BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia harapanhidupdi

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakan
g
Usia harapanhidupdi Indonesiasemakinmeningkatseiringdengan
peningkatantaraf hidupdan pelayanankesehatan. Pada tahun2010, usia
harapanhidupdi Indonesiaadalah70,7 tahun,di mana usia harapanhidup
laki-laki68,7 tahundan 72,6 tahunpada perempuan.Denganmeningkatnya
usia, maka semakin tinggi pula angka kejadian penyakit degeneratif.
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan salah satu penyakit
degeneratifpada priayang banyakditemuidi dunia. Tidak semua penyakit
BPH menimbulkangejala. Gejala yang paling sering ditimbulkanadalah
gejala salurankemih bagian bawah. WalaupunBPH jarang menimbulkan
gejala atau komplikasiyang mengancamnyawa,namungangguansaluran
kemih bagian bawah dapat mengubah kualitas hidup pasien secara
signifikan.
Secara histologis, terdapat20% pria berusia41-50 tahunmenderita
BPH, 50% pada usia 51-60 tahun,dan >90% pada usia di atas 80 tahun.Di
dunia,menurutdata dariWorldHealthOrganization(WHO),berkisarantara
0,5-1,5/100.000 pendudukdunia, dengan angka kematian yang sangat
jarang(WHO,1995). Penelitianlain menunjukkanbahwa 90% pria berusia
di antara45 dan 80 tahun menderitagejala salurankemih bagian bawah
(AUA Guideline,2010). Pada RSUP Sanglah selama tahun 2013 terdapat
2
103 pasien dgn BPH yang menjalani operasi, diantara 1161 total
keseluruhan pasienrologi
u
yang menjalani operasi
.
Faktor-faktorresiko terjadinyaBPH masih belum jelas, beberapa
penelitianmengarahpada predisposisigenetikatau perbedaanras. Sekitar
50% laki-lakiberusiadibawah60 thn yang menjalanioperasi BPH memiliki
faktor keturunanyang kemungkinanbesar bersifat autosomal dominan,
dimana penderitadengan orang tua yang menderitaBPH memilikiresiko
4x lipat lebih tinggi dibandingkandengan yang normal. (Cooperberg,
2012).
Terdapat beberapa hipotesa mengenai penyebab terjadinya
hiperplasiaprostat. Salah satu hipotesa yang banyakdibahas akhir-akhir
ini adalahteoriinflamasi,di mana teoriini pertamakali dikemukakanpada
tahun 1937. Dengan adanya berbagai penyebab, sel-sel inflamasi yang
terdapat pada jaringan prostat dapat teraktivasi dan mencetuskan
pengeluaranmediator-mediatorinflamasi, yang mengakibatkanterjadinya
kerusakan jaringan, memacu pembentukangrowth factor, peningkatan
proliferasidan diferensiasisel, sehingga terjadihiperplasiakelenjarprostat
(De Nunzio, dkk. 2011).
Sampai saat ini, tindakan TransurethralResection of the Prostate
(TURP) merupakanterapi operatifterpilihuntukpenangananBPH baik di
dunia maupun di Indonesia (EAU Guideline, 2014).
Prostate Spesific Antigen (PSA) adalah protease yang diproduksi
sebagian besar di sel epitel prostat,sehingga PSA dianggapsebagai suatu
3
pemeriksaanyang spesifik untukorgan prostat. Dari berbagai penelitian,
didapatkanbahwa nilai PSA serum secara konsisten dapat memprediksi
risiko pembesaranprostat yang berhubungandengan adanya retensi urin
dan tindakanoperasi. NilainormalkadarPSA serum adalah4 ng/ml. Pada
pasien dengan PSA serum lebih dari 4 ng/ml, angka kejadianobstruksi
karenaprostat adalah 89%, sementara pasien dengan PSA kurangdari 2
ng/ml, angka kejadian obstruksi karena prostat adalah 33%. (EAU
Guidelines, 2014).
Adanyakerusakanpada strukturjaringanprostat dapat menyebabkan
lebih banyak PSA yang memasuki sistem sirkulasi, sehingga terjadi
peningkatankadar PSA serum. Penyakitpada prostat yang paling umum
terjadi adalah prostatitis, BPH, dan kanker prostat, di
mana
penyakit-penyakit
tersebut dapat dihubungkandengan peningkatankadar
PSA serum. Kondisi lain yang dapat meningkatkankadar PSA secara
sekunder di antaranya adalah aktifitas fisik, infeksi, dan pemakaian
obat-obatan (AUA Guidelines, 2000).
Terdapatsuatu dugaan bahwaPSA merupakanantigenyang menjadi
salah satu faktor penyebab terjadinyaproses inflamasi pada prostat.
Sebuah penelitian menemukan bahwa PSA memberikanrespon pada
proliferasi dari CD4 sel T pada pasien dengan prostatitis (Ponniah, 2000).
Inflamasi pada prostat atau prostatitis seringkalitidak terdiagnosa
dan cenderungdiabaikan,terutamapada pasien dengan BPH. Seringkali
prostatitis ditemukansecara tidak sengaja setelah penderitamenjalani
4
operasi dan dilakukanpemeriksaanhistopatologi pada jaringanprostat.
Hal ini disebabkan karena keluhan pasien dengan prostatitis dan BPH
saling tumpang tindih,sehingga sulit dibedakanantara keluhansaluran
kemih bagian bawah yang munculdisebabkanoleh BPH atau prostatitis.
Selain itu, tidak semua prostatitismenimbulkangejala. Prostatitis kategori
IV merupakanprostatitis asimtomatis dan hanyabisa didiagnosa dengan
biopsi jaringanprostat. Prostatitis kategoriIV ditemukanpada 45-98% dari
spesimen jaringanprostat yang diperiksasecara histologi pasca operasi
(Yalcinkaya,2011). Terdapatkemungkinanbahwadiagnosa protatitislebih
awal dapat mendeteksiadanyaproses inflamasipada prostat yang dapat
memperburukkeluhan dan kondisi pasien (Sauver, dkk., 2008). Pasien
denganprostatitisdilaporkanmengalamihiperplasiprostat jinaksebanyak
83%. Secara umum,adanyaprostatitismeningkatkanrisikoterjadinyaBPH
sebesar 8 kali lipat (Krieger, 2008).
Inflamasi pada jaringanprostat diklasifikasikan menurutgambaran
histologi dan menurutagresivitasnya.Menurutgambaranhistologi, tidak
adanya gambaran inflamasi prostat dikategorikanmenjadi derajat 0,
derajat1 adanya infiltrat sel inflamasiyang tersebar tanpa adanya nodul,
derajat2 terdapatnodultanpa berhubungansatu sama lain,dan derajat3
bila terdapat area inflamasi yang luas dengan penyatuan. Sementara
menurutagresivitasnya,inflamasi prostat dibagi menjadi derajat 0 bila
tidak terdapathubunganantarasel inflamasidengan epitel, derajat1 bila
terdapat hubungansel inflamasi dengan epitel, derajat 2 bila terdapat
5
infiltrasi interstitialdengan kerusakanglandular,dan derajat3 bila terjadi
kerusakan glandular lebih dari 25% (De Nunzio, 2011).
PeningkatankadarPSA serummenjadipenandapentingdariberbagai
penyakitprostat,termasukdiantaranyaBPH, prostatitis,dan kankerprostat
(Carroll,dkk., 2013). Pada pasien dengan BPH, 25% di antaranyamemiliki
PSA serum di atas 4 ng/ml. Dikatakanbahwapada pasien dengan PSA di
antara 4,1 sampai 10 ng/ml dan dengan pemeriksaancolok duburyang
normal, 80% adalah jinak.
(Ozden, 2007)
Penelitian akhir-akhirini menunjukkanadanya antigen dari plasma
seminal pada pasien dengan prostatitis kronis atau sindroma nyeri
panggul. Hal ini mencetuskan bahwa komponen autoimun mungkin
berkontribusiterhadapmunculnyagejala. Terdapatkontroversimengenai
PSA yang dianggap sebagai self-antigen, yang mencetuskan terjadinya
proses inflamasi pada prostat.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah kadar PSA serum yang tinggi merupakan faktor risiko
terjadinya inflamasi
sedang-berat padaprostat padapasien BPH?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahuikadar PSA serum yang tinggi merupakanfaktor
risiko terjadinya inflamasi
sedang-berat padaprostat pada pasien BPH.
6
1.3.2 Tujuan Khusus
1.Untuk mengetahui adanya infeksi saluran kemih sebagai faktor
risikoterjadinyainflamasisedang-beratpada prostat pada pasien
BPH.
2.Untuk mengetahui lama pemakaian kateter urin sebagai faktor
risikoterjadinyainflamasisedang-beratpada prostat pada pasien
BPH.
3.Untukmengetahuiadanyaobesitas sebagai faktor risiko terjadinya
inflamasisedang-berat padaprostat pada pasien BPH.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis Penelitian
Adanya inflamasi prostat pada pasien BPH berhubungandengan
beberapakondisi,dicurigaidi antaranyaadalah PSA sebagai self-antigen.
Penelitianini diharapkandapat memberikangambaran kadar PSA yang
tinggi sebagai faktorrisikoterjadinyainflamasisedang-beratpada prostat
pada pasien BPH sehingga diharapkandengan mengatasi faktor penyulit
sebelum dilakukanoperasi dapat meningkatkankualitas hidup pasien
pasca operasi.
1.4.2 Manfaat Akademis Penelitian
Penelitianinidiharapkandapat memberikangambarandata deskriptif
7
pasien BPH dan tingginya kadar PSA sebagai faktor risiko inflamasi
sedang-berat pada prostat sehingga dapat menjadi dasar bagi
penelitian-penelitian berikutny
a.
Download