BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada

advertisement
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial. Karena itu manusia tidak
hidup sendirian. Perwujudan manusia sebagai mahluk sosial nampak dalam
persahabatan, pertemanan, perkumpulan dan juga perkawinan. Dalam perkawinan
manusia bersosialisasi dengan pasangannya untuk mewujudkan impian bersama
yang ingin dijalankan. Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam
sejarah kehidupan manusia, karena dengan perkawinan terjadi pertemuan dua
insan yang memiliki latar belakang budaya, suku bahkan agama juga berbeda.
Perkawinan tidak hanya mempertemukan dua insan yang mempunyai visi yang
sama untuk membangun hidup bersama, tapi dengan perkawinan terjadi juga
pertemuan keluarga besar dari kedua belah pihak. Dan tentu saja perkawinan juga
berhubungan dengan masyarakat sebagai tempat untuk bersosialisasi dengan
orang lain.
Seiring dengan kemajuan dunia dewasa ini yang ditandai dengan
globalisasi, perkawinan campur juga sulit dihindari. Globalisasi yang ditandai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang begitu canggih
telah merambah ke semua bidang kehidupan manusia. Kemajuan IPTEK ini
memudahkan orang untuk bisa saling mengenal satu sama lain, komunikasi
menjadi lancar dan cepat. Dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang telah
2
berkembang tersebut, telah menjadikan hampir setiap orang mudah saling
komunikasi, baik langsung maupun melalui media komunikasi. Hal tersebut
mengakibatkan tidak sedikit ditemukan pasangan-pasangan campuran.
Fenomena pernikahan campuran di Indonesia bukan merupakan hal baru.
Sejak jaman dahulu pernikahan campuran antar etnis merupakan sarana asimilasi
yang efektif. Fenomena itu dapat dijumpai pada masyarakat Betawi, dimana
secara historis etnis Betawi merupakan hasil dari proses asimilasi yang
berlangsung terus menerus. Secara biologis mereka yang mengaku sebagai orang
Betawi adalah keturunan campuran dari aneka suku dan bangsa seperti etnis Jawa,
Bali, dan Tionghoa (http://community.gunadarma.ac.id/).
Fenomena perkawinan campuran tersebut juga terjadi di Jakarta. Banyak
para artis menikah dengan warga berkewarganegaraan asing. Sebut saja Melanie
Ricardo yang menikah dengan pria berkewarganegaraan Australia, Moudy
Koesnaedi yang menikah dengan pria berkewarganegaraan Belanda dan masih
banyak lagi. Perkawinan campuran ini tidak saja terjadi dikalangan artis saja
tetapi juga dikalangan masyarakat biasa.
Alasan seseorang menikah dengan pasangan campuran karena merasa
memiliki minat yang sama dengan pasangannya. Ketertarikan fisik, ketertarikan
hiburan yang sama dan bahkan kesamaan sosial ekonomi juga merupakan alasan
pemilihan pasangan. Alasan yang menyebut tertarik karena ‘ras pasangan’
cenderung kurang dibandingkan karena alasan ‘nonras’1, artinya, sama seperti
1
Lewis.D, R. Komunikasi bisnis lintas budaya. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2004 hal. 10
3
pasangan pada umumnya, pasangan perkawinan campuran tertarik pada
pasangannya karena memandang atas kesamaan diantara mereka dibandingkan
atas perbedaannya.
Cerita lain mengenai perkawinan campuran datang dari pasangan
perkawinan campuran antara warga negara Spanyol yang menikah dengan orang
Batak (Indonesia). Hal yang menarik adalah bagaimana komunikasi budaya yang
terjadi dalam keluarga campuran tersebut mengingat budaya Spanyol memiliki
banyak perbedaan dalam banyak hal. Misalnya dalam budaya Spanyol
kebersamaan, kekeluargaan, hidup bermasyarakat sangatlah penting. Dalam
berkomunikasi sangat to the point, dan bentuk komunikasi horizontal setiap orang
berperan dan memiliki pemikiran masing-masing tanpa memandang umur dari
partisipan maupun jenis kelamin, sistem partisipatif sangat penting. Sedangkan
dalam budaya Indonesia bentuk komunikasi vertikal dan biasanya perempuan atau
anak yang dianggap belum cukup umur kurang berperan dalam tawar menawar
komunikasi.
Selain itu masing-masing pasangan juga berasal dari kelompok budaya
individualis dan kelompok budaya kolektivis, dimana Spanyol adalah kelompok
budaya individualis dan Indonesia adalah kelompok budaya kolektivis. Terdapat
tiga perbedaan penting diantara budaya individualis dan budaya kolektivis.
Perbedaan-perbedaan itu adalah dalam cara mendefinisikan: diri; tujuan; dan
kewajiban Griffin.2
2
Em Griffin. A First Look at Communication Theory. 2003. Mc.Grraw-Hill Companies, hal. 21
4
Pasangan yang memutuskan melakukan pernikahan beda etnis harus
memiliki pola pikir terbuka terhadap budaya yang dibawa oleh pasangannya,
termasuk kepercayaan, nilai dan norma. Jika kedua pihak tidak memiliki pola
pikir terbuka, akan terjadi pemaksaan kehendak untuk mempraktikkan
kepercayaan, nilai dan norma yang dianut oleh pasangannya, sehingga
kemungkinan langgengnya sebuah pernikahan ibarat jauh panggangan dari api.
Semestinya setiap pasangan harus berusaha mengambil keputusan dalam
pemecahan masalahnya tidak berlandaskan keputusan emosional pribadi berlatar
budaya masing-masing pihak, melainkan keputusan rasional bersama yang dapat
digunakan sebagai jalan keluar.
Dalam kehidupan pernikahan berbeda etnis Indonesia-Spanyol akan terjadi
suatu komunikasi antarbudaya, yang melibatkan seluruh anggota keluarga: suami,
istri, anak, dan bahkan juga anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu rumah
tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat
permasalahan tersebut dalam penelitian ini yaitu bagaimana konflik interpersonal
pada pasangan suami-istri antara spanyol dan Indonesia.
Pasangan suami istri Spanyol dan Batak (Indonesia) ini menjadi fokus
penelitian penulis. Alasan penulis memilih subyek penelitian pasangan SpayolBatak (Indonesia) karena pasangan ini berbeda dari sekian banyak pasangan yang
menikah campuran. Perbedaan itu terletak pada nama belakang yang diberikan
kepada anak-anak yang lahir dari pasangan tersebut. Anak-anak yang lahir diberi
nama keuarga dari istri atau ibu dari anak-anak tersebut. Identitas dari pasangan
5
ini adalaha suami yang berkewarganegaraan Spanyol bernama: Carlos Melgares
dan istri yang berkewarganegaraan Indonesia dari suku Batak, Sumatra Utara
bernama: Ade Riana Malau. Pasangan ini dikarunia 2 (dua) orang anak, yaitu:
Carlitos Melgares Malau dan Rafael Tumpak Malau.
Penelitian ini menggunakan penelitian empiris. Sampel diambil dengan
non random sampling. Analisa dilakukan secara deskriptif analisis, yang akan
menggambarkan, memaparkan dan mengungkapkan bagaimana sesungguhnya
komunikasi antar budaya antara spanyol dan Indonesia, sumber konflik apa yang
terjadi dalam rumahtangga tersebut dan bagaimana solusi jika terjadi konflik
tersebut.
1.2 Fokus Penelitian
Penulis menfokuskan penelitian pada bagaimana komunikasi berperan
secara efeketif, ketika terjadi interaksi antar pasangan yang menikah beda budaya,
khususnya suami-istri yang berkebangsaan Spanyol dan Batak (Indonesia). Sejauh
mana komunikasi itu berjalan efektif untuk menunjang hubungan sebagai suamiistri.
1.3 Identifikasi Masalah
Pemilihan topik ini didasarkan pada keinginan penulis untuk mencari tahu
lebih jauh efektivitas komunikasi dalam perkawinan campur beda budaya.
Penulis merasa tergelitik ingin mengetahui lebih jauh efektivitas komunikasi itu
dalam perkawinan campur. Karena dalam bayangan penulis, perkawinan beda
6
budaya seperti membawa kesulitan tersendiri untuk bisa mengarungi bahtera
rumah tangga yang harmonis dan damai.
Di samping itu, penulis juga merasa tertantang sebagai orang Batak bahwa
dalam kebudayaan Batak, agak sulit untuk bisa menikah beda suku yang
berlatarbelakang budaya yang berbeda. Dalam kebudayaan Batak, sistem
kekerabatatannya menganut patrilineal, sehingga konsekuensinya yaitu: nama
keturunan yang lahir dari orang-orang yang menikah dalam budaya Batak
mengikuti marga dari suami atau bapak dari anak-anak yang akan lahir. Namun,
subyek penelitian penulis adalah orang Batak yang menikah dengan orang
Spanyol, tapi anak-anak yang lahir diberi nama berdasarkan nama keluarga dari
istri atau ibu dari anak-anak tersebut.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rasa ingin tahu penulis lebih jauh menyangkut perkawinan
campur beda budaya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih
mendalam bagaimana persis komunikasi yang terjadi antar pasangan yang
menikah beda budaya itu berjalan efektif dan memberi jaminan terhadap
keberlangsungan rumah tangga yang akan dijalankan oleh pasangan yang
bersangkutan.
7
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk memberi kontribusi yang
positif bagi ilmu komunikasi. Karena menurut hemat penulis bahwa komunikasi
selalu terbuka untuk didiskusikan dan diteliti lebih jauh. Dengan penelitian ini
setidaknya menambah satu unsur baru sebagai masukan bagi perkembangan
kajian komunikasi, khususnya komunikasi antar budaya.
1.5.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini bisa bermanfaat sebagai referensi untuk menjadikan
komunikasi sebagai acuan dalam berinteraksi dengan orang yang berbeda budaya.
Dengan melakukan penelitian ini, pasangan yang menikah dengan latarbelakang
budaya yang berbeda
dapat menambah wawasan mengenai pola komunikasi
antara suami istri yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dalam
menjaga keharmonisan keluarganya. Selain itu pasangan yang menikah beda
budaya dapat mengetahui sejak dini kelebihan dan kekurang dalam suatu
perkawinan beda budaya. Di samping itu dapat mengetahui penyebab konflik serta
bentuk konflik yang terjadi pada pasangan suami istri agar konflik yang ada
tidak berakhir dengan perpisahan.
1.5.3. Manfaat Sosial
Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi masyarakat luas untuk
menambah wawasan dan pengetahuan akan ilmu komunikasi, khususnya
komunikasi antar budaya. Di samping itu bisa menjadi sumber yang dapat dipakai
dalam menjalin interaksi dengan orang yang berbeda budaya.
Download