T2_092010001_BAB I

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kabupaten Poso secara geografis memiliki luas wilayah sekitar 8.712,25 km2
dengan jumlah penduduk 209.252 jiwa1). Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Poso
meliputi: Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Tomini, sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Morowali dan Provinsi Sulawesi Selatan, sebelah barat dengan
Kabupaten Donggala serta sebelah Timur dengan Kabupaten Banggai. Masyarakat di
wilayah Kabupaten Poso secara umum dikenal dengan Masyarakat Pamona. Menurut
Sigilipu (1972) Masyarakat Pamona terdiri dari 27 anak suku yang tersebar dilembah
Pamona2). A.Kruyt3) mencatat dalam periode tertentu sering terjadi perang baik antara
Suku Pamona dengan suku-suku lainya, maupun antar anak-anak Suku Pamona itu
sendiri. Namun seiring besarnya pengaruh Belanda di Daerah Poso memunculkan
elaborasi nilai sehingga melahirkan satu pemahaman po sintuwu yang baru. Menurut
Ngkai4) Jojo Po sintuwu secara umum memiliki makna Tuwu Malinuwu dan Tuwu Siwagi
yang artinya hidup bersatu, saling menopang dan hidup dalam kedamaian serta bisa
membawa makna kebersamaan dalam berbagai dimensi kehidupan sosial ekonomi, sosial
1
Diunduh dari http://sulteng.go.id/pub3/index.php?option=com_content&view=article&id=141&Itemid=158 pada
tanggal 22 april 2011.
2
Lihat lampiran foto peta Kabupaten Poso
3
Seorang Zending pemerhati kehidupan Masyarakat Pamona di era tahun 1950an.
4
Sebutan Kakek atau Opa dalam bahasa Pamona adalah Ngkai. Beliau merupakan Kepala Adat di Desa Tonusu.
Uraian berkaitan dengan Po sintuwu merupakan hasil wawancara penulis dengan Ngkai Jojo (Bapak Ito) ketika
penulis pulang berlibur di Tentena (Wawancara, 28 Desember 2010)
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
budaya dan sosial politik. Disini penulis melihat keberadaan nilai tersebut secara sosial
mampu meredam konflik antar anak-anak suku. Pernyataan tersebut didukung oleh
tulisan Kruyt (1976)5) dalam bukunya Keluar dari Agama Suku Masuk Agama Kristen.
Digambarkan bahwa Masyarakat Poso telah mengalami perubahan sosial dan
modernisasi seiring dengan penerimaan terhadap agama Kristen yang mengubah sistim
pertanian tradisional menyangkut antaralain ritus-ritus mesale dalam budaya pamona
menjadi ritus-ritus yang dikaitkan dengan tradisi kekristenan atara lain hukum kasih, dan
pengucapan syukur dan kelompok-kelompok pelayanan.
Disamping itu tidak dapat dipungkiri Nederland Zendinggenoschap (NZG) dalam
kedudukannya merupakan mitra kolonial Belanda yang memiliki kepentingan tertentu,
sehingga proses inkulturasi tidak berjalan sebagaimana mestinya yaitu tidak
menimbulkan kerawanan sosial, misalnya tidak berdampak pada pembentukan karakter
individualistik. Kondisi tersebut lambat laun menciptakan gap terutama pada besarnya
tingkat kesenjangan sosial antar kelompok masyarakat yang baru dirasakan pada situasi
saat ini, di Poso sebagaimana terdapat permasalahan kesenjangan sosial pada wilayah
perkotaan dan pedesaan karena jumlah penduduk miskin yang berada di desa sebanyak
78,690 orang (Simuru 2009).
Po sintuwu dalam wujudnya dinyatakan pada aktifitas masyarakat sehari-hari,
secara khusus aktifitas yang berlangsung ketika ada suatu peristiwa tertentu yang
dikategorikan pada beberapa bentuk antara lain; pertanian atau perkebunan, acara
pernikahan (mompawawa) atau acara duka (motaumate) maupun acara-acara lain seperti
5
Lihat buku Albert Kryut di google book (Keluar dari Agama Suku masuk ke Agama Kristen)
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
pengucapan sukur hasil panen (padungku). Peristiwa pernikahan atau padungku
dikategorikan masuk keranah sosial ekonomi karena umumnya individu-individu akan
berinteraksi satu dengan yang lain dan saling menjamu, perbedaan peristiwa pernikahan
dan padungku hanya terletak pada penyebaran lokasinya saja, jika di pernikahan
individu-individu terpusat di lokasi pesta penikahan, sedang pesta padungku individuindividu menyebar dirumah-rumah individu di wilayah desa pada umumnya yang sedang
berpadungku. Sedangkan pada peristiwa duka dalam tradisi Suku Pamona dapat
dikategorikan dalam ranah sosial politik hal ini dikarenakan sebelum tahun 1950an (era
zending) Masyarakat Pamona mengenal istilah anamayunu atau budak6).
Individu yang memiliki status anamayunu menyadari status dan kewajibannya
untuk melayani tuannya (kabose), dari sudut pandang individu sebagai anamayunu
melayani kabose adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan kehidupannya di dunia.
Itu artinya ketika tuan dari budak meninggal maka terkadang budak tersebut juga harus
ikut menemani kematiannya (dibunuh). A.Kruyt sendiri menilai tradisi anamayu inilah
yang menjadi salah satu faktor pemicu perang antar suku sebab selain untuk tujuan
budak, keberadaan anamayunu di dalam kehidupan seorang kabose akan meninrgkatkan
status sosialnya dimana secara politik status sosial tersebut akan menguntungkan individu
sebagai seorang kabose ketika berinteraksi dengan sesama kabose lain di dalam
pemukiman atau sukunya, dan atau ketika kabose berinteraksi dengan kabose dari suku
lain.
6
Dalam bahasa asli pamona budak disebut palili, akan tetapi anamayunu digunakan sebagai ungkapan yang
dipahami oleh semua anak-anak Suku Pamona.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
Selanjutnya orang-orang yang berperan serta atau membantu seseorang yang
sedang melakukan suatu kegiatan disebut dengan istilah Mesale baik pada aktifitas
pertanian atau perkebunan ketika menanam serta memanen hasil,7) saat berlangsung suatu
pernikahan atau duka serta acara pengucapan syukur yang ditampakkan melalui
penempatan beberapa orang pada bagian-bagian kerja sesuai bidang masing-masing.
Dengan demikian, perilaku budaya po sintuwu menggambarkan hubungan kekerabatan
sosial yang tidak bersifat ekslusif tetapi inklusif sebab beberapa kegiatan pada bidangbidang tertentu, baik pertanian dan perkebunarn atau acara pernikahan serta acara duka
melibatkan individu diluar kelompoknya.
Dalam perkembangannya, perilaku budaya tersebut mengalami perubahan besar
dimana perilaku po sintuwu atau secara khusus mesale mengalami tranformasi nilai-nilai
yang substansial yaitu,kerjasama dimaknai sebagai kompensasi atas peran serta individu
pada kegiatan tertentu yang harus atau layak memperoleh besaran upah dari seseorang
yang menyelenggarakan suatu kegiatan. Kemudian berkaitan dengan masalah
kemiskinan, wajah kemiskinan di Poso lebih dikarenakan oleh beberapa hal pokok:
Pertama, masalah kemiskinan yang bersumber dari perilaku budaya yang cenderung
mengakibatkan pengeluaran sosial jauh lebih tinggi daripada pengeluaran ekonomi.
Misalnya praktik po sintuwu, dimana seseorang akan berkontribusi bagi orang lain
dengan cara mendistribusikan potensi yang ada baik berupa materi atau uang ( sosial
ekonomi), kewajiban-kewajiban lain (sosial budaya). Kedua, dalam penelitian penulis
ditahun 2012, melalui metode kuesioner, penulis memperoleh gambaran sepintas ternyata
7
Panen Hasil pada bidang pertanian dalam Suku Pamona
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
jumlah pengeluaran beberapa anggota KSP tidak sesuai dengan jumlah pemasukan setiap
tahunnya8). Akibatnya muncul masalah ketiga yaitu menjamurnya praktik-praktik rentenir
di wilayah pedesaan secara khusus di wilayah Desa Tonusu. Khususnya permasalahan
ketiga, kemunculan praktek-praktek rentenir ini juga dibarengi dengan kehadiran
lembaga penjamin keuangan baik dari dari Bank, unit-unit koperasi, maupun unit
kelompok simpan pinjam (KSP) yang belum memiliki badan hukum.
Dari ketiga pokok permasalahan9) inilah yang mendasari dilakukannya kajian atau
penelitian seputar Masyarakat Poso baik oleh pemerintah maupun oleh LSM, namun
tidak membawa perubahan bagi masyarakat secara umum. Bahkan dibeberapa warga
masyarakat di Desa Tonusu sendiri muncul ketidakpercayaan pada unit-unit koperasi itu
10)
, sehingga penulis memilih untuk mengkaji proses elaborasi nilai-nilai lokal
masyarakat dalam kelompok usaha simpan pinjam untuk memahami masalah-masalah
baik menyangkut hambatan dan proses, maupun bagaimana pendekatan yang dilakukan
dalam mengelaborasi nilai-nilai lokal tersebut, agar setidaknya masyarakat dapat lebih
baik dari sebelumnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah yaitu
bagaimana proses pelembagaan nilai po sintuwu dalam kelompok usaha simpan pinjam?
1.3 Tujuan Penelitian
8
Lihat Halaman Lampiran “Hasil olahan dari 25 anggota KSP”
Lihat pula tulisan Dam ( 1961) dalam Sajogyo 1996 yang membahasa permasalahan-permasalah seputar koperasi
tani di Cibodas Jawa Barat
10
Lihat kutipan wawancara ke 15, 6 Ferbuari 2012
9
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
Menggambarkan proses pelembagaan nilai po sintuwu dalam kelompok usaha
simpan pinjam
1.4 Manfaat Penelitian
Secara umum manfaat penelitian terdiri dari dua bagian yaitu manfaat teoritis dan
manfaat praktis. Manfaat teoritis lebih kepada kemampuan menjelaskan secara teoritis,
teori yang relevan dengan “Elaborasi nilai lokal masyarakat dalam kelompok usaha
simpan pinjam”. Sedangkan manfaat praktis diperoleh penulis ketika memahami prosesproses elaborasi dimana teori yang digunakan berperan sebagai bahan atau pedoman
menganalisa juga bagian dari proses mengambarkan situasi sosial masyarakat.
1.5 Relevansi penelitian
Penelitian “Elaborasi nilai lokal masyarakat dalam kelompok usaha simpan pinjam”
didasarkan pada kajian sosiologi memiliki kaitan dengan studi pembangunan antara lain
kedudukan dan peranan elaborasi sebagai bagian dari pendekatan-pendekatan strategis
pembangunan. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa pembangunan merupakan bagian
dari interaksi sosial antara lain kajian seputar potensi-potensi masyarakat yang bisa
didayagunakan dalam proses membangun.
1.6 Batasan-batasan konsep
1. Elaborasi ialah suatu pendekatan-pendekatan strategis yang dilakukan melalui
pemanfaatan potensi-potensi sosial budaya yang dapat menunjang pendekatan
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
tersebut. Pemanfaatan potensi-potensi sosial yang ada dilakukan melalui proses
pelembagaan.
2. Pelembagaan ialah penyesuaian-penyesuaian potensi-potensi sosial budaya
masyarakat ke bentuk atau media yang digunakan pada pendekatan strategis
misalnya pendayagunaan nilai po sintuwu ke KPS
3. Po sintuwu ialah suatu nilai yang mengambarkan perilaku kolektif Masyarakat
Pamona dalam hal bekerjasama atau gotong royong, yang dilakukan baik secara
langsung (tenaga) atau berperan serta secara aktif, maupun secara tidak langsung
(materi-materi, ide, dan sebagainya). Perilaku tersebut bersifat timbal balik (take
and give).
4. Usaha simpan pinjam ialah terdiri dari kumpulan-kumpulan individu yang
melembagakan dirinya untuk mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki.
Umumnya tujuan-tujuan tersebut berkaitan dengan proses pemulihan kondisi
secara sosial ekonomi, sosial budaya, dan sosial politik.
1.7 Penelitian terdahulu
1. Di luar Poso
Tjondro Sugianto 2011 dalam bukunnya “ Modal spiritual kekuatan
tersembunyi dibalik kemampuan membangun” menceritakan proses elaborasai
nilai-nilai kekerabatan dari leluhur masyarakat Mondo seperti aseka’é, woénelu,
pa’ ngaung olo musi sebagai manifestasi dari nilai-nilai kesatria dengan prinsipprinsip spiritual kekristenan yang terlihat pada kekerabatan kristiani. Tjondro
2011: 291 menegaskan bahwa ke empat macam kekerabatan ini melekat dalam
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
diri Masyarakat Mondo, namun tidak terpisahkan dan tidak saling meniadakan dan
melebur menjadi satu kekerabantan Orang Mondo.
Martiningsih 2011 dalam bukunya “Perempuan Bali dalam ritual subak”
menjelaskan pentingnya tradisi subak dengan menjalankan ritual pemujaan pada
Ida Sang Hyang Widhi Wasa akan mempengaruhi keberhasilan panen. Dalam
penelitian ini Martinigsih mencoba mengelaborasikan tiga konsep yaitu tri hita
karana dengan Pen-cipta, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam.
Pengelaboraisan nilai kehindupan dalam tradisi subak dengan kegiatan pertanian
dianggap mampu menjamin ketahan pangan dan ketahanan hayati.
2. Di Poso
AC Kryut dalam bukunya “ keluar dari agama suku masuk agama Kristen”
mengambarkan suatu proses elaborasi yang dilakukan dalam memperkenalkan
agama Kristen di Masyarakat Pamona. Upaya memperkenalkan agama Kristen
dilakukan dengan cara mempelajari ritus padungku atau pengucapan syukur
sesudah panen yang umumnya diperuntukan untuk menghormati Pue Palaburu
ritus ini kemudian disesuaikan ke tradisi gereja. Hanya saja tidak lagi
diperuntukan untuk Pue Palaburu melainkan Gereja mewakili atau representatif
dengan profil Tuhan Yesus.
Schrauwers (2004) dalam tulisannya Houses, Estates and class on the
importance of capitals in central Sulawesi Secara umum menguraikan tentang
eksistensi dari kelompok Anak Suku Pamona yang mendiami atau memiliki
wilayah pemukiman masing-masing. Dimana setiap kelompok mempunyai hak
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
atas daerah masing-masing. Elborasi yang dijelaskan oleh Schrauwers terletak
pada proses pelembagaan teritori politik tradisional (wilayah) dari pemukiman
anak suku. Kemudian diterapkan kedalam teritori politik moderen misalnya
wilayah atministrasi Kabupaten Poso11)
11
Lihat lampiran peta Kruyt dalam Schrauwers (2004)
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
Download