3_ BAB IIx

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1
Sungai
Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran
air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta
sepanjang pengalirannya oleh garis sepadan. Sedangkan wilayah sungai yang
dimaksud adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan
satu atau lebih daerah pengaliran sungai (M. Umron dan Ishak, 2008:44).
Tetapi pada jaman sekarang ini fungsi sungai yaitu sebagai sumber air
yang merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serbaguna
bagi kehidupan dan penghidupan manusia (M.Umron dan Ishak dalam PP nomor
35 tahun 1991 pasal 17, 2008:44) tidak lagi menjadi kebutuhan pokok bagi
masyarakat
yang berada disekitarnya tetapi
digunakan sebagai tempat
pembuangan limbah bagi industri-industri manufaktur. Hal ini sangatlah bertolak
belakang dengan apa yang sudah diatur oleh pemerintah yaitu sebagai
penghidupan manusia.
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi dan atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi
lagi sesuai dengan peruntukannya (menurut PP Nomor 20 Tahun 1990). Adapun
penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut :
9
10
1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.
2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku minum.
3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan.
4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha
di perkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air (Purba, 2009:15)
Menurut Wardhana (2004), mengatakan bahwa dalam menilai adanya
suatu pencemaran air dapat dilakukan melihat beberapa indikator fisik dari air
yang telah tercemar yaitu :
1. Adanya perubahan suhu air.
2. Adanya perubahan pH.
3. Adanya perubahan warna, bau dan rasa.
4. Timbulnya endapan, koloidal dan bahan terlarut. (dalam Djunaidi: 2008)
2.1.2
Sifat umum air
Air memiliki sifat umum fisika juga sifat kimia yaitu :
1. Sifat fisika air
a. Titik beku 0ºC
b. Masa jenis es (0ºC) 0,92 g/cm3
c. Masa jenis air (0ºC) 1,00 g/cm3
d. Panas lebur 80 kal/g
e. Titik didih 100ºC
f. Panas penguapan 540 kal/g
11
2. Sifat kimia air
a. Air dapat terurai oleh pengaruh arus listrik
b. Air merupakan pelarut yang baik
c. Air dapat bereaksi dengan basa kuat ataupun dengan asam kuat
d. Air bereaksi dengan berbagai substansi (Gabriel dalam Purba, 2009:15-16)
2.1.3
Baku Mutu Air
Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan
parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan perundangundangan yang berlaku. Sedangkan status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air
yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam
waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan
(KepMen Lingkungan Hidup nomor 115 tahun 2003).
Tabel 2.1
Baku Mutu Limbah Cair Untuk Kegiatan Industri
Baku Mutu Limbah Cair
No
Parameter
Satuan
Teknik Pengujian
Gol. I
Gol. II
FISIKA
1.
Temperatur
ºC
38
40
Temperatur
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
KIMIA
pH
Cadmium (Cd)
Raksa (Hg)
Timbal (Pb)
Arsen (As)
Sianida (CN)
BOD
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
6,0-9,0
0,05
0,002
0,1
0,1
0,05
50
6,0-9,0
0,1
0,005
1
0,5
0,5
150
8.
COD
mg/l
100
300
pH meter
AAS
AAS
AAS
AAS
Destilasi
Titrimetri
Reflux
Kalium
Dikromat
12
2.1.4
Dampak Pencemaran Logam Berat
Dalam kemajuan teknologi dan industri pada masa sekarang ini yang
dimanfaatkan oleh manusia menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Bahkan
bukan hanya penurunan lingkungan tapi dari kegiatan manusia di bidang industri
tersebut dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup dimuka bumi karena
dalam pemanfaatan sumber daya dengan menggunakan kemajuan teknologi yang
ada menggunakan berbagai macam bahan kimia dan logam berat dalam proses
tersebut.
Larutan kimia yang digunakan, logam-logam berat yang terkandunga
dalam suatu bahan galian jika di tambang tetapi tidak dimanfaatkan dengan sebaik
mungkin dan dibuang langsung ke lingkungan (badan air) maka akan
terakumulasi di lingkungan dan dapat mencemarkan lingkungan dan hal ini
sangatlah membahayakan makhluk hidup yang memanfaatkan lingkungan sebagai
kebutuhan hidupnya.
2.1.5
Pengertian Sianida
Sianida merupakan kelompok senyawa anorganik dan organik dengan siano
(CN-) sebagai struktur utama. Sianida tersebar luas di perairan dan berada dalam
bentuk ion sianida (CN-), hidrogen sianida (HCN-), dan metalosianida. Keberadaan
sianida sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, oksigen terlarut, salinitas dan keberadaan
ion lain. Sianida dalam bentuk ion mudah terserap oleh bahan-bahan yang tersuspensi
maupun oleh sedimen dasar. Sianida bersifat sangat reaktif. Sianida bebas
menunjukkan adanya kadar HCN dan CN- (Sihombing, 2007: 45).
Sianida merupakan konstituen anorganik limbah B3 yang sangat utama.
Diantara senyawa sianida anorganik berbahaya (menurut Environmental
13
Protection Agency) adalah hidrogen sianida, asam hidrosianat, serta sianida dari
barium, kalsium, nikel, kalium, perak, natrium, dan seng. Sianida mengalami
disosiasi dalam persamaan reaksi (Sugeng Purnomo, 2011: 309) :
KCN + H2O
H+ + K+ HCN
CN- + H+
Sianida yang terdapat diperairan terutama yang berasal dari limbah
industri sehingga sianida dapat menghambat pertukaran oksigen pada makhluk
hidup. Sianida dalam bentuk ion mudah terserap oleh bahan-bahan yang
tersuspensi maupun oleh sedimen dasar. Sianida bersifat sangat reaktif. Sianida
bebas menunjukkan adanya kadar HCN dan CN-. Pada pH yang lebih kecil dari 8,
sianida berada dalam bentuk HCN yang dianggap lebih toksik bagi organisme
akuatik daripada CN-. Sianida berdampak negatif terhadap makhluk hidup, yakni
mengganggu fungsi hati, pernapasan dan menyebabkan kerusakan tulang (Purba,
2009: 14).
Sianida yang terdapat di perairan terutama berasal dari limbah industri,
misalnya industry pelapisan logam, pertambangan emas, pertambangan perak,
industri pupuk, dan industri besi baja. Kadar sianida yang digunakan dalam
pertambangan emas dan perak dapat mencapai 250 mg/liter Sianida bersifat
mudah mengurai dan mudah berikatan dengan ion logam, misalnya tembaga dan
besi. Sianida merupakan senyawa kimia yang toksik dan memiliki beragam
kegunaan, termasuk sintesis senyawa kimia, analisis laboratorium, dan pembuatan
logam (Libertus, 2008: 24).
Senyawa adalah senyawa sian (CN) yang sudah lama terkenal sebagai
racun. Di dalam tubuh akan menghambat pernapasan jaringan, sehingga terjadi
14
asfiksia, orang merasa tercekik dan cepat diikuti kematian. Keracunan kronis
menimbulkan malaise dam iritasi. Sianida ini didapatkan secara alamiah di
berbagai tumbuhan. Apabila ada di dalam air minum, maka untuk menghilangkan
diperlukan pengolahan khusus. Selain itu, hidrocyanida juga mudah terbakar (Juli
Soemirat, 2011: 136-137).
Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau.
dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl)
atau berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida
(KCN) (Utama, 2006). Hidrogen sianida merupakan gas yang mudah dihasilkan
dengan mencampur asam dengan garam sianida dan sering digunakan dalam
pembakaran plastik, wool, dan produk natural dan sintetik lainnya. Keracunan
hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan secara sengaja
dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan
pembunuhan ataupun bunuh diri (Libertus, 2008: 24-25).
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah
digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Efek dari sianida ini sangat cepat dan
dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit. Bentuk bentuk sianida bisa berupa :
1. Inorganic cyanide : Hidrogen Sianida (HCN).
2. Cyanide salts (garam sianida) : Potasium Sianida (KCN), Sodium
Sianida(NaCN), Calcium Sianida (Ca(CN)2.
15
3. Metal cyanide (logam sianida) : Potasium Silver Cyanide (C2AgN2K), Gold(I)
Cyanide (AuCN), Mercury Cyanide (Hg(CN)2), Zinc Cyanide (Zn(CN)2, Lead
Cyanide (Pb(CN)2
4. Metal cyanide salts : Sodium Cyanourite.
5. Cyanogens halides : Cyanogen Klorida (CClN), Cyanogen Bromide (CBrN)
6. Cyanogens : Cyanogen (CN)2
7. Aliphatic nitriles : Acetonitrile (C2H3N), Acrylonitrile (C3H3N), Butyronitrile
(C4H7N), Propionitrile (C3H5N)
8. Cyanogens glycosides : Amygdalin (C20H27NO11), Linamarin (C10H17NO6).
(Sugeng Purnomo, 2011: 309)
Sianida bisa berupa gas berwarna seperti hydrogen cyanide (HCN) atau
cyanogen chloride (CNCl), dapat juga berbentuk kristal seperti sodium cyanide
(NaCN) or potassium cyanide (KCN). Kadang - kadang sianida berbau seperti
“bitter almond”, tapi sianida tidak selalu berbau, dan tidak semua orang yang bias
mendeteksi bau sianida.
Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok cyNo C
dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN- dapat
ditemukan dalam bentuk senyawa. Beberapa dalah gas, dan lainnya adalah padat
atau cair, setiap senyawa tersebut dapat melepaskan anion CN- yang sangat
beracun. Sianida dapat berbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia dan
memiliki sifat racun yang sangat kuat dan bekerja dengan cepat. Contohnya
adalah HCN (hydrogen sianida) KCN ( kalium sianida) (Margreth, 2009: 15).
16
Sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan
serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida merupakan
racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna, yaitu
hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau berbentuk kristal
seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN). Racun ini
menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh
adalah jantung dan otak. (Libertus, 2008: 2).
Banyak sianida di tanah atau di air berasal dari proses industri. Sumber
terbesarnya yaitu aliran buangan dari proses pertambangan logam, industry kimia
organik, pabrik besi dan baja, serta pengolahan air limbah publik. Sebagian kecil
sianida ditemukan pada hujan yang membawa garam-garam sianida yang terdapat
di jalan (Purba, 2009: 16).
Sianida umumnya ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan unsur
kimia organik maupun anorganik lain membentuk suatu senyawa. Contoh yang paling
sering ditemukan antara lain hidrogen sianida, sodium sianida dan potassium sianida.
Hidrogen sianida berbentuk gas, tak berwarna, berbau khas dan mudah sekali
menguap. Potassium sianida dan sodium sianida berbentuk padat, serbuk Kristal
berwarna putih dan larut dalam air (Sihombing, 2007: 46).
Kebanyakan dari bahan pencemar anorganik yang penting terdapat sebagai
unsur-unsur renik. Sianida CN- merupakan salah satu bahan pencemar anorganik
yang paling penting. Dalam air sianida terdapat sebagai HCN, suatu asam lemak
dengan pKg = 6 x 10-10. Ion sianida mempunyai afinitas terhadap banyak ion
logam, misalnya berbentuk ferrosinida yang relatif kurang beracun, Fe (CN)64-,
17
HCN merupakan gas yang mudah menguap dan sangat beracun (Achmad, 2004:
101).
Sianida banyak digunakan secara luas dalam industry, terutama untuk
pembersih logam dan pengelasan listri. Gas ini merupaka salah satu gas utama
efluen pencemar dari dapur-dapur gas dan oven-oven batu bara. Sianida di
gunakan pula dalam prosesing mineral-mineral tertentu, seperti dalam pencucian
bijih emas (Achmad, 2004: 102).
Bahan pencemar anorganik lainnya adalah ammonia, karbondioksida,
hydrogen, sulfida, nitrit dan sulfit. Kehadiran senyawa nitrogen dalam bentuk
ammonia yang cukup banyak memberikan masalah yang cukup besar terhadap
kualitas air (Achmad, 2004: 102).
Upaya yang biasa dilakukan oleh pihak industri terhadap limbah sianida
antara lain metode kimiawi dan metode fisik (penampungan). Proses detoksifikasi
sianida secara kimiawi dapat menimbulkan persenyawaan kimia yang menghasilkan
senyawa kimia baru yang bisa jadi bersifat toksik atau tidak dapat didegradasi secara
biologis. Metode penampungan limbah yang mengandung sianida di sebuah
penampungan (semacam danau buatan) juga relatif tidak efisien karena memerlukan
waktu yang relatif lama dan tentu saja akan merusak lingkungan (Sihombing, 2007:
45).
Selain logam berat yang digunakan oleh penambang dalam hal ini Merkuri
(Hg) senyawa B3 juga digunakan oleh para penambang yaitu Sianida (CN).
Senyawa ini digunakan oleh para penambang untuk mendapatkan hasil yang
berupa emas yang berasal dari lumpur. Proses dalam menghasilkan emas yaitu :
1. Mengumpulkan ampas (lumpur) ke dalam mixer (penggilingan).
18
2. Kemudian hasil dari mixer dialirkan ke tong.
3. Dari hasil mixer tersebut, tunggu hingga menjadi 50 karung kemudian
dimasukkan kapur.
4. Jika sudah mencapai setengah tong dicampurkan costic sebanyak 3 Kg
5. Kemudian tambah lagi ampas hingga mencapai 100 karung,
6. Setelah itu tambahkan lagi kapur sebanyak 1 karung, diukur pH mencapai
12,5.
7. Kemudian diamkan selama 2 jam.
8. Setelah itu mencampurkan CN sebanyak 7 Kg.
9. Setelah 5 jam masukkan lagi karbon sebanyak 1,5 karung.
10. Selanjutnya 36 jam kemudian di campurkan CN sebanyak 1 Kg.
11. Jika sudah 4 jam berlalu dikuras airnya untuk proses pengambilan karbon
yang menangkap kandungan emas (pemisahan).
12. Kemudian dilakukan proses pembakaran karbon sampai hancur (terbakar
seluruhnya).
13. Hasil dari karbon yang sudah hancur dicampur costic sebanyak 1 Kg dan
minyak tanah secukupnya. Diletakkan di cana untuk proses peleburan hingga
menghasilkan emas.
2.1.6
Sifat Fisika dan Kimia Sianida.
Natrium sianida dan kalium sianida berbentuk bubuk putih dengan bau
yang menyerupai almond. Adanya hidrolisis dari KCN dan NaCN, HCN dapat
terbentuk dengan reaksi sebagai berikut:
NaCN + H2O → HCN + NaOH
19
KCN + H2O → HCN + KOH
Natrium sianida dengan rumus kimia NaCN, merupakan padatan
berbentuk kristal yang bersifat racun, dengan titik leleh dan titik didih masingmasing 5630oC dan 1490oC. Daya uap 1.1 x 106 mg/m3 pada 25 ° C 2.6 x 106
mg/m3 pada 12.9 ° C.
Daya larut dalam air dan dalam bahan pelarut yang lain komplit pada suhu
250 ° C. Dapat dicampur sempurna pada bahan pelarut organik lainnya 6.9 g/100
mL pada 20 ° C. Bisa dicampur dengan bahan organik lainnya tapi campurannya
tidak stabil. Dekontaminasi pada kulit bila terkena Dengan air atau dengan air
sabun.
2.1.7
Gejala Keracunan Sianida
Sianida dianggap sebagai pencemar (polutan) karena sifatnya yang toksik
(beracun) bagi makhluk hidup yang rendah untuk waktu yang cukup lama antara lain
dapat menyebabkan gangguan pernapasan (sulit bernapas), sakit kepala dan
pembesaran kelenjar tyroid, sedangkan kontak pada konsentrasi tinggi dengan waktu
yang singkat dapat menyebabkan gangguan pada otak, jaringan syaraf bahkan dapat
menyebabkan koma dan kematian (Sihombing, 2007: 45).
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang
timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung
dari;
1. Dosis sianida
2. Banyaknya paparan
3. Jenis paparan
4. Tipe komponen dari sianida (Septia Dewi, dkk, 2011: 7).
20
Gejala yang paling cepat muncul setelah keracunan sianida adalah iritasi
pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala
dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida
adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang
diikuti dengan dyspnea, sianosis (kebiruan), hipotensi, bradikardi, dan sinus atau
aritmea AV nodus. Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan
berlebihan,
koma,
dan
terjadi
kejang,
nafas
tersengal-sengal,
kolaps
kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi
lemah dan lebih cepat. Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi,
aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Libertus,
2008: 2)
Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil
maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan
melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila
jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak
akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya
dengan vitamin B12 (Libertus, 2008: 2).
Keracunan sianida dan beberapa bahan seperti merkuri, arsen, talium,
karbamat, organofosfat, karbon mono-oksida, dapat menyebabkan abnormalitas
warna kulit, kelembaban / kebasahan berlebih ataupun sebaliknya kekeringan
kulit. Warna kulit kebiruan karena defisiensi oksigen dalam darah (gejala sianotik)
dapat menjadi bukti keracunan sianida, karbon mono-oksida atau nitrit.
Sedangkan efek fisiologis sianida berupa peningkatan ataupun penurunan laju
21
pernafasan, sama halnya dengan pemaparan karbon mono-oksida (Sugeng
Purnomo, 2011: 309).
Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk
tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh
mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak.
Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah,
sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam
jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung
melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban
meninggal (Libertus, 2008: 25).
Setelah terpejan sianida, gejala yang paling cepat muncul adalah iritasi
pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala
dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida
adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang
diikuti dengan dyspnoea, sianosis, hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea
AV nodus. Onset yang terjadi secara tiba-tiba dari efek toksik yang pendek setelah
pemaparan sianida merupakan tanda awal dari keracunan sianida. Symptomnya
termasuk sakit kepala, mual, dyspnea, dan kebingungan. Syncope, koma, respirasi
agonal, dan gangguan kardiovaskular terjadi dengan cepat setelah pemaparan
yang berat (Libertus, 2008: 27-28).
Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma,
dan terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit
menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat.
22
Tanda terakhr dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal
jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Libertus, 2008: 28).
Warna merah terang pada kulit atau tidak terjadinya sianosis, jarang terjadi
dalam keracunan sianida. Secara teoritis tanda ini dapat dijelaskan dengan adanya
kandungan yang tinggi dari oksihemoglobin, dalam venus return, tetapi dalam
keracunan berat, gagal jantung dapat dicegah. Kadang-kadang sianosis dapat
dikenali apabila pasien memiliki bintik merah muda terang (Libertus, 2008: 28).
2.1.8
Efek Terhadap Kesehatan
Efek sianida terhadap kesehatan yaitu :
1. Inhalasi
Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen
seperti plastik akan melepaskan sianida. Rokok juga mengandung sianida,
pada perokok pasif dapat ditemukan sekitar 0.06µg/mL sianida dalam
darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 µg/mL sianida
dalam darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru, gejala
keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Ambang batas
g/ml tetapi angkaminimal hydrogen sianida di udara adalah 0,02-0,20 ini
belum dapat memastikan konsentrasi sianida yang berbahaya bagi orang
disekitarnya. Selain itu, gangguan dari saraf-saraf sensoris pernafasan juga
sangat terganggu. Berat jenis hidrogen sianida lebih ringan dari udara
sehingga lebih cepat terbang ke angkasa. Anak-anak yang terpapar hidrogen
sianida dengan tingkat yang sama pada orang dewasa akan terpapar hidrogen
sianida yang jauh lebih tinggi
23
2. Mata dan Kulit
Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit.
Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit.
Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan
sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan luka bakar.
3. Saluran Pencernaan (ingested)
Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah
masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang
korban untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan
dalam saluran pencernaan (Dewi, dkk, 2011: 10).
2.1.9
Kondisi Pemejaan Sianida
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan kondisi pemejanan sianida antara
lain:
1. Jenis pemejanan : akut dan kronis
2. Jalur pemejanan : inhalasi, mata, dan saluran pencernaan
3. Lama, kekerapan : akut atau berulang
4. Takaran atau dosis:
a) Dosis letal dari sianida adalah : asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000
mg.min/m3, dan untuk sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3.
b) Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm)
dapat
berakibat
fatal.
Tingkat
udara
yang
diperkirakan
dapat
membahyakan hidup atau kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang
24
direkomendasikan pada daerah kerja adalah 4.7 ppm (5 mg/m3 untuk
garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi melalui kulit.
c) Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium
sianida dapat berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi
melalui kulit.
d) Keracunan sianida akut biasanya jarang terjadi dengan infusi nitroprusida
(pada kecepatan infuse yang normal) atau setelah ingesti dari amigdalin.
5. Saat pemejanan : makanan, rokok, lingkungan industri, bunuh diri,
kesengajaan. ( Libertus, 2008: 25-26).
2.1.10 Mekanisme Efek Toksik
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat
dehidrognase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan
lain sebagainya. Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom
oksidase, metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya
dalam rantai transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme
glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada
penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan
menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport
elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada
ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan
oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi
dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan
academia.
25
Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada; berikatan dengan
sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob.
Sianida yang tidak berikatan akan akan didetoksifikasi melalui metabolism
menjadi tiosianat yang merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan
diekskresikan melalui urin. Hiperlaktamia terjadi pada keracunan sianida karena
kegagalan metabolisme energi aerob. Selama kondisi aerob, ketika rantai transport
elektron berfungsi, laktat diubah menjadi piruvat oleh laktat dehidrogenase
mitokondria. Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus hidrogen yang akan
mereduksi nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) menjadi NADH. Piruvat
kemudian masuk dalam siklus asam trikarboksilat dengan menghasilkan ATP.
Ketika sitokrom a3 dalam rantai transport elektron dihambat oleh sianida, terdapat
kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH, menunjukkan reaksi balik, sebagai
contoh : piruvat dirubah menjadi laktat (Libertus, 2008: 26-27).
2.1.11 Diagnosis Sianida
Diagnosis dilakukan berdasarkan pada riwayat pemaparan atau tampaknya
gejala dan tanda keracunan. Asidosis laktat parah biasanya terjadi dengan
pemaparan yang signifikan. Tingkat saturasi oksigen vena dapat memperlihatkan
penghambatan konsumsi oksigen selular. Cara klasik dengan mengenali bau
kacang almond boleh digunakan ataupun tidak, karena vairiasi genetik dalam
kemampuan untuk mengenali baunya (Libertus, 2008: 29).
26
2.2 Kerangka Berfikir
2.1.1
Kerangka Teori
Air Sungai
Kegiatan
Pertambangan
Penggunaan
Sianida (CN)
Pencemaran Air
Sungai
Inhalasi
Mata dan Kulit
Saluran
Pencernaan
Penurunan
Kualitas Kimia
Air Sungai
Pemeriksaan
Kulitas Kimia
(CN) Dengan
Metode Ion
Selektif Meter
27
2.1.2
Kerangka Konsep
≤ Baku Mutu
(0,5 Mg/L)
Air Sungai di hulu
Air Sungai di tengah
Air Sungai di hilir
Kadar Sianida
(CN)
> Baku Mutu
(0,5 Mg/L)
Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa peneliti
melakukan penelitian di Sungai Tombulilato dibagian hulu, tengah dan hilir
sungai. Dengan melakukan penelitian ini peneliti memeriksa air sungai terdapat
kadar sianida (CN) atau tidak. Apabila air Sungai Tombulilato ditiga titiki tersebut
mengandung Sianida (CN), maka dilihat telah melebihi batas toleransi atau tidak
melebihi batas toleransi dimana batas toleransi menurut Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 202 Tahun 2004 yaitu > 0,5 Mg/L.
Download