Renja KL 2007

advertisement
PENJELASAN UMUM RENJA KL TAHUN 2007
PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN
YANG LEBIH BERKUALITAS
I.
LATAR BELAKANG
A. KONDISI UMUM
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta
memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan
kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah
salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang
Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomi.
Kondisi pembangunan kesehatan secara umum dapat dilihat dari status kesehatan
dan gizi masyarakat, yaitu angka kematian bayi, kematian ibu melahirkan, prevalensi gizi
kurang dan umur angka harapan hidup. Angka kematian bayi menurun dari 46 (1997)
menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup (2002–2003) dan angka kematian ibu melahirkan
menurun dari 334 (1997) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (2002-2003). Umur
harapan hidup meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi 66,2 tahun (2003). Umur harapan
hidup meningkat dari dari 65,8 tahun (Susenas 1999) menjadi 66,2 tahun (2003).
Prevalensi gizi kurang (underweight) pada anak balita, telah menurun dari 34,4
persen (1999) menjadi 27,5 persen (2004). Bila dilihat permasalahan gizi antar provinsi
terlihat sangat bervariasi yaitu terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang diatas
30% dan bahkan ada yang diatas 40% yaitu di provinsi Gorontalo, NTB, NTT dan Papua.
Kasus gizi buruk umumnya menimpa penduduk miskin/tidak mampu. Di sisi lain masalah
baru gizi seperti kegemukan, terutama di wilayah perkotaan cenderung meningkat karena
perubahan gaya hidup masyarakat.
Angka kesakitan yang tinggi terjadi pada anak-anak dan usia di atas 55 tahun, dengan
tingkat morbiditas lebih tinggi pada wanita dibanding pria. Sepuluh penyakit dengan
prevalensi tertinggi adalah penyakit gigi dan mulut, gangguan refraksi dan penglihatan,
ISPA, gangguan pembentukan darah (anemia) dan imunitas, hipertensi, penyakit saluran
cerna, penyakit mata lainnya, penyakit kulit, sendi dan infeksi nafas kronik. Selain itu
Indonesia juga menghadapi ”emerging diseases” seperti demam berdarah dengue (DBD),
HIV/AIDS, Chikungunya, SARS, Avian Influenza serta penyakit-penyakit ”re-emerging
diseases” seperti malaria dan TBC.
Kondisi umum kesehatan seperti dijelaskan di atas dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan
1
kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan manajemen
kesehatan.
Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang diperkuat dengan
Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling, telah didirikan di hampir seluruh wilayah
Indonesia. Saat ini, jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia adalah 7.550 unit, Puskesmas
Pembantu 22.002 unit dan Puskesmas keliling 6.132 unit. Meskipun fasilitas pelayanan
kesehatan dasar tersebut terdapat di semua kecamatan, namun pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan masih menjadi kendala. Fasilitas ini belum
sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama terkait dengan biaya dan jarak
transportasi. Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah Rumah Sakit yang terdapat di
hampir semua kabupaten/kota, namun sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan
belum dapat berjalan dengan optimal.
Di bidang obat dan perbekalan kesehatan telah ditetapkan standar Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) dan jenis obat generik yang mencakup 220 obat. Penggunaan obat
generik dan obat tradisional cenderung mengalami kenaikan, dan 95 persen kebutuhan obat
nasional telah dipenuhi dalam negeri. Demikian juga dengan vaksin dan sebagian alat-alat
kesehatan. Walaupun demikian ketersediaan, mutu, keamanan obat dan perbekalan
kesehatan masih belum optimal serta belum dapat dijangkau dengan mudah oleh
masyarakat. Selain itu obat asli Indonesia (OAI) belum sepenuhnya dikembangkan dengan
baik meskipun potensi yang dimiliki sangat besar. Pengawasan terhadap keamanan dan
mutu obat dan makanan telah dilakukan lebih luas meliputi produk pangan, suplemen
makanan, obat tradisional, kosmetika, produk terapetik/obat, dan NAPZA disertai dengan
penyidikan kasus tindak pidana.
Dalam hal tenaga kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada hampir semua
jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Permasalahan besar tentang SDM adalah
inefisiensi dan inefektivitas SDM dalam menanggulangi masalah kesehatan. Walaupun
rasio SDM kesehatan telah meningkat, tetapi masih jauh dari target Indonesia Sehat 2010
dan variasinya antar daerah masih tajam. Dengan produksi SDM kesehatan dari institusi
pendidikan saat ini, target tersebut sulit untuk dicapai. Pada tahun 2003, rasio tenaga
dokter 17.47, dokter spesialis 5.2, Perawat 108.53, dan Bidan 28.40 per 100,000
penduduk
Dalam aspek manajemen pembangunan kesehatan, dengan diterapkannya
desentralisasi kesehatan, permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya sinkronisasi
kegiatan antara Pusat dan Daerah, peningkatan kapasitas SDM daerah terutama dalam
perencanaan, peningkatan sistem informasi, terbatasnya pemahaman terhadap peraturan
perundangan serta struktur organisasi kesehatan yang tidak konsisten.
Status kesehatan masyarakat Indonesia tersebut masih lebih rendah bila
dibandingkan dengan status kesehatan di negara-negara ASEAN seperti Thailand,
Malaysia, dan Philipina. Selain itu, indikator kesehatan dan gizi yang telah dicapai selama
ini masih jauh dari sasaran yang telah ditargetkan dalam Millennium Development Goals
(MDGs). MDG merupakan suatu kesepakatan global, sebagai “benchmarks” untuk
mengukur perkembangan dalam pencapaian Deklarasi Millenium 2000. Beberapa target
MDG yang ingin dicapai pada akhir tahun 2015, yang berkaitan dengan pembangunan
2
kesehatan di Indonesia antara lain adalah: (1) mengurangi separuh penduduk yang
mengalami kelaparan, (2) mengurangi dua per tiga angka kematian bayi dan angka
kematian balita, (3) mengurangi tiga per empat angka kematian ibu, (4) menekan
penyebaran penyakit HIV/AIDS, (5) menekan penyebaran penyakit malaria dan TBC, (6)
meningkatkan akses terhadap obat esensial, dan (7) mengurangi separuh proporsi
penduduk yang tidak memiliki akses terhadap penyediaan air bersih.
Dalam upaya memenuhi amanat UUD 1945 pasal 34 ayat 1 dan 2, serta mendukung
pencapaian tujuan pembangunan millennium (MDG’s), pada tahun 2005 diluncurkan
Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPK-MM) yang
pembiayaannnya berasal dari dana Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan
Bakar Minyak (PKPS-BBM). Secara umum program JPK-MM ini bertujuan untuk: a)
terselenggaranya pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan kelas 3 Rumah Sakit
Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta yang ditunjuk melalui mekanisme asuransi
bekerjasama dengan PT Askes (Persero): b) Terselenggaranya Pelayanan Kesehatan Gratis
bagi seluruh penduduk Provinsi NAD dengan pengaturan tersendiri: c) Terlaksananya
pemantauan dan Sosialisasi program guna menjamin pengelolaan secara transparan dan
akuntabel serta dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat miskin.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan
kesehatan antara lain:
1. Masih tingginya disparitas status kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas
kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar
tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup
tinggi.
2. Status kesehatan penduduk miskin masih rendah.
3. Beban ganda penyakit. Dimana pola penyakit yang diderita oleh masyarakat adalah
penyakit infeksi menular dan pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit
tidak menular, sehingga Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu yang
bersamaan (double burden)
4. Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih rendah.
5. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya tidak merata.
6. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat.
7. Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah.
8. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya kondisi kesehatan
lingkungan juga berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Kesehatan
lingkungan merupakan kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem
kesehatan kewilayahan.
9. Lemahnya dukungan peraturan perundang-undangan, kemampuan sumber daya
manusia, standarisasi, penilaian hasil penelitian produk, pengawasan obat tradisional,
kosmetik, produk terapetik/obat, obat asli Indonesia, dan sistem informasi.
3
II.
TUJUAN DAN SASARAN
A. TUJUAN JANGKA MENENGAH
Tujuan yang akan dicapai dalam pembangunan kesehatan adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut, kebijakan
pembangunan kesehatan tahun 2004-2009 terutama diarahkan pada : (1) Peningkatan
jumlah, jaringan dan kualitas puskesmas; (2) Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga
kesehatan; (3) Pengembangan sistem jaminan kesehatan terutama bagi penduduk miskin;
(4) Peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat; (5) Peningkatan
pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini; dan (6) Pemerataan dan
peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar.
Pembangunan kesehatan memprioritaskan upaya promotif dan preventif yang
dipadukan secara seimbang dengan upaya kuratif dan rehabilitatif. Perhatian khusus
diberikan kepada pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, daerah tertinggal dan daerah
bencana, dengan memperhatikan kesetaraan gender.
B. SASARAN TAHUN 2007
Sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2007 diarahkan untuk
mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses
masyarakat, terutama penduduk miskin, terhadap pelayanan kesehatan yang antara lain
tercermin pada beberapa indikator sebagai berikut:
1. Meningkatnya proporsi keluarga yang berperilaku hidup bersih dan sehat;
2. Meningkatnya proporsi keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih;
3. Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih;
4. Meningkatnya cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal;
5. Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke Puskesmas;
6. Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke rumah sakit;
7. Meningkatnya cakupan imunisasi;
8. Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria, demam berdarah
dengue (DBD), tuberkulosis paru, diare, dan HIV/AIDS;
9. Menurunnya prevalensi kurang gizi pada balita;
10. Meningkatnya pemerataan tenaga kesehatan;
11. Meningkatnya ketersediaan obat esensial nasional;
12. Meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk
terapetik/obat, obat tradisional, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga, produk
komplemen dan produk pangan;
13. Meningkatnya penelitian dan pengembangan tanaman obat asli Indonesia;
14. Meningkatnya jumlah peraturan dan perundang-undangan di bidang pembangunan
kesehatan yang ditetapkan; dan
15. Meningkatnya jumlah penelitian dan pengembangan di bidang pembangunan
kesehatan.
4
III. KEBIJAKAN PRIORITAS TAHUN 2007 UNTUK MENGATASI
MASALAH NASIONAL
a. KEBIJAKAN NASIONAL
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2004-2009 kebijakan
prioritas pembangunan kesehatan tahun 2007 adalah: (1) Peningkatan aksesibilitas,
pemerataan, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan terutama bagi
masyarakat miskin; (2) Pencegahan dan pemberantasan penyakit terutama penyakit
menular dan wabah termasuk penanganan terpadu flu burung; (3) Penanganan masalah
gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil, bayi dan anak balita; (4) Peningkatan dan
pengawasan obat, makanan dan keamanan. Prioritas tersebut didukung oleh promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, peningkatan lingkungan sehat, peningkatan
sumber daya kesehatan, peningkatan obat dan perbekalan kesehatan, pengembangan
obat asli Indonesia, pengembangan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan,
serta penelitian dan pengembangan kesehatan. Perhatian khusus diberikan pada
pelayanan kesehatan bagi penduduk di daerah tertinggal, dan perbatasan, dan daerah
bencana.
b. KEBIJAKAN DEPARTEMEN
Dalam rangka mewujudkan Visi “Masyarakat Yang Mandiri Dalam Hidup sehat“,
maka misi Departemen Kesehatan adalah “Membuat Rakyat Sehat“ dengan menganut
dan menjunjung tinggi nilai-nilai: (1) berpihak pada rakyat; (2) bertindak cepat dan
tepat; (3) kerjasama tim; (4) integritas yang tinggi; dan (5) transparan dan
akuntabilitas.
Untuk tercapainya tujuan dan sasaran penyelenggaraan pembangunan kesehatan
dilaksanakan berdasarkan pada kebijakan sebagai berikut :
1. Penggalangan Kemitraan Lintas Sektor
Untuk mengoptimalisasikan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan diperlukan
kerja sama lintas sektor yang dapat menghasilkan kesepakatan/komitmen politik
tentang setiap pembangunan selalu berorientasi pada pembangunan berwawasan
kesehatan, dan menempatkan prioritas pada pemecahan masalah kesehatan sebagai
dampak pembangunan maupun pendukung percepatan pembangunan sumberdaya
manusia yang berkualitas. Untuk itu upaya advokasi dan sosialisasi masalahmasalah dan upaya pembangunan kesehatan kepada sektor lain perlu dilakukan
secara intensif dan berkesinambungan. Kerjasama lintas sektor harus dilakukan
sejak perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengendalian sampai pada
pengawasan dan penilaiannya.
2. Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas
Dalam era demokrasi dan perkembangan masyarakat yang lebih cerdas dan
tanggap, tuntutan atas pelaksanaan tugas yang transparan dan dapat dipertanggunggugatkan (akuntabel) terus meningkat. Dengan demikian agar tercapai
5
Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan yang berpihak pada rakyat maka harus
dilaksanakan secara transparan dan dapat dipertanggung-jawabkan dan
dipertanggung-gugatkan kepada publik. Untuk mewujudkan hal tersebut maka
upaya pengawasan terus ditingkatkan intensitas dan kualitasnya melalui
peningkatkan capacity building pengawasan termasuk pemantapan system dan
prosedur pengawasan. Pelaksanaan pengawasan tersebut dilaksanakan secara
komprehensif dan berbasis kinerja.
3. Peningkatan Kemampuan Daerah
Peningkatan surveilans dan monitoring dilaksanakan dengan meningkatkan peran
aktif masyarakat dalam pelaporan masalah kesehatan di wilayahnya. Setiap
kejadian penyakit terlaporkan secara cepat kepada kepala desa/lurah untuk
kemudian diteruskan ke instansi kesehatan terdekat. Dalam keadaan darurat
kesehatan dilakukan pengerahan anggaran dan tenaga pelaksana pada saat
investigasi, pencegahan dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) dan
Bencana yang dilaksanakan secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan
dampak kesehatan masyarakat.. Di samping itu dikembangkan dan ditingkatkan
pula sistem peringatan dini (early warning system) dan penunjang kedaruratan
kesehatan, serta melaksanakan ”National-Pandemic Preparedness Plan”. Sistem
informasi kesehatan pada semua tingkatan administrasi pemerintahan juga perlu
diperbaiki dan dimantapkan serta berdasrkan evidence based. Disamping itu perlu
upaya peningkatan pengendalian dan pengawasan ketersediaan farmasi, makanan
dan perbekalan kesehatan yang memenuhi syarat serta terkendalinya pencemaran
lingkungan.
4. Pemberdayaan Masyarakat dan Swasta
Dalam era reformasi, masyarakat harus dapat berperan aktif dalam pembangunan
kesehatan, yang dimulai sejak penyusunan berbagai kebijakan pembangunan
kesehatan. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan mendorong masyarakat
agar mampu secara mandiri menjamin terpenuhinya kebutuhan kesehatan dan
kesinambungan pelayanan kesehatan. Dalam pemberdayaan masyarakat perlu terus
dikembangkan upaya kesehatan berbasis masyarakat, melalui pembentukan ”Desa
Siaga” diharapkan peningkatan peran serta masyarakat secara mandiri menuju
terwujudnya Desa Sehat. Dalam pengembangan desa siaga harus melibatkan LSM
utamanya, PKK, organisasi keagamaan, dan sektor swasta. Salah satu keberhasilan
desa siaga adalah dikembangkan dan beroperasinya Upaya Kesehatan Bersumber
Masyarakat (UKBM) yang mampu memberikan pelayanan secara komprehensif
promotif, preventif, keluarga berencana, perawatan kehamilan dan persalinan, gizi,
dan penanganan kedaruratan kesehatan
5. Pengembangan Sumberdaya Kesehatan
Dalam penggalian dana guna menjamin ketersediaan sumberdaya pembiayaan
kesehatan, Departemen Kesehatan melakukan advokasi dan sosialisasi kepada
semua penyandang dana, baik pemerintah (pusat dan daerah) maupun masyarakat
termasuk swasta. Secara bertahap pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah
dapat diupayakan sebesar 15 % dari APBN dan APBD. Dalam upaya pengelolaan
sumberdaya pembiayaan yang efektif dan efisien, khususnya dalam pemeliharaan
kesehatan masyarakat, dikembangkan sistem jaminan kesehatan sosial, yang
6
dimulai dengan asuransi kesehatan penduduk miskin (Askeskin). Fasilitas
kesehatan pemerintah, diupayakan dapat mengelola hasil pendapatan dari
pelayanan kesehatan, guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
6. Pelaksanaan Upaya Kesehatan
Sesuai dengan paradigma sehat, harus memberikan pengutamaan pada upaya
kesehatan masyarakat yang dipadukan secara serasi dan seimbang dengan upaya
kesehatan perorangan. Memberikan jaminan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan gratis untuk keluarga miskin dimanapun berada di wilayah Negara
Indonesia. Upaya kesehatan dasar dan rujukan terutama diprioritaskan pada setiap
bayi bayi, anak dan kelompok masyarakat risiko tinggi. Dengan demikian maka
setiap Puskesmas dan jaringannya dapat menjangkau dan dijangkau seluruh
masyarakat di wilayah kerjanya terutama di daerah perbatasan, terpencil dan
tertinggal. Seiring dengan itu perlu ditingkatkan pelayanan kesehatan di setiap
rumah sakit, puskesmas dan jaringannya yang memenuhi standar mutu yang
ditetapkan. Sejalan dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, harus
dilakukan pula peningkatan jumlah dan kualitas sumberdaya manusia kesehatan,
yang terdistribusi sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan di setiap desa.
Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, perlu ditunjang dengan
ketersediaan di setiap desa cukup obat essential dan alat kesehatan dasar,
administrasi kesehatan dan peraturan perundang-undangan yang memadai, serta
penelitian dan pengembangan kesehatan.
Program Prioritas:
 Pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi
dan edukasi (KIE);
 Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat, (seperti pos pelayanan
terpadu, pondok bersalin desa, dan usaha kesehatan sekolah) dan generasi
muda;
 Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar terutama bagi masyarakat
miskin;
 Pengembangan wilayah sehat;
 Pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskesmas jaringannya;

Pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas dan
jaringannya;
 Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III rumah sakit;
 Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan;
 Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko;
 Peningkatan imunisasi;
 Peningkatan surveillance epidemiologi dan penanggulangan wabah;
 Peningkatan pendidikan gizi;
7
 Penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan
akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi
mikro lainnya;
 Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan;
 Peningkatan keterampilan dan profesionalisme tenaga kesehatan melalui
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan;
 Peningkatan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan;
 Peningkatan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan;
 Pengkajian dan penyusunan kebijakan;
 Pengembangan sistem perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan
pengendalian, pengawasan dan penyempurnaan administrasi keuangan, serta
hukum kesehatan;
 Pengembangan sistem informasi kesehatan;
 Penelitian dan pengembangan;
 Pengembangan tenaga peneliti, sarana dan prasarana penelitian.
8
Download