STUDI HISTOPATOLOGI PENGARUH EKSTRAK

advertisement
STUDI HISTOPATOLOGI PENGARUH EKSTRAK
MINYAK JINTAN HITAM (Nigella sativa) PADA ORGAN
PERTAHANAN AYAM BROILER
ZHAVIERA FETRIZA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Histopatologi
Pengaruh Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Organ Pertahanan
Ayam Broiler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Zhaviera Fetriza
NIM B04080134
ABSTRAK
ZHAVIERA FETRIZA. Studi Histopatologi Pengaruh Ekstrak Minyak Jintan
Hitam (Nigella sativa) pada Organ Limfoid Ayam Broiler. Dibimbing oleh SRI
ESTUNINGSIH dan MAWAR SUBANGKIT.
Nigella sativa yang dikenal dengan nama jintan hitam adalah tanaman
herbal yang banyak digunakan dalam mengobati berbagai penyakit, termasuk
sebagai anti kanker. Tujuan penelitian ini adalah melihat perubahan secara
histopatologi pada organ limfoid ayam broiler akibat pengaruh pemberian jintan
hitam (Nigella sativa). Sebanyak 45 ekor ayam dibagi menjadi 3 kelompok yaitu
kelompok A diberikan Nigella sativa, vaksin ND, IBD dan AI, kelompok B
diberikan Nigella sativa, vaksin ND dan IBD, yang terakhir kelompok K (kontrol)
yang diberikan vaksin ND dan IBD. Setiap hari N. sativa diberikan peroral
sebanyak 0,02 ml pada kelompok A dan kelompok B yang dimulai dari minggu
ke-2 hingga minggu ke-6. Selanjutnya setiap minggunya sebanyak 3 ekor dari
masing-masing kelompok ayam dinekropsi dan diproses menjadi sediaan
histopatologi dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE). Parameter yang
dipelajari meliputi mengukur luas korteks timus, luas pulpa putih limpa dan
folikel limfoid bursa Fabricius dan kepadatan limfosit di setiap organ limfoid.
Hasil menunjukkan perubahan histologi pada ukuran luas korteks timus, pulpa
putih limpa, folikel limfoid bursa Fabricius dan juga kepadatan limfosit pada
kelompok perlakuan (A dan B) lebih luas dari kelompok kontrol. Secara statistik
hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan nyata ( p<0,05 ) antara di dalam
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (A dan B). Jintan hitam (Nigella
sativa) memberikan manfaat positif pada organ limfoid ayam broiler.
N. sativa dapat meningkatkan kerja sistem kekebalan tubuh dalam ayam broiler.
Kata kunci: ayam broiler, bursa Fabricius, histopatologi, limpa, N. sativa, timus
ZHAVIERA FETRIZA. Histopathology study on the Effect of Black Cumin
(Nigella sativa) Oil Extract in Lymphoid Organs of Broiler Chickens. Supervised
by SRI ESTUNINGSIH and MAWAR SUBANGKIT
Nigella sativa, known as black cumin is a herb that is widely used in
treating various diseases, including as an anti-cancer. The purpose of this study is
to study histologically the lymphoid organs of broiler chickens changes due to the
effect of black cumin (Nigella sativa). A total 45 chickens were divided into 3
groups: group A was given Nigella sativa, ND, IBD and AI vaccine, group B was
given Nigella sativa, ND and IBD vaccines, the last group K (control) was given
ND and IBD vaccines. Commercial preparation of N. sativa treated every day
orally as 0.02 ml every chicken in group A and group B starting from 2th to 6th
week. Furthermore, every week 3 chickens out of each groups were sacrificed for
necropsy and processed to histopathological slides with Hematoxylin-Eosin
staining. The parameters studied were area of thymic cortical, splenic white pulp,
lymphoid follicles of Fabricius bursa and lymphocyte density in each lymphoid
organs. Result shown that histologically increasing the area of thymic cortical,
white pulp of the spleen, lymphoid follicle bursa of Fabricius as well as
lymphocyte density of the treated groups mostly greater than control. Statistically
the results showed there was a difference (p<0.05) between Control group and
treated group (A and B). Black Cumin (Nigella sativa) Extract is give positive
beneficial on Lymphoid Organs of Broiler Chickens. Nigella sativa able to
enhance the immune system in broiler chickens.
Key words: broiler chicken, bursa Fabricius, histopathology, N. sativa, spleen,
thymus
STUDI HISTOPATOLOGI PENGARUH EKSTRAK
MINYAK JINTAN HITAM (Nigella sativa) PADA ORGAN
PERTAHANAN AYAM BROILER
ZHAVIERA FETRIZA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Studi Histopatologi Pengaruh Ekstrak Minyak Jintan Hitam
(Nigella sativa) pada Organ Pertahanan Ayam Broiler
Nama
: Zhaviera Fetriza
NIM
: B04080134
Disetujui oleh
Dr drh Sri Estuningsih, MSi APVet
Pembimbing I
drh Mawar Subangkit
Pembimbing II
Diketahui oleh
drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2011 ini ialah studi
histopatologi pengaruh pemberian herbal, dengan judul Studi Histopatologi
Pengaruh Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Organ Pertahanan
Ayam Broiler.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr drh Sri Estuningsih, MSi APVet
dan drh Mawar Subangkit selaku pembimbing skripsi dan drh. Budhy Jasa
Widyananta sebagai dosen pembimbing akademik atas ilmu, waktu, dukungan,
motivasi, dan kesabaran yang telah diberikan selama ini. Tidak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada Dr drh Denny Widaya Lukman, MSi yang telah
memberikan banyak saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama, papa, kakak, dan
keluarga besar atas segala doa dan kasih sayangnya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang-orang yang
mendukung dan membantu penulis dalam menyusun skripsi : seluruh staf Bagian
Patologi FKH IPB. Teman senasib seperjuangan Mutia dan Intan Junita, Geng
Ikan, Luwak Kampus (Marlina, Ricco, Purnomo, dan Mursyid), Keluarga besar
LAWALATA IPB, Puriers (Mimi, Dewi, Eva, Ken dan Ocha), Panitia Kurban
1433 H (Made, Awan, Rahmah, Khansaa, dan Jami), Afdi, Tizani, Irene A, Riris,
Agung Sudomo, dan Alex Yungan Harahap atas semangat, bantuan, nasihat, dan
dukungannya, serta seluruh Avenzoar tercinta dan nama-nama yang tidak bisa
penulis cantumkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2013
Zhaviera Fetriza
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
i
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Manfaat
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Ayam Pedaging (Broiler)
2
Organ-Organ Limfoid
4
Mekanisme Pertahanan
7
Program Vaksinasi pada Ayam Broiler
7
Jintan Hitam (Nigella sativa)
8
METODE
10
Tempat dan Waktu Penelitian
10
Alat dan Bahan
10
Pelaksanaan Penelitian
10
Persiapan Kandang
10
Pengelompokkan Ayam
11
Vaksinasi
11
Pemberian Jintan Hitam
12
Pengolahan sampel penelitian
12
Parameter Penelitian
12
Analisis Data
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Perubahan histopatologi pada timus
13
Perubahan histopatologi pada limpa
15
Perubahan histopatologi pada bursa Fabricius
17
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
20
RIWAYAT HIDUP
25
DAFTAR TABEL
1 Kandungan protein, harga produk, dan harga protein hewani pada
beberapa jenis produk peternakan
1
2 Pertambahan bobot badan beberapa strain ayam broiler pada akhir
minggu
3
3 Pembagian kelompok perlakuan pada ayam
11
4 Pengaruh pemberian jintan hitam terhadap luas korteks dan kepadatan
sel pada organ timus ayam broiler
14
5 Pengaruh pemberian jintan hitam terhadap luas pulpa putih dan
kepadatan sel pada organ limpa ayam broiler
16
6 Pengaruh pemberian jintan hitam terhadap luas folikel limfoid dan
kepadatan sel pada organ bursa Fabricius ayam broiler
18
DAFTAR GAMBAR
1 Histologi bursa Fabricius
5
2 Histologi limpa
6
3 Histologi timus
6
4 Histopatologi timus
13
5 Kepadatan sel pada korteks timus
13
6 Histopatologi limpa
16
7 Kepadatan sel pada folikel limfoid (pulpa putih) limpa
16
8 Histopatologi bursa Fabricius
18
9 Kepadatan sel pada folikel limfoid bursa Fabricius
18
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam merupakan hewan vertebrata yang istimewa dibanding dengan hewan
vertebrata domestik lainnya, karena mampu menghasilkan telur dan daging
sebagai sumber protein hewani yang sudah umum dikenal oleh masyarakat.
Awalnya ayam broiler komersial hanya berkembang di benua Amerika dan Eropa,
sejalan dengan perkembangan globalisasi, penyebaran penduduk, dan kemudahan
sarana transportasi, ayam broiler komersial yang telah dikembangkan potensi
genetiknya menyebar hampir ke seluruh pelosok dunia. Pada awal perkembangan
ayam broiler komersial tingkat produktivitas rendah karena ayam broiler pada saat
itu juga digunakan sebagai ayam petelur (Fadilah dan Polana 2004).
Para ahli genetik secara terus-menerus melakukan penelitian, persilangan,
dan seleksi yang ketat sehingga menghasilkan varietas ayam murni yang khusus
menghasilkan daging. Kesehatan ternak ayam pun sangat diperhatikan untuk
menjamin daging atau telur ayam yang beredar di masyarakat aman untuk
dikonsumsi (Fadilah 2004). Ayam juga merupakan sumber protein hewani yang
baik karena mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh
manusia. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang
terjangkau oleh masyarakat Indonesia. Kandungan protein daging ayam tidak jauh
berbeda dengan protein daging sapi tetapi dapat diperoleh dengan harga yang
cukup terjangkau sesuai dengan Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1 Kandungan protein, harga produk, dan harga protein hewani pada
beberapa jenis produk peternakan
Jenis Produk
Kandungan
Proteina)
Daging Sapi
Susu Sapi
Daging ayam
19.8
3.2
18.2
Harga
Produk
(tiap kg)b)
Rp65.000
Rp7.000
Rp20.000
Harga Protein
(tiap gram)c)
Rp3.28
Rp2.19d)
Rp1.10
Keterangan: a) Ilmu Gizi (Sediaoetama 2000), b) Harga eceran Juli 2011 hasil suvei di
sekitar tempat tinggal penulis, c) Harga hasil perhitungan penulis d) 1 liter
susu dianggap setara 1 kg. Sumber: Baisa (2011)
Perkembangan bidang peternakan unggas yang begitu pesat mengakibatkan
dinamika di dalam bisnis dan industri komoditas tersebut menjadi sangat tinggi
dan menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah yang ditimbulkan yaitu
adanya penyakit pada ayam pedaging (broiler). Beberapa tahun belakangan
distribusi produk perunggasan menjadi penyebab penyebaran penyakit menular
terutama kasus flu burung (Avian Influenza). Permasalahan flu burung menjadi
semakin mengkhawatirkan ketika virus tersebut menginfeksi manusia yang
menyebabkan kematian. Cara mengantisipasi dan mencegah kejadian infeksi virus
flu burung yang telah merenggut jiwa manusia, pemerintah menetapkan kasus flu
burung sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) tanggal 19 September 2005. Sejalan
dengan kebijakan ini, pengendalian dan pencegahan flu burung menjadi domain
kesehatan manusia. Undang-undang yang mengaturnya ialah Undang-Undang No.
2
4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Peraturan Pemerintah No. 40
Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Muladno et al.
2008). Menurut Fadilah (2004), pemeliharaan ayam broiler komersial di daerah
beriklim tropis seperti Indonesia banyak menghadapi kendala pemeliharaan.
Selain pada musim panas, pemeliharaan ayam broiler komersial juga sering
menghadapi berbagai kendala pada musim hujan, termasuk di dalamnya musim
pancaroba (peralihan dari musim kemarau ke musim hujan).
Berbagai macam usaha telah dilakukan untuk penanggulangan penyakit
seperti vaksinasi, biosecurity, pemberian vitamin hingga cara yang belum lazim
dilakukan adalah pemberian herbal. Sudah sejak lama pengobatan secara herbal
digunakan pada manusia, manfaatnya pun sudah tidak diragukan lagi, sedangkan
pemberian herbal pada hewan belum banyak digunakan dan manfaatnya pun
belum diketahui. Jintan hitam termasuk herbal yang dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh serta mempunyai kandungan etanol di dalam biji jintan hitam
dapat meningkatkan jumlah sel limfosit dan monosit. Jintan hitam dapat
meningkatkan rasio antara sel-T helper dengan sel-T supressor sebesar 72%, yang
berarti meningkatkan aktivitas fungsional sel kekebalan tubuh (El-Dakhakhny et
al. 2002). Alasan tersebut yang mendorong untuk dilakukan penelitian pemberian
jintan hitam pada ayam broiler.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak minyak jintan
hitam (Nigella sativa) terhadap organ pertahanan (limfoid) ayam broiler.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi pengaruh ekstrak
minyak jintan hitam (Nigella sativa) terhadap peningkatan status kekebalan pada
ayam broiler dengan melihat respon organ limfoid sesuai dengan dosis yang
diberikan.
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Pedaging (Broiler)
Ayam pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan
hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas
tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini
baru populer di Indonesia tahun 1980-an, dimana pemegang kekuasaan
mencanangkan penggalakkan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu
semakin sulit keberadaannya (Rasyaf 2008). Masyarakat Indonesia telah
mengenal ayam broiler dengan berbagai kelebihannya. Waktu pemeliharaan yang
relatif singkat dan menguntungkan, hanya 3-4 minggu sudah dapat dipanen,
menyebabkan banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan di
berbagai wilayah Indonesia (Bappenas 2000). Menurut Amarullah (2004),
pertumbuhan ayam yang cepat ini harus diimbangi dengan ketersediaan pakan
3
yang cukup, karena kekurangan pakan akan sangat mengganggu laju pertumbuhan
dan mengakibatkan gangguan pertumbuhan.
Menurut Fadilah (2004) klasifikasi ayam adalah:
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Kelas
: Aves
Subkelas
: Neornithes
Superorder
: Carinatae
Genus
: Galus
Spesies
: Galus domesticus
Pertumbuhan Ayam Broiler
Keunggulan ayam broiler akan terbentuk bila didukung oleh lingkungan
karena sifat genetisnya saja tidak menjamin keunggulan itu akan terlihat. Ada
bibit ayam broiler yang pada masa awalnya tumbuh dengan cepat, sedangkan
dimasa akhir pertumbuhan menjadi normal ataupun sebaliknya. Hal ini tentunya
tergantung pada orang atau lembaga yang beternak ayam itu (Rasyaf 2008). Pola
pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Pertambahan bobot badan beberapa strain ayam broiler pada
akhir minggu
Strain Ayam
1
Bobot Badan Rata-rata (Gram) Tiap
Minggu
2
3
4
5
Isa Vedette
120
380
753
1.237
1.784
Hybro
150
410
783
1.267
1.814
Ross
162
422
795
1.279
1.826
Cobb
190
405
778
1.262
1.809
NewLohman
165
433
823
1.336
1.789
Hubbad
150
410
783
1.267
1.814
Sumber: Permana (2008)
4
Organ-Organ Limfoid
Respon imun yang sebenarnya adalah sel limfosit, meskipun antigen yang
terperangkap juga diproses oleh sel dendritik, makrofag dan sel B. Limfosit adalah
sel berbentuk bulat kecil yang utama di dalam organ antara lain limpa, limfonodus
dan timus yang disebut organ limfoid. Organ yang mengatur pematangan limfosit
disebut organ limfoid primer, limfosit dibagi menjadi dua yang biasa disebut
limfosit T dan limfosit B berdasarkan organ tempat mereka berkembang. Semua
sel T berkembang di timus, sedangkan sel B berkembang di organ yang berbeda
tergantung dari spesies hewan tersebut (Tizard 2004).
Organ limfoid primer akan menghasilkan sel-sel limfoit yang akan
dimatangkan di organ limfoid sekunder. Organ limfoid primer terdiri atas timus
dan sumsum tulang. Sel-sel limfosit ini disebut limfosit B dan T, karena berturutturut mengalami proses pemasakan pada bone marrow (sumsum tulang) dan
thymus (timus). Sel-sel limfosit yang telah mengalami pematangan akan segera
memasuki peredaran darah untuk menuju organ limfoid sekunder (Stewart 2004).
Organ limfoid sekunder (organ limfoid periferal) yang terdiri atas organ
limfonodus, limpa, serta jaringan limfoid mukosa merupakan tempat terjadinya
penangkapan antigen oleh sel-sel immunokompeten (Rao 2010). Organ limfoid
sekunder menangkap mikroorganisme dan bahan-bahan asing lain serta
menyediakan tempat untuk pematangan sel yang akan digunakan dalam melawan
benda-benda asing serta menghasilkan reaksi sistem kekebalan (Stewart 2004).
Bursa Fabricius
Menurut Tizard (2004), bursa Fabricius adalah organ yang hanya terdapat
pada unggas. Sama seperti timus, bursa Fabricius mempunyai ukuran maksimal
pada ayam sekitar 1-2 minggu setelah menetas dan
berkurang seiring
pertambahan usia sehingga sulit diidentifikasi pada burung yang berumur tua.
Bursa Fabricius mempunyai fungsi sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi
sel limfosit B, kemudian sel limfosit akan masuk ke sirkulasi dan berperan untuk
menerima atau memberi reaksi terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Folikel limfoid pada bursa Fabricius dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu
folikel limfoid besar yang mempunyai batas antara korteks dan medula dan
folikel- limfoid kecil yang tidak mempunyai batas antara korteks dan medula yang
jelas, merupakan prekusor folikel limfoid yang lebih besar. Sel B secara cepat
berproliferasi dengan struktur yang normal di dalam folikel limfoid yang lebih
besar, yang berkorelasi dengan pemulihan respon antibodi secara parsial. Folikel
limfoid yang lebih kecil tidak mampu memproduksi sel B yang responsif terhadap
antigen (Withers et al. 2006). Folikel limfoid terdiri atas limfosit B 85-95%,
limfosit T < 4%, sisanya adalah sel lainnya seperti makrofag atau sel dendritik
atau RES (Khan & Hashimoto 1996 diacu dalam Kim et al. 2000).
5
Gambar 1 Histologi bursa Fabricius. (1) Lumen. (2) Epitel pseudostratified. (3)
Folikel limfoid. (4) Muskularis. (Sumber: Bacha LM & Bacha WJ
2000)
Limpa
Limpa merupakan salah satu organ sistem pertahanan yang memegang
peranan penting pada unggas. Limpa diklasifikasikan sebagai organ pertahanan
berdasarkan struktur dan sel-sel darah yang disimpan dan dimiliki organ ini.
Limpa terletak pada sebelah kanan proventrikulus dan ventrikulus (Pope 1995).
Limpa merupakan organ kompleks dengan banyak fungsi. Salah satu fungsi limpa
adalah sebagai penyaring (filter) darah dan menyimpan zat besi untuk
dimanfaatkan kembali dalam sintesa hemoglobin (Tizard 2004).
Kapsula limpa akan terhubung langsung dengan sel-sel parenkimnya. Sel
parenkim limpa terdiri atas pulpa putih dan pulpa merah yang merupakan
komponen utama dari limpa. Pulpa putih membentuk nodul (folikel) yang di
dalamnya terdapat germinal center. Gambaran histopatologi pulpa merah banyak
berisi eritrosit, makrofag, dan sinusoid. Pulpa merah merupakan tempat eritrosit
dihancurkan (Ward et al. 1999). Limpa secara histologis tampak tersusun dari
beberapa bagian, yaitu: stroma (terdiri dari kapsul dan trabekula), parenkim
(terdiri dari pulpa merah dan pulpa putih) dan daerah marginal (Hartono 1995).
Kapsula terdiri atas kapsula serosa dan kapsula fibrosa. Kapsula serosa merupakan
bagian yang menutupi seluruh permukaan limpa kecuali daerah hilus tempat
pembuluh darah masuk. Kapsula fibrosa terdiri dari jaringan ikat fibrosa yang
mengandung otot polos, pembuluh darah dan limfe (Hartono 1995). Pada
trabekula terdapat sekat-sekat tidak sempurna dengan unsur-unsur yang sama,
membentuk rongga-rongga yang saling berhubungan berisi jaringan lunak yang
disebut pulpa limpa (Hartono 1995).
6
Gambar 2 Histologi limpa. (1) Pulpa putih. (2) Pulpa merah. (3)
Trabekula. (4) Epitel penutup (Sumber: Eroschenko
2001)
Timus
Timus adalah organ limfoid primer pada ayam, terletak pada sisi kanan dan
kiri saluran pernafasan (trakea). Warnanya pucat kuning kemerah-merahan,
bentuknya tidak teratur dan berjumlah 3-8 lobi pada masing-masing leher. Setiap
lobus dihubungkan oleh jaringan ikat dan membentuk suatu untaian yang berjalan
dekat dengan vena jugularis (Getty 1975).
Besarnya timus relatif bervariasi, ukuran relatif yang paling besar terdapat
pada hewan yang baru lahir sedangkan ukuran absolutnya terbesar pada waktu
pubertas. Sesudah dewasa timus mengalami atrofi pada parenkhimnya dan korteks
diganti oleh jaringan lemak (Fawcett 2002). Timus dikelilingi oleh jaringan ikat
yang berupa kapsula yang berhubungan dengan septa tipis yang membaginya
secara tidak sempurna menjadi lobules. Bagian tengahnya tiap lobules disebut
eticul sedangkan bagian tepinya disebut koreks. Korteks timus paling utama
terdiri dari eticulum epitel dan limfosit. Sel epitel stelata memiliki inti lonjong,
besar dan pucat dengan penjuluran bercabang panjang yang banyak mengandung
filament mikro dan saling berhubungan kuat dengan desmosom. Sel epitel
membentuk balutan berkesinambungan pada tepi lobules sekitar ruang
perivaskula, yang merupakan bagian penting antara darah dan timus (Dellman
1989).
Gambar 3
Histologi timus. (1) Kapsula. (2) Korteks. (3) Medula. (Sumber:
Aughey dan Frey 2001)
7
Mekanisme Pertahanan
Antigen yang masuk ke dalam tubuh pertama kali akan dijerat sehingga
dapat diketahui sebagai bahan asing. Materi yang telah diketahui sebagai bahan
asing, kemudian oleh makrofag disampaikan ke sel limfosit melalui pembentukan
berbagai sitokin ke sistem pembentuk antibodi atau ke sistem kebal berperantara
sel. Sistem kebal ini harus menyimpan ingatan tentang kejadian ini sehingga pada
paparan berikutnya dengan antigen yang sama, tanggapannya akan jauh lebih
efisien (Tizard 2004). Antibodi bekerja melalui dua cara yang berbeda untuk
mempertahankan tubuh terhadap agen penyebab penyakit yaitu: (1) dengan cara
langsung menginaktivasi agen penyebab penyakit, (2) dengan mengaktifkan
sistem komplemen yang kemudian akan menghancurkan agen penyakit tersebut
(Hartati 2005).
Tubuh makhluk hidup setiap hari akan terpapar berbagai jenis
mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit. Untuk menghadapi hal
tersebut tubuh memiliki sistem kekebalan tubuh atau sistem imun. Tubuh
makhluk hidup memiliki dua sistem dasar pertahanan imun, yakni pertahanan
imun spesifik dan pertahanan imun non spesifik. Pertahanan imun spesifik adalah
pertahanan yang melibatkan reaksi antigen dan antibodi dan berlaku spesifik
untuk jenis antigen tertentu, sedangkan pertahanan non spesifik diperantarai oleh
produk-produk limfosit dan bertanggung jawab terhadap reaksi alergi terlambat,
penolakan jaringan asing dan penolakan sel tumor (Tizard 2004).
Kekebalan spesifik melibatkan limfosit B yang mempunyai reseptor pada
permukaan terhadap antigen tertentu. Bila ada antigen yang menempel pada
reseptor, maka sel limfosit B akan terangsang untuk membelah dan sel-selnya
akan diubah menjadi sel plasma. Sel plasma ini akan mensekresikan antibodi ke
dalam sirkulasi umum. Antibodi yang beredar berupa fraksi gama-globulin
sehingga seringkali antibodi disebut dengan imunoglobulin (Tizard 2004).
Program Vaksinasi pada Ayam Broiler
Salah satu cara untuk mencegah penyakit pada peternakan ayam yaitu
dilakukannya program vaksinasi. Vaksinasi atau pemberian vaksin adalah infeksi
buatan yang terkontrol. Vaksinasi akan berhasil jika ditunjang oleh penggunaan
vaksin yang berkualitas tinggi dengan dasar prinsip antigen vaksin harus diberikan
terlebih dahulu pada ayam sebelum terjadinya proses infeksi oleh virus lapang.
Cara pemberian vaksin juga mempengaruhi hasil vaksinasi. Selain itu, program
vaksinasi, vaksinator, dan peralatan vaksinasi beserta sarana/prasarana peternakan
ayam, termasuk variasi umur dan status kesehatan ayam, kesemuanya memegang
peranan dalam keberhasilan penanggulangan penyakit yang disebabkan oleh virus
(Machdum 2009). Program vaksinasi tidak ada yang baku antara satu peternakan
dengan peternakan yang lainnya. Tidak hanya jenis vaksin yang digunakan, tetapi
program vaksinasinya pun beragam. Semua program vaksinasi sebaiknya
disesuaikan dengan sejarah penyakit di peternakan tersebut atau di wilayahnya
(Fadilah 2004).
Vaksin dapat merangsang sistem imun bawaan (nonspesifik) dan adaptif
(spesifik). Protein antigen yang biasanya disuntikkan bersama-sama dengan
adjuvant seperti garam aluminium. Adjuvant mempertahankan antigen di lokasi
8
suntikan atau merangsang respon kekebalan lokal dan bawaan seperti produksi
proinflammatory sitokin oleh makrofag. Hal ini memberikan sinyal bahaya yang
mendukung sel dendritik kemudian antigen diambil oleh makrofag dan sel
dendritik. Sel dendritik yang kemudian diaktifkan dan bermigrasi ke limfonodulus
regional, dimana terdapat akumulasi antigen yang telah diproses di permukaan.
Hal yang kurang diperhatikan dalam program vaksinasi adalah keberadaan
antibodi yang berasal dari induk. Baik embrio unggas maupun unggas muda
mendapatkan imunitas pasif melalui transfer antibodi induk dari serum ke kuning
telur (Camenisch et al. 1999). Antibodi asal induk dihasilkan dari sekresi kelenjar
di saluran telur (oviduct), titernya rendah pada embrio dan akan meningkat drastis
pada beberapa hari sebelum menetas. Transfer antibodi asal induk melawan
patogen tertentu mempunyai peranan penting dalam melindungi anak ayam
sebelum kekebalan aktifnya berkembang. Anak ayam boleh divaksinasi setelah
titer antibodi asal induknya menurun karena hal ini akan menentukan respon
ayam terhadap awal vaksinasi. Antibodi asal induk secara normal akan
melindungi anak ayam selama 1-3 minggu, tetapi melalui pengulangan vaksinasi
menggunakan vaksin adjuvant minyak, kekebalan dapat diperpanjang selama 4-5
minggu (Lukert dan Saif 1997).
Program vaksinasi disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek
manajemen, khususnya pengamanan biologis yang ketat dan faktor stres
lingkungan. Aspek manajemen yang dimaksud dalam pertimbangan program
vaksinasi adalah pemenuhan kebutuhan pokok ayam. Kebutuhan pokok ayam
mencakup udara yang kaya akan oksigen, air yang berkualitas (bebas pencemaran
logam berat, dan mikroorganisme patogen) serta lingkungan dengan pH normal
(6,5-7,2) dan pakan yang berkualitas dengan nilai gizi seimbang sesuai kebutuhan
masing-masing tipe dan umur ayam. Pengamanan biologis yang perlu
dipertimbangkan yaitu program sanitasi dan desinfeksi untuk menekan populasi
dan keganasan virus (Wiryawan 2009).
Jintan Hitam (Nigella sativa)
Tanaman obat adalah tanaman yang penggunaan utamanya untuk
keperluan obat-obatan, dalam hal ini obat tradisional yang khasiatnya secara
phytoterapi juga masih harus diteliti. Sebagian besar tanaman mengandung
ratusan jenis khasiat, baik yang telah diketahui jenis dan khasiatnya ataupun yang
belum diketahui jenis dan khasiatnya. Senyawa kimia merupakan salah satu bahan
dasar dalam pembuatan obat dari berbagai hasil pengkajian menunjukkan bahwa
tanaman daerah tropis mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan
sebagai obat (Raharja dan Tan 2007).
9
Menurut Hutapea (1994), tanaman jintan hitam diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Ranunculales
Suku
: Ranunculaceae
Marga
: Nigella
Jenis
: Nigella sativa
Semak semusim dengan tinggi mencapai kurang lebih 30 cm. Batang tegak,
lunak, beralur, berbulu kasar, rapat atau jarang-jarang dan disertai bulu-bulu yang
berkelenjar serta berwarna hijau kemerahan. Daun hijau, tunggal, lanset berbentuk
garis, daun bagian bawah bertangkai dan bagian atas duduk, ujung dan pangkal
runcing, tepi beringgit, dan pertulangan menyirip. Bunga berwarna putih
kekuningan, majemuk, berbentuk karang, benang sari banyak dengan tangkai dan
kepala sari berwarna kuning; mahkota berbentuk corong, umumnya berjumlah 8,
agak memanjang, lebih kecil dari kelopak bunga, berbulu jarang dan pendek;
kelopak bunga 5, bulat telur, ujung agak meruncing sampai agak tumpul, pangkal
mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Buah polong, bulat panjang,
dan berwarna coklat kehitaman. Biji kecil, bulat, jorong berukuran 3mm,
berkelenjar, dan berwarna hitam juga memiliki akar tunggang berwarna coklat.
Jintan hitam diduga didatangkan dari India dan wilayah-wilayah sekitarnya. Jenis
ini tumbuh dari daerah Levant ke arah timur Samudera Indonesia sebagai gulma
musiman. Penyebarannya meliputi Jawa, Sumatera dan daerah sekitarnya.
Budidaya dalam rangka perbanyakannya dengan menggunakan biji. Di Indonesia,
tumbuhan ini pada umumnya belum dibudidayakan. Jenis ini terasa pahit, berbau
wangi, dan berkhasiat sebagai galaktogogum, diuretik, karminatif, diaforetik,
purgatif, dan astringen. Biji dan daunnya mengandung saponin (melantin), minyak
atsiri, minyak lemak, nigelan (zat pahit), zat samak, saponin melantin, nigelon,
thymoquinone dan polifenol B (Hutapea 1994).
Menurut Rouhou (2006), studi yang dilakukan mengungkapkan bahwa biji
dari Nigella sativa kaya akan sumber nutrisi penting dan memberikan efek positif
bagi kesehatan manusia. Nigella sativa juga merupakan alternatif untuk sumber
asam lemak essensial.
Manfaat Nigella sativa
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh El-Dakhakhny et al. (2002)
Nigella sativa memiliki khasiat, antara lain:
 Antibakteri
Karena kandungan minyak atsiri dan volatil pada Nigella sativa efektif melawan
bakteri seperti Vibrio cholera dan Shigella sp.
 Antiradang
Minyak Nigella sativa berguna untuk mengurangi efek radang sendi. Turunan dari
fixed oil, Nigella sativa yaitu thymoquinone merupakan agen anti peradangan.
10
 Antitumor
Karena Nigella sativa mengandung asam lemak berantai panjang yang dapat
mencegah pembentukan Erlich Ascites Carcinoma (EAC) dan sel Dalton’s
Lymphoma Ascites (DLA) yang merupakan jenis sel kanker yang umum
ditemukan.
 Memperkuat sistem kekebalan tubuh
Kandungan etanol di dalam biji Nigella sativa dapat meningkatkan jumlah sel
limfosit dan monosit. Nigella sativa dapat meningkatkan rasio antara sel-T helper
dengan sel-T supresor sebesar 72% yang berarti meningkatkan aktivitas
fungsional sel kekebalan.
METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2011 sampai Juni 2012. Bertempat di
Fasilitas Kandang Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan, Laboratorium
Histopatologi Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC (Day Old Chick)
sebanyak 45 ekor, larutan gula, pakan, air minum, sekam sebagai alas kandang,
dan Vitachick® (mengandung multivitamin dan antibiotik). Proses pembuatan
preparat histopatologi dan pewarnaan HE (Hematoxylin Eosin) dibutuhkan Buffer
Neutral Formalin (BNF) 10%, NaCl fisiologis, aquadest, etanol konsentrasi
bertingkat (70%, 80%, 90%, 96%), etanol absolut, xylol, HE, lithium karbonat,
mounting medium, dan parafin. Bahan untuk perlakuan berupa minyak ekstrak
jintan hitam (sediaan komersil), vaksin IBD, vaksin ND, dan vaksin AI.
Alat yang digunakan selama penelitian yaitu kandang pemeliharaan ayam
dengan pemisah untuk tiga kelompok, peralatan nekropsi, object glass, cover
glass, sakura®automatic tissue processor, refrigerator, mikrotom, mikroskop
cahaya, dan electronic eyepiece® camera beserta seperangkat komputer untuk
pengambilan gambar jaringan. Perangkat lunak imageJ® untuk Microsoft®
Windows® untuk mengukur parameter setiap organ.
Pelaksanaan Penelitian
a. Persiapan kandang
Kandang terlebih dahulu didesinfeksi menggunakan deterjen dan
desinfektan sebelum digunakan. Selain proses desinfeksi dilakukan juga
proses pengapuran dan fumigasi menggunakan larutan formalin 10% v/v.
11
b. Pengelompokan ayam
Penelitian ini menggunakan ayam broiler berumur satu hari (day old chick)
dengan bobot berkisar 60 gram. Hari pertama diberikan larutan gula 1% untuk
memberikan tambahan tenaga pada ayam.
Masa adaptasi dilakukan selama satu minggu untuk mengembalikan
kondisi ayam yang stress akibat pemindahan dan transportasi. Selama masa
adaptasi ayam dikelompokkan menjadi dua kandang. Kemudian ayam
didistribusikan ke dalam tiga kelompok perlakuan setelah satu minggu masa
adaptasi hanya diberi pakan dan minum. Saat umur ayam 0-7 hari alas
kandang dilapisi koran dan pakan diberikan dengan cara ditebarkan di lantai
kandang. Ketika ayam berumur 8 hari alas kandang diganti menggunakan
sekam padi yang diganti secara berkala. Pemberian air minum diberikan ad
libitum (selalu tersedia) yang ditambahkan Vitachick® setiap hari selama masa
pemeliharaan (42 hari), pemberian pakan juga diberikan secara ad libitum.
Pengelompokan tiga kelompok ayam terdapat pada Tabel 3
Tabel 3 Pembagian kelompok perlakuan pada ayam
K
Jumlah Ayam
(ekor)
15
A
15
B
15
Kelompok
Perlakuan
Vaksinasi ND
Vaksinasi IBD
Jintan hitam 1 tetes
(0.02 ml)/ekor/hari
Vaksinasi ND
Vaksinasi IBD
Vaksinasi AI
Jintan hitam 1 tetes
(0.02 ml)/ekor/hari
Vaksinasi ND
Vaksinasi IBD
c. Vaksinasi
Vaksin yang diberikan adalah vaksin New Castle Disease (ND) berupa
vaksin hidup, vaksin Infectious Bursal Disease (IBD) berupa vaksin hidup,
dan vaksin Avian Influenza (AI) berupa vaksin inaktif. Vaksin ND diberikan
pada hari ke-11 menggunakan vaccine strain B1 sedangkan vaksin hari ke-19
menggunakan live vaccine strain La Sota. Rute vaksinasi diberikan secara eye
drop (tetes mata).
Vaksin aktif IBD diberikan secara per oral dicampur dengan susu skim
tanpa lemak pada hari ke-22. Vaksin AI diberikan pada hari ke-28
menggunakan killed vaccine dengan rute pemberian sub kutan di daerah leher.
12
d. Pemberian jintan hitam
Jintan hitam diberikan sebanyak 0.02 ml/hari/ekor pada minggu kedua
hingga minggu keenam. Pemberian jintan hitam pada ayam dilakukan per oral
dengan cara dicekokkan.
e. Pengambilan sampel organ, nekropsi, dan pembuatan preparat histopatologi
Pemisahan kelompok dimulai pada minggu kedua. Ayam di nekropsi satu
minggu sekali dari minggu ke-2 hingga ke-6, diambil 3 ekor dari masingmasing kelompok secara acak. Organ yang diambil yaitu limpa, timus, dan
bursa Fabricius. Larutan BNF 10% disiapkan untuk fiksasi organ yang
diambil. Trimming (memotong organ di bagian tengah setebal 3 mm yang
akan dijadikan preparat histopatologi) dilakukan setelah larutan BNF 10%
berpenetrasi sempurna ke dalam organ. Potongan organ dibuat preparat
histopatologi menggunakan tissue embedding console lalu diberi pewarnaan
Hematoxilin Eosin (HE). Sediaan diamati dengan menggunakan mikroskop
cahaya dan dibuat foto lalu dilihat kembali untuk dapat diukur menggunakan
ImageJ® sesuai parameter penelitian.
f. Parameter Penelitian
Pengamatan organ pertahanan ayam menggunakan mikroskop cahaya dan
digital electronic eyepiece camera. Data kuantitatif diperoleh menggunakan
perangkat lunak ImageJ® sebanyak 10 lapang pandang. Penghitungan luas
korteks timus dihitung dengan menu polygon (bentuk gambar) yang ada pada
layar utama ImageJ®, menghitung luas seluruh timus dikurangi luas medula
timus, luas folikel limfoid bursa Fabricius dihitung dengan menghitung luas
rata-rata folikel limfoid dengan perbesaran 4x lensa objektif menggunakan
menu polygon. Penghitungan luas pulpa putih pada limpa dihitung dengan
menu stack to RGB (pilih menu image-color-Stack to RGB) pada ImageJ®
lmenggunakan perbesaran 10x lensa objektif. Parameter lainnya yaitu
kepadatan sel pada folikel limfoid masing-masing organ yaitu limpa, bursa
Fabricius dan timus dengan pengamatan mikroskop perbesaran 100x dan
dihitung dengan menu cell counter ImageJ® (pilih menu Plugins-particles
analysis-cell counter).
g. Analisis Data
Data pengamatan histopatologi terhadap seluruh parameter penelitian dicari
rataan serta simpangan bakunya secara statistik dengan menggunakan Uji
Sidik Ragam (ANOVA) dalam perangkat lunak SAS (Statistical Analysis
System) produksi SAS Institute Inc. yang dilanjutkan dengan Uji Duncan
untuk melihat ada tidaknya perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan
dengan kelompok kontrol.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan histopatologi pada timus
Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap
mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa
Fabricius) dan jaringan limfoid sekunder (limpa dan semua mukosa yang
berkaitan dengan lingkungan, saluran pencernaan, saluran pernafasan, saluran
reproduksi). Sistem limfoid ayam terdiri dari organ yang khas, dibagi ke dalam
dua morfologi dengan komponen fungsional yang berbeda (Akter et al. 2006).
Timus adalah organ pertama menjadi limfoid selama kehidupan embrio, karena
disebut limfoblas asal-darah dari kantung kuning telur, dan hati. Timus bekerja
tergantung pada sel limfosit yang lebih kecil dan juga bertanggung jawab untuk
mediator kekebalan, termasuk fungsi immunosurvailance. Lobulus timus adalah
struktur sangat dinamis. Limfosit secara kontinu diproduksi di korteks, dan
meskipun sebagian mengalami apoptosis dan dimakan makrofag namun banyak
yang bermigrasi ke medula dan memasuki aliran darah melalui dinding vena pasca
kapiler (Fawcett 2002).
Hasil uji statistik data pengamatan dalam penelitian ini dan gambaran
mikroskopi/ histopatalogi dapat dilihat pada Gambar 4, Gambar 5 dan Tabel 4.
A
B
C
Gambar 4 Histopatologi timus (A) kelompok kontrol, (B) Kelompok A, (C)
kelompok B
A
B
C
Gambar 5 Kepadatan sel pada korteks timus perbesaran 100x (A) kelompok
kontrol, (B) kelompok A, (C) kelompok B
14
Tabel 4 Pengaruh pemberian jintan hitam terhadap luas korteks dan kepadatan sel
pada organ timus ayam broiler dalam luas lapang pandang 20 000µm2
Parameter
Luas
korteks
(µm)
Kepadatan
sel
Minggu ke-
Kelompok
2
K
1.763±0.75ª
A
2.671 ±1.33ª
B
2.212±0.76ª
3
2.695±0.11ab
3.583±0.79ª
1.773±0.77b
4
2.213 ±0.76ª
3.137 ±0.76ª
2.234±0.81ª
5
1.763 ±0.75ª
2.675 ±0.03ª
1.798±0.78ª
6
1.751 ±0.73ª
2.169 ±1.44ª
1.785±0.79ª
2
293.67±13.65
a
a
351.67±69.22
329.67±49.01a
3
321.33±21.08a
358.33±50.05a
375±37.81a
4
292.67±56.90b
399.33±6.43a
384.67±36.46a
5
285.33±10.40b
350±13.05ab
344.67±57.58a
6
282.67±25.87a
342.67±60.96a
329±48.44a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata
(p<0.05) antar kelompok.
Pengamatan terhadap luas korteks timus dimaksudkan untuk melihat
aktivitas proliferasi limfosit. Proliferasi limfosit merupakan penanda adanya fase
aktivasi dari respon imun tubuh. Penghitungan luas korteks antara kelompok
kontrol dengan kelompok perlakuan (A dan B) menunjukkan perbedaan nyata
(p<0.05) pada minggu ketiga. Menurut Schleicher dan Saleh (2000), kandungan
asam lemak yang tinggi terutama asam linoleat dan asam linolenat dalam jintan
hitam mampu meningkatkan sistem imun tubuh dengan cara meningkatkan
proliferasi limfosit untuk menghasilkan antibodi.
Pada minggu keempat terdapat penurunan untuk luas korteks pada
kelompok K, A, dan kenaikan pada kelompok B namun tidak berbeda nyata. Pada
minggu kelima dan keenam terjadi penurunan kembali pada semua kelompok
dengan nilai kelompok A lebih tinggi dibandingkan dua kelompok lainnya. Hal
tersebut dikarenakan kelompok A memiliki respon yang paling baik terhadap
vaksinasi yang diberikan. Pemberian Nigella sativa menunjukkan bahwa
kelompok A dan B lebih responsif terhadap vaksin yang diberikan. Terlihatnya
peningkatan luasan korteks terlihat pada minggu ketiga dan keempat. Peningkatan
jumlah timosit pada korteks kemungkinan terjadi karena adanya gertakan dari
antigen asal vaksin. Antigen pertama kali masuk melewati epitel, masuk ke aliran
limfatik, mengalir ke kelenjar getah bening regional dan bersirkulasi dalam
peredaran darah (Cheville 2006). Apabila ada rangsangan antigen, sel timosit
yang teraktivasi berpindah dari korteks ke jalur medula lalu keluar ke peredaran
darah melalui saluran limfe eferen (Searcy 1995). Hal ini terlihat penurunan
kembali setelah minggu ketiga dan keempat.
Kepadatan sel dihitung sebagai parameter respon kekebalan tubuh dari
organ limfoid timus. Kelompok yang diberi perlakuan jintan hitam menunjukkan
respon yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Respon berbeda nyata
pada minggu keempat sesuai dengan luas korteks timus setelah pemberian vaksin
AI. Jintan hitam diketahui memiliki efek imunomodulator, dimana pemberian
15
jintan hitam dapat meningkatkan rasio CD4+ dan CD8+ serta meningkatkan jumlah
sel natural killer (Omar et al. 1999; Salem 2005).
Kelompok A dan kelompok B cenderung memiliki nilai kepadatan sel
limfosit lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok K. Hal ini disebabkan
aktivitas proliferasi limfosit yang didukung oleh pemberian jintan hitam. Menurut
Gerige et al. (2009) ekstrak minyak jintan hitam yang diperoleh dari biji jintan
hitam mengandung 36%-38% fixed oil, protein, tanin, alkaloid, saponin, dan
0,4%-2,5% minyak essensial yang bersifat volatile (mudah menguap). Komponen
utama dari fixed oil ini yaitu asam lemak tak jenuh dan asam eicosadienoic.
Minyak essensial yang telah dianalisis memiliki kandungan utama yaitu
thymoquinone. Zat aktif thymoquinone (2-isopropyl-5-methylbenzo-1,4-quinone)
mampu meningkatkan respon imun dalam organ limfoid dengan cara memacu
fungsi berbagai komponen sistem imun nonspesifik (fagosit, sel NK) dan sistem
imun spesifik (proliferasi sel T dan sel B yang memproduksi antibodi) (Anderson
1999).
Minggu keempat kelompok yang diberi jintan hitam menunjukkan
kepadatan sel tertinggi. Hal ini merupakan reaksi dari vaksin AI yang diberikan
pada hari ke-28 dan organ timus memiliki respon positif terhadap pemberian
jintan hitam. Menurut Al-Jawfi et al. (2008) jintan hitam meningkatkan kekebalan
tubuh selain dengan meningkatkan limfoblas juga dengan cara meningkatkan
fungsi dari T helper dan fungsi sel NK. Jintan hitam (Nigella sativa) juga dapat
meningkatkan produksi interleukin 1, interleukin 2, serta meningkatkan jumlah
leukosit.
Pada minggu kelima dan minggu keenam cenderung terjadi penurunan
kepadatan sel. Pada minggu keempat dan kelima terdapat perbedaan nyata
(p<0.05) diantara ketiga kelompok (K, A dan B). Hal ini menunjukkan Nigella
sativa berpengaruh pada kelompok A dan kelompok B. Jintan hitam dapat
meningkatkan rasio antara sel-T helper dengan sel-T supressor sebesar 72% yang
berarti meningkatkan aktivitas fungsional sel kekebalan tubuh (El-Dakhakhny et
al. 2002).
Perubahan histopatologi pada limpa
Pulpa putih merupakan jaringan limfoid pekat yang dikelilingi periarterial
sheat (PALS), berbentuk lingkaran atau lonjong dengan interval tertentu, disebut
Lymphonodus Corpusculus Malphigi. Pada pulpa putih terdapat limfosit besar,
sedang, dan kecil. Jumlah limfosit tinggi pada limpa berasal dari limfosit sirkulasi
yang masuk ke limpa melalui sinus venosus untuk tinggal di daerah tertentu dalam
pulpa putih (Hartono 1995). Menurut Jubb et al. (2006), pusat germinativum dari
limpa memegang peranan penting dalam respon humoral, yaitu dengan produksi
antibodi dan menentukan kelanjutan sel-B memori ke organ limfoid perifer.
Hasil uji statistik data pengamatan dalam penelitian ini dan gambaran
mikroskopi/ histopatalogi dapat dilihat pada Gambar 6, Gambar 7 dan Tabel 5.
16
B
A
Gambar 6
C
Histopatologi Limpa perbesaran 10x (A) kelompok kontrol, (B)
kelompok A, (C) kelompok B
A
B
C
Gambar 7 Kepadatan sel pada folikel limfoid (pulpa putih) perbesaran 100x (A)
kelompok kontrol, (B) kelompok A, (C) kelompok B
Tabel 5
Pengaruh pemberian jintan hitam terhadap luas pulpa putih dan
kepadatan sel pada organ limpa ayam broiler dalam luas lapang
pandang 20 000µm2
Parameter
Luas pulpa
Kepadatan
sel
Minggu
ke-
Kelompok
2
3
K
1.725±1.07ª
2.896±0.09ª
A
2.287±1.03ª
2.902±0.06ª
B
2.284±1.02ª
2.837±0.02ª
4
1.107±0.00ª
2.354±1.08ª
1.673±1.00ª
5
2.839±0.12ª
2.851±0.060ª
2.271±1.01ª
6
1.701±1.04ª
2.226±0.97ª
2.138±1.23ª
a
54.67±5.03a
a
2
52.33±12.70
58.67±2.65
3
68.00±12.12a
74.33±9.61a
61.30±4.93a
4
56.67±1.53a
71.00±17.35a
52.67±2.52a
5
54.00±9.54b
74.00±7.81a
61.33±3.21ab
6
56.33±2.52a
64.00±5.57a
69.00±15.59a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok.
17
Tabel 3 menunjukkan bahwa luas pulpa putih limpa tidak ada perbedaan
nyata (p>0.05) antara kelompok perlakuan (A dan B) dengan kelompok kontrol,
tetapi kelompok perlakuan memiliki kecenderungan mempunyai luas pulpa putih
lebih besar. Menurut El-Kadi dan Kandil (1987), jintan hitam merupakan salah
satu herbal yang potensial sebagai imunomodulator. Beberapa senyawa yang
terkandung pada jintan hitam dapat meningkatkan respon imun dalam organ
limfoid. Peningkatan respon imun dalam organ limpa dapat dilihat dengan
mengukur bagian folikel limfoid (pulpa putih) atau menghitung jumlah sel
limfosit (Tan dan Vanitha 2004).
Vaksin yang diberikan pada hari ke-19 (vaksin ND) dan hari ke-28 (vaksin
AI) menyebabkan luas folikel limfoid limpa meningkat pada minggu ketiga dan
kelima dibandingkan minggu sebelumnya. Menurut Tizard (2004), apabila ada
antigen yang masuk, pusat germinativum akan mengalami hiperplasia yang akan
menyebabkan diameter folikel meningkat.
Sejalan dengan pertambahan luas pulpa putih, terjadi peningkatan kepadatan
sel pada minggu ketiga dan kelima pada kelompok yang diberi perlakuan jintan
hitam (A dan B). Kelompok kontrol menunjukkan nilai yang tidak dinamis atau
relatif stabil dari minggu kedua sampai keenam meskipun respon yang diberikan
tidak berbeda nyata. Penambahan jumlah kepadatan sel pada kelompok ayam
yang diberi perlakuan jintan hitam adalah akibat efek senyawa jintan hitam yang
bersifat sebagai imunomodulator. Menurut El-Kadi et al. (1989), jintan hitam
merupakan salah satu herbal yang potensial sebagai imunomodulator. Beberapa
senyawa pada jintan hitam dapat meningkatkan aktivitas respon imun pada organ
limpa. Peningkatan kepadatan sel pulpa putih sejalan dengan dengan pertambahan
luas pada pulpa putih. Menurut Schleicher dan Saleh (2000), kandungan asam
lemak yang tinggi terutama asam linoleat dan asam linolenat dalam jintan hitam
mampu meningkatkan sistem imun tubuh dengan cara meningkatkan proliferasi
limfosit untuk menghasilkan antibodi.
Perubahan histopatologi pada bursa Fabricius
Bursa Fabricius merupakan organ limfoid primer pada unggas terutama
ayam. Struktur dasar bursa Fabricius adalah folikel bursa, folikel disusun oleh
folikel interaktif dari pertambahan sel epitel dan mesenkim. Beberapa folikel yang
sudah matang tetap berada pada medula dan korteks. Korteks dan medula disusun
oleh membran basal yang bersambungan dengan membran basal dari permukaan
epithelium. Struktur utama bursa Fabricius adalah folikel bursa yang berkembang
dari pertumbuhan interaktif sel epitel dan sel mesenkim. Makrofag ditemukan di
dalam bursa Fabricius, meskipun jumlahnya sedikit dibandingkan limfosit B.
Kenyataannya pada kondisi normal, keberadaan makrofag disamarkan oleh
populasi limfosit (Riddel 1987).
Hasil uji statistik data pengamatan dalam penelitian ini dan gambaran
mikroskopi/ histopatalogi dapat dilihat pada Gambar 8, Gambar 9 dan Tabel 6.
18
A
B
C
Gambar 8 Hitopatologi bursa Fabricius perbesaran 4x (A) kelompok kontrol, (B)
kelompok A, (C) kelompok B
A
C
B
Gambar 9 Kepadatan sel pada folikel limfoid bursa Fabricius perbesaran 100x
(A) kelompok kontrol, (B) kelompok A, (C) kelompok B
Tabel 6 Pengaruh pemberian jintan hitam terhadap luas folikel limfoid dan kepadatan
sel pada organ bursa Fabricius ayam broiler dalam luas lapang pandang
20 000µm2
Parameter
Luas folikel
limfoid
(µm)
Kepadatan
sel
Minggu
ke-
Kelompok
K
b
A
B
272.69±64.96ª
267.86±25.61ª
2
112.6±104.25
3
149.08±133.61ª
257.39±132.6ª
151.39±8.22ª
4
92.5±158.94ª
265.8±25.94ª
99.3±170.82ª
5
89.2±153.38ª
197.2±174.19ª
98.1±168.75ª
6
157±140.9 6ª
302.7±151.79ª
176±12.98ª
2
64±10.54c
150±16.52a
97±16.82b
3
63±15.87c
156±22a
99.33±13.05b
4
67±18.36b
130.67±25.03a
85±7.21b
b
Luas folikel limfoid bursa
Fabricius76±17
menunjukkan
bahwa
ada aperbedaan
5
139.33±9.07
75.67±21.13b
6
71.67±16.17b
126±22.61a
77±7.55b
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang
nyata (p<0.05) antar kelompok.
19
Luas folikel limfoid bursa Fabricius menunjukkan bahwa ada perbedaan
nyata (p<0.05) pada minggu kedua. Minggu berikutnya terjadi peningkatan luas
folikel limfoid pada kelompok yang diberi jintan hitam. Kandungan thymoquinone
yang terdapat pada jintan hitam berfungsi sebagai anti depresan melalui
mekanisme penghambatan dari pelepasan histamin yang nantinya akan mereduksi
nilai cyclic Adenosine Monophosphate (cAMP) (Abdel-Sater 2009). Stres
menginduksi kenaikan cAMP intraseluler yang menyebabkan adanya penekanan
sistem imun, contohnya dengan menghambat proliferasi limfosit dan antibodi
(Glaser et al. 1990)
Pengamatan pada tabel hasil luas folikel limfoid bursa Fabricius
menunjukkan kelompok A dan B yang diberikan Nigella sativa mempunyai
luasan folikel lebih besar daripada kelompok kontrol. Nigella sativa tidak hanya
memiliki efek imunostimulan pada sistem imun spesifik, tetapi juga terdapat pada
beberapa reaksi sistem imun yang non spesifik seperti inflamasi dan proliferasi
monosit (Rajput et al. 2007). Proliferasi limfosit merupakan penanda adanya fase
aktivasi dari respon imun tubuh. Proliferasi limfosit ini berupa peningkatan
produksi limfoblas yang kemudian menjadi limfosit. Secara mikroskopis dapat
terlihat pembesaran organ-organ limfoid (Ganong 2003).
Kepadatan sel dari folikel limfoid bursa Fabricius menunjukkan terdapat
perbedaan nyata (p<0.05) untuk semua kelompok setiap minggunya. Kelompok
yang diberi jintan hitam memiliki kepadatan sel limfosit lebih tinggi. Kandungan
thymoquinone pada jintan hitam menstimulasi sumsum tulang dan sel imun,
produksi interferon, melindungi kerusakan sel oleh infeksi virus, menghancurkan
sel tumor, dan meningkatkan jumlah antibodi yang diproduksi sel-B (GaliMuhtasib et al. 2007).
Menurut Randhawa (2008), di dunia kedokteran hewan, efek samping
yang menguntungkan dari biji dan minyak Nigella sativa untuk penyakit
infeksius, bahkan pernah dilaporkan bahwa penambahan biji Nigella sativa pada
pakan kerbau dan domba akan meningkatkan berat badan dan reproduksi, serta
penambahan Nigella sativa dalam pakan ayam broiler akan meningkatkan
imunitas dan konversi pakan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian jintan hitam pada ayam broiler memiliki potensi sebagai
imunomodulator. Hal ini dilihat dari gambaran histopatologi limpa, bursa
Fabricius dan timus. Jintan hitam meningkatkan aktivitas organ limfoid yang
tercermin pada pemberian vaksinasi. Perbedaan nyata terlihat pada kepadatan sel
pada folikel limfoid masing-masing kelompok perlakuan.
20
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai pemberian Nigella sativa pada
unggas yang dipelihara dalam waktu yang lama dan penambahan jumlah
ulangan sampel penelitian untuk melihat pengaruh Nigella sativa secara
maksimal.
2. Perlu dilakukan penelitian Nigella sativa dengan pemberian berbagai
dosis.
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Sater KA. 2009. Gastroprotective effects of Nigella sativa oil on the
formation of stress gastritis in hypothyroidal rats. J Physiol Pathophysiol
Pharmacol. 1:143-149.
Akter
SH, Khan MZI, Jahan MR, Karim MR, Islam MR. 2006.
Histomorphological study of the lymphoid tissues of broiler chicken. J Vet
Med. 4:87-92.
Al-Jawfi KAM, Magda MAH, Ahmed M. 2008. Effect of Nigella sativa oil on
hamster lymphocytes secondary to MDBA-induced carcinogenesis. J Suez
Canal Med. 11:75-80.
Amrullah IK. 2004. Seri Beternak Mandiri: Nutrisi Ayam Broiler. Bogor (ID):
Lembaga Satu Gunungbudi. Hlm: 32.
Aughey E, Frye FL. 2001. Comparative Veterinary Histology with Clinical
Correlates. London (UK): mansoon Publishing. Hlm: 252.
Anderson WL. 1999. Immunology. England (UK): Fence Creek Pub. Hlm: 7-22.
Bacha LM, Bacha WJ. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology. Ed ke-2.
Philadelpia (USA): Lippincott Williams and Wilkins. Hlm: 84.
Baisa YH. 2011. Gambaran kinerja ayam pedaging yang di vaksinasi dengan
berbagai tingkat dosis vaksin IBD Blend Strain Winterfield 2512 [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2000. Budidaya Ayam
Ras Pedaging. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan:
Jakarta (ID). http://www.ristek.go.id. [5 Januari 2012].
21
Camenisch G, Mauro T, Dmitri C, Ivica K, Vickram S, Jaime C, Patrick s, Roland
HW, Max
G. 1999. General applicability of chicken egg yolk
antibodies: the performance of IgY immunoglobulins raised against the
hypoxia-inducible factor 1α. J The Faseb. 13:81-88.
Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. Ed ke-3. Philadelphia
(US): Black Well Publishing Profesional. Hlm: 155-157.
Dellman B. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner I. Penerjemah Hartono R.
Jakarta (ID): Universitas Indonesia Pr. Hlm: 14-43.
El-Dakhakhny M, Madi NJ, Lambert N, Ammon HP. 2002. Nigella sativa oil,
nigellone and derived thymoquinone inhibit synthesis of 5-lipoxygenase
products in polymorphonuclear leukocytes from rats. J Ethnopharmacol.
8:161-164.
El-Kadi A, Kandil O. 1987. The black seed (Nigella sativa) and immunity: its
effect on human cell subsets. Fed Proc.46:1222-1226.
El-Kadi A, Kandil O, Tabuni AM. 1989. Nigella sativa and cell mediated
immunity. Arch AIDS Res. 1:232-233.
Eroschenko VP. 2008. DiFIORE’S Atlas of Histology with Functional
Correlations. Ed ke-11. Philadelpia (US): Lippincott Williams and Wilkins.
Hlm: 209.
Fadilah R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Ed
rev. Tangerang (ID): PT AgroMedia Pustaka. Hlm: 1-3.
Fadilah R, Polana A. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara Mengatasinya.
Depok (ID): PT. AgroMedia Pustaka. Hlm: 25-27.
Fawcett DW. 2002. Buku Ajar Histologi. Ed ke-12. Tambayong J, penerjemah.
Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: A Text Book of
Histologi.
Gali-Muhtasib A, El-Najjar N, Schneider-Stock R. 2007. The medicinal potential
of black seed (Nigella sativa) and its components. Adv in Phytomed. 2:133153.
Gerige SJ, Gerige MKY, Rao M, Ramanjaneyulu. 2009. GC-MS analysis of
Nigella sativa seeds and antimicrobial activity of its volatile oil. Braz arch
Biol Technol. 52:1189-1192.
Getty R. 1975. Sisson and Grossman’s. The Anatomy of Domestic Animals. Ed ke5. Philadelphia (US): Saunders Company. Hlm: 76.
22
Glaser R, Susan K, William PL, Robert HB. 1990. Physiological stress-induced
modulation of interleukin 2 receptor gene expression and interleukin 2
production in perpheral blood leukocytes. Arch Gen Psychiatry. 47:707-712.
Ganong WF. 2003. Fisiologi Kedokteran. Jakarta (ID): EGC. Hlm: 512-599.
Hartati Y. 2005. Respon kekebalan vaksin avian influenza inaktif pada ayam
indukan pedaging strain Hubbard (studi kasus pada peternakan ayam
indukan pedaging) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.
Hartono R. 1995. Histologi Veteriner: Sitologi dan Jaringan Dasar. Bogor (ID):
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Hlm 20-23.
Hutapea JR. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III). Jakarta (ID): Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, DEPKES RI. Hlm: 243-245.
Jubb KVF, Kennedy PC, Palmer N. 2006. Pathology of Domestic Animal. Ed ke5. Philadelphia (US): Elsevier Saunders. Hlm: 108.
Khan, MZ, Hashimoto Y. 1996. An immunohistochemical analysis of T cell
subsets in the chicken bursa of Fabricius during postnatal stages of
development. J Vet Med Sci. 58:1231–1234.
Kim IJ, You SK, Kim H, Yeh HY, Sharma JM. 2000. Characteristics of bursal T
lymphocytes induced by infectious bursal disease virus. J Virol.
74(19):8884–8892.
Lukert PD, Saif YM. 1997. IBD. MS Hofsttad, HJ Barnes, BW Calnek, WM
Reid, HW Yoder, editor. Iowa (US): Iowa University Pr. Terjemahan dari:
Disease of Poultry. Ed ke-9.
Machdum N. 2009. Vaksinasi, Mencegah Penyakit yang Disebabkan oleh Virus.
Invovet. Ed ke-174: 28-30.
Muladno, Sofyan Sjaf, Ahmad YA,Iswandari. 2008. Struktur Usaha Broiler di
Indonesia. Jakarta (ID): CV Mus. Hlm: 18-24.
Omar A, Ghosheh S, Abdulghani A, Houdi A, Crookscor PA. 1999. High
performance liquid chromatographic analysis of the pharmacologically
active quinones and related compounds in the oil of the black seed (L.
Nigella sativa). J Pharm Biomed Anal. 19:757– 62.
Permana A. 2008. Beternak Ayam Broiler. Jakarta (ID): Multazam Mulia Utama.
Hlm: 2.
Pope CR. 1995. Avian Histopathology. Ed ke-2. The American Association of
Avian Pathologiest. Hlm: 56-58.
23
Raharja K, Tan HT. 2007. Obat-obat Penting: Khasiat, Pengunaan, dan Efek
Sampingnya. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo. Hlm: 237.
Rajput ZI, HuS, XiaoC, ArijoAG. 2007. Adjuvant effect of saponin on animal
immune responses. J Zhejiang University. 8:153-161.
Randhawa MA. 2008. Black seed, Nigella sativa, deserves more attention. J Ayub
Med Coll Abbottabad. 20(2).
Rao DG. 2010. A Text Book on Systemic Pathology of Domestic Animals.
Lucknow: ibdc publisher. Hlm: 205-211.
Rasyaf M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya. Hlm: 7-15.
Riddel. 1987. Avian Histopathology. American Association of Avian Pathologis.
Pennsylvania (US): University of Pennsylvania
Rouhou SC. 2006. Nigella sativa L.: chemical composition and physicochemical
characteristics of lipid fraction. J Food Chem. 101:637-681.
Salem ML. 2005. Immunomodulatory and therapeutic effect of Nigella sativa L.
seed. Int Immunopharmacol. 5:1749-177.
Searcy GP. 1995. Hemopoietic System. Carlton WM, McGavin MD, editor.
Terjemahan dari: Thomson's Special Veterinary Pathology. New York (US):
Mosby Yearbook. Ed ke-2.
Sediaoetama AD. 2000 . Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta (ID):
Dian Rakyat. Hlm: 24.
Schleicher P, Saleh M. 2000. Black Cumin: The Magical Egyptian Herb For
Allergies, Asthma, And Immune Disorders. Vermont: Inner Traditions
International. Hlm: 5-6.
Stewart G. 2004. The immune System. Texas (TX): Chelsea House Pub. Hlm: 710.
Tan BKH, Vanitha J. 2004. Imunomodulatory and Antimicrobial Effects of Some
Traditional Chinese Medicinal Herbs: a review current medicinal chemistry
11: 1423-1430.
Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology An Introduction. Ed ke-7. Philadelpia
(US): Saunders. Hlm: 78-79
24
Ward JM, Mann PC, Morishima H, Frith CH. 1999. Thymus, Spleen and lymph
Nodes. Maronpot RR, GA Boorman, BW Gaul, editor. Terjemahan dari:
Pathology of Mouse Reference and Atlas. Viena: Cache River Pr. Hlm: 333357.
Wiryawan
W.
2009.
Pengebalan
Terhadap
Gumboro.
http://broilermitraperkasa.blogspot.com/2009/08/pengebalan-terhadapgumboro. html. [23 Februari 2012].
Withers DR, Davison F, Young JR. 2006. Diversified bursal medullary B cells
survive and expand independently after depletion following
neonatalinfectious bursal disease virus infection. J Immunol. 117:558-565.
25
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada 1 Mei 1990. Penulis merupakan putri
kedua dari dua bersaudara dari pasangan M. Darajat Suradiraja dan Nia Nurlia.
Penulis mengenyam pendidikan formal di SMA Negeri 3 Bandung (2008).
Tahun 2008 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan di Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama menjadi
mahasiswa, penulis aktif di Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Satwa Liar
(SATLI) dan unit kegiatan mahasiswa LAWALATA serta menjadi panitia Kurban
1433 H, asisten praktikum beberapa mata kuliah dan kepanitiaan pada kegiatan di
lingkungan kampus.
Download