Tinjauan Fisis Dinamis Terjadinya Gelombang Panas/Dingin di Asia

advertisement
Tinjauan Fisis Dinamis
Terjadinya Gelombang Panas/Dingin di Asia dan Eropa
Oleh:
Drs. A. Sasmito (Perekayasa Utama), Alfan S.P, M.Si (Peneliti Pertama), Rahayu S.S.S (Peneliti Pertama)
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pendahuluan
Semenjak akhir Mei hingga awal Juni 2015 di wilayah India telah terjadi gelombang panas, dimana
suhu udara permukaan mencapai 47-480C yang mengakibatkan banyak orang sakit akibat kelelahan
dan mengalami dehidrasi dan akhirnya sebagian meninggal dunia. Sesuai data yang dihimpun,
bencana akibat fenomena meteorologi tersebut mencapai 1700 korban ( Sains Kompas.com, 29 Mei
2015). Selang beberapa hari kemudian gelombang panas juga terjadi di Pakistan pada pertengahan
bulan Juni 2015, merenggut nyawa sebanyak 120 jiwa (National Geographic Indonesia, 30 Mei
2015).Pada saat yang hampir bersamaan di Jepang juga terjadi gelombang panas, berdasarkan data
yang dikumpulkan oleh Badan Kebakaran dan Bencana Jepang (FDMA) pada tanggal 8 hingga 14
Juni lalu, seperti dilansir Sputnik pada hari Selasa (16/6/2015), setidaknya 780 orang telah dirawat
akibat cuaca ekstrim tersebut. Selain itu dua orang juga dikabarkan telah meninggal dunia akibat
gelombang panas tersebut. Cuaca ekstrim ini bukan pertama kali di Jepang. Pada tahun 2013 lalu,
setidaknya 13 ribu warga Jepang harus dilarikan kerumah sakit akibat kelelahan dan mengalami
dehidrasi akibat gelombang panas, dan 26 orang diantaranya meninggal dunia (SindoNews.com, 16
Juni 2015). Demikian pula pada akhir Juli hingga awal Agustus 2015 dijazirah Arab (Iraq dan Iran)
gelombang panas juga melanda wilayah tersebut. Dilaporkan bahwa suhu udara permukaan di
Bagdad tercatat 52 0C, dan di Iran tercatat 46 0C (Mail on Line News, 8-Agustus-2015). Berdasarkan
sumber dari dari Badan Meteorology Slovakia (SHMU) pada tanggal 7 Juli hingga tanggal 8
Agustus 2015 di wilayah Slovakia (Bratislava) juga mengalami gelombang panas dengan suhu
udara tertinggi mencapai 38 oC. Berbagai media menginformasikan bahwa pada tanggal 10 Agustus
di wilayah Mesir juga terjadi gelombang panas yang mengakibatkan 60 orang meninggal dan
sekitar 58 orang masuk rumah sakit.
Kejadian gelombang panas tersebut, apakah akan terjadi juga di Indonesia? Hal ini patut dicermati
dengan seksama dan dijelaskan kepada semua pihak agar tidak timbul kekhawatiran yang
berkepanjangan, karena saat ini di Indonesia sedang berlangsung musim kemarau 2015, pada saat
yang bersamaan juga terjadi El~Nino dengan intensitas sedang dan juga terjadi letusan gunung
Raung di Jawa Timur yang diduga akan semakin meningkatkan intensitas kekeringan. Disamping
itu juga terdapat laporan bahwa di puncak Jayawijaya juga terjadi hujan salju di tiga distrik yang
berlangsung pada tanggal 3-5 Juli 2015 yang mengakibatkan 11 orang meninggal (liputan 6/ BBC
Indonesia)
Untuk menelusuri fenomena meteorologi seperti terjadinya gelombang panas/ dingin di berbagai
negara tersebut diatas, hujan salju di Jazirah Arab seperti di Mesir, Tabuk Saudi Arabia, Turki,
1
Yordania, Lebanon, Suriah, dan Vietnam, serta hujan salju di Puncak Jaya Wijaya akan dijelaskan
sepintas berdasarkan tinjauan fisis dan dynamis yang didukung oleh data klimatologi dan data
cuaca diberbagai negara tersebut diatas, dan sebagai pembanding digunakan sampel data cuaca di
Indonesia. Selanjutnya dari hasil tersebut akan dapat diprakirakan bahwa dalam kurun waktu 1-3
bulan yang akan datang (Agustus-Oktober 2015) di Indonesia akan terjadi kemarau yang
berkepanjangan dan atau akan terjadi gelombang panas seperti yang terjadi di berbagai negara
tersebut diatas.
Mengingat mekanisme terjadinya gelombang panas mempunyai kesamaan dengan kejadian
gelombang dingin yang membedakan hanya masalah waktu, demikian juga terjadinya hujan salju di
jazirah Arab dan puncak Jaya Wijaya Papua yang berlangsung pada musim kemarau 2015, maka
dalam bahasan ini akan diuraikan sedikit mengenai hal tersebut.
Data
Data yang digunakan untuk menelusuri terjadinya gelombang panas di kawasan Asia dan Eropa
(BBU) digunakan data numeric radiasi dipuncak Atmosfer, temperature dan jumlah awan,
temperature udara dari pantauan satelit di negara tersebut, dan data cuaca di wilayah Indonesia
(BBS).
Tinjauan Teoritis
Berdasarkan tinjauan dinamika Bumi-Matahari pada bulan anggal 21 Juli deklinasi matahari berada
pada posisi paling jauh yaitu 23 o lintang utara (LU), demikian sebaliknya pada tanggal 22
Desember deklinasi matahari berada pada posisi terjauh 23 0 lintang Selatan (LS). Radiasi matahari
yang sampai dipermukaan diserap oleh bumi dan dirubah menjadi energi thermal. Berdasarkan
tinjauan fisis sesuai dengan rumus “Stevan Boltman” besarnya energi surya yang dirubah kedalam
energi thermal sebanding dengan besarnya temperatur. Dengan demikian terjadinya temperatur
udara permukaan yang relative panas di daerah lintang menengah dan tinggi di belahan bumi bagian
utara (BBU) pada bulan Juli berkaitan erat dengan penerimaan energi matahari yang relative tinggi
bila dibanding dengan di belahan bumi bagian selatan (BBS). Besarnya penerimaan energi tersebut
faktor utama adalah pengaruh geometris yang relative besar terhadap kedudukan bidang penerima
(stasiun/wilayah) dipermukaan bumi. Sebaliknya di daerah lintang menengah dan tinggi di BBS
saat itu justru menerima energi matahari relative lebih kecil karena pengaruh sudut geometri
relative kecil.
Berdasarkan teori “Beer Bouger Lamberth” radiasi yang diterima di permukaan bumi intensitasnya
tergantung dari besarnya radiasi dipuncak atmosfer Ho (extra terrestrial solar radiation) sebagai
fungsi lintang, kondisi medium disepanjang penjalarannya (kerapatan udara, koeffisien penyerapan
berbagai jenis gas). Setelah radiasi matahari diterima dipermukaan bumi dirubah menjadi energi
termal yang harganya dipengaruhioleh keadaan dipermukaan bumi itu sendiri diantaranya kondisi
topografinya, tutupan lahan apakah berupa hutan, gurun, atau lautan. Sedang energi kumulatif di
suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh ukuran bidang penerima tersebut yaitu apakah berupa pulau
atau benua, dan homogenitas permukaan bumi tersebut. Secara matematis formula “Beer Bouger
2
Lamberth” untuk mengetahui intensitas radiasi matahari dipermukaan bumi dituliskan sebagai
berikut:
Hs = Ho * exp ( ĸλ. ρ. ds )…………………………………………..…1)
dengan :
ҟ= koefisien penyerapan,
ρ
= kerapatan udara,
ds = jarak,
Hs = radiasi yang diterima pada suatu target di permukaan bumi
Ho = radiasi awal sebelum melalui medium (radiasi di puncak atmosfer) yang
harganya secara matematis ditulis sebagai berikut:
Ho=24/�.Io.(1+0.033.(cos(2P.n/365,24).cos(P).cos(q)*sin(sinWs–Ws.cosWS) ………..2)
dengan :
d
= deklinasi matahari
Ws
= panjang hari
Io
= Solar constant (1353 watt/m2)
d
= lintang stasiun
N
= hari ke n ( tgl 1 Januari, n=1)
q
= (23 + 27/60).sin (360.n/365,24)
Ws
= arcos (- tg d.tg q)
Energi thermal yang diterima pada siang hari sebagian diserap dan dipancarkan kembali oleh gasgas diatmosfer, sedang energi termal yang sampai dipermukaan bumi sebagian lagi dipancarkan
kembali ke atmosfer berupa radiasi gelombang panjang yang membangkitkan udara terasa panas.
Sedangkan pada malam hari energi termal yang berasal dari bumi dipancarkan ke atmosfer, karena
adanya gas rumah kaca (uap air/awan, karbon monoksida, CFC, CH4 dll) sehingga terjadi osilasi
radiasi gelombang panjang dari bumi dengan gas di atmosfer di tempat tersebut. Oleh karena
distribusi gas rumah kaca bervariasi sebagai fungsi ruang dan waktu manakala komposisi gas
rumah kaca dalam jumlah yang ideal, maka suhu udara terasa hangat yang sangat nyaman untuk
kehidupan semua makhluk ditempat tersebut, akan tetapi jika jumlah tersebut melampaui batas
maka akan terjadi suhu udara yang relatif panas dari keadaan normalnya, sehingga dirasakan
kurang nyaman bagi kehidupan. Akan tetapi bila kondisi gas rumah kaca (uap air/awan) jumlahnya
sedikit dari keadaan normalnya maka radiasi gelombang panjang yang berasal dari bumi lolos
keatmosfer sehingga menyebabkan suhu udara terasa sangat dingin. Pada saat terjadi pelepasan
radiasi gelombang secara besar-besaran baik di dataran rendah atau di wilayah dataran tinggi dapat
menyebabkan terjadinya suhu udara terlalu dingin, keadaan tersebut membangkitkan terjadinya
pembentukan embun yang menempel pada tanaman atau pembentukan hujan salju (frost).
3
Terjadinya perbedaan penerimaan intensitas radiasi surya mengakibatkan perbedaan temperatur
udara permukaan di wilayah/tempat tersebut. Sesuai dengan formula Stefan-Boltzmann hubungan
antara besarnya energi dengan temperatur secara matematis dituliskan sebagai berikut :
E=σT4 ………………………………………………...3)
Dimana :
σ= adalah konstanta Boltzmannharganya(5.67 x 10 -8W/m2K4)
T = temperatur absolut (oK)
Selanjutnya berdasarkan persamaan gas ideal akibat adanya perubahan temperatur udara,secara
berantai akan mempengaruhi unsur meteorologi lainnya seperti tekanan, angin, kelembapan, awan,
dan hujan. Sesuai dengan persamaan gas ideal perubahan temperatur berbanding lurus dengan
perubahan tekanan udara, secara matematis dituliskan sebagai berikut:
dp = R.ρ.g.dT……………………………………..…4)
dimana:
p= tekanan udara
R= konstanta gas ideal
Ρ= kerapan udara
G= percepatan grafitasi
T= temperature udara
Analisis dan Pembahasan
a. Analisis
Berdasarkan data temperatur udara permukaan pukul 00.00 UTC menunjukkan bahwa gelombang
panas yang terjadi di benua Asia atau di Eropa pada bulan Mei-Juni-Juli-Agustus tahun 2015 di
wilayah India, Pakistan, Iraq, Iran, Mesir, Jepang, dan Slovakia letak geografisnya berada di lintang
menengah sampai tinggi di belahan bumi bagian utara (BBU). Kondisi cuaca panas yang terjadi di
beberapa negara tersebut berlangsung dengan suhu maksimum berkisar antara 29.5 0C s/d 52oC
secara rinci ditunjukkan pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Kisaran Temperatur Udara Permukaan Bulan Mei-Agustus 2015
di Beberapa Negara Asia dan Eropa Saat Terjadi Gelombang Panas.
Tgl/Bln
Jumlah
Posisi
Kisaran Suhu (oC)
Lintan Bujur
Tmin
Tmax
No Negara
Kejadian
stasiun
g
(2015)
27/05
111/20/101
10. - 25.4
32 - 48.8
1 India
03/06
111/41/99
23 N
72 E 11.4 -25.4 32.1 - 44.6
05/06
111/52/104
11.4 - 17
30 - 40.5
10/06
39/8/38
11 - 19
33 - 44
2 Pakistan
28 N
68 E
15/06
39/6/38
12 - 19
29.8 -45.0
3 Iraq
09/08
35/7/ 35
29 N
48 E 24.8 -28.5 35.7 – 50.8
4 Iran
07/08
78/10/77
35 N
51 E
8.9 – 16
30.4 – 50.2
4
5 Jepang
09/06
157/24/13
38 N 140 E -1.5 – 12.8 29.5 – 31.6
6 Slovakia
08/08
28/3/23
48 N
20 E 8.6 – 12.8 29.6 - 36.9
7 Mesir
10/08
31/31/31
23 N
32 E 31.2 – 32.4 43.3 – 47.0
8 Indonesia
01/06/15
111/11/78
-10.5 135 E 15.5 – 24.7 24.8 – 34.9
Keterangan : 111/20/101 = Jumlah stasiun 111. kejadian suhu minimum dibawah rata-rata 20
stasiun. dan kejadian suhu maksimum diatas rata-rata 101 stasiun.
Sedangkan untuk mengetahui gambaran umum wilayah yang mengalami gelombang panas
berdasarkan pantauan satelit di negara India. Pakistan. Iraq. Iran. Jepang. Slovakia. dan Mesir
ditunjukkan seperti pada Gambar 1.
Gb.1 Hasil Analisis Tempertur Udara Permukaan menggunakan Satelit saat tejadi gelombang panas
di India (kiri atas), Iran, Iraq, Mesir (kanan atas), Jepang (kiri bawah) dan di slovakia (kanan
bawah).
Sebagaimana di dijelaskan diatas berdasarkan tinjauan teoritis terjadinya variasi suhu udara
maksimum dan minimum di permukaan bumi tergantung dari besarnya radiasi dipuncak atmofer.
Komposisi gas disepanjang medium atmosfer-bumi. dan kondisi geografis dipermukaan bumi.
Secara rinci besarnya radiasi dipuncak atmosfer di beberapa negara yang mengalami gelombang
panas atau dingin di BBU dibandingkan dengan di Indonesia diperlihatkan seperti pada gambar 2.
5
Cal/cm
2/hari
Distribusi Temporal Radiasi di Puncak Atmosfer Di Berbagai Negara Yang mengalami Gelombang Panas
1200
1000
800
600
400
Indo
200
India
0
Iran
Iraq
Japan
Hari ke
Gb.2 Distribusi Radiasi Surya di Puncak Atmosfer di berbagai negara
Berdasarkan historis menunjukkan bahwa terjadinya gelombang panas di wilayah Asia/Eropa
umumnya terjadi pada bulan Mei-Agustus (Summer BBU), sebaliknya terjadi gelombang dingin
umumnya berlangsung pada bulan Desember-Januari (Winter BBU). Tampaknya hal tersebut
seirama dengan besarnya energi radiasi dipuncak atmofer ditempat tersebut. Pada bulan Juli
harganya berkisara antara 900 cal/cm2/hari, sedangkan pada bulan Januari harganya berkisar antara
200-600 cal/cm2/hari. Berdasarkan data pengamatan menunjukkan bahwa radiasi di puncak atmofer
yang diterima dipermukaan bumi berkurang sekitar 60-70 % akibat proses fisis di sepanjang
medium (atmosfer), kecuali pada cuaca berawan sepanjang hari yang diterima di permukaan bumi
harganya dapat mencapai 15-20 % dari radiasi awalnya (di puncak atmofer).
b. Pembahasan
Untuk mengetahui mekanisme terjadinya gelombang panas ataupun dingin terlebih dahulu kita
awali dengan memahami sedikit tentang bumi kita. Bumi memiliki radius rata-rata 6371 km,
bergerak dari barat ke timur, kemiringan sumbunya 23 0, berjarak 150 Juta km dari matahari adalah
suatu planet paling ideal menerima radiasi matahari yang bermanfaat untuk semua kehidupan.
Radiasi matahari adalah radiasi gelombang elektromagnetik yang terdiri dari berbagai macam
panjang gelombang, namun secara garis besar radiasi matahari terdiri 3 macam gelombang yaitu
meliputi radiasi ultra violet (UV), Visible (Vis), dan infrared (MI) (lihat Gb.3 kiri). Oleh karena
permukaan bumi tidak homogen sebagian berupa dataran rendah, gurun, pegunungan dan atau
gunung yang menjulang tinggi baik yang masih aktif atau yang sudah mati, banyak tumbuh pohon
besar berupa hutan, dan sebagian besar berupa lautan sehingga radiasi matahari yang sampai
dipermukaan bumi responnya berlainan antara tempat satu dengan yang lainnya. Akibat perbedaan
distribusi radiasi matahari terhadap ruang dan waktu tersebut membangkitkan pembentukan cuaca
yang beragam antara tempat yang satu dengan tempat lainnya.
Bila kita cermati lebih rinci bumi terdiri dari 1/6 berupa daratan, 2/6 berupa lautan, dan 3/6 berupa
atmosfer. Sedangkan perbandingan daratan di BBU dengan BBS tampak bahwa di BBU relatif
lebih luas yaitu sekitar 2/3 bagian dan di BBS 1/3 bagian. Sebaliknya di BBS lautan justru lebih
luasnya yaitu sekitar 2/3 bagian, sedang di BBU adalah 1/3 bagian. Kondisi geografis yang
6
sedemikian rupa ini bila menerima radiasi matahari akan memiliki respon yang berbeda antara
BBS dan BBU. Selanjutnya secara beruntun keadaan tersebut akan menimbulkan perubahan
variabel meteorologi yaitu radiasi matahari (lama dan intensitas), temperatur, tekanan, angin (arah
dan kecepatan), kelembapan, awan, dan hujan yang berbeda antara tempat satu dengan tempat yang
lain.
Disamping itu bila kita perhatikan dinamika bumi-matahari dalam setahun tampak bahwa matahari
bergerak ke utara pada bulan Juli sejauh 23 0 LU, dan pada bulan Desember bergerak ke arah selatan
sejauh 230 LS. Dalam penjalarannya ke permukaan bumi sebagian radiasi ultraviolet yang berasal
dari matahari pada ketinggian sekitar 30 km difilter atau diserap oleh lapisan ozon (O3), sedang
radiasi inframerah sebagian diserap oleh berbagai macam gas di atmosfer dan permukaan bumi.
Dengan demikian sebagian besar radiasi yang sampai dipermukaan bumi di dominasi oleh radiasi
gelombang tampak (Vis) dan MI.
Gb.3 Distribusi Panjang gelombang Radiasi Matahari (kiri) dan Time series radiasi matahari
overlay dengan suhu udara permukaan (kanan).
Sebagaimana dijelaskan dalam teori diatas bahwa bahwa besarnya intensitas radiasi matahari yang
diterima dipermukaan bumi sangat ditentukan oleh faktor geometris. Semakin besar sudut geometri
bumi-matahari, semakin besar radiasi yang diterima. demikian sebaliknya makin kecil sudut
geometri bumi matahari radiasi yang diterima dipermukaan bumi semakin kecil. Keadaan ini tak
ubahnya kita menerima radiasi matahari pada saat pagi hari dimana sudut geometri kecil sehingga
radiasi matahari yang kita terima nyaman untuk menghangatkan badan, akan tetapi pada siang hari
intensitas radiasi matahari sangat kuat sehingga badan kita terasa sangat panas.
Sebagaimana diketahui bersama pada saat matahari berada di BBU yaitu antara bulan AprilSeptember intensitas radiasi matahari yang diterima di BBU relatif lebih besar dibanding di BBS.
Demikian juga sebaliknya pada saat matahari berada di BBS yaitu pada bulan Oktober-Maret
intensitas radiasi matahari di BBS relatif lebih besar bila di banding di BBU. Besarnya intensitas
radiasi surya yang diterima dipermukaaan bumi tersebut seirama dengan besarnya temperatur
ditempat tersebut. Berdasarkan tinjauan fisika terjadinya perubahan temperatur di tempat tersebut
akan diikuti oleh besarnya perubahan unsur meteorologi lainnya. Untuk memudahkan penalaran
tersebut berikut disampaikan time series dalam setahun data intensitas radiasi matahari
disandingkan dengan temperatur udara yang disajikan seperti pada gambar 3 (kanan).
7
Berdasarkan tinjauan teoritis dalam skala global tampak bahwa terjadinya gelombang panas yang
terjadi India, Pakistan, Jepang, Iraq,Iran, Mesir, dan Slovakia berlangsung antara bulan MeiAgustus, dimana saat itu posisi matahari berada di BBU, keadaan tersebut menyebabkan
penerimaan intensitas radiasi matahari cukup besar, secara langsung akan membangkitkan suhu
udara relatif panas, disamping itu letak negara tersebut merupakan bagian dari benua Asia dan
Eropa yang wilayahnya relatif sangat besar. Sehingga energi matahari yang diterima dapat disimpan
dalam suatu media penyimpanan berupa energi thermal yang sangat besar,
Bila kita bandingkan dengan negara kita, Indonesia merupakan negara yang cukup besar/ luas akan
tetapi uniknya wilayahnya berupa negara maritim kontinental, dan luas kepulauannya relatif lebih
kecil bila dibanding dengan luas lautnya, memiliki banyak gunung dan wilayah daratan masih
memiliki hutan yang lebat. Disamping itu negara kita terpisah dari benua Asia atau Australia,
sehingga keadaan tersebut mengakibatkan energi matahari yang diterima dipermukaan bumi
(daratan) tidak dapat menyimpan energi thermal yang cukup besar seperti negara yang berada di
benua Asia/Eropa yang dapat membangkitkan suhu udara panas yang selanjutnya memicu (triger)
terjadinya gelombang panas.
Selanjutnya bila ditinjau dalam skala lokal/ regional/ synop, radiasi yang diterima di masing-masing
wilayah berinteraksi dengan bentuk dan kondisi permukaan bumi yang sangat heterogen. Hal
tersebut membangkitkan respon unsur meteorologi antara tempat satu dengan yang lainnya berbeda.
Besarnya unsur meteorologi tersebut apabila diplot dalam suatu peta wilayah akan membentuk pola
berbagai unsur meteorologi yang memiliki ciri yang berbeda-beda. Informasi unsur meteorologi
yang digambar dalam suatu peta atau sebagai fungsi ruang dan waktu disebut dengan peta synoptik,
Dengan memahami peta synoptik tersebut akan memudahkan kita untuk menelusuri proses fisis dan
dinamis terjadinya gelombang panas/ dingin di wilayah tersebut.
Selanjutnya untuk memahami lebih fokus terjadinya gelombang panas kita perhatikan tinjauan fisis
dinamis dalam skala harian menunjukkan bahwa pada saat siang hari radiasi matahari yang diterima
oleh atmosfer dan permukaan bumi dihimpun dalam energi thermal sebagian langsung dipancarkan
kembali ke atmosfer berupa radiasi gelombang panjang, disamping itu pada saat yang bersamaan
juga terdapat adveksi udara panas (horizontal) yang berasal dari wilayah disekitarnya akibat adanya
variasi pola synoptik, dan kandungan gas rumah kaca dalam hal ini uap air/awan di udara relatif
banyak. Adanya adveksi dan osilasi udara bumi-atmosfer pada musim kemarau akan membangkitan
suhu udara permukaan terasa sangat panas, sebaliknya pada malam hari energi thermal dari bumi
yang diperoleh pada siang hari justru dilepas dalam bentuk radiasi gelombang panjang secara
besar-besaran, bilamana gas rumah kacarelatif sedikit sehingga tidak ada media untuk osilasi
menyebabkan suhu udara sangat dingin. Untuk daerah yang berada di daerah dataran tinggi akan
dirasakan suhu udara terasa sangat dingin sekali, sehingga dipermukaan bumi pada pagi hari
banyak ditemui embun yang menempel pada tanaman atau terjadinya salju (frost), Air embun atau
salju yang sangat dingin tersebut untuk beberapa jenis tanaman justru mengakibatkan kerusakan
pada tanaman.
8
Terjadinya gelombang panas di India bila ditinjau dari peta synop menunjukkan adanya pola anti
siklonal yang mengakibatkan adanya adveksi udara panas dari laut Arab dan bertemu dengan aliran
udara panas yang berasal dari daerah Afganistan dan Iran, keadaan tersebut berlangsung hampir 2
minggu ( akhir Mei-awal Juni 2015),
Seiring dengan berjalannya waktu gelombang panas di India juga terjadi di Pakistan hal tersebut
mulai dirasakan sejak pertengan bulan April dan berakhir pada bulan Juni. Pada saat yang
bersamaan di bulan Juni juga berlangsung gelombang panas di Jepang bagian utara, hal ini selain
karena besarnya penerimaaan intensitas radiasi surya, diduga juga berkaitan erat dengan banyaknya
kandungan gas rumah kaca (CFC, CH4, CO2) di wilayah tersebut relatif besar karena Jepang
dikenal sebagai negara industri.
Selanjutnya pada akhir Juli dan awal Agustus terjadi gelombang panas di Iraq, Iran, dan Mesir
keadaan tersebut selain pengaruh keadaan permukaaan bumi yang umumnya berupa padang pasir,
keadaan tersebut menyebabkan energi matahari yang diterima dengan cepat diproses dalam bentuk
energi termal. Bila ditinjau dalam peta synoptik gelombang panas tersebut berkaitan erat dengan
adanya punggung tekanan tinggi (high pressure ridge atau disebut juga heat dome) di sekitar negara
teluk tersebut (Iraq, Iran, Kuwait) yang membangkitkan suhu udara permukaan tercatat sampai
48oC.
Mungkin banyak pihak tidak menyadari bahwa pada pada saat terjadi gelombang panas di
Asia atau Eropa (bulan Mei-Agustus) di Indonesia atau negara yang berada di BBS
menerima energi matahari relatif kecil karena matahari berada terjauh dari kawasan BBS
gambar 2), keadaan ini sekaligus mengakibatkan suhu permukaan yang dibangkitkan juga
dingin
benua
justru
(lihat
relatif
Sebagaimana diketahui pada bulan Mei-September di wilayah Indonesia bagian Selatan
berlangsung musim kemarau akibat monsun panas Australia (monsun dingin Asia), hal ini
mengakibatkan suhu udara lebih dingin bila dibandingkan dengan musim hujan (Nopember-Maret),
sehingga unsur lain seperti kelembapan udara (RH) juga bervariasi akibat pengaruh lokal.
Sebagaimana kita rasakan bersama pada musim kemarau tahun 2015 di Indonesia bagian selatan
telah merisaukan banyak pihak karena bersamaan dengan munculnya fenomena El~Nino (moderat)
dan terjadinya letusan gunung Raung di Bondowoso Jawa Timur sejak tanggal 8 Juli s/d 8 Agustus
2015 yang dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya kekeringan dimana-mana yang
intensitasnya semakin kuat . Melihat hal ini timbul pertanyaan, apakah keadaan tersebut akan
membangkitkan terjadinya gelombang panas seperti di Asia dan Eropa tersebut ?
Selama ini banyak pihak berasumsi pada saat musim kemarau di Indonesia sekaligus suhu udara
akan panas, namun pada kenyataannya pada saat musim kemarau sekarang ini, di Indonesia suhu
udara pada umumnya lebih rendah dibanding musim hujan. Hal ini berkaitan erat dengan
penerimaan radiasi dipuncak atmosfer yang harganya relative lebih rendah dibanding bulan lainnya
yaitu harganya sekitar 700 cal/cm 2/hari, Keadaan tersebut akan membangkitkan energi thermal
9
48
43
Suhu (oC)
38
Temp. Rata2; oC
Moving average (Temp. Rata2; oC)
Total Awan (OKtas)
Moving average (Total Awan (OKtas))
33
28
23
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Oktas
rendah dan sekaligus mengakibatkan suhu udara juga akan rendah, Secara teoritis suhu udara di
Inonesia bagian selatan akan semakin rendah bila disertai adanya El~Nino, karena pada saat musim
kemarau pancaran radiasi gelombang panjang yang berasal dari bumi lolos ke atmosfer dengan
mudah tanpa ada penghalang gas rumah kaca (uap air/awan relative sedikit), terlebih dengan
adanya letusan Gunung Raung uap air di udara akan diserap oleh debu mengakibatkan gas rumah
kaca semakin sedikit, sehingga radiasi gelombang panjang semakin mudah lolos ke atmosfer tanpa
halangan. Keadaan tersebut mengakibatkan suhu udara terasa dingin. Berikut adalah contoh time
series data suhu udara pemukaan di Stasiun Meteorologi Eltari Kupang (Indonesia) pada tahun
2014 yang dioverlay dengan jumlah awan total (oktas) disajikan seperti gambar 5.
Hari ke
Gb.5 Time series data harian temperature udara permukaan dan Jumlah awan Stasiun Eltari Kupang
tahun 2014
Berdasarkan pantauan satelit, meskipun pada bulan April- September matahari berada di BBU, akan
tetapi pada Benua Australia memiliki luas wilayah yang berpotensi terjadinya gelombang panas
sangat memungkinkan. Hal ini dikarenakan energi matahari yang diterima akan dirubah menjadi
energi thermal yang terhimpun dalam suatu wilayah yang cukup memadai. Bila ditinjau secara
synoptic, keadaan tersebut memenuhi syarat fisis terjadinya gelombang panas. Pada saat musim
kemarau arah angin di Indonesia dari tenggara, keadaan tersebut menyebabkan potensi terjadinya
adveksi ke Indonesia sangat besar, dengan demikian kemungkinan terjadinya gelombang panas di
Indonesia (di wilayah NTT/NTB, Bali, dan Jawa Timur) bisa saja terjadi. Namun perlu diingat
bahwa pada saat matahari di utara, di sekitar laut Philipina sering muncul siklon tropis dimana
keadaan tersebut mengakibatkan udara di Indonesia menuju ke utara yang mengakibatkan beberapa
wilayah Indonesia banyak tumbuh awan yang berfungsi meredam terjadinya gelombang panas
tersebut.
Sedangkan pada saat matahari berada di selatan (Oktober-Maret) benua Australia menerima energi
matahari relative lebih besar bila dibandingkan ketika matahari berada di BBU, sehingga suhu
udara di benua tersebut sangat panas. Apabila pada saat tersebut terjadi adveksi suhu udara panas ke
kawasan Indonesia maka pada saat yang bersamaan pada bulan tersebut berlangsung musim hujan,
sehingga gelombang panas dari Australia tersebut teredam oleh adanya uap air di kawasan
Indonesia. Disamping itu udara panas dari Australia bisa jadi teredam dengan munculnya siklon
10
tropis yang tumbuh di barat dan timur Australia, sehingga berdasarkan tinjauan dinamis, wilayah
Indonesia secara teoritis akan luput dari bencana gelombang panas,.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan tersebut diatas dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :
1. Pada saat matahari berada di BBU (Mei-Agustus) negara yang berada di kawasan Asia dan
Eropa sangat rentan dengan terjadinya gelombang panas, hal tersebut diduga karena
wilayah tersebut berupa daratan yang luas yang menjadi satu-kesatuan, dengan bentuk
permukaan homogen yaitu berupa gurun, lahan terbuka dengan pepohonan relative sedikit,
dan semakin meningkatnya gas rumah kaca khususnya di negara industri, dikarenakan
besarnya intensitas radiasi surya yang diterima dipermukaaan bumi tersebut seirama dengan
besarnya temperatur ditempat tersebut. Sebaliknya pada saat matahari berada di BBS
(Desember-Januari) dikawasan Eropa dan Asia sangat rentan terjadinya gelombang dingin.
2. Indonesia yang wilayahnya berupa negara maritim kontinen yang terdiri dari pulau-pulau
kecil secara teoritis kemungkinan terjadinya gelombang panas relative kecil, karena energi
kumulatif matahari yang dihimpun untuk diubah menjadi energi thermal relative sedikit.
3. Berdasarkan pantauan satelit, pada saat matahari berada di BBU, potensi terjadinya
gelombang panas di Benua Australia sangat memungkinan, dikarenakan bentuk dan
luasannya cukup memenuhi syarat untuk menghimpun energi matahari diubah menjadi
energy termal. Apabila pada saat tersebut terjadi adveksi udara panas ke arah barat daya
kemungkinan terjadinya gelombang panas di Indonesia khususnya di wilayah NTT/NTB,
Bali, dan Jawa Timur bisa saja terjadi terutama saat musim kemarau (April-September) akan
tetapi intensitasnya tidak mengkhawatirkan karena diredam oleh wilayah maritim yang
cukup memadai dan sebaliknya pada saat matahari berada di BBS (Oktober-Maret) adveksi
udara panas dari Australia diredam dengan datangnya musim hujan akibat monsun dingin
Asia dan munculnya siklon tropis disebelah timur dan barat Australia.
Referensi :
1. James R Holton, an Introduction to Dynamic Meteorology, Academic Press, 2004
2. Kuo nan Liou, An Introduction Solar Radiation, Academic Press, 2002
3. http://www,voa-islam,com/read/liberalism/2013/12/18/28192/setahun-sudah-dua-kaliarab-turun-saljukiamat-sudah-dekat/#sthash,QbHq4o5A,dpbs
4. http://internasional,kompas,com/read/2013/12/15/1237322/Salju,Turun,di,Kairo,untuk,P
ertama,Kalinya
5. https://www,google,com/search?q=slovakia+heat+wave+map&ie=utf-8&oe=utf8#q=slovakia+heat+wave+map&start=120
6. http://www,thebigwobble,org/2015/05/indian-heatwave-death-toll-approaches,html
11
Download