Didik Suprijono – Ka. Seksi kebakaran Hutan dan Lahan

advertisement
Studi ke Africa Selatan
Pencegahan, Kesiagaan dan Respon Terhadap Karhutla
GIZ dan UNOPS/GAMBUT baru-baru ini memfasilitasi kunjungan lapangan bagi stakeholder terkait isu
karhutla ke KwaZulu-Natal dan Mpumalanga Afrika Selatan, 20-28 Agustus 2016. Peserta dari
Sumatera Selatan adalah Achmad Taufik (Kepala UPTD Kebakaran Dinas Kehutanan Palembang dan
Didik Suprijono (Kepala Seksi Kebakaran Hutan dan Lahan Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan
Kebakaran Hutan dan Lahan Wilayah Sumatera). Keseluruhan peserta berjumlah 19 orang yang
berasal dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Restorasi Gambut (BRG),
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementrian Politik dan HAM, pejabat daerah terkait
Provinsi Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah, CCROM IPB, UNOPS, dan GIZ.
Foto 1. Pelatihan Regu pemadam kebakaran (Kishugu Training) di Nelspruit
Kegiatan ini dilatar belakangi oleh kejadian kebakaran hutan dan lahan yang kerap melanda Indonesia
terutama di lahan gambut Sumatera dan Kalimantan. Kebakaran yang terjadi telah berpengaruh
secara signifikan terhadap hilangnya keanekaragaman hayati dan perubahan penggunaan lahan (land
use change). Belum terhitung lagi dampak kesehatan dan sumber emisi gas rumah kaca (green house
gas emission) yang ditimbulkan setiap tahunnya.
Persoalan utama yang merupakan tantangan bagi Indonesia terkait pengelolaan karhutla adalah
lemahnya koordinasi dan tumpang tindih tanggung jawab antar pemangku kepentingan, kurangnya
kesadaran masyarakat dan perusahaan terhadap resiko karhutla, lemahnya penegakan hukum,
ketidakjelasan sistem komando dalam mencegah dan merespon karhutla, pengembangan sumber
daya manusia, dan kurangnya perlengkapan yang memadai.
Foto 2. Foto bersama peserta studi banding dari Indonesia dengan tim regu Pemadam Kebakaran (RPK),
Nelspruit
Sedangkan di Afrika Selatan, karhutla merupakan fenomena alam yang terjadi setiap tahun selama
musim panas dan membuat ekosistem Afrika Selatan menjadi fire adapted. Artinya bahwa daerah
tersebut memang terbakar secara reguler untuk menjaga kesinambungan siklus lingkungan. Namun
demikian, api tersebut harus dikontrol dan berada dalam pengawasan agar tetap sesuai dengan
tataguna lahan, dan tidak mengancam keselamatan masyarakat, rumah tempat tinggal, dan sumbersumber penghidupan. Untuk tujuan tersebut, Afrika Selatan mengembangkan sebuah sistem
pengelolaan kebakaran yang terintegrasi secara profesional atau Working on Fire (WoF) program.
WoF adalah program yang didanai oleh
pemerintah setempat untuk merekrut dan
melatih masyarakat lokal baik perempuan
maupun laki-laki yang berusia muda.
Beberapa pembelajaran yang bisa diambil
dari model kegiatan WoF di Afrika Selatan
adalah : (a) rekomendasi untuk sistem
rekrutmen dan pelatihan pemadam
kebakaran, (b) kombinasi dengan upaya
pembangunan sosial, (c) mekanisme
pendanaan, (d) kegiatan penyadartahuan
masyarakat dengan melibatkan pemuda
lokal. Program WoF telah membawa dampak
yang cukup signifikan bagi para crew-nya.
Program ini menjawab persoalan ekonomi
yang melanda individu negara ini, sekaligus
membantu menyelamatkan lingkungan dari
ancaman kebakaran hutan dan lahan.
Foto 3. Salah satu satwa di Taman Nasional Kruger
Berikut ini adalah testimoni dari salah seorang pemuda lokal yang bekerja di WoF sebagai pemadam
kebakaran.
“Semua ini berawal pada tanggal 24 Januari 2011, ketika seorang teman saya tiba di depan pintu
rumah saya pada sore hari dan menyampaikan kepada saya bahwa ada lowongan pekerjaan lowongan
tersebut untuk bekerja di working on fire. Sebelumnya, saya memutuskan hari saya berusaha mencari
pekerjaan.
Saya sesegera mungkin menyusun dan menyiapkan daftar riwayat hidup,serta hal lain yang di perlukan
untuk melamar pekerjaan dan bergegas untuk berangkat ke Ficksburg Showground dimana
penerimaan pegawai dilakukan, saya tidak tau apa yang diharapkan pada saat itu. Ketika saya tiba
disana, saya melihat banyak sekali kalangan pemuda yang datang dan hal itu terjadi karena memang
faktanya negara kami sedang menghadapi tingkat penganguran yang sangat tinggi,Sehingga saya
katakan pada diri saya .” ini adalah Kesempatan saya, takdir saya dan juga nasib saya …”
Saya telah menyelesaikan tes kebugaran dan hasilnya mengesakan, lalu saya pergi untuk melakukan
wawancara dan ternyata memang itu murni nasib saya. Setelah diterima dalam program tersebut,
saya bekerja sebagai petugas pemadam kebakaran selama satu tahun dan pada tahun 2011 melalui
kerja keras dan tekad kuat,saya di promosikan sebagai Type 2 Crew Leader
Latar belakang hidup saya dapat didefinisikan dalam dua kata yaitu : seseorang yang berlatar belakang
kesulitan ekonomi namun setelah bergabung dengan program tersebut kondisi hidup saya berubah.
Dengan gaji yang saya terima dari bekerja di Working On Fire, saya dapat melakukan hal sebagai
berikut : (a) menghentikan kelaparan ketika ia datang menghampiri, (b) membeli Furinture untuk
orang tua saya, (c) memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM), (d) mampu membeli mobil saya sendiri
Saya telah berubah dari “bukan siapa siapa “ menjadi “seseorang “ saat ini. Saya beranjak dari dunia
keputusasaan ke dunia yang penuh harapan dimana saya hanya akan mendengar kabar gembira. Saat
ini, pada hari ini, saya telah menyelesaikan program Type l Crew Leader dan saya bersemangat untuk
melihat masa depan saya terus berlanjut di Working On Fire”.
------------------Kontak :
Ahmad Taufik - Ka. UPTD Kebakaran Dishut Sumsel ([email protected])
Didik Suprijono – Ka. Seksi kebakaran Hutan dan Lahan ([email protected])
Nyimas Wardah ([email protected])
Download