optimasi konsentrasi “crude oil” dan sumber nitrogen pada

advertisement
PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001
Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001
OPTIMASI KONSENTRASI “CRUDE OIL” DAN SUMBER NITROGEN
PADA PRODUKSI BIOSURFAKTAN OLEH BAKTERI HIDROKARBONOKLASTIK
DARI SUMUR BANGKO
Dea Indriani Astuti 1, Pingkan Aditiawati 1 dan Retni S Budiarti 2
1
Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi ITB1
2
Alumni S2 Biologi Institut Teknologi Bandung2
Kata kunci : bakteri hidrokarbonoklastik, biodegradasi, biosurfaktan, crude oil.
ABSTRAK
Biosurfaktan memegang peranan penting dalam meningkatkan biodegradasi minyak bumi oleh mikroba. Penelitian dilakukan
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi “crude oil” dan penambahan N organik dan anorganik dalam beberapa konsentrasi terhadap
produksi biosurfaktan oleh dua isolat bakteri hidrokarbonoklastik dari sumur Bangko. Variasi konsentrasi “ crude oil” yang digunakan
adalah 1, 2, dan 3 g/150mL sedangkan jenis sumber nitrogen yang ditambahkan adalah urea dan ekstrak ragi dengan konsentrasi
masing-masing 0,01; 0,02; 0,04; 0,06; 0,1; 0,3; 0,5 g/150 mL. Penelitian dilakukan dalam kultur kocok yang berisi medium basal SMSS
(Stone Mineral Salt Solution) pada pH 6,5, jumlah inokulum 10% (10 6) sel/mL), suhu inkubasi 50oC dengan agitasi 120 rpm. Hasil
optimasi menunjukkan bahwa biosurfaktan diproduksi selama pertumbuhan baik oleh isolat B4 maupun B5. Produksi biosurfaktan oleh
isolat B4 tertinggi diperoleh pada konsentrasi “crude oil” 1 g/150 mL, yaitu sebanyak 1,83 g/L. Penambahan urea sebanyak 0,3 g/150
mL meningkatkan produksi biosurfaktan menjadi 3,15 g/L dan 0,06 g/150 mL ekstrak ragi meningkatkan produksi biosurfaktan sampai
3,56 g/L. Produksi biosurfaktan oleh isolat B5 tertinggi diperoleh pada konsentrasi “crude oil” 2 g/150 mL (1,99 g/L) dan penambahan
1 g/150 mL urea meningkatkan produksi biosurfaktan sampai 3,60 g/L, bahkan penambahan 1 g/150 mL ekstrak ragi mampu
meningkatkan konsentrasi biosurfaktan menjadi 3,9 g/L. Berdasarkan analisis kromatografi gas dengan kolom HP 5, biosurfaktan yang
dihasilkan oleh isolat B4 merupakan turunan lipid sedangkan isolat B5 menghasilkan biosurfaktan lipoprotein dan turunan lipid.
1. PENDAHULUAN
memiliki beberapa kelemahan seperti harganya mahal dan
tidak mempunyai kemampuan degradasi (Fiechter, 1992)
Pencemaran minyak bumi yang terjadi pada ekosistem
perairan selain dapat merusak lingkungan biota air di
bawahnya, dapat juga mengganggu kesehatan manusia. Bahan
pencemar tersebut sangat sulit untuk diatasi, apabila sudah
menempel pada partikel padat seperti tanah, pasir , sedimen
dan tumbuh-tumbuhan. Beberapa cara telah dilakukan untuk
menanggulangi pencemaran ini, diantaranya dengan
fotooksidasi, penguapan, dan penggunaan surfaktan kimia
(Van Dyke et al., 1991). Tetapi timbul masalah lain dari
penanggulangan tersebut, diantaranya biaya yang mahal.
Pemakaian beberapa surfaktan kimia juga dapat menyebabkan
masalah bagi lingkungan, karena sifatnya yang resisten untuk
dapat dipecah secara biologi dan sangat toksik saat
terakumulasi dalam suatu ekosistem alam (Fiechter, 1992).
Peningkatan produksi biosurfaktan memerlukan nutrisi yang
optimum. Salah satu diantaranya dikemukakan oleh Kosaric
et al. (1983) dan Cooper (1984), bahwa substrat hidrokarbon
sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi biosurfaktan
ekstraseluler, dibandingkan dengan substrat yang lainnya
seperti glukosa. Selain itu jumlah biosurfaktan yang dibentuk
dipengaruhi pula oleh jenis sumber karbon, temperatur, pH
dan aerasi (Kosaric, 1983). Menurut Rahman (1989), sumber
karbon dan nitrogen merupakan komponen yang utama salam
suatu media kultur, karena sel-sel mikroba dan berbagai
produk fermentasi sebagian besar terdiri dari unsur karbon
dan nitrogen.
Salah satu cara penanggulangan pencemaran minyak bumi
yang aman adalah dengan menggunakan biosurfaktan yang
dihasilkan oleh mikroba pendegradasi minyak bumi. Selain
dapat membantu peningkatan degradasi minyak bumi juga
tidak toksik terhadap lingkungan, sehingga keberadaan
biosurfaktan dapat menjadi alternatif pengganti senyawasenyawa surfaktan kimia pengaktif permukaan (Van Dyke et
al., 1991).
Biosurfaktan dapat dipergunakan untuk mempercepat
remediasi lingkungan yang tercemar oleh tumpahan minyak
bumi, yaitu dengan meningkatkan daya kelarutan minyak
bumi. Selanjutnya minyak bumi dedegradasi oleh sel-sel
mikroorganisme, melalui pembentukkan butiran-butiran
minyak bumi (misel) yang terdispersi dalam air (Dunvnjak et
al., 1983). Selain untuk remediasi, biosurfaktan juga dapat
dimanfaatkan dalam teknologi MEOR untuk meningkatkan
perolehan minyak bumi.Beberapa surfaktan kimia sintetik
yang sering digunakan seperti sulfonat atau lignosulfonat
IATMI 2001-60
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini dititik
beratkan pada optimasi konsentrasi unsur karbon dan nitrogen
untuk produksi biosurfaktan oleh beberapa mikroba
hidrokarbonoklastik. Selain itu juga dianalisis jenis
biosurfaktan yang dihasilkan oleh mikroba tersebut.
2. METODOLOGI
Penelitian dilakukan dengan menggunakan 2 isolat bakteri
yang telah diuji mampu memproduksi biosurfaktan. Ke-2
isolat tersebut diberi kode B4 dan B5 yang diisolasi dari salah
satu sumur minyak Bangko, Sumatera.
Medium pertumbuhan dan produksi biosurfaktan adalah
medium SMSS (Stone Mineral Sal Sollution) dengan
komposisi per L medium : 5 g CaCO3; 2,5 g NH4NO3; 1 g
Na2HPO 4.7H 2O; 0,5 g KH2PO4; 0,5 g MgSO 4.7H 2O dan 0,2 g
MnCl2.7H 2O. Medium ini diatur pada pH 6,5.
Optimasi sumber karbon dilakukan pada erlenmeyer 500 mL
berisi 150 mL medium SMSS cair. Pada setiap erlenmeyer
Optimasi Konsentrasi “Crude Oil” dan Sumber Nitrogen Pada Produksi Biosufraktan
Oleh Bakteri Hidrokarbonoklastik dari Sumur Bangko
ditambahkan “crude oil” dengan beberapa variasi konsentrasi,
yaitu 1, 2, dan 3 g/150 mL. Ke dalam tiap erlenmeyer
diinokulasikan 10% inokulum bakteri (108 sel/mL). Kultur
selanjutnya diinkubasi pada “rotary shaker incubator” 120
rpm pada suhu 50oC. Analisis yang dilakukan meliputi
penghitungan jumlah sel dengan metode cawan hitung, serta
produksi biosurfaktan dengan metode yang dikembangkan
oleh Zajic et al. (1977).
Optimasi sumber nitrogen meliputi optimasi jenis dan
konsentrasi sumber N. Jenis sumber N yang digunakan adalah
ekstrak ragi dan urea, sedangakan konsentrasi yang digunakan
adalah 0; 0,01; 0,02; 0,04; 0,06; 0,1; 0,3 dan 0,5 g/150 mL
medium. Parameter yang diamati adalah jumlah sel dan
produksi biosurfaktan.
Biosurfaktan yang dihasilkan selanjutnya dianalisis jenisnya
dengan
kormatografi
gas
Hewlett
Packard
Gas
Chromatography Mass Selection Detector, kolom HP 5, suhu
awal 1500C selama 6 menit, dinaikan setiap 4 menit sampai
250oC, dan dibiarkan pada suhu 250oC selama 5 menit. Suhu
detektor 280oC, suhu injektor 250oC, dan gas pembawa He
dengan laju 1 mL/menit.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan dari variasi penambahan konsentrasi “crude
oil” yang ditambahkan pada medium SMSS terhadap pola
pertumbuhan isolat bakteri B4 dapat dilihat pada Gambar-1.
Pada konsentrasi “crude oil” 1 g/ 150 mL, terjadi
pertumbuhan diauksik pada jam ke 24 sampai dengan jam ke
48 sebelum mencapai pertumbuhan maksimum pada jam ke
72. Hal ini disebabkan terjadinya degradasi rantai karbon
tertentu pada “crude oil”. Selanjutnya bakteri akan
mensintesis enzim baru untuk memanfaatkan rantai karbon
selanjutnya.
Bakteri B4 pada konsentrasi “crude oil” 3 g/150 mL SMSS
mencapai jumlah sel maksimum dalam waktu yang lebih
singkat (60 jam) tetapi dengan jumlah sel maksimum yang
lebih kecil (6,15 x 107) dibandingkan pertumbuhan pada
konsentrasi 1 g dan 2 g “crude oil”. Hal ini disebabkan
konsentrasi 3 g “crude oil” terlalu tinggi untuk menyokong
pertumbuhan bakteri tersebut. Konsentrasi “crude oil” yang
berlebihan untuk golongan mikroba dapat menyebabkan
penghambatan pertumbuhan (Udiharto, 1993). Kemungkinan
lain, untuk konsentrasi “crude oil” sebesar 3 g/150 mL
diperlukan jumlah inokulum yang lebih besar agar dapat
diperoleh pertumbuhan yang lebih baik. Laju pertumbuhan
untuk konsentrasi 1, 2, 3 g/150 mL SMSS secara berturutturut adalah 0,117, 0,098, dan 0,096. Berdasarkan jumlah sel
maksimum yang diperoleh serta laju pertumbuhannya,
konsentrasi 1 g “crude oil” merupakan konsentrasi yang
paling optimum untuk pertumbuhan isolat B4.
Gambar-2 memperlihatkan kurva pertumbuhan bakteri B5
pada beberpa variasi konsentrasi “crude oil”. Kurva
pertumbuhan tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan
diauksik, yang memperlihatkan bahwa bakteri B5 dapat
mendegradasi dua macam kelompok senyawa hidrokarbon.
Diperkirakan bakteri mula-mula tumbuh
dengan
menggunakan salah satu substrat, selama menggunakan
substrat pertama enzim untuk mendegradasi substrat ke-2
tidak disintesis karena menjadi sasaran represi katabolik.
Represi tersebut terhenti setelah substrat pertama habis dan
IATMI 2001-60
Dea Indriani Pingkan Aditiawati, Retni S Budiarti,
enzim kedua dapat disintesis, selanjutnya digunakan untuk
mendegradasi substrat kedua (Brock et al., 1994). Laju
pertumbuhan tertinggi isolat B5 pada medium dengan
konsentrasi “crude oil” 1 g/150 mL adalah 0,083.
Pertumbuhan bakteri B5 pada medium SMSS yang
ditambahkan "crude oil” 2 g dan 3 g hanya menunjukkan satu
fase eksponensial dengan laju pertumbuhan masing-masing
0,093 untuk konsentrasi 2 g dan 0,064 untuk konsentrasi 3 g.
Pada seluruh percobaan, bakteri B5 tidak menunjukkan
adanya fase stasioner, fase ini mungkin berlangsung beberapa
jam dari fase eksponensial akhir. Kemungkinan lain bakteri
B5 tidak memiliki kemampuan lagi untuk menguraikan sisa
senyawa hidrokarbon yang ada pada medium, sehingga
setelah hidrokarbon dengan rantai karbon tertentu habis
terurai, bakteri tersebut langsung menuju pada kematian.
Berdasarkan jumlah sel tertinggi dan laju pertumbuhan
tercepat maka konsentrasi “crude oil” 2 g/150 mL SMSS
merupakan konsentrasi yang paling optimum untuk
pertumbuhan bakteri B5.
Gambar-3&4 memperlihatkan pola produksi biosurfaktan
oleh bakteri B4 dan B5 pada beberapa variasi konsentrasi
“crude oil”. Biosurfaktan sudah mulai diproduksi oleh kedua
isolat pada 24 jam pertama masa inkubasi. Bakteri B4 dapat
menghasilkan biosurfaktan terbanyak, yaitu sebesar 1,83
g/150 mL pada konsentrasi “crude oil” 1 g/150 mL,
sedangkan biosurfaktan terbanyak dihasilkan oleh bakteri B5
pada medium dengan konsentrasi “crude oil” 2 g/150 mL,
yaitu sebesar 1,99 g/150 mL. Kurva berat surfaktan pada
Gambar-4 memperlihatkan suatu pola pembentukkan
metabolit yang telah diproduksi pada awal masa inkubasi dan
jumlahnya semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan
sel (Rehm dan Reed, 1987). Produksi biosurfaktan oleh kedua
isolat menunjukkan adanya hubungan dengan pertumbuhan.
Komposisi sumber C yang baik untuk pertumbuhan juga baik
untuk produksi biosurfaktan. Dengan demikian 1 g dan 2 g
“crude oil”/150 mL SMSS digunakan untuk optimasi sumber
N secara berturut-turut untuk isolat B4 dan B5.
Gambar-5 menunjukkan kurva pertumbuhan bakteri B4 pada
beberapa variasi penambahan sumber nitrogen urea.
Pertumbuhan terbaik diperoleh pada penambahan urea sebesar
0,3 g/150 mL, yaitu dengan jumlah sel maksimum sebanyak
6,5 x 1010 sel /mL yang diperoleh dalam waktu 48 jam dan
laju pertumbuhan 0,643. Konsentrasi nitrogen diatas 0,3 g/150
mL tidak dapat mendukung pertumbuhan dengan baik.
Konsentrasi N yang terlalu tinggi dalam suatu medium
pertumbuhan dengan hidrokarbon sebagai satu-satunya
sumber C dapat menyebabkan keracunan pada bakteri
hidrokarbonoklastik. Selain itu, pH medium juga
kemungkinan telah berubah melebihi kisaran pertumbuhan
bakteri B4.
Kurva pertumbuhan bakteri B5 pada medium dengan variasi
penambahan sumber nitrogen urea dapat dilihat pada
Gambar-6. Pertumbuhan yang terbaik diperoleh pada
penambahan urea sebanyak 0,1 g/150 mL. Pada kondisi ini sel
akan meningkat menjadi 8,55 x 1011 sel/ mL dalam waktu 84
jam dan dengan laju pertumbuhan spesifik 0,435.
Gambar-7 memperlihatkan pertumbuhan bakteri B4 dengan
sumber nitrogen ekstrak ragi. Pertumbuhan pada medium
SMSS yang ditambah ekstrak ragi memperlihatkan adanya
fase adaptasi yang berlangsung selama 6 jam. Hal ini terjadi
Optimasi Konsentrasi “Crude Oil” dan Sumber Nitrogen Pada Produksi Biosufraktan
Oleh Bakteri Hidrokarbonoklastik dari Sumur Bangko
karena inokulum yang digunakan belum teradaptasi pada
sumber nitrogen ekstrak ragi. Pada kurva pertumbuhan juga
terlihat bahwa secara umum isolat B4 mengalami
pertumbuhan diauksik, yang mengindikasikan adanya
pemanfaatan dua macam sumber C. Konsentrasi ekstrak ragi
yang dapat menghasilkan jumlah sel maksimum tertinggi
adalah 0,06 g/150 mL. Jumlah sel maksimum sebesar 5 x 1012
sel/mL ini dicapai pada jam ke 84 dengan laju pertumbuhan
spesifik sebesar 0,253. Laju pertumbuhan spesifik tertinggi
terjadi pada konsentrasi ekstrak ragi sebesar 0,1 g/150 mL dan
terus menurun pada konsentrasi 0,3 dan 0,5 g/150 mL. Hal ini
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak ragi yang lebih dari
0,3 g/150 mL sudah tidak dapat mendukung pertumbuhan
bakteri B4.
Gambar-8 menunjukkan kurva pertumbuhan bakteri B5 pada
medium SMSS yang diberi variasi penambahan ekstrak ragi.
Pertumbuhan diauksik juga terjadi pada isolat B5 yang
ditumbuhkan pada medium yang diberi ekstrak ragi.
Penambahan ekstrak ragi sebanyak 0,1 g memberikan hasil
pertumbuhan yang terbaik, yaitu 4,3 x 1013 sel/ mL dalam
waktu 84 jam dengan laju pertumbuhan spesifik 0,415.
Pola produksi biosurfaktan oleh bakteri B4 dan B5 dalam
variasi penambahan urea dapat dilihat pada Gambar-9&10.
Biosurfaktan terbanyak (3,15 g/150 mL) diperoleh isolat B4
pada perlakuan penambahan 0,3 g urea. Bakteri B5 mampu
memproduksi biosurfaktan sebanyak 3,6 g/150 mL pada
konsentrasi urea sebesar 0,1 g/ 150 mL. Secara umum
biosurfaktan dihasilkan mulai awal inkubasi sampai akhir
inkubasi jam ke 144 yang merupakan fase penurunan
pertumbuhan.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wagner (1965 dalam Zajic, 1965) bahwa Rhodococcus
erythropolis DSM 43215 yang ditumbuhkan pada n-alkana
akan mensintesis lipid-lipid trehalosa bersamaan dengan
pertumbuhan, kemudian terjadi degradasi lipid tersebut
selama stasioner. Menurut Rivierre (1954, dalam Zajic, 1965)
biosurfaktan maksimumnya terbentuk pada akhir fase
eksponensial, yaitu pada saat sumber nitrogen telah
berkurang. Kenaikan perolehan biosurfaktan pada akhir fase
stasioner mungkin disebabkan oleh penambahan biosurfaktan
intraseluler akibat lisisnya dinding sel bakteri. Terlepasnya
biosurfaktan yang terikat pada dinding sel bakteri juga
diakibatkan oleh kondisi fisik seperti kecepatan putaran saat
agitasi, suhu, dan sebagainya (Kosaric, 1983).
Pola pembentukan biosurfaktan yang sama dengan pola pada
perlakuan urea terjadi pada variasi penambahan ekstrak ragi.
Penambahan ekstrak ragi dapat meningkatkan produksi
biosurfaktan. Hal ini disebabkan ekstrak ragi selain berperan
sebagai sumber nitrogen juga dapat digunakan sebagai sumber
karbon sehingga dapat memacu pertumbuhan sel. Gambar-11
dan 12 menunjukkan bahwa bakteri B5 pada konsentrasi
ekstrak ragi sebesar 0,1 g/150 mL mampu menghasilkan
biosurfaktan sebesar 3,91 g L lebih tinggi dibandingkan
dengan bakteri B4, sebesar 3,49 g/L. Penambahan ekstrak ragi
diatas 0,3 g/150 mL SMSS tidak dapat meningkatkan
perolehan biosurfaktan. Kal ini terjadi karena bakteri sudah
tidak memiliki kemampuan untuk menguraikan senyawa
karbon yang ada dalam medium. Sementara senyawa yang
ada dalam ekstrak ragi sudah habis dan N yang ada dalam
ekstrak ragi sebagian besar dalam bentuk nitrogen ammonium
IATMI 2001-60
Dea Indriani Pingkan Aditiawati, Retni S Budiarti,
yang tidak digunakan untuk
(Duvnjak, 1983).
membentuk
biosurfaktan
Berdasarkan hasil kromatografi gas, bakteri B4 dengan
penambahan urea mampu menghasilkan biosurfaktan turunan
lipid, diantaranya asam lemak trans fenesol. Bakteri B5
dengan penambahan ekstrak ragi mampu menghasilkan
biosurfaktan campuran lipid berupa lipoprotein diantaranya
valine, N-(N(1-adamantylkarbonil-L).
4. KESIMPULAN
Bakteri B4 dan B5 mampu menghasilkan biosurfaktan selama
pertumbuhan di dalam medim SMSS dengan penambahan
“crude oil” dan sumber N (urea dan ekstrak ragi).
Berdasarkan analisis kromatografi gas, biosurfaktan yang
dihasilkan merupakan turunan lipid, sedangkan bakteri B5
menghasilkan biosurfaktan turunan lipid dan liporotein yang
merupakan golongan lipid campuran.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, melalui
proyek PGSM 1997/1998 atas bantuan biaya penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brock, T.D., Madigan, M.T., Martinko, J.M. and Parker,
J. (1994) Biology of microorganism, Prentice Hall, New
Jersey, 61-64.
2. Cooper, D.D.G and Paddock, D.A. (1984) Production of a
biosurfactans from Torulopsis bombicola, Appl. Env.
Microbiol. 47, 173-176.
3. Duvnjak, Z., Cooper, Cooper, D.G, dan Kosaric, N.
(1983)
Effect of nitrogen sources on surfactans
production by Arthobacter paraffineus ATCC 19558
dalam Microbial Enhanced Oil Recovery. Zajic, J. E.
Penn Well Books Tulsa, Oklahoma, 66-71.
4. Fiechter, A (1992) Biosurfactans : moving towards
industrial aplication. Tibtech, 10, 208-216.
5. Kosaric, N., Neil, C.C. Gray and Cairns, W.L. (1983)
Microbial emulsifiers and de-emulsifiers dalam H.J.
Rehm and G. Reed, Biotechnology, vol 3 Verlag Chemie.
6. Rachman, A. (1989) Pengantar Teknologi Fermentasi,
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.
7. Rehm, H.J. and Reed, G. (1987) Secondary metabolism,
Biotecnol. 4, 25-27.
8. Udiharto
(1993)
Pengaruh
aktivitas
Bacillus
stearothermophilus terhadap tegangan permukaan crude
oil, Lembaran Publikasi LEMIGAS, Jakarta.
9. Van Dyke et al., (1991) Application of microbial
surfactans, Biotech. Adv., 9, 241-252.
10. Zajic, J.E., Guignard, H., and Gerson, F.D. (1977)
Emulsifying and surface active agents from
Corynebacterium hydrocarbonclatus. Biotech. and
Bioeng. 19, 1285-1301.
Dea Indriani Pingkan Aditiawati, Retni S Budiarti,
berat biosurfaktan (g/L)
log jumlah sel/mL
Optimasi Konsentrasi “Crude Oil” dan Sumber Nitrogen Pada Produksi Biosufraktan
Oleh Bakteri Hidrokarbonoklastik dari Sumur Bangko
10
8
6
4
0
24
48
72
96
2
1,5
1
0,5
0
120
0
24
48
Waktu (jam)
1g
2g
3g
1g
8
6
0
72
144
96
120
2g
3g
14
12
10
8
6
4
4
48
120
Gambar-4
Kurva berat biosurfaktan yang dihasilkan oleh bakteri B5
dalam berbagai konsentrasi “crude oil” (g/150 mL SMSS)
log jumlah sel/mL
log jumlah sel/mL
10
24
96
Waktu (jam)
Gambar-1
Kurva pertumbuhan isolat bakteri B4 dalam berbagai
konsentrasi “crude oil” (g/150 mL SMSS)
0
72
24
48
144
72
96
Waktu (jam)
Waktu (jam)
1g
2g
3g
2
1,5
1
0,5
0
0
24
48
72
96
120
144
0,01 g
0,02 g
0,04 g
0,06 g
0,1 g
0,3 g
0,5 g
Gambar-5
Kurva pertumbuhan isolat bakteri B4 dalam berbagai
konsentrasi urea (g/150 mL SMSS)
log jumlah sel/mL
berat biosurfaktan (g/L)
Gambar-2
Kurva pertumbuhan isolat bakteri B5 dalam berbagai
konsentrasi “crude oil” (g/150 mL SMSS)
basal
14
12
10
8
6
4
0
2g
3g
Gambar 3
Kurva berat biosurfaktan yang dihasilkan oleh bakteri B4
dalam berbagai konsentrasi “crude oil” (g/150 mL SMSS)
IATMI 2001-60
48
72
96
120
144
Waktu (jam)
Waktu (jam)
1g
24
basal
0,01 g
0,02 g
0,04 g
0,06 g
0,1 g
0,3 g
0,5 g
Gambar-6
Kurva pertumbuhan isolat bakteri B5 dalam berbagai
konsentrasi urea (g/150 mL SMSS)
14
12
10
8
6
4
0
24
48
72
96
120
144
168
Dea Indriani Pingkan Aditiawati, Retni S Budiarti,
berat biosurfaktan (g/L)
log jumlah sel/mL
Optimasi Konsentrasi “Crude Oil” dan Sumber Nitrogen Pada Produksi Biosufraktan
Oleh Bakteri Hidrokarbonoklastik dari Sumur Bangko
4
3
2
1
0
0
24
48
Waktu (jam)
120
144
basal
0,01 g
0,02 g
0,04 g
basal
0,01 g
0,02 g
0,04 g
0,06 g
0,1 g
0,3 g
0,5 g
0,06 g
0,1 g
0,3 g
0,5 g
Gambar-10
Kurva berat biosurfaktan yang dihasilkan oleh bakteri B5
dalam berbagai konsentrasi urea (g/150 mL SMSS)
berat biosurfaktan
(g/L)
14
12
10
8
6
4
0
24
48
72
96
120
144
168
4
3
2
1
0
0
24
48
Waktu (jam)
72
96
120
144
Waktu (jam)
basal
0,01 g
0,02 g
0,04 g
basal
0,01 g
0,02 g
0,04 g
0,06 g
0,1 g
0,3 g
0,5 g
0,06 g
0,1 g
0,3 g
0,5 g
Gambar-11
Kurva berat biosurfaktan yang dihasilkan oleh bakteri B4
dalam berbagai konsentrasi ekstrak ragi (g/150 mL SMSS)
berat biosurfaktan (g/L)
Gambar -8
Kurva pertumbuhan isolat bakteri B5 dalam berbagai
konsentrasi ekstrak ragi (g/150 mL SMSS)
berat biosurfaktan
(g/L)
96
Waktu (jam)
Gambar -7
Kurva pertumbuhan isolat bakteri B4 dalam berbagai
konsentrasi ekstrak ragi (g/150 mL SMSS)
log jumlah sel/mL
72
4
3
2
1
0
0
24
48
72
96
120
4
3
2
1
0
0
24
48
72
96
120
144
144
Waktu (jam)
Waktu (jam)
basal
0,01 g
0,02 g
0,04 g
0,06 g
0,1 g
0,3 g
0,5 g
Gambar -9
Kurva berat biosurfaktan yang dihasilkan oleh bakteri B4
dalam berbagai konsentrasi urea (g/150 mL SMSS)
IATMI 2001-60
basal
0,01 g
0,02 g
0,04 g
0,06 g
0,1 g
0,3 g
0,5 g
Gambar-12
Kurva berat biosurfaktan yang dihasilkan oleh bakteri B5
dalam berbagai konsentrasi ekstrak ragi (g/150 mL SMSS)
Download