aplikasi teknik puteran bibit berukuran besar pada jenis

advertisement
APLIKASI TEKNIK PUTERAN BIBIT BERUKURAN BESAR
PADA JENIS POHON KIHUJAN, MAHONI, MATOA DAN
SALAM
MUKLISH NUGRAHA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Teknik
Puteran Bibit Berukuran Besar pada Jenis Pohon Kihujan, Mahoni, Matoa dan
Salam
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2008
Muklish Nugraha
NRP E14201056
53
RINGKASAN
Muklish Nugraha. E14201056. 2007. Aplikasi Teknik Puteran Bibit Berukuran
Besar pada Jenis Pohon Kihujan, Mahoni, Matoa dan Salam. Di bawah bimbingan
Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc.
Penelitian dilakukan di persemaian Tlogoarto yang terletak di Desa Cihideung
Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan
Desember 2006 dan berakhir pada bulan April 2007. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bibit tanaman besar usia + 2 tahun yaitu bibit mahoni (Swietenia
macrophylla), kihujan (Samanea saman), matoa (Pometia pinnata) dan salam (Syzygium
polyanthum). Alat yang digunakan diantaranya: cangkul, garpu, tombak (linggis yang
memiliki ujung yang pipih berfungsi untuk memotong akar tunggang), golok dan lainlain. Pada penelitian ini dibuat dua perlakuan yaitu: bibit yang dipotong batang utama (A,
C, E, G) dan bibit yang hanya dibersihkan daun tanpa pemotongan dahan dan cabang (B,
D, F, H). Masing-masing perlakuan terdiri dari 4 jenis pohon hutan (kihujan, mahoni,
matoa, salam) dan masing-masing jenis terdiri dari 4 individu. Parameter yang diukur
adalah tinggi dan diameter awal, waktu yang diperlukan untuk setiap tahapan pembuatan
bibit puteran, jumlah dan panjang pucuk baru yang muncul, waktu muncul tunas baru,
waktu muncul akar baru, prestasi kerja dianalisa dan disajikan secara deskriptif.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan teknik puteran bibit besar
dalam upaya meningkatkan persentase hidup dari bibit puteran.
Hasil penelitian menunjukan bahwa persen hidup bibit yang dipotong cabang
utamanya adalah sebesar 100%, sedangkan bibit yang hanya dihilangkan daunnya saja
adalah sebesar 81,25%. Jumlah tunas baru yang tumbuh paling banyak yaitu pada salam
yang diberi perlakuan dengan cara dibersihkan daunnya saja (D1), dengan jumlah tunas
baru mencapai 17 buah. Dan untuk jumlah tunas terendah yaitu pada mahoni yang
dibersihkan daunnya saja (F2 dan F3). Pucuk terpanjang adalah pada matoa yang
dipotong batang utamanya (A3) dengan panjang tunas mencapai 76 cm, sedangkan tunas
yang tumbuh terpendek adalah pada mahoni yang dipotong batang utamanya (E1) dengan
panjang tunas maksimal 5 cm. Pengamatan muncul tunas dan akar baru hanya dilakukan
pada Bibit Puteran salam (C4) dimana waktu mulai muncul akar dan tunas baru muncul
hampir bersamaan, yaitu pada minggu kedua pengamatan.
Untuk satu bibit puteran kihujan yang dipotong cabang utamanya dapat diperoleh
PK (Prestasi Kerja) sebesar 13,89 batang/2orang/hari atau sama dengan 6,95
batang/orang/hari (1 HOK sama dengan 6,95 batang), sedangkan untuk kihujan yang
hanya dibersihkan daunnya saja diperoleh PK sebesar 9,35 batang/2orang/hari atau sama
dengan 4,68 batang/orang/hari (1 HOK sama dengan 4,68 batang). Waktu yang
diperlukan akan lebih singkat apabila mempersiapkan bibit puteran yang dipotong cabang
utamanya (A, C, E, G) dibanding mempersiapkan bibit puteran yang hanya dibersihkan
daunnya saja (B, D, F, H). Hal ini disebabkan proses pengerjaan yang lebih mudah pada
bibit puteran yang dipangkas batang utamanya.
Teknik puteran dapat diaplikasikan pada jenis pohon kihujan, mahoni, matoa dan
salam. Perlakuan dengan pemotongan batang utama dapat merubah arsitektur pohon dari
puteran yang dihasilkan, sedangkan puteran dengan perlakuan dihilangkan daunnya saja
tidak merubah arsitektur pohon dari puteran yang dihasilkan. Kajian aplikasi teknik
puteran bibit berukuran besar pada kihujan, mahoni, matoa dan salam perlu dilakukan
sampai tahap penanaman untuk mengetahui daya hidup di lapangan, selain itu perlu juga
diaplikasikan untuk jenis pohon kehutanan lainnya.
Judul Skripsi
: Aplikasi Teknik Puteran Bibit Berukuran Besar pada
Jenis Pohon Kihujan, Mahoni, Matoa dan Salam
Nama
: Muklish Nugraha
NIM
: E14201056
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc.
NIP. 131 878 499
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr
NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus :
APLIKASI TEKNIK PUTERAN BIBIT BERUKURAN BESAR
PADA JENIS POHON KIHUJAN, MAHONI, MATOA DAN
SALAM
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEHUTANAN
pada Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Oleh
MUKLISH NUGRAHA
E 14201056
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan penuh ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini,
khususnya :
1. Bapak Dr. Ir Irdika Mansur M. For. Sc yang telah membimbing penulis
selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini berlangsung.
2. Dosen penguji : Ir. Siswoyo, M. Si (perwakilan Departemen KSHE) dan Dr.
Ir. Dede Hermawan, M. Sc (perwakilan Departemen Hasil Hutan).
3. Bapak Ismail (staf Departemen Silvikultur) yang selalu mengingatkan setiap
kekurangan penulis.
4. Ayahanda dan ibunda tercinta yang tanpa pantang menyerah dalam
mewujudkan cita-cita penulis, atas doa serta segala pengorbanan yang
diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan studi.
5. Bapak Mansur sebagai penanggung jawab di persemaian Tlogoarto atas segala
bantuan yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian di persemaian
tersebut.
6. Saudaraku tercinta (Ganjar, Intan, Idham) sebagai pemicu semangat penulis
dalam menyelesaikan studi.
7. Rekan-rekan Angkatan 38: Tedi, Edwin, Alif, dll serta rekan-rekan
seperjuangan: Nunu, Tezar, Beri, Fiki, Dika, Syuhada, Beni, Deri Welly, Ice.
8. Teman-temanku dirumah: Yudi, Jajat, Ade, M. Nasuha, M. Syaeful, Ujang,
Fachrudin, Cecep, Mamat, Andi, Aldin, Yuli, Parman, Bedah.
9. Serta semua pihak yang telah membantu baik secara fisik maupun mental,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga amal kebaikan yang telah dilakukan mendapat balasan dari Allah SWT.
Amin.
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 Juli 1983 dari pasangan
ayahanda Abeng Setyarahman dan ibunda Ati Rohayati. Penulis merupakan anak
pertama dari 4 bersaudara.
Pada tahun 1987 penulis mengawali pendidikannya di TK Semboja Sari II
Bogor selama dua tahun. Kemudian dilanjutkan di SDN Empang II Bogor dan
lulus pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya
di SLTPN 1 Bogor, dan lulus pada tahun 1998. Kemudian melanjutkan ke SMUN
1 Bogor, dan lulus pada tahun 2001.
Pada tahun yang sama penulis diterima melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Budidaya
Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB yang sekarang
berganti nama menjadi Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Pada
masa perkuliahan penulis pernah mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan dan
Pengelolaan Hutan (P3H) selama kurang lebih dua bulan (Juli-Agustus 2004).
Praktek dilaksanakan di tiga lokasi yaitu BKPH Cilacap, BKPH Baturaden dan
Kampus Lapangan Fakultas Kehutanan UGM (KPH Ngawi) di Desa Getas
Kecamatan Menden Kabupaten Blora. Pada tahun 2005, penulis melaksanakan
KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea Kabupaten
Bogor selama kurang lebih dua bulan (Juli-Agustus).
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan karya
ilmiah dengan judul “Aplikasi Teknik Puteran Bibit Berukuran Besar pada Jenis
Pohon Kihujan, Mahoni, Matoa dan Salam” di bawah bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur
M. For. Sc.
53
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas
rahmat dan karunia-Nyalah penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Karya
ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di persemaian
Tlogoarto Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor.
Secara garis besar karya ilmiah ini berisi tentang jumlah pucuk, panjang
pucuk, persen hidup, lama muncul pucuk dan akar baru pada bibit puteran besar
Matoa, Salam, Mahoni dan Kihujan yang terjadi akibat dari pemberian perlakuan
terhadap bibit puteran dengan cara dipotong batang utamanya dan dibersihkan
daunnya saja. Selain itu, dalam hasil penelitian ini dibahas mengenai prestasi kerja
yang berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan dari masing-masing
penerapan teknik pembuatan bibit puteran besar. Tujuan penanaman di lapangan
juga merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan sebagai dasar pemilihan
teknik yang akan digunakan disamping kesesuaian spesies yang digunakan dengan
tempat tumbuh. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengembangkan teknik
pembuatan puteran bibit besar dalam upaya meningkatkan persentase hidup dari
bibit yang dihasilkan. Hasil penelitian ini disusun dalam bentuk karya ilmiah
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Departemen Silvikultur,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini
masih banyak kekurangannya, maka dari itu penulis selalu terbuka untuk
menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun. Besar harapan penulis,
karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis,
Muklish Nugraha
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...........................................................................
i
DAFTAR ISI ..........................................................................................
iv
DAFTAR TABEL .................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
viii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................
1
1.2 Permasalahan .......................................................................
2
1.3 Tujuan ..................................................................................
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Matoa (Pometia pinnata.) ....................................................
4
2.2 Salam (Syzygium polyanthum) .............................................
5
2.3 Mahoni (Swietenia macrophylla) .........................................
6
2.4 Kihujan (Samanea saman) ...................................................
8
2.5 Teknik Puteran .....................................................................
9
2.6 Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman ..........
14
2.7 Lansekap ..............................................................................
17
2.8 Aklimatisasi .........................................................................
23
2.9 Prestasi kerja ........................................................................
25
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat ...............................................................
27
3.2 Alat dan Bahan .....................................................................
27
3.3 Metode Penelitian ................................................................
27
3.4 Pengamatan dan Pengukuran ...............................................
28
3.5 Analisis Data ........................................................................
29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil .....................................................................................
30
4.2 Pembahasan ..........................................................................
45
iv
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ..........................................................................
51
5.2 Saran.....................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
52
LAMPIRAN ...........................................................................................
54
v
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kerusakan hutan terjadi begitu cepat yang berakibat pada hilangnya
spesies. Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah masalah deforestasi hutan
dengan laju yang tinggi berdasarkan data Ditjen RLPS pada tahun 2000 mencapai
1,6 juta hektar/tahun. Adapun solusi untuk mengurangi dampak kehilangan jenis
tersebut diantaranya dengan melarang penebangan liar dirasakan kurang efektif,
meskipun telah ditetapkannya UU (Undang-undang) yang mengatur tentang
penebangan liar dilengkapi dengan sangsi hukum bagi setiap pelanggaran yang
dilakukan, tetapi tetap saja illegal logging menjadi salah satu penyebab degradasi
hutan yang terbesar. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya kesadaran dari para
penegak hukum untuk menegakan hukum yang telah ada. Upaya lain yang
dilakukan adalah dengan
pengkoleksian spesies di kebun raya dinilai relatif
mahal, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya keterbatasan luasan wilayah yang
ada serta biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun sebuah Kebun Raya
yang baru apabila Kebun Raya yang ada tidak dapat menampung koleksi spesies
tanaman yang baru.
Karena alasan tersebut diatas diperlukan adanya teknik konservasi yang
lebih aman, salah satunya adalah dengan menggabungkan program konservasi
jenis dengan asitektur lansekap, seperti penghijauan yang dilakukan di tamantaman kota, kawasan industri, pinggir jalan, serta perumahan- perumahan. Adapun
fungsi dari penghijauan tersebut diantaranya, untuk pelestarian plasma nutfah,
penahan dan penyaring partikel padat dari udara, penyerap dan penjerap partikel
timbal, Penyerap dan penjerap debu semen, peredam kebisingan, mengurangi
bahaya hujan asam, penyerap karbon monoksida, penyerap karbon dioksida dan
penghasil oksigen, penyerap dan penapis bau, mengatasi penggenangan,
mengatasi intrusi air laut, produksi terbatas, ameliorasi iklim, pengelolaan
sampah, pelestarian air tanah, penapis cahaya silau, meningkatkan keindahan,
sebagai habitat burung, mengurangi stress, mengamankan pantai dari abrasi,
1
meningkatkan industri pariwisata, dan masih banyak lagi fungsi lainnya (Dahlan,
2004).
Penghijauan di daerah pemukiman dapat berupa taman dengan komposisi
tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan semak dan rerumputan.
Taman adalah sebidang tanah terbuka dengan luasan tertentu di dalamnya ditanam
pepohonan, perdu, semak dan rerumputan yang dapat dikombinasikan dengan
kreasi dari bahan lainnya. Umumnya dipergunakan untuk olah raga, bersantai,
bermain dan sebagainya (Dahlan, 2004).
Penghijauan di kawasan industri berbeda dengan daerah pemukiman.
Terutama harus diperhatikan jenis tanaman yang efektif dalam upaya pengurangan
polutan serta limbah dari industri tersebut. Beberapa jenis tanaman telah diketahui
kemampuannya dalam menyerap dan menjerap polutan. Dewasa ini juga tengah
diteliti ketahanan dari beberapa jenis tanaman terhadap polutan yang dihasilkan
oleh suatu pabrik. Dengan demikian informasi ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam memilih jenis-jenis tanaman yang akan dikembangkan di
kawasan industri (Dahlan, 2004).
Pohon peneduh jalan raya merupakan jalur hijau di bawah kawat listrik
tegangan tinggi, jalur hijau di tepi jalan kereta api, jalur hijau di tepi sungai di
dalam kota atau di luar kota dapat dibangun dan dikembangkan sebagai hutan kota
guna diperoleh manfaat kualitas lingkungan perkotaan yang baik. Tanaman yang
ditanam pada daerah di bawah jalur kawat listrik dan telepon diusahakan yang
rendah saja, atau boleh saja dengan tanaman yang dapat menjulang tinggi, namun
pada batas ketinggian tertentu harus diberikan pemangkasan (Dahlan, 2004).
1.2. Permasalahan
Dalam rangka penggabungan program konservasi dengan pembangunan
arsitektur lansekap diperlukan bibit yang berukuran cukup besar, yaitu dengan
digunakannya bibit pohon kehutanan yang berukuran besar dan multifungsi. Bibit
yang ditanam untuk tujuan konservasi dalam hal pengawetan dan perlindungan
juga memiliki fungsi yang lain diantaranya fungsi penyehatan lingkungan, fungsi
estetika, fungsi produksi dan fungsi lainnya seperti penunjuk identitas suatu
wilayah tertentu. Penggunaan bibit berukuran besar dimaksudkan agar fungsi-
2
fungsi tersebut dapat segera terpenuhi, dan untuk mendapatkan bibit berukuran
besar tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan teknik puteran.
Dari teknik puteran yang ada masih perlu dikembangkan dalam upaya
meningkatkan persentase hidupnya. Pada penelitian ini teknik puteran yang
digunakan adalah teknik puteran yang hanya dipangkas daunnya dan teknik
puteran yang dipotong batang utamanya.
1.3. Tujuan
Mengembangkan teknik pembuatan puteran bibit besar dalam upaya
meningkatkan persentase hidup dari bibit yang dihasilkan.
3
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Matoa
a. Taksonomi dan Penyebutan
Secara umum di Indonesia Pometia spp. dikenal dengan nama matoa,
tetapi di beberapa daerah di Indonesia tanaman ini memiliki penyebutan yang
berbeda seperti
kasai, matoa, pakam, lauteneng, kungki, langsek anggang,
leungsir, kayu sepi, ngaahe, batobu, sapen, taun, wusel. Matoa di negara lain
dikenal dengan nama malugai, tungaui, (Filipina), kasay (Malaysia), matoa, kasai
(Inggris), taun (Irian Timur) (Thahjono, 1972).
Menurut Thahjono (1972), dalam sistem klasifikasi, matoa mempunyai
penggolongan sebagai berikut :
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub-kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Sapindales
Famili
: Sapindaceae
Genus
: Pometia
Spesies
: Pometia pinnata
b. Sifat Botanis
Matoa merupakan pohon raksasa dengan tinggi dapat mencapai 47 m,
dengan diameter mencapai 187 cm. Mudah dikenali dengan ciri-ciri batang tanpa
bonggol-bonggol, mempunyai alur yang lebar dan dalam serta berakar papan yang
berukuran kecil. Kulit batang memiliki ketebalan + 5 mm, sebelah luar berwarna
kelabu dengan bitik-bintik kuning. Kulit sebelah luar licin dengan pecah-pecah
halus melintang dan memanjang serta mengeluarkan cairan semacam perekat
sedikit tidak berwarna, tidak berbau, rasanya sangat pahit. Cabang/ranting muda
berwarna coklat kuning. Daun tua sebelah atas berwarna hijau (Thahjono, 1972).
Thahjono (1972) mengemukakan bahwa kayu matoa memiliki B.D. 0.500.99, termasuk kelas kuat II dan III dan kelas awet III-IV. Apabila kayu dipotong
4
secara melintang dapat dilihat kayu gubal setebal 5-7.5 cm berwarna sedikit lebih
muda daripada bagian teras yang mempunyai warna merah coklat atau merah
lembayung. Kayu matoa memiliki tekstur agak kasar dengan serat yang lurus atau
sedikit berpadu. Termasuk kayu sangat keras dengan daya kembang susut yang
tinggi.
c. Manfaat dan Kegunaan
Karena termasuk kayu kelas kuat II dan III, kayu matoa dapat digunakan
untuk konstruksi rumah, flooring, pembuatan papan atau balok untuk konstruksi
kapal dan lain-lainnya (Thahjono, 1972).
d. Penyebaran dan Tempat Tumbuh
Matoa biasa tumbuh pada Hutan Primer dan Hutan Sekunder. Merupakan
tanaman asli dari Srilangka dan Kepulauan Andaman (Thomson dan Thaman,
2006).
Di Indonesia matoa tersebar di wilayah Irian Barat, Maluku, Sulawesi,
Sumatra Utara, Bengkulu, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa
Tenggara Timur (Thahjono, 1972).
2.2. Salam
a. Taksonomi dan Penyebutan
Syzygium polyanthum (Eugenia polyantha) atau yang biasa dikenal dengan
pohon salam memiliki penyebutan yang berbeda di beberapa wilayah di Indonesia
diantaranya ubar/serai dan manting. Laurellike leaf used in cooking merupakan
sebutan Pohon salam di negara Inggris.
Menurut Sumir’at (1994), dalam sistem klasifikasi, salam mempunyai
penggolongan sebagai berikut :
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub-kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Myrtales
Famili
: Myrtaceae
Genus
: Syzygium
5
Spesies
: Syzygium polyanthum
b. Sifat Botanis
Tumbuhan berbatang besar dan tinggi, tingginya bisa mencapai 25 m.
Daunnya yang rimbun, berbentuk lonjong atau bulat telur, berujung runcing bila
diremas mengeluarkan bau harum. Bunganya putih dan harum. Buahnya keciIkecil sebesar buni dan rasanya sedikit sepat. Ketika masih muda buahnya
berwarna hijau, kemudian kalau sudah tua berwarna merah kehitaman. Daun
salam mengandung zat-zat bahan warna, zat samak dan minyak atsin yang bersifat
antibakteri. Zat tanin yang terkandung bersifat menciutkan (astringent). Pohon
salam memiliki daun tunggal, yang letaknya berhadapan dan mengandung
kelenjar minyak. Bunganya memiliki sifat bisexualis (Sumir’at, 1994).
c. Manfaat dan Kegunaan
Selain daunnya dapat digunakan sebagai bumbu, salam juga dapat
digunakan untuk pengobatan terutama untuk diare, diabetes, kudis dan gatal serta
obat penyakit lambung.
d. Penyebaran dan tempat Tumbuh
Pohon salam tumbuh liar di hutan, di daerah pegunungan maupun ditanam
di halaman rumah sebagai tanaman bumbu. Merupakan tanaman asli Indonesia, di
luar negeri tanaman ini juga tumbuh pesat di Suriname.
2.3. Mahoni
a. Taksonomi dan Penyebutan
Swietenia macrophylla di Indonesia biasa dikenal dengan nama mahoni.
Mahoni di negara lain dikenal dengan nama henduras, tobasco, nicaragua
mahagoni (Jerman), caoba (Amerika Tengah), zepilete (Meksiko), arura
(Venezuela), aquano (Peru), crura (Bolivia), american mahogani, baywood
(Inggris), amerikaans mahonie (Belanda), mahagony (Amerika Serikat)
(Thahjono, 1972).
Menurut Thahjono (1972), dalam sistem klasifikasi, mahoni mempunyai
penggolongan sebagai berikut :
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
6
Kelas
: Angiospermae
Sub-kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Sapindales
Famili
: Meliaceae
Genus
: Swietenia
Spesies
: Swietenia macrophylla
b. Sifat Botanis
Mahoni merupakan pohon yang kurang lebih menggugurkan daun,
ketinggiannya dapat mencapai tinggi 35 m. Memiliki tajuk yang cukup rapat, lebat
dan berwarna hijau tua. Batang kurang lebih berakar papan, kulit kelabu gelap,
beralur dengan jarak yang lebar, agak mengelupas. Cabang atau ranting memiliki
warna coklat kekelabuan, bunga berupa kuncup besar, tertutup oleh sisik tebal
berwarna coklat, dan tidak berbulu (Thahjono, 1972). Di luar negeri buahnya
biasa disebut Sky fruit karena tampak seperti bergantung di atas langit (Wikipedia,
2007).
c. Manfaat dan Kegunaan
Adapun manfaat dari mahoni menurut Thahjono (1972) kayu ini biasa
dipakai untuk pembuatan konstruksi ringan, kusen, pintu, meubilair dan plywood.
Sky fruit (buah mahoni) memiliki kandungan yang dapat bermanfaat sebagai obat
alami
untuk
melancarkan
peredaran
darah
dan
meremajakan
kulit.
Pengkonsumsian dari sky fruit disahkan oleh Lembaga Kementrian Kesehatan
Malaysia (Wikipedia, 2007).
d. Penyebaran dan Tempat Tumbuh
Habitat asli mahoni berasal dari wilayah Neotropics, dari selatan Florida,
Caribbean, Mexico dan Selatan Amerika Pusat ke Bolivia.
Tanaman ini bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Thahjono (1972)
menjelaskan penyebaran mahoni di Indonesia meliputi seluruh Pulau Jawa
diantaranya Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
7
2.4. Kihujan
a. Taksonomi dan Penyebutan
Kihujan dengan nama latin Samanea saman merupakan famili Fabaceae.
Di negara lain memiliki penyebutan yang berbeda diantaranya saman (Perancis),
marmar (New Guinea), rain tree (Inggris), palo the cina (Philipina), guannageul
(Spanyol) (Staples and Elevich, 2006).
Menurut Sumir’at (1994), dalam sistem klasifikasi, kihujan mempunyai
penggolongan sebagai berikut :
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub-kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Rosales
Famili
: Fabaceae
Genus
: Samanea
Spesies
: Samanea saman
b. Sifat botanis
Kihujan mudah dikenali karena karakteristik pohonnya yang seperti
payung. Kihujan dapat mencapai ketinggian maksimal 15-25 m dengan diameter
tajuk dapat mencapai 30 m dan diameter pohon mencapai 1-2 m. Pada kondisi
habitat yang
padat dapat mencapai ketinggian 40 m dengan diameter yang lebih
sempit dibandingkan ketika ditanam pada kondisi terbuka. Kihujan sangat
penting karena fungsinya sebagai naungan pada perkebunan skala kecil, sepanjang
jalan dan di taman-taman (Staples dan Elevich, 2006).
Memiliki daun majemuk, serta akar yang mengandung bintil (nodul) yang
didalamnya berisi bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan akar untuk
mengikat N2 dari udara. Merupakan pohon berdaun rindang dan biasa digunakan
sebagai pohon pelindung (Sumir’at, 1994).
c. Manfaat dan Kegunaan
Selain sebagai pohon naungan dan pohon pelindung. Kayunya digunakan
secara terbatas sebagai produk kerajinan mangkok pada pasar lokal, dan kayu ini
berpotensi dikembangkan menjadi kayu komersial (Staples dan Elevich, 2006).
8
d. Penyebaran dan tempat Tumbuh
Penyebaran alaminya dipercaya berasal dari Amerika Selatan Bagian
Utara (Columbia, Caribea, Venezuela) hingga ke El-Salvador di Amerika Tengah.
Saat ini tersebar secara merata dari Meksiko Selatan hingga Peru, Bolivia dan
Brazil. Pada daerah tersebut Kihujan terdapat pada hutan dataran rendah, padang
rumput, dan savana (Staples dan Elevich, 2006).
2.5. Teknik Puteran
Dalam menanam pohon-pohon yang berukuran besar perlu ahli yang
berpengalaman, alat-alat, kendaraan dan biaya yang relatif mahal dibanding
menanam bibit pohon kecil. Ukuran pohon yang optimum untuk dapat
dipindahkan sangat bervariasi tergantung kepada jenisnya (Dahlan, 1992).
Teknik puteran adalah teknik pemindahan bibit lengkap dengan media
tanahnya dari bedengan persemaian ke lokasi Tempat Penampungan Sementara
(Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.272/Menhut-V/2004). Pengertian
tersebut digunakan untuk bibit puteran yang berukuran kecil yang memang
diproduksi di persemaian.
Menurut Dahlan (1992), pohon dapat dipindahkan ke tempat lain melalui
dua cara, yang pertama yakni akar tanpa tanah, akar yang telanjang tersebut harus
dibungkus dengan karung, koran atau jerami yang sebelumnya telah direndam
dalam air. Akar perlu dihindarkan dari sengatan cahaya matahari. Apabila waktu
pengangkutan dan jarak waktu antara penggalian dan penanaman lebih dari satu
hari, maka cara ini hanya dapat dianjurkan dilakukan pada musim hujan. Selama
pengangkutan bahan penutup harus selalu basah dengan jalan menyemprot atau
menyiramnya selama dalam perjalanan. Cara yang kedua yaitu mendapatkan
tanaman beserta tanahnya atau yang lebih dikenal dengan cara bola tanah
(puteran). Nama ini diberikan karena bentuk tanah yang menyertai akar hampir
menyerupai bola. Walaupun demikian pada kenyataannya bentuknya tidak selalu
bulat, kadang-kadang berupa silinder. Ukuran bola tanah hendaknya menurut
proporsi ukuran pohon. Biasanya diameter bola tanah 8-10 kali lebih besar
daripada diameter batang pohon.
9
Dahlan (1992) menjelaskan cara pemindahan pohon yang besar seperti
pernah dilakukan di California untuk pohon deodora (Cedrus deodora) yang
tingginya 26 m, peppertree (Schinus molle) yang tingginya 47 m dan diameter
batangnya 1,27 m dan beratnya 52 ton serta pohon palm yang tingginya 32 m dan
beratnya 35 ton adalah sebagai berikut :
Pertama akar diputar dengan membuat bongkahan tanah yang besarnya
seukuran daerah minimal perakaran tapi cukup besar untuk tidak mengganggu
pertumbuhan pohon itu sendiri. Dengan menggunakan 2 buah buldozzer, yang
satu mendorong dan lainnya mengangkatnya, kemudian akar berikut tanahnya
digali. Bulatan tanah itu kemudian dibungkus dengan menggunakan plastik atau
karung yang kuat. Bungkusan itu kemudian diikat dengan menggunakan rantai
besi yang kuat. Rantai besi ini dipergunakan untuk mengangkat tanaman berikut
tanahnya dan dinaikan keatas truk atau trailer untuk dipindahkan ketempat yang
telah ditentukan (Dahlan, 1992).
Lubang harus disiapkan sebelum tanaman dipindahkan ketempat yang
baru. Ukuran lubang hendaklah lebih besar daripada ukuran daerah perakaran
yang hendak ditanam, biasanya satu Setengah atau dua kali dari ukuran bulatan
daerah perakaran pohon yang akan ditanam. Jika daerah perakaran mempunyai
diameter 1.5 m dan 0.75 m dalamnya, maka diameter ukuran lubang sekitar 2.5 m
dan dalamnya 1.5 m. Pada tanah kurang subur lubang tanam ini harus betul–betul
diperhatikan. Satu atau dua minggu sebelum tanam, lubang ini diisi dengan pupuk
kandang atau kompos yang diperkaya dengan pupuk buatan, insektisida butiran
yang persisten perlu diberikan jika daerah tanam tersebut merupakan sarang
rayap. Bila tanah masam maka perlu dilakukan pengapuran 3-4 minggu sebelum
penanaman jika tanaman yang ditanam membutuhkan kisaran pH normal. Saluran
drainase perlu dibuatkan khususnya pada tanah yang kandungan liat dan
humusnya tinggi. Selain itu akar harus pula cukup mendapatkan udara untuk
pernafasannya, jadi pada saat penimbunan tanah jangan terlalu dipadatkan agar
tanah masih tetap berpori dan gembur (Dahlan, 1992).
10
Menurut Dahlan (1992), tahap–tahap dalam pembuatan bibit puteran
adalah sebagai berikut :
a. Penyiapan puteran
Dahlan (1992) menjelaskan bahwa untuk tanaman yang sudah tua
sebaiknya penyiapan puteran tidak dilakukan dalam jangka waktu yang pendek.
Penyiapan puteran harus dilakukan 5 bulan sampai 1 tahun sebelum pohon
tersebut dipindahtanamkan. Pada bulan pertama bagian akar yang di luar puteran
digali dan akarnya dipotong dan dibuang keluar. Batu dan kerikil juga diangkat
dan dibuang, lubang kemudian diurug kembali dengan tanah. Pada bulan ketiga
perlakuan seperti itu dilakukan lagi namun pada bulan ketiga ini pemotongan akar
lebih mendekat ke arah pohon, yaitu tepat pada ukuran puteran yang akan kita
bentuk. Pada bulan kelima pohon siap diangkat dan dipindahkan ke tempat lain.
Semakin besar tinggi dan lebar tajuk, maka waktu yang diperlukan untuk
perlakuan tersebut semakin lama, bisa sampai satu tahun. Perlakuan tersebut
diatas dimaksudkan untuk merangsang terbentuknya sistem perakaran yang
kompak di dalam puteran. Sehingga pada saat pemindahan nanti tidak terjadi
guncangan (shock) hebat, akibat akarnya banyak berkurang. Dahlan (1992),
menyatakan bahwa ukuran yang tepat dari diameter dan tinggi puteran berlainan
untuk setiap jenis tanaman.
Untuk pengangkutan puteran disimpan di bagian depan sedangkan untuk
tajuk diletakan di bagian belakang. Akan sangat bermanfaat bila ada penyangga
cabang dan pohon dari kayu agar pohon dapat lebih stabil dan terhindar dari bobot
cabang, ranting dan dedaunan, khususnya untuk pengangkutan yang melewati
jalan yang bergelombang/berlubang, karena ranting dan dedaunan yang berat
dengan guncangan yang kuat dapat mengakibatkan cabang/batang menjadi
tertekuk atau patah. Ranting dan cabang diikat dengan tali untuk mengurangi
gerakan hebat oleh angin selama dalam perjalanan. Di negara maju saat ini telah
tersedia kendaraan khusus untuk membawa pohon seperti Big John Transplanter
atau Vermeer Tree Spade (Gambar 1) (Dahlan, 1992).
b. Penanaman Kembali
Jika puteran yang dipindahkan sangat besar dan terlalu berat untuk
dipindahkan dengan tenaga manusia, maka pohon dapat dipindahkan dengan
11
menggunakan crane. Kedalaman akar harus sama dengan kedalamannya semula.
Pohon harus diletakan di tengah-tengah lubang dengan arah yang tegak. Jika
pengangkatan puteran dengan menggunakan plat besi di bagian bawah puteran,
maka puteran diturunkan terlebih dahulu pada lokasi di luar posisi yang
diinginkan yang ada beberapa pohon yang lurus. Pohon ini berguna untuk
mempermudah memindahkan puteran untuk diletakan pada lokasi yang
diinginkan. Tali pengikat yang terbuat dari kawat atau plat dibuka dan dibuang ke
luar lubang, sedangkan tali serta karung goni pembungkus puteran yang dapat
hancur dapat dibiarkan saja tetap melilit dan membungkusnya (Dahlan, 1992).
Gambar 1. Vermeer tree spade (Sumber : http://www.big-john.com)
c. Penyiraman
Segera setelah selesai pohon ditanam, pohon harus diberi air. Pada musim
kemarau pemberian air harus dilakukan pada pagi dan sore hari atau apabila tanah
terlihat sangat kering, sedang pada musim penghujan hanya diberikan jika tidak
12
ada hujan dalam beberapa hari. Penyiraman dianggap cukup apabila tanah sudah
terlihat lembab sampai basah (Dahlan, 1992).
d. Pemupukan
Dahlan (1992) mengemukakan bahwa dalam pemupukan yang harus
diperhatikan dalam peletakan pupuk adalah sebagai berikut :
•
Meletakan pupuk tidak terlalu dekat ke pohon. Tempat pupuk diletakan di
sekeliling pohon sebaiknya antara ¾ sampai sama dengan jari-jari lebar tajuk.
•
Tidak terlalu dangkal. Karena jika terlalu dangkal maka yang akan
memanfaatkan pupuk tersebut hanya rerumputan yang perakarannya
berkeliaran di sekitar permukaan tanah dan pupuk tersebut akan menguap.
•
Tidak terlalu dalam. Peletakan pupuk yang terlalu dalam melebihi batas
perakaran dari tanaman, tetap saja berakibat pada tidak termanfaatkannya
pupuk tersebut.
e. Penyanggaan
Tanaman yang baru ditanam perlu dilakukan penyanggaan sampai
tanaman tersebut mampu menahan bebanya sendiri dengan akar-akarnya. Untuk
pohon yang kecil dapat digunakan ajir yang terbuat dari kayu atau bambu satu
batang. Tetapi apabila pohon tersebut besar dapat dipergunakan kayu atau bambu
dua buah yang ditancapkan ke dalam tanah sebagai penjepit pohon (Dahlan,
1992).
f. Pembalutan
Pohon yang kecil perlu dibungkus dengan bahan yang lembut untuk
melindungi dari sengatan matahari, serangan penggerek batang, cakar dan gigitan
binatang. Pembalutan dimulai dari permukaan tanah sampai ke cabang utama
yang besar. Pembalutan dilakukan sedemikian rupa untuk menghasilkan
pembalutan yang menyeluruh. Balutan dibiarkan satu sampai dua tahun sampai
pohon tersebut dianggap kuat (Dahlan, 1992).
g. Pemangkasan
Pohon besar yang ditanam dengan sebagian besar akarnya dipotong harus
dilakukan pemangkasan. Pemangkasan dapat dilakukan pada saat pohon tersebut
digali di tempat asalnya atau dapat pula ditempatnya yang baru. Pemangkasan di
tempat asal dapat mengurangi berat tanaman pada saat pencabutan dan
13
pengangkutan. Jika pohon terlau lebat, daunnya dapat dikurangi sampai 75 %
(Dahlan, 1992).
h. Pemberian hormon
NAA (Naphthalein-acetic-acid) yang dicampur dengan Thiamine-mononitrate dijual dengan nama Vitamin B1 yang dapat dipergunakan untuk
mengurangi guncangan (shock) akibat penanaman. Pemberian larutan ini dapat
dilakukan tiap minggu atau dua minggu sekali selama beberapa bulan sampai
tanaman itu dapat hidup mandiri (Dahlan, 1992).
2.6. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Menurut Nasoetion (2001), dibandingkan manusia dan hewan, apa yang
diperlukan tumbuhan
agar dapat tumbuh sangat lebih sederhana. Tumbuhan
hanya memerlukan zat hara untuk tumbuhnya dalam bentuk senyawa organik.
Jenisnyapun tidak terlalu bermacam-macam. Hal itu sebagai pertanda bahwa
tumbuhan dapat membuat sendiri berbagai bahan organik yang diperlukan dalam
pertumbuhan dengan bermodalkan sejumlah terbatas zat-zat hara anorganik.
Pertumbuhan tanaman terkonsentrasi pada bagian tanaman tertentu yang
disebut jaringan meristem. Jaringan meristem terdiri dari sel-sel yang baru
dihasilkan dari proses pembelahan sel, selain itu juga pembesaran sel yang
dihasilkan dari pembelahan sel tersebut yang menyebabkan pertambahan ukuran
tanaman (Lakitan, 1996).
Menurut Lakitan (1996), pola pertumbuhan organ tanaman dibagi menjadi
2 diantaranya, pola pertumbuhan determinate antara lain pada buah, daun, bunga
dan pola pertumbuhan indeterminate antara lain pada akar dan batang. Pola
pertumbuhan indeterminate dicirikan oleh pertumbuhan organ tersebut sampai
mencapai ukuran maksimal, kemudian pertumbuhan terhenti, organ menjadi tua
(senescene), dan akhirnya rontok.
Pada bibit puteran, pertumbuhan dapat dilihat dengan tumbuhnya
tunas/pucuk baru. Bersamaan dengan tumbuhnya tunas itu juga dapat dilihat
munculnya akar-akar baru. Dimana terdapat dua pola pertumbuhan yaitu
determinate (pada daun) dan indeterminate (pada akar).
14
Organ tanaman terdiri dari organ vegetatif (akar, batang dan daun) dan
organ generatif (bunga, buah dan biji). Organ vegetatif tumbuh lebih awal
dibanding organ generatif. Fase dimana tanaman hanya membentuk organ-organ
vegetatif disebut fase pertumbuhan vegetatif. Pertumbuhan vegetatif dicirikan
dengan berbagai aktifitas pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
berhubungan dengan pembentukan dan pembesaran daun, pembentukan meristem
apikal atau lateral dan pertumbuhannya menjadi cabang-cabang, dan ekspansi
sistem perakaran tanaman (Lakitan, 1996).
Tunas–tunas baru yang muncul akan tumbuh dan berkembang menjadi
daun muda hingga mencapai ukuran yang maksimal. Dengan adanya
pemangkasan akar, maka secara otomatis akar sekunder akan tumbuh dan
berkembang.
Lakitan (1996) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi atau
merangsang pembentukan cabang akar belum banyak mendapat perhatian, tetapi
diyakini bahwa pembentukan akan sekunder akan lebih terangsang jika
pertumbuhan akar primer mendapat hambatan atau gangguan.
Laju pemanjangan batang berbeda antar spesies dan dipengaruhi oleh
lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh. Faktor lingkungan yang besar
pengaruhnya terhadap pemanjangan batang adalah suhu dan intensitas cahaya.
Laju pemandangan batang berbanding terbalik dengan intensitas cahaya.
Pemanjangan batang lebih terpacu jika tanaman ditumbuhkan pada tempat dengan
intensitas cahaya rendah. Cabang tumbuh dari tunas aksiler atau tunas lateral.
Pada beberapa spesies tanaman, tunas lateral berada dalam keadaan dorman dan
hanya akan terangsang untuk tumbuh jika tunas apikal dibuang (Lakitan, 1996).
Semakin banyak cahaya yang diterima, maka batang/cabang baru yang tumbuh
akan semakin pendek.
Menurut Lakitan (1996), selain karena pembelahan sel pada daun,
pertumbuhan dan perkembangan daun dipengaruhi oleh pembesaran sel pada
daun. Pembesaran sel ini terjadi pada semua bagian daun, walaupun dengan laju
yang tidak sama. Faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain intensitas
cahaya, suhu udara, ketersediaan air dan unsur hara. Pada awal perkembangannya
sampai berukuran 20-30% ukuran maksimalnya, daun tanaman dikotil tergantung
15
pada karbohidrat yang dikirim dari daun-daun tua. Daun muda tersebut lebih
berperan sebagai limbung (sink) dan belum berfungsi sebagai sumber (source)
karbohidrat bagi tanaman. Daun tanaman ini juga mengimpor nitrogen, fosfor dan
kalium secara terus-menerus sampai mencapai ukuran maksimalnya. Pada awal
perkembangannya, unsur-unsur hara tersebut berasal dari daun tua dan kemudian
berangsur-angsur menerima lebih banyak unsur hara yang berasal dari akar.
Pada bibit puteran yang diberi perlakuan hanya dibersihkan daunnya saja,
bibit tersebut masih dapat berfotosintesis karena masih ada daun yang disisakan.
Berbeda
dengan
bibit
puteran
yang
dipotong
batang
utamanya
yang
memanfaatkan cadangan makanan yang tersimpan pada batang yang digunakan
untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem yang ada pada tahap
awal pertumbuhannya.
Lakitan (1996) menambahkan bahwa dormansi merupakan fase istirahat
dari suatu organ tanaman yang mempunyai potensi untuk tumbuh aktif, karena
mempunyai jaringan meristem. Jaringan meristem selalu terdapat pada organ
indeterminate, seperti embrio biji, tunas apikal, tunas lateral, ujung akar dan
kambium. Selain itu juga terdapat pada organ determinate, seperti daun, bunga,
dan buah, tetapi hanya selama fase awal perkembangannya. Faktor yang
menyebabkan pemecahan dormansi merupakan aspek yang paling banyak
mendapat perhatian dalam penelitian dormansi. Secara fisiologis, dormansi pada
biji atau tunas dinyatakan berakhir jika secara visual biji atau tunas tersebut telah
menunjukan fenomena pertumbuhan. Perlakuan suhu rendah untuk memecahkan
dormansi pada tunas akan lebih efektif jika setelah dormansi dipecahkan segera
diikuti dengan perlakuan suhu yang optimal untuk memacu pertumbuhan.
Pemecahan dormansi dan pertumbuhan tunas selanjutnya dikendalikan oleh
proses atau mekanisme yang berbeda.
Sehingga meskipun pada teknik puteran yang dipotong batang utamanya
tanpa disisakan daun sedikitpun tetap dapat tumbuh dan berkembang karena
masih memiliki jaringan meristem pada kambium.
Menurut Thorenaar (1938), cahaya yang kuat menghambat pertumbuhan
dari tunas-tunas. Tumbuhan yang diletakan dibawah naungan akan memiliki daun
16
yang lebih panjang dan lebar. Oleh karena itu bibit puteran harus diletakan di
bawah naungan untuk memacu pertumbuhan dari tunas.
Terlalu banyak sinar berpengaruh buruk kepada klorofil, hal ini dibuktikan
dengan percobaan pada larutan klorofil yang dihadapkan kepada sinar yang kuat
tampak berkurang hijaunya. Secara alami dapat dilihat pada daun yang terusmenerus terkena sinar matahari secara langsung, warnanya menjadi hijau
kekuning-kuningan (Dwijoseputro, 1980).
2.7. Lansekap
Arsitektur Lansekap adalah ilmu yang mempelajari tentang seni,
perencanaan, perancangan, manajemen, perawatan, dan perbaikan tanah dan
perancangan konstruksi buatan-manusia skala besar. Ruang lingkup dari profesi
ini termasuk desain arsitektural, perencanaan lokasi, pengembangan estate,
restorasi lingkungan, perencanaan kota, perencanaan taman dan rekreasi,
perencanaan regional, perencanaan ruang, dan perawatan sejarah (Wikipedia,
2008).
Penelitian yang dilakukan Gunawan dan Yoshida (1994) tentang penilaian
visual terhadap lansekap dan land use di Kotamadya Bogor diantaranya
memperlihatkan bahwa kelompok responden yang memiliki masa lama tinggal
berbeda memiliki pola yang sama dalam hal preferensi (kesukaan terhadap
lingkungan) terhadap lansekap. Dengan mengetahui persepsi pendapat, dan
keinginan masyarakat terhadap lingkungan diharapkan dapat diketahui cara
menumbuhkan rasa memiliki lingkungan dan kelestariannya (Widagdo, 1998).
Faktor lain yang penting dan berkaitan dengan persepsi manusia terhadap
lansekap adalah (1) pelatihan atau pendidikan khusus di bidang lingkungan, (2)
familiaritas atau keakraban terhadap lansekap yang dinilai, (3) sosial budaya yaitu
pendidikan, jenis kelamin, umur, pekerjaan, penghasilan, dan latar belakang
budaya (Gunawan, 1998).
17
Menurut Dahlan (2004), pemilihan jenis tanaman perlu didasarkan kondisi
lingkungan alam dan buatan yang terdapat pada daerah tersebut sebelum bibit
ditanam agar:
a. Tanaman dapat tumbuh dengan baik. Mengingat setiap jenis tanaman hanya
dapat tumbuh dengan baik, jika keadaan iklim dan tanah setempat sesuai
dengan kebutuhan tanaman.
b. Tanaman yang dipilih harus toleran terhadap kendala alami setempat,
misalnya terhadap genangan air, kekeringan, intrusi air garam dan lain-lain.
c. Tanamana terpilih harus toleran terhadap kendala antropogenik setempat,
misalnya terhadap pencemar air, tanah dan udara.
d. Tanaman harus dapat berfungsi dalam mengelola masalah lingkungan
setempat, misalnya: genangan air, kebisingan dan lain-lain. Marsh (1986)
menerangkan bahwa vegetasi dapat mereduksi kebisingan, memodifikasi iklim
mikro, dan meningkatkan nilai estetika.
e. Tanaman juga diusahakan dapat ikut berpartisipasi dalam masalah lingkungan
global, misalnya dalam mengatasi efek rumah kaca.
f. Tanaman juga sebaiknya dapat berfungsi sebagai habitat untuk pelestarian
flora dan fauna.
Untuk mencapai maksud tersebut, data tentang keadaan lokasi harus sudah
diketahui serta data tentang tanaman terpilih yang hendak ditanam. Selanjutnya
Dahlan (2004) menyatakan bahwa idealnya data tentang tumbuhan yang akan
ditanam yang perlu diketahui antara lain tentang :
a. Nama lokal/nama latin
b. Bentuk tajuk : oval/vase/irregular/fastigiate/pyramidal
c. Kesesuaian dengan jenis tanah meliputi :
d. Rentangan pH: asam, netral, atau basa
e. Tekstur tanah
f. Jenis tanah
g. Ketinggian tempat (altitude)
h. Kebutuhan akan naungan: butuh /tidak
i. Kerindangan tajuk: sangat rindang/rindang/kurang
j. Ketahanan terhadap pemangkasan: tahan /sedang/tidak
18
k. Kelas tinggi pohon: pendek {<5m/sedang (5-9 m)/tinggi(>10m)}
l. Kelas diameter lebar naungan tajuk: kecil (<3m), sedang (3-6m), lebar (>6m)
m. Kecepatan tumbuh : lambat/sedang/cepat
n. Kekuatan
terhadap
angin:
(dilihat
dari
kekuatan
dan
kelenturan
percabangannya)
o. Ketahanan roboh (dilihat dari struktur perakarannya)
p. Sifat pengguguran daun: deciduous/evergreen
q. Ketahanan terhadap gas beracun tertentu: tinggi/sedang/rendah
r. Kemampuan dalam menyerap gas beracun tertentu:
s. Ketahanan terhadap partikel padat: tinggi/sedang/rendah
t. Kemampuan
dalam
menjerap
dan
atau
menyerap
partikel
padat:
tinggi/sedang/rendah
u. Ketahanan terhadap genangan air: tinggi/sedang/rendah
v. Ketahanan terhadap air bergaram : tinggi/sedang/rendah
w. Kemampuan dalam menguapkan air: tinggi/sedang/rendah
x. Ketahanan terhadap cahaya buatan : tinggi/sedang/rendah
y. Fungsi lansekap : hiasan rumah dan kantor/peneduh jalan/kebun/hutan
Jenis tanaman dan jarak tanam ideal
a. Tanaman peneduh jalan
Pada Tabel 1 disajikan jenis tanaman yang digunakan sebagai peneduh
jalan. Dapat dilihat bahwa salam, mahoni dan kihujan yang digunakan pada
penelitian ini merupakan tanaman peneduh jalan.
Pohon peneduh jalan raya merupakan jalur hijau yang terletak di bawah
kawat listrik tegangan tinggi, jalur hijau di tepi jalan kereta api dan jalur hijau di
tepi sungai di dalam kota atau di luar kota yang dikemudian hari dapat dibangun
dan dikembangkan sebagai hutan kota guna diperoleh manfaat kualitas lingkungan
perkotaan yang baik disamping banyaknya manfaat yang dapat kita rasakan baik
secara langsung maupun tidak langsung dari adanya tanaman peneduh jalan.
Pada Tabel 1 dapat dilihat jenis tanaman yang ditandai dengan cetak tebal,
merupakan jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian ini.
19
Tabel 1 Tanaman peneduh jalan
Jenis Tanaman
Jarak tanam
Tinggi
Jalan
Lahan terbuka
16
13
18
5
12
8
8
10
7
15
10
12
15
18
15
15
12
15
8
18
15
18
12
12
14
10
18
15
12
12
18
6
12
12
12
6
6
12
12
12
12
12
12
12
6
6
6
12
12
12
12
12
6
6
18
12
10
10
14
3
10
8
8
6
6
12
8
10
10
12
12
10
6
6
6
10
10
10
12
8
6
6
14
12
20
20
30
27
20
30
24
27
30
20
22
30
20
25
25
27
12
18
24
12
18
18
18
18
18
12
18
18
18
24
18
18
8
16
24
9
16
18
14
14
14
12
14
16
18
24
14
16
Pohon kecil sampai sedang (tinggi kurang dari 20 m)
1
Andira surinamensis
2
Caesalpinia ferrea
3
Calophyllum inophyllum
4
Ardisia alliptica
5
Arfeuillea arborescens
6
Bauhinia blakeana
7
Bauhinia purpurea
8
Brassaia actinophylla
9
Callistemon citrinus
10 Cassia fistula
11 Cassia javanica
12 Cinnamomom iners
13 Cratoxylum formosum
14 Erythrina indica
15 Erythrina variegata
16 Eugenia polyantha
17 Gardenia Carinata
18 Gnetum gnemon
19 Kopsia flavida
20 Lagerstroemia floribunda
21 Lagerstroemia speciosa
22 Michelia champaca
23 Mimusops elengi
24 Podocarpus rumphii
25 Polyanthia longifolia
26 Tabueia heterophylla
27 Tabueia rosea
28 Tamarindus indica
Pohon tinggi ( tinggi lebih dari 20 m)
1
Cauroupita guianensis
2
Dalbergia oliveri
3
Erythrophloeum guineense
4
Eugenia grandis
5
Fragraea crenulata
6
Fragraea fragrans
7
Fillicium decipiens
8
Khaya grandifoliola
9
K. senegalensis
10 Mesua ferrea
11 Michelia alba
12 Milletia atropurpurea
13 Peltophorum pterocarpum
14 Samanea saman
15 Swietenia macrophylla
16 Terminalia catappa
Sumber : Dahlan (2004)
20
Tabel 2 Tanaman untuk lahan terbuka
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
Jenis Tanaman
Acacia holosericea
Acacia mangium
Adenanthera pavonina
Alstonia angustiloba
Amherstia nobilis
Anacardium occidentale
Anisoptera megistocarpa
Antidesma bunius
Araucaria excelsa
Barringtonia acuminata
Bauhinia acuminata
Brownea ariza
Cananga odorata
Canarium commune
Carapa guiancensis
Casia multijuga
Casia spectabilis
Casuarina equisetifolia
Casuarina nobile
Ceiba pentandra
Cerbera odollam
Citharexylum quadrangulare
Cochlospermum religiosum
Coccoloba uvifera
Dyera costulata
Erhytrina glauca
Eugenia cuminii
Eugenia jambos
Eucalyptus botryoides
Eucalyptus viminalis
Ficus benjamina
Ficus elastica
Ficus irregularis
Ficus fetusa
Ficus roxburghii
Gustavia sp.
Hymenea courbaryl
Hibiscus tiliaceus
Koompassia malaccensis
Maniltoa browneoides
Melaleuca leucadendron
Melia azedarach
Melia indica
Pisonia alba
Pinus ellioti
Pinus insularis
Plumeria sp.
Podocarpus koordersii
Pongamia pinnata
Pterocarpus indicus
Reevesia thyrsoidea
Rhodamnia trinervia
Saraca declinata
Saraca indica
Saraca thaipingensis
Shorea talura
Solanum wrightii
Sindora walichii
Tectona grandis
Sumber : Dahlan (2004)
21
Tinggi
Maksimum
Jarak Tanam
10
15
27
25
15
15
30
15
30
20
7
6
15
15
25
6
6
30
20
30
15
12
10
6
30
10
15
7
15
15
24
24
15
25
6
5
25
10
10
15
15
10
15
8
20
20
8
12
12
30
9
12
8
8
9
20
9
24
20
8
8
14
14
15
10
14
12
6
12
6
8
6
14
12
6
14
6
8
20
10
5
7
6
8
10
10
6
10
8
15
15
10
15
8
4
20
7
15
10
10
8
8
7
7
7
8
8
10
20
6
8
6
8
7
10
7
15
12
Tabel 3 Jenis palmae
No
Nama Jenis
Tinggi Maksimal
(m)
Jarak tanam
(m)
12
5
1
Archontophoenix alexandrae
2
Areca alicea
8
3
3
Areca catechu
15
3
4
Areca ipot
10
3
5
Bentinckia nicobarica
15
5
6
Caryota mitis
12
5
7
Caryota no
12
5
8
Licuala grandis
5
3
9
Livistonia chinensis
15
5
10
Livistonia mariae
15
5
11
Livistonia rotundifolia
15
5
12
Livistonia saribus
15
5
13
Pritchardia pecifica
15
5
14
Phoenix roebelenii
4
3
15
Ptychosperma macarthurii
10
3
16
Roystonea oleracea
15
6
17
Roystonea regia
15
6
Sumber : Dahlan (2004)
Tabel 4 Jenis tanaman bebuahan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Nama Daerah
Sawo kecik
Cempedak
Durian
Kelapa
Jambu
Nangka
Jambu air
Jeruk lemon
Jeruk
Mangga
Manggis
Rambutan
Sirsak
Nona
Duku
Langsat
Kecapi
Rambai
Gandaria
Kedondong
Bidara
Binjai
Alpukat
Nama Latin
Manilkara kauki
Artocarpus integra
Durio zibethinus
Cocos nucifera
Psidium guajava
Artocarpus heterophylla
Eugenia aquea
Citrus lemon
Citrus Microcarpa
Mangifera indica
Garcinia mangostana
Nephelium lappaceum
Annona muricata
Annona squamosa
Lansium domesticum
Lansium sp.
Sandoricum koetjape
Baccaurea motleyana
Bouea macrophylla
Spondias dulcis
Ziziphus nummularis
Mangifera caesia
Persea americana
Sumber : Dahlan (2004)
22
Tinggi
maksimal (m)
Jarak Tanam
10-15
20
40
6
8
15-20
5-8
2-4
2-4
20-25
7-14
15-20
8
5-7
8-15
8-15
30-50
10-20
10-20
10-15
8-10
25-35
6-20
6
8
8
6
6
8
6
3
3
8
6
12
6
4
8
6
9
10
10
8
4
12
6
b. Tanaman untuk Lahan Terbuka
Di dalam peri kehidupan makhluk-makhluk hidup di bumi, tumbuhan
merupakan pelopor yang menyediakan makanan dan perlindungan bagi manusia.
Penanaman lahan terbuka atau penghijauan biasanya dilakukan untuk tujuan
perlindungan diantaranya mencegah erosi, longsor, mencegah intrusi air laut dan
lain-lain. Diantara jenis tanaman untuk lahan terbuka (Tabel 2) terdapat jenis
tanaman penghasil kayu komersial, sehingga selain memiliki fungsi perlindungan
juga memiliki fungsi produksi.
c. Jenis Palmae
Jenis palmae ada yang berupa pohon, semak/perdu dan ada juga yang
bersifat memanjat. Jenis palmae dicirikan dengan tidak adanya cabang, tidak
berkambium dan pada batang terdapat bekas pelepah daun. Sebagian merupakan
tanaman liar dan banyak pula yang sudah dibudidayakan seperti sagu, salak,
kelapa, kelapa sawit, korma, rotan dll. Hasil yang diperoleh dari tanaman jenis
palmae bervariasi seperti buah, kayu, makanan, minyak dan banyak pula yang
dimanfaatkan karena keindahannya sebagai tanaman hias (Sumir’at, 1994).
d. Jenis Tanaman Bebuahan
Jenis tanaman ini biasanya dengan mudah dapat dikenali dari buah yang
dihasilkan. Jenis tanaman ini memiliki buah yang dapat dikonsumsi oleh manusia
secara aman. Beberapa diantaranya memiliki nilai ekonomis yang tinggi dari
buah yang dihasilkan, sehingga jenis tanaman ini banyak dibudidayakan oleh
masyarakat secara umum (Tabel 4).
2.8. Aklimatisasi
Dalam menyiapkan bibit puteran, proses aklimatisasi merupakan salah satu
tahapan yang harus dilaksanakan. Manfaat aklimatisasi bagi bibit puteran adalah
untuk mengurangi laju respirasi selama bibit dalam masa kritis, yaitu mengalami
pemotongan akar, batang dan daun. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
persentasi hidup dari bibit puteran tersebut.
Menurut Briggs dan Calvin (1987) aklimatisasi adalah adaptasi suatu
organisme khususnya tanaman terhadap lingkungan baru, sehingga tanaman dapat
23
beradaptasi pada lingkungan kurang optimum di dalam ruangan. Selanjutnya
Briggs dan Calvin (1987) juga menyatakan bahwa pada tanaman Dieffenbachia
yang tidak diaklimatisasi ketika ditempatkan dalam ruang hasil fotosintesisnya
menurun,
sehingga
pertumbuhan
tanaman
menjadi
terhambat.
Dengan
aklimatisasi, akan meningkatkan pertumbuhan lebih lanjut setelah ditempatkan di
dalam ruangan. Aklimatisasi dilakukan untuk menurunkan titik kompensasi
cahaya tanaman, sehingga diharapkan dapat menurunkan laju respirasinya. Dalam
aklimatisasi yang perlu diperhatikan adalah penurunan intensitas cahaya dan lama
penempatan dalam kondisi aklimatisasi.
a. Pengaruh intensitas cahaya
Intensitas cahaya mempengaruhi secara langsung proses fotosintesis dan
respirasi tanaman (Edmont et al., 1979). Briggs dan Calvin (1987) menjelaskan
tanaman hias daun yang tumbuh di bawah lingkungan cahaya tinggi akan berbeda
anatomi dan morfologi dengan tanaman ternaungi. Perbedaan termasuk bentuk
dan ukuran daun menjadi lebih tipis dan lebar, ruas daun memanjang dan batang
melengkung.
Harjadi (1996) menyatakan cahaya dibutuhkan dalam pembentukan
pigmen antosianin. Keadaan cahaya yang cerah mengakibatkan pengubahan pati
ke gula, yang selanjutnya menjadi tersedia untuk sintesis pigmen merah yaitu
antosianin. Kondisi ini menjelaskan perubahan warna daun, seperti pada daun
tanaman Codiaeum variegatum pictum.
Hasil penelitian Airani (1996) menunjukan aklimatisasi tanaman palem
Chamaedorea elegans dengan taraf intensitas 75% lebih baik daripada taraf
intensitas 50%. Hal tersebut dapat diketahui dari perbedaan rata-rata jumlah daun
yang lebih banyak dan kualitas daunnya yang lebih baik.
b. Pengaruh Periode Aklimatisasi
Periode aklimatisasi tergantung jenis tanamannya. Menurut Krisantini
(1988), periode aklimatisasi yang tepat diperlukan agar tingkat kompensasi
cahaya tanaman menurun dan secara fisik tanaman berubah ke arah yang lebih
toleran terhadap cahaya gelap. Periode aklimatisasi mempengaruhi pembentukan
daun yang semula diproduksi dalam keadaan terang (tebal dan kecil) berubah atau
24
digantikan dengan daun-daun yang lebih tipis. Dengan demikian pada tanaman
yang semakin besar dibutuhkan waktu yang semakin lama aklimatisasinya.
Hasil penelitian Giantini (2000) menyatakan lama aklimatisasi tergantung
jenis tanamannya. Philodendron dan Aglaonema membutuhkan waktu 3 minggu.
Tanaman pencinta cahaya Ficus benjamina dan Brassaia aklimatisasi pada
naungan 40-80% selama 5 minggu, Ficus nitida sepuluh minggu pada naungan
50%.
2.9. Prestasi Kerja
Menurut Rodjak (1996), upah adalah balas jasa tenaga kerja buruh yang
diberikan oleh seorang petani atau oleh seorang yang mempekerjakan buruh
tersebut dalam jangka waktu tertentu yang nilainya ditentukan berdasarkan
perjanjian atau standar upah tertentu. Rodjak (1996) selanjutnya menambahkan
bahwa upah buruh di suatu daerah pertanian tertentu tidak akan sama dengan
daerah lainnya.
Secara umum nilai nominal tingkat upah buruh tani (termasuk di dalamnya
sektor kehutanan dan perkebunan) dari tahun ke- tahun terus meningkat, tetapi
nilai riil-nya jika dikonversikan ke harga beras tidak banyak mengalami
perubahan yang mencolok yaitu hanya berkisar antara 2,5-3,0 kg (jika di-konversi
ke dalam rupiah pada kondisi sekarang + Rp 20.000,- s/d Rp 25.000,-) beras
kualitas sedang dengan waktu kerja perhari selama 6 jam. Upah buruh tani wanita
sekitar 0,7–0,8 dari upah buruh tani laki-laki (Rodjak, 1996).
Rodjak (1996) menjelaskan bahwa satuan-satuan tenaga kerja yang biasa
dipergunakan sebagai dasar untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja dalam
pertanian secara umum adalah :
a. Hari Kerja Pria (HKP) atau HOK adalah waktu kerja seorang tenaga laki-laki
dewasa selama 6 jam kerja per hari.
b. Hari Kerja Wanita (HKW) adalah waktu kerja seorang wanita dewasa selama
6 jam kerja per hari.
c. Hari Kerja Anak (HKA) adalah waktu kerja anak yang berumur 10 tahun ke
atas selama 6 jam kerja per hari.
25
d. Hari Kerja Ternak (HKT) adalah waktu kerja sepasang ternak selama 5-6 jam
per hari.
e. Hari Kerja Mesin (HKM) adalah waktu kerja mesin dalam menyelesaikan
suatu luas lahan pertanian per satuan waktu tertentu.
Sebagai patokan konversi antara satuan-satuan tenaga kerja tersebut adalah
sebagai berikut :
1 HKW = 0.7-0.8 HKP
1 HKA = 0.5 HKP
1 KHT = 5 HKP atau 6 HKP
1 HKM = 25-30 HKP
Untuk menghitung produktifitas atau kemampuan tenaga kerja dapat
menggunakan ukuran luas lahan, jumlah barang yang dapat dipindahkan atau
diangkut oleh seseorang buruh persatuan waktu tertentu, misalnya jam atau hari.
26
BAB III.
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di persemaian Tlogoarto yang terletak di Desa
Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Kegiatan penelitian
dimulai pada bulan Desember 2006 dan berakhir pada bulan April 2007.
3.2. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman besar
usia (+ 2 tahun) yaitu bibit mahoni (Swietenia macrophylla), kihujan (Samanea
saman), matoa (Pometia pinnata) dan salam (Syzygium polyanthum) dengan
tinggi 2.07-8.32 meter dan diameter 1.62-5.87 centimeter.
Alat yang digunakan diantaranya: cangkul, garpu, tombak (linggis yang
memiliki ujung yang pipih berfungsi untuk memotong akar tunggang), golok,
gunting stek, gergaji, gunting, penggaris, cutter, karung, tali plastik, kertas label,
kamera, kaliper, stopwatch, alat tulis, stepler, tangga, embrat, tally sheet, papan
berjalan.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan secara manual dimana dalam proses pengerjaan
puteran masih menggunakan tenaga manusia dan dibantu alat-alat yang masih
sederhana.
Pada penelitian ini dibuat dua perlakuan (teknik puteran yang diterapkan
pada bibit puteran) yaitu:
ƒ
Bibit yang dipotong batang utama
ƒ
Bibit yang hanya dibersihkan daun tanpa pemotongan dahan dan cabang
Masing-masing perlakuan terdiri dari 4 jenis pohon hutan (matoa, salam, kihujan,
mahoni) dan masing-masing jenis terdiri dari 4 individu, sehingga jumlah bibit
yang diperlukan adalah 32 bibit, yang terdiri dari 8 bibit Matoa, 8 bibit Salam, 8
bibit Kihujan, 8 bibit Mahoni. Pada Tabel 5 dapat dilihat rincian tahapan kegiatan
penelitian.
27
Tabel 5 Rincian Tahapan Kegiatan Penelitian
Lama
Pengerjaan
No.
Tgl/Bln/Thn
Tahapan kegiatan
1
08-Des-06
Penandaan pohon
1 hari
2
09-Des-06
Pengukuran tinggi dan diameter
1 hari
3
10-Des-06
Pembersihan daun
1 hari
4
10-Des-06
Pemtotongan batang utama
1 hari
5
13-Des-06
Pembongkaran sementara
2 Hari
6
21-Des-06
Pembongkaran keseluruhan dan
pembungkusan
4 hari
7
27-Des-06
Pengangkatan dan Penyimpanan
1 hari
8
01-Jan-07
9
11-Apr-07
Pengamatan
Pengambilan data jumlah dan panjang
tunas
Keterangan
sekaligus pengambilan
waktu pengerjaan
sekaligus pengambilan
waktu pengerjaan
sekaligus pengambilan
waktu pengerjaan
sekaligus pengambilan
waktu pengerjaan
sekaligus pengambilan
waktu pengerjaan
3 bulan 11 hari
2 hari
3.4. Pengamatan dan Pengukuran
Pengamatan dimulai pada tanggal 1 Januari 2007 s/d 11 April 2007.
Peubah yang diamati dengan cara pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Pengukuran tinggi dan diameter awal untuk setiap individu yang ada. Untuk
mengukur tinggi digunakan meteran dan dilakukan pada saat pohon sudah
roboh, sedangkan diameter diukur dengan menggunakan caliper.
b. Pengukuran waktu yang diperlukan untuk setiap tahapan pembuatan bibit
puteran dari masing-masing perlakuan (pengukuran dilakukan pada setiap
individu). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan stopwatch.
c. Pengukuran jumlah dan panjang tunas baru yang muncul (pengukuran
dilakukan pada setiap individu yang ada). Bibit puteran dirobohkan terlebih
dahulu dan kemudian diberi penyangga pendek dengan ketinggian 0.5m.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur. Pengukuran panjang
tunas hanya dilakukan pada 10 tunas terpanjang dan hanya dilakukan pada
akhir penelitian tepatnya pada tanggal 11 April 2007.
d. Pengamatan awal muncul tunas baru (hanya dilakukan pada pohon salam).
e. Pengamatan awal muncul akar baru (hanya dilakukan pada pohon salam).
f. Persen hidup dari masing-masing perlakuan.
28
Persen hidup dari masing-masing perlakuan untuk semua spesies yang ada
dapat dihitung dengan cara:
Jumlah individu yang hidup
Persen hidup
=
× 100 %
Jumlah individu tiap perlakuan
g. Prestasi kerja.
Prestasi kerja dari masing-masing perlakuan untuk semua spesies yang ada
dapat dihitung dengan cara:
V (volume/jumlah pengerjaan)
PK (prestasi kerja) =
x 7 Jam
W (waktu pengerjaan)
Ket : semua peubah waktu di konversikan dalam satuan detik
Melalui PK (Prestasi Kerja) tersebut dapat diperoleh HOK (Hari Orang
Kerja) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
V (volume/jumlah pengerjaan)
HOK (hari orang kerja) =
PK (prestasi kerja)
3.5. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini diantaranya data tinggi dan
diameter, data waktu yang diperlukan untuk setiap tahapan kegiatan dan data
jumlah dan panjang tunas. Dari data yang diperoleh dilakukan analisis secara
deskriptif.
29
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Dalam penelitian ini dipilih bibit-bibit yang memiliki ukuran yang hampir
sama, tinggi dan diameter awal bibit (Tabel 6).
Tabel 6 Tinggi dan Diameter awal bibit puteran
Nama
Jenis
Perlakuan
Puteran yang dipotong
batang utamanya
Matoa
Puteran yang dibersihkan
daunnya saja
Puteran yang dipotong
batang utamanya
Salam
Puteran yang dibersihkan
daunnya saja
puteran yang dipotong
batang utamanya
Mahoni
Puteran yang dibersihkan
daunnya saja
Puteran yang dipotong
batang utamanya
Kihujan
Puteran yang dibersihkan
daunnya saja
Tinggi Pohon ( m )
Tinggi
Tinggi
buangan
total
Diameter ( cm )
RataDiameter
rata
Ulangan
Tinggi
tinggalan
A1
2.77
3.77
6.54
3.51
A2
2.84
3.67
6.51
3.72
A3
2.94
3.20
6.14
A4
2.75
2.60
5.35
Ratarata
6.14
6.59
5.24
B1
5.23
3.42
B2
6.51
5.11
B3
5.41
B4
7.36
6.13
5.09
4.33
3.71
C1
2.80
4.02
6.82
5.62
C2
2.97
4.00
6.97
5.87
C3
2.71
3.58
6.29
C4
1.60
1.00
2.60
5.67
3.45
4.59
3.42
D1
8.32
5.61
D2
2.07
1.62
D3
5.06
D4
7.52
5.74
4.64
4.16
4.75
E1
2.84
2.95
5.79
3.71
E2
2.83
2.82
5.65
3.23
E3
2.85
2.40
5.25
E4
2.70
2.42
5.12
5.45
3.24
3.27
2.91
F1
7.02
3.12
F2
4.21
2.32
F3
6.71
F4
8.10
6.51
3.24
2.90
2.91
G1
2.65
5.20
7.85
4.12
G2
2.79
3.69
6.48
4.21
G3
2.72
4.40
7.12
G4
2.70
4.00
6.70
7.04
4.64
4.30
4.22
H1
7.12
4.02
H2
5.02
2.31
H3
7.20
H4
6.71
30
4.77
6.51
3.01
3.00
3.09
Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukannya sendiri dan
dibantu oleh seorang tenaga kerja. Penelitian diawali dengan menandai bibit yang
akan dijadikan bahan penelitian. Penandaan dilakukan dengan menggunakan label
yang berbeda antara bibit yang akan dipotong cabang dengan bibit yang hanya
dipangkas daun. Bersamaan dengan penandaan juga dilakukan pelabelan.
a
b
c
d
Gambar 2 Tahapan pemotongan batang utama. a) memotong dengan bersandar
pada pohon lain; b) memotong pohon yang lurus; c) memotong pohon
yang miring; d) sudut pemotongan
Setelah penandaan dan pelabelan selesai, dilakukan pemotongan batang
dan pemangkasan daun. Keduanya dilakukan pada saat bibit masih di tempat asal
dan belum digali. Pada bibit yang dipotong batang utamanya yaitu pada
ketinggian + 4 m dari permukaan tanah. Karena bibit memiliki ketinggian diatas 5
m, maka pemotongan dilakukan dengan menggunakan tangga, dan pada kegiatan
ini alat yang digunakan untuk memotong adalah gergaji. Batang dipotong dengan
sudut pemotongan + 45˚ (Gambar 2).
Kegiatan dilanjutkan dengan pembersihan daun dimana pemangkasan
dilakukan dengan membersihkan seluruh daun yang ada dan disisakan 2-3 helai
pada ujung cabang dan ranting. Karena bibit yang tinggi, tangga tetap digunakan
pada kegiatan ini. Alat yang digunakan pada kegiatan ini adalah gunting stek dan
gunting biasa (Gambar 3).
31
a
b
c
d
Gambar 3 Teknik pemangkasan daun. a) pembersihan daun menggunakan
tangga; b) pembersihan daun dengan gunting stek; c) daun matoa
sebelum dibersihkan; d) daun matoa setelah dibersihkan
Dalam penerapan di lapangan, pembongkaran sementara dilakukan secara
bersamaan pada semua bibit setelah pemotongan cabang dan pembersihan daun
selesai dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar waktu pembongkaran bibit pertama
dan bibit selanjutnya memiliki selang waktu yang tidak terlalu jauh.
Pembongkaran dilakukan oleh dua orang, dengan menggunakan garpu dan
cangkul. Pembongkaran sementara dilakukan hingga terbentuk ± ¾ bola tanah.
Setelah semua bibit selesai
dilakukan pembongkaran, dilakukan
pengurugan ringan. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan bibit untuk
melakukan adaptasi, menggunakan akar yang belum terpotong untuk menyerap
hara yang cukup untuk fotosintesis, sehingga saat dilakukan pembongkaran secara
keseluruhan tidak terjadi shock atau stres yang mengakibatkan kematian pada
bibit (Gambar 4).
32
Gambar 4 Bibit puteran yang telah dibongkar sementara
Selanjutnya akan dijelaskan tahapan-tahapan dalam pembuatan bibit
puteran
besar. Kegiatan diawali dengan penggalian di sekitar bibit. Setelah
dilakukan pembongkaran sementara bibit didiamkan selama 1 minggu sebelum
dilakukan pembongkaran secara keseluruhan. Galian yang telah dibuat
sebelumnya kembali dibongkar. Apabila tanah urugan menjadi keras, maka
digunakan garpu untuk membongkar (Gambar 5).
Gambar 5 Pembongkaran tanah
33
Alat yang digunakan untuk mengangkat tanah adalah cangkul (Gambar 6).
Penggalian dan pengangkatan tanah dilakukan sampai bola tanah terlihat seperti
keadaan semula (sebelum dilakukan pengurugan).
Gambar 6 Pengangkatan tanah
Setelah sampai pada kedalaman tertentu penggalian dihentikan yaitu pada
kedalaman + 70 cm dari permukaan tanah. Diperkirakan bagian akar yang tetap
menempel pada bibit puteran adalah sekitar 50 cm dari permukaan tanah. Dengan
menggunakan golok, tanah yang masih menempel pada bibit dirapihkan, hingga
diameter tanah memiliki ukuran 8-10 kali besar diameter bibit (Gambar 7).
Gambar 7 Bola tanah sebelum dilakukan pembungkusan
34
Pembungkusan bibit puteran bagian samping dilakukan terlebih dahulu,
dengan tujuan agar pada saat dilakukan pemotongan akar utama tanah yang
menempel pada akar tidak hancur dan tetap kompak.
Gambar 8 Cara pembungkusan bagian samping
Pembungkusan dilakukan dengan menggunakan karung dan tali plastik sebagai
penguat bungkusan. Penggunaan karung sebagai alat pembungkus dimaksudkan
agar pada saat dilakukan penyiraman atau pada saat hujan turun air dapat meresap
masuk ke dalam akar meski telah dilakukan pembungkusan. Selain itu, dipilih
karung sebagai media pembungkus adalah karena selain kuat, karung juga mudah
didapat (Gambar 8).
Setelah ikatan cukup kuat kegiatan dilanjutkan dengan pemotongan akar
utama dengan mengunakan tombak (linggis yang berujung pipih) dan golok.
Meski telah dilakukan pembungkusan sebagian, harus tetap diperhatikan pada saat
dilakukan pemotongan haruslah dengan sangat hati-hati jangan sampai tanah yang
menempel pada bibit puteran hancur. Pemotongan diawali dengan menusukan
tombak ke arah akar utama dengan posisi pohon agak dimiringkan sedikit tetapi
tetap ditahan. Diperlukan dua orang untuk melakukan pemotongan ini. Dimana
satu orang memegang dan menahan pohon dalam keadaan sedikit miring sedang
yang lainnya memotong akar. Apabila akar sudah terlihat dan memotong dengan
menggunakan tombak mengalami kesulitan, maka digunakan golok untuk
menyelesaikan pemotongaan akar tersebut (Gambar 9).
35
Gambar 9 Puteran yang telah dibungkus bagian sampingnya
Bibit yang telah dipotong akarnya, kemudian diangkat dari lubang dengan
hati-hati kemudian dalam keadaan tetap berdiri atau tertidur bibit kembali
dibungkus dengan karung hingga bagian akar beserta tanah yang masih menempel
terbungkus karung. Yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pembungkusan
adalah diusahakan agar bola tanah yang masih menempel jangan sampai rusak
dan apabila bola tanah yang menempel pada akar dirasakan kurang, maka perlu
dilakukan penambahan tanah. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan
bentuk bola yang ada dan bibit mendapatkan media yang cukup untuk tumbuh dan
berkembang (Gambar 10).
Gambar 10 Pembungkusan puteran
36
Bola tanah yang sudah dibungkus dan diikat terlebih dahulu diperiksa
ikatannya agar saat dipindahkan bola tanah tidak berubah atau hancur. Karena
apabila hal tersebut terjadi, maka dapat menyebabkan kematian pada bibit
(Gambar 11).
Gambar 11 Bibit Puteran yang siap dipindahkan
Setelah selesai melakukan pembungkusan, bibit puteran dipindahkan dan
disimpan dengan posisi berdiri, hal ini dimaksudkan agar tunas baru yang tumbuh
tetap normal seperti pada keadaan alaminya (Gambar 12).
Gambar 12 Cara penyimpanan bibit puteran dengan cara disandarkan
37
Karena keterbatasan ukuran pohon sebagai tiang penyangga bibit, maka
bibit disimpan secara menyebar di lokasi penelitian, dimana semua bibit yang ada
tidak diletakan pada pohon yang sama sebagai penyangga. Pada bagian atas dan
bawah bibit diikat dengan tali (Gambar 13).
(a)
(b)
Gambar 13 Cara penyimpanan bibit puteran. a) tampak bawah; b) tampak atas
dimana batang diikat pada pohon lain agar tidak roboh
Selain menjadi penyangga, pohon dengan diameter lebih besar yang
terdapat di lokasi penelitian berfungsi juga sebagai naungan, agar evapotranspirasi
bibit tidak terlalu tinggi akibat adanya penyinaran langsung. Dengan demikian
diharapkan bibit dapat bertahan selama proses aklimatisasi dan tumbuh dengan
baik saat ditanam kembali di lokasi yang telah ditentukan.
Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari, kecuali apabila turun
hujan tidak dilakukan penyiraman. Penyiraman dianggap cukup apabila tanah
yang berada didalam karung sudah cukup lembab serta untuk lebih
mempertahankan kadar air dalam bola tanah yang sudah dibungkus sebaiknya
dilakukan pengurugan pada bola tanah (+ 50 %) (Gambar 13).
Dari percobaan tersebut dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan yang
berbeda pada bibit puteran memperlihatkan adanya perbedaan, yaitu antara bibit
puteran yang dipotong batang utama dengan bibit puteran yang dipangkas
38
daunnya saja. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu jumlah tunas
baru yang tumbuh, panjang tunas, waktu pengerjaan yang diperlukan yang tentu
saja akan berpengaruh terhadap biaya yang diperlukan, persen hidup dan juga cara
pengangkutan dari tempat asal ke lokasi penanaman. Untuk lebih jelasnya, berikut
dijelaskan untuk setiap kriteria pengamatan yang dilakukan.
a. Jumlah tunas
Bibit puteran yang dipotong batang utamanya memiliki jumlah tunas baru
lebih banyak dibanding puteran yang hanya dibersihkan daunnya yaitu pada
matoa dan mahoni. Sebaliknya pada bibit salam dan kihujan jumlah tunas
terbanyak yaitu pada bibit puteran yang dibersihkan daunnya saja. Sedangkan
jumlah tunas baru yang tumbuh paling banyak, yaitu pada salam yang diberi
perlakuan dengan cara dibersihkan daunnya saja (D3), dengan jumlah tunas baru
mencapai 17 buah dan untuk jumlah tunas terendah yaitu pada mahoni yang
dibersihkan daunnya saja (F2 dan F3) (Gambar 14).
dipotong cabang
dipotong daun
10
9
8
7
6
Rata-rata
5
jumlah pucuk
4
3
2
1
0
Matoa
Salam
Mahoni
Kihujan
Individu
Gambar 14 Grafik perbandingan rata-rata jumlah tunas
b. Panjang Tunas
Selain jumlah tunas juga diperoleh panjang tunas baru yang tumbuh dari
masing-masing individu selama 3 bulan 1 minggu. Pengukuran hanya dilakukan
pada 10 tunas terpanjang (Tabel 7).
39
Tabel 7 Jumlah dan panjang tunas baru pada bibit puteran
Nama
Jenis
Jumlah tunas (T) dan panjang tunas (cm)
Perlakuan
Puteran
yang
dipotong
batang
utamanya
Ulangan
Jumlah
tunas
Panjang
Rata-rata
10 tunas
(cm)
Keterangan
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
T9
T10
A1
50
52
24
37
41
0
0
0
0
0
5
20.40
A2
32
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
3.20
A3
65
53
76
0
0
0
0
0
0
0
3
19.40
A4
30
36
48
43
0
0
0
0
0
0
4
15.70
B1
30
22
15
25
24
0
0
0
0
0
5
11.60
B2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
B3
44
45
31
0
0
0
0
0
0
0
3
12.00
B4
18
15
0
0
0
0
0
0
0
0
2
3.30
C1
43
55
46
40
47
31
19
0
0
0
7
28.10
C2
22
5
20
21
15
7
6
0
0
0
7
9.60
C3
28
22
19
16
36
46
15
0
0
0
7
18.20
C4
29
15
28
45
27
30
20
20
20
20
10
25.40
D1
35
35
27
31
27
26
24
31
32
30
10
29.80
D2
20
5
5
0
0
0
0
0
0
0
3
3.00
D3
10
30
20
31
28
5
5
5
5
5
17
17.90
D4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
E1
4
4
5
3
1
2
1
0
0
0
7
2.00
E2
2
15
0
0
0
0
0
0
0
0
2
1.70
E3
3
2
2
4
0
0
0
0
0
0
4
1.10
E4
1
4
2
20
21
23
0
0
0
0
6
7.10
F1
2
3
4
2
12
6
5
2
4
6
10
4.60
F2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0.00
belum tumbuh
tunas
F3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0.00
belum tumbuh
tunas
F4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
G1
14
42
57
40
62
0
0
0
0
0
5
21.50
G2
45
68
6
12
25
41
22
18
39
0
9
27.60
G3
12
38
32
60
53
0
0
0
0
0
5
19.50
G4
46
45
24
0
0
0
0
0
0
0
3
11.50
H1
18
47
34
12
42
63
0
0
0
0
6
21.60
H2
5
5
10
3
3
3
3
0
0
0
7
3.20
H3
5
30
8
2
20
31
15
17
0
0
8
12.80
H4
8
20
22
16
4
40
10
4
5
0
9
12.90
Matoa
Puteran
yang
dibersihkan
daunnya
saja
Puteran
yang
dipotong
batang
utamanya
0.00
Salam
Puteran
yang
dibersihkan
daunnya
saja
Puteran
yang
dipotong
batang
utamanya
0.00
mati
msh ada 3
mata tunas
msh ada 2
mata tunas
msh ada 24
mata tunas
7 tunas ukuran
5 cm
mati
Mahoni
Puteran
yang
dibersihkan
daunnya
saja
Puteran
yang
dipotong
batang
utamanya
0.00
mati
Kihujan
Puteran
yang
dibersihkan
daunnya
saja
40
msh ada 2
mata tunas
Pengukuran hanya dilakukan 1 kali yaitu pada akhir pengamatan. Munculnya
tunas baru yang kemudian tumbuh dan berkembang merupakan salah satu bukti
adanya pertumbuhan.
Pengukuran panjang tunas dan jumlah tunas dilakukan bersamaan, yaitu
pada usia 3 bulan 1 minggu, yaitu tepatnya tanggal 11 April 2007. Tunas
terpanjang adalah pada matoa yang dipotong batang utamanya (A3) dengan
panjang tunas mencapai 76 cm (Tabel 7) sedangkan tunas yang tumbuh terpendek
adalah pada mahoni yang dipotong batang utamanya (E1) dengan panjang tunas
hanya 5 cm.
Secara umum memperlihatkan bahwa bibit puteran dengan perlakuan
pemotongan dahan utama memiliki pertumbuhan yang lebih baik pada matoa,
salam, mahoni, dan kihujan. Hal ini dapat dilihat dari panjang tunas baru yang
tumbuh dari masing-masing bibit puteran yang dipotong batang utamanya
memiliki panjang tunas yang terpanjang dibanding bibit puteran yang dibersihkan
daunnya saja.
c. Persen hidup
Pada bibit puteran yang diperlakukan dengan cara dipotong batang
utamanya diperoleh persen hidup 100% hal ini membuktikan bahwa semua
individu yang diberi perlakuan tersebut tidak ada yang mati. Lain halnya dengan
bibit puteran yang diberi perlakuan dengan dibersihkan semua daunnya diperoleh
persen hidup sebesar 81.25% (Tabel 8).
Tabel 8 Persen hidup dari masing-masing jenis dan perlakuan
Perlakuan
Puteran yang dipotong batang
utamanya
Puteran yang dibersihkan
daunnya saja
Nama Jenis
Persen hidup (%)
Persen hidup
Matoa
100
Salam
100
Mahoni
100
Kihujan
100
Matoa
75
Salam
75
Mahoni
75
Kihujan
100
41
Rata-rata
100
81.25
d. Pengamatan munculnya Akar dan Tunas baru
Pengamatan hanya dilakukan pada bibit puteran salam (C4) dimana waktu
mulai muncul akar dan tunas baru muncul hampir bersamaan, yaitu pada minggu
kedua pengamatan, tepatnya pada tanggal 17 Januari 2007. Adapun alasan
pengamatan hanya dilakukan pada 1 bibit puteran (bibit puteran salam), hal ini
dikarenakan kesulitan dalam pengamatan secara keseluruhan. Pada pengamatan
munculnya akar baru, bungkus karung harus dibuka dan bola tanah harus dikorek
untuk melihat akar baru yang tumbuh, sehingga dikhawatirkan apabila
pengamatan dilakukan pada seluruh bibit, akan mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan dari bibit tersebut yang berakibat kematian pada bibit tersebut.
e. Prestasi kerja
Peubah waktu dapat berpengaruh pada efisiensi dan prestasi kerja, yang
tentu saja akan berdampak pada perbedaan jumlah biaya yang dikeluarkan. Pada
Tabel 9 disajikan lamanya proses pengerjaan bibit puteran dari masing–masing
perlakuan.
Dapat diketahui bahwa waktu yang diperlukan untuk setiap tahap
pembuatan bibit puteran terendah ada pada bibit puteran Kihujan yang dipotong
batang utamanya (G1) dengan waktu yang dibutuhkan selama 1.657 detik atau
sekitar 27 menit 37 detik, sedangkan waktu yang diperlukan paling lama adalah
pada puteran Matoa yang hanya di bersihkan daunnya (B1) dengan waktu yang
dibutuhkan adalah 3.831 detik atau sekitar 63 menit 51 detik. Selain itu dapat
dilihat juga perbedaan yang cukup jelas antara bibit puteran yang dipotong batang
utamanya dengan bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja. Perbedaan
ini terletak pada tahap perlakuan bibitnya, yaitu pemotongan batang dan
pembersihan daun. Bibit puteran yang mendapat perlakuan dengan dibersihkan
daunnya saja memiliki waktu pengerjaan yang lebih lama pada semua jenis, baik
matoa, salam, mahoni, kihujan, sedangkan tahap lainnya tidak menunjukkan
perbedaan yang jelas atau kurang lebih sama (Tabel 9).
42
Tabel 9 Waktu yang diperlukan untuk pengerjaan puteran
Jenis
Perlakuan
Ulangan
Waktu memotong
batang atau
membersihkan daun
(detik)
Ratarata
Waktu
Puteran yang
dipotong
batang
utamanya
Matoa
Puteran yang
dibersihkan
daunnya saja
Puteran yang
dipotong
batang
utamanya
Salam
Puteran yang
dibersihkan
daunnya saja
Puteran yang
dipotong
batang
utamanya
Mahoni
Puteran yang
dibersihkan
daunnya saja
Puteran yang
dipotong
batang
utamanya
Kihujan
Puteran yang
dibersihkan
daunnya saja
Waktu yang diperlukan untuk- (detik)
Penggalian
Ratarata
Pembungkusan
Ratarata
Waktu
Total
(detik)
Pengangkatan
A1
38
923
934
120
A2
37
900
1137
62
A3
37
48
1208
1059
1080
1045
189
Ratarata
2015
123
2136
2514
A4
36
1206
1028
120
2390
B1
1540
899
1260
132
3831
B2
612
1076
1054
176
B3
600
708
922
880
1017
1075
135
132
2918
2674
B4
1221
623
968
84
2896
C1
48
1065
907
116
2136
C2
48
1088
945
129
C3
46
C4
10
583
1016
105
1714
D1
540
845
1020
83
2488
D2
1240
780
778
63
D3
1523
D4
930
903
825
94
2752
E1
13
897
785
93
1788
E2
13
814
908
84
E3
13
E4
13
840
934
61
1848
F1
1210
787
894
82
2973
F2
900
874
633
116
56
846
30
783
600
886
848
854
850
804
923
928
840
888
867
696
94
117
92
2210
1663
89
2861
3454
83
1819
1793
93
2523
940
1163
720
540
67
2490
G1
7
729
789
132
1657
G2
7
848
955
116
G3
7
G4
7
754
840
103
1704
H1
959
782
863
91
2695
H2
646
825
742
45
H3
905
H4
779
648
840
777
814
800
825
848
720
852
793
105
111
F4
793
716
948
F3
25
836
834
143
134
2597
124
1926
1815
98
120
2258
2664
2433
Di persemaian Tlogoarto, waktu kerja per hari adalah selama 7 jam
dimana waktu efisien kerja adalah 6 jam dan istirahat selama 1 jam, dan upah
pekerja adalah sebesar Rp 20.000,-/orang/hari. Waktu pengerjaan yang diperoleh
pada Tabel 9 adalah waktu pengerjaan yang dilakukan oleh 2 orang pekerja.
Sebagai contoh dapat dilihat pada bibit puteran Kihujan, G3 (tinggi: 7,12
m, diameter: 4,64 cm, total waktu: 30 menit 14,7 detik atau 1814,7 detik) dan H1
(tinggi: 7,12 m, diameter: 4,02 cm, total waktu: 44 menit 55 detik atau 2695
43
detik). Maka untuk satu bibit puteran Kihujan yang dipotong cabang utamanya
dapat diperoleh PK (Prestasi Kerja) sebesar 13,89 batang/2 orang/hari atau sama
dengan 6,95 batang/orang/hari.
dipotong cabang
dipotong daun
3000
Jumlah waktu total 2500
yang diperlukan 2000
1500
(detik)
dipotong daun
1000
500
0
dipotong cabang
1
2
3
4
Individu
Gambar 15 Grafik perbandingan waktu pengerjaan puteran kihujan
Sedangkan untuk Kihujan yang hanya dibersihkan daunnya saja diperoleh PK
sebesar 9,35 batang/2orang/hari atau sama dengan 4,68 batang/orang/hari. Dari
rumus tersebut dapat diperoleh HOK bibit puteran kihujan yang dipotong cabang
utamanya adalah sebesar 0,14 hari, sedangkan HOK bibit puteran Kihujan yang
hanya dibersihkan daunnya saja, diperoleh HOK sebesar 0,21 hari.
4.2. Pembahasan
Meskipun hilangnya suatu spesies yang diakibatkan oleh adanya
eksploitasi hutan sulit untuk dihentikan, tetapi setidaknya dampak dari eksploitasi
tersebut dapat dikurangi, salah satunya adalah dengan teknik penggabungan antara
teknik konservasi dengan teknik lansekap, hal ini dimungkinkan dengan adanya
suatu kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan Departemen Kehutanan,
melalui kegiatan penghijauan yang dilakukan di taman-taman kota, kawasan
44
industri, pemukiman penduduk, serta pembuatan jalur hijau di pinggir-pinggir
jalan utama maupun jalan alternatif.
Dalam upaya penggabungan teknik konservasi dengan teknik lansdcape
tersebut diperlukan bibit yang berukuran besar, sehingga fungsi dari adanya
penanaman tersebut dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat segera terpenuhi.
Oleh karena itu digunakan bibit besar yang diperoleh dengan menggunakan teknik
puteran. Dengan menggunakan teknik puteran bibit besar ini selain fungsi yang
diharapkan dari adanya penanaman tersebut dalam jangka waktu yang tidak
terlalu lama dapat segera terpenuhi, dibandingkan dengan menggunakan bibit
berukuran kecil. Dari segi pengawasan pasca penanaman juga relatif lebih mudah
karena bibit yang ditanam berukuran besar sehingga mudah untuk dilihat, selain
itu bibit yang diperlukan tidak terlalu banyak. Dari segi estetika, dengan
menggunakan bibit puteran besar bentuk pohon secara keseluruhan dapat dirubah
sesuai keinginan, melalui pemangkasan yang dilakukan. Dengan menggunakan
teknik bibit puteran berukuran besar dilihat dari segi persiapan bibit, persen hidup
yang diperoleh juga cukup tinggi. Meski penelitian belum sampai pada tahap
penanaman di lapangan. Hal lain yang tidak kalah pentingnya yaitu keuntungan
yang dapat diperoleh oleh seorang penyuplai bibit puteran cukup besar
dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk biaya operasional penyiapan bibit
tersebut untuk siap tanam.
Matoa dan mahoni memiliki tunas yang lebih banyak pada bibit yang
diberi perlakuan dengan dipotong cabang utamanya, hal ini disebabkan oleh
adanya pelukaan yang cukup besar (dibuangnya tunas apikal) mengakibatkan
tunas lateral (sekunder) terangsang untuk tumbuh dan berkembang, sehingga ada
hubungan positif antara semakin besar pelukaan dengan jumlah tunas yang
tumbuh, dimana semakin besar pelukaan maka semakin banyak pula tunas yang
tumbuh disaat yang hampir bersamaan. Hal ini sesuai dengan penyataan Lakitan
(1996) dimana tunas lateral akan lebih terangsang tumbuh bila tunas apikal
dibuang. Lain halnya pada salam dan kihujan, dimana tunas terbanyak ada pada
bibit yang diperlakukan dengan dibersihkan daunnya saja. Hal ini mungkin
disebabkan oleh sifat fisiologis tanaman tersebut, atau adanya kekuranghati-hatian
pada saat proses pembongkaran
puteran yang dipotong cabang utamanya,
45
sehingga bibit tanaman tersebut lebih tertekan yang berdampak pada
terhambatnya pertumbuhan tunas pada bibit tersebut.
Bibit yang mendapat perlakuan pemotongan batang utamanya (A, C, E, G)
memiliki pertumbuhan tunas yang terpanjang apabila dibandingkan secara
keseluruhan, hal ini dimungkinkan mengingat tunas sekunder lebih terpacu
pertumbuhannya apabila tunas primer dibuang. Selain itu perkembangan tunas
sekunder ini juga didorong oleh rangsangan sinar dan suhu yang optimum.
Dimana tunas-tunas ini tumbuh dan berkembang di bawah naungan (tidak terkena
cahaya matahari secara langsung). Meskipun naungan tersebut tergolong ringan,
tetapi cukup bagi tunas-tunas tersebut untuk dapat tumbuh dan berkembang.
dilihat dari pertumbuhan tunas baru pada kedua teknik puteran, dapat dilihat
bahwa bibit puteran yang dipotong batang utamanya lebih baik dibanding bibit
puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja tanpa ada pemotongan batang dan
cabang.
Persen hidup pada bibit puteran yang dipotong cabang utamanya juga
memiliki angka lebih tinggi dibanding bibit yang hanya dibersihkan daunnya saja.
Hal ini disebabkan karena bibit lebih mudah beradaptasi pada lingkungan baru
pada keadaan dimana semua cabang, ranting dan daun dihilangkan dibanding
pada keadaan hanya dihilangkan daunnya saja. Salah satu penyebabnya adalah
dengan keadaan yang minimalis dimana ketersedian unsur hara, air, dan udara
yang terbatas (di dalam karung) dan keadaan akar yang dipangkas maka bibit akan
lebih bisa bertahan/beradaptasi dengan keadaan yang minimalis juga. Dimana
hanya ada batang utama dengan ketinggian tertentu sebagai tempat titik tumbuh
baru dan akar yang telah dipangkas sebagai penyuplai hara, air dan udara.
Menurut Sutrian (1994), batang pada tumbuhan selain berfungsi sebagai
penyuplai air dan hara dari akar, sebagai penyalur zat makanan hasil asimilasi dan
fotosintesis juga sekaligus berfungsi
sebagai penyimpan cadangan makanan
apabila sewaktu-waktu diperlukan. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa pada bibit puteran yang dipotong batang utamanya, lebih bisa
mengoptimalkan penggunaan cadangan makanannya pada satu titik, dibanding
pada bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja. Hal ini dimungkinkan
juga karena pada bibit puteran yang dibersihkan daunnya saja memiliki daya
46
evapotranspirasi lebih besar dibandingkan kemampuan akar dalam menyerap air
dari tanah, tetapi tidak halnya pada bibit puteran yang dipotong cabang utamanya.
Pada pengamatan muncul tunas dan akar baru hanya dilakuan pada 1
individu, hal ini dikarenakan kesulitan yang ditemukan pada saat melakukan
pengamatan,
sehingga
penulis
harus
merubah-rubah
posisi
bibit
yang
dikhawatirkan akan mengganggu proses pertumbuhan bibit-bibit tersebut. Pada
C4 pengamatan muncul tunas dan akar baru memiliki waktu yang hampir
bersamaan, yaitu pada minggu ke dua pengamatan. Hal tersebut dimungkinkan
karena waktu yang diperlukan bagi jaringan meristem pada batang (kambium) dan
akar untuk dapat tumbuh dan berkembang adalah sama.
Waktu yang diperlukan akan lebih singkat apabila mempersiapkan bibit
puteran yang dipotong cabang utamanya (A, C, E, G) dibanding mempersiapkan
bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja (B, D, F, H). Hal ini akan
berpengaruh pada produktifitas kerja serta biaya yang harus dikeluarkan per bibit
untuk mengupah pekerja. Sebagai contoh dapat dilihat pada bibit puteran kihujan
yang dipotong cabang utamanya (G3) dengan tinggi: 7,12 m, diameter: 4,64 cm,
total waktu: 30 menit 14,7 detik, PK: 6,95 batang/orang/hari dan HOK: 0,14 dan
bibit puteran kihujan yang hanya dibersihkan daunnya saja (H1) dengan tinggi:
7,12 m, diameter: 4,02 cm, total waktu: 44 menit 55 detik, PK: 4,68
batang/orang/hari dan HOK: 0,21 dengan upah Rp 20.000,-/hari/orang. Dengan
menggunakan teknik bibit puteran yang dipotong cabang utamanya, dalam 1 hari
dapat diselesaikan + 7 batang/orang/hari, sedangkan apabila menggunakan teknik
bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja dapat diselesaikan + 5
batang/orang/hari. Biaya upah per bibit dapat diperoleh dengan mengalikan HOK
dengan upah per hari (Rp 20.000,-), maka dapat diperoleh biaya yang dikeluarkan
untuk membayar upah pekerja adalah sebesar Rp 2.800,-/batang untuk bibit
puteran yang dipotong cabang utamanya, sedangkan untuk 1 batang bibit puteran
kihujan yang hanya dibersihkan daunnya saja, biaya yang harus dikeluarkan untuk
memberi upah pekerja adalah sebesar Rp 4.400,-/batang. Angka-angka tersebut
membuktikan bahwa perlakuan bibit yang dipotong cabang utamanya memiliki
produktifitas lebih tinggi dibanding bibit yang hanya dibersihkan daunnya saja.
Hal ini disebabkan proses pengerjaan yang lebih mudah pada bibit puteran yang
47
dipangkas batang utamanya. Dengan teknik puteran bibit besar yang dipotong
cabang utamanya, maka biaya untuk memberi upah buruh dapat ditekan. Maka
seorang penyuplai bibit dapat menekan biaya yang dikeluarkan untuk upah buruh
sampai 36% dari upah yang harus dikeluarkan untuk memberi upah buruh yang
menyiapkan puteran bibit besar dengan teknik puteran yang hanya dibersihkan
daunnya saja. Maka pembuatan bibit puteran dengan menggunakan teknik
dipotong cabang utamanya lebih baik dibanding bibit puteran yang hanya
dibersihkan daunnya saja tanpa ada pemotongan batang atau cabang.
Dari
segi
pengangkutan/pemindahan
bibit
ketempat
lain
(lokasi
penanaman atau penampungan sementara), bibit puteran yang dipotong cabang
utamanya dapat lebih mudah dilakukan pengangkutan, karena alat angkut
memiliki kapasitas angkut lebih banyak sehingga tidak menghabiskan tempat
dibanding bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja. Selain volume
bibit, bobot bibit juga berpengaruh penting dalam menentukan kapasitas angkut.
Dari bobot puteran dapat dipastikan bibit yang dipotong batang utamanya pasti
lebih ringan dibandingkan bibit puteran yang dibersihkan daunnya saja, sehingga
kemampuan alat angkut dalam mengangkut bibit menjadi lebih banyak. Selain itu
juga bibit yang dipotong batang utamanya memiliki resiko kerusakan bibit saat
pengangkutan yang lebih ringan. karena memiliki tajuk yang tidak terlalu lebar
dan cenderung lebih memusat pada satu titik.
Diluar kriteria pengamatan penulis juga menemukan proses pemangkasan
secara alami pada bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja. Proses
pemangkasan ini terjadi sebagai suatu bentuk adaptasi dari tanaman tersebut
dalam mengatasi daya evapotranspirasi yang terlalu tinggi melebihi kemampuan
akarnya dalam menyerap air dan hara lainnya pada tanah yang hanya terbatas
didalam karung pembungkus puteran. Proses ini diawali dengan mengeringnya
daun-daun yang disisakan pada saat pemberian perlakuan, kemudian dilanjutkan
dengan pengeringan ranting tempat tumbuh daun tersebut dan berlanjut pada
pengeringan cabang sekunder, yang diakhiri dengan patahnya cabang dan ranting
yang kering tersebut terkena tiupan angin atau akibat benturan dengan cabang
lainnya. Meski pemangkasan alami tidak terjadi pada seluruh cabang dan ranting
yang ada tetapi peristiwa ini terjadi hampir pada semua bibit yang hanya
48
dibersihkan daunnya saja. Daya evapotranspirasi yang terlalu tinggi melebihi
kemampuan
bibit
tersebut
untuk
beradaptasi
dengan
cara
melakukan
pemangkasan secara alami juga bisa dijadikan sebagai salah satu penyebab
kematian yang terjadi pada bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja.
Dari peristiwa tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa meski tanpa dilakukan
pemangkasan buatan, secara alami pohon tersebut akan melakukan pemangkasan
sendiri, sampai pada titik dimana daya serap akar terhadap air dan zat hara lebih
tinggi
dibanding
daya
evapotranspirasi
dari
tanaman
tersebut.
Kemampuan/kecepatan beradaptasi dari masing-masing spesies akan berbeda,
meskipun harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat membuktikan
kebenarannya.
Disamping kelebihan-kelebihan yang ada pada teknik puteran yang
dipotong cabang utamanya, terdapat pula kekurangan pada teknik tersebut bila
dibandingkan dengan teknik bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya.
Dengan menggunakan teknik puteran yang dipotong cabang utamanya, bentuk
pohon awal (bentuk cabang, batang, tajuk) tidak dapat dipertahankan karena
semuanya dipotong dan hanya disisakan batang utamanya sepanjang + 4 meter.
Teknik ini tidak dapat diterapkan pada bibit puteran yang diharapkan bentuk
pohon awal tidak mengalami perubahan bahkan sampai bibit tersebut ditanam
kembali di lapangan.
49
BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Teknik puteran bibit berukuran besar dapat diaplikasikan pada jenis pohon
kihujan, mahoni, matoa dan salam, dengan persen 100% untuk perlakuan
yang dipotong batang utamanya dan 81,25% untuk pohon yang
dihilangkan daunnya saja.
2. Perlakuan dengan pemotongan batang utama dapat merubah arsitektur
pohon dari puteran yang dihasilkan, sedangkan puteran dengan perlakuan
dihilangkan daunnya saja tidak merubah arsitektur pohon dari puteran
yang dihasilkan.
3. Waktu yang diperlukan untuk tunas baru agar dapat tumbuh adalah 2
minggu setelah dilakukan pemutaran bibit. Jenis kihujan dan salam
menghasilkan jumlah tunas paling banyak, sedangkan Mahoni dan matoa
dengan perlakuan yang sama menghasilkan jumlah tunas baru yang
sedikit. Matoa yang diberi perlakuan dipotong batang utamanya memiliki
tunas baru yang terpanjang yaitu 76 cm.
4. Untuk menghasilkan puteran bibit berukuran besar diperlukan tenaga kerja
sebesar 0,14 HOK pada bibit yang dipotong cabang utamanya, sedangkan
pada bibit yang dihilangkan daunnya saja adalah sebesar 0,21 HOK.
5.2. Saran
1. Kajian aplikasi teknik puteran bibit berukuran besar pada jenis pohon
kihujan, mahoni, matoa dan salam perlu dilakukan sampai tahap
penanaman untuk mengetahui daya hidup di lapangan.
2. Teknik pembuatan puteran bibit berukuran besar perlu diaplikasikan untuk
jenis- jenis pohon kehutanan lainnya.
51
DAFTAR PUSTAKA
Airani, R. 1996. Pengaruh Tingkat Naungan dan Dosis Pemupukan Selama
Aklimatisasi Terhadap Kualitas dan Daya Hidup Bibit Palem
(Chamaedorea elegans) Setelah Simulasi Pengangkutan. Skripsi. Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tidak diterbitkan.
[Anonim]. 2007. Eugenia polyantha (Daun Salam). http://www.tropilab.com/
webstore.html [20 Mei 2007].
[_______]. 2007. Salam (Eugenia polyantha Wight). PT .ASIAMAYA DOTCOM
INDONESIA. http://www.asiamaya.com/SALAM [20 Mei 2007].
Briggs, G. B. and C. L. Calvin .1987. Indoors Plants. John Wiley and Sons. New
York.
Dahlan, E. N. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas
Lingkungan Hidup. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Jakarta.
______, E. N. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan
Kota. IPB Press. Bogor.
Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT GRAMEDIA.
Jakarta.
Giantini, M. N. 2002. Studi Penataan dan Pemeliharaan Indoor Garden (Taman
Dalam Ruang) di Kotamadya Bandung. Skripsi. Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak
diterbitkan.
Gunawan, A and H. Yoshida. 1994. Visual judgement on landscapes and landuses of Bogor Municipality. Bull. Kyoto University Forests.
Krisantini, 1988. Tanaman Hias Daun. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lahiya, A. A. 1997. Ilmu Tumbuh-tumbuhan untuk Bidang Kehutanan : Bagian II
: Physiologi atau Peri Kehidupan Tetumbuhan-tetumbuhan dan artinya
bagi Pembudidayaan Kekayuan/A. Thorenaar. Karya Alih Bahasa.
Bandung.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Marsh, W. M. 1986. Landscape Planning Environmental Applications. John
Willey and Son Inc., New York.
52
Nasoetion, A. H. 2001. Pengantar ke- Ilmu-ilmu Pertanian. Cetakan ke-11. PT.
Pustaka Litera Antar Nusa. Bogor.
Nurfatriani, F. dan D. S. Sukadri. 2001. Pengelolaan Hutan di Masa Depan :
Berdasarkan Paradigma Pembangunan Kehutanan di Abad 21 (Forest
Management in the Future : Based on Forestry Development Paradigm in
the 21th Century). Buletin Vol. 2
No. 2.
http://www.dephut.
go.id/Indonesia/pemb hutbun.asp. [20 Mei 2006].
[PROSEA]. Pometia pinnata. http://worldagroforestrycentre.org/sea/copyright.htm
[20 Mei 2007].
Rodjak, A. 1996. Pengantar Ilmu Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas
Padjadjaran. Bandung.
Sugiyowati, L. 2006. Pengaruh Naungan dan Periode Aklimatisasi Terhadap
Pertumbuhan dan Ketahanan dalam Ruang pada Tanaman Hias Puring
(Codiaeum variegatum pictum). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan
Staples, G. W and Craig R. Elevich. 2006. Species Profiles for Pacific Island
Agroforestry. Versi 2.1. http://www.traditionaltree.org/Samaneasaman
(raintree). [10 Juni 2007].
Sumir’at, A. A. S. 1994. Botani (Bunga Rampai). Tidak diterbitkan. Bandung.
Sutrian, Y. 1994. Biologi (Bagian Botani) I. Fakultas Pertanian, Universitas
Padjadjaran. Bandung.
Thahjono, M.1972. Catatan Jenis Pohon Penghasil Kayu Export di Indonesia.
Bogor.
Thomson, L. A. J. and R. R. Thaman. 2006. Species Profiles for Pacific Island
tava.pdf [ 20
Agroforestry. 2.1 ver. http://www.agroforestry.net/tti/PometiaMei 2007].
Widagdo, S. 1998. Studi tentang Reduksi Kebisingan Menggunakan Vegetasi dan
Kualitas Visual Lansekap Jalan Tol Jagorawi. Program Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.
[Wikipedia]. 2007. Swietenia. Wikimedia
org/wiki/Swietenia [20 Mei 2007].
Commons.
http://en.wikipedia.
[Wikipedia].
2008.
Arsitektur
Lansekap.
Wikipedia
Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_lansekap_[3 Januari 2008].
http://www.big-john.com
53
LAMPIRAN
54
Lampiran 1.
FORMULIR ISIAN JUMLAH DAN PANJANG TUNAS
A1
T1
A2
T1
A3
T1
A4
T1
B1
T1
B2
T1
B3
T1
B4
T1
C1
T1
C2
T1
C3
T1
C4
T1
D1
T1
D2
T1
D3
T1
D4
T1
E1
T1
E2
T1
E3
T1
E4
T1
F1
T1
F2
T1
F3
T1
F4
T1
G1
T1
G2
T1
G3
T1
G4
T1
H1
T1
H2
T1
H3
T1
H4
T1
A1
T2
A2
T2
A3
T2
A4
T2
B1
T2
B2
T2
B3
T2
B4
T2
C1
T2
C2
T2
C3
T2
C4
T2
D1
T2
D2
T2
D3
T2
D4
T2
E1
T2
E2
T2
E3
T2
E4
T2
F1
T2
F2
T2
F3
T2
F4
T2
G1
T2
G2
T2
G3
T2
G4
T2
H1
T2
H2
T2
H3
T2
H4
T2
A1
T3
A2
T3
A3
T3
A4
T3
B1
T3
B2
T3
B3
T3
B4
T3
C1
T3
C2
T3
C3
T3
C4
T3
D1
T3
D2
T3
D3
T3
D4
T3
E1
T3
E2
T3
E3
T3
E4
T3
F1
T3
F2
T3
F3
T3
F4
T3
G1
T3
G2
T3
G3
T3
G4
T3
H1
T3
H2
T3
H3
T3
H4
T3
A1
T4
A2
T4
A3
T4
A4
T4
B1
T4
B2
T4
B3
T4
B4
T4
C1
T4
C2
T4
C3
T4
C4
T4
D1
T4
D2
T4
D3
T4
D4
T4
E1
T4
E2
T4
E3
T4
E4
T4
F1
T4
F2
T4
F3
T4
F4
T4
G1
T4
G2
T4
G3
T4
G4
T4
H1
T4
H2
T4
H3
T4
H4
T4
A1
T5
A2
T5
A3
T5
A4
T5
B1
T5
B2
T5
B3
T5
B4
T5
C1
T5
C2
T5
C3
T5
C4
T5
D1
T5
D2
T5
D3
T5
D4
T5
E1
T5
E2
T5
E3
T5
E4
T5
F1
T5
F2
T5
F3
T5
F4
T5
G1
T5
G2
T5
G3
T5
G4
T5
H1
T5
H2
T5
H3
T5
H4
T5
A1
T6
A2
T6
A3
T6
A4
T6
B1
T6
B2
T6
B3
T6
B4
T6
C1
T6
C2
T6
C3
T6
C4
T6
D1
T6
D2
T6
D3
T6
D4
T6
E1
T6
E2
T6
E3
T6
E4
T6
F1
T6
F2
T6
F3
T6
F4
T6
G1
T6
G2
T6
G3
T6
G4
T6
H1
T6
H2
T6
H3
T6
H4
T6
A1
T7
A2
T7
A3
T7
A4
T7
B1
T7
B2
T7
B3
T7
B4
T7
C1
T7
C2
T7
C3
T7
C4
T7
D1
T7
D2
T7
D3
T7
D4
T7
E1
T7
E2
T7
E3
T7
E4
T7
F1
T7
F2
T7
F3
T7
F4
T7
G1
T7
G2
T7
G3
T7
G4
T7
H1
T7
H2
T7
H3
T7
H4
T7
A1
T8
A2
T8
A3
T8
A4
T8
B1
T8
B2
T8
B3
T8
B4
T8
C1
T8
C2
T8
C3
T8
C4
T8
D1
T8
D2
T8
D3
T8
D4
T8
E1
T8
E2
T8
E3
T8
E4
T8
F1
T8
F2
T8
F3
T8
F4
T8
G1
T8
G2
T8
G3
T8
G4
T8
H1
T8
H2
T8
H3
T8
H4
T8
55
A1
T9
A2
T9
A3
T9
A4
T9
B1
T9
B2
T9
B3
T9
B4
T9
C1
T9
C2
T9
C3
T9
C4
T9
D1
T9
D2
T9
D3
T9
D4
T9
E1
T9
E2
T9
E3
T9
E4
T9
F1
T9
F2
T9
F3
T9
F4
T9
G1
T9
G2
T9
G3
T9
G4
T9
H1
T9
H2
T9
H3
T9
H4
T9
A1
T10
A2
T10
A3
T10
A4
T10
B1
T10
B2
T10
B3
T10
B4
T10
C1
T10
C2
T10
C3
T10
C4
T10
D1
T10
D2
T10
D3
T10
D4
T10
E1
T10
E2
T10
E3
T10
E4
T10
F1
T10
F2
T10
F3
T10
F4
T10
G1
T10
G2
T10
G3
T10
G4
T10
H1
T10
H2
T10
H3
T10
H4
T10
A1
T11
A2
T11
A3
T11
A4
T11
B1
T11
B2
T11
B3
T11
B4
T11
C1
T11
C2
T11
C3
T11
C4
T11
D1
T11
D2
T11
D3
T11
D4
T11
E1
T11
E2
T11
E3
T11
E4
T11
F1
T11
F2
T11
F3
T11
F4
T11
G1
T11
G2
T11
G3
T11
G4
T11
H1
T11
H2
T11
H3
T11
H4
T11
A1
T12
A2
T12
A3
T12
A4
T12
B1
T12
B2
T12
B3
T12
B4
T12
C1
T12
C2
T12
C3
T12
C4
T12
D1
T12
D2
T12
D3
T12
D4
T12
E1
T12
E2
T12
E3
T12
E4
T12
F1
T12
F2
T12
F3
T12
F4
T12
G1
T12
G2
T12
G3
T12
G4
T12
H1
T12
H2
T12
H3
T12
H4
T12
A1
T13
A2
T13
A3
T13
A4
T13
B1
T13
B2
T13
B3
T13
B4
T13
C1
T13
C2
T13
C3
T13
C4
T13
D1
T13
D2
T13
D3
T13
D4
T13
E1
T13
E2
T13
E3
T13
E4
T13
F1
T13
F2
T13
F3
T13
F4
T13
G1
T13
G2
T13
G3
T13
G4
T13
H1
T13
H2
T13
H3
T13
H4
T13
Lampiran 2. Formulir isian waktu pengerjaan puteran
NAMA
JENIS
waktu yang diperlukan (menit)
waktu
waktu
waktu
penggalian
pembungkusan
pengangkatan
MATOA
A1
A2
A3
A4
B1
B2
B3
B4
SALAM
C1
C2
C3
C4
D1
D2
D3
D4
MAHONI
E1
E2
E3
E4
F1
F2
F3
F4
KIHUJAN
G1
G2
G3
G4
H1
H2
H3
H4
56
TOTAL WAKTU
TINGGI POHON (m)
NAMA
JENIS
MATOA
A1
A2
A3
A4
B1
B2
B3
B4
SALAM
C1
C2
C3
C4
D1
D2
D3
D4
MAHONI
E1
E2
E3
E4
F1
F2
F3
F4
KIHUJAN
G1
G2
G3
G4
H1
H2
H3
H4
TINGGI
TINGGALAN
TINGGI
BUANGAN
TINGGI
TOTAL
Diameter
(cm)
waktu yang
diperlukan
untuk
pemotongan
cabang atau
pembersihan
daun
menit
menit
menit
menit
#
#
#
#
#
#
#
#
detik
detik
detik
detik
menit
menit
menit
menit
#
#
#
#
#
#
#
#
detik
detik
detik
detik
menit
menit
menit
menit
#
#
#
#
#
#
#
#
detik
detik
detik
detik
menit
menit
menit
menit
#
#
#
#
#
#
#
#
detik
detik
detik
detik
57
persen
pembersihan
daun
Download