BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lembaga perbankan, seperti juga lembaga perasuransian, dana
pensiun, dan pegadaian merupakan suatu lembaga keuangan yang
menjembatani antara pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang
memerlukan dana, atau merupakan lembaga yang berperan sebagai
perantara keuangan masyarakat (financial intermediary).1
Akhir-akhir ini industri perbankan mengalami perkembangan yang
cukup pesat, baik dari sisi volume usaha, mobilisasi dana masyarakat
maupun pemberian kredit. Hal ini sebagai akibat dari deregulasi dalam
dunia perbankan yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Bank
Indonesia pada tahun 1983 yang sungguh sangat mempengaruhi pola dan
strategi manajemen bank baik disisi pasiva maupun disisi aktiva bank.
Situasi ini memaksa industri perbankan harus lebih kreatif dan
inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana
baru.
Dengan
liberalisasi
perbankan
tersebut,
sektor
perbankan
diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam menghimpun dana dari
masyarakat
yang
merupakan
sumber
dana
dalam
pelaksanaan
pembangunan nasional. Tujuan pengaturan industri perbankan menurut
Lash sebagaimana dikutip Naja Daeng, ada 5 (lima), yaitu:2
1
2
Muhamad Djumhana, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2008, hlm. 1.
HR. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm.
8-9.
1.
menjaga keamanan (safety) bank;
2.
memungkinkan terciptanya iklim kompetisi;
3.
pemberian kredit untuk tujuan – tujuan khusus;
4.
perlindungan terhadap nasabah; dan
5.
menciptakan suasana yang kondusif bagi pengambilan kebijaksanaan
moneter.
Regulasi perbankan yang sangat cepat perkembangannya jelas
menuntut dunia perbankan untuk menata diri lebih profesional disamping
mampu mengantisipasi perubahan akibat arus informasi dan globalisasi.3
Tentunya, semua itu untuk menunjang landasan gerak perbankan agar
mampu menampung tuntutan pengembangan jasa perbankan yang ada,
juga
untuk
lebih
berkesinambungan,
memberikan
meningkatkan
sehingga
manfaat
jasa
yang
kemajuan-kemajuan
perbankan
sebesar-besarnya
benar-benar
bagi
secara
dapat
pelaksanaan
pembangunan nasional.4
Bank
adalah
lembaga
keuangan
yang
menjadi
tempat
bagi
perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara
bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang
dimilikinya.5 Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang
diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan
3
4
5
Ibid, hlm. 9.
Ibid.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2008, hlm. 7.
mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.6
Kredit dibutuhkan oleh masyarakat baik oleh perorangan maupun
badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya ataupun untuk
meningkatkan
kegiatan
produksinya.
Kegiatan
yang
menyangkut
produktif misalnya masyarakat meminjam kredit di bank untuk
memperluas kegiatan usahanya, sedangkan kegiatan yang bersifat
konsumtif misalnya masyarakat meminjam kredit untuk membeli rumah.
Bank sebagai lembaga keuangan memiliki peran yang strategis bagi
kehidupan perekonomian masyarakat. Hal tersebut bisa dilihat dari fungsi
utama yang dimiliki oleh bank yaitu sebagai lembaga yang menghimpun
dan menyalurkan dana dari masyarakat. Dari fungsi utama bank tersebut
bank bisa dikatakan sebagai lembaga intermediasi yaitu lembaga yang
berfungsi sebagai penghubung antara orang yang memiliki uang dan yang
membutuhkan uang.
Adanya minat orang yang memiliki kelebihan uang untuk menyimpan
uangnya di bank, maka bank akan bisa mengumpulkan uang atau
menghimpun dana dari masyarakat, yang kemudian dana-dana itu akan
disalurkan lagi ke masyarakat lainnya yang membutuhkannya dalam
bentuk kredit. Penghimpunan dana merupakan suatu jasa utama yang
ditawarkan di dunia perbankan, baik oleh bank umum maupun bank
perkreditan rakyat.7
Penyediaan kredit bank-bank yang semula mengandalkan kredit
6
7
Ibid.
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2001, hlm. 221.
likuiditas Bank Indonesia, secara bertahap dialihkan menjadi penyediaan
kredit biasa oleh perbankan dan lembaga-lembaga keuangan lain yang
didasarkan atas dana yang dihimpun dari masyarakat.8
Berjalannya kegiatan perkreditan akan lancar apabila adanya saling
mempercayai dari semua pihak yang terkait dalam kegiatan tersebut.
Kegiatan itu pun dapat terwujud hanyalah apabila semua pihak terkait
mempunyai integritas moral.9
Melihat dari sudut pandang bank sebagai pemberi kredit, bank dalam
menjalankan fungsinya, diwajibkan untuk senantiasa melaksanakan atau
menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking), sesuai dengan
Pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang bertujuan
untuk meminimalisasi wanprestasi atau cidera janji dari debitur. Adapun
acuan dalam mendapatkan keyakinan terhadap calon debitur yang layak
adalah 5 C’s of Credit meliputi Character (karakter), Capital (modal),
Capasity (kemampuan), Collateral (jaminan), dan Condition of economy
(kondisi ekonomi atau prospek usaha) dari debitur.10
Jenis kredit dilihat dari sudut jaminannya dibagi menjadi 2 (dua),
yaitu: kredit tanpa jaminan (Unsecured Loan) dan kredit dengan agunan
(Secured Loan). Kredit tanpa jaminan yaitu pemberian kredit tanpa
jaminan materil (agunan fisik) dan pemberiannya sangatlah selektif.
8
9
10
Thomas Suyatno,dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003,
hlm. 3.
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006,
hlm. 366.
Kasmir, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Keenam, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2002, hlm. 104-105.
Sedangkan kredit dengan agunan yaitu kredit yang diberikan kepada
debitur selain didasarkan adanya keyakinan atas kemampuan debitur juga
disandarkan pada adanya agunan atau jaminan yang berupa fisik
(collateral) sebagai jaminan tambahan, misalnya berupa tanah, bangunan,
alat-alat produksi, dan sebagainya.11
Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah
(UMKM), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan,
Pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan yang bertujuan meningkatkan
Sektor Riil dan memberdayakan UMKM.
Kredit Usaha Rakyat tanpa agunan diluncurkan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pada tanggal 5 November 2007 dengan wujud
Aplikasi Kebijakan Pemerintah melalui percepatan pengembangan sektor
riil dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang tertuang
dalam Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan
Pengembangan Sektor Riil Dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil Dan
Menengah dan sebagai Landasan Operasionalnya adalah Instruksi
Presiden No.5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 20082009 untuk menjamin implementasi atau percepatan pelaksanaan KUR
ini, berbagai kemudahan bagi UMKM pun ditawarkan oleh pemerintah.
Dalam skema KUR dikatakan bahwa yang menjadi penjamin adalah
Askrindo dan Perum Jamkrindo. Apabila debitur wanprestasi maka
Askrindo / Perum Jamkrindo akan menanggung 70% dari nilai kredit yang
11
Muhamad Djumhana, Op.Cit., hlm. 497-498.
macet tersebut dan pihak bank menanggung 30% dari nilai kredit.
Atas diajukannya permohonan peminjaman kredit tanpa agunan
tersebut, tentu saja harus mengikuti berbagai prosedur yang ditetapkan
oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, pemohon juga harus mengetahui
prosedur hukum dalam memperoleh Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan
pengaruh kebijakannya mengingat segala sesuatu dapat saja timbul
menjadi suatu permasalahan apabila tidak ada pengetahuan yang cukup
tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini.
Pada tahap awal program, Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini disediakan
hanya terbatas oleh bank-bank yang ditunjuk oleh pemerintah saja, yaitu:
Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI),
Bank
Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank
Bukopin. Penyaluran pola penjaminan difokuskan pada lima sektor usaha,
seperti:
pertanian, perikanan dan kelautan, koperasi, kehutanan, serta
perindustrian dan perdagangan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan
mekanisme penjaminan kredit ini ditujukan untuk membantu ekonomi
usaha rakyat kecil dengan cara memberi pinjaman untuk usaha yang
didirikannya.
Peluncuran KUR merupakan tindak lanjut dari ditandatanganinya
Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober 2007 tentang
Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi antara
Pemerintah (Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Keuangan,
Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan,
Menteri
Perindustrian,
Perusahaan
Penjamin
(Perum
Sarana
Pengembangan Usaha dan PT. Asuransi Kredit Indonesia) dan Perbankan
(Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Bukopin, dan
Bank Syariah Mandiri). KUR ini didukung oleh Kementerian Negara
BUMN, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta Bank
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian yang dilakukan oleh Bank
BRI Cabang Katamso Yogyakarta dalam memberikan kredit tanpa
agunan?
2.
Upaya-upaya hukum apa yang dilakukan Bank BRI Cabang Katamso
Yogyakarta agar pengajuan klaim asuransi kredit macet dapat dipenuhi
oleh Lembaga Penjamin?
C. Tujuan Penelitian
Berpegang pada perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas
maka tujuan penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui penerapan prinsip kehati-hatian yang dilakukan oleh
Bank BRI Cabang Katamso Yogyakarta.
2.
Untuk mengetahui upaya-upaya hukum yang dilakukan Bank BRI
Cabang Katamso Yogyakarta agar pengajuan klaim asuransi kredit
bermasalah dapat dipenuhi oleh Lembaga Penjamin.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Manfaat Teoritis
a.
Melatih kemampuan untuk melakukan penelitian secara ilmiah dan
merumuskan hasil-hasil penelitian tersebut ke dalam bentuk tulisan
yang diharapkan dapat diterima sebagai sumbangan pemikiran serta
menambah bahan bacaan di perpustakaan.
b.
Menerapkan teori-teori yang diperoleh dibangku perkuliahan dan
menghubungkannya dengan praktek di lapangan.
c.
Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bagi penulis baik
dibidang hukum pada umumnya maupun dibidang hukum bisnis
khususnya berkaitan dengan prinsip kehati-hatian dalam pemberian
kredit.
d.
Untuk mengembangkan Ilmu Hukum Bisnis khususnya tentang
prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit.
2.
Manfaat Praktis
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri
serta seluruh pihak-pihak yang terkait dalam hal ini baik masyarakat,
pemerintah, penegak hukum, khususnya pihak-pihak yang ada kaitanya
dengan permasalahan yang dikaji.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit
pernah diteliti oleh pihak lain, tetapi penelitian tersebut menekankan pada
hal yang berbeda dengan yang penulis teliti. Penelitian berkaitan dengan
prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit yang pernah diteliti tersebut
adalah sebagai berikut:
1.
PENERAPAN
PRINSIP
KEHATI-HATIAN
DALAM
PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) OLEH PT.
BANK BUKOPIN Tbk, KANTOR CABANG MEDAN, yang ditulis
oleh Sherly, tahun 2009.
Rumusan Masalah:
a.
Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam Penyaluran
Kredit Usaha Rakyat yang dilakukan oleh PT. Bank Bukopin
Tbk, Kantor Cabang Medan?
b. Upaya-upaya apakah yang dilakukan PT. Bank Bukopin Tbk,
Kantor Cabang Medan untuk meminimalisasi Non Performing
Loan di sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam penyaluran
Kredit Usaha Rakyat?
2.
PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN
KREDIT
TANPA
AGUNAN
DI
BANK
OCBC
NISP
YOGYAKARTA, yang ditulis oleh Josua Dedi Soneta Sembiring,
tahun 2012.
Rumusan Masalah:
a.
Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan kredit tanpa agunan
di Bank OCBC NISP Yogyakarta macet?
b. Bagaimana upaya yang dilakukan pihak Bank OCBC NISP
Yogyakarta untuk menyelesaikan kredit tanpa agunan (mikro)
yang bermasalah?
Dalam penelitian ini memang memiliki kesamaan yaitu membahas
mengenai prinsip kehati-hatian, tetapi dalam penelitian saudari Sherly
lebih menitikberatkan pada penerapan prinsip kehati-hatian bank di dalam
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat yang dilakukan oleh PT. Bank Bukopin
Tbk, Kantor Cabang Medan dan penelitian saudara Josua menekankan
pada faktor-faktor penyebab kredit macet dan upaya mengatasinya di
Bank
OCBC
NISP
Yogyakarta.
Penelitian
yang
penulis
buat
menitikberatkan permasalahan pada “Penerapan Prinsip Kehati-Hatian
Dalam Pemberian Kredit Tanpa Agunan Untuk Meminimalkan Kerugian
Bank Dalam Hal Terjadi Kredit Macet Di PT. BRI Kantor Cabang
Katamso Yogyakarta”.
Download