PENGALAMAN AMBULASI DINI PASIEN POST OPERASI

advertisement
PENGALAMAN AMBULASI DINI
PASIEN POST OPERASI APENDIKTOMI PERFORASI
(STUDI FENOMENOLOGI)
THE EXPERIENCE OF EARLY AMBULATION ON PATIENTS WITH
POSTOPERATIVE APPENDECTOMY PERFORATION (PHENOMENOLOGY
STUDY)
Kardiatun Tutur1, Rosa Maria Elsye2, Khoiriyati Azizah3
1. Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2. Bagian Magister Managemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta
3. Bagian Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Korespondensi:
Kardiatun Tutur, Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan, Gang Ceria V, Pontianak, Kalimantan
Barat. Email: [email protected]
Latar belakang: Pasien post operasi apendiktomi membatasi mobilisasi dini
dikarenakan rasa takut atau cemas luka jahitan terbuka dan rasa nyeri. Ambulasi
dini adalah ukuran paling signifikan keperawatan umum untuk mencegah
komplikasi post operasi. Faktor motivasi diri sendiri, keluarga dan tim kesehatan
sangatlah berperan untuk terwujudnya ambulasi dini sesuai standar.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan menggali dan memahami secara mendalam
tentang pengalaman ambulasi dini pada pasien post operasi apendiktomi perforasi
di RSUD Dr. Soedarso Pontianak Kalimantan Barat.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologi deskriptif,
proses pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Partisipan
penelitian ini diambil secara purposive sampling, interpretasi data menggunakan
metode Collaizi.
Hasil: Penelitian ini teridentifikasi tema: latar belakang pasien post operasi
apendiktomi perforasi melakukan ambulasi dini, perasaan pasien post operasi
apendiktomi perforasi melakukan ambulasi dini, faktor pendukung dan
penghambat pasien post operasi apendiktomi perforasi pada saat melakukan
ambulasi dini, manifestasi klinis penyembuhan dengan dilakukannya ambulasi
dini pada pasien post operasi apendiktomi perforasi, dan harapan pasien post
operasi apendiktomi perforasi selama melakukan ambulasi dini.
Kesimpulan: Penelitian ini bahwa pengalaman ambulasi dini pasien post operasi
apendiktomi perforasi sudah positif karena keinginan dan motivasi untuk cepat
sembuh serta mencegah komplikasi post operasi apendiktomi perforasi. Oleh
karena itu diperlukan informasi jelas, pendampingan, motivasi melalui peran serta
keluarga, orang disekitar, dan tim medis, serta ruangan aman nyaman selama
melakukan latihan ambulasi dini sesuai prosedur.
Kata kunci: ambulasi dini, post operasi apendiktomi perforasi
Background: The patients with postoperative appendectomy is restrict early
mobilization due to fear about open stitches of wound and pain. Early ambulation
is the most significant measure of general nursing to prevent postoperative
complications. Motivation from themselves, their families and the health care
team have a role for early ambulation according to the standard.
Objective: The aim of research was to explore and understand in depth about the
experience of early ambulation on patients with postoperative appendectomy
perforation in Dr. Soedarso Pontianak Hospital, West Borneo.
Methods: This study used qualitative methods with descriptive phenomenology.
The process of data collection is done by in-depth interviews. Participants of this
study were taken by purposive sampling and number of partisipants by 5 people.
Data have been interpreted with Collaizi method.
Results: The results of this research identified themes: background of patient
postoperative appendectomy perforation with early ambulation, belief of
postoperative appendectomy perforation patient with early ambulation,
supporting and inhibiting factors of patient with postoperative appendectomy
perforation at the time of early ambulation, the clinical manifestations of the
healing process with early ambulation on patient postoperative appendectomy
perforation, and the expectations of patient with postoperative appendectomy
perforation during early ambulation exercise.
Conclusions: The conclusion of this study was experience of early ambulation on
patient with postoperative appendectomy perforation have been positive because
of the desire and motivation to heal faster and prevent postoperative
appendectomy perforation complications. Therefore they need clear information,
guidance, motivation through the participation of the familys, the companions,
and the medical teams, as well as safe and comfortable space for early
ambulation exercise appropriate procedures.
Keywords: early ambulation, postoperative appendectomy perforation
Pendahuluan
Intervensi medis untuk apendisitis akut dan kronik perforasi adalah dengan
apendiktomi yang merupakan pengobatan melalui prosedur tindakan operasi
hanya untuk penyakit apendisitis atau penyingkiran/pengangkatan usus buntu
yang terinfeksi sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi lebih lanjut
(komplikasi) seperti peritonitis atau abses.1 Apendiksitis dengan perforasi terjadi
24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 ºC atau
lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri tekan abdomen yang kontinyu. 2 Salah
satu tindakan nonfarmakologi yang efektif dan efisien adalah ambulasi dini (early
ambulation) sesuai standar (SOP).
Ambulasi dini berfungsi untuk melatih otot, sistem saraf, tulang, maupun
sirkulasi darah sehingga diharapkan mampu mempercepat proses penyembuhan
luka apendiktomi.3 Pada umumnya pasien diberikan mobilisasi atau ambulasi dini
post operasi untuk memastikan fungsi pernapasan yang optimal, meredakan nyeri,
menghilangkan kegelisahan, menghilangkan mual dan muntah, menghilangkan
distensi abdomen, mempertahankan status nutrisi yang normal, mempertahankan
status nutrisi yang normal, meningkatkan eliminasi usus, memulihkan mobilitas,
mengurangi ansietas dan mencapai kesejahteraan psikososial, mempertahankan
perfusi jaringan yang adekuat, dan pertimbangan gerontologi.2 Waktu ambulasi
dini post operasi dapat menimbulkan kecemasan bagi pasien dan keluarga
pasien.10
Program ambulasi dini Canavarro terbukti dapat mencegah terjadinya
komplikasi post operasi sekitar 50% dalam praktek modern.9 Posisi ambulasi yang
dapat diberikan pada pasien pascaoperatif yaitu posisi telentang, posisi miring,
posisi fowler, dan ambulasi.2 Mobilisasi ditujukan pada kemampuan klien
bergerak dengan bebas.4 Pergerakan adalah proses ynag kompleks yang
membutuhkan adanya koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan sistem saraf.4
Manfaat mobilitas atau ambulasi dini adalah ukuran paling signifikan
keperawatan umum untuk mencegah komplikasi post operasi.5 Pasien post operasi
dianjurkan untuk melakukan ambulasi sesegera mungkin. Ambulasi dini
mengurangi insiden komplikasi post operasi, seperti atelektasis, pneumonia
hipostatik, ketidaknyamanan pencernaan, dan masalah peredaran darah.6
Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman-pengalaman dari tahapan pertumbuhan usia. Pengalaman atau
pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan
dalam menginterprestasikan stimulus yang kita peroleh.7 Belajar dan pengalaman
merupakan suatu proses yang dapat merubah sikap, tingkah laku dan pengetahuan
kita.8
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali dan memahami secara
mendalam pengalaman ambulasi dini pasien post operasi apendiktomi perforasi
yang meliputi latar belakang pasien post operasi apendiktomi perforasi melakukan
ambulasi dini, perasaan pasien post operasi apendiktomi perforasi melakukan
ambulasi dini, faktor pendukung dan penghambat pasien post operasi apendiktomi
perforasi pada saat melakukan ambulasi dini, manifestasi penyembuhan dengan
dilakukannya ambulasi dini pada pasien post operasi apendiktomi perforasi, dan
harapan pasien post operasi apendiktomi perforasi selama melakukan ambulasi
dini. Pemberian intervensi ambulasi dini pada pasien post operasi apendiktomi
perforasi sesuai indikasi diharapkan mampu meningkatkan proses penyembuhan
sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien.
Metode
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif jenis fenomenologi.
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien post operasi apendiktomi perforasi
sedang menjalani perawatan dan yang pernah dirawat di RSUD Dr. Soedarso
Pontianak Kalimantan Barat berjumlah 5 partisipan. Penentuan sumber data pada
penelitian ini dilakukan secara purposive sampling yang ditentukan saat peneliti
mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung (emergent sampling
design) dengan kriteria inklusi sebagai berikut: pasien yang di diagnosa medis
post operasi apendiktomi yang perforasi dan atau berisiko perforasi, pasien sedang
maupun pernah melakukan ambulasi dini selama perawatan di RSUD Dr.
Soedarso Pontianak, pasien yang bersedia untuk menjadi partisipan dalam
penelitian ini, partisipan tidak dibatasi dari segi tingkat pendidikan maupun jenis
kelamin, usia dibatasi diatas usia 20 tahun yang diharapkan informasi dapat
diperoleh secara optimal.11
Instrumen penelitian kunci yaitu peneliti sendiri sebagai pengumpul data
utama yang dibantu oleh satu orang pendamping saat pengumpulan data yang
diperoleh melalui observasi dan wawancara pada tahap grand tour question,
focused and selection, pengumpulan data, analisis dan membuat kesimpulan.12
Alat pengumpul data tambahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
notebook dan informed consent form, tape recorder atau audio recording, dan
camera. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan cara pengumpulan data yaitu
mengobservasi pada pasien post operasi apendiktomi perforasi saat melakukan
ambulasi dini saat di rawat maupun pasca rawat inap di RSUD Dr. Soedarso
Pontianak Kalimantan Barat, in-depth interview atau wawancara mendalam
dilakukan pada partisipan tentang pengalamannya melakukan ambulasi dini
selama perawatan hari kedua, ketiga dan kelima post operasi apendiktomi
perforasi
di
RSUD
Dr.
Soedarso
Pontianak
Kalimantan
Barat,
dan
mendokumentasi yang dilakukan pada saat observasi dan wawancara mendalam
antara peneliti dengan partisipan tentang pengalamannya melakukan ambulasi dini
selama perawatan post operasi apendiktomi perforasi di RSUD Dr. Soedarso
Pontianak Kalimantan Barat.
Pengalaman pasien post operasi apendiktomi perforasi merupakan aspek
sensitif bagi pasien sehingga diperlukan pertimbangan yang bersifat emic dan etik
untuk menjamin tidak adanya pelanggaran hak partisipan selama penelitian.
Beberapa prinsip etik yang diterapkan dalam penelitian ini berdasarkan Belmont
Report sebagai berikut: prinsip beneficience yaitu terutama dimensi freedom from
harm, prinsip justice (prosedur anonymity dan confidentiality), dan prinsip
menghargai martabat manusia digunakan dengan menerapkan hak self –
determination.12 Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan
meliputi credibility (validitas internal) atau keterpercayaan data hasil penelitian
kualitatif, transferability (validitas eksternal) atau uji keterpakaian atau
keteralihan hasil penelitian kualitatif, dependability (reliabilitas) atau uji
kebergantungan, confirmability (obyektivitas) atau uji kepastian penelitian melalui
triangulasi teknik yaitu peneliti melakukan pengumpulan data melalui metode
observasi, in-depth interview, dan studi dokumentasi.13
Penelitian ini menggunakan metode interpretasi data sembilan langkah
menurut Collaizi yaitu mendeskripsikan fenomena yang diteliti, mengumpulkan
deskripsi fenomena melalui pendapat partisipan, membaca seluruh deskripsi
fenomena yang telah disampaikan oleh partisipan, membaca kembali transkrip
hasil wawancara dan mengutip beberapa pernyataan yang bermakna, menguraikan
arti yang ada dalam beberapa pernyataan signifikan, mengorganisir kumpulan
makna yang terumuskan ke dalam kelompok tema, menuliskan deskripsi yang
lengkap, menemui partisipan untuk melakukan validasi deskripsi hasil analisis,
dan menggabungkan data hasil validasi ke dalam deskripsi hasil analisa.13
Hasil dan Pembahasan
Karateristik Partisipan
Tabel 1. Matriks Karakteristik Partisipan
Partisipan
Karakteristik
Usia
P1
P2
P3
P4
P5
20 tahun
26 tahun
35 tahun
20 tahun
29 tahun
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Lak-laki
Perempuan
Pendidikan
Terakhir
SMU
D II
SMA
SMU
S1
Status
Pekerjaaan
Swasta
Guru PAUD
IRT
Swasta
Swasta
Diagnosis
Medis
Apendiksitis
Apendiksitis
Apendiksitis
Apendiksitis
Apendiksitis
Ruang
Perawatan
E
K
K
C
E
Sumber Data: Primer Tahun 2013
Latar belakang pasien post operasi apendiktomi perforasi melakukan
ambulasi dini
Empat orang partisipan dalam penelitian ini memiliki pengetahuan yang
positif tentang manfaat latihan ambulasi dini post operasi apendiktomi perforasi.
Kata kunci yang diungkapkan oleh empat orang partisipan tersebut yang
mengetahui manfaat ambulasi dini post operasi apendiktomi perforasi yaitu cepat
sembuh, luka cepat sembuh, bisa flatus, dan bisa cepat beraktivitas. Sedangkan
satu orang partisipan lainnya diungkapkan yaitu tidak mengetahui manfaat
ambulasi pada post operasi apendiktomi perforasi. Namun demikian, satu orang
partisipan tersebut tetap melakukan ambulasi dini saat post operasi apendiktomi
perforasi.
Latihan ambulasi dini hari pertama memberikan pengaruhnya terhadap latar
belakang partisipan melakukan ambulasi dini post operasi apendiktomi perforasi.
Pengalaman tiga orang partisipan yaitu memulai melakukan latihan ambulasi dini
diawali dengan menggerak-gerakkan ekstremitas bawah (kaki kanan dan kiri),
selanjutnya gerakan miring kanan dan kiri, dan posisi semi fowler 30º atau 45º.
Hasil observasi pada hari pertama dan hari-hari berikutnya ditemukan bahwa dua
orang partisipan melakukan tahapan ambulasi dengan menggerak-gerakkan
ekstremitas bawah (kaki kanan dan kiri), gerakan miring kanan dan kiri, posisi
semi fowler 30º atau 45º, duduk dengan kaki menjuntai di tepi tempat tidur
(dangling), berdiri, dan berjalan dengan berpegangan tangan dengan anggota
keluarga yang mendampingi. Semua tahapan ambulasi dini tersebut dilakukan
oleh semua partisipan sesuai standar prosedur. Tiga orang partisipan memulai
melakukan latihan ambulasi dini pertama kali pada hari pertama (24 jam pertama)
post operasi apendiktomi perforasi, dan dua partisipan lainnya memulai latihan
ambulasi dini pada hari kedua perawatan post operasi apendiktomi perforasi.
Sumber informasi tentang ambulasi dini merupakan sub tema dari latar
belakang melakukan latihan ambulasi dini post operasi apendiktomi perforasi
yang terjawab dalam kategori yaitu sumber memperoleh informasi tentang
ambulasi dini, informasi tentang cara ambulasi dini, dan informasi tujuan
melakukan ambulasi dini. Berdasarkan data di atas, semua partisipan memperoleh
sumber informasi tentang ambulasi dini post operasi apendiktomi perforatif dari
dokter, perawat, orang tua, kakak dan teman. Semua partisipan memperoleh
pemahaman positif dari isi informasi tentang penatalaksanaan ambulasi dini yaitu
bila kondisi fisik partisipan baik atau tidak ada tanda-tanda kontra indikasi
ambulasi dini, maka ambulasi dini harus dilakukan secara dini/24 jam pertama
post operasi apendiktomi perforasi dan perlahan. Informasi tentang tujuan
melakukan ambulasi dini yang diperoleh semua partisipan adalah ambulasi dini
selama perawatan post operasi apendiktomi perforatif dapat mempercepat
penyembuhan luka jahitan, cepat flatus, boleh minum dan makan sedikit demi
sedikit, otot badan dan ekstremitas tidak spasme, dan mempercepat penyembuhan
selanjutnya. Adapula satu orang partisipan yang memiliki pemahaman yang
negatif bersumber dari dirinya sendiri tentang ambulasi dini yaitu ambulasi dini
dapat merusak jahitan di luka post operasi apendiktomi perforasinya, namun
partisipan tersebut melakukan ambulasi dini sesuai arahan tim medis rumah sakit
dan keluarganya.
Berdasarkan data di atas, semua partisipan dalam penelitian ini
mengungkapkan alasan melakukan latihan ambulasi dini post operasi apendiktomi
perforasi yaitu dikarenakan ingin cepat sembuh pasca operasi dan pulang ke
rumah, luka post operasi bisa cepat sembuh, bisa flatus, bisa minum, mencegah
efek samping/komplikasi bila tidak bergerak atau ambulasi dini, menghilangkan
spasme otot badan dan ekstremitas terutama bagian posterior, dan karena
pemenuhan kebutuhan personal hygiene; eliminasi ke kamar mandi dan
sebagainya jadi mengharuskan ambulasi dini. Alasan-alasan inilah yang menjadi
pendukung latar belakang latihan ambulasi dini dilakukan oleh seluruh partisipan.
Perasaan pasien post operasi apendiktomi perforasi melakukan ambulasi
dini
Semua pertisipan merasakan manifestasi klinis nyeri pada lokasi luka
jahitan sebagai respon fisiologis pertama kali melakukan ambulasi dini post
operasi apendiktomi perforasi. Berikutnya tiga orang partisipan mengalami respon
fisiologis mual dan muntah saat ambulasi dini pertama kali, pusing saat ambulasi
dini pertama kali, dua orang partisipan mengalami respon fisiologis sudah bisa
flatus saat melakukan latihan ambulasi dini pertama kali, empat partisipan
mengungkapkan belum rileks, dan lima partisipan mengungkapkan cemas atau
rasa takut sebagai respon psikologis saat melakukan ambulasi dini pertama kali
dan cemas bila tidak segera ambulasi dini.
semua pertisipan mengalami manifestasi klinis nyeri berkurang pada lokasi
luka jahitan sebagai respon fisiologis melakukan ambulasi dini pada hari
berikutnya post operasi apendiktomi perforasi. Dua orang partisipan mengalami
respon fisiologis mual berkurang dan muntah tidak terjadi saat ambulasi dini di
hari berikutnya, namun satu orang partisipan masih mengalami respon fisiologis
muntah dengan atau tanpa ambulasi dini. Respon fisiologis pusing saat ambulasi
dini berkurang bahkan hilang dirasakan oleh tiga orang partisipan pada hari
berikutnya. Semua partisipan sudah dapat flatus saat ambulasi dini di hari-hari
berikutnya. Tiga orang partisipan mengalami respon psikologis yaitu cemas atau
rasa takut berkurang dan satu partisipan mengungkapkan masih berhati-hati saat
ambulasi dini, dan lima partisipan mengalami badan sudah rileks saat ambulasi
dini, ditambahkan pula saat di observasi semua partisipan pada saat ambulasi dini
dari hari pertama sampai hari berikutnya selalu berhati-hati saat melakukan
ambulasi dini.
Faktor pendukung atau penghambat pasien post operasi apendiktomi
perforasi pada saat melakukan ambulasi dini
Semua pertisipan memperoleh dukungan dari tim medis rumah sakit,
keluarga, dan teman atau orang disekitar untuk melakukan ambulasi dini post
operasi apendiktomi perforasi. Tim medis rumah sakit memberi dukungan pada
semua partisipan berkaitan dengan pemberian informasi tentang ambulasi dini
baik untuk partisipan maupun keluarga dan memotivasi selama partisipan
melakukan ambulasi dini. Dukungan anggota keluarga pada semua partisipan
yaitu memberikan anjuran untuk ambulasi dini, memotivasi dan berperan serta
aktif membantu pelaksanaan ambulasi dini pada semua partisipan. Empat orang
partisipan mengungkapkan bahwa teman ataupun orang lain disekitarnya juga ikut
memberikan dukungannya untuk melakukan ambulasi dini. Sedangkan sumber
dan bentuk penghambat untuk ambulasi dini post operasi apendiktomi perforasi
tidak rasakan atau dialami oleh semua partisipan baik di rumah sakit maupun di
rumah.
Manifestasi klinis penyembuhan dengan dilakukannya ambulasi dini pada
pasien post operasi apendiktomi perforasi
Semua
partisipan
merasakan
atau
mengalami
manifestasi
klinis
penyembuhan dengan melakukan ambulasi dini post operasi apendiktomi
perforasi. Manifestasi klinis penyembuhan yang dirasakan oleh semua partisipan
yaitu nyeri pada area luka jahitan post operasi apendiktomi perforasi berkurang
bahkan hilang. Manifestasi klinis penyembuhan lainnya yang dirasakan oleh
partisipan adalah tiga orang partisipan mengungkapkan bahwa mual dan muntah
berkurang dan satu orang partisipan menjawab mual muntah tidak ada lagi, satu
orang partisipan menjawab pusing sudah tidak dirasakan lagi dan satu orang
partisipan
mengungkapkan
pusing
berkurang,
dua
orang
partisipan
mengungkapkan merasakan kesembuhan secara psikologis yaitu tidak merasakan
takut (tidak cemas) atau bisa santai saat bergerak, empat partisipan mengalami
badan sudah terasa nyaman atau tidak terasa spasme otot badan (merasakan
rileks), satu orang partisipan menjawab flatus sudah lancar atau seperti biasa, dan
dua orang partisipan mengungkapkan bahwa luka jahitan post operasi
apendiktomi perforasinya dalam kondisi baik atau tidak terdapat tanda-tanda
kerusakan ataupun infeksi.
Harapan pasien post operasi apendiktomi perforasi selama melakukan
ambulasi dini
Semua partisipan mempunyai harapan terhadap pelaksanaan ambulasi dini
pada post operasi apendiktomi perforasi. Diungkapkan oleh dua orang partisipan
bahwa bagi semua pasien post operasi apendiktomi perforasi termasuk partisipan
sendiri diharapkan tetap harus melakukan ambulasi dini bila tidak terjadi
kontraindikasi selama perawatan post operasi apendiktomi perforasi agar
mempercepat penyembuhan. Tiga orang partisipan lainnya mengungkapkan
harapan pada tim medis rumah sakit untuk memberikan informasi tentang
ambulasi dini secara jelas melalui media-media agar mudah dipahami partisipan
dan keluarga, dan satu partisipan mengharapkan bimbingan atau pendampingan
partisipan dan keluarga saat melakukan ambulasi dini di rumah sakit, dan apabila
memungkinkan sarana yang diperlukan selama ambulasi dini dipenuhi oleh pihak
rumah sakit seperti pegangan yang menempel di dinding sehingga memudahkan
untuk berjalan dan menjaga lantai tetap kering untuk menghindari jatuh atau
terpeleset.
Fenomena ambulasi dini pasien post operasi apendiktomi perforasi
Faktor pendukung dan
penghambat pasien post operasi
apendiktomi perforasi saat
melakukan ambulasi dini :
Harapan pasien post operasi
apendiktomi perforasi terhadap
ambulasi dini :
- Dukungan diberikan: tim
medis rumah sakit, keluarga,
dan teman atau orang lain
disekitar pasien
- Tidak ada hambatan selama
melakukan ambulasi dini


Perasaan pasien post operasi
apendiktomi perforasi melakukan
ambulasi dini:
Latar belakang pasien post
operasi apendiktomi perforasi
melakukan ambulasi dini :
- Mengetahui manfaat agar cepat
sembuh
- Memulai secara dini di hari
pertama dan hari kedua
dimulai menggerakkan
ekstremitas dan miring kanan
kiri
- Informasi diperoleh dari
dokter, perawat, keluarga,
teman dan orang lain disekitar
pasien
- Alasannya karena ingin segera
sembuh dan pulang
a. Manifestasi klinis ambulasi
dini pertama kali :
- Nyeri luka post operasi
- Ada mual dan muntah
- Ada pusing
- Belum rileks
- Ada yang sudah dan ada yng
belum bisa flatus
- Cemas (rasa takut)
b. Manifestasi klinis ambulasi
dini hari berikutnya :
- Nyeri luka post operasi
berkurang
- Mual dan muntah berkurang
- Pusing berkurang bahkan
hilang
- Sudah rileks
- Sudah bisa flatus
- Cemas berkurang

Ambulasi dini diharapkan
dapat dilakukan pada pasien
post operasi apendiktomi
perforasi untuk
mempercepat penyembuhan
Pemberian informasi yang
jelas dan menarik
Pendampingan selama
ambulasi dini
Manifestasi
klinis
penyembuhan :
-
Nyeri
luka
berkurang
Tidak mual dan
muntah
Tidak
ada
pusing
Rileks
Flatus lancar
Luka
jahitan
baik
Tidak cemas
Diskusi
Latar belakang pasien post operasi apendiktomi perforasi melakukan
ambulasi dini
Latar belakang semua partisipan melakukan ambulasi dini karena
mengetahui manfaat ambulasi dini dapat mempercepat penyembuhan post operasi
apendiktomi perforasi. Mobilisasi ditujukan pada kemampuan klien bergerak
dengan bebas. Pergerakan adalah proses yang kompleks yang membutuhkan
adanya koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan sistem saraf.14
Ambulasi dini dimulai pada hari pertama dan juga hari kedua oleh partisipan
sesuai standar prosedur ambulasi dini. Tahapan pelaksanaan ambulasi dini yang
dilakukan
oleh
partisipan
adalah
dimulai
dari
melakukan
posisi
telentang/berbaring/supine, dilanjutkan kaki digerak-gerakan, miring kanan kiri,
posisi semi fowler, duduk disamping tempat tidur (dangling), berdiri dan
selanjutnya berjalan. Hal ini terlihat sesuai dengan tahapan ambulasi dini untuk
pasien post operasi.6
Standar prosedur ambulasi dini diperoleh semua partisipan melalui tim
medis rumah sakit, keluarga dan teman atau orang disekitar. Menurut semua
partisipan ambulasi dini dilakukan karena alasan ingin segera sembuh pasca
operasi apendiktomi perforasi. Menurunkan tingkat kecemasan dan kebutuhan
psikilogi pasien post apendiktomi dapat terpenuhi dengan bantuan perhatian,
dorongan dan motivasi serta penguatan bagi pasien postoperasi apendiktomi.17
Penatalaksanaan keperawatan pra operatif meliputi pengkajian fisik umum,
informed consent, pendidikan pasien pra operatif, dan intervensi keperawatan pra
operatif. Pendidikan pasien pra operatif salah satunya adalah perubahan posisi dan
gerakan tubuh aktif dengan tujuan peningkatan pergerakan tubuh secara hati-hati
pada pasca operatif. Fungsi keperawatan intra operatif berkaitan dengan aktivitasaktivitas sirkulasi meliputi perawat sirkulasi bertugas mengatur operasi dan
melindungi keselamatan dan kebutuhan kesehatan pasien, dan aktivitas anggota
tim bedah dan kondisi di dalam ruangan operasi, dan scrub (instrumentasi).
Keperawatan pasca operatif penatalaksanaannya terdiri dari memindahkan pasien
ke unit perawatan pasca anastesi untuk melakukan pengkajian post operasi segera
dan intervensi keperawatan, pelaksanaan proses keperawatan; merawat pasien
post operasi meliputi identifikasi tanda-tanda komplikasi post operasi,
pelaksanaan program bedah ambulatori, dan perawatan insisi bedah.2
Perasaan pasien post operasi apendiktomi perforasi melakukan ambulasi
dini
Perasaan pasien post operasi apendiktomi perforasi melakukan ambulasi
dini terjawab dalam subtema yaitu manifestasi klinis ambulasi dini pertama kali
yang dilakukan pasien post operasi apendiktomi perforasi dirasakan masih banyak
keluhan seperti nyeri luka di abdomen, mual dan muntah, pusing, spasme otot
badan dan ekstremitas (belum rileks), cemas (rasa takut), dan flatus masih jarang.
Manfaat dari bedah ambulatori salah satunya adalah stres psikologis berkurang
pada pasien, infeksi yang didapat di rumah sakit dapat dicegah atau dikurangi
insidennya, dan waktu pemulihan lebih cepat.2
Ambulasi dini pada hari berikutnya partisipan merasakan perubahan dengan
penurunan manifestasi klinis dari hari pertama kali menuju perbaikan. Menurut
partisipan saat ambulasi dini pertama kali dilakukan, respon fisiologis dan
psikologis yang dirasakan masih dapat ditolerir. Perawatan pasca operasi yang
efektif didasarkan pada persiapan pra operasi yang baik. Memobilisasi pasien
setelah operasi (ambulasi dini) harus dilakukan agar dapat meminimalkan masa
rawat inap dan komplikasi seperti pembengkakan dan memar sekitar lokasi luka.17
Faktor pendukung dan penghambat pasien post operasi apendiktomi
perforasi saat melakukan ambulasi dini
Faktor pendukung dan penghambat pasien post operasi apendiktomi dalam
melakukan ambulasi dini meliputi keluarga, tim medis rumah sakit, dan teman
atau orang lain disekitar. Partisipan merasakan bahwa tidak ada faktor
penghambat dalam melakukan ambulasi dini melainkan dukungan agar partisipan
segera sembuh dari kondisi post operasi apendiktomi perforasi. Dukungan
ambulasi dini diberikan pada partisipan dalam bentuk pemberian informasi
tentang ambulasi dini dan motivasi selama melakukan ambulasi dini.
Ambulasi dini akan efektif dirasakan sebagai suatu intervensi mempercepat
penyembuhan
oleh
pasien
post
operasi
apendiktomi
perforasi
bila
dukungan/motivasi dari tim medis rumah sakit, keluarga, dan orang disekitar
pasien optimal diberikan. Memobilisasi pasien setelah operasi (ambulasi dini)
harus dilakukan dan mengajarkan pada keluarga.17 Kolaborasi diperlukan yang
baik antara masing-masing komponen seperti dokter, perawat dan fisioterapi
selama fase peri operatif untuk menghasilkan outcome yang optimal, yaitu
kesembuhan pasien secara paripurna.21
Perawat mengaku ambulasi pasien merupakan tanggung jawab sebagai
tindakan keperawatan dan disiplin lain yang berfokus pada kemandirian pasien
dan kesejahteraan psikososial yaitu berkolaborasi dengan ahli terapi fisik
(fisioterapis) dalam melaksanakan tindakan ambulasi, mengurangi risiko dan
menyesuaikan dengan ketersediaan sumber daya. Namun, perawat tidak
bertanggung jawab memberikan keputusan untuk terapi latihan ambulasi (terapi
fisik) atau medikasi sehingga pelaksanaan tindakan terapi tersebut diberikan pada
pasien sesuai ijin terapi fisik (fisioterapi), rekomendasi atau ijin dokter agar
mengurangi risiko, dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya.18
Manifestasi klinis penyembuhan dengan dilakukannya ambulasi dini pada
pasien post operasi apendiktomi perforasi
Manifestasi klinis penyembuhan dengan dilakukannya ambulasi dini pada
pasien post operasi apendiktomi perforasi adalah dirasakan oleh partisipan sebagai
suatu kesembuhan selama post operasi apendiktomi perforasi yaitu nyeri luka
jahitan berkurang, luka jahitan menutup sempurna dan tidak ada tanda-tanda
infeksi, tidak mual dan muntah, tidak pusing/sakit kepala, rileks, flatus lancar, dan
tidak cemas (tidak ada rasa takut).
Ambulasi dini mampu meningkatkan ventilasi, mengurangi stasis sekresi
bronkus di paru-paru, mengurangi nyeri, dan mengurangi distensi abdomen
pascaoperasi dengan meningkatkan stimulus gerakan peristaltik. Tromboflebitis
atau phlebothrombosis terjadi lebih jarang karena ambulasi dini mencegah stasis
darah dengan meningkatkan tingkat sirkulasi di ekstremitas.6
Mempersingkat durasi dari perawatan post operasi ileus, perlu menetapkan
rencana standar perawatan yang mendukung sebelumnya. Paling efektif standar
perawatan post operasi yang diterapkan salah satunya dengan ambulasi dini.19
Harapan pasien post operasi apendiktomi perforasi selama melakukan
ambulasi dini
Harapan pasien post operasi apendiktomi perforasi selama melakukan
ambulasi dini yaitu tim medis rumah sakit harus meningkatkan program ambulasi
dini sebagai salah satu intervensi utama dalam perawatan bagi pasien post operasi
apendiktomi perforasi. Semua partisipan di RSU Dr. Soedarso Pontianak memiliki
harapan positif selama melakukan ambulasi dini yaitu informasi yang jelas sesuai
prosedur tentang pelaksanaan ambulasi, memberikan pendampingan selama
melakukan ambulasi dini terutama pada fase awal latihan, memotivasi pasien post
operasi apendiktomi perforasi yang melakukan ambulasi dini, melibatkan peran
serta keluarga dan orang disekitar pasien dalam melakukan ambulasi dini, dan
menciptakan susana ruangan atau setting ruangan yang aman dan nyaman bagi
yang melakukan latihan ambulasi dini.
Harapan adalah persepsi individu tentang perilaku yang sesuai untuk satu
peran atau posisi yang diharapkan. Harapan merupakan keinginan seseorang
tentang peran orang lain dalam suatu kondisi. Harapan individu menentukan bagi
mereka apa yang harus dilakukan dalam berbagai keadaan.20
Perawat berperan penting dalam pemberian tindakan mobilisasi dini pada
pasien post operasi, salah satunya melalui kerja sama antara perawat dan pasien
yang terjalin dengan baik. Faktor-faktor lain yang mendukung terlaksananya
mobilisasi dini yaitu faktor pengetahuan perawat, sarana dan prasarana rumah
sakit, serta tingkat kecemasan pasien dalam melaksanakan mobilisasi dini.16
Simpulan
Latar belakang semua partisipan melakukan ambulasi dini karena
mengetahui ambulasi dini dapat mempercepat penyembuhan post operasi
apendiktomi perforasi. Ambulasi dini dimulai pada hari pertama dan juga hari
kedua oleh partisipan sesuai standar prosedur ambulasi dini yang melalui tim
medis rumah sakit, keluarga dan teman atau orang disekitar. Menurut semua
partisipan alasan melakukan ambulasi dini karena ingin segera sembuh pasca
operasi apendiktomi perforasi.
Perasaan pasien post operasi apendiktomi perforasi melakukan ambulasi
dini terjawab dalam subtema yaitu manifestasi klinis ambulasi dini pertama kali
yang dilakukan pasien post operasi apendiktomi perforasi dirasakan masih banyak
keluhan seperti nyeri luka di abdomen, mual dan muntah, pusing, spasme otot
badan dan ekstremitas (belum rileks), cemas (rasa takut), dan flatus masih jarang.
Ambulasi dini pada hari berikutnya partisipan merasakan perubahan dengan
penurunan manifestasi klinis dari hari pertama kali menuju perbaikan. Menurut
partisipan saat ambulasi dini pertama kali dilakukan, respon fisiologis dan
psikologis yang dirasakan masih dapat ditolerir. Hal tersebut menggambarkan
besarnya keinginan dan motivasi partisipan untuk cepat sembuh dan mencegah
komplikasi post operasi apendiktomi perforasi.
Faktor pendukung dan penghambat pasien post operasi apendiktomi dalam
melakukan ambulasi dini meliputi keluarga, tim medis rumah sakit, dan teman
atau orang lain disekitar. Partisipan merasakan bahwa tidak ada faktor
penghambat dalam melakukan ambulasi dini melainkan dukungan agar partisipan
segera sembuh dari kondisi post operasi apendiktomi perforasi. Dukungan
ambulasi dini diberikan pada partisipan dalam bentuk pemberian informasi
tentang ambulasi dini dan motivasi selama melakukan ambulasi dini.
Manifestasi klinis penyembuhan dengan dilakukannya ambulasi dini pada
pasien post operasi apendiktomi perforasi adalah dirasakan oleh partisipan sebagai
suatu kesembuhan selama post operasi apendiktomi perforasi yaitu nyeri luka
jahitan berkurang, luka jahitan menutup sempurna dan tidak ada tanda-tanda
infeksi, tidak mual dan muntah, tidak pusing/sakit kepala, rileks, flatus lancar, dan
tidak cemas (tidak ada rasa takut).
Harapan pasien post operasi apendiktomi perforasi selama melakukan
ambulasi dini yaitu tim medis rumah sakit harus meningkatkan program ambulasi
dini sebagai salah satu intervensi utama dalam perawatan bagi pasien post operasi
apendiktomi perforasi. Semua partisipan memiliki harapan positif selama
melakukan ambulasi dini yaitu informasi yang jelas sesuai prosedur tentang
ambulasi dini, memberikan pendampingan terutama pada fase awal latihan
ambulasi dini, memotivasi, melibatkan peran serta keluarga dan orang disekitar
pasien dalam melakukan ambulasi dini, dan menciptakan susana ruangan atau
setting ruangan yang aman dan nyaman bagi yang melakukan latihan ambulasi
dini.
Saran
1. Tenaga medis rumah sakit dapat mengimplementasikan layanan program
latihan ambulasi dini sesuai prosedur bagi pasien-pasien post operasi
apendiktomi perforasi tanpa kontraindikasi.
2. Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen tim medis rumah sakit yang
memiliki intensitas lebih banyak dengan pasien mampu mengaplikasikan
proses keperawatan yaitu pengkajian sampai evaluasi disetiap tahapan peri
operatif yang diharapkan dapat menstimulus pengetahuan dan persiapan
psikologis pasien ditahap selanjutnya khususnya tentang program ambulasi dini
pada pasien post operasi apendiktomi perforasi.
3. Tenaga medis rumah sakit agar memberikan informasi tentang manfaat
ambulasi dini bagi pasien post operasi apendiktomi dengan jelas dan
menggunakan media-media yang menarik seperti leafleat, poster, audio-visual,
dan sebagainya.
4. Tenaga medis rumah sakit dapat memberikan pendampingan dan motivasi
kepada pasien dan keluarga selama melakukan ambulasi dini di rumah sakit.
5. Membina kerjasama antara dokter, fisioterapi, perawat, dan peran serta anggota
keluarga serta orang disekitar pasien dalam melaksanakan program latihan
ambulasi dini pada pasien post operasi apendiktomi perforasi.
6. Rumah sakit agar menciptakan suasana ruangan yang aman dan nyaman guna
pelaksanaan program latihan ambulasi dini post operasi apendiktomi yang
optimal.
Daftar Pustaka
1.
Marijata. (2006). Pengantar dasar bedah klinis. FK UGM. Yogyakarta.
2.
Smeltzer, S.C. dan Brenda G.B., (2001). Buku ajar keperawatan medikalbedah Brunner & Suddarth. Volume ke-2. EGC. Jakarta.
3.
Carpenito, Lynda Juall. (2009). Diagnosis keperawatan aplikasi pada praktik
klinis. EGC. Jakarta.
4.
Potter, A.P., & Anne G.P. (2010). Fundamentals of nursing (7th ed.).
Penerjemah: Diah Nur F., Onny Tampubolon, Farah Diba. Jakarta. Salemba
Medika.
5.
Lewis,
Heitkemper,
&
Dirksen.
(2004).
Medical-surgical
nursing:
Assessment and management of clinical problems (6th ed.). St. Louis: Mosby.
6.
Brunner & Suddarth’s. (2000). Textbook of medical surgical nursing (9th ed.).
Philadelphia: Lippincott.
7.
Notoadmodjo, S. (2010b). Ilmu perilaku kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
8.
Mubarak, W.I, et. al. (2007). Promosi kesehatan: sebuah pengantar proses
belajar mengajar dalam pendidikan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
9.
Canavarro. (1946). Early postoperative ambulation. Annals of Surgery, 124
(2),180-181.
10. Fitzpatrick J.J. & Wallace M. (2006). Encyclopedia of nursing research (2nd
ed.). New York: Springer.
11. Sugiyono. (2010). Memahami penelitian kualitatif. Alfabeta. Bandung.
12. Satori, Djam’an & Aan Komariah. (2010). Metodologi penelitian kualitatif.
Alfabeta. Bandung.
13. Speziale, H.J.S. & Carpenter, D.R. (2003). Qualitative research in nursing:
advancing the humanistic imperative. (3rd ed.). Philadelphia. Lippincott.
14. Potter, A. P & Anne G. P. (2010). Fundamentals of nursing. 7th ed.
Penerjemah: Diah Nur F., Onny Tampubolon, Farah Diba. Jakarta. Salemba
Medika.
15. Luthans, F. (2006). Perilaku organisasi. Edisi ke-10. ANDI.Yogyakarta.
16. Siswati, Sri. (2011). Pengaruh masase kulit terhadap penurunan rasa nyeri
pada pasien post apendiktomi di Rindu B2 RSUP H. Adam Malik Medah
tahun 2010. Jurnal Kultura, 12 (1), 1 – 9.
17. Peate, Ian. (2008). Caring for people with appendicitis. British Journal of
Healthcare Assistants, 2 (8), 389 – 392.
18. King, B.D., and Barbara J.B. (2013). Attributing the responsibility for
ambulating patients: A qualitative study. International Journal Nurse Study,
50(9),
1240–1246
diakses
19
Oktober
2013
dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&retmo
de=ref&cmd=prlinks&id=23465958
19. Johnson, M.D., & R. Matthew Walsh (2009). Current therapies to shorten
postoperative ileus. Cleveland Clinic Journal of Medicine, 76 (11), 641-648.
20. Marlitasari, H., Basirun A.U, dan Ning I. (2010). Gambaran penatalaksanaan
mobilisasi dini oleh perawat pada pasien apendiktomi di RS PKU
Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 6 (2),
48 - 54.
21. Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif.
Jakarta: EGC.
Download