hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan praktek

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN
PRAKTEK PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI
DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 SAMPAI 12 BULAN
(Di Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh :
Jatuningsih Yulianti
S 540809012
PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN
PRAKTEK PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI
DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 SAMPAI 12 BULAN
(Di Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh :
Jatuningsih Yulianti
S 540809012
PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit
to user
2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Jatuningsih Yulianti
NIM
: S 540809012
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “ Hubungan Antara
Tingkat Pengetahuan Ibu dan Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan
Status Gizi Bayi usia 6 Sampai 12 Bulan (Di Puskesmas Karangmalang, Kabupaten
Sragen)” adalah betul-betul karya sendiri. Dan didalamnya tidak terdapat karya yang
pernah diajukan. Apabila ternyata di kemudian hari terbukti ada ketidakbenaran
dalam pernyataan saya diatas, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.
Surakarta,
Desember 2010
Yang membuat pernyataan
Jatuningsih Yulianti
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan
segala
karunia
dan
rahmat-Nya
sehingga
penulis
bisa
menyelesaikan tesis dengan judul “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu
dan Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Pada Bayi
Usia 6 Sampai 12 Bulan (Di Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen)”
dengan baik dan lancar.
Tesis ini kami tulis selain sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Magister Kedokteran Keluarga dengan minat utama Pendidikan Profesi Kesehatan
pada program pasca sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta juga untuk
memberikan wacana bagi pihak yang berkepentingan dalam upaya perbaikan
status gizi pada bayi usia 6 sampai 12 bulan.
Dalam penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari keterlibatan banyak
pihakyang memberi dorongan, semangat dan masukan yang sangat berarti bagi
penulis. Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Rektor dan Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberkan kesempatan kepada penulis untuk
menempuh pendidikan pascasarjana (S2).
2. Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo, MM, M.Kes. PAK selaku Ketua Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Prof. Dr. dr. Ambar Mudigdo, Sp. PA dan dr. Ety Poncorini, M.Pd selaku
Dewan Pembimbing tesis.
4. Segenap dosen Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan bekal
pengetahuan yang tiada ternilai dan sangat berarti bagi penulis.
5.
dr. Dwi Astuti, M.Kes selaku Kepala Puskesmas Karangmalang, Kabupaten
Sragen yang telah memberikan ijin penelitian.
6. Staf dan Karyawan Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen yang telah
membantu dalam pelaksanaan penelitian.
7. Rekan-rekan seperjuangan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat
Utama
Pendidikan
Profesi
Kesehatan
Angkatan
2009-2010
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8.
Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Penyusunan tesis ini sudah kami usahakan semaksimal mungkin, namun
tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan baik dari segi isi ataupun tulisan,
untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan tesis ini.
Akhirnya kami berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surakarta, Desember 2010
commit to user
vii
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Allah SWT, ya azza wajalla
Karyaku ini kupersembahkan Untuk :
·
Suamiku tercinta dan anakku tersayang , terima kasih atas doa,
dorongan, kasih sayang, pengertian serta kesabarannya dalam
memberikan semangat sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan
baik.
·
Kedua orangtuaku tercinta yang selalu memberikan doa, semangat dan
dukungannya. Cinta, kasih sayang dan pengorbananmu takkan hilang
sampai kapanpun.
·
Kakak dan adikku tersayang, terima kasih atas cinta dan dukungannya,
semoga Allah selalu memberikan yang terbaik bagi kita. Amin
·
Sahabat-sahabatku terima kasih atas semangat dan dukungannya
selama ini sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL…………………………………………………….......
i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING..................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN TESIS………………………………………….
iii
PERNYATAAN..................................................................................................
iv
PERSEMBAHAN...............................................................................................
v
KATA PENGANTAR........................................................................................
vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL...............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................
xii
ABSTRAK..........................................................................................................
xiii
ABSTRACT........................................................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………..
1
B. Perumusan Masalah.........................................................................
4
C. Tujuan Penelitian.............................................................................
4
D. Manfaat Penelitian...........................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori.....................................................................................
6
B. Penelitian Yang Relevan..................................................................
39
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Kerangka Pemikiran.........................................................................
41
D. Hipotesis...........................................................................................
42
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian........................................................
43
B. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................
43
C. Populasi Sampel.................................................................................
43
D. Desain Ukuran Sampel.....................................................................
43
E. Variabel Penelitian............................................................................
44
F. Definisi Operasional..........................................................................
44
G. Alat dan Metode Pengumpulan Data................................................
46
H. Metode Pengolahan dan Analisis Data..............................................
47
I. Uji Validitas dan Reliabilitas.............................................................
50
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian..................................................................................
52
B. Pembahasan........................................................................................
64
C. Keterbatasan Penelitian.....................................................................
71
BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.......................................................................................
72
B. Saran.................................................................................................
72
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
74
LAMPIRAN........................................................................................................
77
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran....................................................................
commit to user
xi
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian MP-ASI Menurut Umur Bayi.............................
21
Tabel 2.2 Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri.................................
36
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan...................
53
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan..................................
54
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin bayi..................
54
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan................
55
Tabel 4.5 Distribusi Responden BerdasarkanPraktek Pemberian MP-ASI......
55
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Bayi........................
56
Tabel 4.7 Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Status Gizi Bayi......
56
Tabel 4.8 Praktek Pemberian MP-ASI Berdasarkan Status Gizi Bayi.............
57
Tabel 4.9 Tingkat Pengetahuan dan Praktek Pemberian MP-ASI....................
58
Tabel 4.10 Hasil Uji Bivariat.............................................................................
59
Tabel 4.11 Hasil Uji t.........................................................................................
61
Tabel 4.12 Hasil Uji F........................................................................................
62
Tabel 4.13 Hasil Uji Koefisien Determinasi....................................................... 62
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Validitas........................................................................
77
Lampiran 2. Hasil Uji Reliabilitas..................................................................... 79
Lampiran 3. Permohonan Ijin Penelitian........................................................... 80
Lampiran 4. Surat Rekomendasi........................................................................ 81
Lampiran 5. Kuesioner Tingkat Pengetahuan Ibu............................................... 82
Lampiran 6. Kuesioner Praktek Pemberian MP-ASI......................................... 84
Lampiran 7. Hasil Olah Data............................................................................. 88
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki
fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas.
Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi
yang baik. Status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang
dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor
konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi
oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan
politik. Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor
penghambat dalam pembangunan nasional . Secara perlahan kekurangan gizi
akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta
rendahnya umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi terlihat
juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta
lambatnya pertumbuhan ekonomi (Bapenas, 2007 ).
Nutrisi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia.
Kekurangan nutrisi yang diperlukan tubuh akan mengakibatkan efek yang
sangat serius, seperti kegagalan pertumbuhan fisik, menurunnya IQ,
menurunnya produktivitas, menurunnya daya tahan terhadap infeksi dan
commit to user
1
2
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyakit, serta meningkatkan resiko terjangkit penyakit dan kematian
( Liaumalia, 2006).
Sampai saat ini masih terdapat empat masalah gizi utama, salah
satunya adalah masalah Kurang Energi Protein (KEP) yang banyak diderita
oleh kelompok anak umur dibawah lima tahun (balita). Menurut berat
ringannya KEP dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu : ringan, sedang dan
buruk. Atau sering juga disebut gizi buruk, gizi kurang, gizi baik dan gizi
lebih (Sihadi, 1999).Gizi buruk merupakan salah satu masalah gizi yang perlu
mendapat
perhatian
yang
serius,
menurut
hasil
survey
kesehatan
nasional(susenas) pada tahun 1989 prevalensi gizi buruk anak balita adalah
6,3%. Prevalensi ini meningkat menjadi 11,56% pada tahun 1995 dan
menurun menjadi 8,0% pada tahun 2002 (PERSAGI, 2004).
Kurang gizi atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab tewasnya 3,5
juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia. Mayoritas kasus fatal gizi
buruk berada di 20 negara, yang merupakan negara target bantuan untuk
masalah pangan dan nutrisi. Negara tersebut meliputi wilayah Afrika, Asia
Selatan, Myanmar, Korea Utara, dan Indonesia. Hasil penelitian yang
dipublikasikan
dalam
jurnal
kesehatan
Inggris
The
Lanchet
ini
mengungkapkan, kebanyakan kasus fatal tersebut secara tidak langsung
menimpa keluarga miskin yang tidak mampu atau lambat untuk berobat,
kekurangan vitamin A dan zinc selama ibu mengandung balita, serta menimpa
anak pada usia dua tahun pertama. Angka kematian balita karena gizi buruk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3
digilib.uns.ac.id
ini terhitung lebih dari sepertiga kasus kematian anak di seluruh dunia (Malik,
2008).
Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan
balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak
yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO
memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh
keadaan gizi anak yang jelek (Irwandy, 2007).
Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita adalah 5,4% ; dan Gizi
Kurang pada Balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target
Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program
perbaikan gizi (20%), maupun target Millenium Development Goals pada
2015 (18,5%) telah tercapai pada 2007. Namun demikian, sebanyak 19
provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi
nasional (Depkes RI, 2008).
Gizi kurang pada anak dapat terjadi karena tidak cukupnya makanan
tambahan dan adanya penyakit infeksi. Penurunan kejadian kurang gizi dapat
dicapai dengan peningkatan status gizi, yaitu dengan mencukupi kebutuhan
bayi dan anak melalui pemberian Air Susu Ibu dan Makanan Pendamping Air
Susu Ibu yang adekuat (Krisnatuti, 2000).
Air Susu Ibu memenuhi seluruh kebutuhan bayi terhadap zat gizi untuk
pertumbuhan dan kesehatan sampai bayi berumur enam bulan. Sesudah itu Air
Susu Ibu tidak dapat lagi memenuhi seluruh kebutuhan, karena itu bayi
memerlukan pula makanan tambahan. Dengan demikian makanan untuk bayi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4
digilib.uns.ac.id
yang berumur enam bulan lebih terdiri dari dua unsur pokok yaitu Air Susu
Ibu ( atau buat sejumlah ibu yang tidak dapat meneteki anaknya
mempergunakan susu formula ) dan makanan tambahan. Komposisi dan
konsistensi makanan tambahan bayi harus disesuaikan dengan perkembangan
fisiologis dan psikomotor atau dengan kata lain disesuaikan dengan umurnya
( Suhardjo, 2009 ).
Perlu diketahui weaning period ( periode penyapihan ) yang dimulai
pada usia enam bulan merupakan masa rawan. Karena pemberian Makanan
Pendamping Air Susu Ibu yang tidak sesuai baik jenis maupun jumlahnya
akan memberikan dampak buruk bagi tumbuh kembang bayi. Padahal pada
periode ini bayi sedang dalam masa tumbuh kembang. Periode ini juga
merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk mengkonsumsi berbagai jenis
makanan pada periode selanjutnya. Praktek pemberian makanan pada masa ini
berkaitan erat dan harus disesuaikan dengan perkembangan ketrampilan
makan anak. Ketidaksesuaian dalam pemberian makan pada anak dapat
menimbulkan masalah kesulitan makan pada anak terutama di usia balita
( Dini Kasdu, 2004 ).
Menurut SDKI 2007 pencapaian pemberian Makanan Pendamping Air
Susu Ibu usia 6-12 bulan di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 75%,
sedangkan pemberian Air Susu Ibu pada bayi usia 0 – 6 bulan baru mencapai
32,4 %. Di Propinsi Jawa Tengah pencapaian pemberian Makanan
Pendamping Air Susu Ibu sudah mencapai 83,98%. Dinas Kesehatan
Kabupaten Sragen telah melakukan Penilaian Status Gizi (PSG) pada balita
commit to user
5
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahun 2009 yang dilakukan secara acak pada 26 Puskesmas di Kabupaten
Sragen. Dari hasil PSG (BB/U) tahun 2009 berdasarkan Puskesmas
didapatkan hasil prosentasi gizi buruk 3,9 %, gizi kurang 5,0 % dan gizi baik
91,1 %. Dari hasil tersebut Puskesmas Karangmalang merupakan wilayah
dengan kasus gizi buruk dan gizi kurang tertinggi di Kabupaten Sragen .
Berdasarkan
survey
yang
dilakukan
peneliti
di
Puskesmas
Karangmalang Kabupaten Sragen dan menurut penyampaian ibu-ibu kader
dan petugas gizi dari Puskesmas Karangmalang masih banyak ibu-ibu yang
belum mengetahui tentang praktek cara memberikan Makanan Pendamping
Air Susu Ibu pada anaknya yang meliputi jenis makanan, waktu dan porsi
pemberiannya. Untuk itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti hubungan
tingkat pengetahuan ibu dan praktek pemberian Makanan Pendamping Air
Susu Ibu dengan status gizi pada
bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas
Karangmalang Kabupaten Sragen.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan penelitian adalah :
“Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu
dan praktek
pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan status gizi pada bayi
usia 6-12 bulan di Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen?”
C. Tujuan Penelitian
commit to user
6
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian
Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan status gizi bayi usia 6 sampai
12 bulan di Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen.
2. Mengetahui hubungan antara praktek pemberian Makanan Pendamping
Air
Susu Ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas
Karangmalang, Kabupaten Sragen.
3. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan praktek
pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan status gizi pada
bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Diharapkan dapat menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan
tentang cara pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu, dan status
gizi pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Karangmalang Kabupaten
Sragen.
2. Praktis
a. Ibu-ibu
Diharapkan dapat mengetahui pentingnya pemberian makanan
pendamping Air Susu Ibu terutama pada bayi usia 6 – 12 bulan ,
sehingga pertumbuhan anak dapat berjalan normal sesuai dengan
umur.
b. Bagi Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen
commit to user
7
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemegang program
pengembangan
dan
pemberdayaan
masyarakat
dalam
rangka
mencegah terjadinya gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita serta
dapat mendukung kebijakan pemerintah dalam menentukan tindak
lanjut masalah status gizi dan pertumbuhan balita.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah kedalaman peserta didik dapat menghadapi,
mendalami, memperdalam perhatian seperti cara manusia menyelesaikan
masalah tentang konsep-konsep baru dan kemampuan dalam belajar di
kelas. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting bagi
terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengukuran atau
penelitian pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara dengan
alat bantu berupa kuesioner berisi materi yang diukur dari responden
(Silberman, 2001).
Pengetahuan berasal dari kata tahu, artinya seseorang mempunyai
pengetahuan tentang suatu tertentu yang didapat dari pendidikan formal,
nonformal atau informal. Pengetahuan berarti segala sesuatu yang
diketahui,
kepandaian
yang
berkenaan
(Purwodarminto, 1998).
commit to user
6
dengan
suatu
hal
7
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagian hasil
penggunaan panca indranya, yang berbeda kepercayaan (beliefs),
takhayul(superstitions) dan penerangan yang keliru (misinformations)
(Soekanto, 2005).
Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu subjek tertentu. Pengindraan
terjasi melalui panca indra manusia yakni : indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2007).
b. Domain kognitif pengetahuan
Pengetahaun yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai
6 tindakan yaitu :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang telah
diterima. Oleh sebab itu ”tahu” ini adalah merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kita kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari, antara lain :
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
commit to user
8
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagaisuatu
secara
benar
tentang
objek
yang
kemampuan menjelaskan
diketahui,
dan
dapat
menginterprestasikan materitersebut secara benar. Orang yang
telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
nterhadap objel yang dipelajari.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalamkonteks atau situasi
yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam
suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu
sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata-kata
kerja,
dapat
meggambarkan
(membuat
bagan),
membedakan, mengelompokan, dan sebagainya.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu komponen untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
commit to user
9
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk
menyusun formulais baru dari formulasi-formulasi yang ada,
misalnya : dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas,
dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (Evaluatiaon)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
semdiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada.
(Notoatmodjo, 2007).
Dalam penelitian ini tingkat pengetahuan yang diteliti
difokuskan pada domain kognitif aplikasi.
c. Sumber Pengetahuan dan Faktor yang Mempengaruhi
Pengetahuan biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal
dari berbagai macam sumber, misalnya : media massa, elektronika,
buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dan
sebagainya. Pengetahuan ini dapat berbentuk keyakinan tertentu
(Soekonto, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah :
1) Tingkat Pendidikan
Pendidikan
adalah
upaya
untuk
memberikan
pengetahuan,
sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.
commit to user
10
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak
akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas.
3) Budaya
Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi
kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan.
4) Pengalaman
Sesuatu
yang
pernah
dialami
seseorang
akan
menambah
pengatahuan tentang sesuatu yang bersifat non formal.
5) Sosial Ekonomi
Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
d. Cara Memperoleh Pengetahuan
1) Penemuan secara kebetulan
Pengetahuan
yang sifatnya tanpa direncanakan dan
diperhitungksn terlebih dahulu. Penemuan semacam, walaupun
kadang-kadang bermanfaat tidak dap[at dipakai dalam suatu cara
kerja ilmiahkarena keadaannya yang tidak pasti/kurang mendekati
kepastian. Dengan demikian hal datangnya penemuan tidak dapat
diperhitungkansecara berencana dan tidak selalu memberikan
gambaran yang sesungguhnya.
2) Hal untung-untungan
Penemuan
melalui
cara
percobaan
dan
kesalahan-
kesalahan. Perbedaan dengan penemuan secara kebetulan adalah
commit to user
11
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada metode ini. Manusia lebih bersikap aktif untuk mengadakan
percobaan-percobaan berikutnya yang sifatnya memperbaiki
kesalahan-kesalahan
yang terjadi pada percobaan-percobaan
terdahulu.
3) Kewibawaan
Penghormatan terhadap pendapat dan atau penemuan yang
oleh seseorang atau lembaga tertentu yang dianggap mempunyai
kewibawaan atau wewenang.
4) Usaha-usaha yang bersifat spekulatif
Dari sekian banyak kemungkinan dipilihkan salah satu
kemungkinan walaupun pilihan tersebut tidaklah didasarkan pada
keyakinan apakah pilihan tersebut merupakan cara yang setepattepatnya.
5) Pengalaman
Berdasarkan pikiran kritis, akan tetapi pengalaman belum
tentu teratur dan bertujuan. Mungkin pengalaman tersebut hanya
untuk dicatat saja.
6) Penelitian Ilmiah
Suatu metode yang bertujuan untuk memepelajari satu atau
beberapa gejala denagn jalan analisis dan pemeriksaan yang
mendalam terhadap fakta masalah yang disoroti untuk kemudian
mengusahakan pemecahannya (Soekanto, 2005).
commit to user
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Cara Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden (Silberman, 2001).
2. Praktek (Practice)
a. Pengertian
Praktek adalah respon nyata dari seseorang terhadap suatu objek,
setelah seseorang mengetahui stimulus kemudian menmgadakan
penilaian atau pendapat terhadap yang diketahui. Proses selanjutnya
diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan hal-hal yang
diharapkan atau yang disikapinya tersebut dalam bentuk tindakan.
Praktek individu terhadap suatu obnjek dipengaruhi oleh persepsi
individu tentang kegawatan objek, kerentanan, faktor sosio psikologi,
pengaruh media masa, anjuran orang lain serta perhitungan untung
ruginya dari praktek tersebut. Praktek ini dibentuk oleh pengalaman
interaksi individu dengan lingkungan, khususnya yang menyangkut
pengetahuan.
b. Tingkatan praktek :
1) Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objeksehubungan
dengan
tindakanyang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat
pertama.
commit to user
13
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Respon Terpimpin (Guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan
sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat
dua.
3) Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
ia sudah mencaoai praktek tingkat tiga.
4) Adopsi (Adoption)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik, tindakan itu sudah dimodifiksikan tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Sarwono, 1993).
3. MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu)
a. Pengertian
MP-ASI adalah makanan tambahan selain ASI yang diberikan
kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan. Selain MP-ASI, ASI harus
tetap diberikan kepada bayi, paling tidak sampai 24 bulan. MP-ASI
merupakan makanan tambahan bagi bayi. Makanan ini harus menjadi
pelengkap yang dapat memenuhi kebutuhan bayi. Hal ini menunjukkan
bahwa MP-ASI berguna untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang
terkandung dalam ASI (Krisnatuti & Yenrina, 2000).
commit to user
14
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
MP-ASI dapat juga disebut makanan pelengkap atau makanan
padat, adalah makanan tambahan yang secara berangsur-angsur
diberikan kepada bayi untuk memenuhi kebutuhan gizi, sebelum bayi
diberi makanan anak. Sesudah anak disapih, makanan tambahan lamakelamaan akan menjadi makanan pokok. Sari buah atau buah-buahan
segar, makanan lumat dan makanan lembek secara berturut-turut dapat
diberikan sebagai makanan tambahan (RSCM & Persatuan Ahli Gizi
Indonesia, 1994).
b. Tujuan
Pemberian MP-ASI bertujuan untuk melengkapi zat gizi bayi
yang sudah berkurang. Mengembangkan kemampuan bayi untuk
menerima bermacam-macam makanan. Dengan berbagai rasa dan
bentuk mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan
menelan, mencoba beradaptasi terhadap makanan yang mengandung
kadar energi tinggi (Suhardjo, 2009).
Bayi perlu mendapatkan tambahan energi dan zat-zat gizi yang
diperlukan, karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara
terus menerus. Perkembangan anak yang normal dapat diketahui
dengan cara melihat kondisi motorik halus, motorik kasar, bahasa dan
sosial anak (Krisnatuti, 2000).
c. Syarat-syarat MP-ASI
Agar pemberian MP-ASI dapat terpenuhi dengan sempurna
maka perlu diperhatikan sifat-sifat bahan makanan yang akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15
digilib.uns.ac.id
digunakan. Makanan tambahan untuk bayi harus mempunyai sifat fisik
yang baik, yaitu rupa dan aroma yang layak. Selain itu dilihat dari segi
kepraktisannya, makanan tambahan bayi sebaiknya sudah disiapkan
dengan waktu pengolahan yang singkat. Makanan pendamping ASI
harus memenuhi persyaratan khusus tentang jumlah zat-zat gizi yang
diperlukan bayi, seperti protein, energi, lemak, vitamin, mineral, dan
zat-zat tambahan lainnya. MP-ASI hendaknya mengandung protein
bermutu tinggi dengan jumlah yang mencukupi (Roger, 1999).
Makanan yang dianjurkan
1) Bubur tepung beras atau beras merah yang dimasak dengan
menggunakan cairan atau kaldu daging dan sayuran, susu formula
(ASI) atau air.
2) Buah-buahan yang dihaluskan atau menggunakan blender seperti
pepaya, pisang, apel, melon dan alpukat.
3) Sayur-sayuran dan kacang-kacangan yang direbus kemudian
dihaluskan menggunakan blender.
4) Daging pilihan yang tidak berlemak kemudian di blender
5) Ikan yang diblender Sebaiknya ikan yang digunakan adalah ikan
yang tidak berduri.
Makanan yang tidak dianjurkan
1) Makanan yang mengandung protein gluten yaitu tepung terigu
barley, biji gandum dan kue yang terbuat dari tepung terigu.
Makanan tersebut dapat membuat perut bayi kembung , mual dam
commit to user
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diare pada bayi. Hal ini disebabkan karena reaksi gluten
intolerance.
2) Hindari pemberian gula, garam, bumbu masak atau penyedap rasa.
3) Makanan terlalu berlemak
4) Buah-buahnan yang terlalu asam seperti jeruk dan sirsak
5) Makanan terlalu pedas atau bumbu terlalu tajam
6) Buah-buahan yang mengandung gas seperti durian, cempedak.
Sayuran yang mengandung gas seperti kol, kembang kol, lobak.
Keduaq makanan tersebut dapat membuat perut bayi kembung.
7) Kacang tanah dapat menyebabkan alergi atau pembengkakanpada
tenggoroknan sehingga bayi sulit bernapas.
8) Kadangkala telur dapat memacu alergi, berikan secara bertahap dan
denga porsi kecil. Jika bayi alergi segera dihentikan.
9) Madu dapat mengandung spora yang sangat membahayakan bayi
(Lituhayu R, 2008).
d. Mutu MP-ASI
Mengingat MP-ASI sangat dibutuhkan untuk dapat memenuhi
asupan zat gizi pada bayi usia 6-12 bulan yang sering disebut usia
kritis, maka MP-ASI diharuskan memenuhi minimal empat kriteria
atau indikator mutu yakni : a) mutu fisik, dan organoleptik, meliputi
antara lain aroma, konsistensi kelenturan, penampilan dan rasa; b)
mutu kimiawi yaitu berupa komposisi zat gizi dan jumlah masingmasing zat gizi yang terkandung dalam status tertentu; c) kepadatan
commit to user
17
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
energi atau energy density (ED) yaitu jumlah energi yang dihasilkan
dalam satu gram produk siap makan menghasilkan 120-140 kalori; dan
d) mutu biologi, meliputi mutu protein seperti nilai Protein Efficiency
Ratio (PER) atau protein skor atau komposisi asam amino, dan
ketersediaan hayati, vitamin dan mineral (Depkes, 2002).
Mempersiapkan MP-ASI yang bermutu baik tidak dapat
didasari hanya kepada insting seorang ibu. Pengetahuan dan praktek
diperlukan secara khusus dalam teknologi rumah tangga, agar dapat
memenuhi kebutuhan bayi yang relatif lebih tinggi untuk setiap
kilogram berat badan dibandingkan dengan kebutuhan orang dewasa
(Sunawang, 2002). Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu
seimbang. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan faal bayi
serta
memperhatikan
kebersihan
lingkungan
dan
perorangan
(Suhardjo,2009).
e. Pola Makan Anak
Pola makanan anak balita yang dianjurkan dalam sehari adalah
makanan seimbang yang terdiri atas : (a) sumber zat tenaga, (b)
sumber zat pembangun, (c) sumber zat pengatur. Semuanya dalam
bentuk makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan, makanan kecil, air
minum yang bersih, dan ASI (RSCM & Persatuan Ahli Gizi Indonesia,
1994).
Menurut Lituhayu. R (2008) ada lima prinsip pemberian
makanan pada bayi dan anak balita yaitu : a) Bayi usia 0-4 bulan cukup
commit to user
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diberi ASI saja; b) Setelah bayi berumur 4 bulan baru diberi makanan
berupa bubur encer dan pada usia 6 bulan mulai diberi nasi tim saring,
selanjutnya pada usia 9 bulan bayi sudah mulai dikenalkan dengan nasi
tim tanpa disaring; c) ikan, telur, kacang-kacangan, tempe dan bahan
lainnya dapat ditambahkan pada bubur atau nasi tim; d) Beragam
sayuran dan buah-buahan dapat diberikan sebagai sumber vitamin dan
mineral; dan e) Anak diberi makan dengan frekuensi empat kali sehari.
f. Beberapa hal yang penting untuk pemberian makanan pertama
1) Berikan makanan pertama bayi pada waktu yang tepat
Bila bayi diberi ASI maka berikan makan waktu cadangan ASI
agak sedikit, biasanya sore hari. Dan jangan memberikan makan
setelah minum ASI atau saat bayi masih kelihatan kenyang.
2) Suasana yang tepat
Cari suasana yang lebih baik waktu bayi sedang segar ceria. Jangan
memberikan makanan pada bayi pada saat mereka mengantuk
3) Siapkan waktu makan yang lama
Sebaiknay jangan memberikan makanan pada bayi saat orang tua
sedang sibuk atau terburu-buru, karena proses pengenalan makanan
pertama memerlukan waktu yang lumayan lama.
4) Persiapkan tempat untuk makan
Siapkan kursi atau kereta bayi. Pilihh sendok yang berlekuk dan
pinggirnya lembutsehingga aman untuk gusi bayi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19
digilib.uns.ac.id
5) Mulailah dengan perlahan
Reaksi setiap bayi mungkin berbeda. Pertama mungkin hanya perlu
menyisipkan makanan dibibirnya, jika dia suka pasti akan
membuka mulutnya dan meminta lebih banyak.
6) Tahu kapan harus berhenti
Jika bayi sudah kehilangan minat sebaiknya makan jangan
dilanjutkan lagi. Tandanya bisa berupa rewel, kepla dipalingkan,
mulut ditutup atau makanan dikeluarkan lagi (Lituhayu R, 2008).
g. Waktu pemberian MP-ASI
Menurut Lituhayu R (2008) MP-ASI sebaiknya diberikan setelah anak
berusia 6 bulan. Hal ini dikarenakan :
1) Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan
perlindungan besar dari berbagai macam penyakit. Hal ini
disebabkan sistem imun bayi berusia kurang dari 6 bulan
sempurna, sehingga pemberian makan yang terlalu dini sama saja
denagn membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman.
2) Sistem pencernaan bayi berumur 6 bulan sudag relatif sempurna
dan siap menerima MP-ASI.
3) Mengurangi resiko terkena alergi akibat pada makanan. Saat bayi
berumur kurang dari 6 bulan, sel-sel di sekitar usus belum siap
mengolah kandungan dari makanan.
4) Menunda pemberian MP-ASI hingga 6 bulan melindungi bayi dari
obesitas di kemudian hari.
commit to user
20
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
h. Jadwal Pemberian MP-ASI
Hasil
penelitian
Rosidah
(2003)
menunjukkan
bahwa
pengetahuan, sikap dan paktek ibu dalam pemberian MP-ASI dengan
baik berhubungan secara signifikan dengan perkembangan bayi.
Penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh pemberian MP-ASI
terhadap peningkatan berat badan bayi. Semakin baik cara pemberian
MP-ASI maka semakin meningkat berat badannya dan berat badan
bayi yang normal juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan
bayi. Cara pemberian makanan tambahan yang dipraktekkan oleh ibuibu pada umumnya sudah memenuhi syarat pertumbuhan dan
perkembangan bayinya. Sangat banyak alasan yang menyebabkan
seseorang mengkonsumsi makanan tambahan (MP-ASI), selain agar
kecukupan gizinya terpenuhi, yang paling penting adalah agar
pertumbuhan dan perkembangan anak bisa tumbuh dengan baik (Clark,
1998). Hal-hal yang perlu diketahui mengenai cara pemberian
makanan tambahan dapat dilihat pada Tabel 2.1
commit to user
21
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian MP-ASI, Menurut Umur Bayi, Jenis
Makanan dan Frekuensi Pemberian
Frekuensi
Umur Bayi
Jenis Makanan
Pemberian per hari
0-3 bulan
-
ASI
Kapan diminta
4-6 bulan
-
ASI
Kapan diminta
-
Buah lunak/ sari buah
1 – 2 kali sehari
Bubur : bubur
Havermout/ bubur tepung
beras merah
ASI
Kapan diminta
6-9 bulan
-
9-12 bulan
-
12 bulan atau lebih
-
Buah-buahan
3-4 kali sehari
Hati ayam atau kacangkacangan
Beras merah atau ubi
Sayuran (wortel, bayam)
Minyak/ santan/ alpukat
Air tajin
ASI
Kapan diminta
Buah-buahan
4 – 6 kali
Bubur/ roti
Daging/
kacang-kacangan/
ayam/ ikan
Beras merah/ kentang/ labu/
jagung
Kacang tanah
Minyak/ santan/ aplukat
Sari buah tanpa gula
ASI
Kapan diminta
-
Makanan pada umumnya, 4 – 6 kali
termasuk
telur
dengan
kuning telurnya dan jeruk.
(Krisnatuti & Yenrina, 2000)
commit to user
22
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
i. Cara Mengolah dan Menyimpan MP-ASI
1) Cara mengolah MP-ASI
Pada prinsipnya cara mengolah MP-ASI tak jauh berbeda dengan
makanan keluarga. Cucilah bersih bahan-bahan yang akan
dimasak. Untuk memudahkan bayi mencerna makanannya, amaka
sayuran, daging atau ikan harus dimask terlebih dahulu. Teknik
yang dapat digunakan adalahdirebus, dikukus, atau dengan
menggunakan microwave. Selanjutnya makanan dapat dihaluskan
dengan blender atau saringan. Tambahkan ASI atau susu atau jus
buah. Gunakan air bekas merebus sayuran untuk mengencerkan.
2) Cara menyimpan dan menyajikan MP-ASI
a) Makanan siap saji atau makanan instan
-
Simpan makanan jauh dari uap, suhu panas dan produk
denagn aroma menyengat. Hindari tempat yang lembab.
-
Dengarkan bunyi penutup saat membuka kemasannya
(umumnya dalanm bentuk botol selai). Jika tidak ada bunyi
jangan berikan pada bayi . Ini pertanda kemasan telah
kemasukan udara sehinggga ada kemungkinan kemnasukan
bakteri.
-
Jangan memberikan makanan pada bayi langsung dari
kemasannya , gunakan piring, jangan pula mengembalikan
sisa makanan yang belum dimakan ke dalam kemasan.
commit to user
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
Tutup kembali kemasan dan simpan di kulkas maksimum 3 hari.
-
Hati-hati saat akan memanaskan makanan instant untuk bayi.
Bisa-bisa makanan jadi terlalu panas.
b) Makanan hasil olahan
-
Dinginkan dalam waktu singkat sebelum disimpan di lemari es.
Makanan yang disimpan dengan cara ini bisa tahan selama 24
jam.
-
Simpan dalam wadah untuk sekali makan. Bila inginj di
konsumsi untuk 3 kali. Bagi menjadi 3 bagian dan masingmasing ditaruh dalam wadah tertutup, kemudian simpan dalam
lemari es.
-
Untuk memanaskan kembali bisa dengan mengukus atau
merendam dengan air panas.
-
Cukup panaskan satu kali. Hindari pemanasan berulang kali.
-
Sisa makanan dipiring bayi sebaiknya segera dibuang karena
kemungkinan sudah terkontaminasi bakteri (Lituhayu R,
2008).
4. Status Gizi
Menurut Robinson dan Weighley (1984) (cit Paryanto, 1996)
Status gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan dengan
penggunaan makanan oleh tubuh. Sedangkan menurut Habicht (1979) (cit
Prawirohartono, 1996) menyebutkan status gizi adalah tanda-tanda atau
commit
to keadaan
user
penampilan yang diakibatkan
oleh
keseimbangan antara gizi di
24
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
satu pihak dan pengeluaran oleh organisme di pihak lain yang terlihat
melalui variabel tertentu. Variabel itu selanjutnya disebut indikator
misalnya berat badan, tinggi badan, umur dan sebagainya.
Almatsier (2000) menyebutkan bahwa status gizi adalah keadaan
tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi.
Kemudian PERSAGI (2004) mendefinisikan status gizi adalah keadaan
keseimbangan antara asupan zat gizi dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh
untuk berbagai keperluan proses biologi. Selanjutnya Supariasa et al.
(2002) mengatakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok
diakibatkan oleh konsumsi dan penyerapan serta penggunaan zat gizi. Zat
gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan antara
perkembangan fisik dan mental orang tersebut, status gizi dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu konsumsi makanan dan faktor kesehatan.
Keadaan kurang gizi menurut Suharjo (1996) disebabkan oleh
masukan (make) energi dan protein yang sangat kurang dalam waktu yang
cukup lama. Keadaan ini akan lebih cepat terjadi bila anak mengalami
diare dan infeksi penyakit lain. Keadaan kehidupan yang miskin
mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya kondisi kurang energi
protein.
commit to user
25
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Penilaian Status Gizi
Menurut Jelliffe (1989) (cit Supriarsa dkk, 2002) mengatakan
penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara
langsung dan cara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung
dibagi menjadi empat penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia
dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung terdiri dari tiga
yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
Pengertian dan penggunaan metode penilaian status gizi
menurut Supriarsa dkk (2002) adalah
1) Penilaian Status Gizi secara Langsung
a) Antropometri
(1) Pengertian
Secara umum antropometri adalah artinya ukuran tubuh
manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri
berhubungan dengan berbagai macam cara pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di
bawah kulit.
commit to user
26
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Penggunaan
Secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot
dan jumlah air dalam tubuh. Indikator yang sering dipakai dalam
penelitian status gizi anak balita di masyarakat secara antropometri
adalah indikator berat badan menurut umur (BB/U) yang
menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena
mudah berubah namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat
badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi
badan,
indikator
panjang
badan
menurut
umur
(PB/U)
menggambarkan status gizi masa lalu, sedangkan indikator menurut
berat badan panjang badan (BB/PB) menggambarkan secara sensitif
dan spesifik status gizi saat ini (Soekirnan, 2000).
(3) Keunggulan antropometri
Sebelum menguraikan tentang keunggulan antropometri ada
baiknya mengenal apa yang mendasari penggunaan antropometri.
Beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah ;
(a) Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar
lengan atas, mikrotoa, dan alat pengukuran panjang bayi yang
dapat dibuat sendiri di rumah.
commit to user
27
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(b) Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan
objektif. Contohnya, apabila terjadi kesalahan pada pengukuran
lingkar lengan atas pada anak balita, maka dapat dilakukan
pengukuran kembali tanpa harus persiapan alat uang rumit.
Berbeda dengan pengukuran status gizi dengan metode biokimia,
apabila terjadi kesalahan maka harus mempersiapkan alat dan
bahan terlebih dahulu yang relatif mahal dan rumit.
(c) Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus
profesional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.
(d) Biaya relatif murah, karena alat mudah didapat dan tidak
memerlukan bahan-bahan lainnya.
(e) Hasilnya mudah disimpulkan, karena mempunyai ambang batas
(cut off points) dan baku rujukan yang sudah pasti.
(f) Secara ilmiah diakui kebenarannya. Hampir semua negara
menggunakan antropometri sebagai metode untuk mengukur
status gizi masyarakat, khususnya untuk penapisan (screening)
status
gizi.
Hal
ini
dikarenakan
antropometri
diakui
kebenarannya secara ilmiah.
Memperhatikan faktor di atas, maka dibawah ini akan diuraikan
keunggulan antropometri gizi sebagai berikut :
(a) Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah
sampel yang besar.
commit to user
28
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(b) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan
oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat
melakukan pengukuran antropometri. Kader gizi (posyandu)
tidak perlu seorang ahli, tetapi dengan pelatihan singkat ia dapat
melaksanakan kegiatannya secara rutin.
(c) Alatnya mudah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan
dibuat di daerah setempat. Memang ada alat antropometri yang
mahal dan harus diimpor dari luar negeri, tetapi penggunaan alat
itu hanya tertentu saja seperti “Skin Fold Caliper” untuk
mengukur tebal di bawah kulit.
(d) Metode ini tepat dan akurat, akrena dapat dibakukan.
(e) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa
lampau.
(f) Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan
gizi buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas.
(g) Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi
pada peride tertentu, atau dari suatu generasi ke generasi
berikutnya.
(h) Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok
yang rawan terhadap gizi
commit to user
29
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(4) Kelemahan Antropometri
Di samping keunggulan metode penentuan status gizi secara
antropometri, terdapat pula beberapa kelemahan.
(a) Tidak sensitif
Metode ini tidak dapat mendeketsi status gizi dalam waktu
singkat. Di samping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat
gizi tertentu seperti zink danFe.
(b) Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan
energi)
dapat
menurunkan
spesifikasi
dan
sensitivitas
pengukuran antropometri.
(c) Kesalahan
yang
terjadi
pada
saat
pengukuran
dapat
mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran
antropometri gizi.Kesalahan ini terjadi karena:
- Pengukuran
- Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi
jaringan
- Analisis dan asumsi yang keliru
(d) Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
- Latihan petugas yang tidak cukup.
- Kesalahan alat atau alat tidak ditera.
- Kesulitan pengukuran.
commit to user
30
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(5) Jenis Parameter
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari
tubuh manusia, anatra lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal
lemak di bawah kulit. Di bawah ini akan diuraikan parameter itu.
(a) Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi.
Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status
gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat
badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai
dengan penentuan umur yang tepat.
Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur digunakan
adalah tahun umur penuh (Completed Year) dan untuk anak umur
0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (Completed Month).
Contoh
: Tahun usia penuh (Completed Year)
Umur
: 7 tahun 2 bulan, dihitung 7 tahun
6 tahun 11 bulan, dihitung 6 tahun
Contoh
: Bulan Usia penuh (Completed Month)
Umur
: 4 bulan 5 hari, dihitung 4 bulan
3 bulan 27 hari, dihitung 3 bulan
Di perdesaan banyak keluarga yang tidak mempunyai catatan
tanggal lahir anaknya. Selain itu juga ada kecenderungan untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31
digilib.uns.ac.id
menulis angka yang mudah seperti: 1 tahun, 1,5 tahun, 2 tahun,
dan 3 tahun.
(b) Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan
paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat
badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR.
Dikatakan BBRL apabila berat bayi lahir dibawah 2500 gram
atau di bawah 2,5 kg. pada masa bayi-balita, berat badan dapat
dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun
status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi,
asites, edema dan adanya tumor. Di samping itu pula berat badan
dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan
makanan.
Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan
mineral pada tulang, pada remaja, lemak tubuh cenderung
meningkat, dan protein obat menurut. Pada orang yang edema
dan asites terjadi penambahan ciran dalam tubuh. Adanya tumor
dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi
pada orang kekurangan gizi.
(c) Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan
yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui
dengan tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran
commit to user
32
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kedua yang pentihng, karena dengan menghubungkan berat
badan terhadap tinggi badan
(Quac stick), faktor umur dapat
dikesampingkan.
Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat
berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi mikrotoa
(microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm.
(6) Indeks Antropometri
Parameter antrometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.
Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indek Antropometri.
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat
Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U),
dan berat badan mennurut Tinggi badan (BB/TB).
(a) Berat Badan Menurut Umur (BB/ U)
Dalam keadaan noramal, dimana keadaan kesehatan baik dan
keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin,
maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.
Sebaliknya
kemungkinan
dalam
keadaan
perkembangan
yang
berat
abnormal,
badan,
terdapat
yaitu
2
dapat
berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.
Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat
badan menurut umur digunakan sebagai salah satu pengukuran
status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka
commit to user
33
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini
(current nutritional status).
Ø Kelebihan Indeks BB/ U
Indeks BB/U mempunyai beberapa kelebihan antara lain:
- Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat
umum.
- Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis.
- Berat badan dapat berfluktuasi.
- Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil.
- Dapat mendeteksi kegemukan (over weight).
Ø Kelemahan Indek BB/ U
Disamping mempunyai kelebihan, indeks BB/ U juga
mempunyai beberapa kekurangan, antara lain:
- Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang
keliru
bila terdapat edema maupun asites.
- Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional,
umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan
umur yang belum baik.
- Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak
dibawah usia lima tahun.
- Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti .
-
Secara operasional sering mengalami hambatan karena
masalah sosial budaya setempat. Dalam hal ini orang tua
commit to user
34
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak mau menimbang anaknya, karena dianggap seperti
barang dagangan, dan sebagainya.
(b) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Ø Keuntungan Indeks TB/ U
- Baik untuk menilai status gizi masa lampau.
- Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah
dibawa.
Ø Kelemahan Indeks TB/ U
- Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin
turun.
- Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus
berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk
melakukannya.
- Ketepatan umur sulit didapat.(c) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/ TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah
dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
Ø Keuntungan indeks BB/ TB
- Tidak memerlukan data umur
- Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan
kurus).
commit to user
35
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ø Kelemahan indeks BB/ TB
- Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut
pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan
menurut
umurnya,
karena
faktor
umur
tidak
dipertimbangkan.
- Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam
melakukan pengukuran panjang. Tinggi badan pada
kelompok balita.
- Membutuhkan dua macam alat ukur.
- Pengukuran dua macam alat ukur.
- Pengukuran relatif lebih lama.
- Membutuhkan dua orang yang melakukannya.
-
Sering
terjadi
kesalahan
dalam
pembacaan
hasil
pengukuran, terutama bila dilakukan oleh kelompok nonprofesional
Sampai saat ini masih terdapat masalah yang berkaitan dengan
informasi status gizi berdasarkan pada data antropometri. Masalah yang
banyak dijumpai di lapangan yaitu beragamnya penggunaan istilah status
gizi dan penggunaan baku rujukan.
Departemen Kesehatan RI sesuai hasil pertemuan pakar gizi yang
diselenggarakan oleh Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI)
bekerjasama dengan UNICEF Indonesia dan LIPI pada bulan Januari
2000, menyepakati penyeragaman istilah status gizi dan buku antropometri
yang digunakan di Indonesia, dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini :
commit to user
36
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.2 Status gizi Berdasarkan Indeks Antropometri
Indikator
Status Gizi
Gizi lebih
Gizi baik
Berat badan menurut
umur (BB/U)
Gizi kurang
Tinggi badan menurut
umur (TB/U)
Berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB)
Keterangan
> 80 %
71 % – 80 %
61 % - 70 %
Gizi buruk
≤ 60 %
Gizi lebih
> 90 %
Gizi baik
81 % – 90 %
Gizi kurang
71% – 80 %
Gizi buruk
≤ 70 %
Gizi lebih
> 90 %
Gizi baik
81 % – 90 %
Gizi kurang
71 % – 80 %
Gizi buruk
≤ 70 %
Sumber : DepKes RI (2005)
b) Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
supervisial seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada
orang-orang yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar
commit to user
tiroid.
37
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Metode ini umumnya untuk survei secara cepat. Survei ini
dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis secara
umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu
digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan
melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat
penyakit.
c) Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada
berbagai jaringan tubuh antara lain darah, urine, tinda dan beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot.
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan mal nutrisi yang lebih parah
lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan
kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menemukan
kekurangan gizi yang spesifik.
d) Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penelitian
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan)
dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat
commit to user
38
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja
epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
2) Penilaian Status Gizi secara Tidak Langsung
a) Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status
gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi
yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada
masyarakat,
keluarga
dan
individu.
Survei
ini
dapat
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2) Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat
penyebab tertentu dan data lain yang berhubungan dengan gizi.
3) Faktor Ekologi
Bengeoa mengungkapkan bahwa mal nutrisi merupakan
masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,
biologis dan lingkungan budaya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
39
digilib.uns.ac.id
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan
praktek pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi usia 6
sampai 12 bulan sejauh ini diketahui peneliti belum pernah dilakukan oleh
peneliti lain.
Namun peneliti menemukan penelitian yang relevan dengan penelitian
yang sekarang. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto (2006),
dengan judul Pengetahuan dan praktek pemberian makanan pendamping ASI
hubungannnya dengan perkembangan bayi usia 6 sampai 12 bulan di
Puskesmas Jetis I, Bantul Yogyakarta, dengan hasil bahwa ada pengetahuan
dan praktek ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI berhubungan
secara bersama-sama terhadap perkembangan bayi.
Atmanto (2008), dengan judul hubungan antara tingkat pendidikan ibu,
pendapatan keluarga, dan modal social dengan status gizi anak balita di
Kabupaten Sragen, dengan hasil bahwa pendidikan ibu, pendapatan keluarga
dan modal soaial berturut-turut memiliki hubungan yang signifikan terhadap
status gizi anak balita.
Adapun persamaan penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto (2006)
dengan penelitian sekarang adalah terletak pada variable tingkat pengetahuan
dan praktek pemberian makanan pendamping ASI serta metode penelitian
yaitu deskriptif. Sedangkan persamaan penelitian yang dilakukan oleh
Atmanto (2008) dengan penelitian sekarang adalah variable status gizi.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto (2006) dengan penelitian
commit to user
40
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sekarang adalah variable dependen yaitu perkembangan bayi usia 6 sampai 12
bulan, responden, tempat waktu dan jumlah sample yang diteliti. Sedangkan
perbedaan penelitian oleh Atmanto (2008) dengan penelitian sekarang adalah
pada variable independent yaitu tingkat pendidikan, pendapatan keluarga dan
modal social kemudian responden, tempat, waktu dan jumlah sample yang
diteliti.
commit to user
41
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dan Praktek
Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi pada bayi usia
6 – 12 bulan.
Pengetahuan Ibu tentang
pemberian MP-ASI
Status Gizi Bayi usia 6
sampai 12 bulan
Praktek ibu tentang
pemberian MP-ASI
-
Pendidikan
Pendapatan
Teknologi
Budaya
dll
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu
dan Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi pada
bayi usia 6 – 12 bulan.
commit to user
42
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Hipotesis
1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan
pendamping ASI dengan status gizi bayi usia 6 sampai 12 bulan di
Puskesmas Karang Malang Kabupaten Sragen.
2. Ada hubungan antara praktek pemberian makanan pendamping ASI
dengan status gizi bayi usia 6 – 12 bulan di Puskesmas Karang Malang
Kabupaten Sragen.
3. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan praktek pemberian
makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi usia 6 – 12 bulan di
Puskesmas Karang Malang Kabupaten Sragen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional analitik
dengan rancangan cross sectional. Variabel bebas dan variabel terikat
dianalisa secara bersamaan pada waktu yang sama (Nur Salam, 2003).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalang
Kabupaten Sragen dari bulan Juni sampai November 2010.
C. Populasi Sampel
Ibu bayi usia 6 -12 bulan di wilayah Puskesmas Karangmalang
Kabupaten Sragen yaitu sebesar 537 orang.
D. Desain Ukuran Sampel
Pada penelitian ini data akan dianalisis menggunakan analisis bivariat
dan multivariat. Metode pengambilan sampel dengan menggunakan teknik
cluster random sampling yaitu peneliti tidak mendaftar semua anggota atau
unit melainkan cukup mendaftar banyaknya kelompok atau gugus yang ada
dalam populasi tersebut. Kemudian mengambil sampel berdasarkan gugus
atau kelompok tersebut (Notoadmodjo, 2005). Penelitian ini dilakukan di
Wilayah kerja Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen yang terdiri dari
10 desa dimana peneliti mengambil sampel sebesar 30 %. Pengambilan
sampel secara gugus adalah dengan mengambil 3 desa dari 10 desa yang ada
commit to user
43
44
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di Wilayah Puskesmas Karangmalang secara random, dimana yang terpilih
sebagai desa sampel adalah Desa Plumbungan, Desa Kroyo dan Desa
Jurangjero. Kemudian semua bayi usia 6 sampai 12 bulan yang berdomisili di
di tiga desa tersebut diambil sebagai sampel. Jumlah bayi usia 6 sampai 12
bulan di Desa Plumbungan adalah sebesar 41 bayi, dan jumlah bayi di Desa
Kroyo adalah sebesar 51 bayi, sedangkan bayi usia 6 sampai 12 bulan di Desa
Jurangjero adalah sebesar 38 bayi, sehingga jumlah sampel dalam penelitian
ini adalah 130 responden.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
: Pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan
Pendamping ASI dan praktek ibu tentang pemberian Makanan
Pendamping ASI
2. Variabel Terikat
: Status gizi bayi usia 6-12 bulan.
F. Definisi Operasional
1. Pengetahuan Ibu tentang Cara Pemberian MP-ASI
Adalah pemahaman ibu tentang materi pengertian, tujuan dan
manfaat pemberian Makanan Pendamping ASI kepada bayi usia 6-12
bulan. Pernyataan mempunyai pola jawaban benar dan salah. Pernyataan
jawaban benar mendapat skor nilai 1, sementara pernyataan yang salah
mendapat angka 0. pengetahuan didapat dari penjumlahan skor jawaban
benar. Skala pengukuran yang digunakan dalam variabel ini adalah
interval. Untuk keperluan analisis deskriptif maka
pengetahuan
dikategorikan tinggi jika responden mempunyai skor 15 – 20 dan
commit
to user
pengetahuan dikategorikan
rendah
jika skor jawaban benar kurang dari
45
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
15. Kriteria pengetahuan menurut Arikunto (2002) adalah pengetahuan
tinggi jika diperoleh skor 76 – 100 % dari total skor, sedangkan
pengetahuan dikatakan rendah jika diperoleh skor kurang dari 76 % dari
total skor.
2. Praktek Ibu tentang Pemberian MP-ASI
Adalah tindakan ibu secara langsung yang berhubungan dengan
pemberian makanan selain ASI yang diberikan bersamaan dengan pola
pemberian ASI pada bayi usia 6-12 bulan. Pernyataan praktek mempunyai
pola jawaban ya dan tidak. Variabel praktek ibu tentang cara pemberian
Makanan Pendamping ASI diperoleh dari penjumlahan skor jawaban ya
pada masing-masing pernyataan. Skala pengukuran yang disunakan pada
variabel ini adalah interval. Untuk keperluan analisis deskriptif maka
variabel praktek dikategorikan menjadi baik dan tidak baik, responden
mendapat skor baik jika jumlah jawaban ya sebanyak 24 – 31 (76-100%)
dan kategori tidak baik jika jumlah jawaban ya kurang dari 24 (<76%).
3. Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
yang ditentukan dengan antropometri yang menggunakan indikator berat
badan dan umur. Penentuan status gizi dengan menggunakan rumus persen
terhadap median yaitu perbandingan antara berat badan bayi dengan
median baku NCHS. Instrumen yang digunakan adalah KMS, timbangan
dacin, Tabel baku antropometri standard WHO-NCHS.
commit to user
46
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Skala pengukuran dalam variabel status gizi ini adalah interval. Untuk
keperluan analisis deskriptif maka
variabel status gizi dikategorikan
menjadi 4 macam yaitu status gizi lebih (> 80 %), status gizi baik (71 % –
80 %), status gizi kurang (61 % - 70 %), dan status gizi buruk (≤ 60 %).
G. Alat dan Metode Pengumpulan Data
Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui pengetahuan dan praktek
tentang cara pemberian Makanan Pendamping ASI adalah kuesioner.
Kuesioner untuk pengetahuan ibu tentang cara pemberian Makanan
Pendamping ASI diisi oleh ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan. Bentuk
kuesionernya tertutup, yaitu kuesioner dengan alternatif jawaban yang sudah
disediakan oleh peneliti dan responden tinggal memberi tanda tertentu pada
lembar jawaban yang telah tersedia. Kuesioner tersebut terdiri dari beberapa
pernyataan, yang meliputi : jadwal pemberian Makanan Pendamping ASI
menurut umur bayi, jenis makanan dan frekuensi pemberiannya. Sebelum
kuesioner diberikan pada responden, peneliti mengajukan informed consent
dahulu kepada responden. Apabila responden sudah bersedia kemudian diberi
lembar kuesioner untuk diisi sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan dan
dikumpulkan kembali untuk diolah datanya.
Cara pengumpulan data untuk praktek ibu tentang cara pemberian
Makanan Pendamping ASI adalah dengan cara wawancara dan menggunakan
alat bantu kuesioner terhadap ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan
sebagai sampel.
Untuk data status gizi bayi usia 6 – 12 bulan pengukuran
commit to user
47
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilakukan oleh peneliti, petugas gizi Puskesmas dan dibantu oleh Bidan Desa
Peralatan yang diperlukan untuk menilai status gizi bayi usia 6-12 bulan
adalah KMS, timbangan dacin standard dan tabel baku antropometri standard
WHO-NCHS.
H. Metode Pengolahan dan Analisis Data
1. Uji Korelasi Pearson Product Moment
Uji bivariat Korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk
mengetahui kuat lemahnya hubungan antar variabel. Besar kecilnya angka
korelasi adalah sebagai berikut :
·
0 – 0,25
: korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada)
·
> 0, 25 – 0,5
: korelasi cukup
·
> 0,5 – 0,75
: korelasi kuat
·
> 0,75 – 1
: korelasi sangat kuat
2. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis
regresi
merupakan
suatu
teknik
untuk
menentukan
ketergantungan satu variabel dependent dengan satu atau lebih variabel
independent. Regresi linier berganda digunakan untuk melihat hubungan
tingkat pengetahuan ibu dan praktek pemberian MP-ASI dengan status gizi
bayi usia 6 sampai 12 bulan. Model empiriknya adalah sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2
Keterangan :
Y
: Status Gizi
a
: Konstanta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
b1
: Koefisien X1
b2
: Koefisien X2
X1
: Pengetahuan
X2
: Praktek
48
digilib.uns.ac.id
Hasil persamaan regresi tersebut kemudian di analisis dengan
menggunakan beberapa uji.
a. Uji t
Uji t digunakan untuk menguji apakah pertanyaan dari hipotesis benar.
Uji t pada dasarnya untuk melihat pengaruh atau hubungan masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji t dilakukan dengan
membandingkan nilai t hitung dengan t tabel. Kriteria ujinya adalah
apabila nilai statiatik t hitung perhitungannya lebih tinggi dibandingkan
nilai t tabel, atau Sig t ≤ 0,05 maka Ho ditolak (Ghozali, 2001).
Tingkat signifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 %.
b. Uji F
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh atau hubungan semua
variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Kriteria
ujinya adalah bila nilai F hitung > F tabel atau Sig F ≤ 0,05 maka Ho
ditolak artinya variabel bebas (independent) secara bersama-sama
berhubungan signifikan terhadap variabel terikat (dependent).
c. Uji Koefisien Determinasi (R²)
Uji Koefisien Determinasi (R²) digunakan untuk mengukur seberapa
jauh kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variabel terikat.
commit to user
49
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Uji Persyaratan / Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengganggu atau residual memiliki distri busi normal. Kalau
asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid. Uji
normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Kolmogrov –
Smirnov (K-S). Kriteria ujinya adalah apabila nilai Sig > 0,05 maka Ho
diterima yang berarti data residual berdistribusi normal. Analisis regresi
mengasumsikan bahwa variabel pengganggu € berdistribusi normal.
(Ghozali, 2001).
b. Uji Linieritas
Uji linieritas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang
digunakan benar atau salah. Uji linieritas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Uji Durbin Watson. Kriteria ujinya adalah nilai uji
statistik Durbin Watson terletak diantara DU dan 4 – DU maka Ho
diterima yang berarti autokorelasi negatif dan fungsi linier.
c. Uji Independensi (Uji multikolinieritas)
Uji independensi digunakan untuk melihat apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Hal ini
dapat dilihat dari variance inflation faktor (VIF). Jika nilai VIF diatas
10 maka dikatakan terdapat korelasi antar variabel independen atau
terdapat multikolinieritas (korelasi yang besar antar variabel bebas).
commit to user
50
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I. Uji Validitas dan Reliabilitas
1.
Uji Validitas
Sebelum melakukan analisis menjawab hipotesis, maka diperlukan uji
statistik, di antaranya adalah pengetahuan ibu dan praktek tentang cara
pemberian Makanan Pendamping ASI. Uji validitas dipakai untuk
mengetahui secara teliti item pertanyan yang dapat dipakai untuk
menganalisis selanjutnya atau item valid yang layak untuk dianalisis.
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan di Puskesmas Kedawung I yang
karakteristiknya
sama
dengan
Puskesmas
Karangmalang
dengan
menggunakan sampel try-out sebanyak 30 responden,. Dalam kuesioner
ini, ada dua kuesioner yang diuji validitas dan reliabilitas, yakni
pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan Pendamping ASI sebanyak
25 item dan praktek pemberian Makanan Pendamping ASI sebanyak 31
item.
Dikatakan sebuah item pertanyan kuesioner valid, apabila nilai
validitas hitung menunjukkan angka yang lebih besar dari nilai r tabel
(dalam hal ini r tabel dilihat dari tabel korelasi product moment dengan
memperhitungkan n=30 dan signifikasi 5% = 0,361).
Dari uji coba kuesioner yang disebarkan setelah dilakukan uji validitas
dengan menggunakan program SPSS 15.00 seperti tertera dalam lampiran
1. Sebuah item pertanyaan dikatakan valid apabila r hitung > r tabel pada
taraf signifikasi 5 %. Maka dapat disimpulkan bahwa dari kuesioner
pengetahuan ada 5 item pertanyaan yang tidak valid karena nilai r hitung
< r tabel sehingga dari 25 item pertanyaan yang diujikan hanya ada 20
commit to user
51
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
item pertanyaan yang valid dan dapat digunakan sebagai instrumen
penelitian. Sedangkan untuk kuesioner praktek pemberian MP-ASI dari
31 item pertanyaan semua memiliki nilai r hitung > r tabel sehingga semua
item pertanyaan tersebut valid dan bisa digunakan sebagai instrumen
penelitian.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dipakai guna mengukur konsistensi responden
menjawab pertanyaan yang diajukan. Konsisten berarti bahwa tidak ada
perubahan pendapat dalam menjawab pertanyaan. Untuk selanjutnya jika
muncul pertanyaan yang tidak reliabel dapat dikeluarkan atau tidak dipakai
dalam analisis selanjutnya atau diganti dengan pertanyaan yang lain.
Sesuai dengan pendapat Imam Ghozali (2001) bahwa kuesioner dikatakan
reliabel jika nilai Croancbach Alpha lebih besar dari 0,6.
Dari uji coba kuesioner yang telah disebarkan setelah dilakukan uji
reliabilitas dengan menggunakan program SPSS 15.0 seperti tertera dalam
lampiran 2. Dapat dilihat dari hasil analisis reliabilitas kuesioner variabel
pengetahuan menunjukkan bahwa nilai Croancbach Alpha adalah 0,83 >
0,6 sehingga kuesioner variabel pengetahuan adalah reliabel. Sedangkan
dari analisis reliabilitas kuesioner variabel praktek
menunjukkan bahwa
nilai Croancbach Alpha adalah 0,95 > 0,6 sehingga kuesioner variabel
praktek juga reliabel.
commit to user
52
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Karangmalang yang terletak di
Kecamatan Karangmalang. Lokasi Puskesmas Karangmalang kurang lebih
6 km di sebelah selatan kota Sragen. Kecamatan Karangmalang memiliki
luas wilayah 4.292 km² dan jumlah penduduk sebanyak 58.404 jiwa.
Wilayah kerja Puskesmas Karangmalang terdiri dari sepuluh
kelurahan. Jumlah anak usia 6 sampai 12 bulan yaitu 537 orang. Batas
wilayah Kecamatan Karangmalang sebelah utara dibatasi oleh kecamatan
Sragen, sebelah Timur dibatasi oleh Kecamatan Ngrampal, sebelah selatan
dibatasi oleh Kecamatan Kedawung, sedangkan disebelah barat di batasi
oleh Kecamatan Masaran.
Sarana pendukung operasional Puskesmas Karangmalang berupa
satu unit mobil Puskesmas keliling, dua unit Puskesmas Pembantu. Tenaga
di Puskesmas Karangmalang ada 3 dokter umum, 33 perawat dan bidan, 1
orang tenaga farmasi, 1 orang tenaga gizi, 1 orang tenaga sanitasi dan 10
tenaga lainnya.
a. Karakteristik Responden
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang
mempunyai bayi usia 6 sampai 12 bulan di Desa Plumbungan, Desa Kroyo
commit to user
52
53
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan Desa Jurangjero Kecamatan Karangmalang. Jumlah bayi usia 6
sampai 12 bulan di Desa Plumbungan adalah sebesar 41 bayi, dan jumlah
bayi di Desa Kroyo adalah sebesar 51 bayi, sedangkan bayi usia 6 sampai
12 bulan di Desa Jurangjero adalah sebesar 38 bayi, sehingga jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 130 responden.
Sebelum dibahas secara rinci hasil penelitian, terlebih dahulu peneliti
membahas distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan, pekerjaan
dan jenis kelamin bayi yang dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat
Jumlah Responden
Persentase
SD
22
17,0 %
SMP
47
36,1 %
SMU
54
41,5 %
Perguruan Tinggi
7
5,4 %
Jumlah
130
100 %
Pendidikan
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 130 responden
mayoritas responden mempunyai tingkat pendidikan terakhir SMU yaitu
sebanyak 54 responden (41,5 %), kemudian responden yang paling sedikit
mempunyai tingkat pendidikan terakhir Perguruan Tinggi sebanyak 7
orang (5,4 %).
commit to user
54
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan
Jumlah Responden
Persentase
PNS
6
4,6 %
Pegawai Swsta
15
11,5 %
Buruh
38
29,2 %
IRT
53
40,8 %
Lainnya
18
13,9 %
Jumlah
130
100 %
Sumber : Data Primer
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa paling banyak responden adalah
ibu rumah tangga yaitu sebanyak 53 orang ( 40,8 % ), kemudian responden
yang bekerja sebagai PNS hanya 6 orang (4,6 % ), sedangkan pekerjaan
lainnya seperti pembantu rumah tangga dan industri rumah tangga
sebanyak 18 orang (13,9 % ).
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin bayi
Jenis Kelamin
Jumlah Responden
Persentase
Laki-laki
73
56,1 %
Perempuan
57
43,9 %
Jumlah
130
100 %
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dari 130 responden yaitu
ibu- ibu yang mempunyai bayi usia 6 sampai 12 bulan, mayoritas
responden mempunyai bayi laki-laki yaitu sebanyak 73 orang ( 56,1 % ).
commit
user
Sedangkan yang mempunyai
bayi to
perempuan
sebanyak 57 (43,9 %).
55
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.4
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Kategori
Jumlah Responden
Persentase
Rendah
59
45,4 %
Tinggi
71
54,6 %
Jumlah
130
100 %
Sumber : Data Primer
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa mayoritas responden mempunyai
tingkat pengetahuan tentang cara pemberian MP-ASI adalah tinggi yaitu
sebanyak 71 responden ( 54,6 % ), sedangkan 59 responden (45,4 % )
mempunyai tingkat pengetahuan tentang cara pemberian MP-ASI rendah.
Tabel 4.5
Distribusi Responden Berdasarkan Praktek Pemberian MP-ASI
Kategori
Jumlah Responden
Persentase
Baik
79
60,8 %
Tidak Baik
51
39,2 %
Jumlah
130
100 %
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari 130 responden
sebagian besar sudah melakukan praktek pemberian MP-ASI kepada
bayinya dengan baik yaitu sebanyak 79 responden (60,8 % ).
commit to user
56
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.6
Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Bayi
Kategori
Jumlah Responden
Persentase
Lebih
17
13,1 %
Baik
79
60,8 %
Kurang
29
22,3 %
Buruk
5
3,8 %
Jumlah
130
100 %
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 130 responden
sebagian besar mempunyai bayi dengan status gizi baik yaitu sebanyak 79
orang (60,8 %), sedangkan yang mempunyai bayi dengan status gizi buruk
hanya 5 orang ( 3,8 % ).
b. Tingkat Pengetahuan, Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI dan
Status Gizi
1) Tingkat Pengetahuan dan Status Gizi
Tabel 4.7
Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Status Gizi Bayi
Status Gizi
Pengetahuan
Lebih
Baik
Kurang
Total
Buruk
N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
Rendah
7
5,3
22
17
26
20
4
3,1
59
45,4
Tinggi
10
7,7
57
43,8
3
2,3
1
0,8
71
54,6
Total
17
13,1
79
60,8
29
22,3
5
3,8
130
100
Sumber : Data Primer
commit to user
57
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa mayoritas responden
yang mempunyai pengetahuan rendah tentang pemberian MP-ASI
mempunyai bayi dengan status gizi kurang yaitu sebanyak 26 orang
(20 %). Sedangkan responden yang mempunyai tingkat pengetahuan
tinggi mayoritas mempunyai bayi dengan status gizi baik yaitu
sebanyak 57 orang (43,8 %).
2) Praktek dan Status Gizi
Tabel 4.8
Praktek Pemberian MP-ASI Responden Berdasarkan Status Gizi
Bayi
Status Gizi
Praktek
Pemberian
Lebih
Baik
Kurang
Total
Buruk
MP-ASI
N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
Baik
14
10,8
57
43,8
4
3,1
4
3,1
79
60,8
Tidak Baik
3
2,3
22
16,9
25
19,2
1
0,8
51
39,2
Total
17
13,1
79
60,8
29
22,3
5
3,8
130
100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa responden yang
praktek
pemberian
MP-ASI
kepada
bayinya
baik
mayoritas
mempunyai bayi dengan status gizi baik yaitu sebanyak 57 orang
(43,8%). Sedangkan responden yang praktek pemberian MP-ASI nya
tidak baik mayoritas mempunyai bayi dengan status gizi kurang yaitu
sebanyak 25 orang (19,2 %).
commit to user
58
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Tingkat Pengetahuan dan Praktek Pemberian MP-ASI
Tabel 4.9
Tingkat Pengetahuan dan Praktek Pemberian MP-ASI
Praktek Pemberian MP-ASI
Total
Tingkat
Tidak Baik
Baik
Pengetahuan
N
%
N
%
N
%
Rendah
35
26,9
24
18,5
59
45,4
Tinggi
16
12,3
55
42,3
71
54,6
Jumlah
51
46,9
79
53,1
130
100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan table 4.9 dapat dilihat bahwa responden yang
mempunyai tingkat pengetahuan tentang MP-ASI tinggi mayoritas
melakukan praktek pemberian MP-ASI dengan baik yaitu sebanyak 55
orang (42,3%). Sedangkan responden yang mempunyai tingkat
pengetahuan tentang MP-ASI rendah mayoritas melakukan praktek
pemberian MP-ASI dengan tidak baik yaitu sebesar 35 orang (26,9 %).
commit to user
59
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Analisis Uji Hipotesis
a. Hasil Uji Bivariat (Korelasi Pearson Product Moment)
Tabel 4.10
Hasil Uji Bivariat
Pengetahuan
Praktek
Status
Gizi
Pengetahuan
Pearson
1,000
0,425
0,354
Sig. (1-tailed)
.
0,000
0,000
N
130
130
130
Pearson
0,425
1,000
0,348
Sig. (1-tailed)
0,000
.
0,000
N
130
130
130
Pearson
0,354
0,348
1,000
Sig. (1-tailed)
0,000
0,000
.
N
130
130
130
Corelation
Praktek
Corelation
Status Gizi
Corelation
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan
yang cukup kuat antara tingkat pengetahuan tentang MP-ASI dengan
status gizi bayi pada nilai r = 0,354 dan p = 0,000 (< 0,05). Dan juga
terdapat hubungan yang erat antara praktek pemberian MP-ASI dengan
status gizi bayi pada niali r = 0,348 dan p =0,000 (<0,05).
commit to user
60
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Analisis Regresi Linier Berganda
1) Uji Persyaratan
a) Uji Normalitas Data (uji Kolmogorov – Smirnov)
Hasil uji normalitas dengan menggunalkan uji Kolmogorov –
Smirnov (K – S) pada data ketiga variabel berdistribusi normal
(nilai sig >0,05) yaitu pengetahuan (p= 0,078), praktek p=0,080),
status gizi (p=0,681).
b) Uji Linieritas
Hasil uji linieritas dengan menggunakan uji Durbin Watson
menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antar sisaan/eror atau
asumsi terpenuhi bahwa fungsi linier yaitu nilai statistik Durbin
Watson (2,081) terletak diantara nilai tabel Durbin Watson
(1,580) dan 4 - DU (2,291).
c) Uji Multikolinieritas (independensi)
Hasil uji Multikolinieritas menunjukan bahwa tidak ada satupun
variabel bebas yang memiliki nilai VIF (Variance Inflation
Factor) lebih dari 10. Jadi tidak ada masalah Multikolinieritas
antar variabel bebas yamg dimasukkan dalam model regresi.
commit to user
61
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Uji t
Tabel 4.11
Hasil uji t
Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std.
t
Sig.
3,492
0,001
Beta
Error
1
(Constant)
5,060
1,449
Pengetahuan
0,245
0,087
0,251
2,818
0,006
Praktek
0,164
0,061
0,241
2,698
0,008
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Tabel
4.11 menunjukkan
bahwa semua variabel bebas
mempunyai nilai sig <0,05 atau t hitung > t tabel (1,960) sehingga
masing-masing variabel secara individu mempunyai hubungan yang
signifikan terhadap variabel terikat. Hal ini berarti terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan dengan status gizi pada nilai p =
0,006 (<0,05). Dan terdapat hubungan yang signifikan antara praktek
dengan status gizi pada nlai p = 0,008 (<0,05).
commit to user
62
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Uji F
Tabel 4.12
Hasil Uji F
Model
Sum
of
df
Squares
1
Mean
F
Sig
13,243
0,000(a)
Square
Regression
128,683
2
64,341
Residual
617,011
127
4,858
Total
745,694
129
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Tabel 4.12 menunjukan bahwa nilai F hitung 13,243 > F tabel
(2,99) atau nilai p = 0,000 < 0,05. Hal ini berarti semua variabel bebas
yaitu pengetahuan dan praktek secara bersama-sama mempunyai
hubungan yang signifikan terhadap status gizi.
4) Uji Koefisien Determinasi (R²)
Tabel 4.13
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model
1
R
0,415
R Square
0,173
Adjusted R Square
0,160
Std Error of the
Estimate
2,20417
Durbin
Watson
1,705
Sumber : Hasil Pengolahan data
Dari tabel 4.13 dapat dilihat bahwa Adjusted R Square 0,.160
artinya 16 % variabel status gizi dapat dijelaskan oleh variabel
pengetahuan dan praktek, sedangkan sisanya (100% - 16 % = 84 %)
disebabkan oleh faktor-faktor lain.
commit to user
63
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Persamaan Regresi
Y = 5,06 + 0,245X1 + 0,164X2
Y
= status gizi
X1
= pengetahuan
X2
= praktek
Dari persamaan diatas dapat diartikan bahwa jika variabel
pengetahuan meningkat 1 skor maka variabel status gizi akan
meningkat sebesar 0,245. Koefisien variabel praktek sebesar 0,164
dan bertanda positif. Hal ini berarti kenaikan 1 skor variabel praktek
akan mengakibatkan kenaikan 0,164 skor pada variabel status gizi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
B.
64
digilib.uns.ac.id
PEMBAHASAN
World Health Organization (1992)merekomendasikan pemberian ASI
eksklusif sampai bayi usia enam bulan, setelah itu baru mulai diperkenalkan
MP-ASI dan pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berusia dua tahun. Mutu
MP-ASI yang diberikan kepada bayi sangat ditentukan oleh banyak faktor,
diantaranya krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun1997 yang
berdampak pada peningkatan jumlah keluarga miskindi Indonesia dan
berpengaruh secara langsung pada daya beli pangan keluarga. Selain
ketersediaan pangan pola pemberian MP-ASI juga sangat dipengaruhi oleh
faktor ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayinya.
1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Cara Pemberian
MP-ASI dengan Status Gizi pada bayi usia 6 sampai 12 bulan.
Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu”, dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengukuran
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian
atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita
ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas
(Notoatmodjo, 2003).
Hasil penelitian menunjukan bahwa besar hubungan antara variabel
pengetahuan dengan status gizi adalah 0,354 dengan tingkat signifikasi
koefisien korelasi 0,000. Oleh karena probabilitas jauh dibawah 0,05 maka
korelasi antara tingkat pengetahuan dengan status gizi sangat nyata. Pada
commit to user
65
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hasil uji t menunjukkan bahwa nilai sig atau significance adalah 0,006
(<0,05) atau t hitung 2,818 > t tabel 1,960. Dari hasil tersebut dapat dilihat
bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang cara pemberian MP-ASI
berhubungan dengan status gizi. Hal tersebut mendukung penelitian
Sudiyanto et al. (2003) di Jakarta Timur bahwa tingkat pengetahuan dan
sumber informasi yang diperoleh ibu tentang pemberian MP-ASI akan
mempengaruhi pola pemberian MP-ASI pada bayi.
Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Yuliati (2008) yang
dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang gizi
merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk pada balita di Kecamatan
Mandonga tahun 2008. Pengetahuan ibu tentang gizi yang cukup akan
membantu ibu khususnya dalam hal pemenuhan zat-zat gizi dalam
penyediaan makanan sehari-hari, karena dengan hal itu ibu akan
mengetahui pola pemberian makanan yang memiliki gizi kepada balita
maupun keluarga sehingga pemenuhan gizi bagi keluarga akan terjadi dan
dengan hal ini akan membuat kecukupan gizi bagi balita dan keluarga akan
terpenuhi.
Berdasar hasil penelitian diketahui bahwa responden yang tingkat
pengetahuannya
rendah mayoritas memiliki bayi dengan status gizi
kurang yaitu sebanyak 26 orang
(20 %). Sedangkan responden yang
mempunyai tingkat pengetahuan tinggi mayoritas mempunyai bayi dengan
status gizi baik yaitu sebanyak 57 orang (43,8 %). Hal tersebut
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang cara pemberian MPcommit to user
ASI sangat berpengaruh terhadap status gizi. Semakin tinggi tingkat
perpustakaan.uns.ac.id
66
digilib.uns.ac.id
pengetahuan ibu tentang cara pemberian MP-ASI maka semakin baik pula
status gizi bayi.
Apabila dikaitkan dengan hasil wawancara mendalam dengan ibu
bayi pada saat studi pendahuluan, penyebab masih rendahnya pengetahuan
tentang MP-ASI dapat disebabkan karena kurangnya informasi yang
diterima ibu khususnya mengenai MP-ASI.
Pengetahuan ibu tentang gizi yang cukup akan memberikan
pengaruh pada status gizi anak yang lebih baik jika dibandingkan dengan
ibu yang memiliki pengetahuan tentang gizi yang kurang. Hal
ini
disebabkan karena ibu yang memiliki pengetahuan gizi yang cukup akan
lebih memiliki informasi yang terkait dengan pemenuhan gizi balita
dengan baik dan tentunya akan berpengaruh pada proses praktek
pengelolaan makanan di rumahnya mulai dari persiapan sampai dengan
pendistribusiannya pada setiap anggota rumah tangga khusunya kepada
balitanya, bila dibandingkan dengan ibu yang memilki pengetahuan
tentang gizi yang kurang (Sudiyanto, 2003).
Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang
dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk
pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi. Banyak para
peneliti menemukan masalah gizi buruk disebabkan karena ketidaktahuan
terhadap gizi sehingga banyak jenis-jenis bahan makanan yang tidak
dimanfaatkan untuk konsumsi anak (Suharjo, 2009).
Menurut analisis peneliti bahwa ibu-ibu yang mempunyai anak
commit to user
balita khususnya bayi usia 6 sampai 12 bulan perlu sekali mendapatkan
67
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyuluhan dari kader puskesmas. Apabila ibu mendapat penyuluhan
tentang cara pemberian MP-ASI dengan benar maka ibu-ibu tersebut akan
memahami, sehingga akan mempraktekan cara pemberian MP-ASI dengan
benar, sehingga hal ini akan meningkatkan status gizi bayi.
Soekirman (2002) berpendapat perilaku masyarakat tidak sadar gizi
pada balita terkait masyarakat khususnya ibu balita yang sadar gizi maka
secara otomatis juga akan memperhatikan masalah pemberian MP-ASI
pada
bayinya,
dengan
demikian
sangat
diperlukan
peningkatan
pengetahuann pada ibu balita tentang pemberian MP-ASI melalui
pelayanan informasi yang baik berupa penyuluhan secara intensif. Hal ini
diperkirakan akan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
program MP-ASI dan dapat merubah perilaku menjadi sadar dalam
pemberian MP-ASI pada bayinya.
2. Hubungan antata Praktek Cara Pemberian MP-ASI dengan Status
Gizi
Praktek dibentuk oleh pengalaman interaksi individu dengan
lingkungan, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikapnya
terhadap suatu objek. Dalam praktek atau tindakan ibu dalam memberikan
MP-ASI pada bayinya sangat dipengaruhi oleh bagaimana sikap ibu
tersebut terhadap MP-ASI, apabila sikap positif dan mendukung, maka ibu
tersebut akan melakukan tindakan yang positif dalam memberikan MPASI pada bayinya. (Suharjo, 1994).
commit to user
68
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari hasil penelitian diketahui bahwa besar hubungan antara
praktek pemberian MP- ASI dengan status gizi adalah 0,348 dengan
tingkat signifikasi koefisien korelasi 0,000 (<0,05). Pada hasil uji t
menunjukkan bahwa nilai sig atau significance adalah 0,008 (<0,05) atau t
hitung 2,698 > t tabel (1,960). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa
praktek ibu dalam pemberian MP-ASI kepada bayinya sangat berpengaruh
terhadap status gizi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang
dalam praktek pemberian MP-ASI kepada bayinya baik mayoritas
mempunyai bayi dengan status gizi baik yaitu sebanyak 57 orang (43,8%).
Sedangkan responden yang praktek pemberian MP-ASI kepada bayinya
tidak baik mayoritas mempunyai bayi dengan status gizi kurang yaitu
sebanyak 25 orang (19,2 %).
Semakin baik praktek ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayinya
maka akan semakin baik pula status gizi bayinya, demikian juga
sebaliknya semakin tidak baik praktek ibu dalam pemberian MP-ASI maka
semakin tidak baik pula status gizi bayinya. Hal ini sesuai dengan haasil
penelitian Mulyati (2000) tentang pemberian MP-ASI pada bayi yang
sangat dipengaruhi oleh pengetahuan serta praktek ibu terhadap MP-ASI.
Menurut
Notoadmodjo
(2003)
bahwa
semakin
tinggi
pengetahuan seseorang maka semakin baik sikap yang dimiliki. Sikap juga
dipengaruhi adanya faktor-faktor antara lain pengalaman pribadi yang
didapat seperti melihat, membaca dari media cetak dan latihan atau
praktek dari orang lain.
commit to user
69
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari hasil wawancara pada ibu bayi dapat dilihat bahwa banyak ibu
bayi yang belum mengerti akan manfaat MP-ASI, sehingga ibu bayi
enggan untuk mencoba meningkatkan alternatif-alternatif pemberian MPASI pada bayinya dan kenyataannnya masih ada bayi yang mempunyai
status gizi buruk menurut standard penilaian klasifikasi status gizi anak
balita.
3. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dan Praktek pemberian
MP-ASI dengan Status Gizi Bayi
Dari hasil analisis data dengan menggunakan regresi linier berganda
dapat diketahui bahwa pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian MPASI berhubungan secara signifikan terhadap status gizi bayi. Menurut
Suharjo (1994) bayi yang diberi MP-ASI sejak usia 6 bulan mempunyai
status gizi yang lebih baik jika dibandingkan dengan bayi yang diberi MPASI sebelum usia 6 bulan. Hal ini desababkan bayi yang diberi MP-ASI
sebelum 6 bulan lebih lama mengkonsumsi makanan yang beraneka
ragam, sehingga bayi tidak tertarik lagi dengan MP-ASI. Apabila
pengetahuan dan praktek pemberian MP-ASI dapat diperbaiki maka akan
dapat meningkatkan status gizi bayi. Dalam penelitian ini dapat dilihat
bahwa nilai F hitung 13,243 > F tabel (2,99) atau nilai p = 0,000 < 0,05.
Hal ini berarti semua variabel bebas yaitu pengetahuan dan praktek secara
bersama-sama mempunyai hubungan yang signifikan terhadap status gizi.
commit to user
70
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil persamaan regresi logistik dalam penelitian ini adalah :
Y = 5,06 + 0,245X1 + 0,164X2 dimana Y = status gizi, X1 = tingkat
pengetahuan, X2 = praktek pemberian MP-ASI. Dari hasil persamaan
tersebut dapat diketahui bahwa jika pengetahuan meningkat 1 skor maka
status gizi akan meningkat sebesar 0,245. Koefisien variabel praktek
sebesar 1 dan bertanda positif . Hal ini berarti setiap kenaikan 1 skor
variabel praktek akan mengakibatkan kenaikan 0,164 skor pada status gizi.
Hasil
penelitian
Sudiyanto
(2003)
menunjukkan
bahwa
pengetahuan dan sumber informasi yang diperoleh ibu tentang pemberian
MP-ASI akan mempengaruhi pola pemberian MP-ASI pada bayi.
Umumnya ibu telah memberikan makanan selain ASI pada bayinya
sebelum usia 6 bulan, dengan jumlah dan mutu serta cara pemberian
makanan yang berbeda-beda (Karmini dan Rossi, 2000).
Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak
serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan
tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi
pada anak, khususnya pada umur dibawah 2 tahun (DepKes RI, 2002)
Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari beberapa faktor baik formal seperti
pendidikan yang didapat di sekolah-sekolah maupun non formal yang
diantaranya dapat diperoleh bila ibu aktif dalam kegiatan posyandu, PKK
maupun kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat(Notoatmojo, 1997).
Pengetahuan seorang ibu dibutuhkan dalam perawatan anaknya,
dalam hal pemberian dan penyediaan makanannya, sehingga seorang anak
commit to user
tidak menderita kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat disebabkan
71
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena pemilihan bahan makanan yang tidak benar. Pemilihan makanan ini
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang bahan makanan.
Ketidaktahuan dapat menyebabkan kesalahan pemilihan dan pengolahan
makanan, meskipun bahan makanan tersedia (Suharjo, 2009).
Ibu yang memiliki pengetahuan gizi yang cukup akan lebih
memiliki informasi yang terkait dengan pemenuhan gizi balita dengan baik
dan tentunya akan berpengaruh pada proses praktek pengelolaan makanan
di rumahnya mulai dari persiapan sampai dengan pendistribusiannya pada
setiap
anggota
rumah
tangga
khusunya
kepada
balitanya,
bila
dibandingkan dengan ibu yang memilki pengetahuan tentang gizi yang
kurang. Sehingga ibu yang memiliki pengetahuan yang tinggi akan
berpengaruh terhadap praktek dalam pemberian MP-ASI dimana hal ini
juga akan berpengaruh terhadap peningkatan status gizi bayi.
C.
KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian Cross Sectional. Pada desain ini
semua variabel diukur pada saat yang sama. Dengan demikian desain ini tidak
dapat memastikan hubungan temporal (pengaruh waktu) antara pengaruh
pengetahuan dan praktek pemberian makanan pendamping ASI dengan status
gizi pada bayi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Terdapat hubungan yang positif antara tingkat pengetahuan ibu tentang MPASI dengan status gizi bayi dengan nilai p = 0,000.
2. Terdapat hubungan yang positif antara praktek pemberian MP-ASI dengan
status gizi bayi dengan nilai p = 0,000.
3. Terdapat hubungan yang positif antara tingkat pengetahuan ibu dan praktek
pemberian
MP-ASI
dengan
status
gizi
bayi pada hasil uji F
dengan nilai p = 0,000.
B. SARAN
Sesuai dengan kesimpulan maka penulis akan memberikan saran sebagai
berikut :
1. Bagi tenaga kesehatan setempat
Perlu meningkatkan program penyuluhan kepada ibu- ibu yang mempunyai
bayi tentang asupan gizi bayi, bukan hanya ASI saja tetapi juga Makanan
Pendamping ASI yang juga sangat diperlukan untuk peningkatan status gizi
bayi.
commit to user
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
2. Bagi Puskesmas
Perlu meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memanfaatkan sumber
daya yang tersedia dalam masyarakat sehingga dapat digunakan untuk
memperbaiki status gizi bayi (kegiatan posyandu, pembentukan desa siaga,
dll).
3. Bagi peneliti selanjutnya
Perlu adanya penelitian lebih lanjut yang mempertimbangkan variabel lain
yang lebih kompleks dalam menghubungkan status gizi bayi seperti
hubungannya dengan pendapatan keluarga, modal sosial serta pengambilan
sampel dengan latar belakang demografi yang berbeda. Selain itu juga perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan rancangan kohort.
commit to user
Download