JURNAL ISKI Linda Islami

advertisement
EFEKTIFITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN
TINGKAT KEPUASAN KERJA KARYAWAN
Oleh :
Linda Islami
Dosen Program Studi Public Relations Universitas Budi Luhur Jakarta
[email protected]
Abstract
The research objective was to determine the relationship between interpersonal
communication leadership-employee, fellow employees job satisfaction level of employees in
University Budi Luhur Jakarta. Collecting data this study used questionnaires. The
questionnaire had 57 items questionnaire consisting of 24 items covering interpersonal
communication questionnaire leadership-employee, 23 grains for interpersonal
communications employees. 10-point questionnaire for variable job satisfaction. With using
random sampling, sample number as many as 127 employees. The data analysis technique
used is regression analysis includes descriptive analysis and correlation analysis.
Calculation of data using SPSS calculations. Test results from interpersonal communication
to employees obtained koefien leader correlation (r) = 0.665, while the interpersonal
communication between employees and employees correlation coefficient (r) of 0.476. It can
be seen that the correlation coefficient for interpersonal communication with the employees'
leadership on job satisfaction is higher compared with the coefficient of correlation exists
between employees and employees.
Key words : Efektivitas, komunikasi interpersonal, karyawan
Pendahuluan
Karyawan memiliki kebutuhan dan keinginan informasi untuk mengetahui tugastugasnya dan mengerti seluruh tujuan dan strategi perusahaan. Keterbukaan dan kejujuran
kebijakan komunikasi harus dibangun oleh pimpinan dan harus diterima oleh setiap bawahan.
Komunikasi dari manajemen-karyawan, karyawan ke manajemen harus jujur dan dibangun
pada kepercayaan jika digunakan untuk membangun semangat kerja, produktivitas dan
kemajuan perusahaan.
Komunikasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan dan produktivitas karyawan.
Komunikasi yang efektif tergantung dari hubungan karyawan yang memuaskan
yang
dibangun berdasarkan kepercayaan atau suasana perusahaan yang positif. Komunikasi
karyawan termasuk dalam komunikasi organisasi, dilakukan perusahaan kepada karyawan.
Komunikasi karyawan memiliki tiga wujud, yang pertama adalah komunikasi ke bawah (
downward communication) yaitu dari pimpinan perusahaan kepada para karyawan, yang
kedua adalah komunikasi ke atas ( up ward communication) yakni komunikasi dari karyawan
ke pihak manajemen dan yang ketiga komunikasi sejajar (sideways communication), yakni
komunikasi yang berlangsung antara sesama karyawan di dalam suatu organisasi
(Jefkins;1995;172)
Hubungan atasan dan bawahan merupakan jantung pengelolaan yang efektif. Agar
hubungan ini berhasil harus ada kepercayaan dan keterbukaan antara atasan dan bawahan
(Muhamad;2001;172). Ukuran manajemen komunikasi interpersonal yang efektif tergantung
pada informasi yang disampaikan serta kualitas hubungan yang dibangun. Komunikasi
karyawan yang efektif akan memberikan kontribusi terhadap kerja karyawan, perbaikan kerja
hasil karya karyawan dan tujuan perusahaan.
Perlu dipahami oleh perusahaan bahwa hubungan antara sesama karyawan atau
sesama anggota di sebuah organisasi atau perusahaan lebih berfokus pada aspek-aspek
manusiawi, sehingga hal tersebut tidak sepenuhnya sama dengan hubungan-hubungan
industri (Industrial relations). Hubungan industri lebih menekankan pada besar kecilnya upah
dan berbagai kondisi atau fasilitas kerja. Tetapi diantara keduanya terdapat hubungan yang
erat, mengingat hubungan industri juga sangat dipengaruhi oleh efektif tidaknya komunikasi
di kalangan karyawan maupun antar karyawan dengan pihak manajemen
Universitas Budi Luhur sebagai institusi pendidikan yang telah lama berdiri dan
memiliki karyawan yang cukup banyak dan menganggap komunikasi didalam perusahaan
khususnya
yang menyangkut komunikasi antara pimpinan dan karyawan maupun
komunikasi antar karyawan merupakan faktor penting dalam menciptakan suatu organisasi
yang efektif. Universitas Budi Luhur karyawannya terdiri dari berbagai latar belakang tingkat
pendidikan, budaya maupun status sosial yang berbeda yang dapat memungkinkan timbulnya
kondisi-kondisi yang tidak diharapkan seperti munculnya kecemburuan sosial, hambatan
komunikasi, ketidakpuasan terhadap pendapatan, kesempatan untuk berkarir, fasilitasfasilitas, kurangnya komunikasi terbuka dari pihak pimpinan terhadap karyawan .
Berdasarkan latar belakng permasalahan yang ada maka dirumuskan maslah
penelitian sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara efektifitas komunikasi interpersonal
(mencakup keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, kesetaraan) dengan
kepuasan kerja karyawan Universitas Budi Luhur?
Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan efektifitas
komunikasi interpersonal dengan kepuasan kerja karyawan di Universitas Budi Luhur
Jakarta.
Tinjauan Pustaka
Komunikasi interpersonal dapat diartikan pertukaran makna antar orang-orang yang
saling berkomunikasi.(Sendjaya;1999;41). Pengertian proses mengacu pada perubahan dan
tindakan (action) yang berlangsung terus-menerus. Diantara pihak-pihak yang berkomunikasi
diharapkan terjadi perubahan sikap, pendapat dan perilaku. Komunikasi interpersonal
merupakan tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Makna, sesuatu
yang dipertukarkan dalam proses tersebut adalah kesamaan pemahaman diantara orang-orang
yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.
Dalam komunikasi interpersonal terjadi komunikasi konvergen. Komunikasi
konvergen merupakan proses mencipta dan saling berbagi informasi mengenai realita
diantara dua partisipan komunikasi atau lebih agar dapat dicapai saling pengertian dan
kesepakatan makna (meaning) antara satu dengan yang lain. Komunikasi yang terjadi antara
A & B melibatkan realitas fisik maupun realitas psikologis dalam menanggapi sebuah
informasi.
Masing-masing
pihak
akan
melakukan
perceiving
(penerapan),
lalu
menginterprestasikan informasi tersebut sehingga terjadi pemahaman (understanding) dan
selanjutnya timbul keyakinan (believing) yang menimbulkan action atau tindakan. Adanya
kesamaan tindakan A&B akan menghasilkan tindakan yang kolektif. Selanjutnya terjadi
kesepakatan bersama sehingga terjadi kesamaan pengertian yang menimbulkan realitas social
A&B. Bersifat konvergen karena masing-masing peserta komunikasi menuju kesatu titik
yaitu kearah satu pengertian dan makna yang saling mendekati (Rogers, Kincaid, 1981;62).
De Vito mengatakan bahwa komunikasi tidak terjadi secara linier atau satu arah
melainkan berkesinambungan. Akan terjadi pergantian peran dan fungsi dari sumber dan
penerima. Setelah pesan sampai ke penerima, maka penerima akan memberikan tanggapan
atau umpan balik. Umpan balik yang disampaikan kepada orang yang semula menjadi
sumber pesan, menempatkan orang yang semula pada posisi penerima pesan menjadi sumber.
Dalam komunikasi interpersonal, komunikasi tidak terjadi secara linier tetapi terjadi secara
berkesinambungan. Model komunikasi interpersonal dengan elemen-elemen yang bersifat
universa (De Vito,1989: 5)
Dalam komunikasi interpersonal terdapat istilah mengacu pada kemampuan untuk
berkomunikasi secara efektif (Spitzberg dan Cubach;1989). Kompetensi mencakup hal-hal
seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan
(content) dan bentuk pesan komunikasi. Istilah kompetensi juga berhubungan dengan
kemampuan berbahasa dan juga kemampuan mengenai peraturan-peraturan untuk interaksi
komunikasi. Proses komunikasi antara atasan dengan bawahan di dalam organisasi
menyangkut kemampuan berbahasa baik verbal maupun non verbal. Pengetahuan tentang tata
cara perilaku dan interaksi non verbal menyangkut: kapan berbicara dan kapan harus diam,
pantas atau tidaknya sentuhan, kedekatan fisik, volume suara, raut wajah, bahasa tubuh.
Selain itu, kompetensi juga berkaitan dengan kemampuan individu untuk menumbuhkan
kondisi adanya keterbukaan, empati, kepositifan, dukungan dan kesamaan. Makin tinggi
kompetensi perbendaharaan kata makin banyak cara yang dimiliki untuk mengungkapkan
diri.
Menurut De Vito efektivitas komunikasi interpersonal dalam pandangan Humanistic
mengandung unsur-unsur :
a. Keterbukaan : Sikap terbuka (open-mindedness) sangat besar pengaruhnya dalam
menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Pimpinan organisasi seyogyanya dapat
memfasilitasi kondisi munculnya keterbukaan. Kondisi keterbukaan dapat diwujudkan bila
pimpinan maupun karyawan dapat berinteraksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.
Terjadi komunikasi secara tatap muka penting untuk mengubah sikap , pendapat dan perilaku
seseorang. Pimpinan perlu bersikap tanggap terhadap apa yang disampaikan oleh karyawan
agar komunikasi dapat berhasil. Keterbukaan mengisyaratkan pimpinan bersedia menerima
kritik-kritik dan saran yang disampaikan karyawan. Dengan sikap bersedia menerima kritik
dan saran, berarti pimpinan dapat mengakui perasaan dan pikiran yang dilontarkan oleh
individu, dalam hal ini karyawan.
Menurut pendapat Djalaludin Rakhmat yang dikutip dari pendapat Brooks dan
Emmert (1977), karakteristik sikap terbuka adalah sebagai berikut: (a) menilai pesan secara
obyektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika;(b) membedakan dengan mudah,
melihat suasana;(c) berorientasi pada isi;(d) mencari informasi dari berbagai sumber;(e) lebih
bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya;(f) mencari pengertian pesan
yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya. (Rakhmat;200;136).
Sikap terbuka akan berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang
efektif. Lawan dari sikap terbuka adalah dogmatisme. Dogmatisme ditandai adanya sikap
tertutup.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keterbukaan berpengaruh dalam
komunikasi interpersonal yang efektif. Keterbukaan dapat diwujudkan melalui sikap yang
jujur dan membuka diri dalam berinteraksi serta dapat mengakui bahwa perasaan dan pikiran
yang dilontarkan merupakan milik pribadi, sehingga masing-masing pihak yang
berkomunikasi dapat bertanggung jawab atas komunikasi yang dilakukan. Dalam komunikasi
interpersonal menurut De Vito yang dikutip (Jourard,1968,1971a,1971b) terdapat Self
Disclosure atau pengungkapan diri , jenis komunikasi dimana kita mengungkapkan
mengungkapkan informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan.
Pengungkapan diri adalah informasi tentang diri sendiri, tentang pikiran, perasaan dan
perilaku seseorang . Agar pengungkapan diri terjadi maka komunikasi harus melibatkan
orang lain, informasi harus diterima dan dimengerti oleh orang lain. Salah satu manfaat
pengungkapan diri adalah kita mendapatkan perspektif baru tentang diri sendiri dan
pemahaman yang lebih mendalam mengenai perilaku diri sendiri.
b. Empati; Dalam komunikasi antara pimpinan dengan karyawan, maupun sesama
karyawan perlu ditumbuhkan sikap empati. Kondisi empati dapat terwujud bila pimpinan
bersedia memberikan perhatian kepada karyawan dan dapat mengetahui apa yang sedang
dialami oleh karyawan dan empati bisa terwujud hanya bila karyawan dapat menciptakan
saling kerjasama, dapat menyelesaikan konflik secara damai serta menghindari evaluasi,
kritik terhadap rekan kerja berdasar pandangan atau pendapat pribadi.
Empati merupakan “kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang
dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain melalui kaca mata
oranglain. Berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya’.(De
Vito;1997;260). Sedangkan menurut Bennet empati
adalah “partisipasi emosional dan
intelektual secara imajinatif pada pengalaman orang lain.(Bennet;1972).
Langkah utama dalam mencapai empati menurut C.B. Truax (1961) yang dikutip oleh
De Vito adalah (a) menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsir dan
mengkritik.Bukan karena reaksi ini “salah”,melainkan semata-mata karena reaksi-reaksi
seperti ini
sering kali menghambat pemahaman. (b) kedua , makin banyak mengenal
seseorang keinginannya, pengalamannya, kemampuannya makin kita mampu melihat apa
yang dilihat orang itu dan merasakan seperti apa yang dirasakannya;(c) merasakan apa yang
sedang dirasakan orang lain dari sudut pandangnya.
Empati dapat diungkapkan baik secara verbal maupun non verbal. Secara non verbal,
kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan,(1) keterlibatan aktif dengan
orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai;(2) konsentrasi terpusat melalui
kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, kedekatan fisik serta ;(3) sentuhan atau
belaian yang sepantasnya. Sedangkan Jerry Authier dan Kay Gustafson (1982) menyarankan
beberapa metode yang berguna untuk mengkomunikasikan empati secara verbal, yaitu : (a)
merefleksi balik kepada pembicara perasaan (intensitasnya) yang menurut anda sedang
dialaminya. Ini membantu dalam memeriksa ketepatan persepsi dan menunjukkan
pemahaman; (b) membuat pernyataan tentative dan bukan mengajukan pertanyaan; (c)
pertanyakan pesan yang berbaur, pesan yang komponen verbal dan non verbalnya saling
berhubungan (d) lakukan pengungkapan diri yang berkaitan dengan peristiwa dan perasaan
orang itu untuk mengkomunikasikan pengertian dan pemahaman terhadap apa yang dialami
orang itu.
Empati harus dilihat secara transaksional. Proses ini meliputi dua tahap utama (1)
pengempati yang prospektif harus mampu membedakan secara tepat bahwa cara-cara
bermotivasi dan bersikap setiap individu akan berbeda dengan individu lainnya. (2)
pembedaan secara tepat harus diikuti oleh perilaku yang diinginkan atau bermanfaat bagi
mereka yang menjadi obyek dari suatu prediksi. Proses transaksional empati melibatkan
empat unsur yaitu rangsangan(drive),isyarat (cue),reaksi( respone) dan imbalan (reward).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berempati dalam
komunikasi interpersonal akan sangat menentukan keberhasilan komunikasi itu sendiri.
Empati juga penting untuk menumbuhkan sikap percaya pada diri sendiri.
c. Sikap mendukung
Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang
tidak mendukung. Sikap suportif merupakan sikap mengurangi sikap defensive. Sikap
defensive muncul bila individu tidak dapat menerima, tidak jujur dan tidak empatis.
Dalam komunikasi interpersonal antara pimpinan dengan karyawan maupun sesama
karyawan, sikap mendukung berperan dalam menumbuhkan motivasi dan kegairahan kerja
karyawan. Sikap mendukung dapat terwujud dalam organisasi, bila pimpinan bersedia
menghargai ide-ide atau pendapat karyawan dan memberikan perhatian yang sungguhsungguh ketika berkomunikasi dengan karyawan. Sikap mendukung dapat diperlihatkan
dengan bersifat deskriptif bukan evaluatif, spontan dan bukan strategik, dan provisional dan
bukan sangat yakin. Deskriptif diartikan bahwa diantara pimpinan dengan karyawan, maupun
sesama karyawan dapat menyampaikan perasaan dan persepsi tanpa menilai.
Deskriptif, suasana yang bersifat deskriptif dan bukan evaluatif membantu terciptanya
sikap mendukung. Gaya spontan membantu menciptakan suasana mendukung. Orang yang
spontan dalam komunikasinya dan terus terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannya
biasanya bereaksi dengan cara yang sama, terus terang dan terbuka. Bertindak secara
provisional, pikiran terbuka dan kesadaran penuh serta ada kesediaan untuk mengubah sikap
dan pendapat akan mendorong sikap mendukung. ( De Vito;1997;262).
Jack R. Gibb menyebutkan enam perilaku yang menimbulkan perilaku suportif
(1961;10-15) antara lain : (1) Deskriptif artinya penyampaian dan persepsi dari seseorang
tanpa menilai seseorang.(2) Orientasi masalah berarti tidak mendiktekan pemecahan tetapi
mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana
mencapainya. (3) Spontanitas berarti sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang
terpendam. (4) Empati berarti dapat menempatkan diri kita pada posisi orang lain, ikut serta
secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. (5) Persamaan adalah sikap
memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. (6) Provisionalisme adalah
kesediaan seseorang untuk meninjau kembali pendapatnya, untuk mengakui bahwa pendapat
manusia adalah tempat kesalahan; karena itu wajar kalau suatu saat pendapat dan keyakinan
bisa berubah.
d. Sikap positif
Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek komunikasi antar pribadi. Pertama
antar pribadi terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Orang
yang merasa positif terhdap diri sendiri mengisyaratkan perasaan ini kepada orang lain, yang
selanjutnya akan merefleksikan perasaan positif ini. Kedua, perasaan positif untuk situasi
komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif.
Sikap positif dapat dijelaskan lebih jauh dengan istilah strolog( dorongan) . Dorongan
adalah istilah yang berasal dari kosakata umum, yang dipandang sangat penting dalam
analisis transaksional dan dalam interaksi antar manusia secara umum. Dorongan positif
umumnya berbentuk pujian atau penghargaan, dan terdiri atas perilaku yang biasanya kita
harapkan dan kita banggakan. Dorongan positif akan mendukung citra pribadi dan membuat
merasa lebih baik.
e. Kesetaraan (Equality )
Kesetaraan adalah suatu keinginan yang secara eksplisit diungkapkan untuk bekerja
sama memecahkan masalah tertentu. Secara umum, permintaan (khususnya yang bernada
ramah) mengkomunikasikan kesetaraan. Komunikasi antar pribadi akan lebih efektif bila
suasananya setara. Artinya harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak
sama-sama bernilai dan berharga dan masing-masing pihak memiliki sesuatu yang penting
untuk disumbangkan, kesetaraan tidak mengharuskan untuk menerima dan menyetujui begitu
saja semua perilaku verbal dan non verbal pihak lain. Kesetaraan berarti menerima pihak lain,
atau menurut istilah Carl Roger kesetaraan meminta kita untuk memberikan penghargaan
positif tak bersyarat kepada orang lain. ( De Vito;1999;24).
Kesetaraan atau persamaan juga dapat diartikan sikap memperlakukan orang lain
secara horizontal dan demokratis. Dalam sikap persamaan, tidak mempertegas perbedaan.
Status boleh berbeda tetapi komunikasi tidak vertical. Dalam persamaan setiap pihak yang
terlibat dalam kegiatan komunikasi tidak saling menggurui, tetapi berbincang pada tingkat
yang sama. Dengan adanya persamaan pihak yang terlibat dalam komunikasi juga dapat
saling menghargai dan menghormati perbedaan dan keyakinan. (Rakhmat;2000;135).
Kesetaraan dapat terwujud bila didukung oleh adanya kerja sama pimpinan dan karyawan
dalam memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi di dalam pekerjaan mereka. Pimpinan
bersedia meminta tanggapan atau saran dari karyawan. Pimpinan dan karyawan menyadari
bahwa mereka sama-sama berharga dan bernilai. Pimpinan dapat memandang bahwa konflik
yang terjadi adalah sebagai sarana untuk memahami perbedaan dan bukan untuk saling
menjatuhkan.
Sementara itu, keterbukaan dan kejujuran kebijakan komunikasi harus dibangun oleh
manajemen puncak dan harus diterima oleh setiap karyawan. Seperti sebuah kebijakan
komunikasi terbuka yang membentuk kepercayaan tidak hanya membangun semangat kerja
tetapi juga menumbuhkan aliran informasi yang vital.
Komunikasi karyawan adalah
komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan kepada karyawannya. Komunikasi karyawan
memiliki tiga wujud yaitu komunikasi ke bawah (downward communication) , komunikasi ke
atas
(up ward communication) dan komunikasi sejajar (sideways communications).
(Jefkins;1995;172)
Hipotesis Penelitian
Dari uraian teori-teori diatas maka diduga ada hubungan yang signifikan antara
efiktifitas komunikasi interpersonal dengan kepuasan kerja karyawan di universitas Budi
Luhur.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan berupaya mengambarkan
hubungan komunikasi interpersonal dengan kepuasan kerja. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode survey penelitian. Dimana data dikumpulkan dengan studi pustaka,
kuesioner, dan mengumpulkan. Menurut Nazir (1988:65), ”metode survei adalah
penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan
mencari keterangan-keterangan secara faktual baik institusi sosial, ekonomi atau politik dari
suatu kelompok ataupun daerah”.
Operasionalisasi Variabel
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam latar belakang penelitian, bahwa variabelvariabel yang diteliti adalah sebagai berikut :
Variabel independen penelitian ini terdiri dari (1) variabel komunikasi interpersonal
pimpinan–karyawan dalam hubungannya dengan kepuasan kerja; (2) variabel komunikasi
interpersonal antara sesama karyawan dalam hubungannya dengan kepuasan kerja.
Variabel komunikasi interpersonal pimpinan-karyawan ( X1 )
Komunikasi interpersonal pimpinan karyawan, diukur dengan menggunakan indikator
sebagai berikut: keterbukaan, empati, sikap positif, Sikap mendukung dan kesetaraan.
Variabel Komunikasi interpersonal karyawan - karyawan ( X2 )
Komunikasi interpersonal karyawan –karyawan diukur dengan menggunakan
indikator sebagai berikut :
Variabel kepuasan Kerja ( Y)
Kepuasan kerja : merupakan respon seseorang (sebagai pengaruh) terhadap berbagai
macam lingkungan kerja yang dihadapi ( Coleman;1982) variabel ini memiliki sembilan
indikator yaitu :
1. Adanya saling percaya dan komunikasi antara atasan dan bawahan
2. Karyawan merasa puas dengan imbalan yang diterima, berupa uang atau gaji
3. Karyawan merasa ada semangat, kerjasama dan loyalitas terhadap pekerjaan
4. Adanya kelancaran komunikasi vertical dan horisontal dalam lingkungan kerja
5. Adanya usaha individu untuk mencapai tujuan yang direncanakan perusahaan
6. Perusahaan dan bagian-bagiannya bekerja dengan baik dan konflik yang terjadi selalu
diselesaikan dengan acuan perusahaan
7. Karyawan merasa bangga dan puas dengan jabatan dan pekerjaan yang diberikan
perusahaan
8. Antara karyawan dalam perusahaan ada suasana akrab, terbuka dan menyenangkan
9. Disiplin yang tinggi dari karyawan dalam melakukan pekerjaan
Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2002:57).
Sedangkan sampel merupakan bagian dari sebuah populasi yang mempunyai kuantitas
dan karakteristik yang dapat mewakili populasi tersebut.
Populasi yang digunakan dalam peneletian ini adalah pimpinan dan karyawan
Universitas Budi Luhur yang berjumlah 300 orang.
Teknik Pengambilan Sampel
Sejalan dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu Hubungan
antara Komunikasi Interpersonal dengan tingkat Kepuasan Kerja Karyawan maka
pengambilan sampel dalam penelitian ini memakai teknik Random Sampling.
Arikunto (1996:107) mengemukakan bahwa untuk sekedar ancer-ancer apabila subjek
kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan populasi.
Selanjutnya jika subjeknya besar, dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih.
Menurut Surakhmad (1994:100) menyarankan, apabila ukuran populasi sebanyak
kurang atau sama dengan dengan 100, pengambilan sampel sekurang-kurangnya 50% dari
ukuran populasi. Apabila ukuran populasi sama dengan atau lebih dari 1000, ukuran sampel
diharapkan sekurang-kurangnya 15% dari ukuran populasi.
Karena jumlah populasi yang akan diteliti karyawan Universitas Budi Luhur
berjumlah 300 orang, terletak diantara populasi 100 orang dan 1000 orang, maka penentuan
jumlah sampel dapat dirumuskan (Surakhmad,1994:100) sebagai berikut :
S  15% 
1000  N
(50%  15%)
1000  100
Dimana :
S = Jumlah sampel yang akan diambil
N = jumlah populasi yang ada, N = 300
Sehingga
S  15% 
 15% 
1000  300
(50%  15%)
1000  100
700
(35%)
900
 15%  0,778(35%)  15%  27,23%  42,23%
Jadi jumlah sampel sebesar 300 x 42,23% = 126,69 dibulatkan menjadi
responden.
Temuan dan Analisa Data
Distribusi Responden
Dalam penelitian thesis ini mengambil sample sebanyak 127 responden.
127
60.0%
50.0%
Percent
40.0%
30.0%
57.48%
42.52%
20.0%
10.0%
0.0%
Pria
Wanita
sex
Gambar 1 - Jenis Kelamin Responden
Dilihat berdasarkan jenis kelamin responden terdiri dari pria sebanyak 73 orang
(57,48 %) dan wanita sebanyak 54 orang (42,52%).
50.0%
Percent
40.0%
30.0%
46.46%
20.0%
29.92%
23.62%
10.0%
0.0%
SMA
D3
S1
didik
Gambar 2 - Pendidikan Responden
Dilihat dari segi pendidikan responden yang berpendidikan SMA sebanyak 59 orang
(46,40%), D3 sebanyak 30 orang (23,62%) dan S1 sebanyak 38 orang (29,92%).
40.0%
Percent
30.0%
20.0%
37.01%
34.65%
10.0%
15.75%
12.6%
0.0%
< 5 th
6 - 10 th
11 - 15 th
> 15 th
masa
Gambar 3 - Masa Kerja Responden
Dilihat dari masa kerja responden yang mempunyai masa kerja kurang dari 5 tahun
sebanyak 16 orang (12,6 %), masa kerja 6 – 10 tahun sebanyak 44 orang (34,65%), masa
kerja 11-15 tahun sebanyak 47 orang (37,01%) dan lebih dari 15 tahun sebanyak 20 orang
(15,75 %).
Deskripsi Data Variabel
Berdasarkan jawaban dari responden untuk variabel komunikasi interpersonal antara
pimpinan dan karyawan.
70.0%
60.0%
Percent
50.0%
40.0%
68.5%
30.0%
20.0%
30.71%
10.0%
0.79%
0.0%
Sangat Tidak Memuaskan
Tidak Memuaskan
Cukup Memuaskan
p1
Gambar 4 - Pimpinan Bersikap Terus Terang Dan Terbuka
Variabel keterbukaan yang mengenai pertanyaan pimpinan bersikap terus terang dan
terbuka, sebagian besar responden menjawab sangat tidak memuaskan sebanyak 30,71 %,
tidak memuaskan 68,5%, cukup memuaskan 0,79 %.
70.0%
60.0%
Percent
50.0%
40.0%
63.78%
30.0%
20.0%
29.13%
10.0%
7.09%
0.0%
Sangat Tidak Memuaskan
Tidak Memuaskan
Cukup Memuaskan
p2
Gambar – 5 Kesediaan Pimpinan Berkomunikasi Tatap Muka
Sedangkan pertanyaan mengenai kesediaan pimpinan berkomunikasi tatap muka ,
responden menjawab sangat tidak memuaskan 29,13 % , tidak memuaskan 63,78 % , cukup
memuaskan 7,09 % .
70.0%
60.0%
Percent
50.0%
40.0%
60.63%
30.0%
20.0%
25.98%
10.0%
13.39%
0.0%
Sangat Tidak Memuaskan
Tidak Memuaskan
Cukup Memuaskan
p3
Gambar 6 - Pimpinan Bersedia Menerima Kritik
Pertanyaan yang mengenai pimpinan bersedia menerima kritik responden menjawab
sangat tidak memuaskan 25,98 %, tidak memuaskan 60,63 % , cukup memuaskan 13,39 % .
70.0%
60.0%
Percent
50.0%
40.0%
62.2%
30.0%
20.0%
30.71%
10.0%
6.3%
0.79%
0.0%
Sangat Tidak
Memuaskan
Tidak Memuaskan
Cukup Memuaskan
Memuaskan
p4
Gambar 7 - Pimpinan Kurang Menerima Ide-Ide Dari Karyawan
Pertanyaan mengenai pimpinan kurang menerima ide-ide dari karyawan , responden
yang menjawab sangat tidak memuaskan 6,3 % , tidak memuaskan 30,71 %, cukup
memuaskan 62,2 % , memuaskan 0,79 % .
Untuk variabel
empati, pertanyaan yang mengenai pimpinan kurang memberi
perhatian terhadap karyawan sebagian besar responden menjawab tidak memuaskan 21,26 %,
cukup memuaskan 78,74%.
80.0%
Percent
60.0%
40.0%
78.74%
20.0%
21.26%
0.0%
Tidak Memuaskan
Cukup Memuaskan
p8
Gambar 8 - Mengenai Pimpinan Kurang Memberi Perhatian Terhadap Karyawan
Pertanyaan pimpinan menghindari evaluasi, kritik, terhadap karyawan jawaban
responden cukup memuaskan sebanyak 74,02%, memuaskan 25,98%.
80.0%
Percent
60.0%
40.0%
74.02%
20.0%
25.98%
0.0%
Cukup Memuaskan
Memuaskan
p9
Gambar 9 - Pimpinan Menghindari Evaluasi, Kritik, Terhadap Karyawan
50.0%
Percent
40.0%
30.0%
44.88%
20.0%
30.71%
24.41%
10.0%
0.0%
Tidak Memuaskan
Cukup Memuaskan
Memuaskan
p11
Gambar 10 - Pimpinan Memberikan Tanggapan Mengenai Tanggapan Yang
Berkenaan Dengan Pekerjaan
Pertanyaan pimpinan memberikan tanggapan mengenai tanggapan yang berkenaan
dengan pekerjaan, responden yang menjawab tidak memuaskan 30,71% , cukup memuaskan
24,41%, memuaskan 44,88%.
Variabel sikap mendukung, pertanyaan pimpinan menghargai ide atau pendapat yang
masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan dari karyawan responden yang menjawab
cukup memuaskan sebanyak 81,1%, memuaskan 18,9%.
100.0%
Percent
80.0%
60.0%
40.0%
81.1%
20.0%
18.9%
0.0%
Cukup Memuaskan
Memuaskan
p13
Gambar 11 - Pimpinan Menghargai Ide/Pendapat Yang Masuk Akal Dan Dapat
Dipertanggungjawabkan Dari Karyawan
60.0%
50.0%
Percent
40.0%
30.0%
59.84%
40.16%
20.0%
10.0%
0.0%
Cukup Memuaskan
Memuaskan
p14
Gambar 12 - Pimpinan Memberikan Perhatian Yang Sungguh-Sungguh Ketika
Berkomunikasi Dengan Karyawan
Pertanyaan
pimpinan
memberikan
perhatian
yang
sungguh-sungguh
ketika
berkomunikasi dengan karyawan responden yang menjawab cukup memuaskan 59,8% ,
memuaskan 40,2 %.
60.0%
50.0%
Percent
40.0%
30.0%
55.91%
44.09%
20.0%
10.0%
0.0%
Cukup Memuaskan
Memuaskan
p15
Gambar 13 - Pimpinan Selalu Memberikan Kesempatan Kepada Karyawan Untuk
Memberikan Pendapatnya Ketika Berkomunikasi
Pertanyaan pimpinan selalu memberikan kesempatan kepada karyawan untuk
memberikan pendapatnya ketika berkomunikasi responden yang menjawab cukup
memuaskan 55,9%, memuaskan 44,1%.
80.0%
Percent
60.0%
40.0%
77.17%
20.0%
22.83%
0.0%
Cukup Memuaskan
Memuaskan
p16
Gambar 14 - Pimpinan Bersedia Berpikiran Terbuka Serta Bersedia Mendengarkan
Pandangan Yang Berbeda Dari Karyawan
Pertanyaan pimpinan bersedia berpikiran terbuka serta bersedia mendengarkan
pandangan yang berbeda dari karyawan responden yang menjawab cukup memuaskan 77,2%
, yang menjawab memuaskan hanya 22,8 %.
Variabel sikap positif , pertanyaan tentang rekan kerja bersedia berpikiran terbuka
serta bersedia mendengarkan pandangan yang berbeda , sebagian responden menjawab cukup
memuaskan 83,5 %, memuaskan 16,5 %.
100.0%
Percent
80.0%
60.0%
40.0%
83.46%
20.0%
16.54%
0.0%
Cukup Memuaskan
Memuaskan
p41
Gambar 15 - Rekan Kerja Bersedia Berpikiran Terbuka Serta Bersedia Mendengarkan
Pandangan Yang Berbeda
60.0%
50.0%
Percent
40.0%
30.0%
57.48%
42.52%
20.0%
10.0%
0.0%
Cukup Memuaskan
Memuaskan
p42
Gambar 16 - Rekan Kerja Memberikan Pujian Dan Perhatian Atas Prestasi Yang
Anda Capai
Pertanyaan rekan kerja memberikan pujian dan perhatian atas prestasi yang anda
capai, responden yang menjawab cukup memuaskan 57,48%, memuaskan 42,52%.
Korelasi Komunikasi Pimpinan & Karyawan ( X1) dengan Kepuasan Kerja (Y)
Keterbukaan (X1a)
Nilai korelasi antara Keterbukaan dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap
Kepuasan Kerja sebesar 0,616 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang cukup
kuat dan positif antara tingkat Keterbukaan dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan
terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Keterbukaan dalam Komunikasi Pimpinan &
Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik).
Empati (X1b)
Nilai korelasi antara Empati dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap
Kepuasan Kerja sebesar 0,595 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang cukup
kuat dan positif antara tingkat Empati dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap
Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Empati dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan naik
maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik).
Sikap Mendukung (X1c)
Nilai korelasi antara Sikap Mendukung dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan
terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,777 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan
yang kuat dan positif antara tingkat Sikap Mendukung dalam Komunikasi Pimpinan &
Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Sikap Mendukung dalam
Komunikasi Pimpinan & Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik).
Sikap Positif (X1d)
Nilai korelasi anatara Sikap Positif dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan
terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,424 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan
yang cukup kuat dan positif antara tingkat Sikap Positif dalam Komunikasi Pimpinan &
Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Sikap Positif dalam Komunikasi
Pimpinan & Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik).
Kesetaraan (X1e)
Nilai korelasi antara Kesetaraan dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap
Kepuasan Kerja sebesar 0,390 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang lemah
dan positif antara tingkat Kesetaraan dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap
Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Kesetaraan dalam Komunikasi Pimpinan & Karyawan
naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik).
Sedangkan total nilai koefisien korelasi antara Komunikasi Pimpinan & Karyawan
terhadap Kepuasan Kerja sebesar 0,665 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan
yang cukup kuat dan positif antara tingkat Komunikasi Pimpinan & Karyawan terhadap
Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Komunikasi Pimpinan & Karyawan naik maka tingkat
Kepuasan Kerja juga akan naik).
Hubungan Komunikasi Antar Karyawan (X2) dengan Kepuasan Kerja (Y)
Keterbukaan (X2a)
Nilai korelasi antara Keterbukaan
dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap
Kepuasan Kerja sebesar 0,402 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang cukup
kuat dan positif antara tingkat Keterbukaan dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap
Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Keterbukaan dalam Komunikasi Antar Karyawan naik
maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik).
Empati (X2b)
Nilai korelasi antara Empati dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan
Kerja sebesar 0,185 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang sangat lemah dan
positif antara tingkat Empati dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja
(artinya jika tingkat Empati dalam Komunikasi Antar Karyawan naik maka tingkat Kepuasan
Kerja juga akan naik).
Sikap Mendukung (X2c)
Nilai korelasi antara Sikap Mendukung dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap
Kepuasan Kerja sebesar 0,067 (untuk level 5%) menunjukkan hubungan yang sangat lemah
dan positif antara tingkat Sikap Mendukung dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap
Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Sikap Mendukung dalam Komunikasi Antar Karyawan
naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik).
Sikap Positif (X2d)
Nilai korelasi antara Sikap Positif dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap
Kepuasan Kerja sebesar 0,742 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang kuat
dan positif antara tingkat Sikap Positif dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap
Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Sikap Positif dalam Komunikasi Antar Karyawan naik
maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik).
Kesetaraan (x2e)
Nilai korelasi antara Kesetaraan dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap
Kepuasan Kerja sebesar 0,052 (untuk level 5%) menunjukkan adanya hubungan yang cukup
kuat dan positif antara tingkat Kesetaraan dalam Komunikasi Antar Karyawan terhadap
Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat Kesetaraan dalam Komunikasi Antar Karyawan naik
maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik).
Nilai korelasi antara Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja sebesar
0,476 (untuk level 5%), menunjukkan adanya hubungan yang cukup kuat dan positif antara
tingkat Komunikasi Antar Karyawan terhadap Kepuasan Kerja (artinya jika tingkat
Komunikasi Antar Karyawan naik maka tingkat Kepuasan Kerja juga akan naik).
Uji Regresi Linier
Dengan menggunakan uji regresi berganda stepwise untuk mengetahui pengaruh
komunikasi interpersonal pimpinan & karyawan dan komunikasi interpersonal antar
karyawan terhadap kepuasan kerja di Universitas Budi Luhur, diperoleh model sebagai
berikut :
Tabel 1
Model Regresi berganda
Coeffi cientsa
Model
1
(Const ant)
Komunikas i
Pimpinan&Kary awan
(Const ant)
Komunikas i
Pimpinan&Kary awan
Komunikas i Antar
Karyawan
2
Unstandardized
Coeffic ient s
St d.
B
Error
1.601
.176
St andardiz ed
Coeffic ient s
Beta
.665
Collinearity
St atist ics
t
9.113
Sig.
.000
Tolerance
VIF
9.942
.000
1.000
1.0
2.501
.014
.584
.059
.629
.252
.508
.056
.578
9.092
.000
.926
1.1
.372
.074
.319
5.026
.000
.926
1.1
a. Dependent Variable: Kepuasan Kerja
Model 1
Kepuasan Kerja = 1,601 + 0,584 Kom.Pimp.&Kary
Model 2
Kepuasan Kerja = 0,629 + 0,508 Kom.Pimp.&Kary + 0,372 Kom.Antr.Kary
Tabel 2
Koefisien Determinasi
Model Summaryc
Model
1
2
R
.665a
.732b
Adjusted
R Square
.437
.529
R Square
.442
.536
Std. Error of
the Estimate
.20548
.18804
DurbinWatson
1.391
a. Predictors: (Constant), Komunikasi Pimpinan&Karyawan
b. Predictors: (Constant), Komunikasi Pimpinan&Karyawan, Komunikasi
Antar Karyawan
c. Dependent Variable: Kepuas an Kerja
a
Va riables Entered/Re moved
Model
1
2
Variables
Entered
Komunikas i
Pimpinan&
Karyawan
Komunikas i
Antar Kary awan
Variables
Removed
Method
.
St epwise (Criteria: Probability-of-F-t o-enter < = .050,
Probability -of-F-to-remove > = .100).
.
St epwise (Criteria: Probability-of-F-t o-enter < = .050,
Probability -of-F-to-remove > = .100).
a. Dependent Variable: Kepuasan Kerja
Dengan memeperhatikan nilai koefisien determinasinya, maka Model 2 lebih baik
daripada Model 1. Hal ini disebabkan Model 2 mempunyai nilai koefisien determinasi
sebesar 0,536 (53,6%) tingkat Kepuasan Kerja Karyawan dapat dijelaskan oleh variabel
Komunikasi Antar Karyawan dan Variabel Komunikasi Pimpinan & Karyawan sedangkan
sisanya sebesar 46,4% tingkat Kepuasan Kerja Karyawan dijelaskan oleh faktor/variabel lain
yang tak dibahas dalam tesis ini) sedangkan pada Model 1 hanya mempunyai nilai koefisien
determinasi sebesar 0,442 (44,2% tingkat Kepuasan Kerja Karyawan dapat dijelaskan oleh
variabel Komunikasi Antar Karyawan dan Variabel Komunikasi Pimpinan & Karyawan
sedangkan sisanya sebesar 55,8% tingkat Kepuasan Kerja Karyawan dijelaskan oleh
faktor/variabel lain yang tak dibahas dalam tesis ini).
Pada Model 1, faktor utama yang mempengaruhi Kepuasan Kerja adalah Komunikasi
Pimpinan & Karyawan, karena variabel ini mempunyai nilai koefisien beta sebesar 0,584.
Sedangkan pada Model 2, faktor utama yang mempengaruhi Kepuasan Kerja adalah
Komunikasi Pimpinan & Karyawan, karena variabel ini mempunyai nilai koefisien beta
sebesar 0,508, kemudian disusul oleh variabel Komunikasi Antar Karyawan yang hanya
mempunyai nilai koefisien beta sebesar 0,372.
Nilai koefisien Durbin-Watson sebesar 1,391
menunjukkan tidak adanya kasus
autokorelasi dalam model regresi.
Pembahasan
Hasil pengujian terhadap penelitian tesis ini, menunjukkan bahwa ada hubungan yang
kuat dan positif antara komunikasi interpersonal dengan kepuasan kerja karyawan di
Universitas Budi Luhur.
Hasil pengujian dari komunikasi interpersonal pimpinan dengan karyawan diperoleh
koefien korelasi (r) = 0,665, sedangkan komunikasi interpersonal antara karyawan dengan
karyawan diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,476. Hal ini dapat dilihat bahwa koefisien
korelasi untuk komunikasi interpersonal pimpinan dengan karyawan terhadap kepuasan kerja
lebih tinggi dibanding dengan koefisien korelasi yang terjadi antara karyawan dengan
karyawan.
Faktor –faktor yang menyebabkan hubungan komunikasi interpersonal karyawan
dengan karyawan terhadap kepuasan kerja lebih rendah dibanding dengan pimpinan dengan
karyawan adalah kurangnya empati dan sikap mendukung antara karyawan dengan karyawan
dalam berkomunikasi.
Rendahnya hubungan sikap mendukung antara karyawan dengan karyawan
disebabkan oleh karyawan kurang mendapat bantuan dari rekan kerjanya bila mendapat
persoalan, ide atau pendapat karyawan kurang dihargai dan tidak didukung sesama karyawan,
sedangkan untuk faktor empati disebabkan oleh karyawan tidak dapat bekerja sama dengan
rekannya, sesama karyawan tidak berusaha menyelesaikan konflik secara damai, karyawan
tidak mengenal rekan kerjanya.
Dalam berkomunikasi sesama karyawan perlu ditumbuhkan sikap empati, kondisi
empati akan terwujud bila pimpinan atau karyawan bersedia memberikan perhatian dan dapat
mengetahui apa yang sedang dialaminya oleh karyawan lainnya, didalam penelitian tesis ini
dapat disimpulkan bahwa empati sesama karyawan sangat rendah dikarenakan karyawan
tidak ingin mengetahui persoalan apa yang sedang dialami rekan kejanya.
Menurut pendapat ahli C.B. Truak (1961) langkah utama dalam mencapai empati
adalah menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsir dan mengkritik, dalam
penelitian tesis ini karyawan di Universitas Budi Luhur antar sesama karyawan tidak ingin
mengkritik atau tidak mau dikritik untuk masalah pekerjaan ataupun masalah diluar
pekerjaannya juga antar sesama karyawan tidak saling percaya, sedangkan kemampuan
empati dalam komunikasi interpersonal akan sangat menentukan keberhasilan komunikasi itu
sendiri dan empati juga penting untuk menumbuhkan sikap percaya pada diri sendiri.
Dalam komunikasi interpersonal antara pimpinan dan karyawan atau sesama
karyawan sikap mendukung berperan dalam menumbuhkan motivasi dan kegairahan kerja
karyawan. Suasana yang bersifat deskriptif dan bukan evaluatif membantu terciptanya sikap
mendukung. Hubungan antara sesama karyawan di Universitas Budi Luhur sikap mendukung
sesama karyawan sangat rendah dikarenakan suasana di lingkungan Universitas Budi Luhur
tidak selalu kondusif , kadang terjadi persaingan diantara sesama karyawan untuk
mendapatkan kenaikan promosi jabatan, dikarenakan posisi yang ditawarkan dilingkungan
Universitas Budi Luhur tidak banyak, sedangkan jumlah karyawan lebih banyak, sehingga
menimbulkan persaingan diantara karyawan untuk meningkatkan kinerjanya agar
mendapatkan posisi tersebut. Kondisi seperti ini yang membuat diantara karyawan tidak
saling mendukung. Menurut teori Jack R.Gibb menyebutkan enam perilaku yang
menimbulkan perilaku suportif (1961;10-15) antara lain : (1) Deskriptif artinya penyampaian
dan persepsi dari seseorang tanpa menilai seseorang. (2) Orientasi masalah berarti tidak
mendiktekan pemecahan tetapi mengajak orang lain bersama-sama untuk memutuskan
bagaimana mencapainya. (3) Spontanitas berarti sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti
motif yang terpendam. (4) Empati berarti dapat menempatkan diri kita pada posisi orang lain,
ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. (5) Persamaan
adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. (6)
Provisionalisme adalah kesediaan seseorang untuk meninjau kembali pendapatnya, untuk
mengakui bahwa pendapat manusia adalah tempat kesalahan, karena itu wajar kalau suatu
saat pendapat dan keyakinan bisa berubah. Dari teori tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa sikap mendukung tidak bisa diterapkan dalam hubungan antar karyawan di lingkungan
Universitas Budi Luhur. Hal ini lebih karena faktor subjektif dan adanya hubungan keluarga
yang sengaja diciptakan untuk membuat persaingan diantara karyawan. Bila persaingan yang
sehat diantara karyawan bertujuan untuk meningkatkan prestasi kerja, apabila persaingan
untuk saling menjatuhkan sesama karyawan dapat menyebabkan menurunkan kegairahan
kerja diantara karyawan karena tidak adanya sikap saling mendukung.
Kesimpulan
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa korelasi tingkat keterbukaan, empati,
sikap mendukung, sikap positif, kesetaraan hubungan antara komunikasi interpersonal
dengan kepuasan kerja pimpinan-karyawan ,mempunyai hubungan yang kuat dan positif.
Dari kelima variabel komunikasi yang paling dominan atau yang paling signifikan adalah
variabel sikap mendukung antara pimpinan terhadap karyawan. Sikap mendukung pimpinan
kepada karyawan inilah yang dianggap paling memotivasi setiap karyawan untuk
berkembang, sehingga motivasi karyawan akan meningkat
Daftar Pustaka
Alexis Tan ,1981, Mars Communication Theories and Research. Giri Publishing,Ohio
Brent D.Rubben.1992. Communication and Human Behavior. Eangle Wood Cliff Prentice
Hall, New Jersey
De Vito,Joseph.1997 .Komunikasi Antar Manusia. edisi kelima.Alih Bahasa, Agus
Maulana,Professional Books, Jakarta
Effendi, Onong Uchayana,1984, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Penerbit PT.Remaja
Rosdakarya, Bandung
Jefkins, Frans, 1995,Public Relations.Edisi keempat.Alih Bahasa Haris Munandar, Penerbit
Erlangga, Jakarta
Muhammad Arbni,2001, Komunikasi Organisasi, Penerbit PT.Bumi Aksara,Jakarta
Mulyana , Deddy.2000.Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar . Penerbit PT. Remaja Rosdakarya
, Bandung
Pace, R.Wayne and Faules ,Don F.1993. Organization Communication Published by Allyn &
Bacon
Rakmat, Jalaludin.1986.Psikologi Komunikasi .Penerbit remaja Karya CV,Bandung
Singarimbun,Masri 1989.Metode Penelitian Survey . Penerbit LP3ES , Jakarta
Santoso, Singgih.2001.SPSS Statistik. Penerbit PT. Elek Media Komputindo, Jakarta
Tubs,Steward L and Mass, Sylia 2001, Human Communication,Alih Bahasa Deddy
Mulyana.Penerbit PT.Remaja Rosdakarya, Bandung
Download