II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perubahan Sosial 1

advertisement
11
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Perubahan Sosial
1. Konsep Perubahan Sosial
Perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam
struktur dan fungsi masyarakat. Pandangan serupa dikemukakan oleh
Wilbert Moore yang memandang perubahan sosial sebagai perubahan
struktur sosial, pola perilaku dan interakasi sosial. Sedangkan Menurut Mac
Iver, perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi dalam hubungan
sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (Robert H. Laurer,
1993:289).
Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan.
Perubahan dapat berupa pengaruhnya terbatas maupun luas, perubahan yang
lambat dan ada perubahan yang berjalan dengan cepat. Perubahan dapat
mengenai nilai dan norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan
lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan
wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. Perubahan- perubahan yang
terjadi pada masyarakat merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa
menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya
komunikasi modern (Soerjono Soekanto, 2009:259).
12
Definisi perubahan sosial menurut beberapa ahli sosiologi: Soerjono
Soekanto (2009:262-263).
a. Kingsley Davis
mengartikan “perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang
terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat” (Soerjono Soekanto,
2009:262)
b. MacIver
mengatakan
“perubahan-perubahan
sosial
merupakan
sebagai
perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships)
atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium)
hubungan sosial” (Soerjono Soekanto, 2009:263)
c. JL.Gillin dan JP.Gillin
mengatakan “perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari
cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahanperubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi
penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuanpenemuan baru dalam masyarakat”(Soerjono Soekanto, 2009:263)
d. Selo Soemardjan.
Rumusannya adalah “segala perubahan- perubahan pada lembagalembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai,
sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat” (Soerjono Soekanto, 2009:263)
13
Dari definisi di atas dapat disimpulkan perubahan sosial adalah perubahan
yang terjadi dalam struktur masyarakat yang dapat mempengaruhi pola
interaksi sosial di dalam suatu yang dapat bersifat membangun karakter
manusia menuju proses yang lebih baik atau malah sebaliknya.
2. Karakteristik Perubahan Sosial
Perubahan Sosial memiliki beberapa karakteristik yaitu:
a. Pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsurunsur immaterial.
b. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
masyarakat.
c. Perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships)
atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium)
hubungan sosial.
d. Suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena
perubahan- perubahan kondisi geografis, kebudayaan material,
komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun
penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
e. Modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan
manusia.
f. Segala
bentuk
perubahan-perubahan
pada
lembaga-lembaga
kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi
sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola
perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
14
3. Bentuk-bentuk Perubahan
a. Perubahan lambat dan perubahan cepat
Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu yang lama, rentetan
rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat, dinamakan
evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana
atau kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan,
keadaan-keadaan,
dan
kondisi-kondisi
baru
yang
timbul
sejalan
pertumbuhan masyarakat (Soerjono Soekanto, 2009:269).
Soerjono Soekanto (2009:271) Sementara itu perubahan-perubahan sosial
yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendisendi pokok kehidupan masyarakat. Secara Sosiologis agar suatu revolusi
dapat terjadi, maka harus dipenuhi syarat-syarat tertentu antara lain:
1) Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
2) Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap
mampu memimpin masyarakat tersebut.
3) Pemimpin
diharapkan
dapat
menampung
keiginan-keinginan
masyarakat untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa
tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan.
4) Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada
masyarakat.
5) Harus ada momentum yaitu saat dimana segala keadaan dan faktor
sudah tepat dan baik untuk memulai suatu gerakan.
15
b. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
Perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur
unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau yang
berarti bagi masyarakat.Perubahan mode pakaian, misalnya, tidak akan
membawa pengaruh apa- apa bagi masyarakat dalam keseluruhannya,
karena tidak mengakibatkan perubahan- perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Sedangkan perubahan besar adalah perubahan-perubahan
yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yaitu membawa pengaruh
besar pada masyarakat(Soerjono Soekanto, 2009:272).
c. Perubahan yang dikehendaki (intended-change) atau perubahan yang
direncanakan (planned-chage) dan perubahan yang tidak dikehendaki
(unitended-change)
atau
perubahan
yang
tidak
direncanakan
(unplanned-change).
Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan
yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh
pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan didalam masyarakat.
Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agen of chage yaitu
seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat
sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga- lembaga kemasyarakatan.
Sedangkan perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau yang tidak
direncanakan merupakan perubahan-perubahan
yang terjadi
tanpa
dikehendaki atau berlangsung diluar jangkauan pengawasan masyarakat
16
dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak
diharapkan masyarakat (Soerjono Soekanto, 2009:272-273).
4. Faktor Penyebab Perubahan Sosial
Soerjono Soekanto (2009:275-282) Secara umum penyebab dari
perubahan sosial budaya dibedakan atas dua golongan besar, yaitu:
Perubahan yang berasal dari masyarakat itu sendiri dan Perubahan yang
berasal dari luar masyarakat. Secara jelas akan dipaparkan di bawah ini:
a. Perubahan yang Berasal dari Masyarakat.
i. Bertambah atau berkurangnya penduduk.
Perubahan
jumlah
penduduk
merupakan
penyebab
terjadinya
perubahan sosial, seperti pertambahan atau berkurangnya penduduk
pada suatu daerah tertentu. Bertambahnya penduduk pada suatu
daerah dapat mengakibatkan perubahan pada struktur masyarakat,
terutama mengenai lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sementara
pada daerah lain terjadi kekosongan sebagai akibat perpindahan
penduduk tadi.
ii. Penemuan-penemuan baru
Penemuan-penemuan baru akibat perkembangan ilmu pengetahuan
baikberupa
teknologi
maupun
berupa
gagasan-gagasan
menyebarkemasyarakat, dikenal, diakui, dan selanjutnya diterima
sertamenimbulkan perubahan sosial.
17
b. Perubahan yang Berasal dari Luar Masyarakat.
i. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada
disekitar manusia.
Menurut Soerjono Soekanto sebab yang bersumber pada lingkungan
alam fisik yang kadang-kadang disebabkan oleh tindakan para warga
masyarakat itu sendiri. Misalnya, penebangan hutan secara liar oleh
segolongan anggota masyarakat memungkinkan untuk terjadinya
tanah longsor, banjir dan lain sebagainya.
ii. Peperangan
Peperangan yang terjadi dalam satu masyarakat dengan masyarakat
lain menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat dahsyat
karena peralatan perang sangat canggih.
iii. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Adanya interaksi langsung antara satu masyarakat dengan masyarakat
lainnya akan menyebabkan saling pengaruh. Selain itu pengaruh dapat
berlangsung melalui komunikasi satu arah yakni komunikasi
masyarakat dengan media-media massa.
B. Tinjauan Tentang Pola Interaksi Sosial
1. Konsep Pola Interaksi Sosial
Para ahli sosiologi mengklasifikasikan bentuk dan pola interaksi sosial
menjadi dua, yaitu proses sosial yang bersifat menggabungkan (associative
processes) dan proses sosial yang menceraikan (dissociative processes).
Proses sosial yang mengarah menggabungkan ditujukan bagi terwujudnya
nilai-nilai yang disebut kebajikan-kebajikan sosial seperti keadilan sosial,
18
cinta kasih, kerukunan, solidaritas dan dikatakan sebagai proses positif.
Sedangkan proses sosial menceraikan mengarah kepada terciptanya nilainilai negatif atau asosial seperti kebencian, permusuhan, egoisme,
kesombongan, pertentangan, perpecehan dan ini dikatakan proses negatif .
Gillin dan Gillin dalam (Soerjono Soekanto, 2002:71).
Interaksi sosial adalah suatu hubungan timbal balik antara individu dengan
individu lainnya, individu dengan kelompok dan sebaliknya. Interaksi
sosial memungkinkan masyarakat berproses sedemikian rupa sehingga
membangun suatu pola hubungan. Interaksi sosial dapat pula diandaikan
dengan apa yang disebut Weber sebagai tindakan sosial individu yang
secara subjektif diarahkan terhadap orang lain(Robert H. Laurer, 1993:37)
Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa
interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya
orang-perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan
pergaulan hidup dalam kelompok sosial. Pergaulan hidup tersebut baru
akan terjadi apabila orang-orang perorangan atau kelompok-kelompok
manusia bekerja sama, saling berbicara dan seterusnya untuk mencapai
suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, maupun pertikaian. Maka
dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan dasar dari proses sosial,
yang menunjuk pada hubungan-hubungan yang dinamis (Soekanto,
2009:58).
19
2.
Proses Interaksi Sosial
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pelbagai faktor, antara
lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut
dapat bergerak baik sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan
tergabung. Dijelaskan lebih lanjut bahwa faktor imitasi mempunyai
peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi
positifnya ialah dapat mendorong seseorang mematuhi kaedah-kaedah dan
nilai-nilai berlaku, sedangkan segi negatifnya antara lain tindakan yang
ditiru adalah tindakan yang menyimpang. Faktor sugesti terjadi apabila
seseorang memberikan pandangan atau suatu sikap yang kemudian
diterima pihak lain (Soekanto,2002:69),
Dalam melihat interaksi sosial menurut Simmel (dalam Lawang,
1986:256), tidak dapat dilepaskan dari konsep bentuk dan isi. Isi mengacu
kepada bagaimana interaksi itu dimaknakan. Bentuk dan isi sama-sama
dinamis sehingga memberi jiwa kepada proses sosial. Jika dalam interaksi
sosial, isi dan bentuk dipisah atau isi tidak ada hubungan dengan apa yang
sedang dilakukan maka bentuk yang dihasilkan adalah sosialibilitas. Jika
bentuk, dan isi tidak terpisah, bentuk merupakan alat untuk mencapai
tujuan yang bersifat praktis, bentuk berubah menjadi tujuan diri sendiri.
Bersatunya individu dengan membentuk kelompok terjadi jika ada tujuan
yang akan dicapai bersama, tetapi tujuan yang akan dicapai tersebut tidak
membentuk corak interaksi.
20
Dalam
menanggapi
interaksi
sosial,
selain
Simmel
dapat
pula
dikemukakan di sini pendapat dari Robert K. Merton (dalam Soekanto,
2009:71) yang menjelaskan bahwa interaksi sosial itu terbentuk karena
adanya kesamaan tujuan dan makna dari interaksi tersebut. Dikemukakan
bahwa tujuan dan makna adalah inti (core) dari interaksi sosial, yang
memberikan bobot pada interaksi yang dikembangkan. Semakin banyak
kesamaan tujuan dan makna yang dikembangkan, makin besar bobot
interaksi yang dikembangkan, ada beberapa pilihan yang dimungkinkan
untuk individu bertindak dalam kontek interaksi bila interaksi yang
dilakukan tidak berkembang. Di mulai dari toleransi yang paling rendah
yaitu melakukan perbaikan pada diri sendiri, merupakan sesuatu yang arif
yang dikembangkan manusia.
Upaya
lain
yang
dilakukan
setelah
kegagalan
adalah
adanya
kecenderungan manusia untuk mengambil langkah tidak memperbesar
pertentangan dengan cara menarik diri dari jaringan interaksi. Tindakan ini
menunjukkan bahwa manusia memiliki sifat dasar untuk menghindarkan
diri dari resiko benturan dengan orang lain yang sekaligus menonjolkan
eksistensi diri. Sedangkan tindakan menentang atau memberontak secara
terbuka adalah pilihan terakhir dari pilihan yang tidak dapat dihindarkan
(Robert H. Laurer,1993:39).
3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk
interaksi
sosial
dapat
dapat
berupa
kerja
sama
(cooperation) persaingan (competition) dan bahkan juga berbentuk
21
pertentangan atau pertikaian (conflict). Suatu pertikaian mungkin
penyelesaian tersebut hanya dapat diterima untuk sementara waktu, yang
dinamakan akomodasi dan ini berarti kedua belah pihak belum tentu puas
sepenuhnya suatu keadaan dapat di anggap sebagai bentuk ke empat dari
interaksi sosial (Soekanto, 2009:64)
a. Proses Asosiatif (associative proceses)
Soekanto (2009:65-88) bentuk interaksi sosial asosiatif adalah proses
interaksi sosial yang mengarah pada kerja sama dan persatuan. Proses
asosiatif dibagi menjadi empat kategori, yaitu kooperasi, akomodasi,
asimilasi, dan akulturasi.
1.
Kerja Sama (Cooperation)
Cooperation,
yaitu
kerja
sama
antarwarga
negara
untuk
menjalankan aktivitas bersama. Tujuan kegiatan kooperasi adalah
memajukan masyarakat. Cooperation dalam masyarakat dapat
berupa kerja bakti, dalam politik dilakukan dengan istilah koalisi.
Koalisi adalah kerja sama dua atau lebih partai politik dan
membentuk satu fraksi (kekuatan politik) baru. Dalam bidang
ekonomi ada istilah merger, yaitu bergabungnya dua atau lebih
perusahaan menjadi satu.
2.
Akomodasi (accommodation)
Proses akomodasi adalah proses yang terjadi dalam masyarakat
sekitar kita untuk berusaha menjalankan norma yang berlaku.
22
Norma adalah aturan-aturan yang terdapat dalam masyarakat dalam
bentuk tidak tertulis. Norma biasanya dibuat menurut kesepakatan
lingkungan tertentu. Setelah norma dijalankan oleh masyarakat,
harapannya norma tersebut akan dipahami oleh masyarakat.
Tujuannya agar tidak terjadi pertikaian atau konflik akibat salah
paham dengan norma tersebut atau pelaksanaannya yang terpaksa.
Dalam akomodasi terdapat istilah koersi, kompromi, mediasi,
konsiliasi, dan adjudikasi.
Koersi adalah akomodasi yang dipaksakan. Kompromi adalah
menyelesaikan konflik dengan jalan tengah dan tidak merugikan
pihak yang berkonflik. Mediasi adalah penyelesaian masalah
dengan
menghadirkan
pihak
ketiga
untuk
membantu
menyelesaikan. Konsiliasi adalah menyelesaikan permasalahan
dengan dialog. Adjudikasi adalah menyelesaikan masalah sesuai
ketentuan hukum yang berlaku.
Proses akomodasi mempunyai manfaat yang dapat kita ambil, yaitu
meredakan konflik dan mengusahakan persatuan. Meredakan
Konflik, Usaha meredakan konflik dalam masyarakat sangat
diutamakan agar kerukunan tetap terjalin. Meskipun demikian,
bukan berarti konflik itu salah. Konflik dibutuhkan untuk
mengoreksi ide atau kebijakan. Konflik menjadi negatif apabila
pelaku konflik tidak menggunakan akal sehat dan cenderung
menggunakan kekuatan massa.
23
3.
Asimilasi
Proses asimilasi adalah proses interaksi dua kelompok masyarakat
yang
keduanya
melebur
menghilangkan
perbedaan
untuk
melakukan persatuan. Proses ini sering terjadi karena dua pihak
merasa ingin berkembang bersama tanpa mempermasalahkan
perbedaan yang ada. Syarat terjadinya asimilasi adalah bila ada
perbedaan ciri khas di antara dua kelompok. Proses asimilasi dapat
dibantu dengan adanya perkawinan antarkelompok toleransi, sikap
terbuka, dan sedikit persamaan unsur kebudayaan. Berikut tersaji
tabel yang berisikan tentang faktor pendorong dan penghambat
adanya asimilasi.
4.
Akulturasi
Akulturasi adalah proses sosial yang terjadi karena pertemuan dua
kebudayaan secara berkesinambungan. Pertemuan ini akan
menghasilkan ciri tertentu dan masih meninggalkan ciri asli tiap
kelompok budaya.
b. Proses Disosiatif (dissociative processes)
Merupakan proses interaksi yang dijalankan dalam bentuk persaingan,
kontroversi,
pertentangan
dan
yang
pertentangan.
disebabkan
Proses
disosiatif
terjadi
perbedaan-perbedaan.
Jika
karena
kita
menganggap kebiasaan lain salah, yang akan terjadi adalah saling
menjelekkan kemudian menimbulkan konflik. Konflik inilah akar dari
24
perpecahan yang sangat merugikan kita dan orang lain sebagai kelompok
sosial. Oposisi Bentuk interaksi sosial ini terjadi pada manusia yang
selalu mencoba menyalahkan hal atau kebijakan yang telah dibuat
sebelumnya. Seseorang yang melakukan oposisi disebut dengan oposan.
Seorang oposan akan selalu menyerang pendapat orang lain yang tidak
sesuai dengan jalan pikiran dan idenya tanpa memiliki alasan pasti.
Akibat yang ditimbulkan adalah perpecahan dalam skala besar. Jika hal
ini tidak segera diselesaikan, akan menimbulkan permusuhan yang
meluas.
1.
Persaingan (competition)
Bentuk interaksi sosial kompeisi tujuannya adalah usaha untuk
mencapai prestasi dengan cara mempertahankan mutu dan kualitas
kerja serta sarana agar masyarakat terus berkembang. Setelah
memahami tujuan kompetisi, kita akan membahas bentuk
persaingan yang terjadi dalam masyarakat. Bentuk persaingan
dalam masyarakat meliputi, sosial, kebudayaan, politik, ekonomi,
dan teknologi.
2.
Kontraversi (contravention)
Kontraversi pada hakekatnya adalah proses sosial yang berada
antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontraversi
terutama ditandai dengan ketidakpastian mengenai diri seseorang
atau mengenai rencana dan perasaan tidak suka yang di
25
sembunyikan, kebencian atau keragu-raguan terhadap keperibadian
seseorang.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapatlah dikatakan bahwa pola-pola
tindakan dalam berinteraksi pada suatu masyarakat dibentuk oleh sistem
nilai budaya yang tercermin dalam karakteristik kelompok masyarakat dan
persepsi atau sikap yang hidup dalam masyarakat tersebut.
C. Tinjauan Tentang Konflik
1. KonsepKonflik
Menurut Johnson (Soekanto 2002) konflik adalah situasi dimana tindakan
salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu
tindakan pihak lain. (Simon Fisher, 2000:95) konflik akan terjadi bila
seseorang melakukan sesuatu tetapi orang lain menolak, menyangkal,
merasa keberatan atau tidak setuju dengan apa yang dilakukan seseorang.
Selanjutnya dikatakan bahwa konflik lebih mudah terjadi diantara orangorang yang hubungannya bukan teman dibandingkan dengan orang-orang
yang berteman (Simon Fisher, 2000:95).
2. Faktor Pemicu Konflik
Pemicu Konflik adalah peristiwa, kejadian atau tindakan yang dapat
menyulut sumberpotensi konflik menjadi konflik yang nyata. Tanpa adanya
sumber potensi konflik, padaumumnya peristiwa yang terjadi di suatu lokasi
mudah diselesaikan dengan cepat dan tanpamenimbulkan dampak yang
meluas. Sebaliknya di lokasi yang memang sudah ada endapanpotensi
konflik, peristiwa kecil dapat dengan cepat meluas dan melibatkan konflik
26
masalyang sangat sulit untuk diatasi. Dengan demikian pemicu konflik pada
dasarnya dapat berupaperistiwa gangguan keamanan yang biasa atau bahkan
sangat sederhana, namun akibat dariadanya kaitan dengan potensi yang
mengendap tersebut, maka peristiwa kecil justru seringdimanfaatkan oleh
provokator untuk menyulut konflik yang besar (Simon Fisher, 2000 : 97).
Daerah-daerah pasca-konflik umumnya masih dalam kondisi perdamaian
yang masih rentan (peace vulnerabilities) sehingga konflik mudah kembali
muncul ke permukaan. Tantangan dihadapi terutama bersumber dari masih
adanya kesenjangan perdamaian (peace gaps), yaitu kesenjangan antara
tujuan perdamaian ideal diharapkan dan realisasi perdamaian nyata dicapai
di masyarakat. Untuk memastikan pembangunan perdamaian berlangsung
secara berkelanjutan, dengan itu maka penting untuk dilakukan upayaupaya mengatasi dan mengisi kesenjangan perdamaian (fullfiling the peace
gaps) ini, baik pada level kebijakan maupun dalam praktik pembangunan
perdamaian ditingkat komunitas (Simon Fisher, 2000 : 99).
Kesenjangan perdamaian bisa terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Bisa
bersumber dari masalah-masalah lemahnya pencapaian perdamaian (peace
making) atau kesepakatan damai (peace accord/ aggrement) dicapai. Bisa
juga
bersumber
dari
lemahnya
kelembagaan
dan
implementasi
pembangunan perdamaian berlangsung di masyarakat. Bisa juga bersumber
dari beratnya dampak atau beban masalah dihadapi akibat konflik di masa
lalu (Simon Fisher, 2000 : 101).
27
3. Pengelolaan Konflik
Pendapat Deutch yang dikutip oleh Bernt dan Ladd (Amrul Djana, 2013)
menyatakan beberapa pengelolaan konflik atau bisa disebut manajemen
konflik, yaitu :
1. Destruktif Adalah bentuk penanganan konflik dengan menggunakan
acaman, paksaan, atau kekerasan. Adanya usaha ekspansi yang
meninggi di atas isu awalnya atau bisa dikatakan individu cenderung
menyalahkan.
2. Konstruktif Merupakan bentuk penanganan konflik yang cenderung
melakukan negosiasi sehingga terjadi satu tawar menawar
yang
menguntungkan serta tetap mempertahankan interaksi sosialnya.
Selain itu dapat pula menggunakan bentuk lain yang disebut
reasoning yaitu sudah dapat berpikir secara logis dalam penyelesaian
masalah.
Setiap konflik yang ada dalam kehidupan apabila dapat dikelola
dengan baik, maka akan sangat bermanfaat dalam hal memajukan
kreativitas dan inovasi, meskipun konflik memiliki sisi konstruktif dan
sisi destruktif.
28
4. Penyelasaian Konflik
Prijosaksono dan Sembel (Amrul Djana, 2013) mengemukakan berbagai
alternatif penyelesaian konflik dipandang dari sudut menang-kalah masingmasing pihak, ada empat kuadran manajemen konflik yaitu :
1. Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi)
Kuadran pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik
kolaborasi atau bekerja sama. Tujuan adalah mengatasi konflik
dengan
menciptakan
penyelesaian
melalui
konsensus
atau
kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai.
Proses ini biasanya yang paling lama memakan waktu karena harus
dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya berada di
kedua ujung ekstrim satu sama lainnya. Proses ini memerlukan
komitmen yang besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan
dapat menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh. Secara
sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak
memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya
dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua
kepentingan tersebut.
2. Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)
Kuadran kedua ini memastikan bahwa ada pihak yang memenangkan
konflik dan pihak lain kalah. Biasanya menggunakan kekuasaan atau
pengaruh untuk mencapai Spiritual kemenangan. Biasanya pihak yang
kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan berikutnya,
sehinggaterjadilah suatu suasana persaingan atau kompetisi di antara
29
kedua pihak. Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak
mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam
posisi kalah, sehingga hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang
membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.
3. Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi)
Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kalahmenang ini berarti ada pihak berada dalam posisi mengalah atau
mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya digunakan untuk
menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga
merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari
konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang kita inginkan.
Mengalah dalam hal ini bukan berarti kalah, tetapi kita menciptakan
suasana untuk memungkinkan penyelesaian terhadap konflik yang
timbul antara kedua pihak.
4. Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik)
Kuadran keempat ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan
menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Bisa
berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan
konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik
tersebut. Cara ini sebenarnya hanya bisa dilakukan untuk potensi
konflik yang ringan dan tidak terlalu penting.
30
D. Kerangka Pikir
Lampung merupakan suatu daerah yang banyak dihuni masyarakat dengan
bermacam-macam budaya didalamnya, keanekaragaman budaya dalam suatu
masyarakat pasti muncul perbedaan-perbedaan yang beranekaragam dan
menimbulkan berbagai macam karakter masyarakat. Perbedaan karakter
sikap dan perilaku dapat menyebabkan tidak sejalannya proses interaksi yang
terjadi.Banyaknya perbedaan dalam suatu interaksi masyarakat bisa timbul
suatu
pertentangan
dan
terjadi
konflik
dalam
suatu
masyarakat
tersebut.Konflik bisa timbul dari berbagai macam hal, dari hal yang “sepele”
hingga hal yang membuat orang lain merasa tidak tenang dengan suatu
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Konflik tidak bisa lepas dari
kehidupan manusia, karena selama masih ada masyarakat pasti akan ada
konflik di dalam nya, baik konflik yang tidak terlihat (laten) hingga konflik
yang terlihat menimbulkan kekerasan (manifest).
Dengan terjadinya konflik dalam masyarakat pasti akan berdampak pada
perubahan sosial didalamnya, perubahan itu bisa berdampak positif dan juga
bisa berdampak negatif. Dampak tersebut dapat di amati salah satunya pada
pola interaksi didalam masyarakat tersebut, pola interaksi sosial dalam
masyarakat dibedakan menjadi dua yaitu proses sosial yang bersifat
menggabungkan (associative processes) dan dan proses sosial yang
menceraikan
(dissociativeprocesses).
Proses
sosial
yang
bersifat
menggabungkan merupakan salah satu cara untuk menciptakan tatanan
masyarakat yang memiliki tatanan nilai-nilai kebaikan didalamnya seperti
keadilan sosial, kerukunan dan solidaritas yang tinggi serta bersifat positif.
31
Sedangkan proses sosial yang bersifat menceraikan lebih mengarah ke hal
yang negativ seperti permusuhan, kebencian kesombongan, pertentangan
yang akan menimbulkan suatu perpecahan.
Berdasarkan pemaparan di atas peneliti ingin mengetahui proses sosial seperti
apa yang terjadi di Desa Balinuraga pasca terjadinya konflik antar Desa
tersebut. Apakah menuju proses sosial yangbersifat menggabungkan
(associative processes) ataukah malah terjadi proses sosial yang bersifat
menceraikan (dissociative processes).
32
E. Skema Kerangka Pikir
Pertentangan (Conflik) Dalam Masyakat Balinuraga
Perubahan Pola Interaksi
Masyarakat
Proses Sosial Bersifat
Menggabungkan
(associative processes)
Proses Sosial Bersifat
Menceraikan
(dissociative processes)
Gambar 2.1Bagan Kerangka Pikir. 2013
Download