BAB II

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Sebelum membahas pendidikan agama Islam terlebih dahulu perlu
diungkapkan definisi pendidikan. Para tokoh berbeda pendapat dalam
mendefinisikan pendidikan disebabkan mereka berbeda pendapat dalam
penekanan dan tinjauan terhadap pendidikan.
Pendidikan berasal dari kata didik, lalu kata ini mendapat awalan pe dan
akhiran an sehingga menjadi pendidikan, yang artinya proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan atau proses
perbuatan, cara mendidik.1 Adapun pengertian pendidikan menurut Muhibbin
Syah, yaitu memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan
memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai
akhlak dan kecerdasan pikiran.2 Dalam bahasa inggris, education (pendidikan)
berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi peringatan (to elicit, to
1
Departemen Diknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), cet.
ke-3
2
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,( Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2002), cet. ke-7, h . 10
give rise to ) , dan mengembangkan (to evolve, to develop). Dalam pengertian
yang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses
perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.
Pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term atTarbiyah, at-Ta’dib dan at-Ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang
paling populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term attarbiyah, sedangkan term at-ta’dib dan at-ta’lim jarang sekali digunakan.
Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan
pendidikan Islam. Sedangkan menurut istilah, pendidikan Islam adalah suatu
sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena Islam mempedomani seluruh
aspek kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi.3
Dari batasan
diatas,
dapat disimpulkan bahwa pengertian tentang
pendidikan yakni, proses dimana hal itu merupakan perwujudan dari pada
aktualisasi generasi, sebab pendidikan merupakan pengalaman dan bimbingan
yang dilakukan dengan sadar oleh generasi dewasa (pendidik) kepada generasi
muda (anak didik) dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan
individu, baik jasmani maupun rohani sehingga mempunyai suatu
kepribadian.
Islam sebagai agama sekaligus sebagai sistem peradaban mengisyaratkan
pentingnya pendidikan. Isyarat ini terjelaskan dari berbagai muatan dalam
3
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam , (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), cet. ke-4, h . 10
konsep ajarannya. Salah satu diantaranya melalui pandekatan terminologis.
Secara derivative Islam itu sendiri memuat berbagai makna, salah satu
diantaranya yaitu kata sullam yang makna asalnya adalah tangga. Dalam
kaitan dengan pendidikan makna ini setara dengan makna “peningkatan
kualitas” sumber daya insani (layaknya tangga, meningkat naik).
Selain itu Islam, juga ditengarai sebagi bentukan dari kata istislam
(penyerahan diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah. Selam (keselamatan),
dan salima (kesejahteraan). Dengan demikian, secara terminologis pengertian
Islam tak dapat dilepaskan dari makna kata asal dimaksud. Bila Islam di
kaitkan dengan pendidikan, maka penyusunan rumusnya setidak-tidaknya
harus dapat mengembangkan unsur makna kata tersebut. Menafikkan
kenyataan ini akan menjadikan pendidikan Islam kurang lengkap.
Untuk jelasnya, maka konsep pendidikan menurut pandangan Islam
dirujuk dari berbagai aspek antara lain aspek keagamaan, aspek kesejahteraan,
aspek kebahasaan, aspek ruang lingkup. Dan aspek tanggung jawab.
Berdasarkan rujukan dan aspek tersebut maka konsep tentang pendidikan
dapat disusun sesuai dengan hakekat pendidikan menurut ajaran Islam. Sebab
bagaimanapun juga konsep pendidikan Islam identik dengan ajaran Islam itu
sendiri, keduanya tak mungkin dipisahkan atas dasar kenyataan ini pula,
barangkali munculnya pandangan pesimistis terhadap pendidikan Islam. Islam
dinilai tidak ada, yang ada hanyalah Islam sebagai agama wahyu yang
mengandung kebenaran yang mutlak, pandangan yang demikian tentu tak
sepenuhnya dapat dibenarkan.
Sebenarnya bila dirujuk secara tuntas ke sumber ajarannya, Islam syarat
akan nilai-nilai ajaran yang berhubungan erat dengan pendidikan. Bahkan bila
dilihat dari tujuan utama ajarannya, tergambar dengan jelas akan hubungan
itu. Untuk menjelaskan hal itu, maka konsep pendidikan Islam perlu dilihat
dari dua sudut pandang yaitu konsep pendidikan Islam secara umum (bahasa)
dan konsep pendidikan secara Khusus (istilah).4
Ada tiga istilah yang dianggap memiliki arti yang dekat dan tepat dengan
makna pendidikan. Ketiga istilah itu adalah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib yang
masing-masing
memiliki
karakteristik
makna
disamping
mempunyai
kesesuaian dalam pengertian pendidikan. Meskipun sesungguhnya terdapat
beberapa istilah lain yang memiliki makna serupa seperti kata tabyin, tadris
dan riyadhah, akan tetapi ketika istilah di atas dianggap cukup representatif
dan memang amal sering digunakan dalam rangka mempelajari makna dasar
pendidikan Islam.5
Istilah pendidikan Islam dalam konteks Islam pada umumnya mengacu
kepada term al-tarbiyah, al-ta’dib dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut
term yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term altarbiyah, sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan
4
Jalaluddin, Theologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 70-72
Muh. Shofan, Pendidikan Berparadigma Profesik Upaya Konstruktif Membongkar Dikotomi
Sistem Pendidikan Islam, (Gresik: UMG Press, 2004), hal. 38
5
padahal istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan
Islam.
Kendatipun demikian dalam hal-hal tertentu, ketiga term tersebut
memiliki perbedaan, baik secara tekstual maupun kontekstual. Untuk itu perlu
dimunculkan uraian dan analisis terhadap ketiga term pendidikan Islam
tersebut dengan beberapa argumentasi tersendiri dan beberapa pendapat para
ahli pendidikan Islam.6
a) Tarbiyah
Istilah tarbiyah
(‫ )ت رب ية‬dalam kamus Al-Munjid berasal dari kata
rabba-yurabbi-tarbiyatan yang berarti tumbuh dan berkembang.
Menurut Muhammad an-Naqulb Al-Attas sebagaimana dikutip
Munardji mengemukakan bahwa kata “tarbiyah” pada dasarnya
mengandung
arti:
mengasuh,
menanggung,
memberi
tekanan,
mengembangkan, memelihara, memebuat menjadikan bertambah dalam
pertumbuhan, membosankan, memproduksi hasil-hasil yang sudah matang
dan menjinakkan.7
Dengan merujuk pada pendapat Al-Nahlawi sebagaimana dikutip
As’ani Muhajir Al-tarbiyah itu bisa terdiri dari 4 unsur:
1) Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh.
6
Al-Rasyoidi dan Samsul Nizzar, Edisi Revisi Pendekatan historis, Teoritis dan Praktis
Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PRESS, 2005), hal. 25
7
Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bina Ilmu, 2004), hal. 2-3
2) Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacammacam.
3) Mengarahkan seluruh fitrah dan potensi ini menuju kepada kebaikan
dan kesempurnaan yang layakbaginya, dan
4) Proses pendidikan itu dilaksanakan secara bertahap.8
b) Ta’lim
Adapun at-ta’lim secara etimologis berasal dari kata kerja “allama”
yang berarti “mengajar”. Jadi makna ta’lim dapat diartikan “pengajaran”
seperti dalam bahasa arab dinyatakan tarbiyah wa ta’lim berarti
“pendidikan dan pengajaran”, sedangkan pendidikan Islam dalam bahasa
arabnya “at-tarbiyah al-Islamiyah”.
Dikemukakan juga istilah Ta’lim yang berasal dari kata ”allama”
berarti ”mengajar” (pengajaran), yaitu transfer ilmu pengetahuan. Padahal
ilmu
pengetahuan
hanyalah
sebgian
saja
dari
unsur
yang
ditransformasikan dalam pendidikan Islam. Dalam konteks lain Ta’lim
masih terbatas pada “pengenalan” belum sampai kepada “pengakuan”
sebagaimana menjadi unsur penting daalam konsep pendidikan Islam.
Pengenalan dan pengakuan merupakan dua hal penting. Pengenalan yang
benar akan membawa kepada pengakuan yang benar.
As’ani Muhajir, Meniti Jalan Penidikan Islam, (Tulungagung: P3M STAIN Kerjasama
dengan Pustaka Pelajar, 2003), hal. 375
8
Kata ta’lim menurut bahasa mempunyai asal kata dan dasar makna
sebagai berikut:
1) Berasal dari kata “allama - ya’lamu” yang berarti mengecap atau
memberi tanda.
2) Berasal dari kata dasar “allama – ya’lamu” yang berarti mengerti atau
memberi tanda.
Sejalan dengan persoalan di atas, istilah ta’lim yang juga digunakan
dalam rangka menunjuk konsep pendidikan dalam Islam punya makna:
Pertama, ta’lim adalah proses pembelajaran secara terus menerus sejak
menusia
lehir
melalui
pengembangan
fungsi-fungsi
pendengaran,
penglihatan dan hati (Q.S. An-Nahl 16-78) sampai akhir usia. Kedua,
proses ta’lim tidak saja berhenti pada pencapaian pengetahuan dalam
wilayah
(domain)
kognisi
semata,
melainkan
terus
menjangkau
psikomotor dan afeksi. Dari makna ini menggambarkan bahwa ta’lim
dalam rangka pendidikan tidak sajamenjangkau wilayah intelektual,
melainkan juga persoalan sikap moral dan perbuatan dari proses hasil
belajar yang dijalaninya. Dengan demikian makna ta’lim tidak saja
menguasai dan mengembangkan ilmu, melainkan juga mengembangkan
aspek sikap dan tindakan yang sesuai dengan pengetahuan dalam rangka
kehidupannya.9
c) Ta’dib
9
Shofan, Ilmu Pendidikan Islam..., hal. 41-43
Ta’dib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santun, tata
karma, adab, budi pekerti, akhlaq, moral dan etika. Ta’dib yang seakar
dengan adab memiliki arti pendidikan peradaban atau kebudayaan.
Artinya, orang yang berpendidikan adalah orang yang adalah orang yang
beradaban, sebaliknya, peradaban yang berkualitas dapat diraih melalui
pendidikan. Menurut Al-Naquib al-attas sebagaimana dikutip oleh mujib,
ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur
ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dan segala
sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing kea rah
pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan.
Ta’dib, dalam upaya pembentukan adab (tata karma), terbagi atas
empat macam: (1) ta’dib adab al-haqq, pendidikan tata karma spiritual
dalam kebenaran, yang memerlukan pengetahuan tentang wujud
kebenaran, yang di dalamnya segala yang ada memiliki kebenaran
tersendiri dan yang dengannya segala sesuatu diciptakan; (2) ta’dib adab
al-khidmah, pendidikan tata karma spiritual dalam pengabdian. Sebagai
seorang hamba, manusia haru mengabdi kepada sang Raja (malik) dengan
menempuh tata karma yang pantas; (3) ta’dib al-syariah, pendidikan
tatakrama spiritual tata karma dalam syariah, yang tata caranya telah
digariskan oleh Tuhan melalui wahyu. Segala pemenuhan syariah Tuhan
akan berimplikasi pada tata karma yang mulia; (4) ta’dib adab al-
shuhbah, pendidikan tata krama spiritual dalam persahabatan, berupa
saling menghormati dan berperilaku mulia diantara sesama.10
Istilah tarbiyah, ta’dib, dan ta’lim, setelah dijelaskan dapatlah diambil
suatu analisa. Jika ditinjau dari segi penekanannya terdapat titik perbedaan
satu sama lain, namun apabila ditilik dari segi unsur kandungannya, terdapat
keterkaitan kandungannya yang saling mengikat satu sama lain yakni dalam
hal memelihara dan mendidik anak.
Dalam ta’dib titik tekannya adalah pada penguasaan ilmu yang benar
dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku
yang baik.
Sedang pada at-tarbiyah, titik tekannya difokuskan pada bimbingan anak
supaya berdaya (punya potensi) dan tumbuh kelengkapan dasarnya serta dapat
berkembang secara sempurna. Yaitu pengembangan ilmu dalam diri manusia
dan pemupukan akhlak yakni pengamalan ilmu yang benar dan mendidik
pribadi.
Kalau ta’lim, titik tekannya pada penyampaian ilmun pengetahuan yang
benar, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah
kepada anak. Ta’lim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan
yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya dan pedoman perilaku yang baik.
10
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2006), hal. 20-21.
Dengan memapaskan ketiga istilah tersebut, maka terlihatlah bahwa istilah
ta’dib, tarbiyah, dan ta’lim dapat digunakan secara bersama-sama untuk
pendidikan Islam.11
Kata Islam dalam “pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan
tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, yaitu pendidikan yang
berdasarkan Islam. Jelas, pernyataan yang hendak dijawab:
“Apa pendidikan itu menurut Islam? Untuk menjawab pertanyaan ini terlebih
dahulu dibahas definisi menurut para pakar, setelah itu barulah dibahas
pendidikan itu menurut Islam. Pembahasan tentang apa pendidikan itu
menurut Islam terutama didasarkan atas keterangan Al-Qur’an dan hadis,
kadang-kadang diambil juga pendapat para pakar pendidikan Islam.
Pembahasan ini tentulah agak berbau filsafat, suatu hal yang sulit dihindari.
Pengertian pendidikan Islam ini sebetulnya sudah cukup banyak
dikemukakan oleh banyak ahli. Meskipun demikian, perlu dicermati dalam
rangka melihat relevasi rumusan, baik dalam hubungan dengan dasar makna,
maupun dalam rangka tujuan fungsi dan proses kependidikan Islam yang
dikembangkan dalam rangka menjawab permasalahan dan tantangan yang
dihadapi dalam kehidupan umat manusia sekarang dan yang akan datang.12
Sesungguhnya, bila bukan untuk kepentingan ilmu, tidaklah begitu
penting membuat pembahasan apa pendidikan itu, semua orang toh sudah
11
Ridwan Nasir, editor Adib Abdushomad, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal,
(Yogyakarta: PUSTAKA Pelajar, 2005), hal. 53-54
12
Shofan, Ilmu Pendidikan Islam …, hal. 49
tahu apa pedidikan itu. pendidikan, menurut orang awam, adalah mengajar
murid di sekolah, melatih anak hidup sehat, melatih silat, menekuni
penelitian, membawa anak ke masjid atau kegereja, melatih anak menyanyi,
bertukang dan lain-lain. Semua itu adalah pendidikan. Itu sudah mencukupi
untuk orang awam; bahkan bagi mereka “pendidikan ialah sekolah”. Akan
tetapi untuk kepentingan ilmu, dalam hal ini ilmu pendidikan, perumusan
definisi yang teliti tidak dapat dihindari.13
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani
ajaran
agama
Islam,
dibarengi
dengan
tuntutan
untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan
umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.14
Menurut Daradjad (1987: 87) sebagaimana dikutip Mulyasa:
Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan
mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam
secara menyeluruh. Lalu mengahyati tujuan, yang pada akhirnya dapat
mengenalkan serta menjadikan islam sebagai pandangan hidup.
Menurut Azizi (2002) sebagaimana dikutip Mulyasa:
Pendidikan adalah adanya proses transfer nilai, pengetahuan, dan
keterampilan dari generasi tua kepada generasi muda agar generasi
muda mampu hidup. Oleh karena itu ketika kita menyebut pendidikan
Islam, maka akan mencakup dua hal, (a) mendidik siswa untuk
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam; (b) mendidik
13
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2005), hal. 21
14
(Kurikulum PM, 3: 2002)
siswa-siswi untuk mempelajari materi ajaran Islam, subyek berupa
pengetahuan tentang ajaran Islam.
Jadi pendidikan Islam disini merupakan Usaha sadar yang dilakukan
pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didk untuk meyakini,
memahami dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.15
Syariat Islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya
diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan. Nabi telah
mengajak orang untuk beriman dan beramal serta berakhlak sesuai ajaran
Islam dengan berbagai metode dan pendekatan. Dari satu segi kita melihat,
bahwa pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap
mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri
sendiri maupun orang lainnya, pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis
saja, tetapi juga praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan
amal saleh. Oleh karena itu pendidiakan Islam adalah sekaligus pendidikan
iman dan pendidikan amal, dank arena ajaran Islam berisi ajaran Islam tentang
sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup
perorangandan bersama, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu
dan pendidikan masyarakat, semula orang yang bertugas mendidik adalah
15
E. Mulyasa, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep dan Implementasi
Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 130-132
para nabi dan rasul selanjutnya para ulama dan cerdik pendaian sebagai
penerus tugar kewajiban mereka.16
Banyak orang merancukan pengertian istilah “Pendidikan Agama Islam”
dan “Pendidikan Islam”. Kedua istilah ini dianggap sama, sehingga ketika
seseorang berbicara tentang pendidikan agama Islam justru yang dibahas di
dalamnya adalah tentang pendidikan Islam. Padahal kedua istilah itu memiliki
substansi yang berbeda.
Tafsir (2004) sebagaimana dikutip Muhaimin membedakan antara
pendidikan agama Islam (PAI) dan pendidikan Islam. PAI dibakukan sebagai
nama kegiatan mendidikkan agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran
seharusnya dinamakan “Agama Islam” karena yang diajarkan adalah agama
Islam, bukan pendidkan agama Islam.
Nama kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikan agama Islam
disebut sebagai pendidikan agama Islam. Kata “pendidikan” ini ada pada dan
mengikuti setiap mata pelajaran. Dalam hal ini PAI sejajar atau sekategori
dengan pendidikan matematika (nama mata pelajarannya adalah matematika),
pendidikan olah raga (nama mata pelajarannya adalah olah raga), pendidikan
biologi (nama mata pelajarannya adalah Biologi) dan seterusnya. Sedangkan
pendidikan Islam adalah nama sistem yaitu, system pendidikan yang Islami,
yang
16
memliki
komponen-komponen
secara
keseluruhan
mendukung
Zakiah Deradjad,dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 28
terwujudnya sosok muslim yang diideakan, pendidikan Islam adalah
pendidikan yang teori-teoriny berdasarkan Al-Qur’an dan hadis.
Menurut
Muhaimin
(2003)
sebagaimana
dikutip
dalam
buku
pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam merupakan salah satu
bagian dari pendidikan Islam. Istilah “pendidikan Islam” dapat dipahami
dalam berbagai macam perspektif, yaitu:
a) Pendidikan menurut Islam, atau pendidikan yang berdasarkan Islam,
dan/atau sistem pendidikan yang Islami, yakni pendidikan yang dipahami
dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan dari nilai-nilai
fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-qur’an
dan as-sunnah/hadis. Dalam pengertian yang pertama ini pendidikan dapat
berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang berdasarkan diri atau
dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber dasar tersebut.
b) Pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya
mendidikkan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar
menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang.
c) Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik penyelenggaraan
pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam.
Dalam arti prosesbertumbuh kembangnya Islam dan umatnya, baik
sebagai agama, ajaran amupun system budaya dan peradaban, sejak zaman
Nabi Muhammad saw. sampai sekarang. Jadi dalam pengertian yang
ketiga ini istilah “pendidikan Islam” dapat dipahami sebagai prosess
pembudayaan dan pewarisan ajaran agama, budaya dan peradaban umat
Islam dari generasi ke generasi sepanjang sejarahnya.
Sungguhpun demikian, dari beberapa definisi tersebut intinya dapat
dirumuskan sebagai berikut: pendidikan Islam merupakan system pendidikan
yang diselenggarakan atau didirikan dengan niat untuk mengejawantahkan
ajaran dan nilai-nilai Islam dalam kegiatan pendidikannya, kata niat
mengandung pengertian suatu usaha yang direncanakan dan sungguh-sungguh
yang muncul dari hati yang bersih suci karena mengharap ridho-Nya, bukan
karena interes-interes yang lain. Niat tersebut ditindak lanjuti dengan
mujahadah, yakni berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan niat
serta berusaha melakukan kebaikan atau konsisten dengan sesuatu yang
direncanakan kemudian dilakukan muhasabah, yakni melakukan control dan
evaluasi terhadap rencana yang telah dilakukan. Jika berhasil and konsisten
dengan niat atau rencana semula, maka hendaklah bersyukur, serta berniat lagi
untuk melaksanakan rencana-rencana berikutnya, sebaliknya, jika gagal atau
kurang konsisten dengan rencana semula, maka ia segera beristighfar atau
bertaubat kepada-Nya agar diberi kekuatan dan kemampuan untuk
mewujudkan niat atau rencana tersebut.17
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
Agama Islam adalah suatu proses bimbingan jasmani dan rohani yang
17
Muhaimin, Penoembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Madrasah dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 6-7
berlandaskan ajaran
Islam
dan dilakukan dengan kesadaran untuk
mengembangkan potensi anak menuju perkembangan yang maksimal,
sehingga terbentuk kepribadian yang memiliki nilai-nilai Islam.
2. Landasan dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
a) Landasan Pendidikan Agama Islam
Landasan adalah merupakan dasar pondasi tempat berpijak yang baik
dalam setiap usaha kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai
tujuan.
Fungsi dari landasan atau dari pendidikan Agama Islam tersebut
adalah seperti pondasi yang akan mengokohkan suatu bangunan.18
Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian
muslim, maka pendidikan Agama Islam memerlukan adab atau dasar yang
dijadikan landasan kerja dengan dasar ini akan memberikan arah bagi
pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini
dasar yang menjadi acuan pendidikan Agama Islam hendaknya merupakan
sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta
didik kearah pencapaian pendidikan.19
Landasan atau pondasi dalam pendidikan Agama Islam adalah terdiri
dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw yang dapat dikembangkan
dengan ijma’ qiyas, masalah-masalah saddudz dzari’ah, urf, istihsan dan
Munardji, Ilmu Pendidikan …, hal. 48
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
(Jakarta: CIPUTAT PERS, 2002), hal. 34
18
19
lainnya. Karena pendidikan menyangkut ruang lingkup muamalah. AlQr’an dan sunnah adalah dua sumber pokok dalam melakukan ijma’ pada
semua amal perbuatan dan cara-cara yang Islami.
1) Al-Qur’an
Al-qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan
oleh jibril kepada nabi Muhammad saw. Di dalamnya terkandung
ajaran-ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan
seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad.20
Di dalam Al-Qur’an mencangkup segala masalah dalam
kehidupan manusia baik mengenai peribadatan maupun yang
berhubungan dengan masalahkemasyarakatan dalam segala seginya.
Begitu pula kegiatan-kegiatan pendidikan banyak sekali mendapatkan
tuntutan yang jelas dari Al-Qur’an terutama yang berhubungan dengan
“Tazkiyah, Ta’lim dan tathhir”.
Ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan tazkiyah dan ta’lim
seperti yang dimaksudkan tadi terdapat dalam firman Allah:



   
 
20
Zakiah Daradjad, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 19


  
   
Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu)
Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan
kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.21 (Q.S Al-Baqarah : 151)
Adapun ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan tathhir
adalah sebagaimana firman Allah:






   
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka.22(Q.S At-Taubah: 103)
Ayat-ayat pendidikan dalam pengertian yang umum dijelaskan AlQur’an:
21
22
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: Al-Huda, 2002), hal. 24
Ibid., hal. 204



   




 
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil".23 (Q.S al-Isra’: 34)
Sebenarnya tuntunan yang jelas dari Al-Qur’an tentang
kegiatan
pendidikan
Islam
telah
digambarkan
Allah
dengan
memberikan contoh keberhasilan pendidikan dalam keluarga dengan
mengabdikan nama Luqman sebagaimana firman Allah:








    
  
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
23
Ibid., hal. 286
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar".24 (Q.S Luqman: 13).
Dengan demikian, dari beberapa ayat Al-Qur’an tadi dapat
difahami tentang materi dan urutan prioritas pendidikan Ilsam yang
berlandaskan al-Qur’an yaitu a) pandidikan keimanan, b) pendidikan
kaedah, dan c) pendidikan akhlakul karimah.
Jadi, jika kita renungkan kembali isi Al-Qur’an terutama yang
terdapat pada surat Luqman ayat 12-19 tadi terdapat ketiga jenis
pendidikan di ata dan mengandung masalah keimanan, ibadah, akhlaq
dan ilmu pengetahuan, atau paling tidak mengandung dua prinsip
dasar, yaitu yang berhubungan masalah aqidah (keimanan) dan yang
berhubngan dengan amal (iman amal shaleh). Dengan demikian,
jelaslah kiranya bahwa dalam pendidikan Islam harus mengguankan
al-Qur’an sebagai landasan dan sumber utama, karena pendidikan ikut
menentukan corak dan bentuk amal ibadah dan kehidupan manusia
baik sebagai pribadi maupun sebagai makhluk sosial dan anggota
masyarakat yang sekaligus pendidikan tersebut mendukung tujuan
hidup manusia sesuai dengan isi Al-Qur’an.25
2) As-sunnah
24
Ibid., hal. 413
Djumransyah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali”Tradisi”
Mengukuhkan Eksistrm, (Malang: UIN Malang Press, 2007), hal. 46-53
25
Sunnah Rasulullah saw yang dijadikan landsan dalam
pendidikan adalah berupa perkataan, perbuatan atau pengakuan
Rasulullah saw dalam bentuk isyarat. Yang dimaksud dengan
pengakuan pengakuan dalam isyarat suatu perbuatan yang dilakukan
oleh sahabat atau orang lain dan Rasulullah membiarkan saja dan
perbuatan atau kegiatan serta kejadian itu terus berlangsung.
Dari uraian di atas dapatlah dipahami bahwa sunnah nabi
menjadi landasan dan sumber kedua setelah Al-Qur’an. Di dalam
sunnah nabi juga berisi ajaran tentang aqidah, syariat dan akhlak
seperti Al-Qur’an yang juga berkaitan dengan masalah pendidikan.
Yang lebih penting lagi dalam sunnah adalah bahwa di dalamnya
terdapat cerminan tingkah laku dan kepribadian Rasulullah saw yang
menjadi suri tauladan dan harus diikuti oleh setiap muslim sebagai
satu media kepribadian Islam.
Usaha nabi Muhammad saw dalam pendidikan Islam dapat kita
ketahui melalui:
a. Nabi Muhammad menggunakan rumah Arqam bin Abi Arqam
sebagai pusat kegiatan pendidikan dimana nabi mengajarkan
kaedah-kaedah Islam dan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an.
b. Nabi telah menugaskan orang-orang tawanan dan kaum Quraisy
Makkah dalam peperangan Badar yaitu tahu tulis baca agar
mengajar anak-anak muslim menulis dan membaca sebagai
tebusan dan kebebasan mereka dari tekanan.
Disamping itu nabi juga berusaha mengutus para sahabat
untuk pergi ke daerah-daerah yang baru masuk Islam dalam rangka
menyampaikan dakwah Islamiyah.
Karena upaya-upaya yang dilakukan nabi dalam bidang
pendidikan sebagaimana disebutkan tadi sehingga para pakar
pendidikan Islam menyebut dan memberikan predikat the Prophet
Muhammad was the first Citizen of this nation, its techer and its guide,
maksudnya, nabi Muhammad adalah warga pertama, dan sekaligus
sebagai guru dan pembimbing.26
Oleh karena itu sunnah merupakan landasan kedua cara
pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah selalu membuka
kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebabnya mengapa
ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya termasuk sunnah yang
berkaitan dengan pendidikan.27
3) Ijtihad
Ijtihad adalah istilah para fuqoha, yaitu: berfikir dengan
menggunakan seluruh ilmu yang dimilikioleh ilmuwan syari’at Islam
untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari’at Islam dalam
26
27
Ibid., hal. 53-56
Dardjad, Ilmu Pendidikan Islam..., hal. 21
hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan
sunnah. Ijtiha dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek
pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah.
Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaedah-kaedah yaitu diatur
oleh para mujtahid tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur’an dan
sunnah tersebut. Karena itu ijtihad dipandang sebagai salah satu
sumber hukumIslam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah
Rasulullah wafat. Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yang diperlukan
dalam kehidupan, senantiasa berkembang. Ijtihad bidang pendidikan
sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, terasa
semakin urgen dan mendesak, tidak saja di bidang materi atau isi,
melainkan juga di bidang sistem dalam artian yang luas.
Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab
ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah adalah
bersifat pokok-pokok dan prinsip-prinsip saja. Bila ternyata ada yang
agak terperinci, maka perincian itu adlah sekedar contoh dalam
menerapkan yang prinsip itu. Sejak diturunkan sampai nabi
Muhammad saw. wafat, ajaran Islam telah tumbuh, dan berkembang
melalui ijtihad yang dituntut oleh perubahan situasi dan kondisi sosial
yang tumbuh dan berkembang pula, sebaliknya ajaran Islam sendiri
telah berperan mengubah kehidupan manusia menjadi kehidupan
muslim.28
Usaha
dan
kegiatan
pendidikan
Islam
di
Indonesia
dilaksanakan didalam negara yang berpedoman pada filsafah hidup
pancasila. Dan pancasila merupakan hasil rumusan manusia dan hasil
ijihad para pemimpin bangsa dalam menciptakan prinsip-prinsip
tentang cita-cita masyarakat beragama di Indonesia. Semua ajaran
agama yang ada tidak dibenarkan bertentangan dengan pancasila.
Islam sebagai salah satu ajaran agama yang mempunyai pengikut
terbesar haruslah diamalkan oleh pemeluknya dalam kehidupan yang
tidak bertentangan dengan pancasila. Disinilah diperlukan ijtihad
sehingga antara ajaran agama Islam dan pancasila saling isi mengisi,
sehingga cita-cita masyarakat pancasila yang dijiwai oleh ajaran Islam
dapat tercapai. Hal ini tentunya diperlukan peranan umat Islam
terutama dibidang pendidikan untuk membuktikan dengan hasil ijtihad
bahwa agama (baca: Islam) dapat tumbuh dengan sabar di negara yang
berlandaskan pancasila ini.29
3. Tugas dan Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pada hakekatnya pendidikan Islam ialah suatu proses yang
belangsung secara continue dan berkesinambungan berdasarkan hal
28
29
Ibid., hal. 21-22
Amrullah, Pendidikan Islam Menggali..., hal. 57
ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam
adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang
hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan
memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan
berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan sampai akhir
hayatnya.
Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didih dari tahap
ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal.
Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat
memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar.
Telaah literer di atas, dapat dipahami bahwa tugas pendidikan
Islam setidaknya dapat dilihat dari tiga pendekatan, ketiga pendekatan
tersebut adalah: pendidikan Islam sebagai pengemban potensi, proses
pewarisan budaya, serta interaksi antara potensi dan budaya.
a. Sebagai pengemban potensi, tugas pendidikan Islam adalah
menemukan dan mengemnbangkan kemampuan dasar yang
dimiliki peserta didik, sehingga dapat diaktualisasikan dalam
kehidupannya sehari-hari.
b. Sementara sebagai pewaris budaya, tugas pendidikan Islam adalah
alat transmisi unsur-unsur pokok budaya dari satu generasi ke
generasi berikutnya, sehingga identitas umat tetap terpelihara dan
terjamin dalam tantangan zaman.
c. Adapun sebagai interaksi antara potensi dan budaya, tugas
pendidikan Islam adalah sebagai proses transaksi (memberi dan
mengadopsi) antara manusia dan lingkungannya. Degan proses ini
peserta
didik
(manusia)
mengembangkan
akan
dapat
keterampilan-keterampilan
menciptakan
yang
dan
diperlukan
untuk mengubah atau memperbaiki kondisi-kondisi kemanusiaan
dan lingkungannya.
Untuk menjamin terlaksananya pendidikan Islam secara baik,
hendaknya terlebih dahulu dipersiapkan situasi kondisi pendidikan
yang bernuansa elastis, dinmis dan kondusif yang memungkinkan bagi
pencapaian tugas tersebut. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam
dituntut untuk dapat menjallankan funsinya, baik secara struktural
maupun instruksional.
Secara struktural, pendidikan Islam menuntut adanya struktur
organisasi yang mengatur jalannya proses pendidikan, baik pada
dimensi vertikal maupun horizontal. Sementara secara institusional ia
mengandung implikasi bahwa proses pendidikan yang berjalan
hendaknya dapat memenuhi kebutuhan dan mengikuti perkembangan
zaman yang terus berkembang.
Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat
dari dua bentuk, yaitu:
a. Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan
tingkat-tingkat kebudayaan nilai-nilai tradisi dan sosialserta
ide-ide masyarakat dan nasional.
b. Alat untuk mengadakan perubahan inovasi dan perkembangan
pada garis besarnya. Upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu
pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga
manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan
perimbangan perubahan sosial dan ekonomi yang demikian
dinamis.30
Fungsi pendidikan agama Islam secara makro adalah memilihara
dan mengembangkan fitrah dan sumber daya insani yang ada pada
subyek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil)
sesuai dengan norma Islam. Atau dengan istilah lain yang lazim
digunakan yaitu menuju terbentuknya kepribadian muslim lebih lanjut
secara makro, fungsi pendidikan agama Islam dapat ditinjau dari
teromena yang munculdalam perkembangan peradaban manusia, tubuh
dan berkembang melalui pendidikan. Dengan demikian ada beberapa
fungsi pendidikan agama Islam.
30
Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis …, hal. 32-34
Pertama, pengembangan wawasan yang tepat dan benar
mengenai jati diri manusia, alam sekitar dan mengenai kebesaran Ilahi,
sehingga tumbih kreatifitas yang benar.
Kedua, mensucikan diri manusia dari syirik dan berbagai sikap
hidup dan perilaku yang mencemari fitroh kemanusaannya dengan
menginternalisasi nilai-nilai insani Illahi pada subyek didik.
Ketiga, mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menopang dan
mengajukan kehidupan baik individu maupun sosial.31
Dari beberapa uraian mngenai tugas dan fungsi pendidikan Islam
akhirnya penulis dapat negambil kesimpulan bahwa antara tugas dan
fungsi pendidikan Islam, keduanya saling berkaitan. Oleh karena itu
pendidikan Islam harus dapat melaksanakan tugasnya dengan
berdasarkan nilai-nilai dan norma ajaran Islam, maka pendidikan Islam
akan mampu mewujudkan tercapainya kehidupan yang harmonis ,
seimbang antara duniawiyah dan ukrowiyah. Dengan demikian
jelaslah bahwa manusia dalam hidup dan kehidupannya membutuhkan
adanya pendidikan.
Sedangkan menurut Rimba sebagaimana dikutip Shofan:
Fungsi pendidikan agama ada 4 macam, yaitu:
a. Mengakhiri usaha
31
333-334
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal.
b. Mengarahkan usaha
c. Tujuan dapat merupakan titik pangkal untuk mencapai
tujuan lainnya
d. Tujuan bisa bersifat paralel atau garis lurus, bisa juga
tuuan deat jauh dan lebih jauh atau tujuan sementara
dan tujuan akhir.32
Selain itu pendidikan agama Islam berfungsi di sekolah yaitu:
a. Sebagai upaya pengembang, yaitu meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah yang telah ditanamkan dalam lingkungan
keluarga.
b. Sebagai upaya penyaluran, yaitu menyalurkan bakat khusus dalam
bigdang agama agar bakat tersebut dapat berkembang secara
optimal sehingga dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri dan dapat
bermanfaat bagi orang lain.
c. Sebagai upaya perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahankesalahan, kecurangan-kecurangan dan kelemahan-kelemahan
dalam keyakinan pemahaman dan pengalaman ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Sebagai upaya pencegahan, yaitu menangkal hal-hal negatif dari
lingkungan masyarakat atau dari budaya lain yang dapat
32
Moh. Shofan, Pendidikan Berparadigma Profetik, IECISOID, (Jakarta: t.p, 2004), hal. 55
membahayakan danmmenghambat perkembangan dirinya menuju
manusia seutuhnya.
e. Sebagi sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk
mencapai kehidupan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
f. Penyesuaian,
yaitu
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik mapun lingkungan sosial dan
dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.33
4. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Dalam adagium ushuliyah dinyatakan bahwa “al umur bi
maqashidiha” bahwa setiap tindakan dan aktivitas harus berorientasi
pada tujuan atau rencana yang telah ditetapkan. Adagium ini
menunjukkan bahwa pendidikan seharusnya berorientasi pada tujuan
yang ingin dicapai, bukan semata-mata berorientasi pada sederetan
materi, karena itulah, tujuan pendidikan Islam menjadi komponen
pendidikan
yang harus
dirumuskan
terlebih
dahulu
sebelum
merumuskan komponen-komponen pendidikan yang lain.
Tujuan merupakan standart usaha yang dapat ditentukan, serta
mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal
untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Disamping itu, tujuan daat
membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa
33
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hal. 103-104
yang dicita-citakan dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi
penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan.34
Adapun konsep tujuan pendidikan, maka definisi yang paling
sderhana yang mungkin disebut tentang itu adalah “perubahan yang
diingini yang diusahakan oleh proses pendidikan atau usaha
pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu dan
pada pribadinya, atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam
sekitar tentang individu itu hidup, atau pada proses pendidikan sendiri
dan proses pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai
proporsi diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.
Jadi tujuan-tujuan pendidikan mengikut devinisi iniadalah
perubahan-perubahan yang diinginkan pada bidang-bidang asasi
tersebut yaitu:
1)
Tujuan individual yang berkaitan dengan individu. Pelajaran
dengan pribadi-pribadi mereka. Perubahan yang diikuti
meliputi: tingkah laku, aktivitas dan pencapaiannya, dan
pertumbuhan pribadi mereka dan persiapan untuk kehidupan di
dunia dan akhirat.
2)
Tujuan
sosial
yang
berkaitan
dengan
kehidupan
masyarakat,baik tingkah laku masyarakat pada umumnya
34
71
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), hal.
maupun
pertumbuhan,
memperkaya
pengalaman
dan
kemajuan-kemajuan yang diinginkan.
3)
Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan
pengajaran sebagai ilmu, seni, profesi dan sebagai suatu
aktivitas antara aktivitas-aktivitas masyarakat.35
Mengenal pendidikan adalah proses hidup dan kehidupan umat
manusia,
maka
tujuannyapun
mengalami
perubahan
dan
perkembangan sejalan dengan perubahan dan perkembangan zaman.
Perumusan tujuan pendidikan Islam harus berorientasi pada
hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspeknya, misalnya
tentang:
Pertama: Tujuan dan tugas hidup manusia, manusia hidup
bukan karena kebetulan dan sia-sia. Ia diciptakan dengan
membawa tujuan dan tugas hidup tertentu. Tujuan diciptakan
manusia hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT. Indikasi
tugasnya berupa ibadah (sebagai abdi Allah) dan tugas sebagai
wakilnya dimuka bumi (kholifah Allah).
Kedua: Memerhatikan sifat-sifat dasar (natural) manusia, yaitu
konsep tentang manusia sebagai makhluk unik yang mempunyai
beberapa potensi bawaan seperti fitrah, bakat, minat, sifat dan
35
Ommar Muhammad Al Toumi Al Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, alih bahasa Hasan
Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 399
karakter yang berkecenderungan pada al-hanief (rindu akan
kebenaran dari tuhan) berupa agama Islam, sebatas kemampuan,
kapasitas dan ukuran yang ada.
Ketiga: Tuntutan masyarakat, tuntutan ini baik berupa
kelestarian nilai-nilai budaya yang melembaga dalam kehidupan
suatu masyarakat, maupun terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya
dalam mengantisipasi perkembangan dunia modern.
Keempat: Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dimensidimensi kehidupan dunia ideal Islam mengandung nilai yang dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia untuk
mengelola dan memanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan di
akhirat, serta mengandung nilai yang mendorong manusia baru.
Usaha keras unruk meraih kehidupan di akhirat yang lebih
membahagiakan. Sehingga manusia dituntut agar tidak terbelenggu
oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yang dimiliki.36
Selain iu sebagian ulama juga ada yang merumuskan tujuan
pendidikan Islam yang didasarkan atas cita-cita hidup umatIslam yang
menginginkan kehidupan duniawidan ukhrowi yang bahagiasecara
harmonis yang mana akhirnya secara teoritis tujuan pendidikan Islam
dibedakan menjadi 2 jenis bagian yaitu:
1) Tujuan Keagamaan
36
Mujib, Ilmu Pendidikan Islam..., hal. 71-72
Yang dimaksud dengan tujuan keagamaan ini adalah
bahwa setiap pribadi orang muslim beramal untuk akhiratatas
petunjuk dalam ilham keagamaan yang benar, yang tumbuh dan
dikembangkan dari ajaran-ajaran Islam yang bersih dan suci.
Disamping itu tujuan keagamaan juga mengandung makna
yang lebih luas yakni suatu petunjuk jalan yang benar dimana tiap
pribadi muslim mengikutinya dengan ikhlas sepanjanghayatnya,
dan juga masyarakat manusia berjalan secara manusiawi.
Jika kita mendalami makna dari tujuan keagamaan
pendidikan
Islam,
maka
kita
jumpai
bahwa
tujuan
itu
menyingkapkan kepada kita sejauh mana kedekatan ilmu
pengetahuan dengan agama. Kenyataan demikian memperkuat
adanya bukti bahwa sesungguhnya agama kita mempergunakan
ilmu pengetahuan dalam ketetapan-ketetapan dalam keputusankeputusannya, yang mengajak pada penemuan kenyataan yang
benar guna memuaskan akal fikiran (rasio).
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwaagama itu adalah
haq (dogmatika dan rasional) dan ilmu pengetahuan itu juga haq
(dengan cara penganalisaan secara agama antara keduanya tidak
mungkin bertentangan dan berlawanan.37
37
Ali Al-Jumbulati dan Abdul futuh At-Tawarusi penerjemah H. M Arifin, Perbandingan
Pendidikan Islam, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2002), hal. 37-38
2) Tujuan Keduniawian
Tujuan ini seperti tujuan yang dinyatakan dalam tujaun
pendidikan modern saat ini yang diarahkan kepada pekerjaan yang
berguna
(pragmatis),
atau
untuk
mempersiapkan
anak
mengahadapi kehidupan masa depan.
Adapun saat ini dan zaman teknologis, tujuan ini
mengambil kebijakan baru, yang lebih menonjolkan kecekatan
bekerja yang cepat di dalam setiap peristiwa kehidupan, dan juga
memakai strategi pendidikan seumur hidup (life-long education).
Sedangkan pendidikan Islam melihat tujuan penndidikan
ini dari aspek dan pendangan baru yaitu berdasarkan Al-Qur’anul
Karim, yang sangat memusatkan perhatian kepada pengalaman
dimana
seluruh
kegiatan
hidup
umat
manusia
bertumpu
kepadanya. Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an selalu berkaitan
antara iman dengan amal perbuatan yang salah, sebagai landasan
yang kokoh dalam mengarungi kehidupan manusia.
Dalam hubungan ini Allah berfirman sebagai berikut:



…  
“...dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan
Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu
itu, ...”.38 (Q.S At-Taubah: 105)
Struktur pendidikan Islam dibangun di atas landasan yang
kokoh, yang menggunakan kedua tujuan keagamaan dan tujuan
keduniaan.39
5. Obyek Pendidikan Agama Islam
Ilmu pendidikan Agama lsam sebagai disiplin ilmu memiliki
obyek pembahasan yang jelas dan bercorak khas kependidikan dalam
kaitannya dengan fenomena situasi pendidikan. Fenomena tersebut
dimana-mana, di masyarakat, di dalam keluarga dan di sekolah yang
terikat dengan aspek normatif nilai-nilai Islam. Karena itu ajaranajaran Islam yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan juga
merupakan obyek studi ilmu dan ilmu pendidikan Islam yang tidak
kalah pentingnya dengan fenomena situasi pendidikan itu sendiri.
Karena itu pendidikan Agama Islam termasuk ilmu pendidikan
maka syarat metodelogik ilmu pendidikan juga harus dipenuhinya.
Faktor yang secara eksplisit membedakan ilmu pendidikan Islam
dengan ilmu-ilmu lainnya ialah faktor nilai.
38
39
RI, Mushaf Al-Qur’an..., hal. 204
Arifin, Perbandingan Pendidikan..., hal.38-39
Ilmu pendidikan Islam sepenuhnya melibatkan nilai-nilai Islam
dalam proses perencanaan, penyusunan instrumen, pembuatan analisa
dan pembuatan kesimpulannya.
Dengan
melibatkan
nilai-nilai
Islam
akan
menentukan
spesifikasi secara pandang terhadap subyek didik, pendidik, aplikasi
pendidikan dan mengenai tujuan pendidikan.
Karena itu pendidikan
Islam
banyak mnegambil
dan
membahas ajaran atau nilai-nilai islam tentang pendidikan yang
bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad saw. maka
maka disini seharusnya digunakan pendekatan tafsir dan tamsir
terhadap ayat-ayat Al-qur’an dan sunnah Nabi.
Dan metode pendidikan Agama Islam yang digunakan dalam
proses pencapaian tujuan adalah metode yang didasarkan atas
pendekatan keagamaan (religius), kamanusiaan (humanity) dan ilmu
pengetahuan (scientific). Sistem pendekatan tersebut dilakukan atas
dasar nilai-nilai moral keagamaan . dengan demikian semboyan kaum
atheis yang menyatakan “tujuan dapat menghalalkan cara” (the aim
santifies the means) tidak ada tempat dalam pendidikan Islam.40
6. Metode Dalam Pendidikan Agama Islam
Dalam adagium ushuliyah dikatakan bahwa, “al-amru bi sya’i
amru bi wasallihi, wa li al-wasall hukm al-maqashidi”. Artinya,
40
Munardji, Ilmu Pendidikan Islam..., hal. 10
perintah pada sesuatu (termasuk di dalamnya adalah pendidikan) maka
perintah pula mencari mediumnya (metode), dan bagi medium
hukumnya sama halnya dengan apa yang dituju senada dengan
adagium itu firman allah SWT dinyatakan:
  
  






 
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan
berjihadlah
pada
jalan-Nya,
supaya
kamu
mendapat
keberuntungan”.41 (Q.S Al-Maidah: 35)
Implikasi adagium ushuluyah dan ayat tersebut dalam
pendidikan Islam adalah bahwa dalam pelaksanaan pendidikan Islam
dibutuhkan adanya metode yang tepat, guna menghantar tercapainya
tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Materi yang benar dan baik,
tanpa menggunakan metode yang baik maka akan menjadikan
41
RI, Mushaf Al-Qur’an..., hal. 114
keburukan materi tersebut. Kebaikan materi harus ditopang oleh
kebaikan metode juga.42
Segala sesuatu itu harus dilakukan dengan menggunakan cara
dan metode. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, 5: 35





… 
“...dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan
berjihadlah pada jalan-Nya...”. 43 (Q.S. Al-Maidah : 35 )
Implikasi ayat tersebut dalam pendidikan adalah bahwa dalam
proses pendidikan diperlukan metode yang tepat, guna mengahntarkan
tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan. Metode pendidikan
dalam Islam mempunyai peranan yang penting sebab merupakan
jembatan yang menghubungkan pendidik dengan anak didik menuju
ke tujuan pendidikan islam yaitu terbentuknya kepribadian muslim.44
Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan
metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikan ke arah
tujuan yang dicita-citakan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya
suatu kurikulum pendidikan Islam ia tidak akan berarti apa-apa,
42
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan..., hal. 165
RI, Mushaf Al-Qur’an..., hal. 114
44
Achyak, Meniti Jalan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: P3M STAIN Tulungagung dengan
Pustaka Pelajar, 2003), hal. 396
43
manakala tidak memiliki metode atas cara yang tepatdalam
mentransformasikannya kepada peserta didik, ketidaktepatan dala
penerapan metode secara praktis akan mengahmbat proses belajar
mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga secara
percuma. Karenanya, metode adalah syarat untuk efisiensinya aktivitas
kependidikan Islam. Hal ini berarti metode adalah termasuk persoalan
yang esensial, karena tujuan pendidikan Islam itu akan tercapai secara
tepat guna manakala jalan yang ditempuh menuju cita-cita tersebut
benar-benar tepat.45
Secara literer metode berasal dari dua perkataan yaitu meta
yang artinya melalui dan hodos yang artinya jalan atau cara. Jadi
metode artinya suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Adapun istilah metodologi berasal dari bahasa Yunani logos yang
berarti akal atau ilmu, jadi metodologi artinya ilmu tentang jalan atau
cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.46
Pada hakikatnya metode pendidikan Islam yaitu: jalan atau
cara yang ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi
pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian
muslim.47
45
Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Edisi Revisi Pendekatan Historis, Teoris dan Praktis Filsafat
Pendidikan Islam, (Ciputat: PT Ciputat Press, 2005), hal. 65
46
Nur Uhbiyah, Ilmu Pendidikan Islam II, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hal. 99
47
Achyak, Meniti Jalan Pendidikan Islam..., hal. 396-397
Pemilihan dan penggunaan metode pendidikan agama amat
bergantung pada sifat pesan yang disampaikan, tingkat perkembangan
jiwa siswa, potensi sumber-sumber belajar, sosio budaya yang berada
di sekitar sekolah dan kreasi guru.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi metode mengajar itu
antara lain; sebagai berikut:
a) Tujuan Pengajaran
Tujuan atau cita-cita, pada hakikatnya menjadi pedoman pokok
dalam penggunaan metode pengajaran. Semua metode apapun harus
disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dan bukan sebaliknya.
Oleh karena itu, dalam memilih metode hendaknya disesuaikan
dengan tujuan yang hendak dicapai dengan menggunakan metode
tersebut.
b) Bahan Pengajaran
Yakni materi pelajaran yang hendak disajikan, apakah
mengingat isi dan mutunyamemang telah sesuai dengan kematangan
serta kesiapan mental anak, disamping itu mengingat pula sifat bahan
pelajaran itu sendiri harus pula disajikan dengan suatu jenis metode
yang sesuai pula.
c) Guru/ Pendidik
Yakni kemampuan guru sendiri dalam hal penguasaan terhadap
berbagai metode; adalah merupakan faktor yang menentukan, efektif
tiaknya penggunaan metode yang dipilih.
d) Anak Didik
Maksudnya kondisi murid/ anak didik; apakah mereka
memiliki tingkat kemampuan dalam memberikan respons terhadp
mereka.
e) Situasi Mengajar
Maksudnya situasi atau sekitar dalam mana anak didik sedang
melaksanakan kegiatan belajar juga menuntut penerapan metode yang
berlainan sesuai dengan yang diperlukan.
f) Faktor-Faktor Lain Yang Secara Langsung Ataupun Tidak Langsung
Dapat Mempengaruhi Jenis Metode Tersebut
Maksudnya; bahwa sehubungan dengan faktor guru tersebut di
atas, ada faktor lainnya yang juga mempengaruhi pemilihan metode
mengajar.48
Metode pendidikan Islami itu secara garis besar terdiri dari
lima, yaitu:
a) Metode Keteladanan (Uswatun Hasanah)
48
107-109
Achmad Patoni, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bina Ilmu, 2004), hal.
Metode ini merupakan metode yang paling unggul dan paling
jitu dibandingkan dengan metode-metode lainnya. Melalui metode
inin para orang tua, pendidik atau da’i memberi contoh atau
teladan terhadap anak/pserta didiknya sebagaimana cara berbuat,
berbuat, bersikap, mengerjakan sesuatu atau cara beribadah dan
sebagainya.
Melalui metode ini maka anak/peserta didik dapat melihat,
menyaksikan dan meyakini cara ynag sebenarnya. Sehingga
mereka dapat melaksanakan dengan baik dan lebih mudah.49
Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode keteladanan tidak bisa dilihat
secara konkrit. Namun secara abstrak dapat diinterpretasikan
sebagai berikut:
1) Kelebihan
Diantara keuntungan metode keteladanan adalah:
a.
Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu
yang dipelajari di sekolah.
b.
Akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil
belajarnya.
c. Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan
baik.
49
Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 19
d. Bila keteladanan dalam lingkungan sekolah, keluarga dan
masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik.
e. Tercipta hubungan yang harmonis antara guru dan siswa.
f. Secara tidak langsung guru dapat menerapkan ilmu yang
diajarkannya.
g. Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan
dicontoh oleh siswanya.
2) Kekurangan
Adapun kelemahan dari metode keteladanan adalah:
a. Jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka mereka
cenderung untuk mengikuti tidak baik.
b. Jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme.50
b) Pendidikan Melalui Kebiasaan
Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan
manusia karena ia menghemat banyak sekali kekuatan manusia, karena
sudah menjadi kebiasaan yang mudah melekat dan spontan agar
kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan di lapanganlapangan lain seperti untuk bekerja, memproduksi dan mencipta. Bila
pembawaan seperti itu tidak diberikan Tuhan kepada manusia, maka
tentu mereka akan mengahabiskan hidup mereka hanya untuk belajar
50
Armai, Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hal. 122-123
berjalan, berbicara dan berhitung. Tetapi disamping itu kebiasaan juga
merupakan
faktor
penghalang
terutama
apabila
tidak
ada
penggeraknya dan berubah menjadi kelambanan yang memperlemah
dan mengurangi reaksi jiwa. Islam mempergunakan kebiasaan iu
sebagai salah satu teknik pendidikan, lalu mengubah seluruh sifat-sifat
baik manjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan
tanpa susah payah, tanpa kehilangan banyak tenaga dan tanpa
menemukan banyak kesulitan.51
Adapun
syarat-syarat
yang
harus
dilakukan
dalam
mengaplikasikan pendekatan pembiasaan dalam pendidikan yaitu:
1) Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat. Sejak usia bayi
dinilai waktu yang sangat tepat untuk mengaplikasikan
pendekatan ini, karena setiap anak mempunyai rekaman yang
cukup kuat dalam menerima pengaruh lingkungan sekitarnya
dan secara langsung akan dapat membentuk kepribadian
seorang anak. Kebiasaan positif maupun negatif itu akan
muncul sesuai dengan lingkungan yang membentuiknya.
2) Pembiasaan hendaklah dilakukan secara kontinu, teratur dan
berprogram. Sehingga pada akhirnya akan terbentuk sebuah
kebiasaan yang utuh, permanen dan konsisten. Oleh karena itu
51
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hal. 202
faktor pengawasan sangat menentukan dalam pencapaian
keberhasilan dalam proses ini.
3) Pembiasaan hendaknya diawasi secar ketat, konsisten dan
tegas, jangan memberi kesempatan yang luas kepada anak
didik untuk melanggar kebiasaan yang telah ditanamkan.
4) Pembiasaan yang pada mula hanya bersifat mekanistis,
hendaknya secar berangsur-angsur dirubah menjadi kebiasaan
yang tidak verbalistik dan menjadi kebiasaan yang disertai kata
hati anak didik itu sendiri.52
c) Metode Nasehat
Metode inilah yang paling sering digunakan oleh para orang tua,
pendidik dan da’i terhadap anak/ peserta didik dalam proses
pendidikannya.
Dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata
yang didengar. Pembawaan itu besarnya toidak tetap dan oleh karena
itu kata-kata harus diulang-ulang. Nasehat yang berpengaruh
membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan.53
Supaya nasehat ini dapat terlaksana dengan baik, maka dalam
pelaksanaanya perlu memperhatikan beberapa hal yaitu:
52
53
Arief, Pengantar Ilmu Metodologi Pendidikan Islam..., hal. 114-115
Ibid., hal. 197
1) Gunakan kata dan bahasa yang baik dan sopan serta mudah
dipahami.
2) Jangan sampai menyinggung perasaan orang yang dinasehati atau
orang sekitar.
3) Sesuaikan perkataan kita dengan umur, sifat dan tingkat
kemampuan/kedudukan anak atau orang yang kita nasehati.
4) Perhatikan saat yang tepat kita memberi nasehat. Usahakan jangan
menasehati ketika kita atau yang dinasehati sedang marah.
5) Perhatikan keadaan sekitar ketika memberi nasehat. Usahakan
jangan di hadapan orang lain atau apalagi di hadapan orang banyak
(kecuali ketika memberi ceramah/tausiyah)
6) Beri penjelasan, sebab atau kegunaan mengapa kita perlu memberi
nasehat.
7) Agar lebih menyentuh perasaan dan hati nuraninya, sertakan ayatayat Al-Qur’an, hadis Rasulullah atau kisah para nabi/rasul, para
shabatnya atau orang-orang shalih.54
d) Metode Memberi perhatian
Metode ini biasanya berupa pujian dan penghargaan. Betapa jarang
orang tua, pendidik atau da’i memuji atau menghargai anak/peserta
didiknya.
54
Muchtar, Fiqih..., hal. 20
Sebenarnya tidaklah sukar memuji atau menghargai anak/orang
lain. Ada peribahasa mengatakan, “ucapan atau perkataan itu tidak
dibeli” hanya ada keengganan atau “gengsi” menyelinap ke dalam hati
kita. Mungkin itulah penyebabnya.
Pujian dan penghargaan dapat berfungsi efektif apabila dilakukan
pada saat dan cara yang tepat, serta tidak berlebihan.55
e) Metode Hukuman
Metode hukuman ini sebenarnya berhubungan dengan pujian dan
penghargaan. Imbalan atau tanggapan terhadap orang lain itu terdiri
dari dua,
yakni penghargaan (reward/targhib) dan hukuman
(punishment/tarhib).
Hukuman
dapat
diambil
sebagai
metode
pendidikan apabila terpaksa atau tidak ada alternatif lain yang bisa
diambil.
Agama Islam memberi arahan dalam memberi hukuman terhadap
anak (peserta didik) hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Jangan menghukum ketika marah, karena pemberian hukuman
ketika marah akan lebih bersifat emosional yang dipengaruhi nafsu
syaithaniyah.
2) Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang
yang kita hukum.
55
Muchtar, Fiqih..., hal. 21
3) Jangan sampai merendahkan derajat dan martabat orang yang
bersangkutan, misalnya dengan menghina atau mencaci maki di
depan orang lain.
Menurut
Al-Abrasyi
sebagaimana
dikutip
Nur
Uhbiyah
mengemukakan 3 syarat apabila seorang pendidik ingin menghukum
anak dengan hukuman badan (jasmani). Ketiga syarat itu ialah:
1) Sebelum berumur 10 tahun anak-anak tidak boleh dipukul.
2) Pukulan tidak boleh dari 3 kali. Yang dimaksud jangan pukulan
disini ialah lidi atau tongkat kecil bukanlah tongkat besar.
3) Diberikan kesempatan kepada anak-anak untuk tobat dari apa yang
mereka lakukan dam memperbaiki kesalahannya tanpa perlu
manggunakan pukulan atau merusak nama baiknya (menjadikan ia
malu).56
B. Pengamalan Nilai-Nilai Islami
1. Pengamalan Nilai Akidah
Akidah secara epistimologis dari kata “ aqada, ya’qidu ‘aqdan
‘aqidatan “ berarti ikatan dan angkutan. Secara terminology adalah iman,
kepercayaan
dan keyakinan yang menjadi pegangan hidup bagi setiap
pemeluk agama Islam. Dan tumbuhnya kepercayaan tentunya di dalam hati,
sehingga yang dimaksud akidah adalah kepercayaan yang menghujam atau
56
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam 1..., hal. 198
simpul di dalam hati. 57Oleh klarena itu, akidah sering ditautkan dengan rukun
iman atau arkanul iman yang merupakan asas bagi ajaran islam.
Dalam Islam, akidah ialah iman atau kepercayaan. Sumbernya yang
pasti adalah Al-Qur’an. Iman, ialah segi teoritis yang dituntut pertama-tama
dan terdahulu dari segala sesuatu yang dipercayai dengan suatu keimanan
yang tidak boleh dicampuri oleh keragu-raguan dan dipengaruhi oleh
persangkaan. Ia ditetapkan dengan positif oleh saling bantu membantunya
teks-teks dan ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian adanya consensus kaum
muslimin yang tidak pernah bertubah, bertolak sejak penyiaran agama Islam
pertama dimasa Rasulullah hingga sampai saat ini. Ayat-ayat Al-Qur’an
tersebut menuntut kepada manusia untuk memiliki kepercayaan itu, yang
mana merupakan seruan utama setiap Rasul yang diutus Allah sebagai sebagai
yang dinyatakan Al-Qur’an dalam pembicaraannya mengenai para Nabi dan
para Rasul
Nilai akidah perlu ditanamkan kepada anak sejak dini agar anak
mempunyai pondasi yang kuat. Pendidikan akidah harus dilaksanakan yang
pertama kali sebelum pendidika-pendidikan yang lain. Maka dari itu dalam
Qs. Al-Lukman, Lukman ketika menasehati anaknya kata-kata yang keluar
dari mulutnya adalah larangan untuk syirik.
57
Muhaimin, kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hjal. 259
    
     
    
Artinya :“… Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,
di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar.”58
Bahkan pendidikan akidah atau keimanan ini perlu ditekankan lebih
dalam lagi dalam pendidikan agar anak mampu mengahadapi perkembangan
globalisasi. Pada intinya akidah ini ditanamkan dengan cara doktrin, namun
selanjutnya disertai dasar-dasar yang sesuai dengan perkembangan pemikiran
mereka, ayat-ayat
redaksinya memakai
larangan.
Larangan tersebut
menunjukkan bahwa mempunyai arti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela
lebih didahulukan dari pada menghiasi atau mengisi dengan sifat-sifat terpuji.
Dalam hal ini, sesuai dengan urutan pendidikan yang dikemukakan oleh alGhazali bahwa seorang anak didik terl;ebih dahulu harus membersihkan diri
dari akhlak tercela, kemudian baru menghiasi diri dengan amalan yang terpuji.
Demikian juga dalam menanamkan akidah kepada anak, melarang anak dalam
hal perbuatan yang menyebabkan syirik lebih didahulukan dari pada
menanamkan ajaran tauhuid atau akidah secara lebih mendalam, karena
58
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: Al-Huda, 2002), hal. 24
melarang sesuatu yang jelek itu lebih didahulukan dari pada memerintahkan
perbuatan yang baik.
2. Pengamalan Nilai Ibadah
a. Pengertian ibadah
Menurut kamus istilah fiqih, ibadah yaitu memperhambakan diri
kepada Allah dengan taat melaksanakan segala perintahnya dan anjurannya,
serta menjauhi segala larangan-Nya karena Allah semata, baik dalam bentuk
kepercayaan, perkataan maupun perbuatan. Orang beribadah berusaha
melengkapi dirinya dengan perasaan cinta, tunduk dan patuh kepada Allah
s.w.t.
Sedangkan menurut ensiklopedi hukum Islam, ibadah berasal dari
bahasa arab yaitu al-ibadah, yang artinya pengabdian, penyembahan,
ketaatan, menghinakan/ merendahkan diri dan do.a, secara istilah ibadah yaitu
perbuatan yang dilakukan sebagai usaha menghubungkan dan mendekatkan
diri kepada Allah swt sebagai tuhan yang disembah.59
Ibadah
artinya berbakti kepaada Allah s.w.t secara luas karena
didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid. Ibadah itulah tujuan hidup
manusia. Sebagaimana seorang mahasiswa pendidikan tentu tujuan studinya
ialah un tuk menjadi seorang pengajar dan selanjutnya akan mengabdikan
keahliannya untuk kepentingan kemanusiaan. Maka hidup manusia secara
59
Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve, 1999), cet. ke-3, jilid II, h. 59
umum didunia ada pula tujuannya yang hakiki, tujuan hidup itu ialah
beribadah kepada Allah s.w.t.
Firman Allah s.w.t :
    







 
   

   
Artinya :“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.. Aku tidak menghendaki rezki
sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberiKu makan.. Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai
kekuatan lagi sangat kokoh.”
Menyembah Allah s.w.t berarti memusatkan penyembahan kepada
Allah semata-mata, tidak ada yang disembah dan mengabdikan diri kecuali
kepada-Nya. Kemudian dengan menjalani dan mengatur segala segi dan aspek
kehidupan didunia ini lahir dan bathin, sesuai dengan kehendak Illahi, baik
sebagai orang perseorangan dalam hubungannya dengan Kholik ataupun
sebagai anggota masyarakat, dalam hubungannya dengan sesama manusia.
Dari uraian di atas, penulis menggabungkan pengertian pengamalan
dan pengertian ibadah, maka pengertian pengamalan ibadah yakni perbuatan
yang dilakukan seorang hamba sebagai usaha menghubungkan dan
mendekatkan diri kepada Allah swt dengan taat melaksanakan segala perintah
dan anjuran-Nya serta menjauhi segala larangnnya.
Maka selanjutnya kehidupan duniawi ini bukan tujuan. Begitu pula
hasil-hasil dari kegiatan dibumi ini bukanlah tujuan yang hakiki. Tujuan
hakiki adalah keridlaan Illahi. Keridlaan Illahi yang memungkinkan ciptaanNya hidup yang sebenar hidup yang lebih tinggi mutunya dari hidup duniawi,
hidup hidup yang ukhrawi yang puncak kebahagiaannya terletak dalam
pertemuan dengan Allah s.w.t. itulah artionya menyembah Allah sebagai
tujuan hidup. Maka nampaklah kelebihan manusia dari sejuta makhluk
binatang, dimana pada binatang itu hanyalah ada insting dan nafsu, cukup
sekedar untuk mengisi kebutuhan hidup secara duniawi, melepas selera, dan
berkembang biak guna melangsungkan jenisnya. Bahkan beberapa jenis
binatang diciptakan Allah s.w.t. untuk mengabdikan diri kepada manusia.
Diantaranya untuk digunakan membajak sawah dan lading, sebagian lagi
untuk alat pengangkutan, untuk berburu, untuk meronda, dan akhirnya untuk
kebutuhan lauk pauk. Pengabdian binatang-binatang tersebut pada manusia,
dimaksudkan agar manusia dapat mengabdi kepada Allah secara efektif.
Sebab itulah seorang muslim punya arti dan nilai-nilai fundamental dalam
hidup dan kehidupannya.
Sudah barang tentu banyak manusia yang belum mengerti tujuan
hidupnya. Dengan demikian mereka akan masuk kedalam lingkaran hidup
rendah, yaitu hidup untuk makan atau makan untuk hidup. Maka bila terjadi
seperti hal tersebut, martabat kemanusiaan akan meluncur jatuh sederajat
dengan binatang-binatang bahkan lebih rendah lagi. Kartena itulah,
pendidikan ibadah pada manusia penting artinya, ia membawa manusai
kedalam kehidupan dunjia yang terang benderang penuh arti dan harapan.
Ibadah perlu ditanamkan kepada diri seorang anak, agar anak
mempunyai kesadaran tentang pentingnya beribadah kepada Allah s.w.t.
Bahkan penanaman nilai ibadah tersebut hendaknya dilakukan orang tua
ketika anak masih kecil dan berumur 7 tahun, yaitu ketika terdapat perintah
kepada anak untuk menjalankan ibadah sholat. Ketika anak sudah mencapai
baligh, sebagai pendidik orang tua tidak boleh lepas dari tanggung jawab
begitu saja. Namun sebagai seorang pendidik hendaknya senantiasa
mengawasi anak dalam melakukan ibadah, karena ibadah tidak hanya ibadah
kepada Allah s.w.t “ibadah mahdlah” saja namun juga mencakup ibadah
terhadap sesame manusia “ ghairu mahdlah”.
Ibadah disini tidak hanya terbatas pada menunaikan shalat,
mangerjakan puasa, mengeluarkan zakat dibulan ramadhan, dan beribadah
haji serta mengucapkan syahadat tauhuid dan syahadat Rasul, tetapi juga
mencakup segala amal, perasaan manusia, selama manusia itu dihadapkan
karena Allah s.w.t. ibadah adalah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek
kehidupan serta segala yang dilakukan oleh manusia dalam mengabdikan diri
kepada Allah s.w.t. ruang lingkup ibadah ini tidak terlepas dari pemahaman
terhadap pengertian itu sendiri. Oleh sebab itu menurut Ibnu Taimiyah (661728 H /1262-1327 M) seperti yang telah dikutip oleh Ahmad Ritonga, ibadah
mencakup semua bentuk cinta dan kerelaan kepada Allah swt, baik dalam
perkataan maupun perbuatan, lahir dan bathin, maka yang termasuk ke dalam
hal ini adalah shalat, zakat, puasa, haji, benar dalam pembicaraan,
menjalankan amanah, berbuat baik kepada orang tua, menghubungkan
silaturrahmi, memenuhi janji, amar ma.ruf nahi munkar, jihad terhadap orang
kafir dan munafik, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin,
dan ibn sabil, berdo.a, berzikir, membaca Al-Qur.an, ikhlas, sabar, syukur,
rela menerima ketentuan Allah swt, tawwakal,berharap atas rahmat, khauf
(takut terhadap azab), dan lain sebagainya.60
Keluarga mempunyai peranan penting dalan pendidikan ibadah
terhadap anak, karena keluarga merupakan tempat menempuh pendidikan
yang pertama dan utama. Apa yang ditanamkan kepada anak akan sangat
membekas sehingga tidak akan mudah hilang atau berubah sesudahnya
bahkan tidak akan luntur dikikis oleh kehidupan zaman globalisasi.
b. Dasar dan hukum ibadah
60
A. Rahman Ritonga, Fiqh Ibadah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002), cet. ke-2, hal. 6
Jika kita renungi hakikat ibadah, kita pun yakin bahwa perintah
beribadah itu pada hakikatnya berupa peringatan, memperingatkan kita
menunaikan kewajiban terhadap Allah yang telah melimpahkan karunia-Nya
Firman Allah s.w.t :



   
    
Artinya : “ Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,” (Q.
S. Al Baqarah/ 2: 21)61
    
 
Artinya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku". (Q. S. Adz Dzariyat / 51:56)62
c. Hikmah ibadah
Melalui peibadahan, banyak hal yang dpat diperoleh oleh seorang
muslim yang kepentingannya bukan hanya mencakup individual, melainkan
bersifat luas dan universal. Diantara hikmah yang dapat kiota ambil adalah :
Pertama, dalam konsepsi islam, melalui ibadah manusia diajari untuk
memiliki intensitas kesadaran berfikir. Dilihat dari segi syaratnya, ibadah
61
62
Depag RI, Al-Qur.an dan Terjemahnya, (Jakarta : CV Penerbit J-Art, 2005) hal. 5
Ibid., hal;. 524
yang diterima Allah adalah ibadah yang memiliki dua syarat. Syarat-syarat
yang dimaksud adalah :
a) Keikhlasan dan ketaatan kepada Allah s.w.t.
b) Pelaksanaan ketaatan sesuai dengan cara yang dilakukan Rasulallah
saw yang di dalamnya terdapat kontinuitas dalam ketundukan kepada
Allah, perenungan atas keagungan-Nya dan perasaan patruh kepadaNya. Selain itu, di dalamnya pun harus terdapat kontinuitas kesadaran
manusia uintuk menyembah Allah dan menyelaraskan ibadah itu
dengan syariat islam atau ajaran hukum islam, baik dari segi bentuk
maupun topiknya.
Kedua, dimanapun seorang muslim berada, melalui kegiatan yang
ditujukan semata-mata untuk ibadah kepada Allah, dia akan selalu merasa
terikat oleh ikatan yang berkesadaran, sistematis, kuat, serta didasarkan atas
perasaan jujur dan kepercayaan diri. Dikatakan berkesadaran karena pada
dasarnya tidak ada ikatyan yang luput dari perhatian masyarakat atau
dilakukan secara membabi buta. Sesungguhnya amal ibadah yang dilakukan
melalui kerja sama antara seorang muslim dengan muslim lainnya akan
melahirkan rasa kebersamaaan dan kekuatan yang lebih besar.
Ketiga, dalam islam ibadah dapat mendidik jiwa seorang muslim
untuk merasakan kebanggaan dan kemuliaan terhadap Allah. Dia adalah Yang
Paling Besar dari segala yang besar dan paling Agung dari segala yang agung.
Dalam kekuasaan Allahlah kehidupan kaum tirani, Allah dapat menjatuhkan
mereka kapanpun Dia berkehendak. Dalam kekuasaan-Nyalah kematian,
kehidupan, rezekli, kerajaan, keagungan dan kekuasaaan. Konsep seperti
itulah ynga senantiasa diulang-ulang oleh seorang muslim dalam ibadah
hariannya hingga ibadah tahunannya.
Keempat, ibadah yang terus menerus dilakukan dalam kelompok yang
padu, dibawah panji Allah yang satu dan semua bermunajat kepada Rabb
yang satu, akan melahirkan rasa kebersamaan sehingga kita terdorong untuk
saling mengenal, saling menasehati, atau bermusyawarah. Dari situ akan lahir
kaum muslimin yang selalu bermusyawarah dengan dasar kerjasama,
persamaan dan keadilan. Ibadah pun akan mendidik umat Islam menegakkan
keadilan dalam bermuamalah. Artinya setiap orang disikapi sesuai dengan
hak, karakter diri, keterampilan, kemampuan, ketakwaan dan kesalehan.63
3. Pengamalan Nilai Akhlak
1. Pengertian Akhlak
Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan artinya
dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun dalam bahasa Indonesia,
dan tidak berbeda pula dengan arti kata moral, ethic dalam bahasa Inggris.
Dalam bahasa Yunani, untuk pengertian akhlak ini dipakai kata ethos,
ethikos, yang kemudian menjadi ethika ( pakai h ), etika ( tanpa h ) dalam
istilah Indonesia. Manusia akan menjadi sempurna jika mempunyai akhlak
63
Abdurrahman, an nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta:
gema insani, 2004), hal. 63-64
terpuji ( al-akhlaq al-mahmudah ) serta menjauhkansegala akhlak tercela (
akhlak madzmumah ).64
Dari pengertian etimologi seperti ini, akhlak bukan saja merupakan
tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antara sesama
manusia, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan
mengatur hubungan dengan alam sekalipun.65
Untuk menjelaskan mengenai masalah yang berkaitan dengan
akhlak agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Perlu juga penulis
jelaskan pengertian akhlak secara terminologi, yang di dalam skripsi ini
penulis kemukakan beberapa tokoh yang mengemukakan tentang
pengertian akhlak antara lain :
a. Ibnu Maskawaih
Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya
untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan
pikiran lebih dahulu.66
b. Imam Ghozali
64
65
Ibid,. 221
Yunahar Ilyas, Kuliyah Akhlak. ( Yogyakarta, Pusataka Pelajar, 2002), 1.
66
. Moh. Rifai, Aqidah Akhlak.,,35
Akhlak adalah daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa
yang
mendorang
perbuatan,
perbuatan
yang
sepontan
tanpa
memerlukan pertimbangan.67
c. Muhammad bin Ali asy-Syarif al-Jurjani
Akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat
dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah
dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung.
d. Ahmad bin Mushthafa
Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis
keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangan
antara tiga kekuatan, yaitu : kekuatan berpikir, kekuatan marah,
kekuatan syahwat.
e. Muhammad bin Ali al-Faruqi at-Tahanawi
Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat, alami,
agama, dan harga diri.68
f. Abdul Karim Zidan
Akhlak adalah nilai-nilai sifat yang tertanam dalam jiwa,
yang dengan sorotan dan timbangan seseorang dapat menilai
67
A. Zainuddin Dan Muhammad Jamhri, Al- Isalam 2 Muamalah Dan Akhlaq. ( Pustaka
Setia, 1999), 73.
68
Mahmud,Ali Abdul Halim, at- Tarbiyah al-Khuluqiyah. ( Jakarta : Gema Insani Press,
2004), 28-34
perbuatan baik atau buruk, kemudian memilih melakukan atau
meninggalkan.69
Para ulama Islam yang menulis tentang akhlak itu menjelaskan,
bahwa akhlak yang baik adalah jika ia sesuai dengan syariat Allah, berhak
mendapatkan ridha-Nya, dan dalam memegang akhlak yang baik ini
sambil memperhatikan pribadi, keluarga, dan masyarakat, sehingga di
dalamnya terdapat kebaikan dunia dan akhirat.70
2. Tujuan Akhlak
Tujuan utama akhlak adalah agar manusia berada dalam kebenaran
dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh
Allah swt.. Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan
di dunia dan di akhirat.
Akhlak mulia merupakan tujuan pokok dalam pendidikan akhlak
Islam. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya
mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran.
Oleh karena itu Islam sangat memuji seseorang yang mempunyai
akhlak yang mulia dan menyerukan setiap kaum muslim untuk selalu
berakhlakul karimah yang pada akhirya bisa menambah keimanan kepada
Allah SWT.
69
70
. Ilyas , Kuliyah Akhlak, 2.
Mahmud,Ali Abdul Halim, at- Tarbiyah……, 36
Selain itu juga akhlak mempunyai tujuan yang bisa berfungsi
dengan baik antara lain yaitu :
a. Mendapat Ridho Allah SWT.
Orang yang melakukan segala perbuatan karena mengharap ridho
Allah berarti ia telah ikhlas atas perbuatan yang dilakukannya.
b. Membentuk kepribadian muslim.
Maksudnya segala perilaku, baik ucapan, perbuatan, pikiran
dan.kata hati mencerminkan sikap ajaran –ajaran agama Islam.
c. Mewujudkan perbuatan yang mulia dan terhindar dari perbuatan
tercela.
Dengan bimbingan hati yang disertai dengan ridho kepada Allah
dengan hati yang ikhlas, maka akan terwujudnya perbuatan yang terpuji
yang seimbang antara kepentingan dunia dan kepentingan akhirat serta
terhindar dari perbuatan yang tercela.71
Di samping itu tujuan akhlak adalah hendak menciptakan manusia
sebagai mahkluk yang tinggi dan sempurna untuk membedakan makhlukmakhluk yang lain . Akhlak hendak menjadikan manusia yang
berkelakuan baik, bertindak baik terhadap manusia, terhadap sesama
makhluk dan terhadap Allah yang telah menciptakan.72
71
72
Zaimuddin Dan Jamhri, Al- Islam 2 Muamalah Dan Akhlaq, 76
Rifai, Aqidah Akhlak., 41.
3. Sumber-Sumber Akhlak
Akhlak bersumber pada Al-Quran wahyu Allah yang tidak
diragukan keasliannya dan kebenarannya. Dengan Nabi Muhammad
sebagai the living Qur’an. Semua pengikut Muhammad juga harus dicelup
( baca: diajarkan ) dengan celupan ( baca: ajaran ) al-Quran, semua
muslim harus menjadi duplikat ( mencontoh ) Nabi Muhammad. Akhlak
Islam adalah sebagai alat untuk mengontrol semua perbuatan manusia, dan
setiap perbuatan manusia diukur dengan suatu sumber yaitu al-Quran dan
al-Hadis. Dengan demikian, kita harus selalu mendasarkan pada al-Quran
dan al-Hadis sebagai sumber akhlak.73
Ketika Ummul Mukminin, Aisyah r.a., ditanya oleh Jabir bin Nufair
tentang akhlak Rasulullah saw., ia berkata,
‫كان خلقه القرأن‬
” Akhlak beliau adalah Al-Quran.” ( HR Muslim, Abu Dawud, dan
Ahmad ).
Berangkat dari perkataan Aisyah r.a., istri Rasulullah saw.diatas,
dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan akhlak yang terangkum
dalam al-Quran disertai dengan as-Sunnah sebagai perincinya sudah
cukup bagi kita sebagai kaum muslimin.
73
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini........, 224-225
Al-Quran membahas semua nilai-nilai akhlak tanpa terkecuali. Ayatayatnya tidak meninggalkan suatu pun permasalahan yang berhubungan
dengan akhlak. Setiap dimensi yang berkaitan dengan akhlak terdapat di
dalamnya baik berbentuk perintah, larangan maupun berbentuk ajaran,
baik mengenai akhlak terpuji maupun mengenai perilaku tercela.
Bisa dikatakan bahwa al-Quran telah mencakup semua kaidahkaidah dasar tentang akhlak atau jika meminjam istilah perundangundangan. Al-Quran adalah undang-undang moral.74
Dalam As Sunnah sendiri terdapat keteladanan-keteladanaan Nabi
Muhammad SAW. dalam kehidupan sehari-hari Beliau. Dan Allah SWT
dalam wahyuNya menyerukan agar umat Islam mengikuti keteladanan dan
contoh yang dilakukan Rosulullah dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang
berbunyi :
     







 
   
74
Mahmud,Ali Abdul Halim, at- Tarbiyah……, 173
Artinya : Sesungguhnya adalah bagi kamu pada (diri) Rosullullah
itu satu ketauladanan bagi orang yag percaya kepada Allah dan hari
Kemudian dan menyebut Allah dengan (sebutan) yang banyak. (Al-Ahzab
;21)75
Selain itu tingkah laku Nabi Muhammad SAW perilakunya
mencerminkan Al-Qur’an, sehingga bisa bermanfaat bagi umat Islam
dijadikan sebagai suri ketauladanan dalam kehidupan sehari-hari dan
dapat
dijadikan dasar dalam menciptakan Akhlakul Karimah bagi umat
Islam.
Adapun penghargaan untuk memperoleh rahmat Allah adalah
mengharapkan penuain (balasan) yang diinginkan kelak di hari kiamat.
Setiap orang yang memiliki kejernihan hati tentu menyadari bahwa dunia
ini adalah tempat bertanam bagi penuaian kelak di akhirat.76
Di samping itu di dalam As Sunnah Rosulullah memberikan
pedoman dan tuntunan yang berarti agar umat Islam mengerjakan hal yang
baik dan tidak terjerumus dalam perbuatan-perbuatan dosa atau tercela.
Namun daripada itu hati nurani manusia tidak selalu berjalan
dengan baik, karena dalam praktek kehidupan sehari-hari banyak di
75
R.H.A. Soenarjo, Al Qur’an Dan Terjemah, 670.
76
Zainuddin Dan Jamhari, Al- Isalam 2 Muamalah Dan Akhlaq, 80.
jumpai tantangan-tantangan dan rintangan yang selalu membayangi kita
dan menghadang kita bahkan menggoda kita. Tetapi itu semua tergantung
pada seseorang itu, apakah ia kuat menerima tantangan itu atau tidak. Itu
semua tergantung pada keimanan dan ketakwaan orang tersebut, karena
dialah menjalani hidup sendiri, akan tetapi di dalam ajaran agama Islam
kita di tuntut untuk berusaha semaksimal mungkin.
4. Pembagian Akhlak
Akhlak manusia terdiri atas akhlak yang baik ( al-akhlaq almahmudah ) dan akhlak yang tercela ( akhlaq madzmumah ), sehingga
harus diperhatikan baik sejak mau tidur hingga bangun dari tidurnya, sejak
bangun tidur sampai akan tidur kembali. Jadi akhlak seseorang itu dapat
digolongkan menjadi dua kategori.
Download