KONSEP DIRI PENSIUNAN

advertisement
KONSEP DIRI PENSIUNAN
RIKA ELIANA, S.Psi.
Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia tidak terlepas dari aktivitas bekerja. Ada orang yang bekerja
untuk mencari uang, ada yang bekerja untuk mengisi waktu luang, ada pula yang
bekerja untuk mencari identitas, dsb. Apapun alasan manusia bekerja, semuanya
adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Maslow ( dalam Atkinson,
2000) kebutuhan manusia secara garis besar dapat dibagi atas : kebutuhan
fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan dimiliki, kebutuhan harga diri, dan
aktualisasi diri. Alasan seseorang bekerja bisa memenuhi salah satu kebutuhan
yang diutarakan oleh Abraham Maslow.
Bila ditelusuri lebih jauh, suatu pekerjaan lebih berkaitan dengan
kebutuhan psikologis seseorang dan bukan hanya berkaitan dengan kebutuhan
materi semata. Secara materi, orang bisa memenuhi kebutuhan sandang pangan
melalui bekerja. Namun secara psikologis arti bekerja adalah menimbulkan rasa
identitas, status, ataupun fungsi sosial (Steers and Porter, 1975). Seseorang
biasa menjawab bahwa “Saya dosen di PS. Psikologi”, “Saya praktek dokter di RS
X….”, “Saya seorang Pegawai Negeri di …”. Hal ini menunjukkan bahwa bekerja
merupakan bagian dari identitas diri. Dengan perkataan lain, orang merasa
berharga jika ia bisa mengatakan posisi dan pekerjaannya. Semakin lama
seseorang bekerja, tentunya identitas itu akan semakin melekat pula.
Kondisi fisik manusia untuk bekerja ada batasannya, semakin tua
seseorang, semakin menurun kondisi fisiknya, maka beriringan dengan hal itu
produktivitas kerja pun akan menurun. Pada waktunya seseorang akan diminta
untuk berhenti bekerja, yang awamnya dikenal dengan istilah pensiun. Masa
pensiun ini dapat menimbulkan masalah karena tidak semua orang siap
menghadapinya. Pensiun akan memutuskan seseorang dari aktivitas rutin yang
telah dilakukan selama bertahun-tahun, selain itu akan memutuskan rantai sosial
yang sudah terbina dengan rekan kerja, dan yang paling vital adalah
menghilangkan identitas seseorang yang sudah melekat begitu lama (Warr dalam
Offord, 1992). Tidak heran masa pensiun ini menimbulkan masalah psikologis
baru bagi yang menjalaninya, karena banyak dari mereka yang tidak siap
menghadapi masa ini.
Ketidak–siapan menghadapi masa pensiun pada umumnya timbul karena
adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan tertentu.
Perubahan yang diakibatkan oleh masa pensiun ini memerlukan penyesuaian diri.
Atchley (1977) mengatakan bahwa proses penyesuaian diri yang paling sulit
adalah pada masa pensiun. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Holmes dan
Rahe (1967), mengungkapkan bahwa pensiun menempati rangking 10 besar
untuk posisi stress.
Dengan memasuki masa pensiun, seseorang akan kehilangan peran
sosialnya di masyarakat, prestise, kekuasaan, kontak sosial, bahkan harga diri
akan berubah juga karena kehilangan peran (Eyde, 1983). Bahkan akibat yang
paling buruk pada pensiunan adalah bisa mengakibatkan depresi dan bunuh diri
(Zimbardo, 1979). Sedangkan akibat pensiun secara fisiologis oleh Liem & Liem
(1978) dikatakan bisa menyebabkan masalah penyakit terutama gastrointestinal,
gangguan saraf, berkurangnya kepekaan. Ia menyebut penyakit di atas, dengan
istilah retirement syndrome.
Dampak pensiun bukan hanya bersifat negatif saja, namun juga terdapat
dampak positifnya, yakni seseorang bisa terbebas dari rutinitas kerja. Ada
© 2003 Digitized by USU digital library
1
perasaan puas karena sudah berhasil menyelesaikan tugas dan kewajibannya.
Bahkan Perlmutter (1981) mengatakan bahwa sebagian besar kaum pensiun
menunjukkan perasa puas, tetap merasa dirinya berguna dan dapat
mempertahankan rasa identitasnya. Rasa depresi dan kecemasan yang timbul
biasanya berada pada tingkat ringan dan sifatnya hanya sementara. Kalaupun
depresi bertambah hal itu disebabkan oleh gangguan fisik dan bukan karena
masa pensiun itu sendiri.
Walaupun reaksi seseorang terhadap masa pensiun bisa berbeda-beda,
tetapi dampak yang paling nyata dalam kehidupan sehari-hari adalah
berkurangnya jumlah pendapatan keluarga. Di Indonesia, khususnya pensiunan
Pegawai Negeri Sipil kondisi keuangan lebih menyedihkan. Data yang diperoleh
dari Kompas, 2001 bahkan ada pensiunan golongan I yang menerima rapel
kenaikan pensiunan dari bulan Januari sampai dengan Juli 2001 hanya sebesar
Rp. 700,00 ( tujuh ratus rupiah saja). Artinya kenaikan yang diterimanya hanya
sebesar Rp.100,00 ( seratus rupiah) per bulannya.
Sebagai seorang kepala keluarga tentunya hal ini bisa menimbulkan stress
kepada seluruh keluarga, dalam hal ini istri dan anak. Terlebih jika anak belum
bekerja bahkan masih kuliah, sementara istripun tidak bekerja.
Selama ini yang menjadi patokan untuk memasuki masa pensiun adalah
faktor usia dimana pekerja dianggap mulai kurang produktif. Di negara barat,
seseorang baru memasuki masa pensiun jika ia berusia 65 tahun. Ketika
seseorang memasuki masa tersebut secara psikologis ia sudah masuk pada
kategori dewasa akhir atau yang lebih dikenal dengan istilah manula. Artinya dari
segi produktivitas kerja sudah menurun, dan dari tugas perkembangan pun
mereka telah dipersiapkan untuk menikmati kehidupan mereka.
Sementara di Indonesia situasinya berlainan, seseorang memasuki masa
pensiun ketika ia berusia 55 tahun. Meskipun bagi golongan Pegawai Negeri Sipil
tertentu batas usia tesebut di tambahkan, karena keahliannya. Usia 55 tahun
secara psikologis masuk dalam kategori dewasa menengah, mereka masih cukup
produktif dan belum dapat digolongkan orang manula. Pada masa ini seseorang
masuk pada tahap reevaluasi diri. Pertanyaan seperti “Apakah saya sudah
berhasil dalam hidup?”, “Apa yang akan saya lakukan dalam sisa hidup saya?”,
akan muncul dalam pikiran orang dewasa menengah. Biasanya, seseorang pada
masa ini akan berada pada puncak karir. Tetapi keadaan ini tidak akan
berlangsung lama khususnya untuk orang di Indonesia karena sudah harus
pensiun. Tidak dapat dipungkiri bahwa kekuatan fisik mereka mulai menurun, tapi
mereka masih cukup produktif. Tidak heran jika hal ini bisa menimbulkan
konsekuensi psikologis tertentu; disatu pihak mereka masih mampu bekerja tapi
dipihak lain harus berhenti bekerja karena peraturan perusahaan.
Ditinjau dari sudut pandang psikologis, pensiun menyebabkan seseorang
akan mempertanyakan kembali “Siapa diriku?”. Hal ini dikenal dengan istilah
konsep diri, atau self concept. Menurut Sullivan dalam Wrightsman ( 1993)
konsep diri adalah bagaimana kita melihat diri kita sebagaimana orang lain
melihat kita. Prinsipnya adalah penilaian yang direfleksikan kembali atau reflected
appraisal. Konsep diri merupakan hal yang penting artinya dalam kehidupan
seseoarng, karena konsep diri menentukan bagaimana seseorang bertindak
dalam berbagai situasi. Jika kita memahami konsep diri seseorang kita akan
mampu memahami tindakan dan juga dapat meramalkan tingkah lakunya
dikemudian hari. Konsep diri berkatian dengan dengan kesehatan mental
seseorang (Biren, 1980). Dengan kata lain jika konsep diri seseorang positif maka
hal ini akan mempengaruhi kesehatan mentalnya juga.
Hurlock (1978) mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai konsep
diri positif adalah jika ia berhasil mengembangkan sifat-sifat percaya diri, harga
diri dan mampu melihat dirinya secara realistik. Dengan adanya sifat–sifat seperti
ini orang tersebut akan mampu berhubungan dengan orang lain secara akurat
dan hal ini akan mengarah pada penyesuaian diri yang baik di lingkungan sosial.
Orang yang mempunyai konsep diri negatif sebaliknya akan merasa rendah diri,
© 2003 Digitized by USU digital library
2
inadekuat, kurang percaya diri. Diprediksi bahwa orang yang mempunyai konsep
diri negatif akan mengalami hambatan dalam proses penyesuaian dirinya di
lingkungan baru.
Masa pensiun bisa mempengaruhi konsep diri, karena pensiun
menyebabkan seseorang kehilangan peran (role), identitas dalam masyarakat
yang dapat mempengaruhi harga diri mereka (Turner, 1961). Pensiun akan
menyebabkan seseorang kehilangan perannya dalam masyarakat yang
selanjutnya mempengaruhi statusnya dan pada akhirnya bisa mempengaruhi
konsep diri menjadi negatif. Akibat psikologis dari hal ini adalah nantinya akan
mempengaruhi kesehatan mental seseorang, dan juga proses penyesuaian
dirinya.
Intervensi dalam menghadapi masa pensiun penting dilakukan oleh
perusahaan. Sebagian besar perusahaan memang sudah membuat program
pensiun untuk menghadapi masalah keuangan, tapi belum banyak yang tertarik
untuk melakukan intervensi untuk menghadapi konflik psikologis yang dihadapi
para pensiunan.
Mengingat usia pensiunan di Indonesia masih dalam tahap dewasa
menengah, yang secara psikologis masih dapat dikatakan produktif, tentunya
dampak dari proses pensiun ini bisa menimbulkan efek psikologis yang lebih
berat.
BAB II
PEMBAHASAN
II. A. Pensiun
II. A. 1. Definisi Pensiun
Beberapa batasan akan dikemukakan di bawah ini, dan secara garis besar
dapat dibagi berdasarkan pandangan mengenai peran pekerjaan itu sendiri dan
tinjauan definisi dari sudut psikologi perkembangan. Berikut definisi pensiun
berdasarkan peran pekerjaan bagi seseorang.
Parnes dan Nessel (Corsini, 1987) mengatakan bahwa pensiun adalah
suatu kondisi dimana individu tersebut telah berhenti bekerja pada suatu
pekerjaan yang biasa dilakukan. Batasan yang lebih jelas dan lengkap oleh
Corsini (1987) mengatakan bahwa pensiun adalah proses pemisahan seorang
individu dari pekerjaannya, dimana dalam menjalankan perannya seseorang di
gaji. Dengan kata lain masa pensiun mempengaruhi aktivitas seseorang, dari
situasi kerja ke situasi di luar pekerjaan.
Sedangkan berdasarkan pandangan psikologi perkembangan, pensiun
dapat dijelaskan sebagai suatu masa transisi ke pola hidup baru, ataupun
merupakan akhir pola hidup (Schawrz dalam Hurlock, 1983). Transisi ini meliputi
perubahan peran dalam lingkungan sosial, perubahan minat, nilai dan perubahan
dalam segenap aspek kehidupan seseorang. Jadi seseorang yang memasuki masa
pensiun, bisa merubah arah hidupnya dengan mengerjakan aktivitas lain, tetapi
bisa juga tidak mengerjakan aktivitas tertentu lagi.
Di Indonesia seseorang dapat dikatakan memasuki masa pensiun bila :
a) Sekurang-kurangnya mencapai usia 50 tahun.
b) Telah diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri
c) Memiliki masa kerja untuk pensiun ± 20 tahun.
Pada umumnya usia pensiun di Indonesia berkisar antara usia 55 tahun,
sedangkan di negara Barat usia pensiun adalah berkisar 65 tahun. Pada usia 65
tahun, secara psikologi perkembangan seseorang memasuki usia manula atau
dewasa akhir (late adulthood). Keadaan ini cukup berlainan dengan situasi di
Indonesia dimana seseorang sudah termasuk pensiun pada tahapan dewasa
menengah (middle adulthood). Masa dewasa menengah ini masih dapat
dikatakan cukup produktif. Meskipun kekuatan fisik maupun kekuatan mental
seseorang pada masa ini mulai menurun, namun pada masa inilah seseorang
© 2003 Digitized by USU digital library
3
mulai mencapai prestasi puncak baik itu karir, pendidikan dan hubungan
interpersonal. Sebagai orang tua, pada umumnya mereka harus bertanggung
jawab dalam membesarkan anak-anak yang mulai berangkat remaja, bahkan ada
yang sudah berkeluarga. Dapat dipahami bahwa pada masa ini sebetulnya masa
yang penuh tantangan khususnya untuk pensiunan di Indonesia. Terlebih jika
pensiunan yang masih harus membiayai kuliah anak-anak mereka, padahal
dengan status pensiun keadaan keuangan mulai menurun.
Jika kita meninjau siklus dunia pekerjaan dari sudut psikologi
perkembangan maka kita harus peka dengan istilah turning points (titik balik)
ataupun crisis point (titik krisis). Masa ini ditandai dengan adanya suatu periode
dimana ada saat untuk melakukan proses penyesuaian diri kembali dan juga
melakukan proses sosialisasi kembali sejalan dengan tuntutan dari pekerjaan
yang baru. Pensiun dapat dikatakan masa titik balik karena masa ini adalah masa
peralihan dari seseorang memasuki dewasa akhir atau manula. Pensiun juga
merupakan titik krisis karena terjadi akibat ketidakmampuan seeorang untuk
mencari pekerjaan atau merupakan langkah akhir dalam perjalanan karir
seseorang.
II. A. 2. Jenis-jenis Pensiun
Masa pensiun dapat dibagi atas 2 bagian besar, yaitu yang secara sukarela
(voluntary) dan yang berdasarkan pada peraturan (compulsory/mandatory
retirement). Ketika Indonesia memasuki masa krisis moneter, banyak perusahaan
goyah sehingga harus menciutkan sejumlah pegawai dengan diberikan sejumlah
imbalan. Kepada karyawan diberikan kebebasan untuk memilih apakah ia akan
tetap bekerja atau mengundurkan diri. Kondisi seperti ini termasuk pensiun yang
dilakukan secara sukarela Kondisi lain yang termasuk dalam pensiun secara
sukarela adalah kondisi dimana seeseorang ingin melakukan sesuatu yang lebih
berarti dalam kehidupannya dibandingkan dengan pekerjaan sebelumnya
(Hurlock, 1983)
Pensiun yang dijalani berdasarkan aturan dari perusahaan adalah pensiun
yang kerap kali dilakukan oleh satu perusahaan berdasarkan aturan yang berlaku
pada perusahaan tersebut. Dalam hal ini kehendak individu diabaikan, apakah dia
masih sanggup atau masih ingin bekerja kembali.
II. A. 3. Fase Penyesuaian Diri Pada Saat Pensiun
Penyesuaian diri pada saat pensiun merupakan saat yang sulit, dan untuk
mengetahui bagaimana penyesuaian seseorang ketika memasuki masa pension,
Robert Atchley (1983) mengemukakan 7 fase proses pensiun. Adapun fase
tersebut adalah :
a) Preretirement phase (fase pra pensiun)
b) Retirement phase (fase pensiun)
c) End of retirement (fase pasca masa pensiun)
Secara ringkas dapat dijelaskan oleh bagan berikut :
Pre Retirement
Remote
Near
Phase
Phase
Retirement
Honeymoon Disenchant
phase
ment phase
ReorientaTion phase
End of retirement
Stability
Terminati
Phase
on phase
( dikutip dari Aiken, 1982).
II. A. 3. a. Fase Pra Pensiun (Preretirement Phase)
Fase ini bisa dibagi pada 2 bagian lagi yaitu remote dan near. Pada remote
phase, masa pensiun masih dipandang sebagai suatu masa yang jauh.
Biasanya fase ini dimulai pada saat orang tersebut pertama kali mendapat
© 2003 Digitized by USU digital library
4
pekerjaan dan masa ini berakhir ketika orang terebut mulai mendekati masa
pensiun. Sedangkan pada near phase, biasanya orang mulai sadar bahwa
mereka akan segera memasuki masa pensiun dan hal ini membutuhkan
penyesuaian diri yang baik. Ada beberapa perusahaan yang mulai
memberikan program persiapan masa pensiun.
II. A. 3. b. Fase Pensiun (Retirement Phase)
Masa pensiun ini sendiri terbagi dalam 4 fase besar, dan dimulai dengan
tahapan pertama yakni honeymoon phase. Periode ini biasanya terjadi tidak
lama setelah orang memasuki masa pensiun. Sesuai dengan istilah
honeymoon (bulan madu), maka perasaan yang muncul ketika memasuki
fase ini adalah perasaan gembira karena bebas dari pekerjaan dan rutinitas.
Biasanya orang mulai mencari kegiatan pengganti lain seperti
mengembangkan hobi. Kegiatan inipun tergantung pada kesehatan,
keuangan, gaya hidup dan situasi keluarga. Lamanya fase ini tergantung
pada kemampuan seseorang. Orang yang selama masa kegiatan aktifnya
bekerja dan gaya hidupnya tidak bertumpu pada pekerjaan, biasanya akan
mampu menyesuaikan diri dan mengembangkan kegiatan lain yang juga
menyenangkan. Setelah fase ini berakhir maka akan masuk pada fase kedua
yakni disenchatment phase. Pada fase ini pensiunan mulai merasa depresi,
merasa kosong. Untuk beberapa orang pada fase ini, ada rasa kehilangan
baik itu kehilangan kekuasaan, martabat, status, penghasilan, teman kerja,
aturan tertentu (Jacob, 1989). Pensiunan yang terpukul pada fase ini akan
memasuki reorientation phase, yaitu fase dimana seseorang mulai
mengembangkan pandangan yang lebih realistik mengenai alternatif hidup.
Mereka mulai mencari aktivitas baru. Setelah mencapai tahapan ini, para
pensiunan akan masuk pada stability phase yaitu fase dimana mereka mulai
mengembangkan suatu set kriteria mengenai pemilihan aktivitas, dimana
mereka merasa dapat hidup tentram dengan pilihannya.
II. A. 3. c. Fase Pasca Masa Pensiun (End of Retirement Role)
Biasanya fase ini ditandai dengan penyakit yang mulai menggerogoti
seseorang, ketidak-mampuan dalam mengurus diri sendiri dan keuangan
yang sangat merosot. Peran saat seorang pensiun digantikan dengan peran
orang sakit yang membutuhkan orang lain untuk tempat bergantung.
II. A. 4. Perubahan-perubahan Akibat Pensiun.
Menurut Turner dan Helms (1982) ada beberapa hal yang mengalami
perubahan dan menuntut penyesuaian diri yang baik ketika menghadapi masa
pensiun:
a. Masalah Keuangan
Pendapat keluarga akan menurun drastis, hal ini akan mempengaruhi
kegiatan rumah tangga. Masa ini akan lebih sulit jika masih ada anak-anak
yang harus dibiayai. Hal ini menimbulkan stress tersendiri bagi seorang
suami karena merasa bahwa perannya sebagai kepala keluarga tertantang
(Walsh, dalam Carter
b. Berkurangnya harga diri (Self Esteem).
Bengston (1980) mengemukakan bahwa harga diri seorang pria biasanya
dipengaruhi oleh pensiunnya mereka dari pekerjaan. Untuk mempertahankan
harga dirinya, harus ada aktivitas pengganti untuk meraih kembali
keberadaan dirinya. Dalam hal ini berkurangnya harga diri dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti feeling of belonging (perasaan memiliki), feeling of
competence (perasaan mampu), dan feelling of worthwhile (perasaan
berharga). Ketiga hal yang disebutkan di atas sangat mempengaruhi harga
diri seseorang dalam lingkungan pekerjaan.
c. Berkurangnya kontak sosial yang berorientasi pada pekerjaan.
© 2003 Digitized by USU digital library
5
Kontak dengan orang lain membuat pekerjaan semakin menarik. Bahkan
pekerjaan itu sendiri bisa menjadi reward sosial bagi beberapa pekerja
misalnya seorang sales, resepsionis, customer services yang meraih
kepuasan ketika berbicara dengan pelanggan. Selain dari kontak sosial, orang
juga membutuhkan dukungan dari orang lain berupa perasaan ingin dinilai,
dihargai, dan merasa penting. Sumber dukungan ini dapat diperoleh dari
teman sekerja, atasan, bawahan dsb. Tentunya ketika memasuki masa
pensiun, waktu untuk bertemu dengan rekan seprofesi menjadi berkurang.
d. Hilangnya makna suatu tugas.
Pekerjaan yang dikerjakan seseorang mungkin sangat berarti bagi dirinya.
Dan hal ini tidak bisa dikerjakan saat seeorang itu mulai memasuki masa
pensiun.
e. Hilangnya kelompok referensi yang bisa mempengaruhi self image.
Biasanya seseorang menjadi anggota dari suatu kelompok bisnis tertentu
ketika dia masih aktif bekerja. Tetapi ketika dia menjadi pensiun, secara
langsung keanggotaan pada suatu kelompok akan hilang. Hal ini akan
mempengaruhi seseorang untuk kembali menilai dirinya lagi.
f. Hilangnya rutinitas
Pada waktu bekerja, seseorang bekerja hampir 8 jam kerja. Tidak semua
orang menikmati jam kerja yang panjang seperti ini, tapi tanpa disadari
kegiatan panjang selama ini memberikan sense of purpose, memberikan rasa
aman, dan pengertian bahwa kita ternyata berguna. Ketika menghadapi
masa pensiun, waktu ini hilang, orang mulai merasakan diri tidak produktif
lagi
( Longhurst, Michael, 2001)
Bagi individu yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri, perubahan yang
terjadi pada fase ini akan menimbulkan gangguan psikologis dan juga gangguan
fisiologis. Kondisi gangguan fisiologis bisa menyebabkan kematian yang lebih
cepat atau premature death. Istilah lain dikemukakan para ahli adalah retirement
shock atau retirement syndrome. Sedangkan gangguan psikologis yang
diakibatkan oleh masa pensiun biasanya stress, frustasi, depresi.
B. KONSEP DIRI
II. B. 1. Definisi Konsep Diri
Pertanyaan mengenai “Siapakah Saya ?” sejak dulu sudah menarik
perhatian para ahli. Pertanyaan mengenai konsep dari self ( konsep diri )
mendorong para peneliti untuk mencari hakekat dari self, pengaruh self terhadap
interaksi sosial dan hubungan interpersonal seseorang. Jawaban pertanyaan itu
dipelopori oleh William James (1890) seorang filsuf dan psikolog yang
mengatakan bahwa identitas pribadi seseorang tergantung pada hubungannya
dengan orang lain.
Bila kita berbicara mengenai self, maka kita berbicara mengenai dunia
fenomenologis seseorang. Jersild (dalam Hurlock, 1974) mengatakan bahwa
konsep diri adalah inner world seseorang. Hal yang paling menonjol dalam dunia
fenomenologis seseorang adalah dirinya sendiri, sebagaimana dilihat, dirasakan
dan dialami olehnya. Untuk menjawab mengenai pertanyaan mengenai diri,
bukan sesuatu yang mudah karena penilaian seseorang terhadap diri sendiri tidak
tepat. Oleh karena itu pendekatan yang tepat untuk memahami mengenai self
adalah dengan memahami konsep diri yang bersangkutan (Fitts, 1971).
Thomas mengemukakan bahwa self concept sebagai berikut :
“…which is organized, coherent, and integrated pattern of
perception related to the self, includes self esteem and self image”
(Perlmutter, 1985: 280)
© 2003 Digitized by USU digital library
6
Konsep diri mencakup harga diri, dan gambaran diri seseorang. Calhoun &
Acocella (1990) menjelaskan bahwa konsep diri adalah gambaran mental diri
sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan bagi diri
sendiri, dan penilaian terhadap diri sendiri. Mengingat konsep diri merupakan
arah dari seseorang ketika harus bertingkah laku, maka perlu dijelaskan peran
penting dari konsep diri.
Menurut Felker (1974) ada 3 peran penting dari konsep diri, yaitu :
a. Konsep diri merupakan pemelihara keseimbangan dalam diri seseorang.
Manusia memang cenderung untuk bersikap konsisten dengan pandanganya
sendiri. Hal ini bisa dimaklumi karenabila pandangannya, ide, perasaan dan
persepsinya tidak membentuk suatu keharmonisan atau bertentangan maka
akan menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan.
b. Konsep
diri
mempengaruhi
cara
seseorang
menginterprestasikan
pengalamannya. Pengelaman terhadap suatu peristiwa dibei arti tertentu oleh
setiap orang. Hal ini tergantung dari bagaimana individu tersebut memandang
dirinya.
c. Konsep diri mempengaruhi harapan seseorang terhadap dirinya. Setiap orang
mempunyai suatu harapan tertentu terhadapdirinya, dan hal itu tergantung
dari bagaimana individu itu melihat, dan mempersepsikan dirinya
sebagaimana adanya.
II. B. 2. Perkembangan Konsep Diri.
Konsep diri terbentuk melalui sejumlah besar pengalaman yang tersusun
secara hirarki. Jadi konsep diri yang pertema terbentuk merupakan dasar bagi
konsep diri berikutnya. Berdasarkan pendekatan psikologi kognitif, pengenalan
akan diri pertama kali disebut dengan self schema. Pengalaman dengan anggota
keluarga dalam hal ini orang tua memberikan informasi mengenai siapa kita. Self
Schema ini kemudian berkembang menjadi priming, proses dimana ada memori
yang mengingatkan kita mengenai sesuatu yang terjadi di masa lalu. Peran yang
kemudian kita jalankan kelak akan berkembang menjadi konsep diri. ( Deaux,
1993). Konsep diri yang pertama kali terbentuk disebut konsep diri primer
(Hurlock, 1974). Hal ini diperoleh di lingkungan keluarga terutama pada tahun–
tahun awal kehidupan. Kemudian konsep diri akan terus berkembang sejalan
dengan semakin luasnya hubungan sosial yang diperoleh anak. Bagaimana orangorang disekitarnya memperlakukan dirinya, apa yang mereka katakan tentang
dirinya, status yang diraihnya
dalam kelompok akan memperkuat dan
memodifikasi konsep diri yang telah terbentuk dalam keluarga.
Oleh karena struktur konsep diri tersebut berkembang secara hirarkis dan
saling terkait satu sama lainnya, maka ia akan mencapai tingkat perkembangan
tertentu yang relatif stabil. Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa
sepanjang kehidupan seseorang konsep diri individu secara kontinu akan
berkembang dan berubah (Fitts, 1971 & Hurlock, 1974).
Sumber informasi untuk konsep diri adalah interaksi individu dengan
orang lain. Individu menggunakan orang lain untuk menunjukkan siapa dia
(Cooley dalam Calhoun & Acocella, 1990). Individu membayangkan bagaimana
pandangan orang lain terhadapnya dan bagaimana mereka menilai
penampilannya. Penilaian pandangan orang lain diambil sebagai gambaran
tentang diri individu. Orang lain yang dianggap bisa mempengaruhi konsep diri
seseorang adalah ((menurut Calhoun dan Accocela, 1990 ):
a. Orang tua.
Orang tua memberikan pengaruh yang paling kuat karena kontak sosial yang
paling awal dialami manusia. Orang tua memberikan informasi yang menetap
tentang diri individu, mereka juga menetapkan pengharapan bagi anaknya.
Orang tua juga mengajarkan anak bagaimana menilai diri sendiri.
b. Teman sebaya
© 2003 Digitized by USU digital library
7
Kelompok teman sebaya menduduki tempat kedua setelah orang tua
terutama dalam mempengaruhi konsep diri anak. Masalah penerimaan atau
penolakan dalam kelompok teman sebaya berpengaruh terhadap diri anak.
b. Masyarakat
Masyarakat punya harapan tertentu terhadap seseorang dan harapan ini
masuk ke dalam diri individu, dimana individu akan berusaha melaksanakan
harapan tersebut.
c. Hasil dari proses belajar.
Belajar adalah merupakan hasil perubahan permanen yang terjadi dalam diri
individu akibat dari pengalaman (Hilgard & Bower, dalam Calhoun & Acocella;
1990). Pengalaman dengan lingkungan dan orang sekitar akan memberikan
masukan mengenai akibat suatu perilaku. Akibat ini bisa menjadi berbentuk
sesuatu yang positif maupun negatif.
II. B. 3. Dimensi Konsep diri
Menurut Calhoun & Acocella (1990) konsep diri memiliki tiga dimensi yaitu
pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan tentang diri sendiri dan penilaian
tentang diri sendiri.
a. Pengetahuan
Dimensi pertama dari konsep diri adalah mengenai apa yang kita ketahui
mengenai diri kita, termasuk dalam hal ini jenis kelamin, suku bangsa,
pekerjaan, usia dsb. Kita memberikan julukan tertentu pada diri kita.
b. Pengharapan
Pandangan tentang diri kita tidak terlepas dari kemungkinan kita menjadi apa
di masa mendatang. Pengharapan dapat dikatakan diri ideal. Setiap harapan
dapat membangkitkan kekuatan yang mendorong untuk mencapai harapan
tersebut di masa depan.
c. Penilaian
Penilaian menyangkut unsur evaluasi, seberapa besar kita menyukai diri kita
sendiri. Semakin besar ketidak-sesuaian antara gambaran kita tentang diri
kita yang ideal dan yang aktual maka akan semakin rendah harga diri kita.
Sebaliknya orang yang punya harga diri yang tinggi akan menyukai siapa
dirinya, apa yang dikerjakanya dan sebagainya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa dimensi penilaian merupakan komponen pembentukan
konsep diri yang cukup signifikan.
Deaux (1993 ) mengatakan bahwa kesenjangan antara diri kita yang aktual
dan diri kita yang ideal akan bis menimbulkan depresi, sementara semakin
kecil kesenjangan antara diri kita yang aktual, dan diri kita yang ideal
akan menimbulkan kepuasan.
II. B. 4. Peran Konsep Diri
Konsep diri yang sehat. Konsep diri yang sehat akan mempengaruhi
kesejahteraan psikologis individu. Orang akan mampu coping terhadap
perubahan dan peristiwa yang menekan jika mempunyai konsep diri yang sehat
(Calhoun & Acocella, 1990)
Menurut Sanford & Donovan ( Kozier & Erb, 1987) pengaruh konsep diri dalam
kehidupan individu berupa :
1. Dapat mempengaruhi cara berpikir dan berbicara seseorang
2. Dapat mempengaruhi cara individu melihat ke dunia luar
3. Dapat mempengaruhi individu dalam memperlakukan orang lain.
4. Dapat mempengaruhi pilihan seseorang
5. Dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk menerima atau memberikan
kasih sayang.
6. Dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan sesuatu .
Hasil penilaian seseorang terhadap diri dapat berupa konsep diri yang
negatif maupun positif. Konsep diri yang positif menurut Bergman (2000) adalah
© 2003 Digitized by USU digital library
8
It’s growing belief about yourself that helps you to cope
successfully with the events in your life, and to make
positive impact to others.(www.rcu.edu/publ)
Konsep diri yang positif akan memungkinkan seseorang untuk bisa bertahap
menghadapi masalah yang mungkin saja muncul. Selain itu akan membawa
dampak positif pula pada orang lain disekitarnya.
Sebaliknya konsep diri yang negatif adalah merupakan penilaian yang negatif
mengenai diri sendiri. Efek dari konsep diri yang negatif ini akan mempengaruhi
baik itu hubungan interpersonal maupun fungsi mental lainnya. ( Benner, 1985) .
Begitu pentingnya konsep diri dalam menentukan perilaku seseorang di
lingkungannya sehingga diharapkan seseorang dapat mempunyai penilaian yang
positif mengenai dirinya.
Evaluasi terhadap diri berkaitan dengan harga diri, orang yang mempunyai
penilaian positif mengenai dirinya akan mempunyai harga diri yang tinggi,
sebaliknya orang yang mempunyai penilaian yang negatif mengenai dirinya akan
mempunyai harga diri yang negatif ( Deaux, 1993).
II. B. 5. Perubahan Konsep Diri.
Rasa identitas diri hanya bisa berkembang jika seseorang mempunyai
konsep diri yang stabil mengenai dirinya. Sulit bagi seseorang untuk menilai
keadaan dirinya jika konsep dirinya belum stabil. Ada beberapa faktor yang
meyebabkan ketidak-stabilan konsep diri seperti perubahan fisik, lingkungan,
peran (role) (Kozier & Erb, 1987). Pada masa pubertas, ada perubahan fisik yang
mendadak disertai dengan perubahan mental. Pada masa pubertas, konsep diri
akan berubah dan hal ini normal terjadi. Begitu pula pada masa usia dewasa
menengah, dimana fungsi reproduksi mulai menurun, begitu pula fungsi fisik.
Perubahan lingkungan juga bisa mempengaruhi perubahan konsep diri.
Misalnya anak yang harus berpisah dengan keluarganya karena akan kuliah ke
tempat lain. Pengalaman di tempat yang baru, tentunya berbeda dengan
pengalaman dengan keluarga.
Perubahan peran pun dapat membawa perubahan konsep diri, apakah
peran itu terpaksa dijalani, atau individu itu tidak siap dalam menjalani suatu
peran baru . Perubahan peran akan menimbulkan beberapa efek salah satunya
adalah kembali mempertanyakan “Siapakah Saya?”, selain itu juga akan
menimbulkan masalah hubungan interpersonal dan juga pekerjaan, dan pada
akhirnya bisa meningkatkan identitas diri yang negatif. ( Shereran & Abraham,
dalam Baron , 1997)
Sama hanya dengan masa pensiun jika perubahan peran dari seorang
pekerja ke peran seorang pensiunan cukup bisa diterima, maka dapat
diprediksikan bahwa individu itu akan berhasil menyesuaikan diri (Eyde, 1983). Ia
mempunyai sikap yang positif mengenai dirinya, sehingga masa pensiun bukan
sesuatu yang menakutkan malah mendorong ia melakukan hal-hal yang belum
pernah ia lakukan selama ia aktif bekerja. Orang yang mampu menyesuaikan diri
dalam menghadapi msa pensiun menurut Cecil Smith (2002) adalah orang yang
mampu mengembangkan gaya hidup yang terus berkesinambungan mulai pada
waktu ia masih bekerja sampai ia menghadapi masa pensiun. Tidak heran ada
pensiunan yang mencoba kembali bekerja, tapi ada pula yang aktif dalam
kegiatan organisasi sosial, keagamaan, menekuni hobi, mengikuti seminar dan
sebagainya.
Begitu pentingnya arti bekerja pada individu, sehingga bagi seseorang yang
memasuki masa pensiun akan membutuhkan waktu untuk merubah orientasi
kehidupannya dari suasana bekerja ke suasana waktu luang yang panjang,
namun secara psikologis ia tetap merasa dirinya penting. Pekerjaan berkaitan
dengan self seseorang. Dengan memasuki masa pensiun, ada perasaan tidak
bernilai. Eyde (1983) menjelaskan pensiunan akan kehilangan prestise,
kekuasaan, kehilangan aktivitas rutin, dan kontak sosial yang kesemuanya
© 2003 Digitized by USU digital library
9
berperan dalam pengurangan harga diri seseorang. Michael Longhurst (2001)
mengatakan bahwa harga diri yang rendah terjadi karena orang pensiun
kehilangan beberapa aspek penting dalam kehidupannya. Orang yang mempunyai
harga diri yang rendah mempunyai ciri antara lain mudah merasa bersalah,tidak
bisa menerima pujian dari orang lain , merasa bahwa orang lain tidak menyukai
mereka , takut untuk ditolak, tidak bisa mengatakan tidak pada orang lain.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Philips dkk. ( dalam, Hurlock, 1985)
bahwa pensiun bisa membawa dampak pada self image seseorang yang biasanya
cenderung negatif. Sedangkan self image merupakan bagian dari konsep diri. Jadi
dapat dikatakan bahwa seseorang yang mempunyai self image yang negatif akan
mempunyai konsep diri yang negatif. Konsep diri yang negatif akan
mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Selain itu ada beberapa faktor yang
mempengaruhi konsep diri seorang pensiunan, antara lain:
a. Kesehatan
Beberapa peneliti melakukan penelitian dan menemukan bahwa kesehatan
mental dan fisik merupakan kondisi yang mendukung keberhasilan seseorang
dalam beradaptasi. Streib (1956) mengatakan bahwa dengan kesehatan yang
baik, seseorang akan lebih bahagia dalam memasuki masa pensiun. Menurut
Michael Longhurst ( 2001) jika seseorang memasuki masa pensiun dengan
konsep diri yang positif, punya penilaian yang positif mengenai dirinya ia akan
lebih berbahagia.
b. Tingkat sosial ekonomi.
Berbicara soal sosial ekonomi maka secara sederhana kita bebicara mengenai
masalah keuangan yang dihadapi pensiun. Di Indonesia kaum pensiun
menerima 75 % dari gaji pokok. Hal ini akan memberatkan keluarga yang
keuangannya benar-benar tergantung dari pekerjaan ayah sebagai kepala
keluarga. Rendahnya keuangan biasanya dihubungkan dengan tingkat moral
yang juga rendah pada kaum pensiun (Biren, 1978).
c. Status
Orang yang memandang pekerjaan itu adalah bagian dari identitas diri sering
menolak masa pensiun. Dalam hal ini uang tidak terlalu menjadi masalah. Jika
pekerjaan itu dilihat sebagai suatu alat untuk mencari kontak sosial, alat
untuk menunjukkan kemampuan intelektual, mencari pengalaman baru dan
juga meraih prestise tertentu; maka keinginan untuk melanjutkan bekerja
jauh lebih besar. Seseorang yang selama masa aktifnya bekerja akan
memperoleh pengakuan dari masyarakat dan organisasi, sehingga ia
cenderung lebih bisa beradaptasi dengan baik terhadap masa pensiun.
Sebaliknya jika seseorang mendapat status sosial karena hal yang sifatnya
politis, maka orang itu cenderung mengalami kesulitan saat menghadapi
masa pensiun. Kebanggaan dirinya lenyap sejalan dengan hilangnya atribut
dan fasilitas yang menempel pada dirinya selama ia masih bekerja (Eyde.
1983).
d. Usia
Pensiun sering di-identik-kan dengan masa tua. Banyak orang mempersepsi
secara negatif terhadap pensiun, dengan menganggp bahwa pensiun itu
merupakan pertanda bahwa dirinya tidak berguna dan tidak dibutuhkan lagi.
Sering kali pemahaman itu tanpa sadar mempengaruhi persepsi seseorang
sehingga ia menjadi over sensitive dan subjektif terhadap rangsang yang
muncul. Kondisi inilah yang membuat orang menjadi sakit-sakitan saat
pensiun tiba.
d. Jenis kelamin
Biasanya kaum pria lebih mengalami masalah dalam hal penyesuaian diri
terhadap masa pensiun dibandingkan kaum wanita (Liebert 1986, Hurlock
1985). Kaum wanita akan kembali berperan sebagai ibu rumah tangga bila
mereka memasuki masa pension. Sedangkan kaum pria akan kehilangan
identitas serta peran mereka karena mereka juga kehilangan pekerjaan yang
memberikan rasa penghargaan dan rasa berguna bagi dirinya.
© 2003 Digitized by USU digital library
10
e. Persepsi seseroang tentang bagaimana kelak ia menghadapi proses
penyesuaian diri menghadapi masa pensiun.
Hal ini berkaitan dengan rencana persiapan yang dibuat jauh sebelum masa
pensiun tiba. Perencanaan yang dibuat sebelum masa pensiun tiba akan
meningkatkan rasa percaya diri pada individu yang bersangkutan.
Perencanaan ini menyangkut berbagai aspek kehidupan seperti keuangan,
alternatif pekerjaan lain, kesehatan, spiritual dan sosialisasi.
Jika faktor–faktor di atas mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
menyesuaikan diri pada waktu memasuki masa pensiun, maka intervensi
psikologis cukup diperlukan oleh
karyawan pra pensiun, sebagai bentuk
tanggung jawab moral pada pekerja yang sudah memberikan tenaga selama ini.
Intervensi yang dilakukan dapat berupa training, seminar, yang
orientasinya mengarah pada persiapan psikologis mengingat ketika seseorang
memasuki masa pensiun, ia akan memasuki perubahan peran yang membawa
dampak psikologis yang besar.
BAB III
KESIMPULAN
Masa pensiun, khususnya di Indonesia merupakan masa yang akan
menimbulkan gejolak psikologis mengingat ketika seseorang berusia 55 tahun ia
harus memasuki masa pensiun. Masa pensiun di literatur Barat selalu dikaitkan
dengan masa dewasa akhir, hal ini terjadi di negara Barat orang memasuki masa
pensiun ketika mereka memasuki usia 65 tahun, suatu kondisi yang berbeda
dengan di Indonesia. Namun konsep bahwa ketika masuki masa pensiun, bagi
sebagian orang ia sudah memasuki usia yang cukup tua, padahal dalam usia
seperti ini orang masih bisa produktif.
Akibat yang bisa dirasakan muncul karena memasuki masa pensiun adalah
seseorang kehilangan sumber keuangan, harga diri, kontak sosial, kehilangan
makna suatu pekerjaan, kehilangan referensi sosial, kehilangan rutinitas kerja.
Kesemua aspek ini akan membawa pensiunan kembali mempertanyakan
“Siapakah Aku ?” yang lebih dikenal dengan istilah Konsep Diri.
Masa pensiun bisa mempengaruhi konsep diri, karena pensiun
menyebabkan seseorang kehilangan peran (role), identitas dalam masyarakat
yang dapat mempengaruhi harga diri mereka. Pensiun akan menyebabkan
seseorang
kehilangan
perannya
dalam
masyarakat
yang
selanjutnya
mempengaruhi statusnya dan pada akhirnya bisa mempengaruhi konsep diri
menjadi negatif. Akibat psikologis dari hal ini adalah nantinya akan
mempengaruhi kesehatan mental seseorang, dan juga proses penyesuaian
dirinya. Sedangkan akibat dari fisik adalah bisa menimbulkan gangguan penyakit
yang dikenal dengan istilah retirement syndrome.
Penyesuaian diri yang positif di tentukan oleh berbagai faktor antara lain
kesehatan, sosial ekonomi, status, usia, jenis kelamin, dan persepsi seseorang
terhadap masa pensiun itu. Untuk itu intervensi yang dilakukan untuk mencegah
proses penyesuaian diri yang kurang baik perlu dilakukan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor di atas. Penyesuaian diri yang positif akan
memberikan dampak positif pula pada aspek psikologis seorang pensiunan. Ia
akan melewatkan masa pensiun dengan rasa bahagia,bahkan bisa kembali aktif
mencari pekerjaan lain.
Perusahaan harus tetap memperhatikan kesejahteraan psikologis dari para
karyawannya yang sudah memasuki masa pensiun, karena sudah memberikan
sumbangan tenaga, pikiran kepada perusahaan selama berpuluh tahun bekerja.
Tanggung jawab ini sebaiknya dijalankan dengan serius, mengingat kebahagiaan
seseeorang ketika memasuki masa pensiun akan menentukan kebahagiaan orang
tersebut secara psikologis.
© 2003 Digitized by USU digital library
11
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, Lewis, R., 1982 Later Life, (2nd ed). New York : CBS College Publishing.
Bambang, W 1987. Kebahagiaan Perkawinan Dalam Masa Pensiun (Skripsi ).
Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Baron, R.A., & Byrne, (1997) Social Psychology ( 8th ed ). Massachussetes: Allyn
& Bacon.
Birren, Jams G; Sloane B.R., 1980.Handbook of Mental and Aging (editor).
Englewood Cliffs ; Prentice Hall.
Corsini, R.J.1987 The concise Encyclopedia of Psychology. Canada : John Willey &
Sons .
Craig, G.1986. Human Development (4th ed) New Jersey : Prentice Hall
Calhoun, J.F.& Acocella.J.R. ( 1990 ) Psikologi tentang Penyesuaian dan
Hubungan Kemanusiaan ( 3r ed). Semarang :IKIP Semarang Press.
Brophy, J.E., & Willis, Sherry,L.1981. Human Development & Behavior. New York
: St. Martin Press.
Fitts, William,H. 1974. The Self Concept & Self Actualization.
Research
Monograph no.3. Los Angeles : Wetern Psychological Sevices
Feldman, Roberts. ( 2002). Essentials of Understanding of Psychology (4th ed).
New York : Mc Graw Hill.
Hurlock, B. Elizabeth. ( 1985). A Life Span Approach ( 5th ed )New York: Mc Graw
Hill.
Kimmel, Douglas, C.1980. Adulthood & Aging (2nd ed ) New York: Mc Graw Hill.
Longhurst,
Michael.
2001.
Beating
the
blues
[on
line
].http//
www.yourretirement.com.au/
Mayanoelah, N. (1991). Penyesuaian Masa Pensiun pada invidu type A dan type
B. (Skripsi ). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Perlmutter, M.& Hall, Elizabeth., 1985 Adult Development and Aging New York;
John Willey and Sons.
Rice, Phillips, 1986. Adult Development and Aging. Massachushet: Allyn & Bacon.
Inc.
Smith, Cecil, M. 2002 The Long Weekend : Transition & growth in Retirement [on
–line].http//www.cedu.niv.edu/
Turner, Jeffrey,S., & Helms. D., 1983. Life Span Development. New York: Hold
Saunder
s
© 2003 Digitized by USU digital library
12
Download