2 tinjauan pustaka

advertisement
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Smart tractor
Perkembangan pertanian membutuhkan cara baru untuk meningkatkan
efisiensinya. Salah satu pendekatannya adalah dengan menggunakan teknologi
informasi dalam bentuk mesin yang lebih cerdas (intelligent machines) untuk
menurunkan energi input dengan cara yang lebih efektif dibandingkan dengan
sebelumnya. Munculnya arsitektur sistem otonomi (autonomous system)
memberikan kesempatan untuk mengembangkan peralatan pertanian baru yang
lebih lengkap berdasarkan mesin cerdas dengan ukuran yang lebih kecil. Traktor
cerdas (smart tractor) adalah suatu mesin yang ditambahkan kecerdasan ke dalam
mesin tersebut sehingga mampu berperilaku seperti manusia, mampu bekerja
dalam waktu yang lama, tanpa adanya pengawasan, dan melakukan kerja yang
bermanfaat (Blackmore et. al 20004b).
Ide mengenai robotic agriculture (pelayanan mesin cerdas pada lingkungan
pertanian) bukanlah suatu hal yang baru lagi. Sebelumnya telah banyak
dikembangkan penelitian dan kajian mengenai traktor tanpa awak namun hasil
penelitian tersebut masih belum memuaskan, hal ini dikarenakan terbatasnya
kemampuan untuk menjelaskan betapa kompleksnya dunia nyata (Blackmore et al
2004b). Yu (2009) mengembangkan teori chaotic bionics pada pengembangan
navigasi otomatis untuk kendaraan tanpa awak (UAV). Multisensor yang
terintegrasi digunakan untuk melakukan kontrol pada lingkungan real-time. Saat
ini telah dikembangkan mesin cerdas yang kecerdasasannya cukup untuk bekerja
pada lingkungan tetap atau semi alami. Mesin tersebut tidak harus bekerja
secerdas manusia pada umumnya, namun harus mampu memerankan tingkah laku
yang pantas dalam mengenali situasi dan kondisi sekitarnya. Salah satu cara untuk
memahami kompleksitas adalah dengan mengenal apa yang dilakukan oleh
manusia pada situasi tertentu dan menguraikan tindakan tersebut kedalam kontrol
mesin. Metode ini disebut dengan tingkah laku robot dan konsep penerapan pada
pertanian (Blackmore et al 2004b).
Pertanian presisi adalah sebuah inovasi yang terintegrasi dan mempunyai
tujuan standar secara internasional untuk meningkatkan efisiensi penggunaan
sumber daya dan mengurangi kebutuhan yang tidak pasti dengan tujuan akhir
untuk mengontrol pertanian yang bervariasi (Schellberg et al 2008). Menurut
Shibusawa (1996) dalam Blackmore et al (2005) menyatakan bahwa perlakukan
pada tanaman dan tanah secara selektif menurut kebutuhannya oleh mesin
otomatis yang berukuran kesil merupakan langkah selanjutnya dalam
pengembangan pertanian presisi dalam rangka menurunkan skala lahan menjadi
lebih kecil untuk per individu tanaman atau phytotechnology.
Pengertian sederhana dari pertanian presisi lainnya adalah melakukan
sesuatu pekerjaan secara tepat di tempat yang tepat dalam waktu yang tepat
dengan jumlah yang tepat. Definisi ini tidak hanya dipakai untuk robot pertanian
(robotic agriculture) dan phytotechnology tetapi juga digunakan pada tingkatan
otomatisasi pada mesin pertanian. Penginderaan dan kontrol otomatis untuk
masing-masing pekerjaan juga penting dan beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa sistem ini layak digunakan tetapi sangat lambat, oleh karena itu tidak
5
berjalan secara ekonomis jika dioperasikan pada traktor tanpa kemudi.
(Blackmore et al 2004b).
Gambar 1 Traktor mini dengan: (a) Portal Crop Scouting Platform oleh Madsen
dan Jakobsen (2001) dan (b) sub canopy robot ISAAC2 yang
dikembangkan oleh tim mahasiswa Hohenheim University (Blackmore
et al 2005).
Menurut Rains dan Thomas (2009) ada lima komponen teknologi yang
digunakan dalam pertanian presisi, yaitu Geographical Information System (GIS),
Global Positioning System (GPS), sensors, variable rate technology, dan, yield
monitoring. Sensor yang dipasang pada kendaraan aplikator dapat memberikan
data yang dapat digunakan untuk menilai kondisi lapangan dan untuk menentukan
(secara keseluruhan atau sebagian) tingkat aplikasi yang diinginkan. Beberapa
contoh sensor yang umum digunakan adalah sensor Doppler seperti radar untuk
menentukan kecepatan kendaraan aplikator (Sudduth 1999), kamera CCD untuk
aplikasi deteksi rintangan (Ahmad 2006; Apostolopoulos et al 1999).
Rintangan
Menurut Robert dan Corke (1999) rintangan merupakan sesuatu yang
menyebabkan bahaya dan tindakan yang tidak diinginkan jika terkena kendaraan
(kendaraan yang dipasang sistem deteksi rintangan). Terdapat tiga kelas umum
yang termasuk rintangan, yaitu manusia, kendaraan lain, rintangan lain yang
terdapat pada lintasan. Menurut Ribeiro (2005), berdasarkan ilmu pengetahuan
mengenai lingkungan dan posisi tujuan, navigasi robot otomatis mengacu kepada
kemampuan robot untuk bergerak dengan aman menuju tujuan menggunakan
pengetahuannya dan informasi yang diperoleh sensor dari lingkungan sekitarnya.
Meskipun terdapat banyak perbedaan cara pendekatan mengenai navigasi, secara
umum sebagian besar cara tersebut membaginya ke dalam hal perencanaan jalur
(path planning) dan penghindaran rintangan.
Pengetahuan mengenai rintangan merupakan suatu tindakan yang erat
kaitannya dengan sistem pemanduan suatu kendaraan dalam melakukan navigasi.
Wilson (2000) menerangkan upaya peneliti lebih dari 50 tahun dalam
mengembangkan sistem pemandu untuk kendaraan pertanian. Berdasarkan kajian
yang dilakukan, terdapat dua teknologi terbaru yang digunakan, yaitu: komputer
vision dan GPS (Global Positioning System) yang mana teknologi tersebut
mempunyai kemampuan dan karakteristik yang mendekati dalam meniru
kemampuan operator manusia untuk pelaksanaan sistem pemanduan kendaraan.
6
Sensor Deteksi Rintangan
Ide mengenai traktor otomatis bukanlah suatu hal yang baru lagi. Dengan
menggunakan teknologi GPS dan sistem peralatan pertanian yang berbasis
komputer menjadikan mimpi mengenai pertanian otomatis semakin dekat. Secara
sederhana pekerjaan yang masih membosankan seperti pembajakan dan
pemanenan pada lahan dapat digantikan oleh traktor otomatis yang tidak akan
pernah lelah dalam bekerja dan akan melakukan pekerjaan yang diberikan.
Kemampuan untuk mengenali lingkungan sekitar merupakan isu terpenting untuk
kendaraan otomatis, khususnya traktor pertanian (Gray 2010). Traktor otomatis
harus dilengkapi dengan sensor yang dapat mengumpulkan data lingkungan yang
cukup yang akan digunakan untuk navigasi kendaraan otomatis dan mempunyai
kecepatan kerja yang tinggi dan efektif.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai kendaraan otomatis dan
robot diperoleh bahwa terdapat lima sampai enam perbedaan tipe sensor deteksi
rintangan yang efektif. Sensor-sensor ini dapat diklasifikasikan mulai dari harga
murah sampai yang sangat mahal. Masing-masing sensor ini mempunyai manfaat
tersendiri pada masing-masing aplikasinya. Sensor-sensor ini tidak dibatasi untuk
pendeteksian rintangan, namun sebagian sensor digunakan untuk lokalisasi
kendaraan. Sensor ini juga dapat digunakan untuk mengekstrak perbedaan fitur
daun untuk pengenalan tumbuhan yang digunakan dalam proses pemberian pupuk
yang tepat, dalam jumlah yang tepat terhadap tumbuhan yang berbeda (Harper
1999). Sensor juga digunakan untuk proses pemetaan dan lokalisasi sebuah robot.
Misalnya Horn (1995) menggunakan 3D laser-range-data pada robot untuk
melakukan sistem lokalisasi pada robot yang melakukan navigasi secara otomatis.
Jika sensor-sensor yang ada dapat digunakan secara efektif untuk membuat peta
dari lingkungan kendaraan maka kemungkinannya sensor-sensor ini mampu
mendeteksi rintangan pada lingkungan pertanian (Gray 2000). Sensor ini antara
lain CCD kamera, Sensor ultrasonik (sonar), Scanning laser, 3D Sccanning Laser,
dan Milimeter Wave Radar. Namun pada bagian ini yang dibahas hanya CCD
kamera, Scanning Laser, dan3D Scanning Laser.
CCD Kamera
Kamera merupakan sebuah sensor pasif karena sensor ini membutuhkan
cahaya dari lingkungannya untuk menerangi bidang pandangnya. Kamera dapat
dikatakan mirip dalam arti yang sempit dengan mata manusia (Gray 2010). Motta
et al (2001) menggunakan kamera CCD tunggal pada robot dalam rangka
melakukan kalibrasi menggunakan 3D vision. Ali (2006) menggunakan kamera
CCD tunggal dalam mendeteksi keberadaan pohon untuk navigasi otomatis
kendaraan di hutan. Selain itu Subramanian (2006) juga menggunakan kamera
tunggal untuk mengambangkan sistem machine vision dalam memandu kendaraan
otomatis pada navigasi di perkebunan jeruk. Dua kamera bisa juga digunakan
bersama sebagai stereo vision yang memberikan jarak ke target objek. Banyak
penelitian yang telah menggunakan konsep stereo vision dalam mendeteksi
rintangan. Antara lain Bischof (1999) menggunakan dua kamera untuk navigasi
robot indoor HERMES yang bertugas dalam melayani manusia. Apostolopoulos
(1999) menggunakan dua kamera untuk membantu dalam navigasi dan
7
pendeteksian rintangan untuk robot pencari meteorit di benua Antartika. Tiga
kamera CCD juga digunakan pada robot HERMES III digabungkan dengan
penggunaan laser range finder dalam melakukan navigasi otomatis (Andersen et
al 1992).
Meskipun stereo vision menyerupai konsep mata manusia, akan tetapi
sistem ini mempunyai beberapa kekurangan. Sistem stereo vision membutuhkan
penerangan yang bagus, tanpa ini kamera tidak mampu menerangi bidang
pandang sehingga menyebabkan rintangan tidak jelas dan bahkan tak terlihat.
Selain itu biaya yang dikeluarkan pada sistem ini sangat mahal dan sangat lambat
jika digunakan pada kondisi real-time, serta sulitnya membedakan antara latar
belakang dan objek rintangan (Gray 2000). Warna latar belakang sering memiliki
warna yang sama dengan warna tanaman sehingga kamera tidak berfungsi secara
efektif (Harper 1999).
Gambar 2 Penggunaan kamera CCD sebagai sensor dalam navigasi dan deteksi
rintangana pada: (a) robot indoor HERMES (Bischof 1999) dan (b)
nomad robot (Subramanian 2006)
Beberapa peneliti melakukan penggabungan kamera CCD dengan sensor
deteksi rintangan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran informasi yang
lebih jelas dalam melakukan navigasi otomatis. Wu et al (1996) melakukan
penelitian mengenai deteksi rintangan dengan menggunakan kamera CCD dan
laser range finder radar (LRFR) dalam rangka mendapatkan informasi mengenai
lingkungan. Model 2D lingkungan dibangun dan rintangan pada lintasan dideteksi
dengan menggunakan informasi gabungan baik mengenai jarak citra yang
diperoleh dari LRFR dan kamera CCD.
Scanning Laser
Scanning laser adalah jenis ke tiga dari sensor setelah CCD kamera dan
sensor ultrasonik. Scanning Laser menggunakan sinar pantulan laser yang
melewati kaca yang berputar. Sinar pantulan akan melewati kaca dan menuju
target kemudian berbalik menuju sensor untuk perhitungan jarak. Dua tipe utama
scanning laser telah digunakan. Pertama beam laser yang memancarkan sinar
secara kontinyu dan dari pantulan sinarnya data jarak dihitung. Jenis laser ini
termasuk laser kelas 1 dan tidak direkomendasikan karena tidak aman untuk mata.
8
Jenis scanning laser kedua adalah pulse laser yang mengirim banyak pulsa-pulsa
laser dan rata-rata dari data jarak pada masing-masing pulsa ini digunakan untuk
menentukan jarak ke objek. Laser jenis ini merupakan laser kelas 3 dan aman
untuk mata. Keuntungan yang lain dari pulse laser ini adalah error pengukuran
dapat diminimalisir dibandingkan dengan beam laser. Bailey (1999)
menggunakan laser scanner untuk menentukan posisi dari robot seperti terlihat
pada Gambar 3.
Gambar 3 Penggunaan laser scanner pada SydNav mobile robot (Bailey 1999)
3D Scanning Laser
3D scanning laser adalah jenis sensor deteksi yang keempat. Perbedaannya
dengan 2D scanning laser adalah jauhnya perbedaan harga dan kerumitannya.
Hasil scanning dari 3D scanning laser terlihat sangat menarik, tetapi untuk sistem
real-time tidak memungkinkan. Untuk melakukan scan pada resolusi 8000 piksel
membutuhkan waktu 80 detik. Kekurangan yang lain dari sensor ini adalah
harganya per unit yang mahal. Beberapa 3D scanning laser dengan spesifikasi
yang sama harganya bisa mencapai $150,000.00. Harga yang sangat mahal jika
digunakan pada kendaraan pertanian meskipun kecepatan scanning nya real-time.
Gambar 4 memperlihatkan 3D laser finder pada robot otomatis yang melakukan
scanning pada rintangan berupa manusia pada lintasan kerjanya.
Gambar 4 Gambaran visual dari: (a) 3D Scanning laser, (b) objek sebagai
rintangan, dan (c) hasil pembacaan scanning (Surmann 2001)
9
Tabel 1 Perbedaan lima sensor yang digunakan untuk mendeteksi rintangan (Gray
2010)
Operasi
dalam
berbagai
cuaca
CCD Camera
Ultrasonik
Scanning laser
3D Scanning laser
Milimeter Wave
Radar
Operasi
dalam
berbagai
pencahayaan
Minimal
Kecepatan
jarak deteksi waktu
15 m
respon
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Harga
relatif
murah
√
√
√
√
Teknik Pengolahan Citra Digital
Menurut Ahmad (2005) pengolahan citra (image processing) merupakan
suatu sistem visual yang mengolah data citra dengan hasil pengolahan berbentuk
citra lain yang mengandung atau memperkuat informasi khusus pada citra hasil
pengolahan sesuai dengan tujuan pengolahannya. Pengertian pengolahan citra
(image processing) sedikit berbeda dengan pengertian mesin visual (machine
vision), meskipun keduanya seolah-olah dapat digunakan dengan maksud yang
sama. Sedangkan terminologi mesin visual digunakan bila data hasil pengolahan
citra langsung diterjemahkan dalam bentuk lain, misalnya grafik yang siap
diinterpretasikan untuk tujuan tertentu, gerak peralatan atau bagian dari peralatan
mekanis, atau aksi lainnya yang berarti bukan merupakan citra lain.
Citra digital dapat diperoleh secara otomatis dari sistem penangkap citra
digital (digital image acquisition system atau digitizen) yang melakukan
penjelajahan citra dan membentuk suatu matriks dimana elemen-elemennya
menyatakan nilai intensitas cahaya pada suatu himpunan diskrit dari titik-titik.
Sistem tersebut merupakan bagian terdepan dari suatu sistem pengolah citra.
Sistem penangkap citra digital sendiri terdiri dari tiga komponen dasar, yaitu:
sensor citra yang bekerja sebagai pengukur intensitas cahaya, perangkat penjelajah
yang bertugas merekam hasil pengukuran intensitas pada seluruh bagian citra, dan
pengubah analog-ke-digital yang mengubah harga kontinu menjadi harga diskrit
sehingga dapat diproses dengan komputer (Arymurti dan Setiawan 1992).
Ada beberapa perangkat keras yang diperlukan terutama untuk melakukan
proses digitasi yaitu sensor citra (image sensor), yang digunakan untuk
menangkap pantulan cahaya dari objek yang kemudian akan disimpan dalam
bentuk nilai intensitas di dalam memori komputer. Salah satu sensor citra yang
paling banyak digunakan saat ini adalah solid-state image sensor karena
mempunyai banyak kelebihan seperti konsumsi daya listrik yang kecil, ukurannya
kecil dan kompak, dan tahan guncangan. Sensor jenis ini sangat diperlukan bila
untuk diintegrasikan ke dalam suatu mesin atau sistem robotik agar bentuknya
kompak dan padat (Ahmad 2005).
10
Solid-state image sensor mempunyai sebuah larik elemen foto-elektrik yang
dapat membangkitkan tegangan listrik dari photon ketika menerima sejumlah
energi cahaya. Sensor jenis ini dapat diklasifikasikan berdasarkan caranya
melakukan scanning, yang umumnya dibedakan menjadi dua yaitu jenis chargecouple device (CCD) dan complementary metal-oxide semi conductor (CMOS).
Jenis CCD mempunyai kelebihan pada resolusi yang tinggi dan kompensasi dari
ketersediaan cahaya yang lemah, sedangkan jenis CMOS mempunyai kelebihan
pada bentuk yang kecil dan ringan dengan tetap memberikan hasil citra yang
tajam.
Sebuah kamera TV umumnya terdiri dari satu atau lebih sensor citra.
Sebuah lensa, dan rangkaian komponen lain seperti pembangkit scanning, penguat
(amplifier) dan rangkaian pemroses sinyal. Sebuah kamera warna mungkin
mempunyai tiga sensor citra, masing-masing untuk warna merah (red), hijau
(green), dan biru (blue), atau mempunyai satu sensor yang dilengkapi dengan
filter warna RGB. Untuk pengoperasian di luar ruangan dimana tingkat iluminasi
sangat bervariasi dan tergantung pada keadaan lingkungan, sebuah kontrol
otomatik untuk diafragma pembukaan lensa mungkin menjadi suatu kelengkapan
yang diperlukan, agar citra yang dihasilkan tidak terlalu tinggi variasinya bila
terjadi perubahan tingkat iluminasi (Ahmad 2005). Gambar 7 menunjukkan skema
perangkat keras pengolahan citra beserta alirannya.
Gambar 5 Perangkat keras untuk pengolahan citra beserta aliran datanya (Ahmad
2005)
Sinyal yang dihasilkan oleh kamera TV adalah sebuah sinyal citra yang
dapat digambarkan sebagai sinyal analog dari bentuk gelombang listrik yang tidak
dapat langsung dipetakan ke dalam memori komputer untuk membentuk suatu
citra. Sinyal analog ini kemudian dikonversi menjadi sinyal digital oleh sebuah
analog-digital (A/D) converter. Karena konversi ini, bentuk sinyal analog yang
kontinyu berubah menjadi sinyal digital yang diskrit atau putus-putus. Selanjutnya
sinyal digital keluaran A/D converter ditransmisikan kepada memori komputer
untuk membentuk citra digital. Rangkaian perangkat keras yang dilengkapi
dengan A/D converter dan memori citra ini disebut penangkap bingkai citra
(image frame grabber). Format sinyal digital hasil konversi A/D converter sama
dengan format video dan citra yang dipancarkan stasiun-stasiun TV. Phase
Alternating Lines (PAL) merupakan format umum yang digunakan untuk Eropa
Barat termasuk Jerman dan Inggris, Asia dan Afrika. Perangkat peralatan ini
secara umum disebut alat digitasi citra (image digitizer) dan prosesnya disebut
digitasi citra (image digitizing) (Ahmad, 2005).
11
Perangkat lainnya yang diperlukan adalah unit display untuk monitor citra
yang ditangkap oleh kamera, menampilkan citra yang sudah diproses, baik hasil
antara maupun hasil akhir. Tanpa kehadiran monitor, pengolahan citra dapat tetap
berlangsung karena data citra disimpan dan diproses dalam memori komputer,
namun kita tidak dapat menyaksikan proses yang berlangsung untuk melakukan
pemeriksaan terhadap proses yang sedang berlangsung (Ahmad 2005).
Perangkat lunak (software) yang digunakan dalam pengolahan citra sangat
bergantung pada jenis penangkap bingkai citra yang digunakan. Secara umum,
pemrograman pengolahan citra dapat dibedakan menjadi dua, yaitu program tunda,
di mana program yang dibuat melakukan manipulasi dan analisis citra yang sudah
direkam atau disimpan dalam bentuk file sebelumnya, bukan yang langsung
ditangkap oleh kamera. Program jenis ini memanggil file citra yang sudah
disimpan berupa bingkai citra ke dalam memori komputer, melakukan manipulasi
atau perhitungan terhadap data dalam memori, menyimpan kembali data hasil
hasil manipulasi dalam file citra yang baru, atau menampilkan (atau menyimpan)
data hasil ekstraksi citra (Ahmad 2005).
Jenis pemograman citra yang ke dua adalah program live atau lebih dikenal
dengan sebutan real-time program, yaitu program yang menangkap citra,
memindahkan bingkai ke dalam memori komputer, melakukan analisis dan
perhitungan, dan menghasilkan citra lain atau lebih sering lagi suatu keputusan,
tergantung kepada tujuannya. Keputusan ini biasanya digunakan untuk melakukan
aksi, misalnya memberi predikat pada objek yang diambil citranya seperti pada
sistem sortasi, atau menggerakkan manipulator untuk memetik buah pada robot
pemanen buah, dan sebagainya. Sistem ini disebut dengan mesin visual, karena
menghasilkan aksi yang berbeda, bukan lagi citra yang baru. Dengan demikian
jelas terlihat bahwa program pengolah citra jenis ini lebih kompleks dibandingkan
dengan program yang bersifat tunda, karena selain mempunyai modul-modul
pengolah citra, ia juga dilengkapi dengan modul-modul interfacing yang
berhubungan dengan bagian atau peralatan lain dari sistem yang diperlukan untuk
melakukan aksi yang diinginkan (Ahmad 2005).
Menurut Sommerville (2004) sistem real-time terdiri dari sistem yang
memonitor dan mengontrol lingkungan, sistem yang tidak bisa dipisahkan dari
komponen hardware berupa sensor dan aktuator, dan waktu yang merupakan
faktor kritis. Dalam hal ini sistem real-time didefinisikan sebagai suatu sistem
software dimana sistem dapat berfungsi dengan benar bergantung pada hasil yang
diproduksi oleh sistem dan waktu pada hasil tersebut diproduksi. Terlihat bahwa
sistem real-time sangat berhubungan dengan respon waktu. Menurut Gray (2010)
berdasarkan penelitian yang menggunakan sensor dalam mendeteksi rintangan
terlihat bahwa waktu merupakan factor kritis dalam respon traktor. Respon waktu
pada penggunaan CCD kamera bergantung pada kecepatan dan kemampuan
image processing (pengolahan citra). Komputer yang yang memiliki kemampuan
pengolahan yang cepat hal ini tidak menjadi masalah dan respon waktu kamera
cukup cepat untuk mendeteksi rintangan pada jarak yang aman.
Thresholding
Operasi thresholding (binerisasi) merupakan operasi pengolahan citra yang
mengubah piksel-piksel objek pada citra warna menjadi piksel-piksel dengan
12
intensitas maksimum (255) pada citra biner dan mengubah piksel-piksel latar
belakang pada citra warna menjadi piksel-piksel dengan intensitas minimum (0)
pada citra biner, atau sebaliknya (objek dengan intensitas 0 dan latar belakang
dengan nilai intensitas 255 pada citra biner yang dihasilkan). Operasi thresholding
dapat dilakukan dengan hanya melihat nilai-nilai intensitas sinyal merah, sinyal
hijau, atau sinyal biru. Operasi dapat juga dilakukan dengan melihat nilai
intensitas rata-rata sinyal merah, sinyal hijau, dan sinyal biru. Thresholding
dengan cara yang terakhir ini sama saja dengan melakukan thresholding terhadap
citra grayscale, karena citra grayscale dihasilkan dengan merata-ratakan nilai
intensitas ketiga sinyal merah, hijau, dan biru (Ahmad 2009).
Pengukuran jarak dua piksel atau dua komponen dari citra diperlukan dalam
banyak aplikasi, baik untuk tujuan terakhir maupun untuk tujuan antara. Ada tiga
cara yang umum digunakan untuk mengukur jarak dua buah titik pada citra yaitu
metode euclidean, city-block, dan chess board seperti yang terlihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Contoh dari pengukuran jarak (atas) dan bentuk transformasi citra
biner ke jarak (bawah); (a) euclidean, (b) city-block dan (c) chess
board (Ahmad 2005)
Ketiga cara perhitungan jarak diatas memberikan hasil trasnformasi yang
berbeda terhadap objek berbentuk persegi dengan ukuran 8x8 piksel. Terlihat pada
Gambar 6 bahwa pengukuran jarak dengan menggunakan metode euclidean
memberikan hasil yang lebih akurat dan mempunyai variasi yang lebih banyak
pada hasil pengukurannya. Pengukuran jarak cara euclidean lebih banyak
digunakan dari pada dua cara yang lainnya bila yang dibutuhkan adalah informasi
jarak dua buah piksel dalam citra.
Metode Triangulasi
Trigonometri merupakan suatu metode dalam perhitungan untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perbandingan-perbandingan pada
bangun geometri, khususnya dalam bangun yang berbentuk segitiga. Trigonometri
berasal dari bahasa Yunani trigono yang berarti segitiga dan metro berarti
mengukur. Trigonometri adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara sisi
dan sudut suatu segitiga (Corral 2009).
Dalam trigonometri dan geometri dasar, triangulasi adalah proses mencari
koordinat dan jarak sebuah titik dengan mengukur sudut antara titik tersebut dan
dua titik referensi lainnya yang sudah diketahui posisi dan jarak antara keduanya.
Gambar 7 menunjukkan hubungan fungsi dasar trigonometri.
13
Gambar 7 Hubungan fungsi trigonometri
Untuk menentukan jarak suatu titik dari dua posisi jarak yang telah
diketahui keberadaannya maka digunakan prinsip triangulasi. Sebagai contoh
berikut ilustrasi perhitungan jarak menggunakan prinsip triangulasi.
Gambar 8 Ilustrasi perhitungan jarak kamera dan citra dengan menggunakan
prinsip triangulasi
Gambar 8a dan 8c merupakan penembakan sinar laser merah pada jarak
pengambilan yang berbeda (x yang berbeda). Penembakan pada jarak yang
berbeda menyebabkan perubahan jarak antara sinar merah pointer laser terhadap
koordinat pusat citra (y yang berbeda) namun membentuk sudut α yang cendrung
tetap.
Dengan memanfaatkan perbandingan trigonometri menggunakan aturan
tangensial
maka diperoleh nilai perbandingan y dan x. Nilai ini
merupakan nilai kalibrasi optis kamera untuk memprediksi jarak sebenanya (x)
pada kondisi real-time.
14
Aplikasi Sensor Deteksi dan Pengolahan Citra Real-Time pada Traktor
Pertanian
Beberapa penelitian telah melakukan pengembangkan mesin otomatis.
Alegri et al. (2011) mengembangkan suatu navigasi traktor pada kondisi outdoor
berdasarkan tampilan visual citra secara real-time dan data citra laser. Kendaraan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah traktor komersial hidraulik (AGRIA
S.A). Sensor untuk keamanan, pengenalan lokasi dan lingkungan sekitar diinstal
pada traktor dan adaptasi mekanik telah dilakukan untuk memperoleh kopling,
rem, dan strir otomatik. 2D laser range finder dan kamera visual diinstall di
bagian depan traktor untuk memudahkan melakukan deteksi dan pengenalan objek
yang berjarak dekat. Kamera digital ditempatkan dibagian depan yang dilengkapi
dengan pelindung yang tembus cahaya untuk melindungi kamera dari debu,
kelembaban, dan getaran. Resolusi citra yang digunakan adalah 640 x 480 piksel.
Laser yang digunakan merupakan sinar infrared dengan panjang gelombang 905
nm yang menerima pantulan sinar secara langsung dari objek pada koordinar polar.
Seperti pada Gambar 9.
Gambar 9 Tampilan (a) Traktor-robot DEDALO (b) gambar detail 2D laser
range finder dan visual kamera (Alegri 2011)
Cara operasi laser pada kasus ini berdasarkan prinsip pengukuran time-of
light (TOF), single laser pulse dikirim dan dipantulan oleh permukaan objek.
Waktu yang dibutuhkan antara pengeluaran dan penerimaan digunakan sebagai
perhitungan jarak antara laser dan objek. Laser range finder ditempatkan pada
ketinggian 0.67 m diatas permukaan tanah yang diset pada jarak maksimum 8 m
dengan resolusi angular 1 °.
Gambar 10 Tampilan citra (a) visual pemandangan outdoor, (b) representasi
sudut-jarak laser, dan (c) tampilan visual dari dua benda yang
terdeteksi oleh laser pada kisaran jarak 1-8 m dan dipetakan pada
frame visual putih (Alegri 2011)
15
Contoh hasil metoda penggabungan sensor dapat dilihat pada Gambar 10 di
atas. Dua garis hitam pada Gambar 12c menunjukkan objek yang terdeteksi oleh
laser pada jarak 3 dan 7 m (Gambar 12b). Dimana laser yang digunakan
mempunyai kisaran sudut 53-127° pada penempatan -37° sampai +37° (74°) sudut
pandang kamera. Pada tahap selanjutnya dilakukan penentuan citra visual yang
berkenaan dengan dua garis hitam pada Gambar 12c melalui segmentasi dan
klasifikasi citra. Warna buatan pada Gambar 13b menunjukkan objek pada
pemandangan outdoor yang diperoleh melalui pengembangan region growing
algorithm.
Gambar 11 (a) citra visual dari penggabungan kamera-laser, (b)
segmentasi visual citra oleh region growing algorithm
(jarak objek diwakili oleh warna buatan)
Sebuah sistem kendaraan pertanian otomatis telah dikembangkan oleh Torri
(2000) di Jepang dengan mengaplikasikan pengolahan citra dan sensor citra.
Algoritma pengolahan citra untuk tanaman telah dikembangkan di Tokyo
University. Algoritma ini telah dikembangkan untuk pemandu navigasi traktor
untuk digunakan pada baris tanaman pertanian, termasuk penyiangan mekanik dan
aplikasi pemupukan yang tepat. Untuk pedoman pemandangan yang akurat,
analisis citra dari barisan tanaman pada lahan merupakan hal yang sangat
diperlukan. Oleh karena itu perbedaan antara tanaman dari tanah atau latar
belakang dengan akurasi yang tinggi, deteksi batas baris antara tanaman dengan
areal tanah dan identifikasi posisi menggunakan pemandangan tiga dimensi sangat
dibutuhkan. Untuk membedakan antara tanaman tersebut, maka digunakan
transformasi warna HSI (hue, saturation, and intensity). Gambar 12 berikut
memperlihatkan hasil deteksi lahan pertanian dalam navigasi otomatis kendaraan
yang berbasis pengolahan citra dan sensor citra.
Gambar 12 Citra hasil transformasi HIS (hue, saturation, and intensity) (Torri
2000)
16
Subramanian (2006) mengembangkan machine vision dan sensor laser untuk
melakukan navigasi otomatis traktor yang bekerja pada tanaman jeruk. Gambar 13
memperlihatkan kendaraan yang dilengkapi dengan sensor kamera CCD dan
sensor laser. Citra hasil olahannya dapat dilihat pada Gambar 14. Dari hasil ini
diperoleh error rata-rata 2.8 cm jika menggunakan machine vision dan sebesar
2.5 cm jika menggunakan sensor laser (ladar).
Gambar 13 Kamera CCD dan laser sensor diatas cabin traktor untuk memandu
navigasi kendaraan otomatis (Subramanian 2006)
Gambar 14 Hasil Machine vision pada barisan tanaman jeruk: (a) gambar asli,
(b) segmentasi kanopi, dan (c) batas jalur (Subramanian 2006)
Chen dan Tsai (1999) mengembangkan suatu sistem deteksi dan
penghindaran rintangan untuk navigasi autonomous land vehicle (ALV) pada
kondisi outdoor dengan menggunakan komputer vision dan teknik pengolahan
citra. Untuk memutuskan apakah objek yang terdapat pada citra merupakan
sebuah rintangan, maka urutan proses yang dilakukan sebagai berikut: pertama
penentuan batas bentuk objek dari citra yang diperoleh, kedua penentuan posisi
objek dengan menggunakan teknik transformasi koordinat berdasarkan asumsi
tinggi objek 0, dan terakhir titik navigasi yang aman ditentukan dan sudut belok
dihitung untuk memandu kendaraan kearah titik navigasi untuk penghindaran
rintangan. Gambar 15 menunjukkan hasil ekstraksi citra pada sistem penghindaran
rintangan oleh ALV.
17
Gambar 15 Tampilan citra (a) kondisi jalan sebenarnya dan (b) ekstraksi dan
prediksi batas titik objek (Chen dan Tsai 1999)
Penelitian mengenai smart traktor telah dilakukan dibeberapa negara.
Rahman (2013) mengembangkan traktor pintar yang dapat bekerja secara otomatis
dalam mendukung kegiatan budidaya pertanian presisi yang meliputi
pengembangan sistem mekatronika strir, kopling, akselerator, rem dan implemen
serta pengaplikasian perangkat RTK-DGPS pada sistem navigasi traktor. Set-up
pengujian dapat dilihat pada Gambar 16.
Antena radio
rover - baseline
Lahan
pengujian
Antena
GPS
Baseline
GPS
Traktor yang
dikendalikan
Gambar 16 Set-up pengujian lahan (Rahman 2013)
Pengujian dilakukan pada 3 jenis lintasan, yaitu: lintasan garis lurus,
lintasan kotak serta pengolahan tanah menggunakan rotary harrower. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa sistem kemudi otomatis yang telah dibangun
mampu mengarahkan traktor mengikuti lintasan yang diinginkan dengan error
rata-rata pada lintasan lurus sebesar 12 cm, pada lintasan kotak sebesar 11.6 cm
dan pada pengolahan tanah sebesar 17.9 cm. Bentuk hasil pengujian dengan
lintasan lurus, kotak, dan pengolahan tanah pada pengulangan 3 dapat dilihat pada
Gambar 17.
Download