5359

advertisement
ARTIKEL
LAPORAN KASUS
PENGELOLAAN KETIDAK EFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
PADA NY.R DENGAN VERTIGO DIRUANG FLAMBOYAN III
RSUD KOTA SALATIGA
Oleh :
MURYA GHOFUR TRIYANTO
0131740
AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
LAPORAN KASUS PENGELOLAAN KETIDAK EFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS PADA Ny. R
DENGAN VERTIGO DI RUANG FLAMBOYAN III RSUD KOTA SALATIGA
Murya Ghofur Triyanto*, Ummu Muntamah**, Tri Susilo***
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran
[email protected]
ABSTRAK
Bersihan jalan napas adalah saluran pernapasan yang bebas dari sekret maupun
obstruksi. Penumpukan sekret merupakan kondisi terdapatnya dahak pada saluran pernapasan
yang sudah dikeluarkan, sehingga mengganggu aktivitas udara yang keluar ataupun masuk
kedalam paru-paru Masalah utama pada pasien dengan vertigo ketidak efektifan bersihan jalan
napas. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui pengelolaan ketidak efektifan bersihan jalan napas
pada pasien dengan Vertigo di Ruang Flamboyan III RSUD Salatiga.
Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan pasien
dalam ketidak efektifan bersihan jalan napas dengan fisioterapi dada. Pengelolaan ketidak
efektifan bersihan jalan napas dilakukan selama 2 hari pada Ny. R. Teknik pengumpulan data
dilakukan
dengan menggunakan teknik wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan
pemeriksaan penunjang.
Hasil pengelolaan didapatkan data subjektif pasien mengatakan dahak sudah bisa di
keluarkan. Data obyektif pasien masih terlihat batuk berdahak.
Saran bagi perawat di rumah sakit agar memahami dan menguasai konsep-konsep
keperawatan khususnya dengan masalah ketidak efektifan bersihan jalan napas dan mampu
mengaplikasikan di lapangan kerja.
Kata kunci
: Ketidak Efektifan Bersihan Jalan Napas, fisioterapi dada
Kepustakaan : 15 (2006-2015)
PENDAHULUAN
penderitanya merasa bergerak atau
berputa, puyeng, atau merasa seolaholah benda 1 benda di sekitar penderita
Nyeri kepala adalah rasa nyeri
bergerak atau berputar. Vertigo biasanya
atau rasa tidak mengenakkan di seluruh
disertai dengan mual dan kehilangan
daerah kepala dengan batas bawah dari
keseimbangan dan vertigo dapat
dagu sampai ke belakang kepala.
berlangsung hanya beberapa saat atau
Berdasarkan penyebabnya digolongkan
bisa berlanjut sampai beberapa jam
nyeri kepala primer dan nyeri kepala
bahkan hari. Penderita kadang-kadang
sekunder. Nyeri kepala primer adalah
merasa lebih baik jika berbaring, tetapi
nyeri kepala yang tidak jelas kelainan
vertigo dapat terus berlanjut meskipun
anatomi atau kelainan struktur, yaitu
penderitanya tidak bergerak sama sekali
migrain, nyeri kepala tipe tegang, nyeri
(Fransisca, 2013).
kepala klaster dan nyeri kepala primer
Vertigo merupakan gejala kunci
lainnya.Nyeri kepala sekunder adalah
yang menandakan adanya gangguan
nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan
sistem vestibuler dan kadang merupakan
anatomi maupun kelainan struktur dan
gejala kelainan labirin. Namun, tidak
bersifat kronis progresif, antara lain
jarang vertigo merupakan gejala dari
meliputi kelainan non vaskuler (Akbar,
gangguan sistemik lain (misalnya; obat,
2010).
hipotensi, penyakit endokrin, dan
Vertigo sesuai dengan akar
sebagainya) (Wahyudi 2012). Gangguan
katanya, dari bahasa Yunani ‘vetere’,
pada otak kecil yang mengakibatkan
yang berarti berputar. Vertigo mengacu
vertigo jarang sekali ditemukan. Namun,
pada adanya sensasi di mana
pasokan oksigen ke otak yang kurang
dapat pula menjadi penyebab. Beberapa
jenis obat, seperti kina, streptomisin,
dan
salisilat,
diketahui
dapat
menimbulkan radang kronis telinga
dalam. Keadaan ini juga dapat
menimbukan vertigo (Fransisca, 2013).
Menurut Rahmad (2010) dalam
Sumarliyah (2011), otak memproses
data-data dan menggunakan informasi
untuk penilaian yang cepat terhadap 3
kepala, badan, sendi dan mata. Ketika
sistem keseimbangan tidak berfungsi,
maka dapat menyusuri masalah kembali
pada suatu gangguan dari salah satu dari
ketiga sistem sensoris atau memproses
data (otak). Masalah-masalah dari tiaptiap area tersebut berhubungan dengan
sistem-sistem sensoris atau otak. Fungsi
alat keseimbangan tubuh di perifer atau
sentral dalam kondisi tidak normal atau
tidak fisiologis atau ada rangsang
gerakan yang aneh atau berlebihan
maka proses pengolahan informasi akan
terganggu akibatnya muncul gejala
vertigo.
Gejala utama dari vertigo adalah
sensasi pada tubuh atau ruangan yang
terasa bergerak atau berputar. Gejala
lain dari vertigo antara lain kesulitan
untuk menelan, penglihatan ganda,
masalah
dalam
gerakan
mata,
kelumpuhan di daerah wajah, bicara
tidak jelas, dan tungkai terasa lemah.
Pada beberapa orang, sensasi berputar
dapat memicu mual dan muntah
(Gandhi, 2012).
Angka kejadian vertigo di
Amerika Serikat berkisar 64 dari 100.000
orang, wanita cenderung lebih sering
terserang
(64%),
kasus
Benigna
Paroxysmal Positional Disease (BPPV)
sering terjadi pada usia rata-rata 51-57
tahun, jarang pada usia 35 tahun tanpa
riwayat trauma kepala (George, 2009).
Menurut survey dari Department of
Epidemiology, Robert Koch Institute
Germany pada populasi umum di Berlin
tahun 2007, prevalensi vertigo dalam 1
tahun 0,9%, vertigo akibat migren 0,89%,
untuk BPPV 1,6%, vertigo akibat
Meniere’s Disease 0.51%. Pada suatu
follow up study menunjukkan bahwa
BPPV memiliki resiko kekambuhan
sebanyak 50% selama 5 tahun.
Di Indonesia angka kejadian
vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010
dari usia 40 sampai 50 tahun sekitar
50% yang merupakan keluhan nomor
tiga paling sering dikeluhkan oleh
penderita yang datang ke praktek
umum, setelah nyeri kepala, dan stroke
(Sumarilyah, 2010, widiantoro, 2010).
Umumnya vertigo ditemukan sebesar
15% dari keseluruhan populasi dan
hanya 4% –7% yang diperiksakan ke
dokter (Sumarilyah, 2010).
Melalui studi pendahuluan yang
dilakukan penulis di RSUD Kota Salatiga
pada bulan April 2016, didapatkan data
jumlah pasien vertigo berdasarkan
kelompok umur tahun 2015.
METODE PENGELOLAAN
Pengkajian atau yang disebut juga
pengumpulan data adalah langkah awal
dalam pengambilan keputusan yang
menghasilkan
diagnosis
(Wilkinson,2016).Pengkajian terdiri dari dua
metode autoanamnesa dan alloanamnesa.
Autoanamnesa adalah pengumpulan dan
verifikasi data dari sumber primer atau
langsung
kepada
pasien,
sedangkan
alloanamnesa adalah pengumpulan dan
verifikasi data dari sumber sekunder atau
informasi lain dari keluarga, tenaga
kesehatan, rekam medik dan lain-lain(
Potter& Perry,2010).
Pada riwayat penyakit,hal yang perlu
diketahui adalah keluhan utama. Keluhan
utama adalah alasan spesifik kenapa pasien
membutuhkan pertolongan (Wong, 2009)
dari hasil pengkajian didapatkan data
subjektif pada kasus Ny.R keluhan utama
yaitu batuk.
Pada Data pengkajian yang diperoleh
dari Ny.R didapatkan data subjektif klien
mengatakan sesak dan batuk. Sedangkan
data obyektif RR: 24 kali per menit, irama
napas reguler, kedalaman dangkal dan
terdapat tarikan interkosta. Penulis juga
menemukan
pada
pemeriksaan
laboratorium didapatkan penurunan pada
hemoglobin yaitu 9,5 g/dl, sedangkan nilai
normalnya adalah 14-18 g/dl. Hb yang
rendah dapat menjadi kan sesak karena
tugas utama hemoglobin mengangkut
oksigen yang disalurkan oleh keseluruh
tubuh, maka seandainya kekurangan darah,
oksigen yang diedarkan pun mengalami
kekurangan.
HASIL
Intervensi yang dilakukan adalah
dengan menggunakan indikator Airway
management yaitu di antaranya posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Intervensi yang kedua lakukan auskultasi
suara nafas. Intervensi selanjutnya yaitu kaji
kedalaman dan frekuensi pernapasan
bertujuan untuk mengetahui pasien bisa
batuk atau tidak dan kedalaman pernapasan
dikaji dengan mengobservasi penyimpangan
atau gerakan dinding dada. Intervensi
selanjutnya
lakukan
fisioterapi
dada,Fisioterapi dada merupakan kelompok
terapi yang digunakan dengan kombinasi
untuk memobilisasi sekresi pulmonar.
Intervensi yang lain adalah dengan
kolaborasi dengan dokter pemberian obat
mukolitik, rasional nya untuk mengencerkan
sekret agar dahak mudah keluar (Wilkinson,
2016).
Pembahasan
Dari hasil pengkajian yang penulis
lakukan pada hari jum’at tanggal 8 april 2016
hingga sabtu tanggal 9 april 2016 di ruang
Flamboyan 3 RSUD Kota Salatiga data yang
diperoleh dari pasien dan keluarga yang
mendampingi pasien adalah: Identitas
pasien Ny.R , usia 74 tahun, agama islam
dengan diagnosa medis Vertigo.
Pada riwayat penyakit,hal yang
dikeluhkan oleh pasien yaitu batuk. Keluhan
yang sering dilaporkan penderita Vertigo
adalah nyeri kepala, mual, muntah puyeng,
nafsu makan turun (George dewanto, 2009).
Sedangkan dalam pengkajian di dapatkan
keluhan utama adalah batuk. Batuk yang
terlalu lama dan sekret yang tidak dapat
keluar menyebabkan aliran udara ke otak
berkurang. Hal ini menyebabkan nyeri
kepala.
Dari hasil pengkajian dan observasi
yang penulis lakukan, penulis menganalisa
data kemudian merumuskan diagnosa
keperawatan yang menjadi prioritas utama,
yaitu ketidak efektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan penumpukan sputum.
Menurut Wilkinson (2016) bersihan
jalan napas adalah saluran pernapasan yang
bebas dari sekret maupun obstruksi.
Penumpukan sekret merupakan kondisi
terdapatnya dahak pada saluran pernapasan
yang
sudah
dikeluarkan,
sehingga
mengganggu aktivitas udara yang keluar
ataupun
masuk
kedalam
paru-paru
(Carpenito,2007).
Sedangkan
menurut
Hidayat
(2008)
penumpukan
sekret
merupakan suatu substansi yang keluar
bersama dengan batuk atau bersihan
tenggorokan. Saluran napas abnormal
adalah melebihi suara napas normal dan
adanya suara tambahan.
Pada tanggal 8 april2016 penulis
mengobservasi keadaan umum dengan
respon baik dan kesadaran composmentis.
Tanda-tanda vital TD: 140/80 mmHg; N: 84;
S: 37°C; RR: 24x/menit.Memberikan posisi
semi flower dengan respon posisi yang
nyaman bagi pasien. Posisi semi flower
adalah sikap dalam posisi duduk 30°-40°
derajat.Prosedur
dari
posisi
ini
adalahmengangkat kepala dari tempat tidur
ke permukaan yang tepat (45-90 derajat)
denganmeletakkan bantal di bawah pasien
sesuai keinginan pasien dan menaikkan lutut
daritempat tidur yang rendah untuk
menghindari adanya tekanan di bawah jarak
poplital (dibawah lutut). Dengan teknik ini
pasien akan mendapatkan perasaan lega
(nyaman) saat mengalami sesak nafas
(Muttaqin, 2012).
Selanjutnya mengauskultasi bunyi
suara nafas dengan respon terdapat bunyi
tambahan ronchi (+) di apek. Auskultasi paru
dilakukan untuk mendeteksi suara nafas
dasar dan suara nafas tambahan. Auskultasi
harus dilakukan di seluruh dada dan
punggung, termasuk daerah aksila.Biasanya
auskultasi dimulai dari atas ke bawah, dan
dibandingkan sisi kiri dan kanan dada. Pada
proses auskultasi terdapat suara tambahan
ronchi. Ronchi merupakan jenis suara yang
bersifat kontiniu, pitch rendah, mirip seperti
Wheeze.Tetapi dalam ronchi jalan udara
lebih besar, atau sering disebut coarse
ratling sound. Suara ini menunjukkan
halangan pada saluran udara yang lebih
besar oleh sekres(Matondang et al. 2003).
Adapun prosedur yang selanjutnya
melakukan
fisioterapi
dada
setelah
melakukan auskultasi pada paru-paru pasien,
kedua memposisikan klien sesuai dengan
letak sekret, baluri dada atau punggung
pasien (sesuai dengan letak sekret) dengan
minyak kayu putih. Selanjutnya yaitu lakukan
perkusi
(menepuk-nepuk
dada
atau
punggung dengan posisi tangan menungkup)
secara lembut, kemudian lakukan vibrasi
(mengusap memutar dada atau punggung
menggunakan telapak tangan) dengan
lembut.Setelah itu berikan pasien air minum
hangat agar sekret menjadi lebih encer.
Auskultasi kembali suara napas klien
(Hidayat,2008).
Selanjutnya yaitu memberikan terapi
O2 2 liter per menit dengan tujuan alat
dalam
menurunkan
kerja
nafas,
meningkatkan perhilangan distress respirasi
dan sianosis sehubungan dengan hipoksemia
(Doenges, 2000), sebagian besar sel dalam
tubuh memperoleh energy dari hasil kimia
yang melibatkan oksigen dan pembuangan
karbondioksida, pertukaran gas pernafasan
terjadi antara udara di lingkungan dan darah.
Terdapat tiga langkah dalam proses
oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi, dan difusi.
Kesimpulan
Hasil pengelolaan yang penulis
lakukan selama 2 hari dengan diagnosa
ketidak efektifan bersihan jalan napas
dengan hasil belum teratasi yang didukung
dengan tingkat pernapasan RR: 24 kali per
menit, hal ini belum memenuhi kriteria hasil
yang telah ditentukan pada rencana
tindakan keperawatan.
Saran
Diharapkan pasien dan keluarga
dapat mengetahui tanda dan gejala, serta
mengetahui penyebab vertigo karena
apabila tidak segera ditangani vertigo dapat
menjadi lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J & Moyet. (2007). Buku Saku
Diagnosa Keperawatan. Edisi:
13. Jakarta: EGC
Dewanto, George, et al. 2009. Panduan
Praktis Diagnosis & Tata
Laksana Penyakit Saraf. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Fransisca, kristiana. (2013). Awas Sakit
Kepala Jangan Dianggap Sepele.
Cetakan ke-2. Jakarta: Cerdas
sehat
Gandhi, widya. (2012). Berteman Dengan
Migran. katalog dalam terbitan:
Yogyakarta
Ginsberg, Lionel. (2008). Lecture Notes:
Neurology. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files
/disk1/18/01-gdl-nurdianasa861-1-kti-nu-i.pdf. Diakses Pada
Tanggal 27 Mei 2016 Jam 17.00
WIB.
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/j
k/article/viewFile/140/106.
Diakses Pada Tanggal 25 Mei
2016 Jam 23.30 WIB
http://stikespemkabjombang.ac.id/ejurnal/i
ndex.php/juli2013/article/download/52/99.
Diakses pada hari jum’at tanggal
27 Mei 2016 pukul 17.00 WIB.
Muttaqin Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan
Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta
: Salemba medika.
Patria & Fairuz. (2012). Terapi Oksigen
Aplikasi Klinis. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran ECG.
Wilkinson & Judith, M. (2012). Buku Saku
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa NANDA Intervensi NIC
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
Wilkinson, J. M. (2016). Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Wong, Donna L. (2009). Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik Volume I.
Alih bahasa Agus Sutarna dkk.
Jakarta: EGC.
Download