Cluster headache

advertisement
Headache in pregnancy
Pendahuluan
 Sakit kepala sering terjadi selama masa-masa produktif
dan sebagian besar terjadi pada kehamilan
 Sama seperti pada wanita yang tidak hamil,
kebanyakan sakit kepala bersifat jinak dan tidak
berpengaruh terhadap kehamilan
 Pengaruh potensial obat pada janin dan peningkatan
risiko sakit kepala sekunder tertentu selama kehamilan
membutuhkan pemeriksaan dan manajemen yang
cermat pada wanita hamil dengan sakit kepala
 Banyak wanita yang menjalani pengobatan
selama kehamilan dengan masing-masing wanita
rata-rata mengkonsumsi 4 sampai 5 obat yang
berbeda
Obat-obatan dan agen teratogenik lain
menimbulkan pengaruh paling besar pada janin
selama trimester kedua dan ketiga kehamilan,
sehingga penyedia layanan keseehatan perlu
untuk menginformasikan pada ibu hamil
pengobatan sakit kepala yang aman dan efektif
selama kehamilan dan masa menyusui (laktasi)
Klasifikasi nyeri kepala
• Klasifikasi internasional gangguan sakit kepala
dibagi menjadi sakit kepala primer dan
sekunder
• Sakit kepala primer menyumbang pada
sebagian besar sakit kepala selama kehamilan
• Pada jenis sakit kepala primer, Tension Type
Headache (TTH) dan migrain umumnya
meningkat selama kehamilan
• Pengaruh kehamilan pada cluster headache terbatas karena
kondisi ini jarang terjadi dan datanya tidak lengkap
• Penyebab umum sakit kepala yang terjadi sehari-hari pada
pasien dengan riwayat sakit kepala primer adalah
penggunaan obat sakit kepala yang berlebihan
• Penyebab sekunder sakit kepala yang terjadi selama
kehamilan antara lain adalah thrombosis vena serebral,
sindrom ensefalopati posterior (PRES) akibat eklampsia,
sakit kepala punktur post-dural, stroke dan apopleksi
hypothalamus (Tabel 7-1)
• Sakit kepala juga dapat merupakan gejala akibat emosi dan
stress.
TABLE 7-1 International Classification of Headache Disorders, 3rd Edition (Beta Version)
PEMERIKSAAN PADA WANITA HAMIL DENGAN SAKIT
KEPALA
 Anamnesis sebaiknya fokus terhadap kemungkinan bahwa
sakit kepala memiliki beberapa penyebab sekunder yang perlu
dipisahkan dari jenis sakit kepala primer
 Pertanyaan spesifik dapat membantu evaluasi penyebab
sekunder sakit kepala yang mungkin membutuhkan
pemeriksaan cepat (tabel 7-2)
 Sakit kepala sekunder dapat terjadi pada pasien dengan
riwayat sakit kepala primer yang lama, penting untuk
memperhatikan gejala-gejala baru
 Faktor risiko untuk kehamilan berkaitan dengan stroke
meliputi, diabetes mellitus, migrain dengan aura, hipertensi
yang ada sebelumnya, gangguan hipertensi pada kehamilan,
penyakit anemia sel sabit, penyakit struktur jantung dan
trombofilia
 Komplikasi kehamilan dan puerperium berkaitan dengan
peningkatan risiko stroke meliputi anemia, hiperemesis
gravidarum, trombositopenia, perdarahan post-partum, dan
infeksi
 Gangguan depresi seringkali muncul dengan sakit kepala prekehamilan yang sering, dimana hal ini merupakan prediktor
kuat pada kesehatan umum dan emosional yang rendah
selama kehamilan
 Pemeriksaan sebaiknya berfokus pada penilaian tanda yang
mengarah pada diagnosis seperti infeksi atau perdarahan,
hipertensi berat, dan tanda neurologis meliputi papilledema
maupun perdarahan pada funduskopi, kekakuan leher,
perubahan kesadaran dan kelemahan
TANDA DAN GEJALA SAKIT KEPALA SEKUNDER PADA
KEHAMILAN
STROKE
 Meskipun stroke dapat terjadi selama kehamilan, sebagian
besar terjadi pada 6 minggu post-partum
 Gejala dan tanda neurologis fokal dengan atau tanpa
perubahan pada kesadaran merupakan jenis stroke yang
umum
 Sakit kepala biasanya disertai dengan stroke iskemik pada 17%
hingga 34% kasus dan biasanya tidak spesifik pada kualitas
dan intensitas moderat.
STROKE
 Perdarahan subarachnoid umumnya muncul sebagai onset
mendadak thunderclap headache yang sering dan tak
tertahankan. Seringkali bersifat unilateral dan disertai dengan
mual, muntah, kekakuan leher, dan fluktuasi kesadaran
 Jika neuroimaging-nya negatif, maka lumbal pungsi menjadi
sangat penting
 Sakit kepala sentinel yang diikuti dengan kurangnya
aneurisma serebral dapat mendahului perdarahan
subarachnoid pada lebih dari 50% kasus, umumnya terjadi
beberapa minggu sebelum ruptur aneurisma
Kelumpuhan akut nervus ketiga dengan nyeri
retro ortiba dan dilatasi pupil menunjukkan
ruptur yang akan terjadi dari aneurisma arteri
serebral komunikans posterior
THROMBOSIS VENA SEREBRAL
 Sakit kepala tidak kambuh (nonremittan) nonspesifik
merupakan gejala umum thrombosis vena serebral
sebagaimana yang telihat pada kasus 7-1
 Thrombosis vena serebral diperkirakan terjadi pada 1 per
2500 hingga 10.000 kehamilan dan sebagian besar terjadi
pada wanita dengan hiperkoagulasi
 Sakit kepala dapat menjadi satu-satunya penemuan yang ada,
namun seringkali diikuti dengan kejang, gejala neurologis
fokal dan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK).
PREEKLAMPSIA
 Kombinasi hipertensi dan proteinuria pada ibu hamil
mengarahkan pada preeklampsia dan hal ini membutuhkan
manajemen darurat untuk menurunkan tekanan darah dan
mencegah terjadinya eklampsia
 Sakit kepala merupakan gejala penting kejang eklampsi pada
sekitar tiga perempat wanita dengan pre-eklampsia
 Sakit kepala bersifat progresif dan menetap dengan analgesia,
banyak pasien dengan preeklampsia muncul dengan sakit
kepala karena memiliki ensefalopati hipertensi (misalnya,
PRES) tanpa kejang
 Pandangan kabur, skotoma, dan tampak kilatan cahaya pada
pasien-pasien tersebut dapat menjadi misdiagnosis dengan
pasien migrain dengan aura
 Selama spectrum preeklampsia/eklampsia, ketika beberapa
pasien menunjukkan adanya PRES pasien yang lain akan
muncul dengan recersible cerebral vaso-constriction syndrome
(RSCV), yang disebut dengan angiopati post-partum ketika hal
ini terjadi pada periode post-partum.
 Ini merupakan sindrom vasokonstriksi serebral yang dapat
bertumpangtindih dengan stroke iskemik
 Diagnosis ini dapat menyerupai perdarahan subarachnoid,
yaitu munculnya thunderclap headache yang berkaitan
dengan fluktuasi defisit neurologis dan kadang-kadang kejang
 Angiografi dapat menunjukkan penampakan klasik “rangkaian
manik-manik” dengan area stenosis dan dilatasi pada
berbagai pembuluh darah intrakranial
 Terdapat bukti kuat mengenai manfaat magnesium sulfat
untuk pre-eklampsia/eklampsia
Apopleksi hipothalamus
 Merupakan hasil dari infark hemoragis kelenjar hypothalamus
yang merupakan kasus yang jarang, namun mengancam
kehidupan
 Apopleksi hipothalamus muncul dengan thunderclap
headache difus, frontal, atau retroorbital yang disertai dengan
mual dan muntah, fluktuasi kesadaran, hipotensi, dan
hilangnya pandangan
 Jika MRI tidak tersedia, CT scan hypothalamus cito diperlukan
Hipertensi intrakranial idiopatik
 muncul dengan sakit kepala harian difus, tidak berdenyut,
yang dipicu oleh batuk dan mengejan
 Tanda-tanda nya meliputi papil edema, perluasan blind spot
pada mata, penurunan lapang pandang, atau kelumpuhan
saraf VI
 Lumbal pungsi (yang diperiksa setelah gambaran otak
menyingkirkan lesi massa intrakranial) menunjukkan
peningkatan tekanan LCS dengan kimia LCS normal
 Sakit kepala membaik seiring berkurangnya tekanan LCS
Sakit kepala setelah punksi post-dural
 mempengaruhi sepertiga pasien setelah lumbal pungsi
dengan onset biasanya dalam 5 hari setelah pemeriksaan
 Sakit kepala bersifat postural, memburuk saat berdiri dan
berkurang jika berbaring datar
 Gejala yang menyertai antara lain kekakuan leher, tinnitus,
hiperakusis, fotofobia, dan mual
 Pada sebagian besar kasus, sakit kepala dapat sembuh dalam
seminggu tanpa intervensi lebih lanjut
Kasus 7-1



Seorang wanita berusia 26 tahun dengan usia kehamilan 25 minggu, dan merupakan anak
pertama dirawat setelah mengalami kejang umum tonik-klonik. Selama 8 hari sebelum masuk
rumah sakit, pasien memiliki riwayat sakit kepala tidak berdenyut yang konstan dan disertai
dengan mual serta muntah. Pasien telah mengonsumsi pil KB kombinasi mulai usia 18-25
tahun dan tidak ada keluhan selain sakit kepala saat kondisi bebas hormon, dan membaik
apabila menginsumsi pil KB tersebut terus menerus, tanpa jeda. Pasien berhenti minum pil
KB ketika dia berusia 25 tahun karena pasien ingin hamil dan tercapai setelah 6 bulan
kemudian. Selain mual dan muntah saat awal kehamilan, pasien tidak memliki keluhan
lainnya
Pada pemeriksaan, tekanan darah normal, suhunya 36,9' C , dan indeks massa tubuh adalah
28,4 kg/m2. Pemeriksaan fisik dan neurologis lainnya, termasuk funduskopi, dinyatakan
normal
Uji laboratorium semua dalam batas normal. Sebuah MRI tanpa kontras dan MR Venogram
memberikan interpretasi trombosis sinus sagitalis superior. Pasien diterapi dengan heparin
molekul rendah untuk pengingat kehamilan dan selama 6 minggu postpartum. Sakit
kepalanya dapat teratasi dalam waktu 3 hari setelah memulai pengobatan, dan di sisa masa
kehamilannya lancar, dengan persalinan normal spontan di minggu ke-39 dengan outcome
seorang anak laki-laki yang sehat
Lanj kasus 7-1
 Komentar. Migrain pada masa kehamilan ini merupakan sakit kepala tipe
baru. Meskipun lebih sering terjadi pada peripartum, kejadian trombosis
vena serebral harus diperhatikan pada pasien dengan sakit kepala
progresif dengan kejang selama kehamilan, defisit neurologis dan koma
juga dapat terjadi. Funduskopi mungkin menunjukkan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tetapi pencitraan otak tetap dinyatakan
normal. Wanita ini beruntung karena telah mendapatkan diagnosis dini
serta manajemen penyakit yang baik, yang pada akhirnya pasien dapat
pulih sempurna tanpa mengorbankan kehamilan. Diagnosis yang tertunda
dapat menyebabkan disfungsi permanen dan kematian
GEJALA DAN TANDA SAKIT KEPALA PRIMER
PADA KEHAMILAN
o Masing-masing sakit kepala primer memiliki pola spesifik
gejala pada saat tidak ada tanda klinis (Gambar 7-1)
o Anamnesis dapat bersifat diagnostik, dan pemerikasaan
digunakan hanya untuk menyingkirkan adanya suspek sakit
kepala sekunder
Tension Type Headache (TTH)
o Sakit kepala yang sangat kurang gejala
penyertanya
o Pada orang-orang yang tidak menggunakan
obat-obatan berlebihan, sebagian besar
menunjukkan TTH
o Pada sebagian besar penemuan, TTH akan
membaik selama kehamilan.
Migrain
o Sakit kepala episode rekuren yang terjadi antara 4 dan 72 jam
o Disertai dengan fotofobia, mual, dan disabilitas pada orang
yang sehat merupakan karakterisik pada migrain.
o Lebih dari 60 hingga 70% wanita dengan riwayat migrain
sebelumnya dilaporkan mengalami serangan migrain lebih
sedikit selama kehamilan
o Wanita dengan riwayat migrain tanpa aura akibat menstruasi
atau menstrual sebagian besar membaik daripada pada
mereka yang migrainnya tidak berhubungan dengan
menstruasi
o Migrain sebagian besar berlanjut selama kehamilan dan postpartum jika migrain tidak membaik pada kehamilan trimester
pertama
o Menyusui merupakan salah satu cara yang memiliki efek protektif
pada pasien dengan migrain pada kehamilan selama periode postpartum
o Wanita yang muncul dengan migrain dengan aura sebelum hamil
tidak dapat membaik dan sebagian besar berlanjut selama masa
kehamilannya
o Wanita dapat mengalami aura pada kali pertama saat kehamilan,
tidak bergantung dari apakah mereka sebelumnya memiliki riwayat
migrain tanpa aura atau tidak.
o Terdapat bukti bahwa migrain tidak memiliki efek negatif/
efek samping pada janin kehamilan seperti pada wanita hamil
yang sehat
o Migrain selama kehamilan biasanya disertai dengan
peningkatan risiko thrombosis vena dan arteri, preeclampsia,
dan hipertensi gestasional
o Wanita hamil dengan migrain sebaiknya di monitor pada
kondisi-kondisi ini, misalnya peningkatan tekanan darah
sistolik atau diastolic sebaiknya diikuti dengan pengecekan
proteinuria
o Gangguan seperti trombositopenia, thrombosis vena serebral,
ataupun eklampsia imminens dapat menyerupai aura dan
sebaiknya dieksklusikan pada wanita dengan serangan aura
pertama selama kehamilan
Cluster headache
o Cluster headache mempengaruhi kurang dari 1 pada 500
orang
o Dan berkebalikan dengan migrain dan TTH, Cluster headache
lebih umum ditemukan pada pria daripada wanita
o Penyakit ini seringkali misdiagnosis dengan migrain daripada
gejala stereotipik sakit kepala unilateral
o Gejala otonom bertahan hingga 32 jam pada cluster headache
dan uumumnya bertahan hingga 6 hingga 8 minggu
o wanita yang menderita cluster headache pertama sebelum
kehamilan pertama mereka memiliki lebih sedikit anak
daripada mereka yang mengalami cluster headache pertama
kali pada saat setelah mereka memiliki anak
o Ketika kemungkinan hipofertilitas telah meningkat seiring
kejadian ini, maka setelah mendapat penjelasan dokter maka
wanita memilih untuk tidak hamil karena mereka khawatir
terhadap pengaruh pengobatan cluster headache terhadap
janin mereka.
Sakit kepala akibat penggunaan obat berlebih
o Sakit kepala akibat penggunaan obat berlebih mempengaruhi
pasien dengan riwayat sakit kepala primer yang saat ini lebih
sering terjadi (kasus 7-3)
o Sakit kepala akibat penggunaan obat berlebih sebaiknya
selalu dieksklusikan pada siapapun yang menggunakan obatobat simptomatik untuk sakit kepala lebih sering dari 2 hingga
3 hari per minggu atau sering mengkonsumsi berbagai
sediaan kafein
o Hal ini merupakan penyebab kegagalan pengobatan yang
harus dihindari, karena sakit kepala menjadi resisten terhadap
semua jenis manajemen hingga withdrawal obat obatan
simptomatis
KASUS 7-2


Seorang wanita berusia 34 tahun mengandung anak pertamanya di usia kehamilan 32
minggu. Pada saat di tempat kerja pasien mengeluhkan penglihatan kabur di sebelah
kanan, kesulitan berbicara, kesemutan, mati rasa, dan kelemahan pada lengan kanan
yang berlangsung selama 20 menit. Hal ini diikuti dengan mual dan sakit kepala
temporal kiri yang berlangsung 5 jam. Pada saat pasien dibawa ke IGD, semua gejala
telah hilang kecuali sakit kepala. Pasienn memiliki riwayat migrain tanpa aura sejak
berusia 15 tahun tanpa ada riwayat penyakit lain yang diderita. Pasien mengaku tidak
pernah mengonsumsi obat rutin selain suplemen kehamilan. Pada pemeriksaan,
tekanan darahnya 110/70 mm Hg, suhunya 36,8 'C , dan indeks massa tubuh adalah
23,6 kg/m2. Pemeriksaan fisik dan neurologis lainnya, termasuk funduskopi, dinyatakan
normal.
Tes laboratorium, gambaran trombofilia, EEG, echocardiogram, dan MRI otak tanpa
kontras dinyatakan normal. Pada saat seluruh pemeriksaan telah lengkap dilakukan,
sakit kepala telah hilang, dan pasien merasa "kembali normal". Migrain dengan aura
dipertimbangkan sebagai salah satu diagnosis yang paling mungkin. Pasien dipulangkan
dengan edukasi untuk kembali jika kondisinya memburuk dan diedukasi pula pemberian
analgesik/antiemetik atau kombinasi apabila gejalanya kambuh. Pasien merasa telah
terjadi tiga kali serangan selama sisa masa kehamilan. Namun begitu, kehamilannya
dinyatakan lancar, pada semua pasien yang merespon terapi dengan baik.
lanj kasus 7-2
 Komentar. Meskipun migrain tanpa aura biasanya membaik selama
kehamilan, migrain dengan aura dapat terjadi untuk pertama kalinya pada
wanita dengan atau tanpa serangan migrain tanpa aura sebelumnya.
Sementara migrain itu sendiri, dengan atau tanpa aura, tidak
menimbulkan risiko bagi kehamilan. Migrain pada kehamilan merupakan
faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, sehingga
perempuan ini harus dipantau secara hati-hati dan berkala
Kasus 7-3


Seorang wanita berusia 27 tahun, usia kehamilan 17 minggu datang dengan keluhan sakit
kepala berulang tiap harinya. Pasien memiliki riwayat migrain tanpa aura sejak ia berusia 11
tahun. Satu tahun sebelumnya, pasien telah mengalami sakit kepala tiap harinya dan
didiagnosis dengan sakit kepala akibat pemakaian obat sakit kepala berlebihan, obat yang
sering digunakan yaitu triptan. Pasien menghentikan penggunaan obat ini pada waktu itu dan
menggantinya dengan topiramat. Pasien mengeluh sakit kepala yang sangat parah selama
seminggu, tetapi setelah itu gejalanya dapat hilang. Pola sakit kepala menetap untuk satu
serangan migrain setiap 4 - 6 minggu, yang memberi respon terapi baik apabila diberi triptan,
dan pasien bebas dari gejala di antara serangan yang dirasakan
Pada keadaan saat ini, dalam catatan pasien menunjukkan pola sakit kepala berfluktuasi
selama bulan-bulan sebelumnya, dengan peningkatan frekuensi secara bertahap setelah
pasien menghentikan konsumsi topiramat 3 bulan sebelum hamil. Setelah pasien sadar jika
dirinya hamil, dia hanya menggunakan acetaminophen dengan kodein, yang telah dikonsumsi
hampir setiap hari, karena pasien khawatir akan terjadi migrain yang berat dan tidak mampu
untuk pergi bekerja. Tanda-tanda vital dalam batas normal, dan pemeriksaan fisik serta
neurologis tidak didapatkan adanya kelainan
Lanj kasus 7-3


Sakit kepala akibat pemakaian obat sakit kepala berlebihan merupakan diagnosisnya, dan
pasien memilih untuk menghentikan obat analgesik tanpa digunakan obat lainnya sebagai
pengganti. Pasien disarankan bahwa migrain yang parah dapat diterapi dengan IV magnesium
sulfat, jika perlu. Pada tindak lanjut 2 minggu kemudian, pasien melaporkan bahwa pasien
merasa tidak sehat pada minggu pertama sejak dihentikannya analgesik tetapi pasien merasa
jauh lebih baik pada minggu terakhir dan tidak didapatkan adanya sakit kepala
berkepanjangan kembali
Komentar. Sakit kepala akibat pemakaian obat sakit kepala berlebihan (medication overuse
headache) adalah penyebab umum sakit kepala sehari-hari pada pasien dengan riwayat sakit
kepala primer. Kunci penting adalah adanya riwayat pemakaian obat simtomatik untuk sakit
kepala yang dikonsumsi lebih sering pada hari bebas gejala dan pada saat pemeriksaan
fisiknya normal
PEMERIKSAAN SELAMA KEHAMILAN DAN MASA LAKTASI
 Pemeriksan diindikasikan kembali untuk menyingkirkan
dugaan sakit kepala sekunder akibat dari patologi yang
menyertai
MANAJEMEN SAKIT KEPALA PRIMER PADA KEHAMILAN
NON-FARMAKOLOGIS
 Penatalaksanaan non-farmakologis sebaiknya
dipertimbangkan sebagai langkah awal pada manajemen TTH
atau migrain namun tidak efektif pada cluster headache, yang
hanya dapat dikontrol dengan pengobatan
 Pemicu yang paling sering dilaporkan pada TTH dan migrain
adalah stress (mental maupun fisik), makan yang tidak teratur
atau tidak bergizi, konsumsi berlebihan atau pengehentian
kopi dan kafein lain yang mengandung minuman dehidrasi,
gangguan tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur, dan
kurangnya olahraga maupun olahraga yang berlebihan
 Wanita hamil dengan TTH atau migrain sebaiknya dicegah
untuk menunda makan, disarankan untuk berolahraga teratur,
meminum banyak cairan, dan mempertahankan pola tidur
yang sehat
 Alcohol dan rokok sangat berpotensi bahaya terhadap janin
dan sebaiknya dihindari selama kehamilan
 Terapi tanpa obat meliputi relaksasi, biofeedback, dan terapi
fisik yang aman dapat efektif dalam kehamilan
 Akupunktur juga dapat digunakan untuk mengobati mual dan
muntah dan juga sakit kepala dalam kehamilan
 Konsumsi koenzim Q10 setiap hari efektif untuk profilaksis
migrain dan ketika diberikan selama kehamilan, dapat
menurunkan risiko preeclampsia
 suplemen magnesium yang dapat digunakan untuk profilaksis
migrain dapat menurunkan separuh risiko eklampsia dengan
tanpa adanya bukti efek samping pada kehamilan
TATALAKSANA OBAT-OBAT SAKIT KEPALA PADA KEHAMILAN
DAN MASA MENYUSUI
 Penggunaan obat umum digunakan selama kehamilan, dan
banyak wanita yang melanjutkan obat-obata sakit kepala yang
biasa mereka minum seperti triptan, pada saat mereka hamil
 Guideline paling komprehensif untuk tatalaksana obat-obatan
sakit kepala primer dikembangkan oleh the European
federation of Neurogical Societies
 kebanyakan obat tidak disarankan untuk digunakan pada
kehamilan sehingga seabaiknya hanya digunakan jika manfaat
yang diberikan lebih besar dari potensi risiko bagi ibu dan
janin
 Wanita sebaiknya diberikan informasi yang cukup mengenai
risiko-risiko yang mungkin untuk membuat mereka medapat
mengambil keputusan mengenai penggunaan obat, dengan
penjelasan dan informasi yang jelas.
 Label The US Food and Drug Administration (FDA) pada
kehamilan memiliki lima kategori, yaitu A, B, C, D, dan X
(lampiran A)
Pengobatan simptomatik
 Pengobatan simptomatik sakit kepala selama
kehamilan dan masa menyusui adalah sama dengan
kasus pada pasien yang tidak hamil dengan beberapa
pengecualian (tabel 7-3 dan tabel 7-4)
Analgesik
 Data dari studi kasus kontrol dan kohort telah membuktikan
keamanan dosis terapeutik asetaminofen (kurang dari 4 g per
hari) selama kehamilan dan masa menyusui
 Obat ini merupakan pilihan obat analgesik untuk pereda nyeri
ringan-sedang jangka pendek dan sebagai antipiretik.
 Aspirin dapat diresepkan selama trimester pertama dan kedua
kehamilan, dan dihindari pada waktu mendekati waktu hamil
aterm karena dapat meningkatkan risiko persalinan lama,
perdarahan post-partum, dan perdarahan neonatus
 Aspirin, seperti obat-obat AINS pada umumnya seringkali
diseertai dengan penutupan prematur pada duktus arteriosus
janin
 Aspirin diekskresikan lewat ASI, dan meskipun penggunaan
yang hanya sesekali tidak menyebabkan efek samping, namun
sebaiknya obat ini tidak dipakai secara terus-menerus selama
masa menyusui karena adanya risiko teoritis terjadinya
sindrom Reye dan ganggunan fungsi platelet pada janin
Anti Inflamasi Non-Steroid (AINS)
 Ibuprofen merupakan AINS pilihan selama trimester pertama
dan kedua
 AINS sebaiknya dihindari selama trimester ketiga karena
penggunaan kronis atau dosis yang tinggi setelah 30 minggu
berhubungan dengan peningkatan penutupan prematur pada
duktus arteriosus dan oligohidramnion
 Konsentrasi AINS pada ASI sangat rendah sehingga
pengobatan selama masa menyusui tidak berdampak pada
janin.
Opiat
 meskipun opiate aman untuk tatalaksana nyeri sedang-berat
pada kehamilan, namun opiat tidak sesuai diberikan pada
migrain karena dapat memicu mual dan menurunkan
motilitas gaster
 Penggunaan opiat yang lama pada usia hamil tua
berhubungan dengan gejala neonatal withdrawal
 Efek samping selama masa menyusui tidak begitu tampak.
Namun, pada beberapa wanita, metabolisme opiat berjalan
lambat sehingga dapat menyebabkan level opiat tinggi dalam
tubuh ibu sehingga mempengaruhi ASI, menyebabkan sedasi
dan kantuk pada bayi.
Barbiturat
 Hanya sedikti data yang tersedia untuk penggunaan butalbital
pada kehamilan
 Fenobarbital berhubungan dengan sifat teratogenik dan dapat
menyebabkan neonatal withdrawal dan penyakit perdarahan
pada bayi baru lahir
 Barbiturat diekskresikan lewat ASI dan berakumulasi pada
darah bayi sehingga menyebabkan sedasi dan sindrom
withdrawal
Antiemetik
Metochlopramide, prochlorperazine, dan
promethazine telah digunakan pada masa
kehamilan dan laktasi tanpa adanya efek yang
bermakna
Triptan
 Ibu hamil yang sering mengkonsumsi triptan selama
kehamilan dapat diberitahu bahwa obat ini tidak memilik efek
samping serius terhadap janin
 penggunaan yang berkelanjutan pada obat ini tidak
direkomendasikan kecuali jika tidak ada obat lain yang efektif
Lanj Triptan
 Data dari register kehamilan Sumatripan/Naratriptan/
treximat (dari 1996 hingga 2011) telah ditinjau kembali dan
dikonfirmasi bahwa paparan sumatripan yang tidak disengaja
selama kehamilan tidak berhubungan dengan efek samping
terhadap janin
 sumatripan dapat dipertimbangkan untuk tatalaksana akut
migrain selama kehamilan jika tidak ada pengobatan lain yang
lebih efektif
 Pada penggunaan obat Ini terdapat sedikit peningkatan risiko
defek kelahiran spesifik
Lanj Triptan
 Ekskresi sumatripan yang sedikit pada ASI
menunjukkan bahwa jika ibu tetap menyusui selama
mengkonsumsi obat ini maka tidak akan
menyebabkan risiko yang signifikan terhadap janin
Ergot
 Ergotamine dan dihydroergotamine merupakan kontraindikasi
bagi ibu hamil, karena hipertonusitas uterus dan gangguan
vaskuler dapat meningkatkan risiko kelahiran
 Obat ini sebaiknya tidak digunakan selama menyusui karena
adanya mual, muntah, diare, dan kelemahan pada janin yang
disusui dan adanya supresi sekresi prolaktin dan produk
laktasi pada ibu
Penggunaan obat untuk profilaksis
 Pembatasan penggunaan obat untuk profilaksis pada
pasien dengan sakit kepala saat hamil dan masa
menyusui lebih besar daripada penggunaan obat
untuk pengobatan simptomatis, namun sejumlah
pilihan tersedia dimana obat ini memiliki risiko
rendah terhadap janin maupun bayi yang disusui
(Tabel 7-3 dan tabel 7-6)
Aspirin dosis rendah
Aspirin dosis rendah (tidak lebih dari 150
mg/hari) telah banyak dipelajari pada
preeklampsia selama kehamilan, dengan
tanpa peningkatan pada komplikasi
perdarahan dan efek merugikan pada duktus
arteriosus
Beta bloker
 Jika profilaksis dipertimbangkan penting selama kehamilan,
dosis efektif paling rendah propanolol atau metoprolol
merupakan obat pilihan
 Jika beta bloker digunakan pada trimester ketiga, pengobatan
sebaiknya dihentkan pada 2 sampat 3 hari sebelum
melahirkan supaya menghindari penurunan bradikardi pada
janin dan penurunan kontraksi uterus
 Janin yang terpapar propanolol pada uterus sebaiknya
dpantau untuk detak jantung janin bradikardi, hipotensi, dan
hipoglikemia
 Propanolol dan metoprolol merupakan beta bloker pilihan
pada masa menyusui
Antidepresan
 amitriptilin dosis rendah yaitu 10 mg/hari hingga 25 mg/hari
merupakan obat pilihan
 Sedangkan data yang menyebutkan adanya deformitas
anggota gerak dihubungkan dengan penggunaan dosis tinggi
amitripilin selama kehamilan
 Tidak ada hubungan antara dosis rendah 10 hingga 50
mg/hari yang digunakan untuk manajemen nyeri
 direkomendasikan penurunan dosis (tapering) tiga hingga
empat minggu sebelum melahirkan
 dokter sebaiknya memantau keadaan bayi untuk efek samping
seperti rasa kantuk, hipereksitalitas, dan masalah saat
menyedot ASI
Lanj antidepresan
 Amitriptilin atau nortriptilin jarang terdapat pada ASI dan
pengobatan pada ibu dengan obat-obat ini sepertinya tidak
berpengaruh terhadap bayi baru lahir
 Data menyebutkan adanya malformasi kongenital akibat
penggunaan obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
atau Serotonin Norepineprine Reuptake Inhibitor (SNRI) pada
awal kehamilan
 Meskipun beberapa studi menunjukkan peningkatan risiko
yang tidak signifikan, peningkatan risiko kardiovaskuler
ditunjukkan pada suatu studi besar. Namun, risiko absolut
sepertinya kecil
Lanj antidepresan
 Penggunaan SSRI pada kehamilan tua dapat menyebabkan
neonatal withdrawal syndrome yang sementara dan ringan,
yang meliputi menangis berkepanjangan, iritabilitas,
keegelisahan, rewel, menggigil, demam, tremor, hipertonus
atau rigiditas, takipneu arau distress respirasi, kesulitan saat
makan, gangguan tidur, hipoglikemia, dan kejang
 Paparan SSRI pada lebih dari 20 minggu masa kehamilan
dapat berhubungan dengan hipertensi pulmoner persisten
pada bayi baru lahir, meskipun perkiraan risiko absolut kurang
dari 0,5%.
Antiepilepsi
 Risiko bibir sumbing meingkat setelah paparan terhadap
topiramate pada kehamilan
 Natrium valproat berhubungan dengan peningkatan risiko
abnormalitas janin dan dikontraindikasikan selama kehamilan
jika tidak ada epilepsi, dan dapat digunakan kembali selama
masa laktasi
 Data yang saat ini tersedia tidak menunjukkan bahwa
gabapentin memiliki efek samping tertentu pada kehamilan,
namun dipertimbangkan lebih baik diberikan sebagai obat
agen profilaksis migrain lini ketiga
Kalsium Kanal Bloker
 Data mengenai verapamil terbatas
 Obat ini memiliki efek tokolitik pada uterus, sehingga
sebaiknya dihindari pada usia kehamilan tua
 Tidak ada hubungan dengan anomali kongenital.
 Verapamil di ekskresikan melalui ASI dengan potensi efek
samping bagi bayi, yang merupakan perhaiuan khusus dengan
dosis tinggi untuk cluster headache, meskipun data mengenai
hal ini belum ada
Angiotensin reseptor bloker
Laporan kasus menunjukkan adanya
malformasi kongenital, kerusakan ginjal janin,
oligohidramnion, defek osifikasi tengkorak,
dan kematian pada janin yang terpapar obat
angiotensin reseptor bloker
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor
 Lisinopril digunakan sebagai profilaksis migraine
 Sama dengan agen ACI inhibitor lainnya, tidak ada risiko
terhadap janin selama trimester pertama
 Selama trimester kedua dan ketiga obat ini bersifat toksik dan
teratogenik, menyebabkan prematuritas, Intra Uterina growth
Retardation, displasia tubuler ginjal, oligohidramnion berat
yang menyebabkan fetal distress, hipoplasia paru, hipoplasia
tengkorak, kontraktur alat gerak, hipotensi neonatus, dan
anuria
Toksin Botulinum
Tidak ada data pada manusia yang diketahui
bersifat teratogenik akibat toksin botulinum,
berkaitan dengan migrain kronis pada
kehamilan dan masa menyusui.
Lithium
 Paparan dosis terapi lithium pada kehamilan berhubunagn
dengan efek teratogenik dan efek toksik lain pada janin dan
neonates
 Beberapa pendapat berselisih mengenai apakah lithium
sebaiknya dihentikan selama trimester pertama kehamilan
dan dimulai lagi pada trimester kedua
 Lithium diekskresikan melalui ASI dan berhubunagn dengan
efek samping pada bayi
Kasus 7-4
 Seorang wanita berusia 35 tahun yang mengandung anak keduanya di usia
kehamilan 13 minggu. Pasien memiliki riwayat migrain tanpa aura sejak remaja
tetapi bebas dari serangan selama berusia 20-an tahun. Pada kehamilan
pertamanya, 7 tahun yang lalu, dinyatakan lancer. 8 bulan sebelum dirasakan
keluhan sepert ini, pasien mengalami keguguran di usia kehamilan 9 minggu. Sejak
kelahiran anak pertamanya, pasien hanya merasakan sesekali serangan. Namun di
tahun-tahun sebelumnya, pasien mengalami migrain dua kali sebulan dan tidak
selalu berespon terhadap sumatriptan. Pasien mulai mengonsumsi amitriptyline
50 mg/hari, yang mengurangi frekuensi serangan menjadi 4-6 minggu sekali, yang
kemudian dapat dikontrol dengan sumatriptan. Pasien tetap melanjutkan
kombinasi ini selama kehamilan kedua dan diperhatikan bahwa hal ini adalah
alasan kegugurannya. Pasien berhenti konsumsi sumatriptan dan amitriptyline
segera setelah ia menyadari bahwa dirinya hamil lagi. Selama 12 minggu terakhir,
pasien telah mengalami tiga serangan migrain, diobati dengan acetaminophen dan
codein. Pengobatan ini tidak efektif, dan dia telah melewatkan beberapa hari
untuk tidak bekerja. Pasien khawatir bahwa obat apa pun dapat meningkatkan
peluang terjadi keguguran berikutnya tapi di sisi lain pasien juga khawatir bahwa ia
tidak akan mampu untuk melanjutkan pekerjaannya
Lanj kasus 7-4
Selain mual ringan akibat kehamilannya di pagi hari, pasien merasa
sehat dan baik dan hanya mengonsumsi suplemen kehamilan. Hal itu
menjelaskan kepada pasien bahwa migrain tidak memiliki efek buruk
pada kehamilan dan begitu pula untuk terapi migrain yang lain,
termasuk amitriptyline. Pentingnya hidrasi untuk membantu migrain
dan mual pagi hari akan selalu dibahas. Kombinasi obat anti inflamasi
non steroid dan antiemetik dapat dipertimbangkan sebagai
pengobatan simtomatik, yang nantinya akan dikonsumsi sampai usia
kehamilan mencapai minggu ke-30, dengan pilihan mengonsumsi
sumatriptan jika perlu saja. Mengingat bahwa migrain tanpa aura
sering terjadi setelah trimester pertama kehamilan, pengobatan
pencegahan ditangguhkan untuk sementara. Pada tinjauan ulang 6
minggu kemudian, pasien melaporkan hanya satu serangan di 11
minggu kehamilan dan tidak terjadi serangan lagi setelah itu.
Lanj kasus 7-4
• Komentar. Perempuan sering berpikiran bahwa mereka yang
bertanggung jawab atas keguguran yang dialami, sehingga
sangat penting untuk mengingatkan mereka bahwa
setidaknya 10 % dari kehamilan memang dapat mengalami
keguguran, sebagian besar terjadi selama trimester pertama
sebagai akibat dari abnormalitas genetik. Keseimbangan
antara risiko dan manfaat obat untuk migrain adalah penting
dipertimbangkan karena migrain sendiri tidak memiliki efek
buruk pada kehamilan. Namun, migrain tidak diobati dapat
menyebabkan angka morbiditas yang signifikan.
PENDEKATAN TATALAKSANA OBAT PADA TENSION TYPE
HEADACHE SELAMA KEHAMILAN DAN MASA MENYUSUI
• Pengobatan simptomatis dengan analgetik non-opioid sesuai
untuk pengaruh episodik yang terjadi pada kurang dari 2 hari
per minggu
• Medikasi profilaksis jarang diperlukan dan hanya diindikasikan
puntuk TTH kronis atau ketika sakit kepala terjadi lebih dari 2
hingga 3 kali seminggu
• Amitriptilin merupakan obat pilihan lini pertama untuk
profilaksis TTH selama kehamilan dan masa menyusui
PENDEKATAN TATALAKSANA OBAT MIGRAIN SELAMA
KEHAMILAN DAN MASA MENYUSUI
• Pengobatan simptomatis serangan meliputi analgetik nonopioid dan antiemetik prokinetik yang sebaiknya dibatasi
maksimal 2 hingga 3 hari per minggu (12 hari per bulan),
sumatriptan sebaiknya diindikasikan pada serangan berat
selama kehamilan yang tidak berespon terhadap obat-obat
lini pertama dan dapat digunakan selama masa menyusui
tanpa gangguan dalam menyusui
• Profilaksis sebaiknya dipertim-bangkan ketika serangan lebih
sering atau gagal berespon dengan manajemen simptomatis
• Analgetik dapat digunakan untuk pengobatan simptomatis
• Kebanyakan antiemetik dapat dilanjutkan selama kehamilan
dan masa menyusui
• Jika profilaksis diindikasikan selama kehamilan dan masa
menyusui, dosis efektif terendah propanolol merupakan
rekomendasi lini pertama, Amitriptilin juga merupakan pilihan
PENDEKATAN TATALAKSANAN OBAT CLUSTER HEADACHE SELAMA
KEHAMILAN DAN MASA MENYUSUI
• Profilaksis merupakan manajemen uatama cluster headache
• Tatalaksana yang lebih disukai selama kehamilan dan masa
menyusuai adalah verapamil atau prednisone/prednisolone
• Masalah konduksi jantung mempengaruhi sekitar 20% pasien
dengan cluster headache yang mengkonsumsi verapamil dan
tergantung pada durasi maupun dosis
• EKG yang menunjukkan adanya pemanjangan interval PR
sebaiknya dilakukan saat baseline, sebelum masing-masing
peningkatan dosis, dan sebaiknya dilakukan setiap 6 bulan
selama tatalaksana jangka panjang
• Gabapentin merupakan pilihan profilaksis lini kedua selama
kehamilan dan masa menyusui
• Lithiun merupakan pilihan tambahan untuk profilaksis selama
masa menyusui namun sebaiknya tidak digunakan selama
kehamilan
• Tatalaksana akut meliputi oksigen (100% pada 7L/menit
selama 10 hingga 15 menit pada onset serangan) atau
sumatriptan subkutan atau intranasal
OBAT KOMPLEMENTER SELAMA KEHAMILAN
DAN MASA MENYUSUI
• Kebanyakan wanita hamil menggunakan suplemen diet
selama kehamilan, mereka beranggapan bahwa karena
mereka bukan “obat” maka pasti aman (table 7-7)
• Meskipun beberapa bukti menunjukkan bahwa suplemen
penambah vitamin dan mineral bermanfaat, regimen dosis
besar harus dihindari
• Rekomendasi asupan yang direkomendasikan untuk riboflavin
(vitamin B2) untuk ibu hamil adalah 1,4 mg dan 1,6 mg untuk
ibu menyusui
• Wanita hamil memiliki risiko kekurangan vitamin D karena
peningkatan kebutuhan janin dan neonatus selama
pertumbuhan dan perkembangan intrauterine
• Defisiensi vitamin D berhubungan dengan peningkatan risiko
migraine
• Suplemen vitamin D 10 µg/ hari (atau yang ekivalen) saat ini
direkomendasikan untuk semua wanita hamil dan menyusui
• Vitamin D dosis tinggi dapat meningkatkan konsentrasi serum
kalsium, yang dapat menyebabkan hiperkalsemua inmaternal,
fetal, maupun neonatal
• Bukti ilmiah tidak cukup untuk mendukung penggunaan yang
aman pada koenzim Q10 selama kehamilan awal atau saat
menyusui
• Suplementasi dengan 100 mg koenzim Q10 dua kali sehari
dari minggu ke-20 kehamilan dapat menurunkan risiko
preeklampsia pada wanita dengan risiko tinggi
• Magnesium sulfat dipertimbangkan sesuai untuk kehamilan
dan ibu menyusui, namun FDA merekomendasikan batas atas
konsumsi magnesium sulfat 350 mg setiap hari
TATALAKSANA GAWAT DARURAT UNTUK SAKIT
KEPALA
• Selama hamil dan menyusui, prochlorperazine 10 mg atau
chlorpromazine 25 hingga 50 mg dengan injeksi IM efektif untuk
sakit mengatasi sakit kepala berat bahkan jika tanpa menggunakan
analgesik, dan bersaman dengan pemberian cairan melalui IV
biasanya cukup untuk mencegah serangan
• Magnesium sulfat 1 g IV diberikan dalam 15 menit memberikan
dampak efektif pada studi randomized single blind, placebo trial
pada 30 pasien dengan migraine
• Kombinasi prochlorpramazine 10 mg IV setiap 8 jam dan
magnesium sulfat IV 1 g setiap 12 jam berhasil digunakan untuk
mengatasi dua kasus migrain dengan aura berkelanjutan selama
kehamilan
• Pemberian magnesium sulfat berkelanjutan selama 5 hingga 7
hari pada kehamilan sebaiknya dihindari karena dapat
menyebabkan penurunan level kalsium dan perubahan masa
tulang pada bayi
• Kortikosteroid dapat berhasil untuk mengatasi sakit kepala
dengan mual muntah pada hiperemesis gravidarum
• Penggunaan prednison selama 6 hari dengan ketentuan
berikut (60 mg/hari selama 2 hari, 40 mg/hari selama 2 hari,
dan 20 mg/ hari selama 2 hari) dapat dipertimbangkan untuk
mengatasi serangan sakit kepala dengan durasi lama,
terutama jika ada bukti penggunaan obat berlebihan
 Paparan kronis dosis tinggi steroid pada kehamilan sebaiknya
dihindari sebagaimana hal ini dapat menyebabkan supresi
adrenal pada janin/neonatus, dan peningkatan insidensi
anomali congenital, katarak neonatus, ketika obat ini
digunakan selama kehamilan
 Prednisone/prednisolone tidak perpengaruh pada saat
menyusui
KESIMPULAN
 Sebagian sakit kepala yang terjadi selama kehamilan dan
masa menyusui adalah jinak dan sebagian besar dapat
membaik dengan intervensi minimal
 kehamilan dapat menjadi faktor risiko untuk beberapa sakit
kepala yang mengancam jiwa dan membutuhkan evaluasi
cepat
 Pemeriksaan pada pasien hamil dengan sakit kepala
bergantung pada anamnesis langsung untuk mengungkap
gejala peringatan yang membutuhkan manajemen dan
tatalaksana segera
• Penegakan diagnosis sakit kepala sama dengan pada kasus
wanita tidak hamil, meskipun ambang batas untuk
mempertimbangkan gangguan tertentu menjadi lebih rendah
pada ibu hamil, dan diperlukan pemeriksaan rutin hingga
masa post-partum,
• Sangat penting untuk meminimalisir paparan obat pada
wanita yang merencanakan kehamilan atau pada mereka
dengan risiko tinggi kehamilan yang tidak direncanakan
• Kebanyakan obat dan agen teratogen lainnya menyebabkan
pengaruh besar terhadap janin selama trimester kedua dan
ketiga kehamilan
 Jika obat-obatan dikonsumsi pada semua fase kehamilan,
maka penting bagi ibu jamil untuk diberi informasi yang cukup
mengenai risiko apa saja yang dapat terjadi untuk
memutuskan keputusan dalam memilih obat
 Manajemen non-farmakologis, dan perubahan gaya hidup
dapat efektif tanpa perlu menambahkan intervensi obat dan
memiliki manfaat yang berkelanjutan hingga masa setelah
kehamilan
Download