hasyatillah - Repositori Tugas Akhir Universitas Maritim Raja Ali Haji

advertisement
PELAKSANAAN PENGAWASAN ILLEGAL FISHING OLEH PETUGAS
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN DI KABUPATEN KEPULAUAN
ANAMBAS TAHUN 2014
NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
DESTI WAHANA
NIM : 110565201026
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA HAJI
TANJUNGPINANG
2015
1
PELAKSANAAN PENGAWASAN ILLEGAL FISHING OLEH PETUGAS
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN DI KABUPATEN KEPULAUAN
ANAMBAS TAHUN 2014
DESTI WAHANA
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH
Di wilayah Kabupaten Anambas sendiri lebih dominan perbatasan
wilayahnya merupakan lautan maka peran petugas Dinas Kelautan dan Perikanan
sangat diperlukan dalam menjaga laut perbatasannya. Pengawasan keamanan
penjagaan perbatasan (border guards) yang merupakan petugas dengan memiliki
fungsi bidang pengendali dan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan,
penegakan hukum untuk mencegah keluar-masuknya tindak kejahatan atau
kegiatan illegal lainnya. Mendeteksi gangguan atau ancaman keamanan nasional,
dengan mengontrol pergerakan orang dan kendaraan yang melintasi perbatasan
wilayah perairan Anambas. Fenomena yang terjadi di wilayah ini adalah
maraknya Illegal Fishing. Illegal Fishing diartikan sebagai kegiatan penangkapan
ikan yang dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatu perairan yang menjadi
yurisdiksi suatu Negara tanpa izin dari Negara tersebut atau bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan dalam penelitian ini untuk untuk
mengetahui bagaimana
implementasi kebijakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Tugas Pengawas Perikanan
(studi tentang pelaksanaan pengawasan illegal fishing di Kabupaten Kepulauan
Anambas). Dan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kebijakan Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014
tentang Pelaksanaan Tugas Pengawas Perikanan yang terjadi di perairan Anambas
yang dijalankan oleh petugas di Bidang Pengawasan. Operasionalisasi konsep
yang di gunakan dalam penelitian ini mengacu kepada konsep Edward III.
Informan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 7 orang. Analisis data yang di
gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif dan triangulasi
Hasil penelitian di lapangan di peroleh bahwa pelaksanaan pengawasan
illegal fishing belum dapat terlaksana dengan sepenuhnya. belum terlaksana
pengawasan secara benar, sebab dalam pemeriksaan kapal nelayan petugas Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Anambas tidak semua terlibat dan tidak semua
dokumen yang menjadi tanggungjawab Dinas Kelautan dan Perikanan. Petugas
belum mampu mengatur waktu pengawasan dokumen kapal penangkap ikan
kemudian semua pihak dapat bekerjasama dalam melaksanakan tugas patroli di
perairan Anambas dengan saling berkoordinasi antara Dinas Kelautan dan
Perikanan maupun pihak Angkatan Laut
Kata Kunci : Pelaksanaan Pengawasan, Illegal Fishing
1
IMPLEMENTATION OF THE SUPERVISION OF ILLEGAL FISHING BY
OFFICERS OF THE DEPARTMENT OF MARINE AND FISHERIES IN THE
ANAMBAS ISLANDS REGENCY 2014
DESTI WAHANA
Students of Science Of Government, FISIP, UMRAH
In the area of the County own more dominant Anambas border territory is
Ocean Marine Service Officer role then and fisheries is indispensable in
maintaining sea borders. Supervision of security guarding the border (border
guards) who is the officer with the function field of the controlling and monitoring
of marine resources and fisheries, law enforcement to prevent crimes or keluarmasuknya activities of other illegal substances. Detect interference or threats to
the national security, by controlling the movement of people and vehicles crossing
the boundary of territorial waters Anambas. The phenomenon is happening in this
region is rampant Illegal Fishing. Illegal Fishing refers to fishing activities
carried out by the person or a foreign vessel on a waters into the jurisdiction of a
country without the permission of the State or contrary to any applicable laws and
regulations.
The goal in this research for policy implementation to know how the
regulation of the Minister of marine and fisheries of the Republic of Indonesia
number 17 2014 Supervisory Tasks on the implementation of the fisheries (studies
on the implementation of the supervision of illegal fishing in the Anambas Islands
Regency). And to know the factors that influence the policies of regulation of the
Minister of marine and fisheries of the Republic of Indonesia number 17 2014
Supervisory Tasks on the implementation of the fisheries that occur in the waters
of Anambas run by officers in the field of supervision. Operasionalisasi concepts
in use in this study refers to the concept of Edward III. Informants in this study i.e.
as many as 7 people. The analysis of the data used in this study is the analysis of
qualitative data analysis and triangulation
The research results obtained in the field in that the implementation of the
supervision of illegal fishing is not yet fully concluded. has not been done
correctly, for the oversight in examination of Marine Service Officer fishing boats
and fishing District Anambas not all involved and not all of the documents that
became the responsibility of the Department of marine and Fisheries. The officer
has not been able to set the time supervision document fishing vessel then all
parties can cooperate in carrying out the duties of patrol Anambas in waters with
mutual coordination between the Department of marine and Fisheries as well as
Naval parties.
Keywords: supervision, Illegal fishing
2
PELAKSANAAN PENGAWASAN ILLEGAL FISHING OLEH PETUGAS
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN DI KABUPATEN KEPULAUAN
ANAMBAS TAHUN 2014
A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara Kepulauan
yang memiliki batas-batas wilayah secara geografis berada di posisi silang
antara Samudra Fasifik dan Samudera Hindia. Indonesia sebagai Negara
Kepulauan terdiri dari pulau-pulau kecil yang memiliki sumber daya alam
dan kelautan yang sangat besar. Indonesia juga menganut sistem kelautan
sebagian besar penduduknya melakukan kegiatan sebagai nelayan dan sistem
kemaritiman yang diatur oleh peraturan Kesahbandaran. Sumber daya alam
yang menjadi kekayaan Indonesia salah satu hasil laut yaitu ikan dengan
berbagai jenis. Kegiatan masyarakat Indonesia juga mayoritas bermata
pencaharian nelayan sebagai sumber ekonomi. Seperti yang dipaparkan oleh
(Wan ihwan : 2013)
“Prospek pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia sangat cerah
dan menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang strategis karena Bangsa
Indonesia terdiri atas 17.502 buah pulau, dan garis pantai sepanjang
81.000 km dengan Luas wilayah perikanan di laut sekitar 5,8 juta Km2,
yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta Km2 serta
perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta Km2.
Potensi lestari sumber daya perikanan tangkap Indonesia sebesar 6,4 juta
ton per-tahun. Sedangkan potensi yang dapat dimanfaatkan sebesar 80 %
yaitu 5,12 juta ton per-tahun. Namun demikian, telah terjadi
ketidakseimbangan tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan antar
kawasan dan antar jenis sumber daya. Di sebagian wilayah telah terjadi
gejala tangkap lebih (over fishing ) seperti di Laut Jawa dan Selat Malaka,
sedangkan di sebagian besar wilayah timur tingkat pemanfaatannya masih
3
di bawah potensi lestari. (Wan ihwan dalam Https://Www. Academia. Edu
/6127725/ Potensi Produksi Sumberdaya Ikan di Perairan Laut Indonesia
dan Permasalahannya).
Beragamnya potensi Kelautan, dan luasnya perairan laut Indonesia
mendatangkan kejahatan. Akibat kejahatan tersebut, Indonesia diperkirakan
mengalami kerugian hingga 19 Triliun Rupiah per-tahun. Bila dipersentase
maka 22 persen kerugian akibat kejahatan di laut Dunia terjadi di Indonesia.
Melihat kenyataan ini, Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan
pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan dan perikanan. Arah
kebijakan
ini
tentunya
diupayakan
untuk
mewujudkan
pengelolaan
sumberdaya kelautan dan perikanan secara bertanggungjawab, agar setiap
potensi kelautan yang dimiliki bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah diterjemahkan
dan ditegaskan dengan kebijakan pengawasan dalam penanggulangan Illegal,
Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. IUU Fishing diartikan sebagai
kegiatan perikanan yang tidak sah, yang tidak diatur oleh peraturan yang ada,
dan segala aktivitas yang tidak dilaporkan kepada suatu instansi atau lembaga
pengelola perikanan yang tersedia.
Pemerintah juga mengatur tentang masalah kegiatan penangkapan
ikan sesuai dengan aturan yang berlaku di perairan Anambas. Kemudian
untuk mengatur masyarakat yang melanggar hukum dalam bidang
penangkapan ikan maka dibuat sistem kemasyarakatan oleh Pemerintah
sebagai proses dan tujuan pembinaan bagi masyarakat yang melanggar
hukum termasuk hukum kelautan.
Pemerintah juga memberikan masukan
4
dalam memajukan pengelolaan penangkapan ikan yang benar demi kemajuan
masyarakat nelayan, khususnya para nelayan yang tinggal di Kabupaten
Anambas.
Illegal Fishing diartikan sebagai kegiatan penangkapan ikan yang
dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatu perairan yang menjadi
yurisdiksi suatu Negara tanpa izin dari Negara tersebut atau bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini dipertegas
dalam Pasal 1 angka 7 Undang-undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009
mengemukakan bahwa :
“Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam
pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,
pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi
serta penegakan hukum bagi peraturan perundang-undangan di
bidang perikanan, yang dilakukan oleh Pemerintah atau otoritas lain
yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktifitas sumber
daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.”
Di wilayah Kabupaten Anambas sendiri lebih dominan perbatasan
wilayahnya merupakan lautan maka peran petugas Dinas Kelautan dan
Perikanan sangat diperlukan dalam menjaga laut perbatasannya. Pengawasan
keamanan penjagaan perbatasan (border guards) yang merupakan petugas
dengan memiliki fungsi bidang pengendali dan pengawasan sumber daya
kelautan dan perikanan, penegakan hukum untuk mencegah keluar-masuknya
tindak kejahatan atau kegiatan illegal lainnya. Mendeteksi gangguan atau
ancaman keamanan nasional, dengan mengontrol pergerakan orang dan
kendaraan yang melintasi perbatasan wilayah perairan Anambas.
5
Pada pelaksanaan pembangunan nasional berdasarkan pengelolaan
sumber daya ikan perlu dilakukan sebaik- baiknya, berdasarkan keadilan dan
pemerataan
dalam
memanfaatkan
maupun
mengutamakan
perluasan
kesempatan kerja dan peningkatan tarap hidup khususnya nelayan,
pembudidayaan ikan, dan pihak- pihak yang terkait dengan kegiatan-kegiatan
perikanan serta terbinanya pelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan
menyebutkan bahwa “perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungan mulai
dari pra-produksi, produksi, pengelolaan sampai dengan pemasaran, yang
dilakukan dalam sistem bisnis perikanan.”
Sejalan dengan permasalahan yang terjadi di perairan Anambas
bahwa pencurian ikan atau illegal fishing perlu ditangani dengan serius. Hal
ini merupakan tanggung jawab petugas untuk mengawasi terjadinya illegal
fishing yang dapat merugikan ekonomi nelayan Anambas. Bila dilihat dari
fakta yang ada bahwa sumber perikanan di Kabupaten Anambas sangat
melimpah sehingga kapal ikan asing banyak yang melakukan pencurian ikan
tersebut.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 53/Kepmen-Kp/2014 Tentang Rencana Pengelolaan Dan
Zonasi Perairan Kepulauan Anambas Dan Laut Sekitarnya Di Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2014-2034 dijelaskan bahwa Kabupaten Kepulauan
Anambas merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Natuna di
6
Propinsi Kepulauan Riau. Posisi kabupaten ini sangat strategis karena
berdekatan dengan negara tetangga yakni Singapura dan Malaysia. Kabupaten
Kepulauan Anambas memiliki 255 pulau dengan 5 pulau diantaranya
merupakan pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor KEP.35/MEN/2011 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi
Perairan Nasional Kepulauan Anambas dan Laut Sekitarnya di Provinsi
Kepulauan Riau, disebutkan bahwa KKPN ini dicadangkan sebagai Taman
Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Anambas dan Laut Sekitarnya seluas
1.262.686,2 ha.
Dari data sementara yang diperoleh masalah illegal fishing sebanyak
lima puluh empat kasus yang terjadi di perairan laut Cina Selatan. Untuk
lebih jelas dapat di lihat kasus-kasus illegal fishing yang pernah terjadi di
perairan Anambas pada tabel di bawah ini :
Tabel I
Data Pelanggaran Perikanan (Illegal Fishing) Pada Peninjauan
Penangkapan Kapal Nelayan dan ABK Tahun 2010-2014
No
Tahun
1
2
2010
2011
3
4
5
2012
2013
2014
Kasus Pelanggaran Illegal Fishing
Kelengkapan
dokumen
5
7
Jumlah
Alat tangkap
5
7
4
4
NIHIL
NIHIL
11
11
Jumlah
Sumber Data : Dinas Kelautan dan Perikanan Tahun 2014
10
14
8
0
22
54
7
Adapun kapal ikan asing nelayan yang memasuki wilayah perairan
Anambas antara lain nelayan Thailand dan Vietnam. Akibat nelayan asing
masuk tanpa izin terjadilah Pelanggaran Kebijakan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang
pelaksanaan tugas pengawas perikanan dalam Pasal 10 ayat
2 bahwa
“pelaksanaan tugas pengawasan dilakukan dengan patroli pengawasan dan
pemantauan pergerakan kapal perikanan yang dilaksanakan untuk mencegah
terjadinya kegiatan perikanan yang melanggar hukum, tidak dilaporkan, dan
tidak diatur serta kegiatan yang merusak sumber daya ikan dan
lingkungannya.”
Lebih lanjut di dalam Pasal 11 ayat 2 diatur tentang bentuk
pelaksanaan tugas pengawasan yang dilakukan sebagai berikut:
a. Memeriksa kelengkapan dan keabsahan SIPI dan atau SIKPI,
Surat Laik Operasi, dan Surat Persetujuan Berlayar.
b. Memeriksa kelengkapan dan keabsahan izin penelitian dan
pengembangan perikanan.
c. Memeriksa peralatan dan keaktifan SPKP.
d. Memeriksa kapal perikanan, alat penangkapan ikan, dan atau alat
bantu penangkapan ikan.
e. Memeriksa kesesuaian komposisi anak buah kapal perikanan
dengan Crew List.
Tugas pengawasan tersebut merupakan tanggung jawab petugas
untuk secara langsung melakukan pemeriksaan baik surat izin maupun
peralatan yang dimiliki kapal, sebab dengan tidak adanya dokumen kapal yang
lengkap maka kapal yang berlayar dapat dikenakan sanksi dan tidak
mendapatkan izin berlayar. Adapun faktor yang akan terjadi tidak dilakaukan
8
pengawasan dokumen maka kapal akan secara bebas keluar masuk perairan
Anambas dan dapat terjadi pencurian (illegal fishing) dengan sembarangan.
Berdasarkan permasalahan yang telah diungkapkan di latar belakang
maka adanya pengawasan yang dilakukan oleh petugas untuk mengatasi
illegal fishing atau mengawasi terjadinya pencurian ikan yang dapat
merugikan ekonomi masyarakat nelayan Anambas. Dari uraian di atas ada
beberapa gejala penelitian sebagai berikut : Pertama, masih terjadi
penjarahan ikan di laut Anambas oleh kapal nelayan asing, hal ini
menyebabkan
pelanggaran
wilayah
perbatasan
termasuk
merugikan
perekonomian (Sumber Dinas Kelautan dan Perikanan 2014). Permasalahan
kedua, adanya illegal fishing dapat merusak ekosistem sebab para nelayan
melakukan penangkapan dan metode penangkapan yang tidak ramah
lingkungan seperti menggunakan jaring trol/sejenis pukat harimau Ketiga,
Adanya keluhan masyarakat lokal (Anambas) yaitu dengan terjadinya
aktifitas illegal fishing, dapat menyebabkan hasil tangkapan nelayan
berkurang, kemudian kurangnya pengawasan petugas bidang pengendali dan
pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan untuk mencegah terjadinya
illegal fishing di perairan Anambas, hal ini perlu adanya pengawasan yang
ketat terhadap keluar masuknya tindak kejahatan illegal fishing di perairan
Anambas. (Sumber Dinas Kelautan dan Perikanan 2014).
Pada paparan gejala penelitian di atas maka penulis tertarik
melakukan penelitian secara mendalam berkaitan dengan judul
“PELAKSANAAN
PENGAWASAN
ILLEGAL
FISHING
:
OLEH
9
PETUGAS DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN DI KABUPATEN
KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2014.”
B. Landasan Teoritis
Implementasi kebijakan menurut Winarno (2002 : 142) adalah
“untuk mengukur dan menjelaskan apa yang dinamakan pencapaian
program.” Dilanjutkan Ndaraha (2003 : 493) menyebutkan bahwa “dalam
proses implementasi kebijakan terdapat alternatif tentang instrumen, cara dan
gaya sesuai dengan kondisi implementasi kebijakan. Kalau dalam proses
implementasi sudah ditetapkan suatu instrumen, maka instrumen itulah yang
digunakan, bukan yang lain.” Implementasi yang efektif disebutkan oleh
Parsons (2011: 476) tergantung pada elemen-elemen sebagai berikut :
a. Pendifisian objek dan perumusan rencana.
b. Monitoring rencana.
c. Menganalisis apa yang telah terjadi berdasarkan apa yang
semestinya terjadi menurut rencana.
d. Mengimplementasikan perubahan untuk memperbaiki kegagalan
pencapaian tujuan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Wahab (2002 : 112) bahwa tahap
implementasi itu mencakup urutan-urutan sebagai berikut :
a. Meracang bangun (mendisain) program beserta rincian tugas dan
perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi kerja,
biaya dan waktu.
b. Melaksanakan program, dengan mendayagunakan struktur-struktur
dan personalia, dana dan sumber-sumber, prosedur-prosedur dan
metode-metode yang tepat.
c. Membangun sistem penjadwalan, monitoring, dan sarana-sarana
pengawasan yang tepat guna menjamin bahwa tindakan-tindakan
yang tepat dan benar dapat segera dilaksanakan.
Sejalan dengan pendapat Edwards III (Winarno, 2002 : 174)
menuliskan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi empat faktor yaitu :
10
1. Komunikasi, yaitu implementasi kebijakan yang efektif terjadi
apabila para pembuat keputusan tahu apa yang dikerjakan.
Pengetahuan atas yang akan dijalankan itu akan dapat terlaksana
bila komunikasi berjalan dengan baik.
2. Sumber daya, yaitu sebagus apapun kebijakan, tetapi jika tidak
didukung oleh sumber daya yang memadai, maka kebijakan itu
tidak akan berhasil di lapangan.
3. Sikap pelaksana kebijakan, yaitu jika pelaksana kebijakan ingin
efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak harus mengetahui
apa yang akan dilakukan tetapi
juga harus memiliki
kemampuan untuk melaksanakannya.
4. Struktur birokrasi, yaitu kebijakan yang komplek
yang
menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur
birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal
ini akan menyebabkan sumber daya menjadi tidak efektif dan
menghambat jalannya kebijakan.
Berdasarkan pendapat Edwards III (Winarno, 2002 : 174) di atas
akan peniliti jadikan sebagai grand teori untuk melihat permasalahan yang
berkaitan dengan strategi petugas bidang Pengendali dan Pengawasan Sumber
Daya Kelautan dan Perikanan dalam mengatasi Illegal Fishing di Kabupaten
Anambas.
C. Hasil Penelitian
1. Komunikasi
Sosialisasi dilakukan sebagai sebuah bentuk pengawasan dalam menekan
kasus illegal fishing sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 dimana Pembinaan teknis
sebagaimana dimaksud dilakukan melalui:
peningkatan kemampuan teknis
pengawas; sosialisasi; dan supervisi. Sosialisasi tersebut dapat berupa iklan
layanan masyarakat, penyuluhan, maupun sekedar pertemuan biasa antara
pemerintah dan masyarakat nelayan. Berbagai permasalahan yang harus
11
disosialisasikan antara lain: Memberikan penyuluhan kepada masyarakat nelayan
tentang pentingnya menjaga lingkungan pesisir selalu bersih, terutama lingkungan
laut seperti terumbu karang sebagai tempat bagi ikan-ikan untuk berkembang
biak. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang perlunya melaporkan
informasi terkait illegal fishing dan pentingnya menjadi saksi dalam kasus illegal
fishing agar permasalahan illegal fishing dapat segera diungkapkan dan
diselesaikan yang tujuannya untuk kepentingan masyarakat nelayan sendiri.
2.
Sumber daya
Pada hasil temuan di lapangan bahwa untuk menetapkan pengawasan
secara langsung ternyata pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Anambas tidak menetapkannya turun secara langsung. Sebab untuk pemeriksaan
di laut dilakukan oleh Angkatan Laut dan pihak syahbandar, dengan keadaan ini
menurut penulis seharusnya pegawai patroli yang bertugas Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Anambas, seharusnya dapat turun langsung bersama
Angakatan Laut dan syahbandar. Berdasarkan fakta dilapangan seharusnya
petugas harus dapat diberikan tanggungjawab dan dilibatkan dalam memeriksa
dokumen sehingga pengawasan illegal fishing menjadi lebih kuat. Selain itu
lemahnya pengawasan illegal fishing juga dilaukan tidak secara rutin, namun di
katakan oleh key informan penyebabnya karena faktor cuaca. Menurut penulis
dalam kondisi apapun seharusnya petugas Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Anambas siap untuk melakukan tanggngjawabnya karena dengan
keadaan cuaca yang tidak mendukung biasanya illegal fishing dengan mudah
terjadi di Perairan Anambas
12
3. Sikap Pelaksana
petugas dapat mengambil tindakan yang tegas dalam memberikan hukuman bagi
nelayan asing melakukan kesalahan dan penangkapan maupaun penahanan untuk
diproses ditingkat kejaksaan. Degan demikian proses hukuman untuk nelyan
asing yang melakukan pelanggaran illegal fishing akan di berikan sanksi sesuai
peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2014 Tentang Pelaksanaan Tugas Pengawas Perikanan. Namun petugas belum
mampu mengatur waktu pengawasan dokumen kapal penangkap ikan di perairan
Anambas. Hal ini diketahui dari jawaban dari informan yang sangat jelas
menunjukkan sangat kurangnya waktu pengawasan yang dilaksanakan saat ini.
Oleh sebab itu illlegal Fishing masih saja terjadi karena kurangnya kerjasama
dengan pihak Pemerintah baik Angkatan Laut maupun kelompok masayarakat
pengawas. Disampng itu patroli yang dilakukan juga dilaksanakan masing-masing
instansi dan seharusnya dapat dilakukan bersama sehingga baik pihak Dinas
Kelautan dan Perikanan dapat turun bersama dengan pihak Angkatan Laut dalam
mengatasi masalah illegal fishing di perairan Anambas.
4. Struktur Birokrasi
untuk melaksanakan tugas pengawasan pemeriksaan dokumen penangkap
ikan semua pihak dapat bekerjasama dalam melaksanakan tugas patroli di perairan
Anambas,. Hal ini diketahui dari terlibatnya semua pihak baik Pemerintah Pusat
maupun Daerah saling berkoordinasi dengan Dinas Kelauatan dan Perikanan
maupun pihak Angkatan Laut. selain itu dalam mengatasi permasalahan ini juga
sudah di atur kerjasama dengan kelompok masyarakat pengawas untuk
13
memberikan informasi atau pun laporan tentang terjadinya illegal fishing di
perairan Anambas. petugas dapat mengatur sistem pengawasan illegal fishing
secara langsung di perairan Anambas. Sebab dari fakta di peroleh sistem yang
dilakukan untuk mengatasi illegal fishing yaitu dengan menjalankan kerjasama
dengan pihak yang terkait secara langsung antara Dinas Kelautan dan Perikanan,
Angkatan Laut maupun pihak Pemerintah lainnya. Kemudian sistem pengawasan
dilakukan dengan patroli secara langsung di lapangan dan memeriksa kelengkapan
dokumen alat kelengkapan penangkapan ikan yang dibawa oleh kapal.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Pada hasil pembahasan bab IV berkaitan dengan pelaksanaan
pengawasan illegal fishing di perairan Anambas, maka ditarik kesimpulan sebagai
berikut hasil penelitian di lapangan di peroleh bahwa pelaksanaan pengawasan
illegal fishing belum berjalan dengan baik. Dari hasil penelitian sebelumnya
diketahui bahwa pelaksanaan pengawasan Illegal Fishing belum berjalan sesuai
dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2014 tentang pelaksanaan tugas pengawasan. Banyak hal-hal yang tidak
sesuai ditemukan dilapangan seperti pada pelaksanaan pengawasan di lapangan
pada tahun 2014 hanya dilakukan sebanyak 11 kali dalam 12 bulan, kemudian 6
bulan setelah itu tidak dilaksanakan pengawasan, padahal seharusnya pengawasan
dilakukan 6 kali dan 1 bulan. Kemudian setiap petugas pelaksanaan pengawasan
masih kurang maksimal. Kurangnya kerjasama merupakan salah satu faktor
penghambat pelaksanaan kebijakan ini, karena jika dilihat saat dilakukan
14
pengawasan jarang sekali TNI AL dan POLRI ikut serta dalam pengawasan secara
langsung, kurangnya fasilitas atau sarana penampungan. Kemudian yang
terpenting adalah anggota Pengawas yang terdidik hingga saat ini belum ada.
2. Saran
Adapun saran yang diberikan untuk perbaikan dari pelaksanaan
pengawasan illegal fishing di Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai berikut :
1. Seharusnya dari semua pihak dapat saling bekerjasama dengan patroli bersama
sehingga pelaksanaan pengawasan illegal fishing di perairan Anambas dapat
berjalan dengan tepat, seperti adanya standar operasional yang jelas, dan
pembagian tuga yang jelas.
2. Seharusnya Pihak pelaksana pengawasan mampu menetapkan waktu patroli
yang rutin agar bisa meminimalisir tindakan illegal fishing yang terjadi di
perairan Anambas
3. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya meneliti tentang pendanaan yang
diberikan pemerintah untuk melaksanakan Illegal Fishing di Kabupaten
Kepulauan Anambas
15
DAFTAR PUSTAKA
Abeng, Tanri. 2006. Profesi Manajemen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Public. Yogyakarta, Pancur Siwah
Brantas. 2009. Dasar-dasar Manajemen. Bandung, Afabeta.
Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Edisi Kedua).
Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Griffin, Ricky. 2004. Manajemen. Jakarta, Erlangga.
Handoko, T Hani.2003. manajemen. Yogyakarta, BPFE
Harahap, Sofyan S. 2004. Sistem Pengawasan Manajemen (Management Control
System). Jakarta, Pustaka Quantum
Komaruddin. 1992. Manajemen Pengawasan
Pengantar). Jakarta, Rajawali
Kualitas
Terpadu
(Suatu
Kosasi, Engkos dan Hananto Soewedo. 2007. Manajemen Perusahaan Pelayaran
(Suatu Pendekatan Praktis Dalam Bidang Usaha Pelayaran). Jakarta,
RajaGrafindo
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid 2.
Jakarta. Rineka Cipta.
Nugroho, Riant. 2004. Kebijakan Formulasi Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta,
PT. Elex Media Komputindo
Parsons, Wayne. 2011. Pengantar Teori dan Oraktik Analisis Kebijakan. Jakarta,
Kencana Prenada Media Group
Siagian,Sondang P. 2011. Manajemen Stratejik. Jakarta. Bumi Aksara
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta. Graha Ilmu
Sedarmayanti. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung. Refika
Aditama
Umar, Husein. 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama
16
Wahab, Solochin Abdul.2002. Analisis Kebijaksanaan (dari Faktor Formulasi Ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara, Edisi Kedua). Jakarta. Bumi
Aksara
Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik Teori dan Press. Yogyakarta, Media
Presindo
DOKUMEN
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan
Peraturan Menteri Kelautan Dan Kelautan Nomor 17 / Permen-Kp/ 2014 Tentang
Pelaksanaan Tugas Pengawasan Perikanan
(Https://Www.Academia.Edu/6127725/Potensi_Produksi_Sumberdaya_Ikan_Di_
Perairan_Laut_Indonesia_dan_Permasalahannya)
.(http://www.dkpkepri.info/index.php?option=com_content&view=article&id=14
2:budidaya-kabupaten-kepulauan-anambas-budidaya-laut&catid=46:dataperikanan-budidaya&Itemid=108)
17
Download