Kecemasan Terhadap Pelecehan Seksual di KRL Ekonomi Jurusan

advertisement
Kecemasan Terhadap Pelecehan Seksual di KRL Ekonomi Jurusan
Bogor-Jakarta Pada Penumpang Wanita
Oleh : Astri Widyanti Mursidah
ABSTRAK
Pelecehan seksual berasal dari kata ‘pelecehan’ dan ‘seksual’ menurut Kamus Besar
Indonesia edisi ke-3 (Alwi dkk, 2003), kata dasar dari ‘leceh’ berarti hina, tidak
berharga. Pelecehan dapat diartikan sebagai proses membuat sesuatu menjadi hina
dan tidak berharga. Sedangkan seksual berarti hal-hal yang menyangkut
seks.Pelecehan seksual biasanya terjadi pada penumpang wanita oleh penumpang lakilaki. Karena pelecehan seksual tersebut para korban yang mayoritas wanita merasakan
kecemasan dan kecemasan tersebut intensitasnya semakin meningkat setelah
mengalami pelecehan seksual. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui kecemasan
terhadap pelecehan seksual di KRL ekonomi jurusan Bogor - Jakarta pada penumpang
wanita. Juga ingin mengetahui bentuk-bentuk pelecehan seksual yang dialami oleh
wanita, kecemasan terhadap pelecehan seksual tersebut dan mengapa korban
memunculkan kecemasan sepeti itu. Dalam penelitian ini, menggunakan metode
kualitatif dengan teknik pengambilan data yang menggunakan metode wawancara dan
observasi. Subjek yang pernah mengalami pelecehan seksual. Dalam penelitian ini
wanita penumpang KRL ekonomi jurusan Bogor - Jakarta sebanyak dua orang yang
masing-masing dengan satu Significant other
Kata kunci: Kecemasan, Pelecehan seksual.
PENDAHULUAN
Di Indonesia, kereta listrik atau disingkat
KRL adalah salah satu alat transportasi
yang sangat murah jika dibandingkan
dengan alat transportasi lainnya, seperti
pesawat dan bus. KRL menjadi lebih
padat dan sesak terutama pada jam-jam
berangkat kerja seperti antara jam 06.0008.00 pagi dan jam-jam pulang kerja
antara jam 16.30-21.00 petang. Karena
pada di KRL juga terdapat banyak sekali
kesempatan untuk melakukan tindak
kriminal, misalnya seperti pencopetan,
hipnotis, perampokan dan pelecehan
seksual. Pelecehan seksual dilakukan
oleh orang-orang yang tidak bermoral
yang memanfaatkan kesempatan saat
KRL sedang dipadati oleh penumpang
lain
dengan
menggesek-gesekkan
kemaluannya kepada orang lain terutama
pria
kepada
wanita,
mencolek,
merangkul, melakukan siulan nakal,
memandang bagian tubuh tertentu
bahkan sampai meraba-raba. Perilakuperilaku tersebut dapat dikatakan sebagai
pelecehan seksual (Kusmana, 2005).
Korban pelecehan seksual tidak dapat
pindah dari tempat tersebut ke tempat
yang lain untuk menghindari pelaku
pelecehan seksual karena KRL menjadi
sangat padat dan sesak oleh penumpang
yang lain yang menyebabkan korban
tidak dapat bergerak terutama pada jamjam sibuk seperti pagi dan sore hari..
Ketika KRL semakin padat dan sesak
otomatis membuat jarak antara pelaku
pelecehan seksual dan korban menjadi
sangat dekat bahkan berhimpitan. Hal
tersebut
menyebabkan
perilaku
pelecehan seksual yang dilakukan pelaku
terkesan tidak sengaja dilakukan dan
pelaku pelecehan seksual pun menjadi
sangat leluasa dalam melakukan aksinya.
Hal ini pula yang menyebabkan korban
merasa ragu-ragu, takut dan cemas bila
akan menggunakan KRL. Terlebih lagi
jika penumpang yang menjadi korban
pelecehan seksual tersebut tidak
memiliki
alternatif
lain
selain
menggunakan KRL untuk sampai
ditempat tujuan. Oleh karena itu
biasanya mereka selalu berangkat kuliah
atau bekerja dengan teman-temannya
atau bergerombol untuk menghindari
rasa cemas. Gangguan kecemasan adalah
gangguan psikologis yang dicirikan
dengan ketegangan motorik (gelisah,
gemetar, dan ketidakmampuan untuk
rileks), hiperaktivitas (pusing, jantung
berdebar-debar, atau berkeringat), dan
pikiran serta harapan yang mencemaskan
(Santrock, 1995).
Korban yang mengalami pelecehan
seksual di KRL biasanya malu untuk
memberitahukan dan menceritakan atau
sekedar meminta bantuan atas perilaku
pelecehan seksual yang dialaminya
kepada penumpang lain atau penumpang
yang berada di sebelahnya. Korban yang
khususnya
wanita
yang
pernah
mengalami pelecehan seksual hanya bisa
pasrah menerima perlakuan tersebut
karena jika ia menceritakan kepada
orang lain, korban takut dipermalukan,
direndahkan harga dirinya, merasa kotor
dan tidak suci, merasa hilang harga
dirinya dan merasa terhina atas
perlakuan tersebut. Biasanya korban
menceritakan perilaku pelecehan seksual
yang dialaminya hanya kepada orangorang terdekat, seperti teman, sahabat,
dan orang tua (dalam Yayasan Harapan
Kita, 2005). Terlebih lagi tindak
pelecehan seksual di KRL tidak dapat
dibuktikan.
TINJAUAN PUSTAKA
Kecemasan
Menurut Sullivan (dalam Supratiknya,
1993), kecemasan adalah penghayatan
tegangan akibat adanya ancamanancaman nyata atau luar dibayangannya
terhadap keamanan seseorang. Sebagai
emosi yang tidak menyenangkan yang
ditandai dengan istilah seperti rasa takut
yang kadang-kadang dialami dalam
tingkat yang berbeda (Atkinson, 1994).
Kecemasan dan ketakutan dapat
diarahkan langsung pada objek yang
spesifik
atau
dapat
dengan
mengenarisasikan perasaan sebagai
dampak yang negatif. Kecemasan dapat
juga
menghalangi
perkembangan
kognitif, emosional dan sosial karena
kecemasan tidak dapat dideteksi yang
disebabkan oleh kecemasan dioperasikan
pada level yang rendah dan berpengaruh
pada area yang seharusnya berfungsi
dengan baik (Mc Whirter, 2007).
Sedangkan menurut Freud (dalam Corey,
2005) kecemasan adalah suatu keadaan
tegang yang memotivasi kita untuk
berbuat sesuatu. Kecemasan merupakan
fungsi dorongan seperti lapar dan seks,
hanya saja kecemasan tidak timbul dari
kondisi-kondis jaringan di dalam tubuh,
melainkan aslinya ditimbulkan oleh
sebab-sebab dari luar. Fungsi kecemasan
adalah memperingati adanya bahaya,
yakni sinyal bagi ego yang terus
meningkat jika tindakan-tindakan yang
layak untuk mengatasi ancaman itu tidak
diambil.
Apabila
tidak
bisa
mengendalikan kecemasan melalui caracara yang rasional dan langsung, maka
ego akan mengandalkan cara-cara yang
tidak realistis, yakni tingkah laku yang
berorientasi pada pertahanan ego.
Lazarus
(dalam
Safaria,
2005)
mengemukakan ada dua macam bentuk
kecemasan, yaitu State Anxiety dan Trait
Anxiet. Sedangkan Menurut Freeman
dan Di Tomasso (1994), ada beberapa
faktor yang mempengaruhi kecemasan,
yaitu
faktor
potensial
penentu
kecemasan dan
Faktor pencetus
kecemasan. Menurut Haggin (dalam
kidman, 1990), ada beberapa hal yang
dapat ditimbulkan dari kecemasan, yaitu
Kecemasan dapat memecah belah
perasaan, kerena itu emosi jadi tidak
stabil dan kecemasan dapat juga
memecah
pengertian,
kerena
itu
keyakinan-keyakinannya jadi dangkal
dan berubah.
Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual adalah segala macam
bentuk yang berkonotasi seksual yang
dilakukan secara sepihak dan tidak
diharapkan oleh orang yang menjadi
sasaran hingga menimbulkan reaksi
negatif. Rasa malu, marah, tersinggung,
dan sebagainya pada diri orang yang
menjadi korban pelecehan. Pelecehan
seksual terjadi ketika pelaku mempunyai
kekuasaan yang lebih daripada korban.
Beberapa
bentuk-bentuk
perilaku
pelecehan seksual (dalam Yayasan
Harapan Kita, 2005), antara lain
Sentuhan yang tidak diundang atau
kedekatan fisik yang tidak diundang,
atau mendorong alat kelamin (penis atau
dada) pada korbannya dan Lelucon atau
pernyataan yang menjurus, merendahkan
jenis kelamin tertentu tidak pada
tempatnya. Menurut Kusmana (2005),
secara emosional reaksi perasaan para
korban pelecehan seksual dapat berupa
merasa malu, dipermalukan, tidak
berdaya, dll. Mitos yang sering kita
dengar adalah pelecehan seksual hanya
dilakukan oleh dan terhadap lawan jenis,
terutama dari yang berjenis kelamin lakilaki kepada yang berjenis kelamin
perempuan. Hal tersebut jelas-jelas tidak
benar,
contohnya
saja
kaum
homoseksual yang berlaku tidak
sewajarnnya kepada orang yang berjenis
kelamin laki-laki (berjenis kelamin
sama). Tetapi dalam masyarakat muncul
pandangan bahwa perempuan adalah
objek seks yang fungsi utamanya di
dunia, adalah untuk melayani laki-laki.
Karena dicitrakan sebagai objek seks,
persepsi bahwa perempuan harus tampil
dan berprilaku sebagai objek seks adalah
suatu keharusan. Perempuan harus
tampil dengan menonjolkan daya tarik
seksualnya, harus bersedia mengalami
pelecehan seksual dan harus memaklumi
perilaku seksual agresif laki-laki.
Sehingga
perempuan lebih sering
mengalami pelecehan seksual karena
semakin hari perempuan semakin di
eksploitasi dan daya tarik perempuan
semakin ditonjolkan. Hal ini dapat
dilihat dalam media baik cetak (Koran,
tabloid dan majalah), televisi (iklan dan
sinetron) dan internet. Tubuh dan
seksualitas perempuan dijadikan alat
komoditi untuk mencapai tujuan
komersil (dalam Marzuki, 2005).
Kereta Listrik (KRL)
Menurut UU No. 13/1992 (Dephub,
1992), kereta api adalah kendaraan
dengan tenaga gerak, baik berjalan
sendiri maupun dirangkaikan dengan
kendaraan lainnya yag akan ataupun
sedang bergerak di jalan rel. Kereta api
merupakan salah satu transportasi yang
memiliki karakteristik dan keunggulan
khusus tertutama dalam kemampuannya
untuk mengangkut baik penumpang
maupun barang secara masal atau dalam
jumlah atau volume besar setiap satu kali
perjalanannya, hemat energi, hemat
dalam penggunaan ruang, mempunyai
faktor keamanan yang tinggi, dan tingkat
mencemaran atau polusi yang rendah
serta lebih efisien dibandingkan dengan
transportasi
jalan
raya.
Menurut
Departemen
Perhubungan
(dalam
Hidayat, 2004), masyarakat yang
menggunakan jasa kereta api (KA)
sebagai sarana transportasi untuk
berpergian yang dikelola oleh PT. Kereta
Api sejauh ini berjumlah sekitar 180 juta
penumpang per tahun, diantaranya
penumpang
non-komersial
(kelas
ekonomi) yang terdiri dari pekerja
kantoran, mahasiswa dan anak sekolahan
dan penumpang komersial (kelas
eksekutif).
METODE PENELITIAN
Peneliti ini akan menggunakan metode
kualitatif karena dengan menggunakan
metode
kualitatif
peneliti
akan
mendapatkan data yang lebih mendalam
tentang berbagai informasi yang terkait
dengan kecemasan yang dialami oleh
seorang wanita yang menjadi korban
pelecehan seksual dalam KRL ekonomi.
Subjek dalam penelitian ini adalah
wanita
yang
pernah
mengalami
pelecehan seksual di KRL jurusan
Bogor-Jakarta, yang berusia antara 2030 tahun karena wanita penumpang KRL
lebih banyak pada rentang usia tersebut.
Teknik
pengumpulan
data
yang
digunakan adalah wawancara dan
observasi. Untuk membantu proses
pengumpulan data digunakan pedoman
wawancara dan alat perekam audio
sebagai alat bantu peneliti.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini peneliti akan
membahas pertanyaan penelitian dengan
teori yang dijelaskan pada tinjauan
pustaka. Pada pertanyaan pertama
peneliti akan membahas hasil penelitian
yang telah didapat dengan teori
mengenai pelecehan seksual yang
dialami korban, sedangkan untuk
pertanyaan penelitian kedua mengenai
kecemasan terhadap pelecehan seksual
yang dialami korban dan untuk
pertanyaan ketiga mengenai mengapa
korban memunculkan kecemasan seperti
itu.
bentuk pelecehan
dialami korban
seksual
yang
Subjek 1 mengalami pelecehan seksual
di KRL ekonomi jurusan Bogor-Jakarta
sebanyak 2 kali pada waktu yang
berbeda, pada saat itu KRL ekonomi
sedang pada jam-jam padat penumpang.
Kejadian
yang
pertama
pelaku
penempelkan dan menggesek-gesekkan
alat vitalnya ke pinggang subjek, pada
saat itu subjek sedang berdiri sehingga
pelakupun dapat mendesah-desah di
kuping subjek. Sedangkan kejadian yang
kedua pelaku menggesek-gesekkan alat
vitalnya ke tangan subjek dan pada saat
itu subjek sedang duduk dan pelaku
dalam keadaan berdiri. Pada subjek 2,
subjek 2 pernah mengalami pelecehan
seksual di KRL ekonomi pada saat padat
pula. Pada saat itu pelaku merapat
rapatkandan mendekatkan alat vitalnya
ke belakang (pantat) dan ke paha subjek
tetapi subjek sendiri tidak mengetahui
apakah perbuatan pelaku adalah
disengaja atau tidak disengaja. Pada
waktu yang berbeda subjek 2 pernah
mengalami pelecehan dan saat itu pelaku
pendekatkan kepalanya ke kepala subjek
padahal saat itu KRL dalam keadaan
kosong. Pelecehan seksual adalah semua
bentuk perilaku yang bertujuan seksual
yang dilakukan seseorang atau sejumlah
orang ke orang lain yang tidak
diharapkan (Swasti, Pasaribu & Gusman,
2006). Menurut Tangri, Burt dan
Johnson (1992), tentang bentuk-bentuk
pelecehan seksual berdasarkan tingkat
keseriusannya maka pelecehan seksual
yang dialami oleh subjek 1 dan subjek 2
adalah termasuk dalam bentuk Less
serious form of harassment, yaitu
pelecehan seksual yang bersifat tidak
serius seperti memandangi korban atau
penyentuh bagian tubuh dengan sengaja.
Gruber (dalam O’Donohue, 1997),
mengkategorikan pelecehan seksual ke
dalam tiga kategori, yaitu: permintaan
secara seksual, komentar verbal, dan
tampilan non verbal. Adapun yang
dialami subjek 1 dan subjek 2 adalah
termasuk kategori tampilan non verbal di
mana beberapa hal yang termasuk
kategori ini adalah sentuhan-sentuhan
yang menjurus pelecehan seksual dan
pelanggaran terhadap ruang personal
(personal
space)
atau
mencoba
melakukankontak personal. Sedangkan
menurut Till (dalam O’Donohue, 1997)
yang
mengkategorikan
pelecehan
seksual, hal yang dialami oleh subjek 1
dan subjek 2 adalah perilaku seksual
yang tidak pantas dan tidak sopan,
namun tidak memiliki sanksi apapun.
Meskipun perilaku tersebut tidak
dikehendaki dan tidak sopan, namun
wanita tersebut tidak dapat memberikan
hukuman apapun kepada si pelaku.
kecemasan
terhadap
pelecehan
seksual yang dialami korban
Pada subjek 1 gejala-gejala yang
dimunculkan adalah tangan berkeringat,
mata yang berputar-putar dan subjek 1
pun lebih suka menghindar sedangkan
pada subjek 2 gejala-gejala kecemasan
yang ditampilkan adalah jantung subjek
berdebar kencang, mengeluarkan banyak
keringat dan menghindari pelaku
pelecehan seksual walaupun subjek
sendiri
memilih
untuk
melawan
(menginjak kaki pelaku). Hal yang
dikemukakan di atas sesuai dengan
pendapat
Santrock
(1995),
yang
mengatakan bahwa kecemasan adalah
gangguan psikologis yang dicirikan
dengan ketegangan motorik (gelisah,
gemetar, dan ketidakmampuan untuk
rileks), hiperaktivitas (pusing, jantung
berdebar-debar, atau berkeringat), dan
pikiran
serta
harapan
yang
mencemaskan. Adapun menurut Sue
(dalam Haber & Runyon, 1989), terdapat
empat gejala individu yang mengalami
kecemasan atau tidak, dan gejala yang
ditampilkan pada subjek 1 seperti mata
berputar-putar
termasuk
dalam
kecemasan secara motorik dimana
kecemasan dimanifestasikan ke dalam
perilaku motorik. Seperti gerakan tidak
beraturan, gerakan yang tidak terarah,
yang bermula pada gemetaran secara
halus kemudian meningkat intensitasnya.
Misalnya, perilaku menggigit kuku atau
bibir,
mondar-mandir
dan
kaki
bergoyang-goyang.
Nevid, dkk (2005) mengungkapkan
beberapa ciri kecemasan, antara lain:
ciri-ciri Fisik, termasuk diantaranya
kegelisahan, kegugupan, salah satu
anggota tubuh yang gemetar, banyak
berkeringat, sulit berbicara, sulit
bernafas, jantung berdetak kencang,
suara yang bergetar, snggota tubuh yang
menjadi dingin, panas dingin, sering
buang air kecil, wajah memerah, mulut
terasa kering, kerongkongan terasa
kering, anggota tubuh terasa kaku, dahi
berkerut. Ciri-ciri behavior, antara lain
perilaku menghindar, tergantung pada
orang lain. mudah terkejut. Ciri-ciri
Kognitif, antara lain sering merasa
khawatir, sering merasa takut, keyakinan
bahwa sesuatu yang mengerikan akan
terjadi, selalu waspada, sulit untuk
mengontrol diri, tidak dapat mengambil
keputusan, merasa tidak mampu untuk
mengendalikan situasi, tidak mampu
menghilangkan pikiran-pikiran negatif,
sulit berkonsentrasi. Maka gejala-gejala
kecemasan yang ditampilkan oleh subjek
1 dan subjek 2 termasuk dalam ciri-ciri
fisik dan ciri-ciri behavior.
Mengapa
korban
kecemasan seperti itu
memunculkan
Pada subjek 1, subjek tidak memiliki
riwayat kecemasan dalam keluarganya.
Namun subjek sendiri adalah seorang
pencemas,
dan
kecemasan
itu
intensitasnya semakin tinggi setelah
mengalami pelecehan seksual, hal
tersebut sudah berlangsung semenjak
subjek menggunakan KRL ekonomi
sekitar 4 tahunan. Subjek mempunyai
penyakit fisik yaitu sakit perut dan
menurut subjek sakit perut yang dialami
oleh subjek dapat membuat subjek
cemas dan hal tersebut sangat
mempengaruhi kehidupan sehari-hari
subjek. .Pelecehan seksual yang dialami
dan orang terdekat subjek pernah
mengalami hipnotis adalah pengalaman
yang tidak menyenangkan bagi subjek
dan karena pengalaman tersebut subjek
lebih waspada pada kehadiran orang lain
terutama seorang laki-laki. Menurut
Sullivan (dalam Supratiknya, 1993),
kecemasan adalah penghayatan tegangan
akibat adanya ancaman-ancaman nyata
atau luar dibayangannya terhadap
keamanan seseorang. Yang dialami pada
subjek 1 dan subjek 2 adalah kecemasan
realistic, seperti yang di ungkapkan oleh
Freud (dalam Corey, 2005), yaitu
ketakutan terhadap bahaya-bahaya nyata
dari dunia eksternal dan taraf kecemasan
sesuai dengan derajat ancaman yang ada.
Menurut Lazarus (dalam, Safaria, 2005),
mengungkapkan ada 2 macam bentuk
kecemasan yaitu, State Anxiety dan Trait
Anxiety. Pada subjek 1 kecemasan yang
dialami temasuk dalam Trait Anxiety
yaitu, kecemasan yang menetap pada diri
seseorang. Kecemasan model ini
merupakan kecemasan berupa disposisi
atau sifat dari individu itu sendiri yang
pencemas sehingga kadang-kadang pada
situasi yang sebenarnya tergolong biasa.
Sedangkan pada subjek 2 bentuk
kecemasan yang dialami adalah State
Anxiety yaitu, kecemasan sebagai suatu
reaksi terhadap situasi tertentu. Jika
situasi itu tidak ada maka kecemasan
pun hilang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Bentuk pelecehan yang dialami pada
subjek 1 adalah pelaku pelecehan
tersebut menempelkan dan menggesekgesekkan alat vitalnya ke pinggang dan
tangan subjek, mendesah-desah ditelinga
subjek. Pada subjek 2, pelaku
merapatkan dan mendekatkan alat
vitalnya ke belakang (pantat) dan paha
subjek, juga pelaku mendekatkan
kepalanya ke kepala subjek. Gejalagejala kecemasan yang dimunculkan
pada subjek 1 adalah mata berputar-putar
dan menghindar, sedangkan pada subjek
2
gejala-gejala
kecemasan
yang
dimunculkan adalah jantung berdebardebar kencang, mengeluarkan banyak
keringat dan menghindar. Subjek 1
adalah seorang pencemas dan kecemasan
itu intensitasnya semakin tinggi setelah
mengalami
pelecehan
seksual,
sedangkan subjek 2 bukan seorang
pencemas. Subjek 1 mempunyai
penyakit fisik yaitu sakit perut dan
subjek 2 tidak memiliki penyakit fisik.
Masalah fisik pada subjek 1 adalah bila
subjek terlalu banyak memikirkan
sesuatu maka dapat membuat intensitas
kecemasannya meningkat dan masalah
fisik tersebut mempunyai pengaruh
dalam kehidupan sehari-hari subjek yaitu
subjek selalu merasa curiga, sedangkan
subjek 2 tidak memiliki masalah fisik.
Subjek 1 memiliki stressor yang
menunjang
kecemasannya
yaitu
berhubungan dengan nilai-nilai ujian
atau yang berhubungan dengan kuliah
dan hal tersebut mempunyai pengaruh
dalam kehidupan sehari-hari subjek 1,
sedangkan subjek 2 tidak memiliki
stressor penunjang kecemasan. Adapun
pengalaman yang tidak menyenagkan
yang dialami oleh subjek 1 adalah
pengalaman pelecehan seksual iti sendiri
dan orang terdekat subjek 1 pernah
mengalami hipnotis dan pada subjek 2
adalah pengalaman saat berada di KRL
ekonomi yang padat. Stressor yang
berlangsung terus menerus pada subjek 1
adalah subjek salalu takut barang-barang
berharganya hilang, sedangkan subjek 2
tidak
memiliki
Stressor
yang
berlangsung terus menerus.
Sutini. (2002). Kamus besar
bahasa
indonesia
edisi
ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Saran
1.
Kepada
subjek,
peneliti
menyarankan agar lebih berhatihati dan waspada juga peka atas
tindakan pelecehan seksual yang
dialami. Dan diharapkan para
korban pelecehan seksual dapat
lebih berani untuk meminta
bantuan kepada orang lain atau
melaporkan tindakan pelecehan
seksual kepada pihak yang
berwenang agar para pelaku
pelecehan seksual dapat jera
untuk
tidak
mengulangi
perbuatannya.
2. Kepada masyarakat, peneliti
menyarankan agar lebih peka
dengan
kejadian disekitar dan
jika menemukan atau melihat
tindakan
pelecehan
seksual
sangat diharapkan bantuannya.
3. Kepada pihak keamanan kereta,
peneliti menyarankan agar dapat
menindak pelaku pelecehan
seksual yang masih berkeliaran
ditengah-tengah
masyarakat
dengan pasal-pasal yang berlaku.
4. Untuk penelitian selanjutnya,
peneliti
menyarankan
agar
peneliti
selanjutnya
dapat
menggali
lebih
dalam
permasalahan yang dialami oleh
subjek
melalui
SO
dan
memperbaiki
metode
serta
variable penelitian agar lebih
dapat mengungkapkan lebih
dalam permasalahan subjek dan
pelakunya (froterisme)
Atkinson, R. L. & Atkinson, R. C.
(1994). Pengantar psikologi
Jilid 2. ( Edisi ke-8).
Jakarta: Erlangga.
Corey, G. (2005). Teori dan praktek
konseling dan psikoterapi.
Bandung:
PT.
Refika
Aditama.
Freeman, A & DiTomaso, RA. (1994).
The cognitive theory of anxiety.
New York: John Willey &
Sons Inc.
Hidayat,
T. (2004). Perkeretaapian
indonesia di persimpangan
Jalan.
Jakarta:
Yayasan
Lembaga Indonesia (YLKI).
Kusmana. (2005). Pelecehan seksual.
http://www.yakita.or.id/remaj
a/htm.
Marzuki, S.,Prasetyo, E.& Elmina, M. A.
(1995). Pelecehan seksual.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset.
McWhirter. (2007). At-risk youth: A
comprehensive response for
counselors,
teacher,
psychologists
and
human
nd
service professionals (4 . ed).
New York: Thomson.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi.,
Lapoliwa, H., Sugono, D.,
Kridalaksana,
H.,
Adiwimarta, S., Suratman, S.,
Nainggolan, D., Sutiman.,
Murniah, D., Patoni, A.,
Burhabudin, E., Gaffar, A.,
Hanid, A., Haryanto &
Nevid, S. Jeffrey., Rathus, S. A.(2003).
Psikologi abnormal. Jakarta:
Erlangga.
O’Donohue, W. (1997).
harassment:
Sexsual
Theory,
research, and treatment.
Boston: Allyn & Bacon.
Safaria, T. (2005). Autisme pemahaman
baru untuk hidup bermakna
bagi orang Tua. Jakarta:
Penerbit Graha Ilmu.
Santrock, John W. (2002). Life span
development : perkembangan
masa hidup; Alih Bahasa
Juda
Damatik,
Ahmad
Chusairi;
Editor,
Wisnu
Chandra,
Kristiaji,
Yati
Sumiharti. Jakarta: Erlangga.
Supratiknya.
(1993).
psikodinamik.
Kanasius.
Teori-teori
Yogyakarta:
Undang-undang RI Nomor 13 tahun
1992 tentang perkeretaapian.
Departemen
Perhubungan
perusahaan Umun Kereta Api.
Download