Modul Pendidikan Agama Islam [TM13].

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Pendidikan
Agama
Islam dan Toleransi
Fakultas
Program Studi
Tatap Muka
12
Kode MK
Disusun Oleh
MK90002
Rusmulyadi, M.Si.
Abstract
Kompetensi
Bab ini menguraikan tentang makna
toleransi dan pandangan Islam tentang
toleransi
Tujuan instruksional pembelajaran yang
hendak dicapai adalah agar mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan
makna toleransi dan pandangan Islam
tentang toleransi
Islam dan Toleransi
1. Makna dan Perintah Toleransi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia toleransi diartikan sebagai sifat atau sikap
toleran. Kata toleran sendiri bermakna sebagai bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai,
membiarkan,
kepercayaan,
kebiasaan,
membolehkan)
kelakuan
dan
pendirian
sebagainya)
(pendapat,
yang
pandangan,
berbeda
atau
bertentangan dengan pendiriannya. Menurut Abdul Malik Salman, kata toleransi
berakar dari bahasa latin “tolelare” yang berarti “berusaha untuk tetap bertahan
hidup, tinggal atau berinteraksi dengan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai atau
disenangi. Dalam konteks beragama, toleransi dapat dimaknai sebagai sikap sabar
dan menahan diri untuk tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem
keyakinan dan ibadah penganut agama-agama lain.
Allah SWT mengatur umat-Nya agar saling mengenal, dan saling menghormati serta
saling menyayangi. Meskipun berbeda agama namun dalam ajaran agama tetap
seorang muslim itu dianjurkan untuk berbuat baik kepada mereka yang berlaian
agama. Namun soal aqidah dan ibadah tidak ada toleransi, dalam melakukan ibadah
tidak boleh dicampur dengan kegiatan yang diluar agama, dan juga tidak boleh
dicampur dengan keyakinan yang di luar agama Islam, tidak boleh bersama-sama
dalam melakukan ibadah dengan agama selain islam. Karena agama Islam
menegaskan “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”. Berikut ini beberapa ayat
yang menegaskan tentang toleransi:
Surat Al Kaafirun ayat 1-6
Artinya:
1). Katakanlah: Hai orang-orang kafir
2). Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah
3). Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah
4). Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah
5). Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah
6). Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku
2016
2
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Surat Al Kaafirun sebagai jawaban Allah SWT. Atas upaya kafir Quraisy untuk
menghentikan dakwah Rasulullah SAW. Pada masa penyebaran Islam di Mekkah,
kaum Quraisy yang menentang Rasulullah SAW tak henti-hentinya mencari cara
untuk menghentikan dakwah Islam yang dianggap mengancam kepercayaan nenek
moyang mereka. Pada salah satu upaya tersebut mereka berusaha mengajukan
proposal kompromi kepada Rasulullah SAW dimana mereka menawarkan: jika
Rasulullah mau memuja Tuhan mereka, maka merekapun akan memuja Tuhan
sebagaimana konsep Islam. Kemudian surat ini diturunkan untuk mejawab hal
itu. Sebab turunnya yang lain, bahwa Walid bin Mughirah, Al-‘Ash bin Abdul
Muthalib, dan Umayah bin Khalaf bin Khalaf, mereka mendatangi Rasulullah SAW
seraya berkata kepadanya: Hai Muhammad, bagaimana kalau kita menyembah apa
yang kamu sembah, dan kamu juga menyembah apa yang kami sembah. Dalam
Riwayat lain, dengan beda bahasa, Berkata Kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad
SAW. kami akan memberimu kekayaan, sehingga menjadikanmu orang terkaya di
Mekkah ini, kami akan menikahkanmu dengan wanita mana yang kamu senangi, dan
kami akan menjadi pengikutmu (kekuasaan pemerintah di tanganmu), asal kamu
mau menyembah Al-Lata dan Al-Uza. Surat Al Kaafirun diturunkan untuk mengcounter ajakan kafir Quraisy dan menegaskan batas-batas toleransi beragama.
Jadi ringkasnya surat Al Kaafirun ayat 1-6 mengajarkan umat Islam bahwa:
1
Dalam beribadah harus sungguh-sungguh, dan tidak dikaitkan dengan yang lain.
2. Dalam beribadah, tidak berserikat dengan amalan orang non Islam
3. Dalam Muamalah (hubungan dunia) dengan non Islam tidak dilarang. seperti jualbeli, hubungan kemasyarakatan, dan lain-lain
Surat Yunus ayat 40-41
Artinya: “Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di
antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih
mengetahui
tentang
orang-orang
yang
berbuat
kerusakan.
Jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan
bagimu pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang Aku kerjakan dan
akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan".
Dalam surat Yunus ayat 40 ini, Allah SWT menjelaskan bahwa orang yang pernah
menerima seruan dakwah Nabi Muhammad, ada orang-orang yang berIman kepada
Al-Qur’an dan mengikutinya serta memperoleh manfaat dari risalah yang di
sampaikannya. Tapi ada juga yang tidak beriman kepada nabi Muhammad, mereka
2016
3
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mati dalam kekafiran.Pada ayat yang ke 41 surat Yunus, bahwa Islam sangat
menghargai perbedaan-perbedaan diantara manusia, karena masing-masing punya
hak. Dan tidak boleh memaksakan orang lain memeluk agama Islam, sekalipun Islam
agama yang benar.
Surat Al Kahfi ayat 29
Artinya: “Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin
(kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya kami Telah sediakan bagi orang orang zalim
itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang
paling jelek.”
Toleransi dalam Hadits Rasulullah SAW.
Di dalam salah satu hadis Rasulullah Saw beliau bersabda : “Agama yang paling
dicintai disisi Allah adalah agama yang lurus dan toleran". Imam Ibnu Hajar alAsqalany ketika menjelaskan hadis ini beliau berkata: Hadis ini di riwayatkan oleh AlBukhary pada kitab Iman Bab Agama itu mudah didalam shahihnya secara Mu'allaq
dengan tidak menyebutkan sanadnya karena tidak termasuk dalam kategori syaratsyarat hadis shahih menurut Imam al-Bukhary, akan tetapi beliau menyebutkan
sanadnya secara lengkap dalam al-Adab al-Mufrad yang diriwayatkan dari sahabat
Abdullah bin Abbas dengan sanad yang hasan.. Sementara Syekh Nashiruddin alAlbani mengatakan bahwa hadis ini adalah hadis yang kedudukannya adalah hasan
lighairih.”
Berdasarkan hadis di atas dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama yang toleran
dalam berbagai aspek agama baik dari aspek Aqidah maupun Syariah, akan tetapi
toleransi dalam Islam lebih dititik beratkan pada wilayah muamalah dimana
Rasulullah Saw bersabda : "Allah merahmati atau menyayangi seseorang yang
toleran dalam menjual, membeli dan memutuskan perkara". Imam al-Bukhary
memberikan bab pada kata as-Samahah (toleran) dalam hadis ini dengan kata
kemudahan, beliau berkata : Bab Kemudahan Dan Toleransi Dalam Jual-Beli. Ibnu
Hajar al-Asqalany ketika mengomentari hadis ini beliau berkata: "Hadis ini
menunjukkan anjuran untuk toleransi dalam interaksi sosial dan menggunakan
akhlak mulia dan budi yang luhur dengan meninggalkan kekikiran terhadap diri
2016
4
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sendiri, selain itu juga menganjurkan untuk tidak mempersulit manusia dalam
mengambil hak-hak mereka serta menerima maaf dari mereka.
Islam sejak datangnya berdiri di atas azas kemudahan, Rasulullah Saw bersabda :
“Sesungguhnya agama itu mudah, dan sama sekali tidak seseorang berlaku keras
dalam agama kecuali akan terkalahkan.” Ibnu Hajar al-Asqalany berkata bahwa
makna hadis ini adalah larangan bersikap Tasyaddud (keras) dalam agama yaitu
ketika seseorang memaksakan diri dalam melakukan ibadah sementara ia tidak
mampu melaksanakannya itulah maksud dari kata : "Dan sama sekali tidak
seseorang berlaku keras dalam agama kecuali akan terkalahkan" artinya bahwa
agama tidak dilaksanakan dalam bentuk pemaksaan, maka barang siapa yang
memaksakan atau berlaku keras dalam agama, maka agama akan mengalahkannya
dan menghentikan tindakannya.
2. Toleransi dalam Islam
Toleransi yang positif adalah toleransi yang ditumbuhkan oleh kesadaran yang
bebas dari segala macam tekanan atau pengaruh, serta terhindar dari sikap munafik
(hipokrasi). Oleh karena itu, pengertian toleransi beragama adalah pengakuan
adanya kebebasan setiap warga untuk memeluk agama yang menjaga keyakinan
dan kebebasannya untuk menjalankan ibadahnya. Toleransi beragama menuntut
kejujuran,
kebesaran
jiwa,
kebijaksanaan
dan
tanggung
jawab
sehingga
menumbuhkan perasaan solidaritas dan mengeliminasi egoisme golongan. Toleransi
beragama bukanlah sesuatu yang dapat dicampuradukan, melainkan mewujudkan
ketenangan, saling menghargai, bahkan sebenarnya lebih dari itu, antar pemeluk
agama harus dibina untuk gotong-royong dalam membangun masyarakat kita sendiri
dan demi kebahagiaan bersama.
Toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama berpangkal dari penghayatan
ajaran agama masing-masing. Demi memelihara kerukunan beragama, sikap
toleransi perlu dikembangkan guna menghindari konflik. Dan biasanya konflik antar
umat beragama muncul disebabkan oleh sikap merasa paling benar (truth claim)
dengan cara mengeliminasi kebenaran dari orang lain.
Al-Qur’an tidak pernah menyebut-nyebut kata toleransi (tasamuh) secara tersurat
(eksplisit) sehingga kita tidak akan pernah menemukan kata tersebut termaktub di
2016
5
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dalamnya. Namun, secara tersirat (implisit) al-Qur’an menjelaskan konsep toleransi
dengan segala batasan-batasannya secara jelas dan gamblang. Oleh karena itu,
ayat-ayat yang menjelaskan tentang konsep toleransi dapat dijadikan rujukan dalam
mengimplementasikan toleransi dalam kehidupan.
Dari kajian bahasa di atas, toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau
mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna
kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama. Ini semua merupakan
fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan. Landasan dasar
pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat: 13)
Tidak ada satu pun manusia yang mampu menolak sunnatullah ini. Dengan
demikian, sudah selayaknya bagi manusia untuk mengikuti petunjuk Tuhan dalam
menghadapi perbedaan-perbedaan itu. Toleransi antar umat beragama yang
berbeda termasuk dalam salah satu risalah penting yang ada dalam sistem teologi
Islam. Karena Tuhan senantiasa mengingatkan kita akan keragaman manusia, baik
dilihat dari sisi agama, suku, warna kulit, adat-istiadat, dan lain sebagainya.
Toleransi dalam beragama bukan berarti hari ini kita boleh bebas menganut agama
tertentu kemudian esok hari kita menganut agama yang lain, atau dengan bebasnya
mengikuti ibadah dan ritualitas semua agama tanpa adanya peraturan yang
mengikat. Akan tetapi, toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk
pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala
bentuk sistem dan tata cara peribadatannya, dan memberikan kebebasan untuk
menjalankan keyakinan agama masing-masing.
Islam lebih mengedepankan sikap keterbukaan (inklusif) dari pada kebencian dan
permusuhan.
Ajaran
Islam
secara
jelas
melarang
sikap
menghujat
dan
mendiskreditkan agama atau kelompok lain. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. AlHujarat ayat 11:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan
kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan
2016
6
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi
yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[7] dan
jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[8] dan barangsiapa yang
tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Hujarat: 11)
Jadi, sikap kaum muslimin terhadap penganut agama lain sudah sangat jelas
sebagaimana yang telah diterangkan dalam ayat ini, yaitu berbuat baik kepada
mereka dan tidak menajdikan perbedan agama sebagai alasan untuka tidak
menjalani hubungan kerja sama dengan mereka, terlebih bersikap intoleran terhadap
mereka. Karena Islam sama sekali tidak melarang memeberikan bantuan kepada
siapapun selama mereka tidak memusuhi orang Islam, tidak melecehkan simbolsimbol keagamaan atau mengusir kaum muslimin dari negeri mereka. Kaum muslim
diwajibkan oleh al-Qur’an untuk melindungi rumah ibadah yang telah dibangun oleh
orang-orang non muslim, sebagaimana firman-Nya:
“(yaitu) orang-orang yang Telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan
yang benar, kecuali Karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". dan
sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, tentulah Telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumahrumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut
nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS.Al-Hajj:
40)
Dalam kaitannya dengan toleransi antar umat beragama, toleransi hendaknya dapat
dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut
agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip
keagamaan masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk
beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Hal demikian,
dalam tingkat praktek-praktek sosial, dapat dimulai dari sikap bertetangga, karena
toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut keagamaan
dalam praktek sosial dan kehidupan bertetangga serta bermasyarakat, bukan hanya
sekedar pada tataran logika dan wacana.
2016
7
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik
dengan tetangga yang seiman dengan kita maupun tidak. Sikap toleransi dapat
direfleksikan dengan cara saling menghormati, saling memuliakan dan saling tolongmenolong. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. ketika
suatu hari beliau dan para sahabat sedang berkumpul, kemudian lewatlah
rombongan orang Yahudi yang mengantar jenazah dan Nabi saw. langsung berdiri
memberikan penghormatan. Seorang sahabat berkata: “Bukankah mereka orang
Yahudi wahai rasul?” Nabi saw. menjawab: “Ya, tapi mereka manusia juga”. Jadi
sudah jelas, bahwa sisi akidah atau teologi bukanlah urusan manusia, melainkan
Allah swt. dan tidak ada kompromi serta sikap toleran di dalamnya. Sedangkan kita
bermu’amalah dengan mereka dari sisi kemanusiaan.
Mengenai
sistem
keyakinan
dan
agama
yang
berbeda-beda,
al-Qur’an
menjelaskannya pada ayat terakhir surat al-Kafirun yang berbunyi: “Untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Bahwa prinsip menganut agama tunggal merupakan suatu keniscayaan. Tidak
mungkin manusia menganut beberapa agama dalam waktu yang sama, atau
mengamalkan ajaran dari berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu, al-Qur’an
menegaskan bahwa umat Islam tetap berpegang teguh pada sistem keesaan Allah
secara mutlak, sedangkan orang kafir pada ajaran ketuhanan yang ditetapkannya
sendiri. Dalam ayat lain Allah swt. juga menjelaskan tentang prinsip yang
menyatakan bahwa setiap pemeluk agama mempunyai sistem dan ajaran masingmasing sehingga tidak perlu saling menghujat.
Pada taraf ini, konsepsi tidak menyinggung agama kita dan agama selain kita, juga
sebaliknya. Dalam masa kehidupan dunia, dan untuk urusan dunia, semua haruslah
saling bekerjasama untuk mencapai keadilan, persamaan dan kesejahteraan
manusia. Sedangkan untuk urusan akhirat, petunjuk, dan hidayah adalah hak mutlak
Allah swt. Maka dengan sendirinya kita tidak dibenarkan memaksa kehendak kita
kepada orang lain untuk menganut agama kita.
Al-Qur’an juga menganjurkan agar mencari titik temu dan titik singgung antar
pemeluk agama. Al-Qur’an menganjurkan agar dalam interaksi sosial, bila tidak
ditemukan persamaan, hendaknya masing-masing mengakui keberadaan pihak lain
dan tidak perlu saling menyalahkan.
2016
8
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Bahkan al-Qur’an mengajarkan kepada Nabi Muhammad saw. dan umatnya untuk
menyampaikan kepada penganut agama lain ketika tidak terdapat titik temu,
sebagaimana firman-Nya dalam QS. Saba ayat 24-26:
“Katakanlah: "Siapakan yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?"
Katakanlah: "Allah", dan Sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik),
pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah:
"Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan
kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat". Katakanlah: "Tuhan
kita akan mengumpulkan kita semua, Kemudian dia memberi Keputusan antara kita
dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi Keputusan lagi Maha Mengetahui”.
Jalinan persaudaraan dan toleransi antara umat beragama sama sekali tidak
dilarang oleh Islam, selama masih dalam tataran kemanusiaan dan kedua belah
pihak dapat saling menghormati haknya masing-masing, sebagaimana firman Allah
SWT dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 8: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat
baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil”.(QS. Al-Mumtahanah: 8)
Al-Qur’an juga berpesan agar masing-masing agama mendakwahkan agamanya
dengan cara-cara yang bijak. Firman-Nya dalam QS an-Nahl ayat 125:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS an-Nahl: 125)
2016
9
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
1. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen
Agama, 1971
2. Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2004
3. Harun Nasution, Islam Rasional, Jakarta: Mizan, 1995
4. M. Quraish Syihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996
5. Nurcholish Madjid, Islam: Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina, 2000
6. Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat
Islam Modern, Jakarta: Graha Ilmu, 2007
2016
10
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download