ORANG TUA IDEAL MASA KINI - Journal-UNHAS

advertisement
SOCIUS
VOLUME XV, Januari - April 2014
ORANG TUA IDEAL MASA KINI
(Studi Keharmonisan Orang Tua-Anak
pada Empat Etnik di Makassar)
Maria E. Pandu¹, Rahmat², Ria Renita Abbas³, Buhari Mengge4
¹Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin,
2 Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin,
3 Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin,
4 Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin,
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuang mendiskripsikan pendapat anak remaja masa kini tentang keharmonisan orang tuaanak melalui pengungkapan ciri-ciri orang tua ideal yang mereka harapkan, khususnya pada anak remaja dari
empat etnik yang bermukim di Kota Makassar, yaitu etnik Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Hasil penelitian
ini diharapkan menjadi pemikiran dasar dalam memecahkan diharmonisasi yang terjadi pada saat ini terutama
di kota-kota besar antara kelompok anak remaja dengan masyarakat umum yang diejawatahkan dalam bentuk
perilaku-perilaku menyimpang dari kelompok anak remaja tertentu. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan
pada rad-map jurusan sosilogi dalam rangka menggambarkan keadaan sosial-ekonomi penduduk perkotaan.
Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah menyimpulkan informasi tentang kategori sosial kelompok anak
remaja yang beraktivitas dan berdiam di daerah perkotaan. Di samping itu, menyimpulkan pandangan mereka
tentang orang tua pada saat ini baik positif maupun negatif. Metode yang digunakan adalah perpaduan
pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif dengan menggunakan instrument survei dan wawancara
mendalam dalam mengumpulkan data primer. Melalui pengkajian dengan pendekatan kuantitatif yaitu
pengujian terhadap hubungan antar variabel, hasil menunjukkan tidak ada hubungan positif antara variabelvariabel daerah asal, lingkungan sosial daerah asal, kondisi sosial ekonomi orang tua, tingkat pendidikan
responden sekarang, tempat pendidikan responden sekarang, tempat tinggal responden sekarang dengan
variabel ciri-ciri orang tua ideal masa kini yang di kemukakan responden. Demikian pula melalui pengkajian
mendalam terhadap komponen-komponen daerah asal, lingkungan sosial daerah asal, kondisi sosial ekonomi
orang tua, tingkat pendidikan informan sekarang, tempat pendidikan informan sekarang, tempat tinggal
informan sekarang dengan ciri-ciri orang tua ideal masa kini yang di kemukakan informan.
Kata Kunci: orang tua ideal, harmoni, disharmoni
PENDAHULUAN
Keluarga merupakan unit terkecil
dalam masyarakat dan mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam
p e m b a n g u n a n d a n p e r ke m b a n g a n
masyarakat dan bangsa. Dalam setiap
masyarakat, keluarga merupakan lembaga
sosial yang sangat penting artinya bagi
kehidupan sosial. Betapa tidak, para warga
50
masyarakat menghabiskan paling banyak
waktunya dalam keluarga dibandingkan
dengan di tempat belajar, tempat bekerja
dan tempat lainnya.
Lembaga keluarga adalah tempat
dimana sejak dini anggota-anggota
masyarakat dikondisikan dan dipersiapkan
untuk dapat malakukan peranan-peranan
mereka kelak dalam dunia masyarakat luas,
dan melalui pelaksanaan peranan-peranan
SOCIUS
mereka itu pelestarian berbagai lembaga
yang ada dalam masyarakat luas itu serta
nilai sosial-budaya turun menurun pun
akan dapat tercapai. Melalui salah satu
fungsi lembaga keluarga yang dikenal
sebagai fungsi sosialisasi, pelestarian
keberadaan lembaga-lembaga masyarakat
yang lain serta nilai sosial-budaya dari
sekelompok masyarakat dapat lestari dari
satu generasi ke generasi selanjutnya.
Sebagai suatu lembaga, keluarga
mempunyai ciri-ciri umum seperti yang
dikemukakan oleh Mac Joer dan Page
sebagai berikut:
1.Keluarga merupakan hubungan
perkawinan.
2.Bentuk perkawanan atau susunan
kelembagaan yang berkenan dengan
hubungan perkawanan yang sengaja
dibentuk dan dipelihara.
3.Suatu system tata nama, termasuk
perhitungan garis keturunan.
4.Ketentuan- ketentuan ekonomi yang
dibentuk oleh anggota-anggota
kelompok yang mempunyai ketentuan
khusus kebutuhan-kebutuhan ekonomi
yang berkaitan dengan kemampuan
untuk mempunyai keturunan dan
membesarkan anak.
5.Merupakan tempat tinggal bersama,
rumah atau rumah tangga, yang walau
bagaimanapun tidak mungkin menjadi
terpisah dari kelompok keluarga. (Mac
Iver dan Page dalam Khairuddin,
Sosiologi Keluarga, 1985 : 12)
Dalam setiap masyarakat, keluarga
adalah suatu struktur kelembagaan yang
berkembang melalui upaya masyarakat
iii
VOLUME XV, Januari - April 2014
untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu.
Oleh sebab itu keluarga mempunyai fungsi
antara lain:
1. Fungsi Pengaturan Seksual, dimana
keluarga adalah lembaga pokok yang
merupakan wahana bagi masyarakat
mengatur dan mengorganisasikan
kepuasan keinginan seksual.
2. Fungsi Reproduksi, dimana untuk urusan
memproduksi anak, setiap masyarakat
terutama tergantung pada keluarga.
3. Fungsi Sosialisasi
4. Fungsi Afekasi melalui fungsi ini rasa
kasih sayang antara anggota keluarga
disalurkan.
5. Fungsi Penentuan Status
6. Fungsi Perlindungan
7. Fungsi Ekonomi (Horton dan Hunt.,
Sosiologi, 1987: 274-279)
Sosialisasi sebagai suatu proses
diartikan antara lain sebagai penerusan
nilai-nilai sosial budaya dari generasi ke
generasi selanjutnya dimana melalui proses
i n i g e n e ra s i p e n e r u s a k a n d a p a t
meneruskan dan melestarikan nilai-nilai
sosial budaya yang dimiliki dan telah
menjadi panutan bagi mereka. Namun
dalam penerusan nilai-nilai sosial budaya
itu tidak semulus apa yang diharapkan oleh
generasi sebelumnya. Dalam
pelaksanaannya ketika anak-anak belum
berinteraksi dengan lingkungan
masyarakat yang lebih luas, proses ini
cenderung memberikan hasil yang
diharapkan, tetapi ketika anak-anak lebih
melangkah ke lingkungan masyarakat yang
luas proses sosialisasi ini pun akan
terpengaruh juga oleh hal-hal yang terdapat
51
VOLUME XV, Januari - April 2014
di dunia luar keluarga dan rumah tangga
dari anak-anak yang bersangkutan, lebihlebih apabila anak-anak tersebut sudah
masuk ke usia remaja.
Keluarga selain mempunyai
patokan-patokan bagaimana caranya garis
keturunan itu ditarik sehingga dikenal ada
garis keturunan patrilinal, matrilineal dan
bilateral, dari segi bentuknya juga ada
bentuk keluarga yang dinamakan keluarga
besar, keluarga luas dan akhir- akhir ini
dikenal bentuk keluarga demokratis
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Kesatuan Emosional dan seksual.
2. Hak dan tanggung jawab timbal balik
dalam berbagai hubungan.
3. Menjadi orang tua seumur hidup.
4. Otoritas dan anak berdasarkan
negosiasi.
5. Kewajiban anak terhadap orang tua.
6. Kelurga yang terintegrasi secara sosial
(Giddens, The Third Way, 2002 : 110).
Berhubungan dengan hal tersebut,
di Sulawesi Selatan yang didiami oleh
empat etnik besar, yaitu etnik Bugis, Etnik
Makassar, Etnik Mandar dan Etnik Toraja
tidak luput dari perbahan sosial. Sebagai
suatu etnik mereka mempunyai sub-kultur
tersendiri dimana di dalamnya terdapat
nilai-nilai sosial budaya yang menjadi
dasar dan panutan bagi anggota-anggota
mereka yang diturunkan secara turun
temurun.
Pada etnik Bugis, sebagaimana
dikisahkan dalam naskah I La Galigo, ada
beberapa nilai budaya yang menjadi nilai
dasar dalam kehidupan, termasuk dalam
keluarga yaitu: Dalam Pandangan orang
52
SOCIUS
Bugis ada lima ciri penting menjadi syarat
bagi seseorang untuk menjadi orang tua
yang ideal. Kelima ciri tersebut adalah:
1. To warani yang bermakna bahwa orang
tua harus berani membela keluarga.
2. To macca yang bermakna bahwa orang
tua harus cerdas karena akan mendidik
anak-anaknya.
3. To sugi yang bermakna orang tua harus
kaya agar dapat menghidupi
keluarganya.
4. To panrita' yang bermakna bahwa orang
tua harus bijaksana dalam
membimbing keluarganya.
5. Taro ada taro gau' yang bermakana
bahwa orang tua harus jujur dan
konsisten karena merupakan contoh
teladan bagi keluarganya.
Dalam mendidik anak-anaknya
o ra n g - o ra n g t u a B u g i s u m u m nya
menggunakan bahasa tutur yang dalam hal
ini biasanya diungkapkan dalam satu
paseng. Seperti halnya etnis-etnis lain di
Indonesia, etnis Bugis juga memiliki
pantangan atau pemmali' yang sering
disampaikan kepada anak-anaknya.
Pemmali merupakan satu bentuk bahasa
rakyat yang dimiliki suku Bugis. Pemmali
adalah pantangan atau larangan untuk
berbuat dan mengatakan sesuatu. Pemmali
sebagai bahasa tradisional hingga kini
masih ada dalam masyarakat Bugis. Isi
Pemmali mengandung moral, nasihat dan
petunjuk aturan atau hukum adat.
Bentuk-bentuk Pemmali dalam
masyarakat Bugis dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu pemmali dalam bentuk
perkataan dan pemmali dalam bentuk
SOCIUS
perbuatan. Pemmalai bentuk perkataan,
pemmali bentuk ini berupa tuturan atau
ujaran. Biasanya berupa kata-kata yang
dilarang atau pantang untuk diucapkan,
disebut kata tabu. Contoh kata tabu
merupakan bagian pemmali berbentuk
perkataan seperti balawo(tikus),
buaja(buaya), guttu (guntur). Kata-kata
tabu seperti di atas jika diucapkan diyakini
akan menghadirkan bencana atau kerugian.
Misalnya, menyebut kata balawo (tikus)
dipercaya masyarakt akan mengakibatkan
gagal panen karena serangan hama tikus.
Untuk menghindari penggunaan kata-kata
tabu dalam berkomunikasi, masyarakat
Bugis menggunakan eufemisme sebagai
padanan kata yang lebih halus. Misalnya,
kata punna tanah (penguasa tanah)
digunakan untuk menggantikan kata
balawo, punna wae (penguasa air)
digunakan untuk menggantikan kata buaja.
Selain itu, masyarakat Bugis juga
memiliki beberapa nilai dasar yang juga
dimiliki oleh masyarakat yaitu;
Kehormatan atau Siri' (kadang ditulis sirik),
Menurut Zainal Abidin, Andayana,
Sejarawan Amerika yang pandai berbahasa
Bugis dan membaca Lontarak yang mulai
menemukan konsep Sirik dan Pacce, yang
lebih luas pandangannya, tetapi belum
lengkap, menyatakan antara lain bahwa
istilah siri berisi makna yang nampaknya
saling bertentangan yaitu self-esteem atau
self respect (penghargaan diri atau rasa
hormat terhadap orang lain). Suatu situasi
sirik (maksudnya situasi penodaan siri.
Penulis) terjadi jika seorang invidu merasa
kedudukan atau prestige sosialnya di dalam
iii
VOLUME XV, Januari - April 2014
masyarakat atau rasa harga dirinya atau
kegunaannya telah dinodai oleh seseorang
didepan umum. Ia juga terjadi bila
seseorang telah dituduh melakukan
sesuatu yang tercela secara keliru dan tidak
adil, sedangkan ia tidak pernah
melakukannya.
Etnik Bugis dan Makassar juga
memiliki nilai Pesse/Pacce. Menurut
Andayana dalam Zainal Abidin (1999:201),
pacce digambarkan sebagai berikut: dalam
percakapan pace/pesse berarti 'to smart'
atau gegabah. cerdas, pintar, cepat, jengkel
dan poignant atau pedih, perih dan pedas.
Akan tetapi ia menggambarkan emosi yang
halus dan mendalam lebih daripada
pengertian harfiahnya, sebagai terbelik
dalam ungkapan Makassar, “Ikambe
Mangkasaraka, punna tasirik pacceseng
nipabullo sibattang.” Artinya, jika bukan
sirik yang membuat kami orang-orang
Makassar satu, maka itulah pacce.
Bebebarapa nilai budaya Makassar
dan Bugis lainnya adalah Kejujuran
(lambusu/lempu'), Raja Tallo, Karaeng
mattuaya yang bergelar Sultan Abdullah
Awalul Islam kepada putranya, karaeng
Pattingaloang dalam Mangemba, (1956:79)
menekankan betapa pentingnya kejujuran
bagi orang Makassar. Karaeng Mattuaya
berpesan agar Karaeng Pattingaloang takut
kepada orang yang “jujur”.
Reso atau etos bagi orang Makassar
merupakan nilai yang masih eksis hingga
saat ini. Reso dapat dilihat dalam
u n g k a p a n ,“ Ta k u n j u n g a ' b u n g i n g
turu'Nakunciri' gulingku,Kuallena,Tallanga
natoalia. ”Artinya, “Saya tidak begitu saja
53
VOLUME XV, Januari - April 2014
mengikuti arah angin dan tidak begitu saja
memutar kemudi, saya lebih suka
tenggelam dari pada kembali.” (Mangemba,
1956:12).
Sani (2005:21) menjelaskan bahwa
seseorang yang memiliki kepandaian atau
kecerdasan yang melebihi kecerdasan
orang lain biasanya menempati kedudukan
sosial yang terpandang. Karena itu,
kacaraddekeng menjadi syarat bagi
seorang pemimpin orang Makassar.
Kabaraniang atau keberanian,
merupakan nilai yang hingga kini masih
dipegang teguh oleh orang Makassar. Hail
ini dapat dilihat dari keberanian orang
Makassar dalam melakukan pekerjaanpekerjaan yang beresiko tinggi. Sejak
zaman dahulu, para panglima perang dan
prajurit Makassar dikenal sangat berani
berperang. Meraka rela mati demi
membela kebenaran yang diyakininya.
Peninggalan sejara berupa bunging
baranian (sumur berani), mengandung
makna sumur tempat para prajurit
dimandikan. Menurut Sani, selain
kacaraddekang, kabaraniang juga menjadi
syarat pemimpin orang Makassar.
B a g i o r a n g M a k a s s a r,
Kedermawanan menjadi seseorang apakah
orang itu baik atau buruk. Jika ia dermawan
orang itu dianggap baik.Hanya saja,
memang landasan nilai ini seringkali
dimanfaatkan oleh orang tertentu untuk
menjadi “patron” bagi orang Makassar
lainnya. Kakalumanynyangan inilah
menjadi dasar solidaritas orang Makassar
yang begitu kuat.
Belas kasih (kamase dalam bahasa
54
SOCIUS
Makassar) juga merupakan nilai
masyarakat Makassar. karena itu, budaya
saling tolong menolong di kalangan
m a s ya ra k a t M a k a s s a r, k h u s u s nya
kelompok atau rumpunnya sangat tinggi.
Bahkan jika seseorang sudah dianggap
sebagai keluarga maka masyarakat
Makassar biasanya membantu dengan
sekuat tenaga.
Demikian halnya dengan Etnik
Toraja, budaya nenek moyang manusia
Toraja terbentuk dengan latar belakang
suatu sistem religi atau agama suku yang
o l e h m a s y a r a k a t To r a j a d i s e b u t
Parandangan Ada' (harfiah: Dasar
Ajaran/Peradaban) atau Aluk To Dolo. Aluk
To Dolo percaya satu dewa yaitu Puang
Matua. Di Samping itu dikenal juga
Deata(dewa-dewa) yang berdiam di alam,
yang dapat mendatangkan kebaikan
maupun malapetaka, tergantung perilaku
manusia terhadapnya.
Ada beberapa falsafah orang tua
ideal menurut etnik Toraja, yaitu; masokan
(bijaksana). Artinya Orang tua dapat
memahami kebutuhan anak tanpa terpaksa
misalnya, mendidik anak menjadi anak
yang kina (patuh kepada ajaran orang tua)
membedakan yang baik dan yang jahat,
yang berguna dan yang tidak berguna dan
yang dapat membawa keselamatan dalam
bermasyarakat. Bassa, artinya pesan atau
ajaran orang tua untuk selalu rajin bekerja
keras, menantang kehidupan tanpa
menyerah. Situru', artinya kerja sama baik
dalam kelompok keluarga, maupun dalam
kelompok masyarakat untuk selalu rela
meluangkan waktu pikiran dan tenaga
SOCIUS
dalam mewujudkan suatu tujuan bersama
(gotong royong) dan selalu merasa bagian
dari persatuan. Sikamali, artinya, saling
menyayangi antar anggota keluarga,
misalnya hubungan antara orang tua dan
anak. Siporannu, arti dari kata ini saling
membantu/mengharapkan dalam
hubungan kekeluargaan (saling
memperhatikan antar anggota keluarga
yang satu dengan anggota keluarga yang
lain).
Sementara itu, etnik Mandar juga
memiliki nilai-nilai budaya yang mendasari
ciri-ciri orang tua ideal. Di daerah Mandar
terkenal dengan istilah hidup, sirindorondo, Siamasei dan Sianuang pa'mai.
Sirondo-rondo maksudnya bekerja sama
bantu membantu dalam mengerjakan
sesuatu pekerjakan baik yang ringan
maupun yang berat. Jadi dalam rumah
tangga kedua suami istri begotong royong
dalam membina keluarga. Siamasei,
Sianuang pa'mai (sayang menyayangi,
kasih mengasihi, gembira sama gembira
susah sama susah). Ada beberapa hal yang
menjadi kebiasaan dalam suku Mandar
seperti:
1. Mengalah yaitu kalau menghadap raja,
kaki tangan dilipat.
2. Meminta permisi kalau mau lewat-lewat
didepan orang dengan menyebut Tawe.
3. Kalau bertamu sudah lama, mereka
minta permisi yang disebut
massimang.
Dalam budaya Mandar tomawuweng
mempunyai peranan yang sangat penting
dimana mereka akan mengajarkan kepada
anak-anaknya tentang bagaimana cara
iii
VOLUME XV, Januari - April 2014
mempertahankan prinsip hidup dari
falsafah budaya Mandar.
Dalam hal ini mereka akan
mengajarkan cara menghormati sesama
yaitu: menghormati yang lebih tua dan
menghargai yang lebih muda serta
mengutamakan masalah siri (rasa malu)
dimana siri dalam bentuk harga diri,
martabat hidup dan kehormatan diri.
Prinsip-prinsip tersebut biasanya
dinyatakan dalam ungkapan siwaliparriq
(saling pengertian/saling menghargai).
Disamping itu, orang tua di Mandar, juga
untuk mengajarkan kepada anak-anaknya
bagaimana setiap manusia sebagai hamba
Allah SWT, yang beragama harus tetap
meyakini bahwa tidak ada rejeki yang
datang dengan sendirinya tanpa kita
usahakan. Oleh karena itu sebagai orang
tua yang baik di dalam budaya Mandar,
orang tua juga mengajarkan kepada anakanaknya untuk selalu bersikap mandiri.
Khususnya bagi kaum putra untuk
mematangkan dirinya sebagai seorang
laki-laki (ampe sulapa). Agar mampu
mengarungi lautan dan menjelajah delapan
penjuru angin.
Bagi kaum wanita mereka diajarkan
beberapa keahlian salah satunya membuat
sarung sutra Mandar. Seiring dengan itu,
didalam budaya Mandar orang tua juga
mengajarkan kepada anak-anaknya
tentang adat-adat pemali yaitu : ajaran
dalam bentuk larangan yang tidak baik
untuk dilakukan, misalnya: Pemali matindo
m u a t a m b u s m i a l l o , a r t i nya t i d a k
dibenarkan tidur saat matahari mulai
terbenam sampai saat magrib datang,
55
VOLUME XV, Januari - April 2014
karena mudah dikena guna-guna; metawe
mua landur di ola tomawuweng, artinya,
jika lewat didepan orang tua diharapkan
agar lebih sopan, yaitu dengan
menundukkan kepala sebagai tanda
hormat kepada orang yang lebih tua;
pemali melloi-lois mua bonggimi, artinya,
tidak dibenarkan seseorang bersiul-siul
pada malam hari karena akan memancing
datangnya setan dan makhluk halus;
pemali matindo diolona baqda, artinya,
tidak dibenarkan orang tidur didepan
pintu.
Dalam budaya Mandar orang tua
yang baik tidak akan mendidik anaknya
kepada akkarakeang (keburukan), yang
akan berakibat fatal nantinya. Oleh karena
itu ajaran/aturan-aturan tersebut tetap
berpegang pada falsafah hidup budaya
Mandar tentang bagaimana cara bersikap
dan mengutamakan prinsip yaitu siriq
(malu), dari pada mengutamakan material
disertai dengan ajaran yang dianutnya.
Sehingga dapat pula kita simak bahwa
orang-orang di Mandar dalam segala tindak
perilakunya semata-mata untuk
mempertahankan harga diri (siriq) dalam
bentuk apapun dia akan selalu berani, keras
dan konsekuen sehingga orang Mandar
tidak boleh tersinggung. Itu dikarenakan
apabla telah tersinggung dia akan memilih
meninggalkan anda atau bahkan memilih
mati dari pada harus hidup menanggung
malu.
Meskipun demikian, keempat etnik;
Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar yang
bermukim di Sulawesi Selatan tentulah
tidak luput dari perubahan sosial.
56
SOCIUS
Demikian halnya dengan perubahan sosial
pada keluarga. Seyogyanya, keluarga
sebagai suatu lembaga pokok di dalam
suatu masyarakat tidak terhindar dari
adanya perubahan sosial dan budaya yang
terjadi pada masyarakat bersangkutan
sehingga apa yang dianggap ideal pada
suatu waktu bagi lembaga-lembaga
keluarga dapat jadi tidak ideal lagi bagi
anak tersebut, lebih lebih ketika anak-anak
itu sudah berbeda kondisinya dari pada
orang tua mereka. Ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya
perubahan pandangan anak terhadap
orang tua mereka. Faktor-faktor itu antara
lain perbedaan tingkat pendidikan orang
tua dengan anak, lingkungan sosial, tempat
tinggal, lingkungan pergaulan dan lainlainnya.
Dalam hal ini ada beberapa pendapat
yang mempertegas bahwa keluarga dari
latar belakang etnik manapun akan
mengalami perubahan sosial. Secara
Sosiologis Perubahan Sosial diartikan
sebagai “perubahan penting dari struktur
sosial”, dan yang dimaksud dengan
“struktur sosial” adalah “pola-pola perilaku
dan interaksi sosial” (Wilbert Moore dalam
Lauer, 1993:4). Selanjutnya Moore
memasukkan ke dalam definisi Perubahan
Sosial berbagai ekspresi mengenai struktur
seperti norma, nilai dan fenomena kultural.
Kultural definisi lain mengenai Perubahan
Sosial adalah sebagai variasi atau
modifikasi dalam setiap aspek proses
sosial, pola sosial dan bentuk-bentuk sosial
serta “setiap modifikasi pola antar
hubungan yang mapan dan standar
SOCIUS
perilaku (A.O. Hirchman dalam Lauer,
1993:4).
Dalam lingkup yang lebih spesifik,
keberadaan anak remaja dari empat etnik,
Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar,
khususnya yang bermukim di Kota
Makassar sebagai mahasiswa tidak
terlepas dari ikatan nilai budaya mereka
dalam memandang keberadaan orang tua
mereka. Mereka yang berdiam dan tinggal
di asrama-asrama ataupun pondokanpondokan dalam menjalani kebutuhan
akan tempat tinggal baik asrama daerah
maupun asrama atau pondokan dimana
penghuninya sangat heterogen baik
kondisi sosial-ekonominya maupun
daerah asal mereka. Di kota dimana
mereka sekolah, mereka tidak mungkin
menghindari interaksi, berkumpul dan
bergaul dengan orang-orang dari luar
kelompok mereka. Kondisi serupa ini tidak
dapat disangkal dapat mempengaruhi cara
pandang, cara berfikir dan kebiasaankebiasaan mereka sehari-hari. Sehingga
keharmonisan yang mereka peroleh pada
waktu kanak-kanak melalui proses
sosialisasi dalam keluarga maupun
kelompok mereka kemungkinan meluntur
dan yang tercipta adalah disharmonisasi
hubungan baik dengan orang tua mereka
maupun kelompok masyarakatnya.
Akibatnya apa yang dianggap merupakan
nilai-nilai ideal tentang orang tua mereka
maupun kelompok masyarakat mereka
menjadi tidak ideal lagi. Remaja-remaja ini
kemungkinan mempunyai nilai sosial
sendiri terhadap orang tua mereka,
kelompok masyarakat mereka dan
iii
VOLUME XV, Januari - April 2014
lingkungan sosial mereka. Hal ini mungkin
menjadikan munculnya perilaku
menyimpang, kelompok-kelompok yang
aktivitasnya meresahkan masyarakat,
tindakan kekerasan dan perilaku yang
tidak terpuji serta tindakan-tindakan yang
merugikan masyarakat luas dari remajaremaja itu terutama dikota-kota besar.
Berdasarkan uraian di atas ini maka
peneliti ingin mengkaji dan menganalisis
pandangan dan pemikiran dari anak
remaja masa kini tentang lembaga
keluarga. Oleh sebab itu dipilih judul
penelitian “Orang Tua Ideal Masa Kini
(Studi Keharmonisan Orang Tua-Anak
Pada Empat Etnik di Makassar)”. Penelitian
ini menyajikan perspektif anak remaja dari
empat etnik tersebut dalam merumuskan
suatu kondisi dimana orang tua dipandang
sebagai orang tua ideal masa kini.
BAHAN DAN METODE
Lokasi, Waktu dan Rancangan Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Kota
Makassar. Penentuan lokasi penelitian
secara sengaja (purposive) didasarkan
pada kondisi Makassar sebagai barometer
kehidupan heterogenitas dan multikultur
dari berbagai etnik dan tempat
berkumpulnya para remaja dari berbagai
daerah dengan berbagai alasan, antara lain
dalam pencapaian pendidikan. Penelitian
ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai
November 2013. Penelitian ini
menggunakan rancangan sekuensial.
57
SOCIUS
VOLUME XV, Januari - April 2014
Populasi, Sampel dan Informan
Populasi Penelitian adalah seluruh
mahasiswa dari empat etnik di Kota
Makassar yang menjadi objek penelitian
ini, yaitu; etnik Bugis, Makassar, Mandar
dan Toraja. Sampel penelitian ini, adalah
mahasiswa yang tinggal di dalam asrama
mahasiswa dari masing-masing etnik,
yaitu; asrama atau pondokan mahasiswa
M a ka s s a r, a s ra m a a t a u p o n d o ka n
mahasiswa Toraja (meliputi Toraja dan
Toraja Utara), asrama atau pondokan
mahasiswa Bugis (meliputi Wajo, Bone dan
Soppeng) dan asrama atau pondokan
mahasiswa Mandar (meliputi Polman dan
Majene). Responden penelitian ini
ditetapka dengan teknik random sampling.
Total sampel berjumlah 90 orang. Informan
penelitian ini ditetapkan secara purposive
dari total sampel yang telah ditetapkan.
Penetapan informan dilakukan menurut
kasus yang membutuhkan pendalaman dan
penggalian informasi sebanyak 8 orang.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan
pendekatan mixed method atau
pendekatan gabungan antara pendekatan
kuantitatif dan kualitatif (Creswell,
2010:28). Penelitian ini diawali dengan
survei secara luas agar dapat dilakukan
generalisasi terhadap hasil penelitian dari
populasi yang telah ditentukan. Setelah ini
dilaksanakan pendekatan kualitatif melalui
wawancara mendalam terhadap beberapa
informan yang dipilih secara sengaja.
Penelitian ini menggunakan beberapa
teknik pengumpulan data, yaitu: Kuesioner,
58
observasi tidak turut serta, wawancara
mendalam dan dokumentasi audio visual.
Analisa data quantitatif menggunakan uji
(Sugiono, 2002:175). Analisa Kuantitatif
dilakukan dengan mengukur hubungan
antara variabel x yang terdiri atas variabelvariabel daerah asal, lingkungan sosial
daerah asal, kondisi sosial ekonomi orang
tua, tingkat pendidikan sekarang, tempat
tinggal sekarang dengan variabel Y yang
merupakan ciri-ciri ideal orang tua
menurut pendapat responden. Selain
analisa data di atas, juga digunakan teknik
analisa data kualitatif yaitu teknik analisa
komponensial (Bungin, 2003:95-96 dalam
Pandu, 2003:91). Data penelitian Kuntitatif
diolah dengan menggunakan pengolahan
data SPSS sedangkan analisa kualitatif
dilakukan melalui interpretasi data dari
matrik-matrik komponensial.
HASIL PENELTIAIN
Karakteristik Sampel dan Informan
Asal perguruan tinggi responden
pada umumnya berasal dari Universitas
Hasanuddin (77,8%). Persentase tertinggi
mengenai pendidikan bapak kandung
berada pada tingkat pendidikan Strata satu
(28,9%) dan pada tingkat pendidikan
Sekolah Menengah Atas dan Setaranya
(27,7 %). Pendikan Terakhir Ibu Kandung,
persentase tertinggi mengenai pendidikan
ibu kandung berada pada tingkat
pendidikan Sekolah Menengah Atas
(34,4%) dan tingkat pendidikan Strata Satu
(22,2%). Pekerjaan Bapak Kandung, PNS
(26,7 %), Wiraswasta (24,4%), Petani
SOCIUS
(16,7%). Pekerjaan Ibu Kandung; ibu
rumah tangga (43,3%), Pegawai negeri
Sipil/PNS (17,8), wiraswasta (13,3%).
Sebahagiam besar berada pada tingkat
pendapatan yang berkisar di bawah Rp
2.000.000 per bulan. Sebagian besar Ibu
Kandung tidak mempunyai penghasilan
sendiri. Karena lebih banyak berstatus
sebagai Ibu Rumah Tangga saja. Jumlah
Saudara kandung responden laki-laki
berkisar antara 1 orang sampai 4 orang
yang terbanyak (72,3%) Dan saudara
kandung perempuan berkisar antara 1
orang sampai 4 orang yang terbanyak
(70,0%).
Ada 8 orang yang ditetapkan sebagai
informan dari 81 sample. Penetapan
informan tersebut beradasar pada kasus
yang lebih spesifik. Dua orang informan
etnik Bugis (Sengkang dan Sidrap), 2 orang
etnik Makassar (Bantaeng dan Gowa), 2
orang etnik Toraja (Toraja), dan 2 orang
etnik Mandar (Polewali Mandar).
Hasil Data Kuantitatif
Menurut Responden apabila mereka
melakukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan norma dan nilai yang berlaku dalam
kelompok mereka, baik bapak maupun ibu,
baik terhadap anak-anak laki-laki maupun
anak-anak perempuan pada umumnya
responden mendapat sanksi (66,8%) dari
pihak bapak berupa teguran keras (67,8%)
demikian juga dari pihak ibu (68,9%).
Apabila bapak mereka mendengar,
mengetahui ada persoalan yang tidak
berkenan yang dihadapi mereka atau
mereka lakukan di Makassar bapak merasa
iii
VOLUME XV, Januari - April 2014
cemas dan prihatin (40%) dan bapak
marah dan mencari tahu persoalan itu
(38,9%), sedangkan ibu mereka pada
umumnya merasa cemas dan prihatin
(64,4%) tapi juga ada yang marah dan
mencari tahu persoalan (20%).
Perilaku bapak mereka dalam
menghadapi anak-anak laki-laki maupun
anak perempuan mereka, berprilaku
bijaksana penuh perhatian dan mengayomi
(50%) serta demokratis (25,6%), demikian
juga ibu mereka.
Menurut Responden pada umumnya
orang tua baik bapak maupun ibu harus
menjadi panutan bagi anak-anak mereka
dalam berprilaku bertindak, bertutur kata
dan dalam mengambil keputusan (71,1%).
Mengenai ciri-ciri ideal orang tua pada
masa kini, menurut responden untuk bapak
yaitu tidak serakah, tidak materialistis,
tidak mengganggu kenyamanan orang lain,
sopan dan santun, jujur, bertanggung
jawab, berani atas kebenaran,
menghormati orang lain, rendah hati dan
bijaksana (90%) demikian juga untuk ibu,
untuk dapat dikatakan sebagai orang tua
ideal pada masa kini.
Hasil Data Kualiitatif
Pada komponen ciri-ciri orang tua
ideal, ditemukan bahwa nilai-nilai dan
norma yang diteruskan dan diajarkan
kepada para informan baik laki-laki
meupun perempuan melali proses
sosialisasi tidak meluntur walaupun
informan tidak lagi tinggal di daerah asal
dan tidak lagi bersama orang tua;
lingkungan baru tidak terlalu berperan.
59
VOLUME XV, Januari - April 2014
Komponen Harmonisasi Hubungan
Sosial Bapak-Ibu dengan Anak
menunjukkan bahwa nilai-nilai harmonis
orang tua-anak secara teoritis ditemukan
secara kenyataan di lapangan.
Sedangkan pada komponen Harapan
Remaja agar terjadi harmonisasi dan tidak
terjadi disharmonisasi ditemukan bahwa
seyogyanya nilai-nilai teoritis telah
dilaksanakan oleh bapak dan ibu informan
maka jarang terjadi disharmonisasi antara
informan dengan bapak dan ibu mereka.
Komponen berikutnya adalah Jalan
keluar untuk tidak terjadi perilaku oleh
remaja. Data menunjukkan bahwa remaja,
orang tua, masyarakat umum dan
pemerintah harus melakukan kegiatan
berdasarkan ketentuan. Namun, menurut
informan hanya bapak yang melaksanakan
nilai-nilai teoritis.
PEMBAHASAN
Analisis Data Kuantitatif
Pendidikan yang dimiliki bapak dan
ibu adalah alat utama dalam menciptakan
seseorang anak maju dan modern dalam
berbagai aspek kehidupannya, aspek
material dan aspek imaterial. Fungsi
pendidikan antara lain menanamkan rasa
loyalitas nasional, menciptakan keahlian
dan menemukan sikap yang diperlukan
dalam pembangunan (Edward Shils dan
Arnold Anderson dalam Weiner, 1984:XV).
Menunjuk pada hasil survai mengenai
pendidikan orang tua dari 81 orang
mahasiswa remaja pada umumnya orang
tua mereka baik bapak maupun ibu
60
SOCIUS
berpendidikan Strata Satu dan yang paling
rendah berada pada tingkat Sekolah
Menengah Atas. Kondisi ini menunjukkan
bahwa orang tua mempunyai kemampuan
untuk memotivasi anak-anak mereka
menjadi anggota masyarakat yang
bertanggung jawab dalam pembangunan
bangsanya.
Pekerjaan dan pendapatan
merupakan modal untuk terpenuhinya
fungsi lembaga keluarga antara lain fungsi
ekonomu (Horton dan Hunt, Sosiologi,
1987:274-279). Temuan di lapangan
menunjukkan bahwa pada umumnya bapak
dan ibu mempunyai pekerjaan sebagai
Pegawai Negeri Sipil dengan pendapatan
rata-rata dalam satu bulan sebesar sebesar
Rp 3.000.000 sampai dengan Rp 4.000.000,
yang diperoleh bapak maupun ibu.
Sedangkan ditinjau dari jumlah anak yang
dimiliki oleh satu keluargaberkisar 1
sampai dengan 4 orang anak saja, hal ini
menunjukkan bahwa pada umumnya
keluarga Responden ditinjau dari segi
ekonomi keluarga termasuk keluarga yang
mampu untuk hidup layak.
Keluarga yang terdiri atas; bapak, ibu
dan saudara-saudara sekampung maupun
kerabat-kerabat merupakan tempat
dimana seseorang lebih lama tinggal
dibanding dengan tempat-tempat lain
misalnya sekolah, tempat kerja, pondokan
dan sebagainya. Di dalam keluarga pula
terjadi penamaan nilai-nilai yang menjadi
pedoman dan panutan anggota keluarga
untuk dapat hidup, bertingkah laku selaras,
serasi, seimbang sesuai dengan harapan
kelompok dan masyarakatnya. Temuan di
SOCIUS
lapangan menunjukkan bahwa pada
umumnya Responden tinggal dengan orang
tuanya untuk waktu cukup lama. Pada
umumnya mereka tinggal berpisah dengan
keluarga intinya ketika mereka menduduki
Perguruan Tinggi, sehingga dapat
disimpulkan bahwa mereka mendapat
asuhan dan penerusan nilai-nilai keluarga
dan kelompok juga cukup lama.
Pada umumnya bapak dan ibu
mereka sangat peduli dan memperhatikan
mereka di mana tidak ada perlakuan
terhadap anak-anak laki-laki dan anakanak perempuan. Mereka pada umumnya
sangat dekat dengan kedua orang tua
mereka. Dalam pengasuhan anak-anak
pada umumnya baik bapak maupun ibu
melaksanakan model pola asuh yang
memberi kebebasan tetap melakukan
pembimbingan sesuai kemampuan anak
(otokratif) dan demokratif, baik terhadap
anak-anak laki-laki maupun anak-anak
perempuan.
Dalam proses penerusan nilai-nilai
atau proses sosialisasi baik bapak maupun
ibu nilai-nilai yang diajarkan dan
diturunkan kepada anak-anak laki-laki
yaitu nilai keberanian dan tanggung jawab,
jujur, konsisten dan pemaaf sedangkan
kepada anak-anak perempuan nilai
kepatuhan, jujur, pemaaf, setia, tanggung
jawab. Nilai-nilai ini merupakan nilai-nilai
turun temurun yang dimiliki oleh empat
etnik di Sulawesi Selatan, etnik Bugis,
Makassar, Toraja dan Mandar (Mangemba,
1956).
Pada umumnya Responden tidak lagi
tinggal bersama orang tua mereka sejak
iii
VOLUME XV, Januari - April 2014
mereka berpendidikan di Perguruan
Tinggi. Pada umunya mereka tinggal di
pondokan. Di Pondokan mereka tinggal
dengan mahasiswa yang sedaerah asal yang
sama. Dalam berkomunikasi dengan teman
se daerah asalmerka menggunakan bahasa
daerah asal yang sama dan juga bahasa
Indonesia. Mereka pada umumnya jarang
pulang ke kampung halaman mereka tetap
menjalin silaturahmi dengan orang tua,
sanak saudara, kerabat-kerabat maupun
masyarakat sekitar. Mereka berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa daerah
masing-masing diselingi bahas Indonesia.
Mereka tetap menggunakan norma dan
nilai daerah mereka dalam berperilaku
sosial antar sesama.
Seyogyanya sesibuk apapun setiap
orang pasti memiliki waktu luang, sebagai
mahasiswa mereka isi waktu dengan
membaca terutama novel atau biografi dan
buku cerita, mereka jarang nonton televisi
dan acara TV yang ditonton yaitu siaran
berita. Selain itu mereka juga mengisi
waktu luang ketika tidak kuliah yaitu
menghadiri acara-acara diskusi atau
kajian-kajian yang diselenggarakan oleh
tempat mereka sekolah atau organisasiorganisasi luar sekolah. Hasil dari kegiatankegiatan mengisi waktu luang merubah
cara pandang, cara berpikir, bersikap dan
berperilaku.
Orang tua ideal masa kini
diasumsikan bahwa terdapat hubungan
positif antara variabel daerah asal,
hubungan sosial daerah asal, kondisi sosialekonomi orang tua, tingkat pendidikan
Responden sekarang, tempat pendidikan
61
VOLUME XV, Januari - April 2014
sekarang, tempat tinggal sekarang dengan
pendapat Responden tentang ciri-ciri orang
tua ideal masa kini, melalui pengujian
hubungan antara variabel terbuka ada
hubungan positif. Hal ini tergambar pada
tabel-tabel silang sebagai hasil pengujian.
Tabel silang menunjukkan bahwa jenis
kelamin tidak menunjukkan perbedaan
tentang pendapat Responden mengenai
ciri-ciri orang tua ideal masa kini baik
untuk bapak maupun ibu. Asal perguruan
tinggi tidak menunjukkan perbedaan
tentang pendapat Responden mengenai
ciri-ciri orang tua ideal masa kini.
Daerah asal responden tidak
menunjukkan perbedaan tentang pendapat
responden mengenai ciri-ciri orang tua
ideal masa kini. Pada umum responden
mengemukakan ciri-ciri ideal orang tua
masa kini adalah tidak serakah, tidak
m e t r e a l i s t i s ,
t i d a k
mengganggukenyamanan orang lain, sopan
dan santun, jujur, dan bertanggung jawab,
berani atas kebenaran, menghormati orang
lain, rendah hati dan bijaksana baik bagi
bapak maupun ibu.
Ada pendapat yang dikemukakan
oleh pakar keluraga bahwa anggota yang
cukup lama terpisah dari keluarganya
seyogyanya mengalami perubahan dalam
aspek-aspek perilaku, nilai sosial-budaya
yang dianut, hubungn-hubungn sosialnya
baik dengan keluarga intinya, kerabatkerabat dan masyarakat sekitarnya. Namun
pada hasil survai hal ini tidak terjadi.
Remaja-remaja dalam hal ini mahasiswa
62
SOCIUS
yang menjadi subjek penelitian
menunjukkan kemantapan baik prilaku
dan bertindak sesuai dengan apa yang
mereka peroleh dalam proses sosialisasi
ketika bersama orang tua di kampung
halaman mereka. Mereka tidak
tergoyahkan secara negatif dengan
kehidupan perkotaan dimana mereka
tinggal, kalupun ada perubahan sebagai
akibat interaksi dengan teman satu
pondokan, serta sekolah, perubahan itu
berupa perubahan yang positif yaitu lebih
membuka wawasan berpikir mereka
kearah lebih maju (progress) bukan kearah
kemunduran (regress).
Analisis Kualitatif
Ciri-ciri bapak ideal adalah; tidak
s e ra ka h , t i d a k m a t re a l i s t i s , t i d a k
mengganggu kenyamanan orang lain,
sopan dan santun, jujur, bertanggung
jawab, berani atas kebenaran,
menghormati orang lain, rendah hati, dan
bijaksana. Sedangkan cirri-ciri ibu ideal
adalah; tidak serakah, tidak matrealistis,
tidak mengganggu kenyamanan orang lain,
sopan dan santun, jujur, bertanggung
jawab, berani atas kebenaran,
menghormati orang lain, rendah hati, dan
bijaksana.
Komponen yang diteliti selanjutnya
adalah Harmonisasi Hubungan Sosial
Bapak-Ibu dengan Anak. Data
m e n u n j u k k a n b a hwa h a r m o n i s a s i
hubungan bapak dengan anak, yaitu: sangat
peduli, sangat perhatian, sangat menolong
SOCIUS
memecahkan masalah yang dihadapi anak,
sangat sayang kepada anak-anak, berusaha
memenuhi kebutuhan emosi dan
kebendaan anak dan saling mendukung
bapak-anak.
Pada komponen tentang Harapan
Remaja agar Terjadi Harmonisasi dan Tidak
Terjadi Disharmonisasi dikemukakan
bahwa seorang bapak seharusnya memiliki
sifat yang; arif bijaksana, adil, jujur, pemaaf,
konsisten, tidak otoriter, peduli, penuh
perhatian, penyabar, dapat menjaga
kehormatan, cerdas berani, dermawan dan
penyayang. Sedang ibu seharusnya; arif
bijaksana, adil, pemaaf, demokratis, peduli,
tempat curhat, penyabar, penyayang, dan
pelindung.
Sementara pada komponen Jalan
keluar untuk tidak terjadi perilaku
menyimpang oleh remaja dikemukakan
bahwa seharusnya remaja memiliki sifat
yang berusaha mematuhi aturan-aturan
yang diberlakukan untuk kehidupan sosial
remaja. Orang tua baik bapak maupun ibu
seharusnya sejak dini telah menanamkan
nilai-nilai dan norma yang dianut kelompok
etnik mereka secara konsekwen.
Masyarakat umum juga seharusnya
bersikap peduli terhadap perkembangan
kepribadian remaja. jangan selalu
berprasangka buruk tindakan-tindakan
remaja. Sedangkan pemerintah perlu
memberlakukan peraturan yang tegas
dalam penanganan perkembangan remaja
terutama remaja yang menyimpang dan
Perlu diberlakukan sanksi-sanksi yang
mendidik. Namun, data menunjukkan
iii
VOLUME XV, Januari - April 2014
bahwa hanya bapak yang melakukan sifatsifat yang dipersyarakatkan secara teoritis.
KESIMPULAN DAN SARAN
Ciri-ciri orang tua ideal baik bapak
maupun ibu pada masa kini, ada kesamaan
pendapat antara remaja dari etnik Bugis,
Makassar, Toraja dan Mandar baik dari hasil
analisa kuantitatif maupun analisa
kualitatif walaupun cara pengujiannya
berbeda, yaitu orang tua tidak serakah,
tidak matrealistis tidak mengnggu
kenyamanan orang lain, sopan dan santun,
jujur, bertanggung jawab, berani atas
kebenaran, menghormati orang lain,
rendah hati dan arif bijakasana. Setiap anak
memandang orang tua adalah sosok yang
harus dihormati dan menjadi teladan bagi
anak-anaknya. Pada masa kini, ciri orang
tua ideal sebaiknya lebih realistis
meghadapi perkembangan anak dengan
lebih memahami jiwa anak dan bersikap
demokratis.
Ciri-ciri keharmonisan hubungan
keluarga sangat ditunjang oleh adanya
pemahaman antara orang tua dan anak,
saling mengerti satu sama lain, membangun
k o m u n i k a s i ya n g h a r m o n i s s e r t a
menciptakan keakraban dan memiliki sikap
saling terbuka. Ciri-ciri keharmonisan
hubungan sosial antara orang tua yaitu
bapak dan ibu dengan anak-anak mereka
yaitu:
- Orang tua sangat peduli dan
memperhatikan anak-anak mereka.
- Orang tua melakukan peran kasih sayang.
- O ra n g t u a b e r u s a h a m e m e n u h i
63
VOLUME XV, Januari - April 2014
s e m a ks i m a l m u n gk i n ke b u t u h a n
material dan non material anak-anak
mereka.
- Orang tua tidak berlaku kasar kepada
anak.
- Orang tua tidak diktator.
- Orang tua mau mendengar pendapat anak.
- Anak-anak patuh pada ajaran-ajaran orang
tua.
- Anak-anak terbuka pada orang tua dalam
berbagai hal tertentu.
- Anak-anak tidak selalu bergantung pada
orang tua untuk hal-hal yang sepele.
- Anak-anak selalu berusaha menciptakan
suasana yang tidak membebani perasaan
orang tua.
- Orang tua dan anak-anak selalu rukun,
tentram, dan saling bekerja sama dalam
berbagai kegiatan keluarga dan rumah
tangga.
Masalah disharmonisasi dan
disorganisasi keluarga dapat dihindari
dengan berupaya menjaga hubungan yang
baik dalam keluarga yaitu meningkatkan
perhatian dan kepedulian terhadap masingmasing anggota keluarga dan juga
menguatkan rasa kasih sayang di dalam
keluargaMelalui wawancara mendalam
diperoleh informasi mengenai harapan
remaja dari keempat etnik baik laki-laki
maupun perempuan agar tidak terjadi
disharmonisasi dan dis organisasi keluarga
sebagai berikut:
- Orang tua tidak diktator.
- Orang tua tidak memaksakan kehendak
- O ra n g t u a h a r u s m e m p e r h a t i k a n
kemampuan anak.
- Orang tua tidak berlaku kasar emosi dan
64
SOCIUS
tidak terkendali dalam bertindak serta
berprilaku terhadap kepada siapa saja.
Masalah perilaku menyimpang anak
remaja merupakan perhatian dari semua
pihak, utamanya orang tua sebagai
pengendali utama yang dapat memberikan
perhatian dan pengawasan penuh terhadap
anak remaja, sedangkan pemerintah
sebagai penunjang dapat memotivasi setiap
anak remaja agar tidak terlibat dalam
perilaku menyimpang, serta sekaligus juga
dapat bekerjasama dengan masyarakat
untuk mencari cara dalam mencegah
terjadinya perilaku menyimpang tersebut
seperti membentuk ikatan remaja mesjid
dan lain-lain. Jalan keluar atau usaha-usaha
untuk mencegah perilaku yang
menyimpang dari remaja-remaja :
v
Remaja
- Berusaha mengendalikan diri dalam
menghadapi berbagai godaan.
- Berusaha untuk tetap mengutamakan
kegiatan sekolah.
- Berusaha mengisi waktu luang dengan
kegiatan yang positif.
- Berusaha untuk sebaik mungkin
memilih teman yang baik dalam
pergaulan sehari-hari.
- Berusaha lebih banyak mendekati diri
pada ajaran agama yang dianut oleh
keluarga.
- Berusaha mematuhi aturan-aturan
yang berlaku dalam masyarakat
umum. Baik aturan informal maupun
formal
v
Orang tua
- Berusaha melakukan pengawasan pada
anak-anaknya.
SOCIUS
-Berusaha mengetahui dan mengenal
teman anak-anaknya.
-Berusaha tidak menyudutkan dan
menyalahkan anak ketika anak
mengalami musibah atau berbuat
salah.
-Berusaha tetap berlaku tegas ketika
anak tidak lagi dapat dikendalikan.
- Berusaha tetap adil, arif bijaksana pada
anak-anak dalam kondisi apapun.
-Berusaha tetap melindungi anak dalam
asuhan positif.
-Berusaha dapat mengendalikan diri
dalam berbagai situasi anak.
v
Masyarakat
- Harus tanggap terhadap situasi remaja
yang dihadapi pada masa kini.
-Tidak bertindak menghakimi sendiri.
-Tidak bermasa bodoh dan tidak peduli.
-Turut memikirkan jalan keluar bagi
perkembangan remaja yang negatif.
-Turut berpartisipasi aktif dalam
menciptakan kegiatan positif bagi
remaja.
v
Pemerintah
-Harus menyediakan fasilitas yang
mendukung kegiatan positif remaja.
-Harus menjalin kedekatan hubungan
sosial dengan orang tua dan
masyarakat.
-Harus mampu menciptakan dan
melaksanakan peraturan-peraturan
untuk kelangsungan kehidupan remaja.
Secara professional, baik remaja,
orang tua, masyarakat dan pemerintah
harus konsekwen melaksanakan tindakan
sanksi pada remaja dari berbagai lapisan
iii
VOLUME XV, Januari - April 2014
masyarakat.
Dalam hal ini perlu disarankan agar
setiap orang tua hendaknya memiliki
kepekaan dalam memahami karakter anak
terutama anak yang memasuki masa
remaja yang tentu saja jiwa remaja
merupakan tantangan paling berat untuk
dihadapi agar tidak terjadi perilaku
menyimpang pada anak.
Bagi anak remaja, sebaiknya harus
lebih berhati-hati dan waspada dalam
menghadapi kondisi apapun yang ada
disekitarnya terutama dalam proses
pergaulan karena tidak mustahil ada pihakpihak tertentu yang ingin merusak
mentalitas remaja.
Pihak pemerintah hendaknya lebih
mengoptimalkan setiap program yang
berhubungan dengan pemberdayaan
keluarga agar ketahanan keluarga bisa lebih
baik utamanya dalam mencegah terjadinya
disharmonisasi dan disorganisasi keluarga.
Bagi lembaga-lembaga masyarakat, agar
lebih meningkatkan lagi kinerja atau
kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan pemberdayaan anak, remaja dan
keluarga baik di desa maupun di kota.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian ini menggunakan sumber
dana dari Program Hibah BOPTN Tahun
2013 Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (LP2M) Universitas
Hasanuddin. Karena itu, ketua dan tim
peneliti mengucapkan terimakasih atas
dukungan yang diberikan dalam
penyelenggaraan penelitian ini.
65
VOLUME XV, Januari - April 2014
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. Makassar Dalam
Angka. Penerbit BPS. Makassar.
2013.
Collins, Randall. Sociology of Marriage and
The Family Nelson-Hall, Chicago.
1987.
De jong, S.C.N. Sosiologi Pendidikan.
Penerbit PT Sangkala Pulsar. Jakarta,
1984.
Geertz, Hilderd. Keluarga jawa. Penerbit P.T.
Grafiti, Jakarta. 1985.
Giddens, Anthony. The Thind Way. Penerbit
PT. Gramedia Pustaka utama, Jakarta.
2002.
Goode, William.J. Sosiologi Keluarga.
Penerbit PT. Bina Aksara, Jakarta.
1983.
Gordon, Thomas. Menjadi Orang Tua
Efektif. Penerbit PT Gramedia,
Jakarta 1984.
Irhomi T.O (ed) Bunga Rampai Sosiologi
Keluarga. Yayasan Obor, Yogyakarta,
1985.
Khairuddin : Sosiologi Keluarga. Penerbit
Nurcahaya, Yogyakarta, 1985.
66
SOCIUS
Koentjaraningrat (ed) Masyarakat Desa Di
Indonesia Masa Kini. Yayasan
Pe n e rb i t Fa ku l t a s E ko n o m i
Universitas Indonesia. Jakarta.
Melinda Care, 209. Menjadi Orang Tua
I
d
e
a
l
.
http://www.melindahospital.com/
modul/user/detail_artikel.php?id=3
0_Menjadi-orang-tua-ideal.
Ridwan, 2009. Makna Pemmali dalam
B u d a y a
B u g i s .
http://www.rappang.com/2010/02
/makna-pemmali-dalam-budayaBugis.
Robinson, Kathryn & Mukhlis (ed).
Masyarakat Pantai. Yayasan Ilmuilmu Sosial-Lembaga Penerbit
Universitas Hasanuddin, Makassar.
1985.
Scanzoni, Letha Dowson &John Scazoni.
Men, Women and Change A Sociology
of Marriage and Family. Me GrawHillBook Company New York. 1981.
Soekanto, Suryono. Sosiologi Keluarga.
Penerbit Remika Cipta, 1982.
Weiner, Myron. Moderenisasi Dinamika
Pertumbuhan. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta, 1984.
Download