GAMBARAN SPLENOSIT, LIMPA DAN KEKEBALAN PADA MENCIT

advertisement
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
GAMBARAN SPLENOSIT, LIMPA DAN KEKEBALAN PADA
MENCIT GALUR BALB/C YANG DIBERI ALANTOIN DAN
DIINFEKSI Toxoplasma gondii
(The Feature of Splenocyt, Lien and Immunity on Mice Balb/C Strain
Treated by Allantoin and RH Strain Toxoplasma gondii)
TOLIBIN ISKANDAR1, DIDIK T. SUBEKTI1 dan EKA FITRI DIANI2
2
1
Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jl. Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta 12640
ABSTRACT
Toxoplasmosis is a zoonotic disease caused by Toxoplasma gondii which included in coccidian group.
One of infecting form of T. gondii is tachyzoite. Tachyzoite can infect nucleated cell and spread rapidly.
Therefore it cause damage to many cells. To prevent the damage neded drugs which can reduce tachyzoite
regenerate the damage cells. Based on the prior research of allantoin 0,4%, recovery of incision was in sheep.
The research was aim study the effect of allantoin treatment per oral on mice which infected by T. gondii.
Mice was divided into four groups (10 mice respectively) consist of normal control with aquadest, infected
without drugs, infected + allantoin 0,4%, noinfected + allantoin 0,4%. All of mice on each groups were
infected intra peritoneally by 2.5 x 103 RH strain of T. gondii. The result have shown that allantoin 0,4 mg/20
g bw was successfully regeneration. Splenocyst increased and immunity improved the quality of lif, therefore
the treatment of allantoin was good.
Key Words: Splenocyst, Immunity, Survivality, Allantoin, T. gondii
ABSTRAK
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii yang tergolong
koksidia. Salah satu bentuk infektif T. gondii adalah takizoit. Takizoit mampu menginfeksi sel berinti dan
mampu berkembang biak dengan cepat di dalam sel berinti. Sehingga bisa menyebabkan keruksakan yang
lebih luas. Upaya untuk menghindari kerusakan yang lebih luas dibutuhkan obat-obat yang mampu mereduksi
takizoit atau obat-obat yang mampu meregenerasi sel-sel yang rusak. Berdasarkan penelitian sebelumnya
pemberian alantoin 0,4% mampu mempercepat penyembuhan luka insisi pada domba. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efek pemberian alantoin secara oral terhadap mencit yang diinfeksi T. gondii. Hewan coba
sebanyak 40 ekor dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol normal (KI) hanya diberi aquadest;
kontrol negatif (KII) diinfeksi tapi tidak diobati; kelompok (KIII) diinfeksi + alantoin 0,4% sebanyak 0,2 ml ≈
0,8 mg/0,2 ml; kelompok alantoin (KIV) tidak diinfeksi hanya diberi alantoin 0,4% sebanyak 0,2 ≈ 0,8 mg/0,2
ml. Masing-masing grup mencit diinfeksi dengan dosis 2,5 x 103 takizoit. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian alantoin 0,4 mg/20g BB mampu meregenerasi splenosit dan kekebalan, juga mampu
memperpanjang daya hidup mencit yang terinfeksi T. gondii.
Kata Kunci: Splenosit, Kekebalan, Daya Hidup, T. Gondii, Alantoin
PENDAHULUAN
Toksoplasmosis adalah penyakit yang
disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang
merupakan salah satu protozoa golongan
koksidia, yang menyerang hewan dan manusia
(HARIYONO, 2000). Secara umum parasit ini
1074
mempunyai tiga bentuk infektif yaitu takizoit
yang terdapat dalam cairan tubuh; bentuk
bradizoit (kista) yang terdapat di dalam
jaringan tubuh; dan bentuk ookista yang akan
bersporulasi dan terdapat di dalam tinja kucing
(ISKANDAR, 1999). Induk semang sejati parasit
ini adalah kucing dan hewan sejenisnya
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
(Felidae), sedangkan induk semang perantara
bisa mencit, manusia, domba, sapi, ikan
(RESENDES et al., 2002).
Secara alami invasi parasit umumnya
terjadi di usus, dan kemudian akan memasuki
sel. Parasit berkembang biak di dalam sel
induk semang, sehingga menyebabkan sel
induk semang pecah dan parasit yang baru
keluar dari sel dan masuk ke dalam sel yang
lain di sekitarnya. Dengan demikian akan
terjadi kerusakan jaringan yang lebih luas.
Sesungguhnya
parasit
tersebut
dapat
berkembang biak di dalam hampir semua sel
berinti, kecuali sel darah merah yang tidak
berinti (NOER, 1996).
Infeksi yang disebabkan T. gondii
khususnya tipe I di perkirakan dapat
mengakibatkan
terjadinya
imunosupresi.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
mencit yang sebelumnya telah terpapar oleh
antigen T. gondii galur RH (salah satu galur
dari tipe I) dan kemudian diinfeksi oleh
penyakit yang sama, ternyata berakibat
gagalnya
limfosit
dari
limpa
untuk
berproliferasi pada stimulasi in vitro (SUBEKTI
et al., 2004). Selain itu protein soluble dari
takizoit T. gondii dapat menyebabkan
terjadinya paralisis temporer pada sel target
seperti sel dendritik (ALIBERTI dan SHER,
2002). Sel dendritik merupakan sel penyaji
antigen professional yang lebih efektif dan
efisien
dibandingkan
makrofag
dalam
mengawali respon imun. CHANON et al. (2000)
menyatakan takizoit dapat menginfeksi semua
sel berinti, ternyata sel dendritik, monosit, (dan
makrofag), limfosit dan neutrofil dilaporkan
cukup sering dan dominan di infeksi. Implikasi
lanjut dari terinfeksi dan terdestruksi sel-sel
tersebut akan berdampak serius pada berbagai
jaringan dan organ yang dibangun oleh sel-sel
berinti maupun komponen sistem imun natural
(innate immunity) sehingga berakibat kematian.
Upaya mempercepat regenerasi sel-sel dan
jaringan khususnya pada limpa (splenosit) dan
darah
(leukosit)
di
harapkan
dapat
meningkatkan harapan hidup dari individu atau
hewan coba yang terinfeksi T. gondii. Bahan
yang berpotensi dapat menstimulasi proliferasi
sel, tentu dapat pula melakukan regenerasi selsel dan jaringan yang rusak. Salah satu bahan
yang berperan sebagai stimulator sel adalah
alantoin (SUBEKTI, 1996). Selama ini alantoin
lebih dikenal sebagai salah satu bahan yang
banyak digunakan dalam produk komestik.
Alantoin sesungguhmya merupakan metabolit
hasil katabolisme dari purin. Pada mamalia
alantoin berasal dari adenosine, adenine dan
guanosin yang didegradasi menjadi asam urat
dan selanjutnya oleh enzim urikase diubah
menjadi alantoin (SUBEKTI, 1996).
Penggunaan alantoin sebagai stimulator
proliferasi sel untuk tujuan regenerasi sel yang
rusak dan akselerasi proliferasi sel pada luka
telah banyak dilaporkan dan memberikan hasil
yang memuaskan pada konsentrasi 0,4%
(SUBEKTI et al., 1998). Walaupun kemampuan
alantoin dalam akselerasi dan regenerasi sel
secara topikal cukup baik, namun sampai
sejauh ini masih belum diketahui aplikasi
alantoin secara oral, khususnya yang berkaitan
dengan toksoplasmosis.
Kekebalan yang muncul terhadap infeksi
T. gondii berupa respon imun seluler dan
humoral, baik yang sistemik maupun mukosal.
Kedua tipe respon imun tersebut secara
sinergis
memberikan
proteksi
atau
perlindungan pada setiap individu yang normal
(SUBEKTI, 2004; BARRAGAN dan SIBLEY,
2002).
Respon imun humoral sangat esensial
dalam memberikan perlindungan pada inang.
Kepentingan respon imun humoral tersebut
berkaitan dengan bentuk takizoit ekstraseluler
yang aktif dan invasif dalam sistem sirkulasi.
Pada sistem sirkulasi yang berperan utama
adalah IgM dan IgG (SUBEKTI, 2004). Tujuan
penelitian ini dengan penggunaan alantoin
secara oral diharapkan dapat meregenerasi selsel berinti seperti limpa, respon kekebalan dan
memperpanjang daya hidup mencit.
MATERI DAN METODE
Hewan coba yang digunakan adalah mencit
BALB/c yang dilakukan di Kelti Parasitologi
pada Balai Penelitian Veteriner (BALITVET),
Bogor. Dengan berat badan 15 – 20 g, umur
2 – 3 bulan sebanyak 40 ekor. Inokulasi
dilakukan secara intraperitoneal masingmasing dengan dosis 2,5 x 103 takizoit per
mencit. Pengambilan sampel hari ke-8 setelah
inokulasi, mencit dieutanasi. Kemudian
diambil cairan peritoneum, darah dan organ
limpa. Pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan respon imun menurut DEBARD et
1075
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
al. (1996) dengan metode atau teknik yang
digunakan
adalah
Enzym
Linked
Immunosorbent Assay (ELISA).
Menghitung jumlah sel limpa menurut
OLGICA et al. (2001). Data yang diperoleh
selanjutnya dianalisis dengan metode Uji Sidik
Ragam eka arah (One Way ANOVA) maupun
deskriptif. Uji sidik ragam eka arah dilakukan
dengan menggunakan program MINITAB
10,5TM
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh pemberian oral alantoin terhadap
berat limpa
Uji ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh pemberian oral alantoin terhadap
berat limpa mencit yang diinfeksi T. gondii.
Pada Tabel 1. berikut dapat dilihat gambaran
anatomi limpa mencit baik yang diinfekssi
dengan T. gondii maupun tidak.
Terlihat perbedaan warna antara kelompok
normal dengan yang diinfeksi maupun yang
diinfeksi diberi alantoin. Hal ini karena sel
limpa yang diinfesi T. gondii banyak yang
rusak mengalami degenerasi sehingga pucat.
Karena limpa banyak sel-sel fagositik dan
hubungan erat antara darah yang beredar dalam
sel-sel ini seperti halnya dengan organ-organ
limpatik lain. Limpa merupakan tempat
berkumpulnya limfosit-limfosit aktif yang
masuk ke dalam darah. Limpa memberi reaksi
dengan cepat terhadap antigen yang dibawa
oleh APC (Antigen Presenting Cell) dalam
darah dan merupakan organ penting dalam
proses aktivasi sistem imun adaptif. Oleh sebab
itu dapat dikatakan bahwa limpa merupakan
filter imunologik dari sistem sirkulasi
(SHEERWOOD, 2001).
Pengaruh pemberian oral alantoin terhadap
berat limpa mencit yang diinfeksi T. gondii
dapat dilihat pada Gambar 1.
Hasil analisa statistik. Menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata antara KI dengan
KII dan KI dengan KIV. Sementara itu, KII
dengan KIII, KII dengan KIV, KIII dengan
KIV, dan KI dengan KIII tidak ada perbedaan
yang nyata.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat perbedaan
anatomi antara limpa mencit yang diinfeksi T.
gondii. Limpa yang diinfeksi memiliki warna
yang lebih pucat, ukuran dan bobot yang lebih
kecil dibandingkan dengan mencit yang tidak
diinfeksi. Pada kelompok infeksi diperoleh
bobot yang lebih kecil dari kelompok normal.
Gambar 1. Diagram batang berat limpa
KI: Normal; KII: Infeksi; KIII: Uji (Infeksi + alantoin); KIV: Alantoin
a, b: Bila terdapat satu atau lebih superskrip yang sama antar Kelompok menunjukan tidak ada perbedaan
bermakna antar kelompok tersebut
1076
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Pengaruh pemberian oral alantoin terhadap
jumlah total sel limpa (splenosit)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh pemberian oral alantoin terhadap
jumlah sel limpa mencit yang diinfeksi dengan
T. gondii. Grafik nilai rata-rata jumlah sel
limpa dapat dilihat pada Gambar 2.
Hasil statistik di atas menunjukkan tidak
ada beda yang nyata pada KIV dengan KI, KII
dan KIII
Pada kelompok infeksi diperoleh jumlah sel
limpa lebih kecil dibandingkan dengan
kelompok normal. Hal ini dikarenakan
kerusakan jaringan terutama jaringan yang
disusun oleh sel-sel retikuloendotel dan otot
polos. Sementara itu, jumlah sel limpa pada
kelompok uji lebih besar dibandingkan dengan
kelompok infeksi. Meskipun demikian bobot
limpa pada kelompok uji lebih kecil
dibandingkan dengan kelompok normal dan
jumlah sel limpa yang lebih besar
dibandingkan dengan kelompok normal. Hal
ini disebabkan kemampuan alantoin dalam
meregenerasi sel, namun tidak dapat
memulihkan jaringan yang terdestruksi oleh
infeksi takizoit T. gondii dalam waktu 4 hari.
Sementara itu, pada kelompok alantoin
diperoleh bobot dan jumlah sel limpa yang
lebih kecil dibandingkan dengan kelompok
normal, dan secara statistik berbeda nyata.
Mungkin hal ini merupakan salah satu efek
dari pemberian alantoin per oral, karena sejauh
ini masih belum banyak diketahui mengenai
efek pemberian oral alantoin.
Respon kekebalan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon
imun IgG mempunyai nilai negatif dan
memiliki titer 0, karena pada hari ke 4 IgG
belum terdeteksi oleh alat ELISA Reader dan
dianggap negatif karena nilai kerapatan optik
(OD) di bawah nilai kerapatan optik control
normal, yaitu 0,2305, terkecuali pada K II
terdapat satu ekor mencit yang menunjukkan
nilai OD yang positif yaitu 0,282.
Gambar 2. Batang nilai rata-rata sel limpa pada hari ke 8 post infeksi
KI: Normal; KII: Infeksi; KIII: Uji (Infeksi + alantoin); KIV: Alantoin
a, b: Bila terdapat satu atau lebih superskrip yang sama antar kelompok menunjukan tidak ada perbedaan
bermakna antar kelompok tersebut
1077
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Walaupun pada analisis statistik terhadap
titer IgM antara kelompok infeksi, kelompok
infeksi + alantoin, dan kelompok alantoin.
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata,
namun
bila
dilihat
secara
biologis
interprestasinya sangat berbeda. Pada KII
respon imun IgM muncul tetapi tetap mati. Hal
ini menunjukkan bahwa telah terjadi
perkembangan takizoit. Di dalam sel, takizoit
mampu bereplikasi secara cepat dan aktif yang
menyebabkan kerusakan pada jaringan dan
organ yang semakin parah dan dapat
menyebabkan kematian. Dengan demikian
dapat dibuktikan bahwa dengan terbentuknya
respon imun berupa IgM, tidak selalu
menyebabkan terjadinya proteksi terhadap
suatu infeksi. Khususnya pada kasus
toksoplasmosis yang disebabkan oleh T. gondii
galur RH yang tergolong tipe I, walaupun
respon IgM terbentuk, namun kematian pada
mencit tetap tidak dapat dihindarkan.
Secara teoritis respon imun terbentuk di
dalam tubuh apabila antigen dapat dikenali dan
diikat oleh antibody membentuk komplek
antigen-antibodi kemudian masuk atau
difagositosis melalui perantaraan reseptor Fc
(FcR). Respon imun merupakan pertahanan
tubuh terhadap suatu infeksi (MC LEOD, 1991).
Maka pada infeksi T. gondii terjadi kerusakan
jaringan khususnya jaringan sistem imun. Hal
ini disebabkan karena kecepatan replikasi dan
destruksi jaringan oleh takizoit T. gondii lebih
cepat
dibandingkan
dengan
kecepatan
pembentukan respon imun IgM yang protektif.
Pada KIII memiliki rataan titer IgM yaitu
4,536 dan mencit tetap hidup. Respon imun
pada KIII kemungkinan merupakan hasil
induksi dari takizoit yang mati atau inaktif dan
protein yang diekskresi oleh takizoit. Hal
tersebut memberikan bukti secara jelas bahwa
alantoin dapat memodulasi system imun untuk
memberikan respon, terbukti dengan tinginya
rataan IgM.
IgG
IgM
1078
KI
0,196
0,017
0,251
0,0301
KII
0,228
0,049
0,498
0,087
Pada KIV respon imun IgM yang terbentuk
tidak mampu melindungi dan memberikan
peluang hidup pada mencit dari kematian. Hal
ini disebabkan alantoin tidak dapat mereduksi
takizoit T. gondii (SUBEKTI et al., 2005). Pada
penelitian ini memperlihatkan bahwa pada
kasus infeksi T. gondii, penggunaan alantoin
mampu untuk meregenerasi sel.
Daya hidup
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa
pada KIII terdapat 15% mencit yang mampu
bertahan hidup lebih dari 10 hari. Persentase
daya hidup mencit bias dilihat pada Gambar 5.
Menurut penelitian sebelumnya, mencit
yang diinfeksi dengan takizoit T. gondii tipe I
dengan dosis 103 memiliki LD100 8-9 hari
(SIBLEY et al., 2002). Hal ini serupa dengan
hasil percobaan dimana pada hari ke 9 terjadi
kematian menyeluruh pada kelompok infeksi.
Fenomena tersebut disebabkan karena takizoit
T. gondii tipe I memiliki kemampuan
menyebar sangat cepat. Akibat utamanya
adalah, jika suatu bahan tidak mampu
mereduksi takizoit maka kematian mencit
dengan cepat tidak dapat dihindari. Kematian
takizoit dengan cepat dikarenakan terjadi
kerusakkan jaringan yang luas, sehingga
menyebabkan gangguan, bahkan kegagalan
fungsi organ dan hipersekresi sitokin
proinflamatorik yang tinggi.
Penggunaan alantoin dengan konsentrasi
0,4% sebanyak 0,2 ml tidak mampu
memberikan hasil yang signifikan. Meskipun
demikian terdapat 2 ekor mencit yang mampu
bertahan hidup lebih dari 10 hari, dengan
jumlah takizoit 0. Mungkin takizoit telah
menjadi kista (bradizoit) yang perbahannya
dipengaruhi oleh status imun individu (DARCY
dan SANTORO, 1994).
KIII
0,171
0,002
0,563
0,114
KIV
0,188
0,007
0,386
0,095
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
120
100
KI
80
KII
%
60
KIII
40
KIV
20
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Hari
Gambar 5. Kurva daya hidup mencit
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan data yang ada pemberian
alantoin secara oral pada kelompok alantoin
mampu meregenerasi sel, serta menurunkan
jumlah splenosit dan berat limpa dibandingkan
dengan kelompok normal secara berbeda nyata.
Pemberian alantoin dapat menstimulir titer
IgM tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol
negatif.
Pemberian
alantoin
mampu
meningkatkan peluang daya hidup pada
mencit.
Disarankan walaupun pemberian alantoin
secara oral tidak mampu mereduksi takizoit,
tetapi dari data daya hidup terdapat 2 ekor
mencit yang mampu bertahan hidup sampai
dengan hari kesepuluh. Sehingga perlu
dipelajari lebih lanjut tentang penggunaan
alantoin
secara oral terutama untuk
meregenerasi sel-sel yang rusak. Perlu diteliti
lagi dengan menggunakan tipe toksoplasma
yang lain dan dalam konsentrasi takizoit yang
lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA
ALIBERTI and SHER. 2002. Role of G-ProteinCoupled signaling in the induction of dendritic
cell function of T. gondii. Microbes and
Infection. 4: 991 – 997.
BARRAGAN, A. and L.D. SIBLEY. 2002.
Transepithelial migration of Toxoplasma
gondii is linked to parasite motility and
virulence. J. Exp. Med. 195: 1625 – 1633.
CHANON, J,Y., R.M. SEGUIN and L.H. KASPER. 2000.
Differential infectivity and division of
Toxoplasma gondii in human peripheral blood
leukocytes. Infect. Immunol. 68: 4822 – 4826.
DARCY, F., SANTORO F. 1994. Toxoplasmosis in
Kierszenbaum. F. Parasitic Infection and The
immune System. Academic Press. London.
DEBARD, N., D. BUZONI-GATEL and D. BOUT. 1996.
Intranasal immunization with SAG1 protein of
T. gondii in association with cholera toxin
dramatically reduces development of cerebral
cyst after oral infection. Infect. Immun. 64:
2158 – 2166
HARIYONO, T. 2000. Serebral Toksolplasmosis.
Medika. 377 – 379.
ISKANDAR,
T.
1999.
Tinjauan
Tentang
Toksoplasmosis Pada Hewan dan Manusia.
Wartazoa. 8(2): 58 – 63.
ISKANDAR, T. 1998. Pengisolasian T. gondii dari
otot diafragma yang titer Ab tinggi dan tanah
tinja dari seekor kucing. JITV. 111 – 115.
MC LEOD, R., D. MACK and C. BROWN. 1991.
Toxoplasma gondii-new advances in cellular
and molecular biology. Exp. Parasitol. 72:
109 – 121.
1079
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
NOER, S.M. 1996. Buku Ajar Penyakit Dalam.
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
OLGICA, R and VLADINNIR M. 2001 . Murine model
of drug-induced reactivation of T. gondii. Acta
Protozoa. 99 – 106.
RESENDES, A.R., S. ALMERIA, J.P. DUBEY, E. OBON,
C.J. SALLES, E. DEGOLLA-DA, F. ALEGRE, O.
CABEZON, S. PONT and DOMINGO. 2002.
Disseminated
Toxoplasmosis
in
a
Mediterranean pregnant Risso,s Dolphin
(Grampus grisseus) with tranplacental fetal
infection. J. Parasitol. 88: 1029 – 1032.
SHEERWOOD, L. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke
system Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia.
SUBEKTI, D.T. 1996. Pengantar Alantoin. Fakultas
Kedokteran Hewan Universiras Airlangga.
Surabaya.
SUBEKTI, D.T., ARRASYID N.K. dan L. WIJAYANTI.
2004. Respon imun selluler dan humoral pada
mencit
setelah
imunisasi
intranasal
menggunakan protein soluble T. gondii
dengan ajuvan toksikan kolera dan entero
toksin tidak tahan panas tipe I. Ked. Tropis
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
SUBEKTI, D.T., T. ISKANDAR, E.S.P. SARI, D. RATIH,
R. HAERLANI, E.F. DIANI dan D.R.
WIDYASTUTI. 2005. Leukositopenia pada
mencit setelah diinfeksi T. gondii dengan
dosis tinggi dan dosis rendah. J. Biol. Ind. 10:
421 – 431.
SIBLEY, L.D., D.G. MORDUE, C. SU, P.M. ROBBEN
and D.K. HOWE. 2002. Genetic approaches to
studying virulence and pathogenesis in
T. gondii. Phil. Trans. R. Soc Lond. B. 357:
81 – 88.
DISKUSI
Pertanyaan:
1. Strain isolat Toxoplasma apa yang digunakan dalam penelitian ini?
2. Mengapa menggunakan dosis 2,5 x 103
3. Berapa LD50 ?
4. Pengaruh intoning untuk menyembuhkan atau untuk memperbaiki sel?
5. Bagaimana pemberiannya pada ternak sapi (dosisnya)?
Jawaban:
1. Toxoplasmosis gondii strain RH (Tipe I).
2. Agar mencit tidak mati semua pada hari ke-4 post inokulasi.
3. Tidak ada LD50 karena dosis kecil akan menyebabkan kematian pada hari ke-11.
4. Memperbaiki sel-sel epitel yang rusak.
5. Pada ternak sapi belum dicoba.
1080
Download