debu, dan partikel-partikel kecil yang melayang di udara, gas atau uap yang dapat menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang, dll. Jenis pelindung mata antara lain : a) Kacamata (Spectacles) b) Goggles 3) Alat Pelindung Telinga (Ear Protection) Alat pelindung jenis ini digunakan untuk mengurangi intensitas suara yang masuk kedalam telinga, antara lain: a) Sumbat telinga (Ear plug) b) Tutup telinga (Ear muff) 4) Alat Pelindung Pernapasan (Respiratory Protection) Alat pelindung untuk melindungi pernapasan dari resiko paparan gas, uap, debu, dan kontaminan lain. Jenis pelindung pernapasan antara lain : a) Masker 15 b) Respirator 5. Kepatuhan Pemakaian APD Kepatuhan merupakan perubahan perilaku atau kepercayaan seseorang sebagai dari akibat adanya tekanan kelompok yang terdiri dari pemenuhan dan penerimaan, serta mengikuti peraturan atau perintah langsung yang diberikan kepada suatu kelompok maupun individu (David G Mayer, 2012). Peraturan jenis alat pelindung diri yang digunakan harus dipatuhi oleh tenaga kerja sesuai dengan potensi bahaya yang dihadapi serta sesuai dengan bagian tubuh yang perlu dilindungi. Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja pasal 12 sub b menyebutkan bahwa dengan peraturan perundang-undangan daftar kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai alay-alat perlindungan diri yang diwajibkan dan pada pasal 14 menyebutkan bahwa pengusaha wajib memberikan secara cuma-cuma sesuai alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang dibawah kepemimpinannya dan menyiapkan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai petunjuk yang diperlukan (Depnakertrans, 2007). Setiap tempat kerja mempunyai potensi bahaya yang berbedabeda sesuai dengan jenis, bahan dan proses prodeksi yang dilakukan. Dengan demikian, sebelum melakukan pemilihan alat pelindung diri yang tepat digunakan, diperlukan adanya suatu identifikasi potensi bahaya yang ada di tempat kerja masing-masing. Pemilihan dan penggunaan alat 16 pelindung diri harus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut (Tarwaka, 2008) : a. Aspek teknis, meliputi : 1) Pemilihan berdasarka jenis dan bentuknya. Jenis dan bentuk alat pelindung diri harus disesuaikan dengan bagian tubuh yang dilindungi. 2) Pemilihan berdasarkan mutu dan kualitas. Mutu alat pelindung diri akan menentukan tingkat keparahan dari suatu kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi. Semakin rendah mutu alat pelindung diri, maka akan semakin tinggi tingkat keparahan atas kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang terjadi. Adapun untuk menentukan mutu alat pelindung diri dapat dilakukan melalui uji laboratorium untuk mengetahui pemenuhan terhadap standar. 3) Penentuan jumlah alat pelindung diri. Jumlah yang diperlukan sangat tergantung dari jumlah tenaga kerja yang terpapar potensi bahaya di tempat kerja. Idealnya adalah setiap pekerja menggunakan alat pelindung sendiri-sendiri atau tidak dipakai secara bergantian. 4) Teknik penyimpanan dan pemeliharaan. Penyimpanan investasi untuk penghematan daripada pembelian alat pelindung diri. b. Aspek Psikologis 17 Selain aspek teknis, maka aspek psikologis yang menyangkut masalah kenyamanan dalam penggunaan alat pelindung diri juga sangat penting untuk diperhatikan. Timbulnya masalah baru bagi pemakai harus dihilangkan, seperti terjadinya gangguan terhadap kebebasan bergerak tidak menimbulkan alergi atau gatal-gatal pada kulit, tenaga kerja tidak malu memakainya karena bentuknya menarik. Menurut Suma’mur (2009) APD harus memenuhi persyaratan : 1) Enak (nyaman) dipakai. 2) Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan. 3) Memberikan perlindungan yang efektif terhadap macam bahay yang dihadapi. Ketentuan pemilihan alat pelindung diri (Tarwaka, 2008) : 1) Alat pelindung diri harus dapat memberikan perlindungan yang adekuatterhadap bahaya yang spesifik atau bahaya-bahay yang dihadapi oleh tenaga kerja. 2) Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan berlebihan. 3) Alat harus dipakai secara fleksibel. 4) Bentuknya cukup menarik. 5) Alat pelindung diri tahan lama untuk pemakaian yang lama. 6) Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya, yang dikarenakan bentuknya yang tidak tepat atau karena salah dalam penggunannya. 18 7) Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada. 8) Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya. 9) Suku cadangnya pemeliharaannya. mudah didapat guna mempermudah 19 B. Kerangka Pemikiran Pengetahuan Tahu Memahami Sikap Aplikasi Menerima Ketersediaan APD Analisis Menghargai UU No. 1 Tahun 1970 Sintesis Menghargai Pasal 14 C Evaluasi Tanggung Jawab Jenis APD Umur Kepatuhan Pemakaian APD Masa Kerja Tingkat Pendidikan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan : : Tidak Diteliti : Diteliti Aspek Teknik Aspek Psikologis 20 C. Hipotesis Ada Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Kondisi APD Dengan Pemakaian APD Pada Pekerja Bagian Weaving PT Iskandar Indah Printing Textile.