KONTRIBUSI ORGANISASI SOSIAL dalam PEMBANGUNAN

advertisement
Gunawan
Muhtar
KONTRIBUSI ORGANISASI SOSIAL
dalam
PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Editor
Abu Hanifah
KEMENTERIAN SOSIAL RI
BADAN PENDIDIKAN DAN PENELITIAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Gunawan, Muhtar
Kontribusi Organisosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial,- P3KS Press
-----Jakarta 2010
vii + 93 halaman, 14.8 x 21cm
ISBN 978 - 979 - 3579 - 57 - 3
Editor
: Abu Hanifah
Penulis
: 1. Gunawan
2. Muhtar
Tata letak
: Ch. Umam
Perwajahan
: Gunawan
Cetakan I
: Tahun 2010
Penerbit
: P3KS Press (Anggota IKAPI)
Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang III , Jakarta - Timur
Sanksi Pelanggaran Pasal 44 :
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu atau memberi izin untuk
itu, dipidana dengan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus
juta rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
KATA PENGANTAR
Secara prinsip, terdapat tiga pilar dalam proses pembangunan, yakni:
state, private sector, dan civil society. Indonesia, saat ini, dimana demokrasi
telah menjadi pilihan bersama dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan/
kenegaraan sebagai koreksi atas sistem pada era sebelumnya, maka civil
society (lembaga pelayanan kemanusiaan/Organisasi Sosial) mempunyai
porsi yang sama besar dengan dua pilar lainnya.
Kenyataan menunjukkan, permasalahan sosial menonjol di Indonesia
sebagai negara berkembang adalah kemiskinan penduduk. Kondisi empirik itu
berimplikasi pada tingginya masalah keterlantaran (anak, lanjut usia),
kecacatan, dan ketunaan, sebagai masalah konvensional, disamping masalah
kontemporer seperti perdagangan manusia, tindak kekerasan, penyalahgunaan
narkoba, HIV/AIDS, bencana (alam, sosial) dan lainnya.
Disadari, bahwa kemampuan pemerintah relatif terbatas dalam menangani
permasalahan (kesejahteraan) sosial yang semakin kompoleks, sejalan
dengan dinamika masyarakat Indonesia saat ini. Dalam kondisi demikian,
civil society (lembaga pelayanan kemanusiaan/Organisasi Sosial) mempunyai
peran yang sama besar dengan peran pemerintah. Namun demikian, untuk
berperan yang sama besar dengan pemerintah tersebut, Organisasi Sosial,
(masih) dalam kondisi keterbatasan, setidaknya terkait sarana-prasarana
yang dimiliki, sumberdaya pengelola, profesionalisasi dan managemen
pelayanannya.
Dalam kaitan permasalahan sosial tersebut, Kementerian Sosial sebagai
intitusi pemerintah, mempunyai fungsi pembinaan terhadap lembaga-lembaga
pelayanan kemanusiaan/Organisasi Sosial tersebut. Terkait pembinaan/
pemberdayaan itu, kondisi riil Organisasi Sosial termasuk kontribusinya sejauh
i
ini, penting untuk dipahami, sebagai titik tolak untuk memberdayakannya.
Dalam konteks itu, penelitian ini dilakukan, hasilnya diharapkan menjadi
input baik dalam penentuan kebijakan dan implementasi program direktorat
terkait di lingkungan Kementerian Sosial tersebut.
"Tiada gading yang tak retak", hasil penelitian ini masih banyak
kekurangan baik dalam proses penelitian maupun penyajian hasilnya. Oleh
karenanya, saran perbaikan dari berbagai pihak menjadi penting untuk
penyempurnaaanya. Akhirnya, kepada Tim peneliti dan semua pihak terkait
dalam penelitian hingga tersusunnya hasil penelitian dalam bingkai buku
ini kami sampaikan ucapan terima kasih.
Jakarta, November 2010
Kepala Puslitbang Kessos
Dr. Yusnar Yusuf, MS.
NIP. 19550325 19703 1 001
ii
ABSTRAK
Dalam kurun waktu satu dekade tahun 2001-2010, krisis moneter, krisis
ekonomi global, dan berbagai bencana alam yang terjadi selama ini telah
memicu bertambah luasnya permasalahan kesejahteraan sosial yang dihadapi
oleh bangsa Indonesia. Prinsip dasar dalam mengatasi masalah ini adalah
kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat. Kontribusi organisasi dalam
pembangunan kesejahteraan sosial di 6 kota besar merupakan salah satu
upaya untuk mengidentifikasi kondisi organisasi sosial; kontribusi orsos dalam
pembangunan kesejahteraan sosial; program yang dapat memberikan
akselerasi kontribusi orsos dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Dari
analisis deskriptif terhadap data yang dihimpun dengan wawancara, observasi
dan diskusi kelompok terungkap bahwa eksistensi organisasi sosial di tengah
masyarakat cukup besar. Sasaran pelayanan mulai dari anak usia balita sampai
dengan orang tua (usia lanjut). Permaslahan sosial yang dijadikan konsentrasi
antara lain: pelayanan anak terlantar dan berbagai permasalahannya, keluarga
miskin, penyandang cacat, Korban NAPZA. Rumah tak layak huni meskipun
masih terbaik. Realisasi kegiatan organisasi sosial telah mampu menjawab
tuntutan kebijakan pemerintah, bahkan tuntutan agenda dunia. Keberadaan
organisasi sosial di tengah masyarakat merupakan potensi besar dalam
penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial. Potensi ini tidak akan optimal
jika kurang mendapatkan perhatian instansi sektoral yang berkaitan langsung
dan ruang yang lebih luas dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial
di Indonesia. Sebagai pilar partisipan, organisasi sosial dapat menjalin
kemitraan dengan seluruh unit yang berada di Kementerian Sosial dan/atau
instansi lain (baik pemerintah maupun swasta), dan dunia usaha yang
mempunyai jangkauan program sampai ke tingkat kelurahan.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................
i
ABSTRAK.....................................................................................................
iii
DAFTAR ISI..................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
vii
DAFTAR TABEL............................................................................................
viii
BAB I
: PENDAHULUAN..........................................................................
A. Latar Belakang........................................................................
1
1
B. Permasalahan.........................................................................
C. Tujuan....................................................................................
4
5
D. Metode Penelitian...................................................................
E. Pelaksana Penelitian...............................................................
5
8
BAB II : KAJIAN PUSTAKA.......................................................................
9
1. Pembangunan Kesejahteraan Sosial.......................................
2. Organisasi Sosial....................................................................
9
12
3. Kontribusi Organisasi Sosial...................................................
21
BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN.................................
25
A. Kota Palembang.....................................................................
B. Kota Semarang.......................................................................
25
29
C. Kota Surabaya........................................................................
D. Kota Samarinda......................................................................
32
33
E. Kota Manado..........................................................................
F. Kota Kupang...........................................................................
34
36
v
BAB IV : KONTRIBUSI ORGANISASI SOSIAL DALAM
PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL ............................
41
A. Kondisi Organisasi Sosial........................................................
B. Kontribusi Organisasi Sosial....................................................
42
49
C. Akselerasi Pelayanan Organisasi Sosial..................................
75
BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI...........................................
81
A. Kesimpulan.............................................................................
B. Rekomendasi..........................................................................
81
83
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
85
BIODATA PENULIS......................................................................................
87
INDEKS........................................................................................................
89
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Peta Organisasi/Lembaga Lokal..............................................
17
Gambar 2 :................................................................................................
52
Gambar 3 : Anak Balita dalam Panti..........................................................
61
Gambar 4 : Lanjut Usia dalam Panti..........................................................
62
Gambar 5 : Dokumentasi Peneliti .............................................................
Gambar 6 : Keceriaan Anak-anak..............................................................
62
68
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
: Jumlah Pilar Partisipan...........................................................
: Data dan Informasi yang dibutuhkan........................................
3
7
Tabel 3
Tabel 4
: Jenis Pelayanan Sosial dan Organisasi...................................
: Jangkauan dan Kontinuitas Organisasi Sosial..........................
61
67
viii
Bab
I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era industrialisasi dan
globalisasi informatika telah mempercepat proses perubahan sosial. Dalam
proses perubahan sosial yang begitu cepat, tuntutan kemampuan manusia
(sumber daya manusia) untuk memperoleh kesejahteraan sosial semakin
tinggi. Sementara untuk menghadapi tuntutan tersebut, masih banyak
masyarakat yang dihadapkan pada permasalahan: krisis ekonomi yang
berkepanjangan dan telah berdampak pada krisis sosial sehingga
permasalahan sosial menjadi semakin kompleks baik jenis maupun latar
belakangnya.
Konsekuensi logik dari kondisi ini adalah tergusurnya masyarakat yang
kurang dan/atau tidak mampu dalam menghadapi perubahan tersebut.
Tergusurnya masyarakat dalam proses perubahan tersebut tercermin dari
(1) jumlah angka kemiskinan yang semakin besar sehingga tidak dapat
mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan dan sumber
kesejahteraan sosial secara memadai (2) meningkatnya kriminalitas (baik
kuantitas maupun kualitas), (3) solidaritas (kebersamaan) masyarakat
semakin melemah. Sebagai ilustrasi, besarnya permasalahan ini tercermin
dari 2.250.152 anak telantar, 109.454 anak jalanan, 198.578 anak nakal,
1.644.002 lanjut usia terlantar, dan 1.544.184 penyandang cacat. Sedangkan
pada tahun 2008, terdapat 80.260 orang penyalahgunaan napza dengan
jumlah penderita ODHA sebanyak 11.483 orang. Penyandang masalah
ketunaan sosial diketahui ada 123.887 (terdiri atas 63.661 tuna susila,
35.057 pengemis, dan 25.169 gelandangan (Pusat Data dan Informasi
Kesejahteraan Sosial 2008).
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
1
Upaya penanganan permasalahan sosial, pada dasarnya tidak hanya
sebatas tanggung jawab pemerintah tetapi tanggung jawab pemerintah
bersama masyarakat. Peran pemerintah lebih bersifat memfasilitasi tumbuh
1
berkembangnya tanggung jawab (partisipasi) masyarakat . Masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial ini tercermin dalam salah satu klausul
Undang-Undang R.I. Nomor 11 Tahun 2009, tentang Kesejahteraan Sosial
pada Bab VII pasal 38 dikemukakan: " Masyarakat mempunyai kesempatan
seluas-luasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial". Peran tersebut dapat dilakukan oleh perseorangan, keluarga,
lembaga keagamaan, Organisasi sosial kemasyarakatan, Lembaga Swadaya
masyarakat, organisasi profesi, badan usaha,lembaga kesejahteraan sosial,
dan lembaga kesejahteraan sosial asing".
Dalam kerangka optimalisasi peran serta masyarakat dalam
pembangunan kesejahteraan sosial, pemerintah cq. Kementerian Sosial
telah memfasilitasi dengan berbagai kebijakan dan program untuk
peningkatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat dalam bentuk pelatihan;
pembentukan wadah-wadah partisipasi bagi masyarakat, serta sarana
penunjang kegiatannya. Realisasi dari kebijakan ini telah terbentuk partisipan
(baik secara individu maupun kelompok/kelembagaan) yang mempunyai
konsentrasi kegiatan dalam usaha kesejahteraan sosial di lingkungan
masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai pilar-pilar partisipan.
Manifestasi dari pilar pilar partisipan dimaksud adalah:
1. Pekerja Sosial Masyarakat ((Keputusan Menteri Sosial R.I. Nomor 14/
HUK/KEP/II/1981)
1
2
Pelaksanaan kegiatan baik dalam bentuk pelayanan sosial maupun rehabilitasi sosial yang
dilaksanakan oleh masyarakat lebih dikenal dengan istilah berbasis masyarakat. Keberadaan mereka
merupakan potensi sosial untuk mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
2. Karang Taruna (Keputusan Menteri Sosial RI No 13/HUK/KEP/I/1981),
3. Organisasi Sosial/Lembaga Swadaya Masyarakat (Keputusan Menteri
Sosial R.I. Nomor 40/HUK/KEP/X/1980).
4. Taruna Siaga Bencana (TAGANA).
5. Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (TKSM)
Menurut Catatan Pusat Data dan Informasi Departemen Sosial, jumlah
pilar partisipan yang terbentuk di seluruh Indonesia dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1
Jumlah Pilar Partisipan
No
1
2
3
4
5
Pilar Partisipan
PSM/relawan
Karang Taruna
Organisasi Sosial
Tagana
WKSBM
Jumlah
185.984
61.062
25.591
19.180
67.301
Pusdatin, 2007
Idealnya, wadah yang telah terbentuk tersebut dapat berperan sebagai
kontributor dalam penanganan permasalahan kesejahteraan sosial yang
berkembang di masyarakat (baik dalam bentuk pemantauan perkembangan
permasalahan sosial, pengumpulan sumber dan potensi, penyaluran bantuan
dan penanganannya secara cepat dan efektif). Di sisi lain, pilar partisipan
tersebut juga dapat berperan sebagai mitra kerja dalam penjangkauan
pelayanan pemerintah Cq. Kementerian Sosial dalam pembangunan bidang
kesejahteraan sosial. Namun perubahan sistem pemerintahan dari
sentralisasi ke desentralisasi (UU nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah) berimplikasi pada perubahan aspek kelembagaan,
program kerja, sumber daya manusia, ketersediaan dan kelengkapan sarana
prasarana serta pembiayaan pembagunan kesejahteraan sosial dan
perubahan dalam managemen (perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
3
pengendalian) yang berkaitan dengan pengembangan pilar partisipan
tersebut. Kondisi ini tentunya akan berimplikasi pada eksistensi pilar-pilar
partisipan masyarakat di pemerintah kota/kabupaten. Persoalannya adalah,
apakah pilar-pilar partisipan masyarakat ini memperoleh legitimasi dari
pemerintah daerah sehingga secara otomatis pembinaannya menjadi
tanggung jawabnya. Bagaimana mekanisme pembinaannya? Apakah
mereka masih menjalankan perannya sebagai partisipan dalam
pembangunan bidang kesejahteraan sosial? Mengingat jenis pilar partisipan
tersebut cukup banyak, maka penelitian ini lebih fokus pada salah satu pilar
tersebut, yakni Organisasi sosial, khususnya Kontribusi Organisasi Sosial
2
dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial .
B. Permasalahan
Selama kurun waktu lebih dari satu dekade lebih telah teralokasi dana
yang berasal dari APBN cukup besar untuk pengembangan Organisasi
Sosial. Menurut catatan Direktorat Kelembagaan Ditjen Pemberdayaan
Sosial: dari 34.587 organisasi sosial, telah diberdayakan 10.202 organisasi,
sedangkan yang belum diberdayakan sampai saat ini sekitar 24.385
organisasi sosial. Dalam kerangka pengembangan organisasi sosial
tersebut, jumlah SDM (tenaga pelaksana/pengurus organisasi dan tenaga
pelayanan sosial) yang telah dilatih cukup banyak. Organisasi sosial juga
telah didukung dengan berbagai fasilitas (sarana dan prasarana) untuk
menunjang kegiatan pelayanan kepada masyarakat, bahkan organisasi juga
difasilitasi dengan dana untuk pelayanan yang diberikan.
2
Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Sitepu dkk, pada tahun 2005. judul penelitian adalah Peran
organisasi sosial/LSM dalam pembangunan kesejahteraan sosial (studi kasus pada organisasi sosial
lokal di Propinsi Papua, Maluku, NTT, Banten, NAD). Fokus penelitian: Organisasi sosial yang
dijadikan sasaran penelitian lebih menekankan pada organisasi sosial lokal di tingkat Desa/kelurahan.
Dalam konteks poenelitian WKSBM. Jika dicermati, antara organisasi sosial yang dijadikan sasaran
program Departemen dengan WKSBM masih masuk dalam kerangka pengertian organisasi sosial
yang telah tertuang dalam Surat Keputusan Menteri.
4
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Dari segi jumlah (kuantitas), keberadaan Organisasi sosial di seluruh
Indonesia merupakan potensi besar terutama untuk mengatasi
permasalahan kesejahteraan sosial yang ada di wilayahnya. Pertanyaannya
adalah (1) bagaimana kondisi organisasi sosial yang selama ini telah
difasilitasi oleh Kementerian Sosial; (2) bagaimana kontribusi orsos dalam
pembangunan kesejahteraan sosial; (3) program apa yang dapat
meningkatkan akselerasi kontribusi orsos dalam pembangunan
kesejahteraan sosial.
C. Tujuan
Berdasar dari pertanyaan penelitian di atas maka tujuan yang hendak
dicari jawabnya melalui penelitian ini adalah teridentifikasinya:
•
kondisi organisasi sosial yang selama ini telah difasilitasi oleh
Kementerian Sosial;
•
kontribusi orsos dalam pembangunan kesejahteraan sosial;
•
program yang dapat memberikan akselerasi kontribusi orsos dalam
pembangunan kesejahteraan sosial.
D. Metode Penelitian
Kontribusi organisasi sosial dalam pembangunan kesejahteraan sosial
merupakan penelitian kasus di 6 kota yaitu Palembang, Semarang,
Surabaya, Samarinda, Manado, dan Kupang. Pemilihan lokasi penelitian
didasarkan atas jumlah lembaga Organisasi Sosial yang ada di lima pulau
besar Indonesia, yaitu: Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan,
Pulau Nusa Tenggara, dan Pulau Sulawesi serta Papua. Sementara itu,
dipilihnya wilayah perkotaan sebagai sasaran penelitian dengan
pertimbangan permasalahan (sosial) di perkotaan lebih kompleks.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dilandasi oleh tujuan
peneliti yaitu untuk memahami keberadaan ORSOS dalam pembangunan
kesejahteraan sosial. Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangKontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
5
orang dan perilaku yang dapat diamati. Bogdan dan Taylor dalam Lexy J
Moleong (1002:3). Metode yang digunakan adalah metode studi kasus,
dengan tujuan dapat mengetahui gambaran secara akurat dan mendalam.
Menurut Lofland dan Lofland dalam Lexy J Moleong (2002:112), sumber
data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata
atau informasi dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai
merupakan sumber data primer/utama. Sedangkan sebagai pendukung atau
data sekunder adalah dokumen-dokumen, tinjauan teoritis, serta lain
sebagainya. Pemilihan sumber data dan informasi dilakukan dengan teknik
purposive sampling (pengambilan sampel berdasarkan tujuan). Peneliti
mengambil siapa saja yang dipandang sesuai dengan maksud dan tujuan
penelitian. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pengurus Orsos,
sasaran Pelayanan ORSOS, Tokoh masyarakat dan Instansi sektoral yang
mempunyai komitmen terhadap keberadaan ORSOS. Pengumpulan data
yang akan dilakukan adalah dengan teknik wawancara; observasi; diskusi
kelompok terfokus; dan pencatatan data sekunder.
1. Dalam penggalian informasi ini teknik yang dipergunakan adalah
wawancara semiterstruktur (in-depth interview) atau dikenal pula dengan
Teknik wawancara dengan panduan (instrumen penelitian). Wawancara
adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik Esterberg dalam Sugiyono (2008:231) .
2. Observasi Terfokus yaitu suatu observasi yang telah dipersempit untuk
difokuskan pada aspek tertentu. Observasi atau pengamatan secara
umum berarti melakukan pengukuran dengan menggunakan indera
penglihatan Sugiyono (2008:231).
3. Studi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental
6
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
dari seseorang. Dokumen tulisan misalnya, sejarah kehidupan, cerita,
biografi, peraturan dan kebijakan. Sugiyono (2008:240).
4. FGD dilaksanakan untuk menggali informasi dari tokoh masyarakat
tentang kontribusi ORSOS dalam pembangunan kesejahteraan sosial.
Dalam pelaksanaan FGD, peneliti berperan sebagai fasilitator dengan
menggunakan panduan.
Tabel 2
Data dan Informasi yang dibutuhkan
Issue
 Gambaran
umum
Kondisi
Organisasi
Kontribusi
Orsos
Data/Informasi







Lokasi Penelitian
Persebaran Orsos
Permasalahan Sosial
Potensi Sosial
Legitimasi Orsos
SDM
Sarana dan Prasarana
 Profesionaliasi
pelayanan
 Pendanaan
 Aksesibilitas
 Kemitran
 Pelayanan yang
diberikan
 Metode
 Sumber dana
 Permasalahan sosial
dan potensi sosial
Pengembang  Kebijakan
an Orsos
Pengembangan Orsos
 Program
Pengembangan
Sumber
informasi
 Statistik
 Dinas sosial
 Pengurus Orsos
 Kementerian
Sektoral
 Instansi
Sektoral
 Pengurus Orsos
 Instansi Sektoral
 Tokoh
Masyarakat
 Masyarakat
Metode
Dokumentasi
Wawancara dan
Observasi
Wawancara dan
Dokumentasi
Wawancara dan
Dokumentasi
Wawancara dan
observasi
Wawancara
Wawancara
Wawancara
 Pengurus Orsos
Wawancara
 Kementerian
Sektoral
 Instansi Sektoral
Wawancara
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
7
Analisis data secara kualitatif menggunakan metode deskriptif. Menurut
Hadari Nawawi (1983) analisis deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan
keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lainlain) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana
adanya.
E. Pelaksana Penelitian
Konsultan
: DR. Oetami Dewi
Bagus Aryo Ph.D
Ketua Tim
: Drs. Gunawan
Sekretaris
: Drs. Muhtar M.Si.
Anggota
: 1. Drs. Abu Hanifah
2. Dra. Nina Karinina
3. Moh Sabeni Aks. M.Si
4. Ayu Diah Amalia S.Sos
5. Rudi
6. Marulak Sitanggang
7. Wawan Iriawan
Litkayasa
8
8. Toto Sugiarto
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Bab
II
Kajian Pustaka
1. Pembangunan Kesejahteran Sosial
Secara harfiah, pembangunan dapat dipahami sebagai proses
perubahan dari suatu kondisi tertentu menuju kondisi yang lebih baik. Dari
pengertian ini, ada beberapa yang dapat dikemukakan, yakni (1) Kondisi,
yakni kondisi yang dipahami sebagai kondisi ideal atau kondisi yang dicitacitakan dan (2) Upaya (aktivitas) perubahan dari kondisi tertentu ke kondisi
yang lebih baik. Untuk mengetahui perubahan tersebut tentunya dibutuhkan
tolok ukur, walaupun sampai saat ini tolok ukur yang paling banyak
dipergunakan untuk melihat kondisi dimaksud adalah tolok ukur dari sudut
ekonomi. Sebagai ilustrasi penggunaan Gross National Product (GNP),
Human Development Index (HDI) dan Human Poverty Index (HPI), Social
Accounting Matrix (SAM), Physical Quality of Life Index (PQLI).
Penggunaan tolok ukur ekonomi tersebut pada awalnya didasari dari
pandangan para ekonom yang melihat realitas perbedaan tingkat
pendapatan masyarakat yang mencolok di negara-negara maju (developed)
dengan negara-negara miskin/tertinggal (lessdeveloped). Pertumbuhan
ekonomi telah dijadikan prioritas utama, sehingga pembangunan seringkali
dikonotasikan dengan ekonomi. Kalau orang menggunakan kata
pembangunan tanpa diikuti dengan kata lain di belakangnya, maka selalu
diinterpretasikan sebagai pembangunan ekonomi (Soetomo, 2009:400).
Interpretasi pengertian pembangunan tersebut dipandang Migley (2005)
sebagai konsep pembangunan telah terdistorsi. Artinya, keberhasilan
pembangunan dapat dipahami sebagai kemajuan ekonomi. Berbagai kata
yang mengikuti istilah pembanguan, tentunya akan berkaitan dengan tolok
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
9
ukur yang dijadikan patokan untuk melihat kondisi. Dalam konteks ini dapat
dilihat dari berbagai istilah yang dipergunakan misalnya Pembanguan sosial,
pembangunan masyarakat, pembanguan kesejahteraan sosial
Secara konseptual pembangunan kesejahtetaran sosial merupakan
bagian dari pembangunan sosial yang memberi perhatian pada
keseimbangan kehidupan manusia dalam memperbaiki atau
menyempurnakan kondisi-kondisi sosialnya. Dalam kerangka memahami
pengertian pembangunan kesejahteraan sosial dalam penelitian ini, tentunya
dapat disimak dari beberapa pandangan sebagai berikut:
a. Roger (1964:8) mengemukakan Development is a type of social change
in which ideas are introduced into a social system in order to produce
higer percapita incomes and level of living throughtout more modern
production methode and improved social organization. (Pembangunan
merupakan suatu perubahan sosial di mana ide baru diperkenalkan
kepada suatu sistem sosial untuk menghasilkan pendapatan perkapita
yang lebih baik dan tingkat hidup yang lebih tinggi dengan menggunakan
metode produksi yang lebih modern dan perbaikan organisasi sosial.
b. Clark (1995) mengemukakan, bahwa pembangunan merupakan suatu
proses yang menjadikan masyarakat turut bertanggung jawab atas nasib
mereka sendiri dan menyadari bahwa mereka memiliki potensi. Yang
perlu dilakukan membangun rasa kepercayaan dalam diri masyarakat,
keterampilan-keterampilan, aset-aset kebebasan yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan.
c. Rumusan pre-converence Working Party dari Internbational Conference
of Social Work (WPICSW): dalam Soetomo (2006:312), Pembangunan
Sosial diartikan sebagai aspek keseluruhan pembangunan yang
berhubungan dengan relasi-relasi sosial, sistem-sistem sosial, dan nilainilai yang berhubungan dengan hal itu. Pembanguan memberi perhatian
kepada keseimbangan kehidupan manusia dalam memperbaiki atau
menyempurnakan kondisi.
10
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
d. Suharto, (2006: 4) mengemukakan, bahwa pembangunan kesejahteraan
sosial adalah sebagai usaha yang terencana dan melembaga yang
meliputi berbagai bentuk intervensi dan pelayanan sosial untuk memenuhi
kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta
memperkuat institusi-institusi sosial.
Pandangan Roger, Clark dan Suharto maupun WPICSW di atas
(pengertian pembanguan, pembangunan sosial, dan pembangunan
kesejahteraan sosial) pada prinsipnya adalah sama, yakni menekankan
adanya perubahan kondisi. Kondisi dimaksud tidak hanya sebatas pada
kondisi perekonomian. Dari aspek sosial Roger menekankan adanya
perbaikan organisasi sosial. Clark memandang pentingnya kepercayaan
dalam diri masyarakat, keterampilan-keterampilan, aset-aset kebebasan
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. WPICSW pada aspek relasi-relasi
sosial, sistem-sistem sosial, dan nilai-nilai. Suharto pada aspek intervensi
dan pelayanan dan pemperkuat intitusi lokal yang ada.
Proses yang terjadi dalam pembangunan kesejahteraan sosial juga dapat
dipahami dari suatu kondisi yang paling buruk sampai dengan kondisi ideal.
Menurut Soetomo (2009:3) perubahan dari realita yang disebut masalah
sosial yang merupakan kondisi yang tidak diharapkan (illfare), menuju kondisi
masyaraat yang disebut ideal yang biasa disebut wellfare. Dalam praktek
kehidupan masyarakat, kondisi wellfare tidak pernah menjadi realitas
sehingga lebih tepat disebut sebagai idealisme.
Tolok ukur terhadap hasil yang dicapai dalam pembanguan juga
dikemukakan oleh Migley (2005:3). Bagi sebagian orang, pembangunan
berkonotasi sebagai sebuah proses perubahan ekonomi yang dibawa oleh
proses industrialisasi. Istilah ini juga mengandung arti sebuah proses
perubahan sosial yang dihasilkan dari urbanisasi, adopsi gaya hidup modern,
dan perilaku masa kini. Istilah ini juga memiliki konotasi kesejahteraan yang
menawarkan bahwa pembangunan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat, meningkatkan level pendidikan mereka, memperbaiki kondisi
permukiman dan kesehatan mereka. Secara instrumental Suharto (2006)
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
11
mengemukakan, bahwa secara prinsip tujuan pembangunan kesejahteraan
sosial adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yang mencakup:
a. peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan
jaminan sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompokkelompok masyarakat yang kurang beruntung dan rentan yang sangat
memerlukan perlindungan sosial;
b. peningkatan keberdayaan melalui penetapan sistem dan kelembagaan
ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat
kemanusiaan;
c. penyempurnaan kebebasan melalui perluasan aksesibitas dan pilihanpilihan kesempatan sesuai aspirasi, kemampuan dan standar
kemanusiaan.
Berdasar dari uraian di atas, secara yang dimaksud pembangunan
kesejahteraan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah upaya yang
terencana untuk mewujudkan kondisi kesejahteraan sosial. Adapun upaya
yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia sesuai dengan yang termaktub
di dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
Bab I, Pasal 1 ayat 2 bahwa Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah
upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna
memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi
sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
2. Organisasi Sosial
Organisasi sosial merupakan hasil interaksi sosial manusia sebagai
makhluk sosial. Interaksi sosial dimaksud dapat berupa interaksi antar
individu, antara individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok.
Menurut Soekanto (1977) ada tiga bentuk (hasil dari proses) interaksi sosial
yakni kerjasama (cooperation), persaingan (competetion) dan pertikaian
(conflict). Dalam kerangka ini Cooperation didefinisikan sebagai jaringan
interaksi untuk mencapai tujuan bersama, sehingga interaksi sosial yang
12
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
terjadi lebih bersifat konstruktif, untuk saling mempengaruhi, merubah atau
memperbaiki, saling menunjang, meningkatkan dan/atau membantu dalam
rangka pencapaian tujuan.
Istilah organisasi sosial yang ditemukan dalam kepustakaan ilmu sosial
seperti sosiologi, filsafat sosial, dan antropologi meliputi berbagai definisi,
baik oleh berbagai ahli pada abad lampau maupun saat ini. Antara lain dapat
dikemukakan Auguste Comte ahli Filsafat terdahulu mendefinisikan
organisasi sosial sebagai :"general agreement", and argued, with polemical
intent, that government is powerless without its support. Dikatakannya "....the
principle which lies at the heart of every scheme of social organization is
the necessary participation of the collective political regime in the universal
consencus of the body" (see The Positive Philosophy of Auguste Compte,
trans.1893,rd edit., p.65). Selanjutnya, Herbert Spencer ahli sosiologi di
dalam Principles of Sociology,vol. I, 1882, menggunakan istilah ini to refer
to the interrelations (integration and differentiation) of economic, political
and other division of society. Definisi dari Leonard Broom dan Philip Selznick
(dalam buku Sociology: A text with Adapted Readings, 3rd edition, 1963)
sebagai ahli sosiologi abad 20-an, mendefinisikan organisasi sosial sebagai
" the patterned relations of individuals and groups" and identity it as one of
the two basic sources of order in social life, the other being norms and
values (Mitchel,G, Duncan,1975: 173). Demikian juga Ralph L. Beals dan
Harry Hoijer ahli antropologi dari universitas California mendefinisikan
organisasi sosial : " the ways of behaving and resultant organization of
society relative to the maintenance of orderly relations between individuals
and group within society and between a society or its segments and other
society (Beal,R.L, et.al.,1954:227). Sementara itu, Kementerian Sosial
Republik Indonesia dalam kepentingan teknis operasional pemberdayaan
organisasi sosial yang hidup di masyarakat mendefinisikannya
sebagai:"suatu perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik
yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang berfungsi
sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan usaha
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
13
kesejahteraan sosial". Definisi tersebut tertuang di dalam Keputusan Menteri
Sosial R.I. Nomor 40/ HUK/KEP/IX/1990. Selanjutnya, secara konseptual
definisi inilah yang dijadikan acuan di dalam pembahasan hasil penelitian
ini. Berdasarkan definisi tersebut, secara legalitas pemerintah membedakan
Orsos menjadi dua macam, yaitu yang berbadan hukum dan yang tidak
berbadan hukum. Selanjutnya, dalam bahasan tentang kontribusi Orsos
dalam pembangunan kesejahteraan sosial digunakan definisi ini.
Uraian di atas mengindikasikan, bahwa konstruk interaksi sosial
(cooperation) dalam perkembangan kehidupan dan penghidupan masyarakat
telah membangun suatu ikatan diantara manusia. Menurut Sztompka (2007)
ada empat jenis ikatan yang muncul dalam masyarakat yang saling berkaitan,
tergantung pada jenis kesatuan yang dipersatukan oleh jaringan hubungan
itu, yakni: ikatan (1) gagasan, (2) normatif, (3) tindakan, dan (4) perhatian.
Jaringan hubungan gagasan (keyakinan, pendirian, dan pengertian)
merupakan dimensi ideal dari kehidupan bersama, yakni "kesadaran
sosialnya". Jaringan hubungan aturan (norma, nilai, ketentuan, dana citacita) merupakan dimensi normatif dari kehidupan bersama, yakni institusi
sosialnya. Dimensi ideal dan dimensi normatif mempengaruhi apa yang
secara tradisional dikenal sebagai kebudayaan. Jaringan hubungan tindakan
merupakan dimensi interaksi dalam kehidupan bersama, yakni "organisasi
sosial". Jaringan hubungan perhatian (peluang hidup, kesempatan, akses
terhadap sumber daya) merupakan dimensi kesempatan kehidupan
bersama, yakni "hirarki sosialnya". Dimensi interaksi dan kesempatan
memperkuat ikatan sosial dalam arti sebenarnya. Keempat ikatan yang
mencerminkan multidimensional kehidupan bersama disebut dengan istilah
"socio cultural". Kehidupan sosial terjadi dalam hubungan socio-cultural akan
dapat difahami jika kita menyadari dua hal. Pertama, proses di keempat
tingkat itu tidak berlangsung secara terpisah satu sama lain. Yang terjadi
malah sebaliknya. Proses di keempat tingkat itu saling berkaitan melalui
berbagai ikatan. Kedua, kita harus menyadari bahwa hubungan sosio-kultural
berperan pada tingkat: makro, mezzo, dan minkro. Konsep hubungan sosio-
14
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
kultural ini dapat diterapkan untuk semua skala fenomena sosial (sztompka,
2007: 9-11).
Berdasar dari uraian diatas dapat dikemukakan, bahwa dimensi ideal
dan normatif secara tradisional disebut kebuadayaan. Sedangkan dimensi
interaksi dan kesempatan memperkuat ikatan sosial. Dengan demikian
kehidupan socio-cultural terdiri dari sistem sosial dan sitem budaya. Sistem
sosial mencerminkan antara anggota-anggota kelompok, dan sistem budaya
merupakan aturan dan norma yang mengatur prilaku ataupun tata cara
anggota kelompok melaksanakan hubungan dalam kehidupan bersama.
Konsep social organization adalah derivatif dari konsep Social Structure
yang diformulasikan oleh antropolog Inggris Radcliffr - Brown. Social Structure
adalah aspek statis dari susunan hubungan sosial dalam sebuah masyarakat,
maka social organization adalah aspek dinamisnya. Jika social structure terdiri
atas status, maka social organization adalah terdiri atas rule. Jika dalam sosial
struktur orang berbicara tentang pola perilaku yang ideal dan normatif, maka
dalam social organization, orang berbicara tentang pola perilaku empiris dan
situasional. Dalam dunia nyata yang dihadapi oleh para praktisi pembangunan
adalah perilaku empiris dan situasional. Inilah yang disebut dengan perilaku
aktor-aktor sosial. Karena itu dalam analisis pembangunan dengan
menggunakan konsep social organization, pusat perhatian harus pada perilaku
aktor-aktor sosial tersebut, Marzali (2005:27)
Para penulis yang terutama mengkaji tindakan sosial cenderung
memusatkan perhatian pada organisasi sosial yang mendefinisikan perananperanan yang dimainkan oleh individu - individu dalam hubungan mereka
satu sama lain. Para ahli yang lebih memperhatikan hubungan - hubungan
formal antar orang orang cenderung memperhatikan pada struktur sosial
yang mendefinisikan status status pelaku yang menjalankan peranan
peranan tersebut. Pandangan Talcot Parson tentang hubungan antara
organisasi sosial dan struktur sosial secara esensial sama dengan konsep
Radcliffe Brown, tetapi sebagai tambahan Parson memasukkan sistem sosial
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
15
yang terdiri dari struktur sosial dan organisasi sosial. Parson membedakan
empat tindakan dari sistem sosial, yaitu: nilai-nilai sosial, pola-pola
institusional, kolektivitas (kelompok) yang terspesialisasi, dan perananperanan yang dijalankan oleh individu-individu dalam kolektivitas atau
kelompok itu (Saifudin, 2005: 170-172).
Berdasar uraian di atas dapat dikemukakan, bahwa esensi organisasi
sosial adalah adanya suatu perkumpulan yang diikat oleh (1) gagasan, (2)
normatif, (3) tindakan, dan (4) perhatian. Telaahan tentang organisasi dapat
dipilah atau dilihat dari beberapa aspek. Sebagai ilustrasi aspek-aspek
dimaksud antara lain:
a. Herbert G. Hicks mengemukakan dua alasan memotivasi orang
berorganisasi yakni, (a) alasan sosial (social reason), sebagai "zoon
politicon" artinya makhluk yang hidup secara berkelompok, maka manusia
akan merasa penting berorganisasi demi pergaulan maupun memenuhi
kebutuhannya. Hal ini ditemui pada organisasi-organisasi yang memiliki
sasaran intelektual, atau ekonomi; (b) alasan materi (material reason),
melalui bantuan organisasi, manusia dapat melakukan tiga macam hal
yang tidak mungkin dilakukannya sendiri, yaitu: (1) dapat memperbesar
kemampuannya, (2) dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk
mencapai suatu sasaran, melalui bantuan sebuah organisasi, dan (3)
dapat menarik manfaat dari pengetahuan generasi-generasi sebelumnya
yang telah dihimpun. (http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_sosial)
b. Menurut perkembangan organisasi, Korten (1990: 190-206) membagi
Organisasi ke dalam empat generasi: Generasi pertama, penyampaian
pelayanan secara langsung untuk mengatasi kekurangan dan
keterbatasan mendesak yang sedang dialami penduduk penerima
bantuan, seperti kebutuhan pangan, pelayanan kesehatan...; Generasi
kedua, membina kemampuan rakyat agar bisa memenuhi kebutuhannya
sendiri dengan lebih baik melalui tindakan lokal yang mandiri...; Generasi
ketiga, ...mencari perubahan dalam pranata dan kebijakan khusus pada
tingkat lokal, nasional, dan global...; Generasi keempat,...membantu
16
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
memungkinkan seluruh masyarakat LSM internasional untuk dengan
efektif mendorong...pembangunan alternatif.
c. Pramono (2004) Organisasi dapat dipilah dalam tiga kategori, yaitu: (1)
lembaga lokal yang bukan lembaga lokal, lebih menunjuk pada kumpulan
nilai-nilai dan norma-norma yang ditemukan di tengah-tengah komunitas/
masyarakat; (2) lembaga lokal yang juga merupakan organisasi lokal,
atau sebaliknya, yaitu berbagai organisasi yang sudah berkembang dan
melembaga di tengah-tengah komunitas/masyarakat; dan (3) organisasi
lokal yang bukan lembaga lokal, lebih menujuk pada berbagai organisasi
formal yang ada di tengah-tengah komunitas/masyarakat, namun secara
intrinsik masih belum diterima dan menjadi bagian dari prilaku komunitas/
masyarakat.
d. Uphoff (1986) dalam Pramono (2004) memetakan organisasi/lembaga
lokal berdasarkan sektornya sebagaimana terlihat pada gambar berikut:
Gambar 1
Peta organisasi/lembaga lokal berdasar sektor.
PUBLIC SECTOR
VOLUNTARY SECTOR
Cooperatives
PRIVAT SECTOR
Local
Aadministration
Local
Governme
nt
Member
Organizations
Service
Organization
s
Private
Bissinesses
Bureaucratic
Institutions
Political
Institutions
Local Organizations
(based on the principle of membership direction
and control; these can become institutions)
Profite
Oriented
Institutions
e. Dari segi pemanfaatan organisasi, Esman & Uphoff (1984) dalam
Pramono (2004) mengemukakan, pemanfatan lembaga lokal dalam
pembangunan akan diperoleh sejumlah efisiensi, karena lembaga lokal:
(1) dapat membantu menyediakan informasi yang akurat dan
representatif (accurat and representatif information) tentang kebutuhan,
prioritas, dan kemampuan masyarakat serta umpan balik terhadap inisiatif
dan pelayanan pemerintah; (2) dapat memfasilitasi kemampuan adaptasi
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
17
program pembangunan (adaptation of program) terhadap variasi
lingkungan fisik dan sosial yang beragam; (3) dapat membantu
meningkatkan efisiensi program melalui kemampuan mengembangkan
komunikasi kelompok (development of group communication); (4) dapat
membantu meningkatkan efisiensi program melalui sumberdaya
(resource mobilization) melalui kegiatan gotong royong; (5) melalui
lembaga lokal, pengetahuan lokal (technical knowlidge) yang di dapat
dari pengalaman kolektif yang panjang dapat diperoleh dan dimanfaatkan
bagi efisiensi dan keberhasilan pembangunan; (6) pemanfaatan dan
pemeliharaan fasilitas dan pelayanan (utilization and maintenance) pada
umumnya juga dapat dilakukan dengan baik melalui keterlibatan lembaga
lokal; dan (7) melalui lembaga lokal dapat dikembangkan partisipasi dan
kerjasama masyarakat dalam pelaksanaan program yang melibatkan
perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi.
f. Tipe organisasi dari tujuan dan pendanaannya, Mahsum (2006) membagi
dalam 4 kategori yakni:
1) Pure - Profit Organisation
Tujuan organisasi adalah menyediakan atau menjual barang dan
atau jasa dengan maksud utama untuk memperoleh laba sebanyakbanyaknya sehingga bisa dinikmati oleh para pemilik. Sumber
pendanaan organisasi ini berasal dari investor dan kreditor.
2) Quasi - Profit Organisation
Tujuan organisasi adalah menyediakan atau menjual barang dan
atau jasa dengan maksud utama untuk memperoleh laba dan
mencapai sasaran atau tujuan lainnya sebagaimana yang
dikehendaki para pemilik. Sumber pendanaan organisasi ini berasal
dari investor swasta, investor pemerintah, kreditor dan para anggota.
3) Quasi - Non Profit Organisation
Tujuan organisasi adalah menyediakan atau menjual barang dan
atau jasa dengan maksud untuk melayani masyarakat dan
18
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
memperoleh keuntungan (surplus). Sumber pendanaan organisasi
organisasi ini berasal dari investor pemerintah, investor swasta,
kreditor
4) Pure - Non Profit Organisation
Tujuan organisasi adalah menyediakan atau menjual barang dan
atau jasa dengan maksud melayani dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Sumber pendanaan organisasi organisasi ini berasal
dari pajak, retribusi, utang, obligasi, laga BUMN/BUMD, penjualan
aset negara dan sebagainya.
g. Tipe organisasi ditinjau dari legalitasnya, Departemen sosial membagi
dalam 2 kategori yakni: berbadan hukum dan Tidak berbadan hukum.
Dalam KEPMENSOS RI No:40/HUK/KEP/IX/1980, organisasi sosial
didefinisikan sebagai suatu perkumpulan sosial yang di bentuk oleh
masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam
melaksanakan usaha kesejahteraan sosial.
h. Secara teknis operasional, Kementerian Sosial membagi Orsos pada
dua klasifikasi, yaitu berdasarkan wilayah kerja/jangkauan pelayanan dan
berdasarkan tipologi. Berdasarkan wilayah kerja/jangkauan pelayanan,
ada lima tingkat wilayah yaitu:"1) Orsos tingkat desa/kelurahan, yaitu
Orsos dengan jangkauan pelayanannya mencakup satu desa/kelurahan;
2) Orsos tingkat kecamatan, dengan jangkauan pelayanan lebih dari satu
kecamatan; 3) Orsos tingkat kabupaten, yaitu dengan jangkauan
pelayanan mencakup lebih dari satu kecamatan dalam satu kabupaten/
kota;4) Orsos tingkat provinsi, dengan jangkauan pelayanan mencakup
lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi; 5) Orsos tingkat
regional, dengan pelayanan mencakup lebih dari satu provinsi namun
belum mencapai setengah dari jumlah provinsi di Indonesia; 6) Orsos
tingkat nasional, dengan jangkauan pelayanan mencakup lebih dari satu
provinsi dan sudah mencapai setengah atau lebih dari jumlah provinsi di
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
19
Indonesia". Sementara itu, berdasarkan tipologi meliputi empat tipe yaitu:
"1) Orsos tipe A yang dikategorikan "Mandiri", yaitu yang telah memenuhi
standar kelembagaan dan pelayanan, tidak bergantung pada bantuan
pemerintah, dapat dijadikan contoh. Demikian juga dari segi legalisasi;
2) Orsos tipe B yang dikatedorikan "Berkembang", adalah yang telah
memenuhi sebagian besar standar kelembagaan dan pelayanan, memiliki
potensi untuk dikembangkan; 3) Orsos tipe C yang dikategorikan
"Tumbuh", yaitu yang telah memenuhi sebagian standar kelembagaan
dan pelayanan, masih perlu pendampingan untuk pengembangannya;
dan 4) Orsos tipe D yang dikategorikan "Embrio", yaitu yang belum
memenuhi standar kelembagaan dan pelayanan, dan masih perlu
bantuan untuk memenuhi standar minimal" (Anonim,2008: 6). Sementara
itu, juga ditinjau dari segi legalitas, anggaran dasar dan menejemen,
ditetapkan bahwa pada organisasi/yayasan sosial tipe "Mandiri":"
anggaran dasar merupakan bagian dari akte pendirian disahkan oleh
notaris dari Departemen Kehakiman; Mempunyai anggaran rumah tangga
yang sudah disahkan oleh pengurus; Mempunyai legalisasi/tanda daftar
Dari Sosial provinsi, Sospol, Dinas Sosial Kabupaten, Departemen Sosial,
yang masih berlaku; Sudah mengikuti latihan menejemen tenaga
pelaksana dan mempunyai program kerja yang jelas; Biaya operasional
organisasi sudah tidak disubsidi pemerintah tetapi keseluruhan biaya
operasional dalam 1 tahun sepenuhnya dari organisasi sosial yang
bersangkutan." Tipe "Berkembang". " Anggaran dasar merupakan bagian
dari akte pendiri yang disahkan oleh bada pengurus; Mempunyai
legalisasi/Tanda daftar dari Dinas Sosial Provinsi, Sospol, Dinas Sosial
Kabupaten, Departemen Sosial, tetapi sudah kadaluarsa; Sudah
mengikuti latihan tenaga menejemen pelaksana dan mempunyai program
kerja yang berkala; Biaya operasional organisasi dalam 1 tahun
sepenuhnya dari orsos itu, tetapi masih disubsidi dari pemerintah." Tipe
"Tumbuh"; "Anggaran dasar tidak merupakan bagian dari akte pendiri,
tetapi sudah disahkan musyawarah pendiri; Mempunyai anggaran rumah
20
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
tangga tetapi struktur organisasi pengurus/ personalia belum lengkap;
Mempunyai legalisasi/ Tanda daftar diri dari Dinas Sosial provinsi, Sospol,
Dinas Sosial Kabupaten, Departemen Sosial, tetapi sedang dalam
pengurusan; Sudah mengikuti latihan menejemen tenaga pelaksana, dan
program kerjanya masih insidentil; Biaya operasional orsos dalam 1 tahun
disubsidi pemerintah dan dari orsos itu sendiri, namun tidak mencukupi
kebutuhan orsos" Orsos Tipe "Embrio": "Mempunyai anggaran dasar,
tetapi belum disahkan oleh Musyawarah Pendiri; Tidak mempunyai
anggaran rumah tangga; Tidak terdaftar di Dinas Sosial, Sospol, Depsos;
Belum pernah mengikuti latihan menejemen tenaga pelaksana dan tidak
mempunyai program kerja yang jelas."(Anonim,)
3. Kontribusi Organisasi Sosial
Istilah kontribusi berasal dari bahasa inggris "contribution". Secara
harfiah, kontribusi dapat diterjemahkan sebagai bentuk sumbangan,
dukungan. Kontribusi Orsos dapat dipahami sebagai sumbangan/dukungan
yang diberikan oleh Orsos dalam menanggulangi berbagai permasalahan
kesejahteraan sosial. Dalam kaitan dengan penelitian ini kontribusi dapat
dipahami (dimanipulasi) sebagai wujud partisipasi dalam pembangunan
kesejahteraan sosial. Ada berbagai dukungan yang telah diberikan oleh
masing-masing Orsos untuk berpartisipasi dalam upaya penanggulangan
masalah kesejahteraan sosial seperti: pemikiran, kemampuan, tenaga,
keahlian, material dan lain-lain. Berbagai dukungan tersebut merupakan
modal utama bagi Orsos untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. Menurut Undang-Undang Kesejahteraan Sosial nomor
11 tahun 2009, Penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah:"upaya yang
terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi
kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial,
jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial". Sementara
itu Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan upaya yang terencana
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
21
dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi dan pelayanan
sosial untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, mencegah dan mengatasi
masalah sosial serta memperkuat institusi sosial. Dengan demikian, proses
pembangunan kesejahteran sosial pada hakekatnya adalah merubah suatu
kondisi yang tidak baik menjadi suatu kondisi yang relatif baik; seperti
peningkatan pendapatan masyarakat, pendidikan, kesehatan, tempat tinggal,
perilaku, dan sebagainya. Berbagai cara untuk merubah kondisi seseorang
warga masyarakat baik secara perorangan maupun secara kelompok di
suatu tempat tertentu dilaksanakan dengan pelayanan sosial yang bentuknya
berbagai macam sesuai dengan program yang ditentukan oleh masingmasing Orsos.
Dalam kerangka realisasi kegiatan pembangunan (untuk perubahan
kondisi), pada dasarnya adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah
bersama masyarakat. Peran pemerintah lebih bersifat memfasilitasi.
Sedangkan pada tingkat masyarakat yang dibutuhkan adalah partisipasi.
Artinya keberhasilan dari berbagai program yang ditujukan kepada
masyarakat sangat ditentukan oleh keterlibatan masyarakat. Menurut Komisi
Brundland dalam John Clark (1996), bahwa salah satu prasyarat utama
terjadinya pembangunan berkelanjutan adalah menjamin efektifitas
partisipasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini mnunjukkan, bahwa
partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat tidak hanya sekedar mengikuti
kegiatan yang telah diprogramkan, tetapi lebih bersifat menyeluruh mulai
dari penentuan/perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pemanfaatan
hasil suatu kegiatan.
Pengertian partisipasi dalam Davis Keith (1967) dikemukakan:
participation is defined as mental and emotional involvement of a person in
a group situation which encourages him to contribute to group goals and
share responcibility in them. Dalam pengertian ini terdapat tiga unsur yang
dapat dijadikan untuk melihat partisipasi yakni:
22
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
a. Keterlibatan mental dan emosi seseorang yang lebih dari pada sekedar
keterlibatan fisik
b. Memotivasi orang-orang untuk mendukung situasi kelompoknya, dalam
arti mereka menyumbangkan inisiatifnya untuk mencapai sasaran
kelompok
c. Mendorong orang untuk merasa ikut serta bertanggung jawab atas
aktivitas kelompok.
Partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan pada prinsipnya
dapat dilihat dari aktivitas individu dan kelompok. Menurut Koencoroningrat
(1984:79) partisipasi dapat digolongkan menjadi 2 tipe yang pada prinsipnya
berbeda, yaitu (1) partisipasi dalam aktivitas-aktivitas bersama dalam proyek
pembangunan yang khusus, dan (2) partisipasi sebagai individu diluar
aktivitas bersama dalam pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam
pembangunan (tipe pertama dari pendapat Koencoroningrat tersebut) dapat
berkembang menjadi suatu kegiatan yang sifatnya berkelanjutan.
Secara instrumental Talizidu Ndraha (1990) mengemukakan bahwa
bentuk-bentuk partisipasi dapat dikelompokkan dalam 5 bentuk dukungan,
yakni: 1) partisipasi buah pikiran, 2) partisipasi keterampilan. 3) partisipasi
tenaga, 4) partisipasi harta benda, 5) partisipasi uang. Jika dipahami bahwa
organisasi sosial merupakan wadah partisipasi masyarakat dalam
pembangunan kesejahteraan sosial, maka kontribusi organisasi sosial dalam
pembangunan masyarakat dapat di lihat dari 5 bentuk dukungan dimaksud.
Terkait dengan pembangunan kesejahteraan sosial, maka yang kontribusi
organisasi sosial dalam pengertian ini merupakan pengejawantahan dari
bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pelayanan sosial guna
memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi
sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial".
Artinya organisasi sosial dapat mengambil salah satu bentuk pelayanan.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
23
24
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Bab
III
Gambaran Umum
Lokasi Penelitian
Penelitian tentang kontribusi organisasi sosial dalam pembangunan
kesejahteraan sosial merupakan studi kasus yang dilaksanakan di enam
(6) kota provinsi, yaitu: Palembang; Semarang; Surabaya; Banjarmasin;
Manado; dan Kupang. Kontribusi organisasi sosial dalam pembangunan
kesejahteraan sosial yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
partisipasi masyarakat melalui organisasi sosial dalam bentuk dukungan
atau sumbangan pikiran, tenaga, keterampilan, harta benda, dan uang dalam
upaya menanggulangi permasalahan sosial yang ada di daerahnya masingmasing.
Dalam kaitannya dengan diskripsi daerah penelitian akan dikemukakan
secara garis besar mengenai kondisi daerah, permasalahan kesejahteraan
sosial, potensi dan sumber kesejahteraan sosial, dan peran organisasi sosial
dalam pembangunan kesejahteraan sosial pada masing-masing lokasi
penelitian.
A. PALEMBANG - SUMATERA SELATAN
Kota Palembang merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Selatan adalah
kota terbesar ke dua di Sumatera setelah Medan. Kota ini dahulu pernah
menjadi pusat kerajaan Sriwijaya.Di bagian barat kota Palembang terdapat
bukit Siguntang yang hingga sekarang masih dikeramatkan oleh banyak
orang dan dianggap sebagai bekas pusat kesucian di masa lalu. Di bukit
Siguntang ini ditemukan prasasti yang menyatakan sebuah wanua yang
ditafsirkan sebagai kota yang merupakan kerajaan Sriwijaya pada tanggal
16 Juni 682 Masehi, sehingga tanggal tersebut dijadikan patokan hari
lahirnya kota Palembang.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
25
Luas wilayah kota Palembang adalah 102.47 Km2 dengan ketinggian
rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Letak kota Palembang cukup strategis
karena dilalui oleh jalan lintas Sumatera yang menghubungkan antara daerah
di pulau Sumatera. Disamping itu kota Palembang juga terdapat sungai Musi
yang dilintasi jembatan Ampera yang berfungsi sebagai sarana transportasi
dan perdagangan antar wilayah. Jumlah penduduk kota Palembang pada
pertengahan tahun 2008 sebesar 1.417.047 jiwa, dengan rincian laki-laki
sebanyak 697.681 jiwa dan perempuan 719.366 jiwa. Dengan demikian rasio
penduduk menurut jenis kelamin sebesar 96.99 persen yang berarti jumlah
penduduik laki-laki lebih kecil di bandingkan dengan jumlah penduduk
perempuan.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 19 Tahun 2007
tentang Pemekaran Kelurahan dan Peraturan Kota Palembang Nomor 20
Tahun 2007 tentang Pemekaran Kecamatan Wilayah Administrasi Kota
Palembang, maka terjadilah perubahan jumlah kecamatan dan kelurahan
di kota Palembang. Saat ini di kota Palembang terdapat 16 kecamatan dan
107 kelurahan yang sebelumnya hanya 14 kecamatan dan 103 kelurahan.
Dua kecamatan baru tersebut adalah Kecamatan Alang-Alang Lebar yang
merupakan pemekaran dari Kecamatan Sukarami, dan Kecamatan
Sematang Borang yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Sako.
Sementara empat (4) kelurahan yang baru adalah Kelurahan Jambe yang
merupakan pemekaran dari Keluarahan Talang Betutu, Kelurahan Sukodadi
yang merupakan pemekaran dari Kelurahan Alang-Alang Lebar, dan
Keluarahan Sako Baru merupakan pemekaran dari Kelurahan Sako. Terakhir
adalah Kelurahan Karya Mulya merupakan pemekaran dari Kelurahan
Sukamulya.
Visi pembangunan kota Palembang 2008 - 2013 adalah " Palembang
Kota Internasional, Sejahtera, dan Berbudaya". Visi tersebut memiliki makna
bahwa pembangunan di kota Palembang memiliki cita-cita untuk mencapai
terwujudnya kota Palembang sebagai salah satu kota Internasional yang
senantiasa dinamis dalam merespon semua peluang dan tuntutan global,
26
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
disertai dengan kepedulian yang tinggi dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat yang berbudaya.
Dalam visi pembangunan kota Palembang terdapat tiga (3) kunci pokok,
yakni: kota internasional; sejahtera; dan berbudaya. Kota internasional
mengandung arti bahwa pembangunan kota Palembang bertujuan untuk
senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, sehingga
kota Palembang memiliki kualitas pelayanan yang berdaya saing
internasional, baik dari segi sarana, prasarana, maupun sistem birokrasi
serta aparaturnya. Sejahtera dimaksudkan bahwa pembangunan di kota
Palembang bertujuan untuk mewujudkan kota yang aman, sentosa dan
makmur dengan terpenuhinya kebutuhan hidup dasar disemua lapisan
masyarakat. Berbudaya mengandung arti bahwa pembangunan di kota
Palembang akan tetap memperhatikan keberadaan dan keragaman budaya
lokal, dalam bingkai dan tatanan masyarakat yang senantiasa di jiwai oleh
nilai-nilai religius guna mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat.
Permasalahan kesejahteraan sosial di kota Palembang yang perlu
mendapat perhatian baik pemerintah maupun masyarakat, antara lain :
keluarga miskin; anak terlantar; anak nakal; anak jalanan; lanjut usia
terlantar; tuna sosial ( gelandangan dan pengemis, pekerja sek komersial
atau PSK/WTS) ; korban penyalahgunaan narkotika; HIV/AIDS ; Penderita
Cacat; penderita penyakit kronis; wanita rawan sosial ekonomi; bekas
narapidana; dan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana alam.
Untuk menanggulangi permasalahan sosial tersebut pemerintah dan
masyarakat telah bekerjasama memanfaatkan potensi dan sumber
kesejahteraan sosial yang telah tersedia di kota Palembang.
Adapun potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang tersedia di kota
Palembang antara lain potensi alam/pertanian, peternakan dan perikanan,
serta tersedianya sumber kesejahteraan sosial antara lain para donatur,
fasilitas dalam bentuk panti pemerintah dan swasta serta berbagai jenis
organisasi sosial. Jumlah organisasi sosial di kota Palembang sebanyak
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
27
113 buah, yang sebagian besar masih termasuk tipe tumbuh dan
berkembang, hanya sebesar 20 persen termasuk dalam kategori organisasi
sosial maju, sedangkan organisasi sosial yang termasuk dalam kategori
percontohan atau mandiri belum ada di kota Palembang.
Dilihat dari sisi legalitas bahwa organisasi sosial di kota Palembang
semuanya telah berbadan hukum. Hal ini terbukti bahwa organisasi sosial
tersebut telah memiliki akte notaris, terdaftar pada Kesbanglinmas, Dinas
Sosial kota dan provinsi, dan legalitas dari Kementerian Hukum dan
Perundang-Undangan.Ditinjau dari sisi manajerial bahwa semua organisasi
sosial yang diteliti mempunyai struktur organisasi dan uraian tugas dari
masing- masing pengurus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kondisi organisasi sosial yang
diteliti dapat dikemukakan bahwa kondisi fisik dari 30 organisasi sosial
yang menjadi sasaran penelitian ini, pada umumnya relatif sedang dalam
arti mempunyai bangunan untuk sekretariat, tempat pelayanan atau
bimbingan. Ditinjau dari sisi pendanaan, secara umum organisasi sosial
yang ada di kota Palembang masih memerlukan bantuan baik dari
pemerintah maupun dunia usaha sebagai donatur, dalam arti bahwa
organisasi sosial tersebut belum mempunyai bidang usaha/jasa yang
menghasilkan dana untuk mendukung kegiatan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat. Oleh karena itu keberlangsungan pelayanan organisasi
sosial dalam pembangunan kesejahteraan sosial di kota Palembang untuk
sementara ini masih sangat tergantung dari perhatian pemerintah, dunia
usaha, dan para donatur.
Peran organisasi sosial di kota Palembang secara kualitatif dapat
dikemukakan bahwa pelayanan dan pemberdayaan yang dilakukan berhasil
membantu peserta layanan, sehingga mereka dapat melaksanakan fungsi
sosialnya. Sebagai contoh misalnya anak yatim dan anak dari keluarga
miskin yang diberi pelayanan dalam bentuk pendidikan, pelatihan
keterampilan sehingga kemampuan mereka dapat meningkat. Bagi keluarga
28
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
miskin yang mendapat pelayanan dari organisasi sosial dapat mendirikan
usaha kecil-kecilan yang dapat membantu ekonomi keluarga mereka, dan
bagi lanjut usia terlantar yang mendapat pelayanan dari organisasi sosial
dapat mencegah keterlantaran mereka dan kesehatan mereka terjaga
dengan baik. Begitu pula halnya bagi para penyalahgunaan NAFZA dapat
disadarkan secara perlahan untuk meninggalkan kebiasaan mereka
menyalahgunakan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Hal-hal yang dikemukakan di atas merupakan gambaran umum atau
diskripsi kota Palembang dalam kaitannya dengan peranserta/partisipasi
masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial.
B. SEMARANG - JAWA TENGAH
Semarang merupakan salah satu kota dan sekaligus berfungsi sebagai
ibukota Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis Semarang terletak antara
6 derajat 50' - 7 derajat 10' lintang selatan dan garis 109 derajat 35' - 110
derajat 50' Bujur Timur, dengan batas-batas sebelah utara dengan laut Jawa,
sebelah timur dengan Kabupaten Demak, sebelah barat dengan Kabupaten
Kendal dan sebelah selatan dengan Kabupaten Semarang. Suhu udara
berkisar antara 20 - 30 derajat Celsius dan suhu rata-rata 27 derajat Celsius.
Kota Semarang memiliki luas 373,70 km atau 37.366.836 Ha. Secara
administratif terdiri dari 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan.
Penduduk sangat heterogen terdiri dari campuran beberapa etnis, Jawa,
Cina, Arab dan keturunanya. Juga etnis lain dari beberapa daerah di
Indonesia yang datang di Semarang untuk berusaha, menuntut ilmu maupun
menetap selamanya di Semarang. Mayoritas penduduk memeluk agama
Islam, kemudian berikutnya adalah Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Mata
pencaharian pendududuk beraneka ragam, terdiri dari pedagang, pegawai
pemerintah, pekerja pabrik dan petani.
Kendati warganya sangat heterogen, namun kehidupan sosial
masyarakat Kota Semarang sangat damai. Toleransi kehidupan umat
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
29
beragama sangat dijunjung tinggi. Inilah faktor yang sangat mendukung
kondisi keamanan sehingga Semarang menjadi kota Indonesia yang sangat
baik untuk pengembangan investasi dan bisnis.Sebagai kota Metropolitan
dan ibu kota Propinsi Jawa Tengah, Semarang juga memiliki fasilitas yang
sangat memadai. Disini terdapat fasilitas pelabuhan, fasilitas pendidikan,
fasilitas kesehatan , fasilitas perbelanjaan ,kawasan bisnis dll.
Kota Semarang nampaknya akan terus berkembang, selain sebagai kota
perdagangan juga menjadi kota jasa pariwisata. Oleh karena itu, di
Semarang terus bertumbuhan hotel-hotel dari kelas melati hingga bintang.
Perkembangan menjadi kota jasa itu akan ditunjang sarana transportasi
udara dengan bandara Ahmad Yani yang ditingkatkan statusnya menjadi
Bandara Internasional, maupun transportasi darat berupa Kereta Api (KA)
dan bus dengan berbagai jurusan.
Dengan pelabuhannya yang terkenal sejak jaman Belanda, Semarang
merupakan kota yang ideal sebagai gerbang masuk menuju kota-kota lain
di Jawa Tengah. Berbagai kegiatan bongkar muat terjadi di pelabuhan
Tanjung Emas Semarang untuk kemudian diangkut menuju kota-kota lain.
Tak heran bila kemudian Semarang lebih dikenal sebagai Kota Transit
daripada Kota Wisata. Padahal Semarang menyimpan begitu banyak
keunikan yang bisa dinikmati dan obyek-obyek yang bisa dikunjungi. Sebagai
Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah, Semarang merupakan pusat industri,
perdagangan dan pemerintahan yang mengatur 34 kota dan kabupaten
lainnya. Maka wajar bila kota ini memiliki berbagai fasilitas yang lebih baik
dan lebih lengkap dibanding kota lainnya.
Dengan keunikan bentuk geologisnya yang jarang ditemui di kota-kota
lain, Semarang seperti terbagi menjadi daerah dengan dua iklim, panas
dan sejuk. Iklim yang panas terjadi karena kota berada dipesisir pantai
Semarang yang merupakan dataran rendah. Iklim yang sejuk didapat karena
sebagian Kota Semarang berada di lereng gunung Ungaran. Semarang
selama ini dikenal sebagai kota industri dan bisnis. Tapi bukan berarti
30
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Semarang tidak memiliki tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi. Ada
bangunan bersejarah seperti Tugu Muda. Tugu ini dibangun sebagai
monumen untuk mengenang heroisme pejuang Semarang melawan penjajah
Jepang. Kemudian ada Gereja Blenduk yang merupakan peninggalan
Belanda. Museum-museum seperti Museum Ronggowarsito, Museum
Mandala Bakti, Museum Nyonya Meneer, Museum Jamu Jago dan Muri.
Selain bangunan kuno, Semarang juga memiliki tempat wisata bermain
untuk anak-anak, Wonderia dan Istana Majapahit. Bagi yang gemar melihat
keindahan alam, ada Goa Kreo, Agro Wisata Sodong, kampung Wisata
Taman Lele. Saat ini di Semarang juga sedang dibangun Kebun Binatang
yang lebih lengkap dan besar. Dan yang baru selesai direnovasi yaitu
Klenteng Sam Poo Kong, bangunan ini sangat indah, karena merupakan
perpaduan antara ornamen Cina yang sangat kental dipadu dengan bentuk
atap yang mirip joglo. Untuk menunjang kebutuhan para wisatawan,
Semarang juga sudah mempersiapkan hotel dari yang paling murah sampai
hotel berbintang.Transportasi yang mudah dan nyaman, biro perjalanan yang
siap memandu perjalanan para wisatawan. Kalau berkunjung ke Semarang,
jangan lupa dengan makanan khasnya, bandeng presto dan wingko babat
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Dinas Sosial provinsi Jawa
Tengah, pada tahun 2009 di wilayah Kota Semarang terdapat 103 organisasi/
yayasan sosial yang melaksanakan pelayanan sosial kepada warga
bermasalah sosial. Dari jumlah tersebut, berdasarkan klasifikasi yang
dirumuskan oleh Kementerian Sosial ada tiga tipe,yaitu tipe A 4 buah, tipe
B 15 buah, tipe C 45 buah dan tipe D 37 buah, dan tipe E 2 buah. Berbagai
jenis pelayanan masalah sosial yang dilaksanakan meliputi pelayanan
kepada : Lansia, anak terlantar, fakir miskin, korban narkotika, psikotik,
penyandang cacat ( seperti cacat tubuh, tuna netra, tuna rungu, tuna
wicara)(Anonim, 2009:1-9). Namun demikian, kiranya data tersebut dalam
tahun 2010 ini ada perubahan yaitu ada beberapa organisasi sosial/yayasan
sosial yang ternyata sudah tidak operasional lagi.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
31
C. SURABAYA - JAWA TIMUR
Surabaya adalah kota yang mempunyai beberapa atribut seperti ibu kota
provinsi Jawa Timur, Kota Pahlawan, kota metropolitan dan kota Industri.
Sebagai kota metropolitan dan kota industri, Surabaya menjadi pusat
kegiatan perekonomian di daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Sebagian
besar penduduknya bergerak dalam bidang jasa, industri, dan perdagangan.
Banyak perusahaan besar yang berkantor pusat di Surabaya, seperti PT
Sampoerna Tbk, Maspion, Wing's Group, Unilever, dan PT PAL. Kawasan
industri di Surabaya diantaranya Suraba Insustrial Estate Rungkut (SIER)
dan Margomulyo.
Mayoritas penduduk di Surabaya adalah suku bangsa Jawa. Dibanding
dengan masyarakat Jawa pada umumnya, Suku Jawa di Surabaya memiliki
temperamen yang sedikit lebih keras dan egaliter. Salah satu penyebabnya
adalah jauhnya Surabaya dari kraton yang dipandang sebagai pusat budaya
Jawa. Surabaya juga menjadi tempat tinggal berbagai suku bangsa di
Indonesia, termasuk suku Madura, Tionghwa, dan Arab.
Sebagai pusat pendidikan, Surabaya juga menjadi tempat tinggal
mahasiswa dari berbagai daerah dari seluruh Indonesia, bahkan di antara
mereka juga membentuk wadah komunitas tersendiri. Sebagai pusat
komersial regional, banyak warga asing (ekspatriat) yang tinggal di daerah
Surabaya, terutama di daerah Surabaya Barat. Agama Islam adalah agama
mayoritas penduduk Surabaya. Surabaya merupakan salah satu pusat
penyebaran agama Islam yang paling awal di tanah Jawa. Masjid Ampel
didirikan pada abad ke-15 oleh Sunan Ampel, salah satu pioner Wali songo.
Agama lain yang dianut adalah Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan
Konghucu. Di Surabaya juga dijumpai penganut Islam Syiah dalam jumlah
yang cukup signifikan. Walaupun Islam merupakan mayoritas di Surabaya
kerukunan umat beragama saling menghormati, menghargai dan saling
menolong untuk sesamanya cukuplah besar, niat masyarakat Surabaya
dalam menjalankan Amal Ibadahnya. Tidak hanya itu saja banyaknya
32
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
yayasan-yayasan sosial yang berazaskan Agama juga banyak, mereka
bekerja sama dalam kegiatan bhakti sosial. Bahkan ada satu wadah
kerukunan umat beragama di Surabaya yang sering exist dalam menyikapi
suatu problem sosial manusia agar tidak mudah terprovokasi oleh pihakpihak yang tidak bertanggung jawab yang akan merusak persatuan dan
kesatuan Bangsa Indonesia pada umumnya serta masyarakat Jawa Timur
khususnya. Surabaya adalah rumah dari beberapa gereja besar Indonesia.
Dan banyak sekte atau aliran gereja yang muncul di kota Surabaya
D. SAMARINDA - KALIMANTAN TIMUR
Provinsi Kalimantan Timur termasuk iklim Tropika Humida dengan curah
hujan berkisar antara 1500-4500 mm per tahun. Temperatur udara minimum
rata-rata 21°C dan maksimum 34°C dengan perbedaan temperatur siang
dan malam antara 5°-7°C.Temperatur minimum umumnya terjadi pada bulan
Oktober sampai Januari, sedangkan temperatur maksimum terjadi antara
bulan Juli sampai dengan Agustus.
Kelembaban udara rata-rata mencapai 86 % dengan kecepatan angin
rata-rata 5 knot perjam. Data curah hujan selama 5 tahun dari tahun 19941998 mencatat bahwa rata-rata curah hujan mencapai 2060,2 mm per tahun.
Dengan luas wilayah 718 km², Samarinda terletak di wilayah
Khatulistiwa dengan koordinat diantara 0°21'81"-1°09'16" LS dan
116°15'16"-117°24'16" BT.
Utara
Selatan
: Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara
: Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara
Barat
: Kecamatan Tenggarong seberang, Muara Badak Kabupaten
Kutai
Timur
: Kecamatan Muara Badak, Anggana dan Sanga-sanga
Kabupaten Kutai
Kota Samarinda mempunyai permasalahan sosial cukup banyak.
Berdasarkan data tahun 2007, jumlah penyandang masalah kesejahteraan
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
33
sosial (PMKS) di kota ini mencapai 84.732 orang, yang tersebar di enam
wilayah kecamatan. PMKS yang paling banyak jumlahnya adalah kategori
Keluarga Fakir Miskin, jumlahnya mencapai 47.568 unit keluarga.
Dalam kesempatan diskusi terfokus yang diikuti oleh berbagai pejabat
dari instansi terkait, masalah-masalah sosial yang menonjol saat ini
dilaporkan antara lain: konflik etnis, kemiskinan, narkoba, kenakalan remaja,
gangguan jiwa, penyandang cacat fisik, prostitusi, anak jalanan, kekerasan
dalam rumah tangga, masalah traficking.
Sementara itu, jumlah organisasi/yayasan sosial sebagai salah satu
potensi sosial dan mitra kerja pemerintah dalam menangani permasalahan
sosial berdasarkan data tahun 2009 yang menyelenggarakan penanganan
masalah kesejahteraan sosial di Kota Samarinda sebanyak 114 Orsos/
yayasan (Anonim,2009). Apabila dibandingkan antara jumlah Orsos/yayasan
sebagai mitra kerja pemerintah dalam penanggulangan masalah PMKS di
kota ini, 1 : 743 orang. Dengan demikian, keadaan seperti ini dapat
disimpulkan partisipasi masyarakat dalam upaya penanganan PMKS di Kota
Samarinda perlu ditingkatkan. Dari segi partisipasi masyarakat dalam
pembangunan kesejahteraan sosial; yang dalam hal ini warga masyarakat
yang tergabung di dalam suatu organisasi sosial (Orsos) sebagai mitra kerja
pemerintah, perlu diketahui bagaimana keberadaannya serta apa saja yang
telah dilakukan oleh masing-masing Orsos, baik yang telah mendapatkan
fasilitas dari kementerian sosial maupun yang belum mendapatkannya.
E. MANADO - SULAWESI UTARA
Manado adalah salah satu kota yang sekaligus berfungsi sebagai Pusat
Pemerintahan Provinsi Sulawesi Utara. Secara geografis Manado terletak
di ujung utara pulau Sulawesi pada posisi 124°40'-124°50' Bujur Timur
dan 1°30'-1°40' Lintang Utara. Secara administratif, Kota Manado
berbatasan dengan:
Sebelah Utara
34
: Kabupaten Minahasa dan Selat Mantehage
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Sebelah selatan
: Kabupaten Minahasa
Sebelah Barat
Sebelah Timur
: Teluk Manado
: Kabupaten Minahasa
Manado merupakan kota pantai (berada di tepi pantai memiliki garis
pantai sepanjang 18,7 kilometer), namun sebagian besar wilayah daratan
adalah kawasan berbukit dengan interval ketinggian dataran antara 0-40 %
dengan puncak tertinggi di gunung Tumpa. Wilayah perairan Kota Manado
meliputi pulau Bunaken, pulau Siladen dan pulau Manado Tua. Pulau
Bunaken dan Siladen memiliki topografi yang bergelombang dengan puncak
setinggi 200 meter. Sedangkan pulau Manado Tua adalah pulau gunung
dengan ketinggian ± 750 meter. Luas wilayah daratan kota Manado adalah
15.726 hektar terbagi dalam 9 kecamatan (Bunaken Malalayang, Mapanget,
Sario, Singkil, Tikala, Tuminting, Wanea, Wenang) dan 87 Kelurahan.
Masyarakat Kota Manado cukup heterogen. Mayoritas penduduk berasal
dari suku Minahasa. Mongondo, Sangir, Gorontalo. Disamping itu ada
beberapa beberapa suku yang berasal dari luar daerah tersebut, seperti:
Arab, Tionghoa, Makasar, Jawa, Batak, Maluku. Agama yang dianut adalah
Protestan, Islam, Hindu, Budha dan Konghucu. Mayoritas penduduk kota
adalah pemeluk agama Kristen atau Katolik. Hal itu jelas dapat dilihat dari
banyaknya gereja di seantero kota.
Ditengah masyarakat yang heterogen, terdapat nilai dalam berinteraksi
antar anggota masyarakat yang sangat dijunjung tinggi yaitu Torang samua
basudara yang secara harafiah dapat diterjemahkan "Kita semua
bersaudara". Nilai inilah yang mendasari sikap hidup toleran, terbuka dan
dinamis untuk menjaga kerukunan umat antara agama dan antar suku.
Manado. Motto Sulawesi Utara adalah Si Tou Timou Tomou Tou, sebuah
filsafat hidup masyarakat Minahasa yang dipopulerkan oleh Sam Ratulangi,
yang berarti: "Manusia hidup untuk memanusiakan orang lain" atau "Orang
hidup untuk menghidupkan orang lain". Dalam ungkapan bahasa Manado
seringkali dikatakan: "Baku beking pande", yang secara harafiah berarti
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
35
"Saling menambah pintar [orang lain]". Di Masyarakat Jawa, Motto seperti
ini dikenal dengan istilah "nguwongake uwong"
Masyarakat Manado juga disebut dengan istilah "warga Kawanua".
Walaupun secara khusus Kawanua diartikan kepada suku Minahasa, tetapi
secara umum penduduk Manado dapat disebut juga sebagai warga
Kawanua. Dalam bahasa daerah Minahasa, "Kawanua" sering diartikan
sebagai penduduk negeri atau "wanua-wanua" yang bersatu atau "MinaEsa" (Orang Minahasa). Kata "Kawanua" diyakini berasal dari kata "Wanua".
Kata "Wanua" dalam bahasa Melayu Tua (Proto Melayu), diartikan sebagai
wilayah pemukiman. Sementara dalam bahasa Minahasa, kata "Wanua"
diartikan sebagai negeri atau desa.
Perekonomian kota Manado khususnya terdiri dari sektor perdagangan,
perhotelan dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor
jasa. Pada tahun 1996 peran ketiga sektor utama ini dalam pembentukan
PDRB adalah sejumlah 68,74%. Dalam kurun waktu 5 tahun, peran ketiga
sektor ini cenderung semakin dominan, yang dilihat dari kontribusinya pada
tahun 2000 yang meningkat menjadi 74,68%. Laju Inflasi kota Manado
selama kurun waktu dua tahun terakhir (2000-2001) sangat berfluktuatif.
F. KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR
Kupang adalah ibukota propinsi Nusa Tenggara Timur. Secara Geografis
Terletak pada 10o 36'14"-10o39'58" LS dan 123o 32'23"-123o37'01"BT; Luas
wilayah 180,27 Km2, dengan peruntukan Kawasan Industri 735,57 Ha,
pemukiman 10.127,40 Ha, Jalur Hijau 5.090,05 Ha, perdagangan 219,70
Ha, pergudangan 112,50 Ha, pertambangan 480 Ha, pelabuhan laut/udara
670,1 Ha, pendidikan 275,67 Ha, pemerintahan/perkantoran 209,47 Ha, lainlain 106,54 Ha; Batas Wilayah Utara berbatasan dengan Teluk Kupang, Timur
berbatasan dengan Kab. Kupang, Barat berbatasan dengan Selat Semau
dan Kab. Kupang, sedangkan Selatan berbatasan dengan Kabupaten
Kupang; Jumlah penduduk 286.299 orang; Wilayah Administrasi terdiri dari
4 kecamatan, dan 49 kelurahan.
36
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Secara geografis, Kota Kupang memiliki posisi strategis sebagai pusat
pemerintahan propinsi NTT dan sekaligus sebagai salah satu mata rantai
yang menghubungkan kebupaten Kupang dan Rote Ndao dengan Kabupaten
Timor Tengah Selatan, serta sejumlah Kabupaten lainnya yang berbatasan
langsung dengan Kota Kupang. Dari posisinya yang demikian, Kota Kupang
sangat tinggi aksebilitasnya terhadap pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
yang berperan penting dalam era globalisasi, yakni Makassar di Utara,
Surabaya di Barat dan Darwin ke Selatan.
Tantangan pembangunan Kota Kupang pada masa yang akan datang
semakin kompleks, sehingga rumusan kebijakan dan strategi pembangunan
tidak saja harus mempertimbangkan secara cermat situasi lokal dan arahan
kebijakan tingkat propinsi maupun nasional yang secara umum mencermati
pula peluang dan dampak percaturan geo-politik secara global. Khusus untuk
kawasan Pasifik Selatan, pada era perdagangan bebas, akan merupakan
lalu lintas perdagangan internasional yang paling ramai dimana Darwin
(Australia) akan menjadi salah satu pintu gerbang perdagangan yang
memainkan peran penghubung antara kawasan Barat Indonesia dengan
negara-negara Pasifik Selatan termasuk Amerika Serikat. Selain itu, jalur
ekonomi tradisional (Surabaya dan Makassar) akan tetap penting sehingga
perlu menjadi acuan dalam pengembangan ekonomi daerah. Krisis
mendalam hampir dalam setiap sendi kehidupan bangsa dan negara.
Implikasinya adalah ketidak-pastian atau stagnasi /terhentinya pertumbuhan
ekonomi yang dapat menimbulkan
Tantangan sekaligus peluang yang juga tidak kalah penting adalah
kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat-daerah (UU
No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004). Konsekuensinya, daerah
harus mampu menggali sendiri sumber-sumber pembiayaan pembangunan
yang berarti bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus semakin
ditingkatkan. Selain mempertimbangkan lingkungan strategis regional,
nasional dan global seperti diuraikan diatas, berbagai program harus tetap
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
37
berpijak pada situasi lokal agar realistis dan sesuai dengan keadaan sosial
budaya, kualitas sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang tersedia.
Saat ini dan masa depan Kota Kupang menghadapi ancaman berupa
ketidakcukupan air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Air tanah yang
disedot oleh PDAM Kabupaten Kupang untuk melayani 22.157 pelanggan
pertahun adalah 80.967.324 m2, penggunaan tangki 786.575 m3 pertahun,
rumah tangga pengguna sumur 19.910. Air yang disedot tersebut sebagian
besar adalah air dibawah tanah, sedangkan air permukaan yang
dimanfaatkan PDAM Kabupaten Kupang relatif lebih kecil.
Gambaran tentang kondisi lokal Kota Kupang antara lain penduduk
produktif hanya 82.669 orang atau 31,19 persen dari total penduduk 265.050
orang, dengan rata-rata pendapatan penduduk produktif adalah sebesar
Rp. 565.656,50 perbulan. Hal ini dibuktikan dengan besarnya jumlah rumah
tangga miskin yakni 23.720 rumah tangga dari total 58.787 rumah tangga
yang terbesar di Kota Kupang. Jumlah keluarga miskin tersebut berimplikasi
pada akses pelayanan kesehatan dan pendidikan di Kota Kupang menjadi
sangat kompleks karena tingginya biaya untuk memperoleh pelayanan
kesehatan dan pendidikan yang memadai. Tercatat 30 persen ibu melahirkan
memilih dukun dan famili sebagai penolong persalinan, sedangkan akses
masyarakat ke lembaga pendidikan formal setingkat SD s/d SMU mutu
kelulusannya sangat memprihatinkan. Tahun Ajaran 2005 - 2006, nilai
tertingginya 9 - 10, sekalipun menggunakan paket soal dengan tingkat
kesulitan tipe c. Selama ini Kota Kupang menempati posisi I diantara 16
Kabupaten/Kota se-NTT, kini bergeser menjadi milik Sumba Timur dan
Manggarai.
Selain situasi lokal Kota Kupang yang dideskripsikan diatas, tercatat
juga beberapa masalah telah berkembang dan harus dapat perhatian, antara
lain:
a. Kualitas Sumber Daya Manusia yang belum terkonsolidasi secara baik.
b. Potensi ekonomi daerah belum dikelola secara optimal.
38
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
c. Pertumbuhan ekonomi belum berkembang optimal dan tidak selaras
dengan potensi ekonomi masyarakat.
d. Tidak konsistennya pemanfaatan ruang Kota Kupang dengan arah
kebijakan penataan ruang Kota.
e. Sering terjadinya gesekan-gesekan dalam relasi sosial yang potensial
terhadap konflik sosial.
f. Rendahnya tingkat penegakan hukum dan maraknya pelanggaran HAM.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
39
40
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Bab
IV
Kontribusi Organisasi Sosial Dalam
Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Dalam kerangka pembangunan kesejahteraan sosial (pembangunan
sebagai sebuah upaya), upaya untuk mewujudkan kesejahteraan sosial telah
dirumuskan oleh Negara Kesatuan Repunlik Indonesia, yakni termaktub
dalam UU No. 11 2009 BAB I pasal 1 ayat (2) yakni Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan
yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam
bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga
negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan
sosial, dan perlindungan sosial. Jika dipahami, bahwa yang tertulis dalam
Peraturan perundangan tersebut adalah pembangunan kesejahteraan sosial
yang diselenggarakan oleh negara maka kontribusi organisasi sosial dalam
pembangunan kesejahteran sosial dapat dilihat dari implementasi kebijakan
tersebut dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh masyarakat melalui
organisasi sosial. Besar - kecilnya kontribusi tentunya sangat dipengaruhi
oleh kondisi (kemampuan) organisasi tersebut. Artinya organisasi sosial
dapat mengambil salah satu bentuk pelayanan kesejahteraan sosial dan
atau beberapa kegiatan pelayanan lainnya.
Sebagai proses, sejak pembentukan organisasi sosial sampai dengan
operasionalisasi kegiatan organisasi, pada prinsipnya menunjukkan
organisasi telah memberikan kontribusi. Artinya, dukungan pikiran, tenaga,
dana, harta benda, keterampilan pengurus telah mulai tercurah sejak
pembentukan organisasi. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicari dari
penelitian ini maka beberapa aspek yang dijadikan pokok bahasan adalah
(1) Kondisi Organisasi Sosial; (2) kontribusi orsos dalam pembangunan
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
41
kesejahteraan sosial; (3) program yang dapat memberikan akselerasi
kontribusi orsos dalam pembangunan kesejahteraan sosial.
A. Kondisi Organisasi Sosial
Analisis terhadap kondisi organisasi sosial akan ditinjau dari beberapa
aspek yang berkaitan dengan kondisi internal organisasi. Kondisi internal
organisasi tersebut tentunya mempunyai keterkaitan dengan ruang gerak
organisasi dalam aktivitas pelayanan dan keberlanjutan pelayanan yang
diberikan. Aspek yang berkaitan dengan kondisi internal dimaksud antara
lain (1) legitimasi organisasi; (2) Sumber daya manusia (3) Sarana dan
Prasarana
1. Legitimasi organisasi
Dalam kerangka penyelenggaraan kegiatan bagi setiap organisasi
pada dasarnya tidak terlepas dari legitimasi (keberadaan) di suatu
tempat. Pengertian tentang legitimasi, pada dasarnya tidak hanya
sebatas pada perijinan dari pemerinah setempat tetapi termasuk di
dalamnya adalah legitimasi di tengah masyarakat. Legalitas organisasi
seringkali dijadikan sebagai salah satu syarat untuk mengakses program
dari beberapa lembaga baik lembaga pemerintah maupun non
pemerintah. Dalam kerangka legitimasi, organisasi sosial harus
mengeluarkan dana untuk (perijinan) mulai dari akta notaris sampai
dengan pengesahannya di Kementerian Kumham. Padahal jelas bahwa
organisasi tersebut secara nyata ingin berpartisipasi dalam
pembangunan kesejahteraan sosial. Di beberapa kalangan menyebut
bahwa pengesahan organisasi dari lembaga yang berkomitmen
merupakan sebuah konsekuensi logik (tuntutan) dari donatur baik yang
berasal dari pemerintah maupun donatur asing.
Berdasar data dan informasi yang terhimpun dari beberapa organisasi
sosial yang dijumpai dari penelitian ini, umumnya telah memiliki landasan
kepastian hukum (perijinan) dalam penyelenggaraan kegiatan sosial,
perijinan dari instansi Sosial (khususnya Dinas Sosial), namun tidak
42
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
semua organisasi sosial tersebut dapat dikategorikan sebagai organisasi
3
sosial yang berbadan hukum . Perijinan yang diberikan untuk operasional
kegiatan 0rganisasi tentunya tidak berlaku selamanya. Umumnya durasi
ijin yang diberikan umumnya sepanjang satu tahun dan setelah durasi
tersebut habis masa berlakunya, maka Organisasi sosial harus
memperpanjang perijinan operasionalnya. Dari durasi ijin yang diberikan,
ada beberapa organisasi sosial yang masa berlakunya sudah
kedaluarsa. Menurut pengurus Organisasi sosial, terlambatnya
perpanjangan perijinan ini ada keterkaitannya dengan mekanisme
hubungan dengan organisasi sosial pusat.
Tahun pendirian organisasi sosial dan Akte yang memberikan
pengesahan hukum tidak selalu sama, artinya banyak diantara lembaga
yang sudah beroperasi tetapi baru memperoleh akte pendirian dari
notaris. Misalnya RAPI berdiri tahun 1950 tetapi memperoleh akte notaris
bari pada tahun 1997. Kondisi ini tidak berarti bahwa operasionalisasi
organisasi sosial baru berjalan setelah diperoleh akte notaris. Dalam
konteks ini, organisasi yang belum berbadan hukum juga diberi peluang
untuk melakukan aktifitas yang berkaitan dengan usaha kesejahteraan
sosial sesuai dengan yang termaktub dalam Surat Keputusan Menteri
Sosial R.I. Nomor 40/ HUK/KEP/IX/1990.
3.
Lembaga yang yang berkompeten untuk memberikan legalitas organisasi sosial antara lain:
Kementerian Hukum dan Ham. Secara eksplisit, ketentuan legalitas hukum tersebut tertuang dalam
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Rapat paripurna DPR pada tanggal 7 September 2004
pasal 11 ayat (1) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian (Notaris)
memperoleh pengesahan dari Menteri.(2) Kewenangan Menteri dalam memberikan pengesahan
akta pendirian Yayasan sebagai badan hukum dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama Menteri, yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan Yayasan. Undang-Undang No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Soisal Pasal 46
ayat (1) Setiap lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial wajib mendaftar kepada
kementerian atau instansi di bidang sosial sesuai dengan wilayah kewenangannya. (2) Pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cepat, mudah, dan tanpa biaya.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
43
Syarat yang harus dipenuhi oleh organisasi sosial untuk memperoleh
legitimasi (berbadan hukum) antara lain: Akte notaris, Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga, Susunan Pengurus, ijin domisili dari
kelurahan, kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial yang akan
diselenggarakan. Bagi organisasi sosial yang telah memiliki legitimasi dari
Pemerintah berkewajiban untuk melaporkan kegiatannya secara berkala.
Dari segi administratif, legalitas lembaga relatif mudah didapat
sepanjang memenuhi persyaratan. Legalitas administratif (berbadan
hukum) tidak hanya sebatas tuntutan administratif (tuntutan peraturan
perundangan), tetapi telah menjadi tuntutan lembaga-lembaga
4
penyandang dana di luar pemerintah Republik Indonesia. Dari segi
legalitas lebaga juga dapat dipahami keseriusan pengurus organisasi
dalam penyelenggaraan kegiatan organisasi.
Mengingat organisasi sosial hidup di tengah masyarakat,
persoalannya apakah bagaimana legalitas organisasi di tengah
masyarakat? Untuk mendapat legitimasi di tengah masyarakat,
organisasi sosial masih membutuhkan proses dan waktu yang cukup
panjang. Kondisi ini tentunya sangat tergantung dari upaya pengurus
organisasi dalam pelaksanaan kegiatannya di tengah masyarakat dan
bagaimana menjalin relasi organisasi dengan potensi sosial yang ada
di lingkungannya. Eksistensi legitimasi organisasi sosial dari masyarakat
pada dasarnya merupakan pengejawantahan keberadaan organisasi
sosial diterima oleh masyarakat. Apakah masyarakat telah mengenal
dan lebih memahami organisasi sosial yang ada dilingkungannya. Jika
masyarakat sudah dapat memahami dan memandang penting
keberadaan organisasi dalam memecahkan permasalahan di wilayahnya,
4
Penyandang dana di luar pemerintah adalah penyandang dana asing. Penyandang dana yang sudah
cukup dikenal dan telah berperan sebagai penyandang dana bagi organisasi sosial di Indonesia
antara lain negara, NGO/LSM asing, dan badan badan dunia seperti Unichef, dan lain-lain.
44
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
tentunya dukungan dari masyarakat relatif mudah diperoleh. Memahami
dalam pengertian ini adalah masyarakat telah mengetahui organisasi
sosial, kegiatan yang dilaksanakan, sasaran dari kegiatan organisasi,
pendanaan, dan keseriusan pelaksananya dalam penanganan masalah
sosial. Dukungan dari masyarakat tersebut dapat dipahami sebagai
salah satu bentuk aksesibilitas organisasi dalam pelaksanaan
kegiatannya.
Keuntungan dari legalitas dari hukum ini adalah organiasai sosial ada
kemudahan untuk mengakses dana maupun program dari berbagai pihak
yang mempunyai komitmen dalam penanganan masalah sosial. Legalitas
Organisasi tersebut dapat dipergunakan untuk mengakses program
5
pemerintah dan program lembaga dunia yang mempunyai konsentrasi
pada permasalahan yang bersifat kemanusiaan (humanity). Kondisi ini
tentunya telah menstimuli pengurus organisasi untuk memperoleh
kepastian hukum bagi lembaganya. Dari 160 organisasi yang dapat
dijumpai, ada beberapa organisasi yang telah mengakses dan atau menjadi
mitra kerja dengan pemerintah (pendidikan, sosial, kesehatan,
pemberdayaan) dan lembaga dunia (WVI, Bulan Sabit Merah).
2. Sarana dan Prasarana
Dalam kerangka pelaksanaan kegiatan pelayanan, besar atau
kecilnya pelayanan yang diberikan organisasi tidak akan terlepas dari
sarana dan prasarana yang dimiliki. Sarana dan prasarana merupakan
salah satu indikator keberadaan organisasi sosial. Apakah organisasi
tersebut mempunyai tempat (perkantoran), peralatan untuk menunjang
kegiatan yang bersifat administratif, sampai dengan peralatan untuk
5.
Jenis program dari pemerintah ditujukan kepada masyarakat dan secara langsung diterima oleh
masyarakat (huose hold) misalnya Bantuan Langsung Tunai. Program pemerintah yang harus
diselenggarakan melalui lembaga lokal (organisasi sosial). Beberapa jenis program yang
penyalurannya harus melalui organisasi sosial antara lain program pemberdayaan, Askesos,
pendidikan Anak Usia Dini.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
45
pelayanannya (fungsi orsos). Data yang terhimpun dari penelitian ini
menunjukkan bahwa kondisi perkatoran orgasnisasi sosial sangat variatif,
artinya perkantoran yang sangat sederhana sampai dengan perkantoran
yang sudah dikategorikan maju.
Organisasi sosial yang masih dikategorikan sangat sederhana
umumnya menggunakan rumah tinggal pimpinan organisasi untuk
kegiatan perkantoran, pertemuan (rapat pengurus), bahkan beberapa
organisasi sosial juga menggunakan rumah tinggal untuk sekaligus
kegiatan pelayanan kepada klien. Dari segi kondisi sarana dan prasarana
yang dimiliki tersebut dapat dikategorikan sebagai Orsos tipe D yakni
"Orsos Embrio", yaitu yang belum memenuhi standar kelembagaan dan
pelayanan, dan masih perlu bantuan untuk memenuhi standar minimal".
Dalam kerangka peningkatan pelayanan masih perlu pendampingan
untuk pengembangannya.
Jika dicermati, kondisi di atas sangat terkait dengan pemahaman
masyarakat tentang kegiatan kesejahteraan sosial yang mengurusi orang
banyak. Seolah - olah pekerjaan organisasi sosial seperti kegiatan Rukun
Tetangga dan atau Rukun Warga (RT/RW) di satu wilayah. Kondisi ini
dapat dipahami, bahwa pemahaman masyarakat sosial (kesejahteraan
sosial) lebih bersifat pada aktivitas yang diselenggarakan oleh
6
masyarakat baik individu maupun kelompok secara sukarela yang tidak
berdasar pada pekerjaan sosial secara profesional. Kondisi masyarakat
6
Sosial dapat dimaknai dalam beberapa hal yakni: Pertama sosial dihubungkan dengan hiburan
atau sesuatu yang menyenangkan, kedua, kata sosial ditempatkan sebagai lawan kata individual,
dalam pengertian ini kata sosial cenderng ke arah pengertian sebagai kelompok sehingga dapat
ditafsirkan sebagai society atau community, Ketiga, Kata sosial diartikan sebagai lawan dari
pengertian benda. Kalau ditafsirkan dalam pembangunan, maka yang dimaksudkan bukan
pembanguan yang menghasilkan objek fisik yang bersifat kebendaan, tetapi lebih berat pada aspek
manusianya. Keempat kata sosial diartikan sebagai lawan ekonomi. Kelima, konsep sosial diartikan
dalam kaitannya dengan hak azasi seseorang sebagai anggota masyarakat. Soetomo, 2006,
Strategi strategi Pembangunan Masyarakat, Pustaka Pelajar Yogyakarta, cet 1.
46
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
ini mengindikasikan kurangnya sosialisasi tentang pekerjaan yang
berkaitan dan atau untuk mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat.
Organisasi sosial yang telah dikategorikan sebagai orsos yang telah
maju dan telah berkiprah cukup lama umumnya telah mempunyai sarana
dan prasarana dan terpisah dengan rumah pribadi. Sarana yang dimiliki
tidak hanya sebatas untuk pelaksanaan kegiatan administratif
(perkantoran). Sarana dan prasarana untuk operasionalisasi pelayanan
organisasi sosial tersebut telah dilengkapi dengan gedung dan peralatan
yang memadai. Organsiasi sosial tersebut dapat dikategorikan umumnya
adalah organisasi yang sudah mapan, dan memperoleh dukungan besar
dari masyarakat luas, sehingga mampu membiayai organisasi dan tenaga
pelaksana pelayanannya. Organisasi sosial tersebut dapat dikategorikan
sebagai Orsos tipe A yang dikategorikan "Mandiri", yaitu yang telah
memenuhi standar kelembagaan dan pelayanan, tidak bergantung pada
bantuan pemerintah, dapat dijadikan contoh.
3. Sumber daya manusia
Dalam kerangka pelayanan, sumber daya manusia (SDM) sebagai
pelaksana kegiatan organisasi merupakan faktor yang berpengaruh
cukup kuat terhadap optimalisasi hasil layanan. Dari aspek pendidikan,
umumnya pelaksana organisasi sosial berpendidikan menengah ke atas
yakni SLTA atau sederajat-lulusan Perguruan Tinggi (S1, S2, S3).
Meskipun SDM yang dijumpai adalah berpendidikan menengah ke atas,
namun beberapa SDM organisasi sosial masih banyak yang
membutuhkan peningkatan kemampuan keterampilan dari segi
pelayanan sosial. Walaupun ada beberapa organisasi sosial yang telah
mapan dan sudah memiliki SDM yang berkualitas sesuai dengan yang
kebutuhan pelayanannya.
Pemahaman tentang pelayanan sosial di lingkungan masyarakat
(organisasi sosial) tentunya akan berpengaruh dengan siapa yang akan
menjalankan kegiatan, perekrutan tenaga dan gaji yang harus dibayar.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
47
Dalam kerangka memenuhi kebutuhan tenaga pelayanan, strategi yang
dipergunakan untuk rekruitmen tenaga dapat dijumpai perekrutan yang
masih sangat sederhana (lebih menekankan pada hubungan interpersonal)
sampai pada perekrutan tenaga berdasar seleksi sesuai dengan kebutuhan
organisasi. Ditinjau dari motivasi pengurus organisasi, mereka adalah
sumber daya manusia yang sangat besar. Artinya mereka telah
memberikan pengorbanan yang cukup besar dibanding dengan hasil yang
diperoleh. Sebagai ilustrasi, banyak pengurus dan pelaksana pelayanan
organisai yang memperoleh honor yang sangat minim (hanya sekedar
untuk biaya trasport) atau bahkan tidak digaji. Pengorbanan mereka tidak
hanya sekedar pikiran, tenaga, dan keterampilan tetapi termasuk di
dalamnya adalah sumbangan dalam bentuk dana dan harta benda.
Jika lingkungan masyarakat memandang pekerjaan sosial sebagai
kegiatan yang tidak berorientasi pada ekonomi (lawan kata ekonomi)
apa lagi terkait dengan nilai profesi, maka strategi perekruitan tenaga
pelaksana lebih menekankan pada hubungan interpersonal (social net
working). Syarat yang dijadikan tuntutan tidak terlalu berat. Artinya
sepanjang ada minat dan kerelaan melaksanakan tugas sosial. Orang
bekerja di organisasi/yayasan sosial seolah hanya melaksanakan
pekerjaan sebagai relawan sosial yang menjalankan tugas kemanusiaan.
Sebagai ilustrasi ayah sebagai pimpinan, ibu sebagai sekretaris, anak
sebagai bendahara. Kondisi ini terjadi karena masyarakat memandang
bahwa pekerjaan sosial dapat dilakukan oleh siapa saja. Dampak
ikutannya adalah gaji orang yang bekerja di organisasi sosial kurang
mendapat perhatian. Kondisi perekrutan tenaga organisasi ini berbeda
dengan organisasi sosial yang sudah mapan (percontohan), ketentuan
(syarat) yang harus dipenuhi cukup ketat.
Kualitas SDM baik dari segi pendidikan maupun pengalaman tentunya
akan berpengaruh dalam pelaksanaan kegiatan oprganisasi, baik dalam
tata kelola administrasi dan tata kelola kegiatannya, maupun dalam
menjalin relasi (mitra kerja), penyusunan Term Of Refference (TOR)
sampai dengan kemampuan untuk mengakses program dari lembaga
48
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
(pemerintah maupun non pemerintah) dan penggalangan dana. Menurut
catatan dari beberapa lembaga yang mempunyai komitmen dalam
peningkatan kinerja organisasi sosial (instansi sosial) di 6 kota
mengungkapkan bahwa secara umum, SDM organisasi sosial masih
memerlukan beberapa jenis pelatihan seperti
1. Pelatihan manajemen pengelolaan organisasi
2. Pelatihan pekerja sosial
3. Peningkatan kemampuan untuk menjalin kerjasama dengan Mitra
Kerja
Ditinjau dari sumber dana operasional dan pelayanan, penyandang
dana organisasi sosial sangat bervariatif. Artinya sumber dana dapat
berasal dari pemerintah, lembaga dunia, yayasan besar yang menaungi,
dan masyarakat umum. Dana tersebut dapat berupa dana insidental dan
kontinyu (berkelanjutan). Dana yang bersifat insidental, antara lain dalam
bentuk hibah, sumbangan masyarakat umumnya dalam bentuk uang dan
barang. Dari pemerintah umumnya dalam bentuk stimulan. Pendanaan
yang bersifat kontinyu umumnya dalam bentuk paket program dari
pemerintah maupun lembaga internasional. Kondisi ini tentunya berkaitan
dengan sifat program organisasi, apakah program organisasi tersebut
dikategorikan sebagai charity, philantropi, atau pengembangan,
pemberdayaan. Dari segi waktu apakah program tersebut hanya bersifat
sesaat, sementara (program antara) atau program yang berkelanjutan
yang membutuhkan waktu cukup lama.
B. Kontribusi Organisasi Sosial Dalam Pembangunan Kesejahteraan
Sosial
Dalam kerangka memahami kontribusi organisasi dalam pembangunan
kesejahteraan sosial, ada beberapa pertanyaan yang mendasar yang perlu
dijawab, yakni sejak kapan organisasi sosial itu berdiri (mulai berkiprah)?
Apa yang dijadikan alasan yang mendasari (motivasi) organisasi sosial
tersebut melakukan tindakan (upaya)? Jenis pelayanan apa saja yang
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
49
diberikan kepada masyarakat? Bagaimana mereka memberikan layanan
tersebut? Berdasar dari data dan informasi yang terhimpun dari penelitian
ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Motivasi Pembentukan Organisasi
Ditinjau dari motivasi terbentuknya organisasi, minimal dapat dikaji
dari dasar (alasan) pembentukannya. Beberapa alasan yang mendasari
pembentukan organisasi sosial antara lain pengejawantahan dari: (1)
manusia sebagai makkhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial
yang hidup bersama untuk memenuhi kebutuhan bersama; (2) makhluk
religius (sebagai umat beragama).
Terkait alasan yang pertama, sebagai individu manusia adalah unik,
artinya berbeda satu dengan yang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia
tidak bisa lepas dari interaksi dengan orang lain. Disinilah nilai yang
secara moral mengatur hubungan antara manusia itu mulai ada. Jadi
terbentuknya organisasi didasari oleh kebutuhan masyarakat. Artinya
masyarakat melihat suatu realitas bahwa makhluk yang hidup secara
berkelompok, maka manusia akan merasa penting berorganisasi demi
pergaulan maupun memenuhi kebutuhannya. Dalam kerangka kehidupan
bersama tersebut ada seperangkat nilai yang mengikat perilaku
masyarakatnya (nilai yang harus diimplementasikan dalam
kehidupannya). Sebagai ilustrasi, nilai yang dijunjung oleh masyarakat
lokal antara lain Gotong Royong dan Tolong Menolong. Gotong royong
adalah nilai yang mengajarkan kepada manusia untuk selalu dapat hidup
bersama, sehingga beban hidup akan lebih ringan jika dikerjakan secara
bersama. Sedangkan tolong menolong merupakan perwujudan dari
manusia adalah makhluk yang lemah dan tidak selamanya mampu
memenuhi kebutuhan dirinya. Nilai tersebut telah tertanam sejak lama
dan terinternalisasi dalam masyarakat.
Pada alasan yang kedua (pengejawantahan makhuk yang religius),
nilai agama telah dijadikan spirit bagi anggota masyarakat untuk
50
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
melakukan setiap aktivitas sosial. Secara prinsip tiap agama selalu
mengajarkan untuk berbuat baik kepada sesama dan saling tolong
menolong. Cara berpikirnya sangat sederhana, yakni melaksanakan
perintah dan janji Tuhan dalam agama. Nilai agama ini telah menstimuli
tumbuhnya kepedulian masyarakat. Dalam kerangka pengejawantahan
amanah agama, setiap orang (baik secara individual, keluarga, maupun
kelompok) yang telah terstimuli akan berusaha untuk merealisasikan
kepeduliannya dalam bentuk yang lebih nyata. Seangkan upaya nyata
ini tentunya akan terbatas jika dilakukan secara individual.
Jika dicermati, kedua alasan (sebagai makhluk sosial dan maklhuk
religius) satu sama lain saling berkaitan. Meskipun terbentuknya
organisasi lebih banyak diinisiasi secara individual, tetapi dalam
pengejawantahannya senantiasa akan melibatkan orang banyak.
Dalam kehidupan bersama, nilai tersebut telah menumbuhkan empati
masyarakat untuk dapat merasakan permasalahan hidup dan kebutuhan
yang dihadapi oleh setiap manusia. Kondisi di lapangan (Organisasi sosial
yang ditemui dalam penelitian) ini memang menunjukkan bahwa salah
satu alasan pembentukan organisasi adalah adanya keprihatinan dan
7
kepedulian untuk mengatasi permasalahan sosial (kemiskinan dan
berbagai dampak yang ditimbulkan) yang ada di lingkungannya, terlebih
lagi di akhir dasawarsa tahun 2010 yang menunjukkan perkembangan
permasalahan sosial yang semakin kompleks.
Pada prinsipnya, kedua nilai (makhluk sosial dan religius)
mengamanahkan kepada manusia untuk turut ambil bagian dalam
7
Kepedulian sebagai sebuah konsep, secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai: indah-akan,
memperhatikan; memperdulikan; menaruh minat (Wojowasito, 1999). Dalam istilah psikologi, menurut
Husaini dan Noortis (1981) mengungkapkan bahwa peduli merupakan sekumpulan perilaku
seseorang/sekelompok orang yang diarahkan terhadap objek tertentu.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
51
Beberapa Nilai (Amanah) Agama:
Q.S. Annisa 9: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang
yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak
yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah
hendaklah mereka mengucapkan kata yang benar.
Q.S. Alma’un 1-3: Tahukah kamu orang yang mendustakan
agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak
menganjurkan memberi makan orang miskin.
Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia menyayangi orang
lain sebagaimana menyayangi diri sendiri (Al-Hadits).
Alkitab Yakobus 1:27 :” Ibadah yang murni dan tidak bercacat
dihadapan Allah Bapa Kita ialah mengunjungi yatim–piatu dan
janda miskin dalam kesusahan mereka”
Aku mencintai orang-orang shalih meski aku bukanlah dari
golongan mereka, karena aku berharap kiranya beroleh syafaat
dari mereka… Dan aku membenci para ahli maksiat, walaupun
aku dari kalangan mereka... (Syair Imam Syafi’i).
penanganan masalah kemiskinan. Besarnya arus informasi (baik yang
berkaitan dengan konsep nilai maupun kondisi faktual) mempunyai
pengaruh yang cukup kuat untuk menumbuhkan kesadaran (empaty)
52
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
dan membangun komitmen (kepedulian) seseorang terhadap
permasalahan sosial dan penanganannya.
Berdasar informasi di atas dapat dikemukakan, bahwa terbentuknya
setiap organisasi sosial yang dijumpai dalam penelitian ini organisasi
sosial selalu pada empat jenis ikatan seperti yang dikemukakan oleh
Sztomka, yakni ikatan (1) gagasan, (2) normatif, (3) tindakan, dan (4)
perhatian. Dalam konteks ini adalah (1) gagasan untuk mengatasi
masalah kesejahteraan sosial (minimal di lingkungan sosialnya), (2) nilai
yang telah mengikat perilaku setiap anggotanya, (3) upaya/kegiatan
nyata untuk mengatasi permasalahan tersebut, dan (4) konsentrasi
(sasaran) yang dijadikan target pelayanan. Meskipun masih relatif
terbatas, ide, pikiran yang telah tercurah, perhatian dan dana yang
dialokasikan untuk penanganan permasalahan sosial yang masih dalam
bingkai kesejahteraan sosial diberikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa
organisasi sosial telah memberikan kontribusi dalam pembangunan
kesejahteraan sosial.
2. Durasi Kiprah Organisasi
Ditinjau dari usia organisasi (tahun berdiri), di setiap kota yang diteliti
terdapat organisasi sosial yang sudah cukup lama berdiri. Berdasar data
yang dijumpai dalam penelitian ini, umumnya organisasi berdiri berkisar
antara tahun 1980 ke atas, tetapi ada beberapa organisasi/yayasan
sosial yang didirikan sebelum lahir Republik Indonesia Merdeka.
Beberapa organisasi sosial dimaksud antara lain: Yayasan Tanah Putih
berdiri tahun 1930, Yayasan Muhammadyah berdiri tahun 1938
(Semarang). Rapi tahun 1952 (Manado), Yayasan St Yulia tahun 1862
(Surabaya). Meskipun organisasi sosial tersebut baru memperoleh
legitimasi dari pemerintah, namun pondasi yang dibangun organisasi
telah puluhan tahun. Data ini mengindikasikan, bahwa organisasi sosial
telah memberikan kontribusi sejak lama. Umumnya, waktu pendirian
organisasi dengan kiprahnya dalam usaha kesejahteraan sosial tersebut
tidak berselang lama.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
53
Dari usia organisasi tersebut dapat dipahami bahwa keberadaan
organisasi sosial di tengah masyarakat sudah cukup baik dan bahkan ada
beberapa organisasi yang telah mengakar di masyartakat. Meskipun usia
organisasi tidak dapat dijadikan sebagai sebuah patokan (tolok ukur). Dari
penelitian ini juga dijumpai beberapa organisasi sosial yang baru berdiri
(usia organisasi kurang dari 5 tahun) telah berkiprah cukup besar.
Ditinjau dari fase perkembangannya aktivitas yeng diselenggarakan,
organisasi sosial yang dijadikan sasaran penelitian ini umumnya baru
dapat digolongkan pada organisasi fase generasi pertama dan fase
generasi kedua (dari empat fase generasi yang dikemukakan
Korten:1990). Perkembangan organisasi sosial tidak selalu mengikuti
setiap fase perkembangan. Meskipun secara personal ada pengurus
dan/atau orang yang berkecimpung dalam organisasi tersebut telah turut
serta pada fase generasi ketiga dan ke empat (Generasi ketiga,
...mencari perubahan dalam pranata dan kebijakan khusus pada tingkat
lokal, nasional, dan global...; Generasi keempat, ...membantu
memungkinkan seluruh masyarakat LSM internasional untuk dengan
efektif mendorong...pembangunan alternatif).
Pada perkembangan tahap awal, Korten menyebut sebagai Generasi
pertama, penyampaian pelayanan secara langsung untuk mengatasi
kekurangan dan keterbatasan dan mendesak yang sedang dialami
penduduk penerima bantuan, seperti kebutuhan pangan, pelayanan
kesehatan. Pelayanan orsos pada generasi pertama umumnya bentuk
penyantunan dan penyaluran dana untuk keluarga yang tidak mampu.
Adapun dana yang dikelola untuk penyantunan dapat berasal dari
masyarakat, pengusaha dan pemerintah yang mempunyai komitmen
dalam penanganan kemiskinan. Pada tahap ini banyak dijumpai pada
organisasi yang operasional kegiatannya berada di tingkat lokal (bisa
setara dengan Rw/kelurahan). Di setiap masyarakat lokal biasanya
terdapat perkumpulan atau dapat disebut sebagai kelompok masyarakat
yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang dirasakan oleh
54
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
sebagian besar warganya. Bentuk kegiatan perkumpulan pada awalnya
berkisar pada silaturahmi untuk kegiatan arisan, keagamaan. Kegiatan
ini dilaksanakan untuk mengikat anggotanya supaya dapat berkumpul
secara berkala. Kegiatan berikutnya adalah kegiatan sosial berupa
bantuan secara insidental yang ditujukan kepada masyarakat yang
kurang mampu. Bentuk perkumpulan ini dikategorikan sebagai organisasi
8
sosial tumbuh .
Organisasi sosial yang berada pada generasi pertama yang banyak
ditemui di beberapa kelurahan dan sering disebut sebagai organisasi
lokal, meskipun kebutuhan yang mendesak tersebut tidak harus berupa
masalah kebutuhan pangan yang secara eksplisit dikemukakan oleh
Korten. Perkumpulan seperti ini banyak dijumpai di Manado dan Kupang
yang umumnya berasal perkumpulan yang mengurusi kedukaan di
lingkungannya. Dalam pertemuan FGD Bapak Joni ketua Oikumene
mengungkapkan, bahwa di Manado ada slogan Torang samua basudara
yang artinya "Kita semua bersaudara", satu untuk semua dan semua
untuk satu. Slogan ini telah mendasari terbentuknya perkumpulan.
Pelayanan yang diberikan sebatas masyarakat lingkungannya yang
sebagian besar ekonomi lemah. Pertama perkumpulan ini menangani
masalah kedukaan dan orang sakit. Lalu diarahkan oleh Dinas Sosial
Kota maupun Provinsi untuk dikembangkan menjadi Organisasi Sosial
dengan syarat yang ada.
Dalam kerangka optimalisasi bantuan yang diberikan pada
masyarakat yang kurang mampu, perkumpulan dikembangkan menjadi
8
Definisi tentang kriteria organisasi sosial di daerah yang dijumpai dalam penelitian ini tidak sama,
artinya devinisi sangat kontekstual sesuai dengan penilaian di daerah masing masing. Ada yang
membagi dalam 5 klasifikasi (embrio, tumbuh, berkembang, maju, dan percontohan). Semantera
panduan dari Direktorat Bina Orsos tahun 2008 ada 4 klasifikasi. Sedangkan yang dijumpai di
Samarinda terdapat 3 klasifikasi, yakni berkembang, mandiri, maju.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
55
9
organisasi sosial . Sebagai organisasi sosial, lembaga ini dapat
mengakses fasilitas dari instansi baik dalam bentuk pengembangan
SDM, sarana dan prasarana maupun program pelayanan sosial dari
instansi pemerintah. Penyaluran program pemerintah kepada masyarakat
telah memotivasi pengurus untuk pengembangan perkumpulan menjadi
organisasi. Dari aspek pendanaan, organisasi sosial yang dijumpai dari
penelitian, umumnya dapat dikategorikan sebagai lembaga non profit.
Menurut Mahsum istilah non profit dapat dikelompokkan dalam 2 jenis
yakni (1) Pure - Non profit Organisation dan (2) Quasi - Non Profit
Organisation.
3. Bentuk Kegiatan
Organisasi sosial yang dapat dijumpai dalam penelitian ini terungkap
bahwa sasaran program organisasi bermuara pada masalah kemiskinan.
Adapun bentuk-bentuk pelayanan yang diberikan oleh organisasi antara
lain dapat dikelompokkan dalam beberapa kegiatan yakni: penyantunan,
pengembangan, pemberdayaan, dan perlindungan. Sasaran pelayanan
antara lain: (1) Anak terlantar, (2) Lanjut Usia, (3) Keluarga miskin (4)
Orang dengan HIV AIDs (5) Korban NAPZA. Konsentrasi organisasi
sosial dalam penanganan permasalahan sosial di masing masing kota
dapat dilihat dari matrik berikut:
9
Perkumpulan sosial di tingkat lokal yang sering disebut kelompok arisan, paguyuban, dan nama lain
sesuai dengan inisiatif masyarakat pada masa orde baru banyak diinisiasi oleh Instansi sosial (Kantor
Wilayan Departemen Sosial dan sekarang Dinas yang berkompeten dalam penanganan masalah
sosial) menjadi organmisasi sosial
56
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Tabel 3
Jenis Pelayanan Sosial dan Organisasi
Sasaran pelayanan
Anak
Keluarga miskin
Lanjut Usia Terlantar
Penyandang Cacat
HIV/AIDS
WanitaTuna Susila
Pengemis Gelandangan
Korban Penyalah
Gunaan Narkoba
Keluarga Berumah Tak
Layak Huni
Palem- Semar- Sura- SamaManado Kupang
bang
ang baya rinda
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Matrik di atas menunjukkan, bahwa sasaran yang dijadikan target
pelayanan organisasi sosial adalah permasalahan sosial yang bersifat
humanity, dan telah dijadikan agenda, gerakan, dan kepedulian global.
Artinya permasalahan sosial dimaksud telah menjadi kepentingan dari
bangsa dan negara di dunia. Kondisi ini tercermin dari beberapa agenda
pertemuan dunia yang terkonsentrasi pada anak, Kemiskinan, HIV dan
AIDs, NAPZA. Sasaran yang dijadikan target pelayanan tidak hanya
terkonsentrasi pada satu jenis klien (misalnya anak terlantar dan orang
tua usia lanjut). Sasaran yang paling banyak dilakukan oleh organisai sosial
adalah anak dan keluarga. Informasi ini mengindikasikan, bahwa
permasalahan sosial yang dihadapi oleh pemerintah di setiap kota (6 kota
penelitian) tidak berbeda. Dari sekitar 160 organisasi sosial umumnya
melaksanakan kegiatan pengembangan anak (pelayanan anak terlantar
dan rawan terlantar). Kategori anak yang dilayani adalah anak yatim, yatim
piatu, dan anak yang berasal dari keluarga tidak mampu (fakir miskin).
Kiprah organisasi pada generasi pertama tersebut lebih banyak sebagai
pelaksana penjangkauan pelayanan (pelayanan langsung) dari pemerintah
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
57
(program pemerintah) dan atau lembaga lain. Selama pekalsanaan
kegiatan pelayanan berlangsung yang seringkali masing masing lembaga
(baik organisasi maupun pendonor) mempunyai kesulitan. Pelayanan
organisasi sosial semacam ini seringkali terhambat karena minimnya
alokasi waktu pengurus/pelaksana. Pengurus/pelansana adalah orang
yang mempunyai pekerjaan lain (sebagai pekerjaan pokok untuk
menghidupi keluarganya), begitu pula terhadap pendanaan kegiatannya,
bahkan tidak jarang sebagai pelaksana memanfaatkan tenaga pensiunan
PNS. Dana yang dialokasikan untuk kegiatan pelayanan organisasipun
sangat terbatas. Kondisi ini terungkap ketika FGD antar pimpinan/pengurus
organisasi, ungkapan yang sangat akrab diantara Stefanus pengurus
organisasi adalah "kita ini orang sakit yang mengurusi orang sakit".
Sementara itu, pihak pendonor harus mempertenggungjawabkan sesuai
dengan batas waktu (tahun anggaran). William sebagai Kepala Yayasan
IA Hari menyebutkan bahwa selama ini Dinas Sosial Propinsi belum
melakukan pemberdayaan terhadap yayasannya, dikarenakan hanya
memberikan paket sembako yang terdiri dari ikan kaleng, mie instan,
minyak goreng. Sesungguhnya dia menanyakan pola bantuan yang hanya
meminta nama by name by address melalui orsos atau yayasan/panti dan
mereka hanya bertugas mencarikan data yang akan dibagikan sekaligus
mengatur pembagian bantuan kepada 50 Rumah Tangga Miskin (RTM).
Kegiatan ini tidak berdasarkan proposal yang diajukan yayasannya kepada
Dinas Kota dan Propinsi, proposal yang sudah dibuat susah-susah
berdasarkan need assessment sama sekali tidak dijadikan acuan atau
dasar. Pihak yayasan juga bingung dengan model bantuan paket yang
disalurkan. Apakah kegiatan bertujuan untuk hanya sekedar pemenuhan
administrasi ataukah memang sudah ada kelayakan study dalam
memberikan bantuan. William dia tidak yakin bahwa program yang ada di
Kementerian Sosial hanya berdasarkan atau hanya dianggap sebagai
proyek bukan program. Ada atau tidak adanya kegiatan hanya bergantung
dari besaran bantuan.
58
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Hal yang sama juga terjadi pada organisasi sosial yang bergerak
dalam pelayanan anak (khususnya pendidikan anak usia dini). Kegiatan
organisasi sosial ini merupakan realisasi Program dari Kementerian
Pendidikan. pada dekade tahun 2000 -2010, perkembangan organisasi
sosial yang mempunyai konsentrasi pada pendidikan anak usia dini
cukup pesat.
Dalam kerangka pelayanan kepada masyarakat, pemerintah telah
menjalin kerjasama dengan organisasi sosial. Kerjasama antara
pemerintah dan masyarakat pada prinsipnya telah dijadikan sebagai
tuntutan setiap undang-undang, bahwa setiap Undang-Undang Republik
Indonesia dapat kita jumpai klausul yang mengisyaratkan Pemerintah
dan Masyarakat. Dewasa ini kebijakan pembangunan bidang
kesejahteraan sosial di arahkan pada upaya menuju tercapainya keadilan
sosial. Dengan berlakunya UU No.22/1999 Tentang Pemerintah Daerah,
maka peran dan fungsi Orsos/LSM-UKS memerlukan paradigma baru,
dari semula sebagai "pembantu pemerintah" sekarang menjadi "mitra"
sejajar dengan pemerintah. Persoalannya sekarang, apakah peran
organisasi dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial tersebut
10
sudah berbentuk kemitraan dengan pemerintah . Jika lembaga ini
diposisikan sebagai mitra, tentunya ada beberapa persyaratan yang
harus diikuti seperti perjanjian (MOU) sebelum kegiatan dilaksanakan.
Oleh karena itu, tugas dan tanggung jawab organisasi sosial yang
semakin besar dan diperlukan reorientasi organisasi yang bergerak di
10
Dalam istilah ekonomi, kemitraan didefinisikan sebagai kerjasama usaha saling menguntungkan
antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil dan masing-masing pihak yang bermitra berada
pada posisi tawar menawar yang seimbang (Kompas, 11 Maret 1997). Uraian ini mengisyaratkan,
bahwa prinsip dasar yang perlu ditekankan dalam membangun kemitraan adalah masing-masing
pihak yang bermitra berada dalam proses take and give yang sepadan, dan menutup kesempatan
berkembangnya pola patron-klien.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
59
bidang kesejahteraan sosial yang bersifat independen, mandiri,
menjunjung tinggi azas akuntabilitas serta tanggung jawab sosial. Dalam
kerangka penyaluran, tentunya pemerintah harus lebih arif dalam
menempatkan organisasi sosial. Dalam kerangka penyaluran bantuan
misalnya, apakah peran organisasi hanya sebatas penghimpun data
(sasaran program) dan penyalurannya. Sementara itu, organnisasi sosial
lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat yang membutuhkan dan
lebih memahami kebutuhan masyarakat. Tentunya, organiasasi harus
diposisikan sebagai penentu bentuk pelayanan dan jenis bantuan yang
akan disalurkan kepada masyarakat.
Organisasi sosial generasi kedua lebih umumnya kondisinya lebih
baik dari generasi pertama. Menurut Korten, aktivitas organisasi sosial
Generasi kedua adalah membina kemampuan rakyat agar bisa
memenuhi kebutuhannya sendiri dengan lebih baik melalui tindakan lokal
yang mandiri. Program organisasi pada generasi ini telah mempunyai
komitmen jangka panjang yakni lebih menekankan kegiatan pada
program pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan yang dilaksanakan organisasi generasi kedua ini sudah
mengarah pada pengembangan dan atau pemberdayaan, meskipun
sasrannya tidak secara langsung pada dalam bentuk peningkatan kondisi
sosial ekonomi masyarakat (keluarga) miskin. Jika ditinjau dari bentuk
program yang dilaksanakan memang sudah mengarah pada upaya untuk
kemandirian masyarakat. Namun jika ditinjau dari asal progam lebih
banyak difasilitasi dari pemerintah. Jadi persoalannya apakah organisasi
ini merupakan upaya untuk mengatasi kekurangan dan keterbatasan
mendesak yang sedang dialami penduduk penerima bantuan (sesuai
tuntutan masyarakat setempat) atau sebagai alat untuk mengatasi
keterbatasan pemerintah yang mendesak. Keberadaan organisasi
generasi pertama ini mungkin lebih bersifat sebagai penunjang
pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan. Artinya, organisasi baru
difungsikan sebagai penyaluran program pemerintah sebagaimana
60
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
dikemukakan Esman & Uphoff (1984) dalam Pramono (2004), bahwa
pemanfatan lembaga lokal (organisasi sosial) dalam pembangunan akan
diperoleh sejumlah efisiensi.
Dari perspektif pelayanan yang diberikan, organisasi sosial telah
memberikan kontribusi besar. Pelayanan yang diberikan pada dasarnya
tidak hanya sekedar pengejawantahan dari pembangunan kesejahteraan
sosial di Indonesia tetapi secara politis telah memberikan kontribusi dari
agenda dunia. Meskipun, jenis pelayanan yang diberikan oleh organisasi
sosial lebih banyak ditentukan oleh kondisi permasalahan sosial yang
berada di lingkungannya.
Sasaran program organisasi sosial umumnya adalah orang yang
berasal dari keluarga yang tidak mampu (miskin).
Ditinjau dari segi usia, sasaran pelayanan (klien) organisasi mulai
usia balita (anak terlantar) sampai dengan lansia (pelayanan sosial bagi
lanjut usia). Usia terendah adalah bayi
berusia 7 bulan sampai lansia yang
Gambar 3
berusia di atas 100 tahun. Hal ini
Anak Balita dalam Panti
diketahui pada klien yang mendapat
santunan di panti maupun luar panti.
Kondisi ini menunjukkan bahwa
pelayanan yang diberikan oleh
organisasi sosial relatif variatif.
Bentuk pelayanan yang diberikan
adalah (1) Pencegahan (2) Pelayanan
pengembangan (3) penyantunan, (4)
pemberdayaan, dan Jaminan Sosial. Pencegahan adalah salah satu upaya
agar tidak timbul permasalahan sosial, kalaupun ada agar permasalahan
tidak berkembang semakin besar. Pelayanan pengembangan umumnya
diberikan kepada pengembangan diri pada anak.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
61
Gambar 4
Lanjut usia di dalam panti
Secara ideal orang tua dari anak
yang dijadikan sasaran pelayanan
juga dijadikan sasaran pada program
program
anti
kemiskinan
(pemberdayaan keluarga). Anak dan
keluarga menjadi satu kesatuan yang
utuh dalam satu pelayanan. Cara
berpikirnya adalah anak yang
dilayani telah memenuhi syarat,
yakni dari keluarga tidak mampu
(miskin dan fakir miskin). Di satu sisi,
Gambar 5
kebutuhan hak dan kesejahteraan
Lanjut usia di luar panti
anak terpenuhi, di sisi lain keluarga
mendapat keringanan untuk
mempermudah keluar dari jerat
ekonomi. Mengingat setiap
pelayanan membutuhkan tenaga,
waktu, dana dan keterampilan, maka
persoalanya adalah bagaimana
kemampuan organaisasi dalam
memberikan layanan tersebut. Jika
dicermati, kedua sasaran pelayanan
Dokumentasi Peneliti 2010
tersebut belum dijadikan sebagai
11
satu kesatuan yang utuh dalam pelayanan (organisasi mengambil salah
satu sasaran sesuai dengan kemampuannya).
11
Dalam satu satuan keluarga (keluarga miskin) ada beberapa unsur yang dapat dijadikan dalam
beberapa sasaran program yakni, anak, ibu, dan keluarga. Program yang dapat diakses antara lain:
program yang bermuara pada kesejahteraan anak, Pemberdayaan wanita, dan pemberdayaan
keluarga. Namun beberapa program yang masuk dalam keluarga (baik yang berasal dari pemerintah,
badan dunia, dan organisasi) masih bersifat parsial.
62
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Ditinjau dari segi jenis pelayanan yang diberikan organisasi, umumnya
adalah permasalahan sosial yang berkaitan dengan kemiskinan.
Sedangkan organisasi sosial yang bergerak dalam bidang rehabilitasi
sosial masih relatif sedikit.Sasaran pelayanan organisasi sosial umumnya
adalah pelayanan anak (sebagai manifestasi dari Hak Anak).
Jika dicermati dari hasil pengamatan dan informasi yang terhimpun,
maka konsentrasi pelayanan yang diberikan oleh organisasi sosial adalah
pada anak dan keluarga miskin. Dua alasan yang mengapa anak sebagai
salah satu sasaran pelayanan organisasi. Pertama, pelayanan terhadap
anak adalah tuntutan agama, terutama untuk anak yatim. Kedua, segi
usia yang masih muda, anak ibarat kertas putih, sehingga pola perilaku
anak masih relatif mudah untuk dibentuk. Penanaman ideologi agama
tentunya lebih mudah ditanamkan pada anak.
Konsentrasi organisasi sosial terhadap anak, memang cukup
bervariasi, sesuai dengan realitas permasalahan yang ada di daerahnya.
Permasalahan anak dimaksud antara lain: (1) Pendidikan anak usia dini
(PAUD); (2) Anak terlantar yakni anak dengan kriteria yatim, yatim-piatu
dan yang berasal dari keluarga tidak mampu termasuk bayi terlantar;
(3) Anak jalanan (3) Trafiking (penjualan anak).
Anak sebagai sebagai salah satu bagian dari masyarakat mempunyai
seperangkat predikat yang melekat, yakni sebagai generasi penerus
perjuangan, cita-cita bangsa, dan pemilik era pada masa mendatang.
Pada masa tumbuh kembang, anak berada dalam kondisi rawan, dari
berbagai sudut pandang telah diakui, bahwa faktor penting yang
berpengaruh besar terhadap kualitas anak adalah terjaminnya
kesejahteraan anak. Di sisi lain anak merupakan individu yang belum
matang baik secara fisik, mental, maupun sosial.
Kesejahteran anak telah dijadikan perhatian, isu, dan gerakan global
yang bersifat kemanusiaan (humanity). Beberapa agenda dunia telah
menghasilkan (1) Convention on The Right of The Child (Konvensi Hak
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
63
Anak) Geneva tanggal 20 November 1989; (2) Konvensi International
Laboour Organization (ILO) No.138 tentang Usia Minimum untuk
diperbolehkan bekerja; (3) Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan
dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk
untuk Anak. Secara eksplisit komitmen Indonesia terhadap anak
tercermin dari terbitnya beberapa landasan yuridis hukum sebagai
berikut:
1. Undang Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
2. UU No. 3/1997 tentang Pengadilan Anak; UU No. 20/2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
3. UU No. 20/1999 ratifikasi Konvensi ILO No. 138
4. UU No. 1/2000 ratifikasi Konvensi ILO No. 182.
5. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
6. Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 tentang Ratifikasi
Konvensi Hak Anak
7. Kepres No. 59 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak
8. Keppres No. 87 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak
9. Keprres No. 88 Tahun 2002 Rencana Aksi Nasional Perdagangan
Perempuan dan Anak.
10. Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1994 tentang wajib belajar 9 tahun
Ditinjau dari sistem pelayanan yang diberikan kepada anak, antara lain
(1) pelayanan sistem panti (2) pelayanan sistem non panti dan (3) pelayanan
sistem Rumah Singgah. Pelayanan yang diberikan dengan sistem panti dan
sistem non panti dapat dijumpai di 6 kota yang penelitian, sedangkan khusus
untuk sistem pelayanan rumah singgah hanya dijumpai di Surabaya,
Palembang, Semarang.
64
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Sistem pelayanan non panti, umumnya dilaksanakan oleh orsos yang
berada pada fase pertama. Konsentrasi pelayanannya lebih pada
santunan anak dan pengembangan anak khususnya Pendidikan anak
usia dini. Pelayanan yang diberikan antara lain pendidikan dan
penambahan gizi anak. Kegiatan mereka umumnya difasilitasi oleh
instansi pendidikan dan instansi kesehatan. Pelayanan anak khususnya
PAUD dapat dijumpai di seluruh kota yang dijadikan sasaran penelitian.
Organisasi yang memberikan pelayanan dengan sistem panti,
umumnya organisasi yang mempunyai kedekatan hubungan dengan
organisasi keagamaan. Hal ini tentunya ada keterkaitannya dengan
kemudahan untuk sumber dana (terutama dari jamaah/jemaat).
Pelayanan yang diberikan organisasi adalah pelayanan pengembangan
anak meliputi pendidikan, keterampilan, dan basik agama.
Organisasi pada generasi pertama (yang berasal dari perkumpulan
sosial masyarakat lokal) berbeda dengan organisasi sosial yang
terbentuk sebagai manifestasi pelaksanan amanah agama. Lembaga
ini diinisiasi oleh individual, keluarga, atau sekelompok orang yang
mempunyai kesamaan visi. Umumnya, mereka adalah orang yang dekat
hubungannya dengan gerakan spiritual (umat Kristiani, umat muslim).
Jika dicermati, kemandirian (baik ditinjau dari aspek kontinuitas
pendanaan maupun kegiatannya) organisasi sosial yang diiniasi dari
kelompok spiritual tersebut umumnya pelayanan yang diberikan sudah
lebih baik. Jenis kegiatan organisasi generasi kedua lebih banyak
berkonsentrasi pada bidang pendidikan. Jenis pendidikan yang
dilaksanakan meliputi (1) pendidikan anak usia dini dan TK, (2) Sekolah
Dasar/sederajat, (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama/sederajat) sampai
Perguruan Tinggi.
Dalam kerangka pengembangan diri anak, organisasi sosial telah
membangun hubungan dengan beberapa lembaga baik pemerintah
maupun lembaga swasta, dunia usaha, organisasi sosial internasional.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
65
Sebagai ilustrasi: organisasi sosial telah menjalin hubungan kerja untuk
penyaluran baik penyaluran bakat anak maupun penyaluran penerima
pelayanan yang telah lulus. Dalam kerangka penyaluran bakat,
organisasi memberikan ijin dan memberikan pendampingan kepada anak
untuk menampilkan keterampilannya di berbagai even, seperti acara hari
ulang tahun sekolah, hari jadi pemerintah dan propinsi, dan lain-lain.
Anak panti menjadi lebih dikenal di masyarakat.
Mengenai lamanya penyantunan sosial, pada panti anak asuhan
adalah sampai mereka dapat berkemampuan hidup di masyarakat
dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama
dibesarkan/ dibina di panti asuhan. Demikian juga halnya bagi anak
terlantar baik karena yatim piatu atau fakir miskin yang mendapatkan
pelayanan di luar panti. Dengan demikian ada yang tamat SLTA sudah
mampu bekerja, antara lain dengan berwira usaha karena selama di
panti asuhan, selain mendapatkan santunan pendidikan juga dilatih
keterampilan usaha antara lain menjahit, atau keterampilan bengkel.
Sementara bagi para lansia yang mendapatkan pelayanan di panti wreda.
Kemungkinannya sampai tutup usia.
Jumlah klien yang di layani oleh organisasi sosial (khususnya klien
dalam panti) berkisar antara 30 sampai dengan 100 orang. Kondisi ini
tergantung dari kemampuan organisasi (baik dari tenaga, kapasitas
tampung, dana maupun sarana yang dimiliki). Sedangkan jangkauannya
umumnya tidak dibatasi hanya untuk komunitas lokal.
4. Keberlanjutan Kegiatan
Dari pengamatan di lapangan dan diskusi kelompok terungkap bahwa
Orsos atau yayasan yang berangkat dari background agama lebih maju
dari orsos yang berawal dari perkumpulan (perkumpulan masyarakat di
tingkat lokal kelurahan) di satu lingkungan terlihat lebih mandiri dan
mempunyai kemampuan yang justru tidak dimiliki yang cukup matang
dalam pelayanan. Hal ini terlihat dari dana yang dihimpun, jumlah yang
66
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
dilayani, jangkauan pelayanannya, dan kontinuitas pelayanannya.
Tabel 4
Jangkauan dan Kontinuitas Organisasi Sosial
Variabel
Sumber Dana
Rutin
Sumber Dana
Insidental
Jumlah layanan
Jangkauan
Organisasi sosial
Baground agama
Perkumpulan masyarakat lokal
Anggota (dalam jumlah kecil)
 Sumber dana rutin
Pemerintah
 Jemaat
UEP
 Pemerintah
 Klien yang telah berhasil
 NGO yang menaungi
Masyarakat di lingkungannya
 NGO
 Dermawan
 Dunia usaha
 Masyarakat luas
Lebih besar
Terbatas di lingkungan
Tidak dibatasi pada
Lokal (RW/Kelurahan/Desa)
komunitas lokal
Dalam kerangka keberlanjutan operasionalisasi organisasi, umumnya
organisasi yang lebih mandiri adalah organisasi yang mempunyai: (1)
kegiatan ekonomi produksi yang hasilnya untuk membiayai kegiatan
organisasi (surplus oriented). Ekonomi produktif yang dimiliki orsos
antara lain usaha koperasi, air isi ulang, pertanian, perkebunan, kesenian
anak-anak. (2) kemampuan SDM dalam menjalin relasi dan proposal
untuk relaisasi program dan (3) mempunyai hubungan dengan organisasi
non pemerintah baik dalam dan luar negeri (4) dipercaya oleh
masyarakat.
Dalam hal ketuntasan permasalahan kesejahteraan sosial yang
dialami oleh penerima pelayanan, ada berbagai hambatan yang dialami.
Keadaan ini dapat menghambat lajunya pelayanan kesejahteraan sosial
yang diberikan kepada masyarakat/klien. Dalam kaitan ini, hambatan
antara lain berupa masalah dana operasional yang tidak mencukupi,
masalah petugas pelayanan panti yang kurang memahami profesi
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
67
Gambar 6
Keceriaan anak yang dilayanai dalam
panti Al-Khaerat, Manado
Pelatihan musik Yayasan
Alang-alang Surabaya
Tari Piring Panti Assalam Manado
Sumber: Dok. Peneliti 2010
68
pekerjaan sosial, masalah kerjasama
antar lembaga. Keadaan tersebut dapat
disimak dalam ungkapan klien maupun
organisasi/yayasan sosial telah
mengemukakan harapan berupa
pandangan atau saran bagaimana cara
mengatasinya.
Ada berbagai pandangan atau saran
yang dikemukakan klien dan pelaksana
misalnya cara pendekatan; harus
mendapat banyak bantuan dari
pemerintah dan harus partisipatif agar
bantuan yang diberikan oleh donatur
penuh; Orsos harus punya dana abadi;
setiap orsos harus punya badan usaha
keterampilan untuk anak-anak yang
dapat dikembangkan di masyarakat
sehingga setelah keluar benar-benar
bisa mandiri; memperhatikan
perkembangan belajar; memperhatikan
lingkungan panti agar kesehatan
terjamin; perlu ada peningkatan dana,
sarana dan prasarana panti yang
dikemukakan oleh klien. Sementara itu,
ada juga yang berpandangan/
menyarankan: pendekatan kecakapan
hidup setelah selesai kuliah, perlu
kerjasama dengan lembaga lain untuk
penyaluran tenaga kerja; membantu
anak jalanan/pengemis masing-masing;
dan Orsos harus mampu; masing-
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
masing dikemukakan oleh klien. Sebagian kecil lainnya, mengatakan
bahwa pelayanan dari Orsos sudah maksimal (antara lain mencapai
pendidikan tinggi dan mewujudkan cita-citanya), sementara sebanyak
mengatakan bahwa pelayanan sudah menuntaskan masalah dirinya
sendiri.
Ada beberapa Orsos yang berpendapat bahwa kucuran dana bantuan
dari pemerintah untuk penyantunan klien tidak merata sehingga ada
Orsos tertentu yang berkali-kali mendapatkannya. Sementara itu ada
juga Orsos yang sama sekali belum pernah mendapat bantuan dana
dari pemerintah. Dengan demikian, Orsos yang belum pernah
mendapatkan fasilitas bantuan tersebut berharap agar kesempatan untuk
mendapatkannya merata.
5. Manfaat Pelayanan
Manfaat kegiatan pelayanan organisasi sosial pada dasarnya tidak
hanya sebatas pada level penerima pelayanan tetapi pemanfaat
pelayanan telah sampai pada level kebijakan, dan dunia usaha (privat
sector). Pada level penerima pelayanan, manfaat yang kegiatan
organisasi telah dirasakan oleh penerima pelayanan dan lingkungannya.
Pada level kebijakan, pada hakekatnya organisasi sosial telah
mengimplementasikan kebijakan pemerintah, sehingga beban negara
lebih ringan.
a. Manfaat penyelenggaraan pelayanan bagi Penerima Pelayanan
Pada level penerima pelayanan, muara pelayanan yang diberikan
organisasi sosial adalah peningkatan kesejahteraan sosial penerima
pelayanan. Artinya, penerima pelayanan dapat dijadikan sebagai
salah satu sumber informasi untuk mengetahui bagaimana kontribusi
organisasi. Meskipun disadari bahwa tidak semua kebutuhan dasar
minimal penerima pelayanan tidak dapat dipenuhi secara utuh oleh
organisasi sosial.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
69
Dari hasil observasi terungkap, bahwa pelayanan (khususnya
pelayanan anak dalam panti) yang diberikan mempunyai manfaat
besar.
Kondisi ini tercermin dari interaksi sosial di antara anak dengan
anak, anak dengan pengasuh, bahkan secara cepat mereka
berkonunikasi dengan orang luar panti secara baik (termasuk dengan
para peneliti). Cara berkomunikasi anak dengan orang lain tersebut
merupakan salah satu indikasi adanya kesejahteraan diantara anak
anak yang ada di panti.
Dalam rangka meraih kehidupan anak yang lebih baik (masa
depan anak), sebenarnya anak panti/pondok pesantren mungkin telah
lebih siap. Artinya anak panti mempunyai keterampilan tambahan
yang secara khusus disiapkan untuk menghadapi persaingan dengan
anak-anak yang lain.
Bagi anak, manfaat yang lebih dirasakan adalah akses untuk
hidup bagi anak, yakni pemberian keterampilan (seni budaya dan
usaha ekonomi produktif) yang dapat dimanfaatkan untuk masa
depan, bahkan ada beberapa organisasi yang telah sampai pada
penyaluran penerima pelayanan ke lapangan kerja. Berbagai jenis
pelayanan yang berkaitan dengan sosial budaya antara lain: musik,
tari, drama,bina vokal. Sedangkan keterampilan untuk UEP, antara
lain: anak belajar mengurus Koperasi, memasak, perbengkelan,
elektronik, menjahit.
Dari penelitian ini terungkap bahwa penerima pelayanan
umumnya menyatakan bahwa pelayanan yang diterima banyak
memberikan manfaat. Manfaat pelayanan telah dirasakan baik secara
individual (dirinya sendiri) maupun manfaat yang lebih luas yakni
keluarganya. Kondisi ini tercermin dari pelayanan anak sistem panti.
Di satu sisi, kebutuhan dasar penerima layanan seperti permakanan,
tempat, pakaian, kesehatan, dan pendidikan telah dapat terpenuhi
70
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
.
di Panti. Di sisi lain, beban untuk pemenuhan kebutuhan keluarga
penerima pelayanan semakin ringan.
Keberhasilan dari salah satu organisasi dalam pembinaan musik
dan vokal ini terlihat dari program Lembaga Alang-Alang di Surabaya,
konsentrasi sasaran kegiatannya adalah anak negeri 12. Beberapa
anak yang dididik dan dilatih di organiasi ini telah berhasil masuk 10
besar di acara Idola Cilik.
Dalam kaitan dengan pemberdayaan, sebagai gambaran, Lembaga
Nurul Hayat di Surabaya, memberikan bantuan finansial untuk usaha
ekonomis bagi keluarga tidak mampu (abang becak) sesuai
kemampuan dan kemauan mereka (aspek ekonomi), dan biaya
kesehatan-periksa dokter dan obat-obatan yang hanya dengan
membayar Rp. 5000,- setiap berobat (aspek kesehatan). Ilustrasi lain,
keluarga miskin yang dibantu organisasi sosial perlahan-lahan dapat
melakukan usaha kecil-kecilan yang oleh karenanya mampu memenuhi
kebutuhan dasar keluarga mereka. Bagi lanjut usia terlantar, dapat
terhindar dari keterlantaran. Begitu-pun halnya bagi para korban
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (Napza)
dapat meninggalkan kebiasaan mereka mengkonsumsi barang
terlarang tersebut. Pelayanan yang diselenggarakan Organisasi sosial
pada prinsipnya telah banyak membantu meningkatkan keberfungsian
sosial penyandang masalah kesejahteraan sosial
Pada akhirnya penerima pelayanan mengungkapkan, bahwa
mereka merasa senang dan bersyukur karena telah dibantu dan telah
dirawat, bahkan ada yang terbantu secara sosial ekonomi. Sementara
itu, juga semua klien mengatakan bahwa pelayanan dari Orsos telah
12
Anak negeri merupakan istilah lain dari anak jalanan. Yayasan ini menyebut anak negeri tujuannya
adalah untuk menghindari stigma negatif masyarakat terhadap anak jalanan yang selama ini
dipandang sebagai anak yang liar dan atau bermasalah.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
71
meringankan beban keluarga mereka, walaupun ada sebagian kecil
yang mengatakan belum sepenuhnya meringankan beban keluarga.
b. Manfaat Pelayanan bagi Dunia Usaha
Dalam kerangka pelayanan yang komprehensif, organisasi telah
menjalin hubungan kerja sama dengan dunia usaha. Salah satu
bentuk kegiatannya adalah penyaluran penerima pelayanan dari
organisasi menjadi karyawan di dunia usaha yang bermitra. Di satu
sisi, pelayanan diberikan secara tuntas artinya sampai pada
kemandirian anak. Di sisi lain, dunia usaha dapat memperoleh
manfaat yakni tenaga yang sudah terampil dan terdidik sesuai dengan
kebutuhan dunia usaha. Dari sisi organisasi, minimal ada aspek
ekonomi yang dapat dihemat. Dunia usaha dapat memperoleh tenaga
kerja siap pakai sehingga pengeluaran biaya untuk pelatihan
karyawan dapat di tekan.
c. Manfaat penyelenggaraan Pelayanan Organisasi
Dari hasil penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial, ternyata
organisasi sosial juga memperoleh manfaat (impact pelayanan).
Dalam konteks ini, alumni penerima pelayanan yang telah berhasil
(dari aspek ekonomi) sekarang menjadi donatur tetap organisasi
sosial. Sebagai ilustrasi, alumni Panti Asuhan RAPI memberikan dana
secara bulanan; memperbesar lahan panti dari 20 x 40m menjadi
2
10.000m , dan memperbesar beberapa fasilitas pelayanan panti.
d. Manfaat penyelenggaraan Pelayanan Bagi Pemerintah
Keberhasilan organisasi sosial dalam penyelenggaraan usaha
kesejahteraan sosial juga dapat dilihat dari manfaat pelayanan bagi
organisasi. Artinya Salah satu pemanfaatan hasil pelayanan
organisasi sosial adalah organisasi sosial itu sendiri. Informasi ini
menunjukkan, bahwa pembinaan (fisik, mental, sosial dan spiritual)
yang diberikan kepada penerima pelayanan telah memberikan hasil
baik. Pembinaan mental, sosial dan spiritual dari lembaga telah
72
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
mampu meningkatkan daya emphaty dan menumbuhkan motivasi
untuk berbagi.
e. Manfaat penyelenggaraan Pelayanan Bagi Pemerintah
Pada level kebijakan, ada beberpa implementasi kebijakan yang
telah terdukung. Organisasi sosial yang masih berada pada fase
perkembangan generasi pertama memang lebih banyak sebagai
penyaluran. Artinya organisasi sosial lebih banyak berperan sebagai
perpanjangan jangkauan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Dan organisasi sosial pada fase inilah yang menjamin
terselenggaranya pembangunan kesejahteran sosial dari pemerintah.
Kondisi ini berbeda dengan prganisasi sosial pada fase
perkembangan generasi ke dua yang sudah mempunyai kemampuan
untuk menentukan pilihan aktivitasnya, sehingga peran organisasi
sial tidak hanya sebagai perpanjangan penjangkauan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat. Dukungan ini tercermin dari
Implemen kebijakan pemenuhan hak anak untuk memperoleh
13
pendidikan dasar bagi seperti Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun .
Dalam kerangka pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan anak,
banyak Organisasi sosial yang telah menyelenggarakan pendidikan
anak yang telah melampaui tuntutan pemerintah Wajar 9 tahun.
Penyelenggaraan pendidikan ini umumnya dilakukan oleh organisasi
14
sosial yang memberikan pelayanan dengan sistem panti dan
13
Wajib belajar bagi masyarakat Indonesia diawali dari program wajib belajar 6 tahun (untuk sekolah
Dasar) pada tahun 1984. Sepuluh tahun kemudian ada peningkatan program wjib belajar tersebut
ditingkatkan menjadi 9 tahun (lulus SMP) dengan Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1994. Kebijakan
ini mempunyai makna bahwa artinya kewajiban pemerintah yakni untuk anak usia 7 tahun sampai
dengan 15 tahun.
14.
Pelayanan pendidikan yang diberikan kepada anak dengan sistem panti, di kalangan umat muslim
lebih dikenal dengan Pondok Pesantren. Secara harfiah panti dapat dipahami pondok atau tempat
tinggal Santri murid yang sedang belajar di pondok pesantren.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
73
sasarannya adalah anak yang berasal dari kalangan keluarga miskin.
Anak-anak tidak hanya memperoleh pelayanan pendidikan saja,
tetapi anak juga memperoleh pelayanan kebutuhan dasarnya.
Pelayanan seperti ini memang lebih banyak diberikan oleh organisasi
sosial yang berlatar belakang keagamaan.
Berdasar dari uraian uraian di atas dapat dikemukakan bahwa
kiprah organisasi sosial dalam pembangunan kesejahteraan sosial
sudah cukup baik. Artinya organisasi sosial tidak hanya sebatas
menunjang aksi pembangunan kesejahteraan sosial yang
dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, tetapi secara politis telah
menjawab tuntutan global masyarakat dunia. Jika diprediksi, bahwa
di setiap wilayah setingkat desa/kelurahan terdapat organisasi yang
mampu menyelesaikan permasalahan sosial sekitar 30%, maka
eksistensi mereka merupakan potensi besar dalam peningkatan
kesejahteraan sosial. Sebagai potensi, jika tidak diberikan sentuhan
atau ada pihak yang memprakarsai, dan mengakomodasikan, maka
potensi besar tersebut tidak akan menghasilkan yang optimal.
Dalam kerangka pencegahan, penyuluhan sosial merupakan
faktor penting khususnya untuk membangun kesamaan persepsi,
pandangan, dan langkah (strategi) yang untuk mengatasi
permasalahan. Permasalahannya adalah apakah masyarakat
bersedia untuk menerima materi informasi yang disampaikan. Apakah
pernyuluhan sosial itu masih ada. Jika dicermati, aktivitas penyuluhan
sosial (baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun
organisasi sosial) kepada masyarakat sangat minim. Di era industri
dan informatika, umumnya penyuluhan sosial hanya dilakukan melalui
media cetak (seperti koran, brosur, leflet) dan elektronik radio,
televisi. Sedangkan informasinyapun relatif terbatas. Padahal,
keberhasilan dari sebuah program yang langsung ke masyarakat
adalah program yang didukung oleh masyarakat luas. Organisasi
sosial yang bergerak dalam pencegahan lebih banyak dilakukan oleh
74
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
organisasi sosial yang bergerak dalam kaitannya dengan penyakit
menular seperti HIV dan AIDs. Namun jika dicermati, sigmen (sasaran
penyuluhan) masih terbatas pada penyandang dan masyarakat
Pekerja Seks Komersial (PSK).
C. Program Akselerasi Pelayanan Organisasi Sosial
Dalam kerangka akselerasi pelayanan yang diberikan oleh organisasi
sosial, ada beberapa aspek yang dapat dijadikan diskusi. Aspek aspek
dimaksud tentunya sangat berkaitan dengan kondisi organisasi sosial, baik
mulai legitimasi organisasi sampai dengan bagaimana mempertemukan
organisasi sosial dengan mitra (lembaga) yang mempunyai komitmen dengan
aktivitas pelayanan organisasi. Di era desentralisasi (otonomi), terdapat tiga
peran besar pemerintah, yakni (1) regulasi, (2) fasilitasi dan (3) advokasi.
Realisasi dari komitmen pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah dalam pengembangan kiprah organisasi. Perhatian
pemerintah tersebut tercermin dari berbagai fasilitas pemerintah yang
diberikan dalam bentuk pengembangan sumber daya manusia (pelaksana
organisasi) seperti pendidikan dan pelatihan tentang manajemen
organisasi dan profesionalisasi pekerjaan sosial, pelatihan pemantapan
organisasi sosial dalam bidang agribisnis, pengembangan usaha ekonomi.
Disamping pelatihan tersebut, organisasi sosial juga didukung dengan
bantuan stimulan untuk usaha baik dalam bentuk peralatan maupun modal
usaha. Bantuan sarana dan prasarana organisasi meliputi rehabilitasi
bangunan (gedung), perlengkapan administrasi dan perlengkapan
pelayanan, dana operasional pelayanan seperti subsidi BBM untuk
permakanan sebesar Rp. 3000/anak/hari.
Sumber dana yang untuk pengembangan organisasi sosial dari
Pemerintah adalah (1) dana APBN dan (2) APBD. Dalam kerangka
pelayanan masyarakat (khususnya pelayanan dalam panti) organisasi sosial
didukung dengan biaya permakanan dari kompensasi kenaikan harga BBM.
Jika dicermati, belum semua organisasi (sasaran penelitian) ini mendapat
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
75
fasilitas dari pemerintah tersebut (baik pemerintah pusat maupun pemerintah
15
daerah) .
Masalah yang paling utama adalah masalah biaya pendidikan dan
Jaminan Kesehatan karena Jamkesmas belum untuk semua dikarenakan
tidak memiliki KK (Kartu Keluarga). Hal tersebut dimaklumi karena bagi
penerima Jamkesmas adalah kepala keluarga dengan anggota keluarga
dan karena anak-anak ini tidak memiliki orang tua atau keluarga sehingga
tidak mendapat Jamkesmas. Untuk masalah pendidikan anak masih dibiayai
organisasi sosial. Untuk sekolah negeri memang gratis tapi lokasinya jauh,
sehingga biayanya akan menjadi lebih mahal. Sementara untuk sekolah
swasta dekat hanya biayanya masih terhitung mahal. Uraian ini
mengisyaratkan, bahwa implementasi kebijakan wajib belajar 9 tahun masih
mengalami banyak hambatan.
Dari hasil diskusi kelompok dengan para praktisi dan pengamat, diperoleh
informasi bahwa kondisi lembaga pelayanan kemanusiaan saat ini tidak
terlepas dari dinamika politik yang sedang terjadi, dimana implikasinya pada
implementasi program kesejahteraan sosial (pusat) cukup dirasakan. Pada
umumnya program kesejahteraan sosial belum cukup mendapat perhatian
Pemerintah Daerah. Dalam konteks lembaga pelayanan kemanusiaan, terlihat
belum adanya seperangkat kebijakan daerah, termasuk kualifikasi sumber
daya manusia (pejabat yang menangani), berikut pengalokasian dana dan
lainnya yang masih terbatas, bahkan dapat dikatakan mengandalkan dana
pusat. Hal itu dimungkinkan oleh mindset elit (daerah) bahwa (pembangunan)
sosial dapat dilakukan oleh siapa saja secara sukarela yang oleh karenanya
tidak perlu dukungan sarana prasarana secara memadai. Kondisi itu
diperburuk oleh suatu realitas bahwa kepala dinas terkait (sosial) adalah
15
Menurut catatan Direktorat Kelembagaan Sosial Masyarakat Ditjen Pemberdayaan Sosial: dari 34.587
organisasi sosial, telah diberdayakan 10.202 organisasi, sedangkan yang belum diberdayakan sampai
saat ini sekitar 24.385 organisasi sosial.
76
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
bawahan Kepala Daerah (Gubernur, Wali Kota) setempat. Konsekuensinya,
kepala dinas (sosial) tersebut lebih "mendahulukan" kepentingan daerah
sesuai "kemauan" kepala daerah masing-masing dan bisa saja mengabaikan
program kesejahteraan sosial (pusat).
Sebagai gambaran, di era otonomi saat ini, Karang Taruna (KT) kurang
mendapat porsi pada birokrasi pemerintahan daerah, dan bahkan pos
(bagian) yang menangani Karang Taruna (di beberapa daerah) menjadi tidak
ada/hilang. Namun demikian, pada saat-saat tertentu (Pemilukada, misalnya)
organisasi kepemudaan termasuk Karang Taruna menjadi rebutan...
(Penuturan Tokoh Pemuda Surabaya, Jatim).
Metode kegiatan pembinaan organisasi sosial yang dilakukan oleh Dinas
Sosial belum optimal, hal ini dilatar belakangi dengan kondisi organisasi
sosial yang sampai saat ini eksistensi organisasi sosial masih belum
berfungsi secara optimal. Oleh karenanya diperlukan adanya pembinaan
organisasi sosial secara terus menerus dan berkelanjutan dengan metode
diskusi kelompok dan dialog, tidak hanya sebatas memberikan paket dan
organisasi sosial ditugaskan untuk membagikan dan data berasal dari
organisasi tersebut tanpa ada sosialisasi atau pemahaman terlebih dahulu.
Kondisi empirik memperlihatkan bahwa lembaga-lembaga pelayanan
kemanusiaan saat ini, dari sisi managemen pelayanan, profesionalisasi
pelayanan, sumberdaya pengelola, dan sarana-prasarana pendukungnya,
relatif tidak "tertata". Kemudian, lembaga BK3S di level provinsi "hampir"
tidak berfungsi/tidak ada peran, dan bahkan lembaga serupa di tingkat
kabupaten/kota (sudah) tidak ada (kasus Surabaya, dan Samarinda).
Dalam kondisi demikian, komunikasi antara lembaga pemerintah pusat
(kementerian, direktorat) terkait dengan pemerintah daerah (provinsi,
kabupaten/kota) perlu diperbaiki dan ditingkatkan, dalam bentuk Mou
misalnya, maupun lainnya. Riilnya adalah perlu peningkatan volume
sosialisasi tentang peraturan perundang-undangan, kebijakan tentang
lembaga pelayanan kemanusiaan dalam berbagai bentuk, langsung maupun
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
77
melalui media (massa, elektronik). Disamping itu, fasilitasi dalam bentuk
peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota)
terkait managemen dan profesionalisasi pelayanan, untuk kemudian menjadi
trainer sumberdaya pengelola pada tingkat lembaga pelayanan penting untuk
dilakukan.
Tidak kalah penting, peran Pemerintah Daerah? sesuai cita-cita
Otonomi? yaitu lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat perlu
mendapat perhatian. Dari sisi yang menangani lembaga pelayanan saja,
pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur, misalnya, ada dua pos/bagian yang
menangani (Seksi Organisasi Sosial, dan Subag Pengembangan), belum
lagi di kantor gubernur, setidaknya ada Biro Sosial, dan bagian legalitas,
yaitu unit Pusat Pelayanan Perijinan Terpadu (P2T). Demikian halnya di
Kota Samarinda, ada Biro Sosial pada Kantor Gubernur yang pada umumnya
memberikan bantuan (finansial) kepada lembaga-lembaga pelayanan
kemanusiaan dan Seksi Organisasi Sosial pada Dinas Sosial Provinsi
kalimantan Timur, yang berfungsi melakukan pembinaan terhadap lembagalembaga pelayanan di wilayah Kalimantan Timur.
Permasalahan yang selama ini dialami khususnya dalam peningkatan
kapasitas dan kapabilitas pemangku di dinas sosial adalah mobilitas pegawai
dalam struktur organisasi (mutasi jabatan) di lingkungan organisasi cukup
tinggi. Sehingga seringkali terjadi, pemangku jabatan yang sudah terlatih
bahkan selesai mengikuti pelatihan mereka telah dipindahkan ke tempat
lain yang kurang sesuai dengan basic pelatihannya. Padahal mereka sudah
belum matang di bidang pekerjaan sebelumnya. Implikasi dari birokrasi yang
birokratis tersebut, pelayanan terhadap masyarakat malah tidak menjadi
lebih dekat. Kondisi demikian perlu mendapat perhatian Pemerintah Daerah,
dalam pengertian penting dilakukan reorientasi lembaga birokrasi pada
lembaga Pemerintah Daerah.
78
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Singkat kata, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu ditata khususnya
pada tatanan daerah, berikut, komunikasi yang baik antara (lembaga) pusatdaerah (terkait) diikuti alokasi dana yang memadai, dan tidak kalah penting
adalah adanya monitoring dan evaluasi secara baik dan berkelanjutan,
merupakan hal penting dalam kerangka akselerasi lembaga pelayanan
sebagai mitra pemerintah dalam penanganan permasalahan (kesejahteraan)
sosial.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
79
80
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Bab
V
Kesimpulan Dan Rekomendasi
A. KESIMPULAN
Dalam kerangka realisasi penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial,
kiprah organisasi sosial telah mulai nampak sejak Republik Indonesia
Merdeka, meskipun manifestasi kegiatan organisasi pada saat itu tidak
dijastifikasi sebagai usaha kesejahteraan sosial dan pembangunan itu
dijadikan sebagai sebuah konsep untuk pengembangan masyarakat.
Manfaat dari aktivitas organisasi sosial tidak hanya sampai pada batas
penerima pelayanan namun telah berdampak luas pada masyarakat. Secara
prinsip, organisasi sosial telah memberikan manfaat yang lebih besar bagi
negara (pemerintah) dalam implementasi kebijakan.
Keberadaan Organisasi sosial merupakan potensi besar dalam kerangka
realisasi pembangunan kesejahteraan sosial. Dari segi pendanaan dan
kontinuitas kegiatannya, organisasi sosial dengan latar belakang keagamaan
lebih kompetetif dibanding organisasi sosial yang terbentuk dari ikatan sosial
masyarakat di satu wilayah (lingkungan). Tuntutan dan Janji Tuhan
merupakan faktor yang paling kuat memberikan spirit penyelenggaraan
organisasi sosial. Artinya aktivitas sosial lebih dikaitkan dengan amanah
agama dan aktivitas ini dipahami sebagai tabungan akherat. Meskipun
kondisi organisasi sosial masih terdapat beberapa keterbatasan (managerial,
sumber daya pengelola, dana operasional, sarana dan prasarana), namun
organisasi sosial mempunyai tekad besar untuk merealisasikan apa yang
sudah dijadikan visi dan misinya.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
81
Pelayanan yang diberikan organisasi pada dasarnya telah terkonsentrasi
pada permasalahan sosial yang banyak terjadi di lingkungannya. Target
sasaran pelayanan organisasi sosial lebih menitik beratkan pada
permasalahan sosial yang banyak dialami oleh orang miskin. Secara riil,
Orsos telah melakukan santunan dan pemberdayaan kepada peserta
layanan, mulai dari: Balita Terlantar, Anak Terlantar, Remaja dari keluarga
tidak mampu, Warga tidak mampu, Penyandang cacat, Pengguna Narkoba,
WPS, WRSE, gelandangan psikotik, & Lansia, keluarga rumah tak layak
huni. Meskipun secara kuantitatif tidak diungkapkan dalam penelitian ini,
namun sasaran pelayanan yang telah merasakan manfaat pelayanan tidak
sedikit jumlahnya.
Dari perspektif penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial, organisasi
sosial telah memberikan kontribusi besar. Pelayanan yang diberikan pada
dasarnya tidak hanya sekedar pengejawantahan dari pembangunan
kesejahteraan sosial di Indonesia tetapi secara politis telah memberikan
kontribusi kepada kebijakan pemerintah dan beberapa agenda dunia.
Meskipun, jenis pelayanan yang diberikan oleh organisasi sosial lebih banyak
ditentukan oleh kondisi permasalahan sosial yang berada di lingkungannya.
Dalam kerangka percepatan realisasi penyelenggaraan usaha
kesejahteraan sosial, dukungan (material, immaterial: pelatihan, bantuan/
pemberdayaan) baik dari pemerintah maupun masyarakat memang sudah
cukup banyak. Namun, fasilitasi dari pemerintah masih belum komprehensif.
Program bantuan dan pemberdayaan seringkali tidak tepat sasaran, tidak
ada pendampingan, monitoring dan evaluasi masih kurang, belum
berkesinambungan. Koordinasi antara organisasi sosial dengan lembaga
yang mempunyai komitmen dalam pengembangan organisasi sosial (BK3S
dan K3S) dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial belum
optimal, bahkan tidak berjalan dengan baik.
82
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
B. REKOMENDASI
Berkembangnya Organisasi sosial berserta kontinuitas kegiatannya
merupakan salah satu bentuk kepedulian masyarakat. Perkembangan ini
menunjukkan adanya peluang besar dalam penanggulangan permasalahan
sosial. Namun kepedulian yang kurang didukung dengan pengetahuan dan
keterampilan yang memadai dalam pengelolaan organisasi, maka
pemanfaatan potensi tersebut tidak membuahkan hasil yang optimal. Dalam
kerangka realisasi pelayanan yang lebih baik, jumlah yang dilayani semakin
banyak, dan tata kelola administratif yang lebih tertib, maka ada beberapa
catatan yang perlu mendapat perhatian, yakni:
1. Keberadaan organisasi sosial di tengah masyarakat merupakan potensi
besar dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial. Potensi ini
tidak akan optimal jika kurang mendapatkan perhatian instansi sektoral
yang berkaitan langsung dan ruang yang lebih luas dalam
penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial di Indonesia. Sebagai pilar
partisipan, organisasi sosial dapat menjalin kemitraan dengan seluruh
unit yang berada di Kementerian Sosial dan/atau instansi lain (baik
pemerintah maupun swasta), dan dunia usaha yang mempunyai
jangkauan program sampai ke tingkat kelurahan.
2. Bagi Kementerian Sosial, perlu peningkatan (1) program sosialisasi
khususnya berkaitan dengan kesejahteraan sosial (informasi tentang
potensi kesejahteraan sosial, permasalahan kesejahteraan sosial, dan
berbagai bentuk pelayanannya); (2) Pemberikan penguatan SDM lokal
khususnya yayasan atau organisasi sosial melalui program pelatihan
manajemen berusaha agar terlihat usaha membantu dan membangun
kemandirian serta mampu mengembangkan usaha sendiri.
3. Dalam kerangka percepatan realisasi penyelenggaraan usaha
kesejahteraan sosial, Koordinasi antara organisasi sosial dengan
lembaga yang mempunyai komitmen dalam pengembangan organisasi
sosial (BK3S dan K3S) dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan
sosial perlu mendapat perhatian.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
83
4. Untuk kegiatan orsos yang bersifat kebijakan dan lintas sektor sebaiknya
Instansi Sosial perlu mengambil inisiatif dalam memprakarsai munculnya
sinergisitas dan keterpaduan usaha dan kemandirian antar sector terkait
dan berusaha menjalin kerjasama dengan Lembaga Donor Asing agar
dapat digali sumber dana potensial lainnya. Khusus untuk proposal
pengajuan kegiatan sebaiknya Dinas Sosial lebih berdasarkan need
assessment (kebutuhan) dari Orsos sehingga tidak semata- mata base
on budget.
5. Pentingnya pemanfaatan potensi/tenaga lokal sebagai pendamping
dalam implementasi program pemberdayaan dengan sentuhan moralspiritual, disamping moneva secara berkelanjutan dari aparat pemerintah
sendiri;
6. Untuk Orsos yang sudah besar maka Dinas Sosial Propinsi harus bisa
memilah-milah dengan jenis bantuan yang akan diberikan, karena terlihat
Dinas Sosial Propinsi tidak menseleksi secara baik terhadap bentuk dan
jenis kegiatan dari Orsos yang menawarkan kerjasama dan terkesan
seadanya dalam memilih dan memutuskan Orsos yang akan diberi
bantuan atau yang diajak bekerjasama.
7. Dinas Sosial perlu menganggarkan dana daerah untuk pelatihan kepada
para Orsos dalam melatih pembuatan proposal pengusulan kepada Orsos
sehingga penulisan lebih berstandar dan dapat diakses dengan mudah
oleh lembaga-lembaga donor besar lainnya termasuk dalam dan luar
negeri.
8. Kelembagaan dari Orsos harus jelas secara struktur, pengawasan dan
pengendalian agar kontribusi orsos kepada masyarakat lebih terlihat dan
terbaca dengan jelas.
9. Orsos sebaiknya terdaftar di Dinas Sosial agar segala bentuk dan
kegiatannya bisa lebih terpantau dan terorganisir dengan baik, sesuai
dengan amanat UUD 45 serta UU No. 11 Tahun 2009 demi kesejahteraan
masyarakat yang luas dan merata.
84
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Daftar Pustaka
Anonim, (2010), Katalog Organisasi Sosial: Hasil pemutakhiran Tahun Anggaran
2009, Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, Semarang.
Anonim, (2008), Pedoman Klasifikasi Organisasi Sosial, Direktorat
Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat, Dierktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial, Jakarta.
Clark, Jhon, 1995., NGO dan Pembangunan DemokrasiTiara Wacana,
Yogyakarta, cetakan 1.
Davis, Keith, 1967. Human Realation at Work, The Dynamics of Organizational
Behavior. Mc. Grow Hill Book Company.
Departemen Sosial, R.I. 2008. Pedoman Klasifikasi Organisasi Sosial. Dit.
Pemberdayayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat, Ditjen
Pemberdayaan Sosial.
Hadari, Nawawi., (2000) Metode Penelitian Bidang Sosial, Jogyakarta, Gadjah
Mada Univercity Press.
Koencoroningrat, 1984; Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Bunga
Rampai, Gramedia, Jakarta.
Mahsum, Mohamad, 2006., Pengukuran Kinerja Sektor Publik, BPFE,
Yogyakarta, Cetakan 1.
Marzali, Amri 2005, Antropologi dan Pembangunan Indonesia, Prenada Media.
Jakarta
Midgley, James. 2005., Pembangunan Sosial: Perspektif Pembangunan Dalam
Kesejahteran Sosial., Jakarta, Ditperta Depag RI.
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
85
Pramono, Agung. (2004). Institusi dan organisasi. Bahan bacaan perkuliahan
perspektif pembangunan lokal. Jakarta: FISIP-UI.
Roger, Everet, 1964; Modernization Among Peasent; The Impact of
Communication, Holt Rincart And Winston Inc.
Saifudin, Achmad Ferdyani, 2005 Anthropologi Kontemporer: Suatu Pengantar
Kritis Mengenai Paradigma, Kencana Media Grup, Jakarta.
Sitepu dkk, 2005. Peran Organisasi Sosial/LSM dalam pembangunan
kesejahteraan sosial (studi kasus pada organisasi sosial lokal di
Propinsi Papua, Maluku, NTT, Banten, NAD), Puslitbang Kesos, Jakarta
Soetomo, 2006, Strategi strategi Pembangunan Masyarakat, Pustaka Pelajar
Yogyakarta, Cetakan 1.
Soetomo, 2009., Pembangunan Masyarakat; Merangkai Sebuah Kerangka,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Soekanto, Soerjono, 1977, Sosiologi Suatu Pengantar, cetakan ke enam,
Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Sztompka, Piotr (2007). Sosiologi perubahan sosial, Prenada Media Grup,
Jakarta.
Talizidu nDraha (1990) Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat
Tinggal Landas, Rineka Cipta, Jakarta.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Undang-Undang No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Soisal
86
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
BIODATA PENULIS
Gunawan, lahir di Yogyakarta 12 April 1956. Menamatkan Program S1 di
Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Gajah Mada Yogyakarata pada
tahun 1986. Jabatan peneliti: Peneliti Muda Bidang Kesejahteraan Sosial
di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan
Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI.
Penelitian yang pernah dilakukan antara lain: Accesibility Problems to
Panti’s and Vocational Rehabilitation Service Desentralization in Indonesia,
Studi Pengembangan Panti Rehabilitasi Sosial Korban Napza, Studi
Penataan Panti di DKI Jakarta, Anak Jalanan, Studi Tentang Kesiapan
Daerah Dalam Pelaksanaan Strategi dan Pelayanan Sosial Bagi Anak
Jalanan di Era Desentralisasi Pembinaan Kesejahteraan Anak,
Penanganan Anak Terlantar Berbasis Kekerabatan, Pengembangan Model
Pemberdayaan Remaja Melalui Karang Taruna, Dampak Sosial
Pengembangan Kawasan Industri, Kemiskinan di Kawasan Industri,
Tanggung Jawab Sosial Industri, Permasalahan Kesenjangan Sosial,
Penanganan Masalah Perumahan dan Pemukiman Kumuh,
Pemberdayaan Sosial Keluarga Pasca Bencana Alam. Hingga saat ini
aktif sebagai editor majalah Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial.
Muhtar, lahir di Magetan-Jawa Timur (1962). Pendidikan terakhir, Pasca
Sarjana (S2) Program Studi Sosiologi Kekhususan Ilmu Kesejahteraan
Sosial (FISIP-UI, 2004). Mengawali karir sebagai Pegawai Negeri Sipil
Departemen Sosial R.I. (kini, Kementerian Sosial) di Kantor Wilayah
Propinsi Sumatera Selatan (1991). Tahun 1996 pindah ke Pusat Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. Sejak itu, terlibat
dalam penelitian bidang kesejahteraan sosial, dan sejak 1999 menekuni
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
87
sebagai peneliti. Kini, Peneliti Muda bidang kesejahteraan sosial. Topiktopik penelitian yang pernah dilakukan antara lain: Pemberdayaan
Masyarakat, Permasalahan Sosial HIV/AIDS, Permasalahan Pekerja
Migran (di negara tujuan Singapura & Malaysia), Permasalahan Daerah
Perbatasan Antar Negara (Miangas), Permasalahan Daerah Tertinggal/
Terpencil (Sukabumi), dan sebagainya.
Hingga saat ini aktif sebagai editor majalah Jurnal Penelitian
Kesejahteraan Sosial.
88
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Index
A
Advokasi 75
Agama 29, 32, 33, 35, 50, 52, 63, 64, 75, 77, 78, 84
Akselerasi 5, 42, 75, 79
Alang-Alang 26, 69, 71
Amanah 51, 52, 65, 81
Anak jalanan 1, 27, 34, 63, 68, 71
Anak nakal 1, 27
Anak terlantar 31, 56, 63, 82
Anak terlantar 27, 57, 61, 66
Auguste Comte 13
B
Berkembang 3, 17, 20, 23, 28, 30, 39, 55, 61
Biro Sosial 78
BK3S 77, 82, 83
D
Dinas Sosial 20, 21, 28, 31, 42, 55, 58, 77, 78, 84, 85
Dunia usaha 28, 65, 69, 72, 83
Durasi 43, 53
E
Embrio 20, 21, 46, 55, 52
F
Fakir miskin 31, 34, 62, 66
fasilitasi 75, 78, 82
FGD 7, 55, 58
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
89
G
gelandangan 1, 27, 82
globalisasi 1, 37
Gotong Royong 18, 50
Gross National Product (GNP) 9
H
HDI 9
Human Development Index 9
Human Poverty Index 9
Humanity 45, 57, 63
I
Institusi sosial 11, 22
J
Jaminan sosial 12, 21, 23, 41, 61
Jawa 5, 29, 30, 31, 32, 33, 35, 36, 78, 85
K
K3S 82, 83
Kalimantan 5, 33, 78, 78
Karang Taruna 3, 77
Kawanua 36
keluarga miskin 27, 28, 38, 56, 62, 63, 71, 74
Kementerian Sosial 2, 3, 5, 13, 19, 31, 34, 58, 83
kemitraan 59, 83
kepedulian 27, 51, 53, 57, 83
kiprah 53, 57, 74, 75, 81
kontribusi 4, 5, 7, 14, 21, 23, 25, 41, 42, 49, 53, 61, 69, 82, 84
Kupang 5, 25, 36, 37, 38, 39, 55
L
lanjut usia terlantar 1, 27, 29, 71
legitimasi 4, 42, 44, 53, 75
Lembaga Donor Asing 84
90
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
lembaga lokal 17, 18, 45, 61
Lembaga Swadaya Masyarakat 2, 3
luar negeri 67, 84
M
Manado 5, 25, 34, 35, 36, 53, 55, 69
mandiri 16, 20,, 28, 47, 55, 60, 66, 67, 68
Metode 5, 6, 8, 10, 77, 85
Midgley 85
motivasi 48, 49, 50, 73
N
nilai 10, 11, 14, 16, 17, 27, 35, 38, 39, 48, 50, 51, 52, 53
norma 14, 15, 17
O
Observasi 6, 70
ODHA 1
Oikumene 55
Organisasi sosial 4, 5, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 19, 23, 25, 27, 28, 29, 31, 34,
41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 53, 54, 55, 56, 58, 59, 61, 63,
65, 66, 69, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 81, 82, 83
Ootonomi 37, 75, 77, 78
P
PALEMBANG 25
Palembang 5, 25, 26, 27, 28, 29, 64
Partisipasi masyarakat 13, 19, 23, 25, 29, 34
PAUD 63, 65
Pekerja sek komersial 27
Pekerja Sosial Masyarakat 2
pelayanan sosial 2, 4, 11, 12, 21, 22, 23, 31, 41, 47, 56, 65, 71
pembangunan kesejahteraan sosial 2, 4, 5, 7, 10, 11, 12, 14, 21, 23, 25,
28, 29, 34, 41, 42, 49, 53, 61, 74, 81, 82, 86
Pembangunan Sosial 10, 85
pembangunan sosial 10, 11
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
91
pemberdayaan masyarakat 60
Pendidikan anak usia dini 63
pengemis 1, 27, 68
penyalahgunaan napza 1
penyandang cacat 1, 31, 34, 82
perlindungan sosial 12, 21, 23, 41
permasalahan kesejahteraan sosial 3, 5, 21, 25, 27, 67, 83
permasalahan sosial 1, 2, 3, 25, 27, 33, 34, 51, 53, 56, 57, 61, 63,
74, 82, 83
Physical Quality of Life 9
pilar-pilar partisipan 2, 4
psikotik 31, 82
PSK 27, 75
pulau 5, 26, 34, 35
R
Regulasi 75
Rehabilitasi sosial 2, 12, 21, 23, 41, 63
S
Sam 9, 31
Samarinda 5, 33, 34, 55, 77, 78
sarana prasarana 3, 76
Semarang 5, 25, 29, 30, 31, 53, 64, 85
Sulawesi 5, 34, 35
Sumatera 5, 25, 26
Ssumber daya manusia 1, 3, 39, 42, 47, 48, 75, 76
Surabaya 5, 25, 32, 33, 37, 53, 64, 69, 71, 77
T
Taruna Siaga Bencana 3
Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat 3
Torang 35, 55
Tumbuh 2, 20, 28, 55, 63
92
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
U
UEP 70
Undang-Undang Kesejahteraan Sosial 21
usaha kesejahteraan sosial 2, 13, 19, 43, 53, 59, 72, 81, 82, 83
W
wanita rawan sosial ekonomi 27
WKSBM 4
WRSE 82
WTS 27
Y
Yayasan 20, 31, 33, 34, 43, 48, 49, 53, 58, 66, 68, 69, 83, 71, 86
Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
93
Download