hubungan konsumsi protein hewani terhadap status gizi bayi usia 6

advertisement
HUBUNGAN KONSUMSI PROTEIN HEWANI TERHADAP STATUS GIZI
BAYI USIA 6-24 BULAN
THE RELATIONSHIP OF ANIMAL PROTEIN CONSUMPTION TO STATUS
OF NUTRITIONAL INFANTS THAT AGES 6-24 MONTH
Dini Anggraini*, Rinidar**, Razali**, Sugito**, T Reza Ferasyi**
*Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Program Pascasarjana,Unsyiah
* Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
email: [email protected]
Abstrak: Setelah usia 6 bulan, bayi membutuhkan makanan semi padat yang
merupakan proses transisi dari pemberian air susu ibu menuju ke makanan semi
padat untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Jenis bahan untuk makanan pendamping
air susu ibu harus mengandung sejumlah besar bahan nutrisi, salah satunya adalah
protein. Protein hewani lebih mudah dicerna oleh tubuh dibanding protein nabati.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi protein hewani
terhadap status gizi bayi usia 6-24 bulan. Jenis penelitian observasional analitik
dengan desain yaitu cross-sectional study. Jumlah populasi adalah semua anak usia
6-24 bulan yang berada di wilayah pesisir Kecamatan Kuala Pesisir Kota Nagan
Raya. Sampel yaitu semua anak usia 6 -24 bulan yang diambil dengan menggunakan
teknik proportional sampling didapatkan 86 bayi. Hasil penelitian menunjukkan
hubungan hubungan konsumsi protein hewani terhadap status gizi bayi sangat
siginifikan (p value <0,01). Kesimpulannya konsumsi protein hewani pada bayi usia
6-24 bulan di Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya tinggi.Disarankan
agar dilakukan penyuluhan kepada ibu tentang kualitas maupun kuantitas makanan
pendamping air Susu ibu yang sesuai dengan usia bayi sehingga masalah gizi pada
bayi dapat dicegah sedini mungkin.
Kata kunci: bayi 6-24 bulan, protein hewani, status gizi, makanan pendamping ASI
Abstract: The infants after 6 months of age, they are need semi-solids which is the
process of transition from breastfeeding to get to a semi-solid food to suply their
nutritional needs. The type of material for the food addition to breast milk should
contain a large amount of nutrients, one of which is a protein. Animal protein more
easily digested by the body than vegetable protein. This study aims to determine the
relationship of animal protein consumption to the nutritional status of infants aged 624 months. This studi using observational analytic with a design that is a crosssectional study. Total population is all infants aged 6-24 months in Kuala Pesisir
subdistrict Nagan Raya Regency. The samples are that all children ages 6 -24 months
taken by using proportional sampling obtained 86 infants. The results showed
correlation relationship animal protein consumption to the nutritional status of
infants is very significant (p value <0.01). In conclusion consumption of animal
protein in infants aged 6-24 months in the district of Nagan Raya Kuala Pesisir is
highly. Suggested to information to mothers about the quality and quantity of
complementary foods breast milk according to the age of the baby so that the
nutritional problems in infants can be prevented as early as possible.
Keywords: Infants 6-24 months, breast milk, animal protein and nutritional status,
Complementary feeding,
152
153 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol. 9 No. 1, April 2016, 152-160
yang tidak tepat dan miskin gizi
PENDAHULUAN
Masalah gizi pada bayi dan anak
menyebabkan
disebabkan pemberian ASI dan MP-
rendah
ASI yang tidak memenuhi standar gizi
pertumbuhan.
sehingga dapat mempengaruhi tingkat
pertumbuhan
Organization
terdapat
World
serta
badan
yang
terganggunya
Bayi harus mendapat MP-ASI
Health
karena pada usia 6-12 bulan, ASI
menyebutkan bahwa
hanya menyediakan ½ atau lebih
bayi.
1
bobot
54%
kematian
bayi
kebutuhan gizi bayi, dan pada usia 12-
masalah
gizi,
24 bulan ASI menyediakan 1/3 dari
oleh
kebutuhan gizinya sehingga MP-ASI
dan
harus segera diberikan mulai bayi
malaria. Selain itu, faktor lain adalah
berusia 6 bulan. Makanan pendamping
kurangnya ibu memahami bahwa sejak
ASI harus mengandung zat gizi mikro
bayi
yang
disebabkan
oleh
selebihnya
disebabkan
pneumonia,
diare,
berusia
6
campak,
bulan
sudah
cukup
untuk
memenuhi
memerlukan MP-ASI dalam jumlah
kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi
dan mutu yang baik 2. Oleh karena itu,
oleh ASI saja 5.
prioritas utama penanganannya adalah
Jenis bahan untuk MP-ASI harus
memperbaiki MP-ASI kepada bayi dan
mengandung sejumlah besar bahan
ibu 3.
nutrisi, salah satunya adalah protein.
Makanan
Pendamping
ASI
Pasokan protein harus tetap ada untuk
diperlukan oleh bayi selain untuk
menjaga integritas dan fungsi seluler,
pemenuhan gizi juga diperlukan untuk
kesehatan dan reproduksi. Penyusun
membantu proses penguatan rahang
protein adalah asam amino dan banyak
melalui proses pengunyahan untuk
terlibat sebagai koenzim, hormon,
menunjang sistem
asam nukleat, katalisator, pembawa,
pencernaannya.
Maseko dan Owaga,
bahwa
pemberian
4
menyatakan
MP-ASIakan
pengerak, pengatur, ekpresi genetik,
neurotransmitter,
penguat
sempurna bila diberikan pada waktu
penguat
yang tepat, jenis bahan dan cara
pertumbuhan1. Menurut FAO/WHO
pembuatan
Pemberian
tahun 1985 asam amino yang sering
makanan bayi tidak boleh terlalu dini
kurang dalam asupan makanan anak
ataupun terlambat. Pemberian MP-ASI
anak
MP-ASI.
immunitas
adalah
dan
struktur,
unsur
untuk
Lysine,
Hubungan Konsumsi Protein Hewani Terhadap Status Gizi Bayi... 154
Methionine+Cysteine,
Threonine
+Tryptophan.
terhadap status gizi bayi usia 6-24
bulan di kecamatan kuala pesisir
Pemberian makanan bayi perlu
diperhatikan
ketepatan
waktu
Kabupaten
Nagan
Raya.
Tujuan
Penelitian untuk mengetahui apakah
pemberian, frekuensi, jenis, jumlah
ada
bahan
cara
hewani terhadap status gizi bayi usia 6-
pembuatannya. Untuk bayi usia ≥6-9
24 bulan di Kecamatan Kuala Pesisir
bulan diberikan MP-ASI dalam bentuk
Kabupaten Nagan Raya 7.
makanan,
dan
hubungan
konsumsi
protein
makanan lumat, untuk bayi usia ≥9-12
bulan diberikan MP-ASI dalam bentuk
makanan lembek, sedangkan untuk
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
bayi usia ≥12-24 bulan diberikan MP-
penelitian deskriptif, dengan desain
ASI dalam bentuk makanan keluarga 6.
cross
sectional
survey,
untuk
Kasus kekurangan gizi pada balita
mengetahui data tentang hubungan
masih melanda di sebagian wilayah
konsumsi protein hewani terhadap
Indonesia, salah satunya adalah di
status gizi bayi usia 6-24 bulan di
Kabupaten
Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten
Nagan
Raya.
Menurut
laporan Dinas Kesehatan Kabupaten
Nagan
Raya
tahun
masih
Populasi pada penelitian ini adalah
terdapat bayi dengan status gizi gizi
semua ibu yang memiliki bayi berusia
buruk
6-24 bulan di Kecamatan Kuala Pesisir
sebanyak
2014,
Nagan Raya.
17
jiwa.
Di
Kecamatan Kuala pesisir terdapat 3
Kabupaten
kasus gizi buruk. Maka karena itu,
berjumlah 650 orang yang tersebar di
sangatlah menarik untuk mengkaji
16 desa. Teknik pengambilan sampel
kasus gizi buruk pada bayi usia 6-24
dalam penelitian ini dilakukan dengan
bulan yang terjadi di kecamatan Kuala
menggunakan
pesisir
Raya
sampling. Penentuan besar sampel
dikaitkan dengan asupan protein pada
berdasarkan rumus Slovin, berjumlah
MP-ASI.
86 sampel. Analisa data menggunakan
Kabupaten
Nagan
Nagan
metode
Raya
yang
proportional
Berdasarkan latar belakang di atas,
aplikasi komputerisasi uji korelasi
maka peneliti ingin melihat bagaimana
untuk menjelaskan hubungan konsumsi
hubungan konsumsi protein hewani
155 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol. 9 No. 1, April 2016, 152-160
protein hewani terhadap status gizi dan
orang (3,5%). Karakteristik responden
uji regresi linear sederhana.
menurut pekerjaan paling banyak ibu
tidak bekerja (IRT) sebanyak 56 orang
HASIL PENELITIAN
(65,1%)
sedangkan
paling
Karateristik Responden dan Sampel
adalah ibu bekerja sebanyak 30 orang
Tabel 1. Distribusi Karakteristik
Responden
Berdasarkan
Umur,
Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan
Keluarga di Kecamatan Kuala Pesisir
Kabupaten Nagan Raya
(34,9%).
Karakteristik
sedikit
responden
menurut pendapatan keluarga yang
paling banyak adalah berpendapatan
rendah sebanyak 44 orang (51,2%)
sedangkan
yang paling
sedikit adalah
Frekuensi
Persentasi
(n)
(%)
yang berpendapatan tinggi sebanyak 42
Umur
19-30 Tahun
56
65,1
orang (48,8%).
31-35 Tahun
22
25,6
> 36 Tahun
8
9,3
Hubungan
Konsumsi
Protein
Pendidikan
Dasar (SD)
3,5
Hewani 3terhadap Status
Gizi Bayi
Menengah (SLTP,SLTA)
36 Bulan 53,5
Usia 6-24
di Kecamatan
Tinggi (Diploma,PT)
43
Kuala 37
Pesisir Kabupaten
Nagan
Pekerjaan
Bekerja (PNS, Swasta, Petani) Raya 30
34,9
Ibu
Tidak Bekerja (IRT)
56
65,1
Pendapatan
Tinggi
42
Tabel 2. Hubungan 48,8
Konsumsi Protein
Keluarga
Rendah
44
51,2
Hewani terhadap Status Gizi Bayi Usia
Sumber: Data Primer (Diolah, 2016)
6-24 Bulan di Kecamatan Kuala Pesisir
Kabupaten Nagan Raya n=86
Berdasarkan data (tabel 1)terlihat
Karakteristik Responden
bahwa
distribusi
karakteristik
responden menurut umur yang paling
banyak adalah rentang umur ibu 19-30
tahun sebanyak 56 orang (65,1%),
sedangkan
paling
sedikit
adalah
rentang umur ibu >36 tahun sebanyak
8
orang
(9,3%).
Karakteristik
responden menurut pendidikan yang
paling
banyak
adalah
tamatan
pendidikan menengah (SLTP,SLTA)
sebanyak 29 orang (45,5%), sedangkan
yang paling sedikit adalah tamatan
pendidikan Dasar (SD) sebanyak 3
Konsumsi
Status Gizi (BB/U) (%)
Protein
Kurang Buruk
Hewani Lebih Baik
Tinggi
7
75,6
4,7
0
Rendah
0
0
12,8
0
Jumlah
7
75,6 17,4
0
Jlh
(%)
87,2 0,000
12,8
100
Sumber: Data Primer (Diolah, 2016)
Pada tabel 2, terlihat bahwa bayi
yang mengkonsumsi protein hewani
dalam
jumlah
tinggi
P
value
tidak
menggambarkan bahwa status gizi juga
baik. Hal ini terlihat dari masih
ditemukan bayi yang mengkonsumsi
protein tinggi memiliki status gizi
kurang sebanyak 4,7%, sebanyak 7%
memiliki status gizi lebih, dan hanya
Hubungan Konsumsi Protein Hewani Terhadap Status Gizi Bayi... 156
75,6% memiliki status gizi baik. Pada
memperlihatkan
bayi
protein
kurang (12,8%). Hal ini sesuai dengan
hewani rendah di Kecamatan Kuala
penelitian Mamahit et al.8, berdasarkan
Pesisir
Raya
analisis statistik dengan menggunakan
gizi
uji korelasi Spearman antara variabel
Pada
asupan protein dengan status gizi
penelitian ini juga memperlihatkan
BB/U diperoleh nilai (p≤0,05) yang
bahwa tidak ada bayi yang memiliki
artinya
status gizi buruk.
signifikan antara konsumsi protein
yang
mengkonsumsi
Kabupaten
Nagan
menunjukkan memiliki
kurang
sebanyak
status
12,8%.
Hasil uji korelasi bivariat untuk
status
terdapat
gizi
yang
hubungan
yang
dengan status gizi BB/U.
melihat hubungan antara konsumsi
Kurnia 9 menyatakan bahwa status
protein hewani terhadap status gizi
gizi tergantung dari tingkat konsumsi
bayi usia 6-24 bulan di Kecamatan
zat gizi yang terdapat pada makanan
Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya
sehari-hari.
memperlihakan
ditentukan oleh kualitas hidangan.
hubungan
positif
Tingkat
(P<0,01). Hasil analisis regresi variabel
Kualitas
konsumsi protein hewani dengan status
adanya semua zat gizi yang diperlukan
gizi bayi 6-24 bulan di Kecamatan
tubuh di dalam suatu susunan hidangan
Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya
dan perbandingan yang satu terhadap
berpengaruh
yang
sangat
nyata
sig
hidangan
konsumsi
lain.
1,00<0,001. Persamaan Regresi : Y =
jumlah
3.000+ 1.027x, dengan nilai analisis
terhadap
determinasi R2 (R square) sebesar
susunan
0,504
kebutuhan
atau
50,4%.
menunjukkan
bahwa
Analisis
ini
persentase
menunjukkan
Kualitas
menunjukkan
masing-masing
kebutuhan
gizi
tubuh.
hidangan
tubuh,
zat
baik
Kalau
memenuhi
dari
segi
kuantitas maupun kualitasnya, maka
sumbangan pengaruh konsumsi protein
tubuh
terhadap status gizi sebesar 50,4%,
kesehatan gizi yang sebaik-baiknya.
sedangkan sisanya sebesar 49,6%.
Sebaliknya konsumsi yang kurang baik
kualitas
Pada penelitian ini bayi yang
protein
dan
mendapatkan
kuantitasnya
kondisi
akan
memberikan kondisi kesehatan gizi
PEMBAHASAN
konsumsi
akan
hewani
rendah
kurang atau kondisi defisit. Status gizi
atau
tingkat
konsumsi
pangan
157 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol. 9 No. 1, April 2016, 152-160
merupakan
status
bagian
kesehatan
terpenting
seseorang.
dari
Tidak
hanya status gizi yang mempengaruhi
kesehatan
seseorang,
tetapi
status
laut juga kaya akan asam lemak
omega-3 10.
Menarik
umtuk
dikaji
bahwa
walaupun di Kecamatan Kuala Pesisir
kesehatan juga mempengaruhi status
Kabupaten
gizi. Maka, tingkat konsumsi makanan
memakan proein dari hewan tetapi
sangat berpengaruh terhadap status gizi
masih ditemukan status gizi bayi yang
balita. Pola pemberian makan pada
kurang. Terdapatnya bayi yang masih
anak yang berhubungan dengan status
dalam katagori mengalami gizi kurang,
gizi.
dapat
kemungkinan dipengaruhi oleh faktor
konsumsi
lain seperti proses pengolahan bahan
Oleh
karena
mempengaruhi
energi
dan
itu
tingkat
protein
pada
balita,
pangan.
Nagan
Raya,
Menurut
sudah
Sumiati
11
,
sehingga berimplikasi pada status gizi
mengatakan bahwa, pengolahan seperti
underweight pada balita jika tingkat
penggorengan,
konsumsinya kurang.
pengukusan
Berdasarkan
didapatkan
hasil
bahwa
penelitian
masih
banyak
pemanggangan,
dan
perebusan
serta
adanya penambahan bumbu (larutan
garam
dan
asam
cuka)
tidak
ditemukan bayi mengalami gizi kurang
mempengaruhi nilai mutu cerna protein
walaupun
mengkonsumsi
pada ikan jenis mujair, namun Sundari
daging, ikan dan telur. Padahal dalam
et al., menyatakan bahwa proses
100 gram telur rebus mengandung
pengolahan
12,58 gram protein. Daging merah
menggunakan
segar
penurunan kadar zat gizi bahan pangan
sudah
mengandung
25,21
gram
bahan
pangan
panas
menyebabkan
protein.Daging domba dalam 100 gram
tersebut
dibandingkan
mengandung
mentahnya,
tinggi
sekitar
28,22
gram
dengan
atau
bahan
rendahnya
protein. Dari 100 gram ayam panggang
penurunan kandungan gizi suatu bahan
mengandung 25 gram protein. Ikan
pangan akibat pengolahan tergantung
salmon
dari jenis bahan pangan, suhu yang
kalengan
ikan herring mengandung
dan
23
gram
digunakan
dan
lamanya
Proses
proses
protein per 100 gram sajian. Ikan tuna
pengolahan.
menggoreng
kalengan mengandung sekitar 29 gram
menyebabkan penurunan kandungan
protein. Selain kaya akan protein, ikan
gizi yang sangat signifikan karena
Hubungan Konsumsi Protein Hewani Terhadap Status Gizi Bayi... 158
penggorengan
menggunakan
suhu
yang tinggi sehingga zat gizi seperti
protein
tanaman dan menjadi sumber yang
lebih
baik
untuk
pertumbuhan.
12
mengalami
kerusakan,
Menurut Menkes RI
proses
perebusan
protein untuk bayi usia 6-24 bulan
sedangkan
menyebabkan
berkurangnya
, kebutuhan
sebesar 12 gram-20 gram/hari.
kandungan zat gizi karena banyak zat
Usia 0-24 bulan merupakan masa
gizi terlarut dalam air rebusan. Oleh
pertumbuhan dan perkembangan yang
karena itu, perlu suau kajian khusus
pesat, sehingga diistilahkan sebagai
mengapa di Kecamatan Kuala Pesisir
periode emas sekaligus periode kritis.
Kabupaten
Periode
Nagan
Raya
masih
emas
dapat
diwujudkan
diemukan guzi kurang walaupun sudah
apabila pada masa ini bayi dan anak
mengkonsumsi protein hewani.
memperoleh asupan gizi yang sesuai
Protein adalah suatu makanan
untuk
tumbuh
kembang
optimal,
yang diperlukan oleh tubuh yang
sebaliknya apabila bayi dan anak pada
berguna untuk memperbaiki sel sel dan
masa ini tidak memperoleh makanan
untuk pertumbuhan. Ketika anak lahir,
sesuai
tubuh,
terus
periode emas akan berubah menjadi
berkembang. Sel-sel tubuh anak juga
periode kritis yang akan mengganggu
aus,
membutuhkan
tumbuh kembang bayi dan anak, baik
protein untuk perbaikan serta untuk
pada saat ini maupun masa selanjutnya
pertumbuhan. Agar anak tumbuh cepat
13
dan
sehingga
terutama
anak
otak,
dan baik, maka diperlukan banyak
kebutuhan
gizinya,
maka
.
WHO/UNICEF merekomendasikan
asupan protein. Pada usia enam bulan
empat
hal
penting
yang
harus
pertama kehidupan bayi mendapat
dilakukan untuk mencapai tumbuh
semua protein ASI, kemudian setelah 6
kembang optimal di dalam Global
bulan ibu memperkenalkan makan lain
Strategy for Infant and Young Child
untuk bayi, salah satunya adalah
Feeding, yaitu; pertama memberikan
protein.
air susu ibu kepada bayi segera dalam
Sumber protein ada dua yaitu
waktu 30 menit setelah bayi lahir,
nabati dan hewani, namun semua
kedua memberikan hanya Air Susu Ibu
makanan hewani mengandung lebih
(ASI) saja atau pemberian ASI secara
banyak protein dibandingkan dengan
eksklusif sejak lahir sampai bayi
159 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol. 9 No. 1, April 2016, 152-160
berusia 6 bulan, ketiga memberikan
Demografi dan Faktor Informasi
makanan pendamping air susu ibu
Tentang ASI Dan MP-ASI (Studi
(MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan
Di Kota Padang dan Kabupaten
sampai
Solok Provinsi Sumatera Barat).
24
bulan,
dan
keempat
meneruskan pemberian ASI sampai
Jakarta:Pusat
anak berusia 24 bulan 14.
Pengembangan Gizi dan Makanan,
Badan
hasil
Litbang
dan
Kesehatan,
Kementerian Kesehatan; 2010.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan
Penelitian
penelitian
3. Departemen
Kesehatan
RI.
diambil kesimpulan konsumsi protein
Pedoman Umum Gizi Seimbang.
hewani pada bayi usia 6-24 bulan di
Jakarta: Departemen Kesehatan RI;
Kecamatan Kuala Pesisir Nagan Raya
2007.
tinggi.Diharapkan
selanjutnya
dapat
kepada
peneliti
mengembangkan
4. Maseko,
M.,
Malnutrition
E.Owaga.
and
Child
Mortality
in
penelitian yang lebih cermat terhadap
Swizeland Situation Analysis of the
faktor lain seperti proses pengolahan
Immedate, Underlying and Basic
bahan pangan, jenis bahan pangan
Causes 2012. African Journal of
yang dikonsumsi.
Food, Agriculture, Nutrisi, and
Development; 2012.
5. Menteri Kesehatan RI. Peraturan
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada
Masyarakat
di
Menteri
Kesehatan
Republik
Kecamatan
Indonesia Nomor 41 Tahun 2014
Kuala Pesisir yang telah memberi
Tentang Pedoman Gizi Seimbang.
waktu terhadap penelitian ini.
Jakarta: Menteri Kesehatan RI;
2014
6. Departemen Kesehatan RI. Buku
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Child
Growth Standart. Geneva: WHO;
2010.
Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta:
Departemen Kesehatan; 2009.
7. Dinas Kesehatan Nagan Raya.
2. Hermina dan Nurfi, Hubungan
Profil Kesehatan Kabupaten Nagan
Praktik Pemberian ASI Eksklusif
Raya Tahun 2014. Suka Makmue;
Dengan
2014
Karakteristik
Sosial,
Hubungan Konsumsi Protein Hewani Terhadap Status Gizi Bayi... 160
8. Mamahit,
D.,
Kawengian,
E.S.
Shirley.,
and
N.H.
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas Jember; 2005
Kapantow.HubunganAntaraAsupan
14. Hikmawati, I., M. Sakundarno.,
Energi Dan Protein Dengan Status
dan A. Purwanti. Risk factors of
GiziAnakUsia
Di
failure to give breast feeding
Wilayah KerjaPuskesmasRanomut
during two months. 2008. http://
Kota
www.pdffactory.com.
1-3
Tahun
Manado.
Manado:
FakultasKesehatanMasyarakatUniv
ersitas Sam Ratulangi; 2013.
9. Kurnia,
F.R.
Faktor
Risiko
Underweight Balita Umur 7-59
Bulan. Jakarta: Stikes Kuningan;
2014. Public Health 9 (2)115-12
10. Anna, L.K. Lebih Protein Daging
atau
Telur.
Kompas.
http://health.kompas.com/read/201
4/04/24/1436524/Lebih.Banyak.Pr
otein.Daging.atau.Telur.2014
11. Sumiati, T. Pengaruh Pengolahan
Terhadap Mutu Cerna Protein Ikan
Mujair
(Tilapia
mossambica).
Skripsi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor; 2008
12. Menteri Kesehatan RI. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2013
Tentang Angka Kecukupan Gizi
Yang Dianjurkan Bagi Bangsa
Indonesia. Jakarta; 2013
13. Ningtyas, F.W . Hubungan Pola
Pemberian ASI Eksklusif dan MPASI Dengan Status Gizi Balita.
Download