BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi saat

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hipertensi saat ini telah menjadi masalah kesehatan yang serius di dunia.
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat
600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal
setiap tahunnya. Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit
kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan
sekitar 20–35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi. Oleh sebab itu,
penyakit hipertensi harus dicegah dan diobati. Hal tersebut merupakan tantangan bagi
dunia kesehatan di masa yang akan datang (Rahajeng dan Tuminah, 2009).
Untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya diupayakan melalui
pengobatan pada pasien hipertensi dengan tujuan untuk menurunkan angka kematian
dan kesakitan penyakit kardiovaskuler. Pengobatan tersebut dapat dilakukan secara
farmakologis dan non farmakologis. Pengobatan secara non farmakologis antara lain
dengan mengurangi asupan garam, perubahan pola makan, olah raga teratur,
menghentikan rokok dan alkohol serta mengurangi berat badan (Mancia, 2013).
Pengobatan secara farmakologis dilakukan melalui pemberian obat-obatan. Cukup
banyak obat kimiawi yang tersedia dan masih digunakan dalam pengobatan hipertensi
baik obat tunggal maupun kombinasi beberapa obat antihipertensi. Dewasa ini dikenal
delapan golongan obat yang digunakan untuk terapi hipertensi, yaitu diuretik, αreceptor blocker, β-receptor blocker, obat-obat SSP (Sistem Saraf Pusat), antagonis
1
2
kalsium, ACE-inhibitor, vasodilator, dan AT-II-receptor blocker (Tjay dan Rahardja,
2007).
Salah satu obat antihipertensi yang sering digunakan adalah golongan diuretik.
Diuretik adalah suatu zat yang meningkatkan laju pengeluaran volume urin, termasuk
elektrolit yaitu ion natrium dan klorida. Diuretik bekerja dengan menghambat
reabsorbsi ion natrium dan klorida di tubulus ginjal, sehingga menyebabkan
natriuresis (peningkatan ekskresi natrium) dan menimbulkan diuresis (peningkatan
pengeluaran air). Efek diuresis tersebut terjadi akibat penghambatan reabsorbsi ion
Na+ dan Cl- yang tersisa di tubulus bekerja dengan cara osmotik untuk menurunkan
reabsorbsi air. Diuretik banyak digunakan pada penyakit yang berhubungan dengan
edema dan hipertensi. Salah satu obat diuretik yang paling sering digunakan adalah
hidroklorotiazid. Diuretik tiazid dapat menghambat reabsorbsi natrium klorida di hulu
tubuli distal, sehingga menyebabkan peningkatan pengeluaran urin. Dosis yang
digunakan antara 12,5-25 mg dengan pemberian 1x sehari. Akan tetapi obat tersebut
memiliki beberapa efek samping seperti gangguan elektrolit meliputi hipokalemia,
hiponatremia,
hipovolemia,
hipokloremia,
dan
hipomagnesemia.
Selain
itu
hidroklorotiazid dapat memperberat gejala insufisiensi ginjal, menurunkan toleransi
glukosa, dan menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida plasma.
(Nafrialdi, 2007; Guyton dan Hall, 2012).
Pengobatan hipertensi bersifat jangka panjang sehingga menyebabkan efek
samping dari penggunaan obat yang lebih bervariasi. Saat ini pengobatan pada
berbagai macam penyakit telah bergeser menggunakan pengobatan alternatif dengan
menggunakan bahan yang bersumber dari alam, seperti tumbuhan, hewan, maupun
mineral. Obat tradisional asli Indonesia dikenal dengan nama jamu, umumnya
merupakan campuran obat herbal, yaitu obat yang berasal dari tanaman. Bagian
3
tanaman yang digunakan dapat berupa akar, batang, daun, umbi maupun juga seluruh
bagian tanaman (Dewoto, 2007).
Keunggulan dari pengobatan herbal adalah bahan dasarnya yang bersifat alami
sehingga efek sampingnya dapat ditekan seminimal mungkin (Utami, 2008). Selain
itu, obat dari bahan alam lebih mudah dijangkau oleh masyarakat luas, dari segi
ekonomi maupun ketersediaannya (Mustarichie dan Anggraini, 2011).
Salah satu tanaman obat yang tumbuh di Indonesia adalah belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.). Buah Belimbing wuluh dapat dipakai untuk menyembuhkan
beberapa jenis penyakit antara lain antiradang, memperbanyak pengeluaran empedu,
menghilangkan rasa sakit, penyegar kulit, dan peluruh kencing (Permadi, 2006;
Wijayakesuma, 2006). Daun tanaman ini mengandung flavonoid, saponin, dan tanin
(Hariana, 2012). Flavonoid menyebabkan peningkatan ekskresi elektrolit, seperti ion
natrium, melalui mekanisme penghambatan terhadap reabsorbsi Na+ di tubulus.
Selanjutnya Na+ yang tersisa bekerja secara osmotik menurunkan reabsorbsi air yang
menimbulkan efek diuresis (Chodera et al., 1991; Guyton dan Hall, 2012). Selain
flavonoid, ion kalium juga dapat menyebabkan efek diuresis melalui mekanisme yang
sama dengan flavonoid (Kwon, et al., 2010). Hernani et al. (2009) melaporkan bahwa
ekstrak daun belimbing wuluh dapat menurunkan tekanan darah pada dosis 25 mg/Kg
BB hewan uji berupa kucing.
Berdasarkan uraian di atas, ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
yang mengandung berbagai senyawa penting terutama flavonoid dan ion kalium
diharapkan mempunyai efek diuresis pada tikus putih jantan model hipertensi yang
diinduksi larutan NaCl. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek diuresis
ekstrak etanol daun belimbing wuluh tikus putih jantan model hipertensi yang
4
diinduksi larutan NaCl serta mengetahui tingkat diuresisnya dibandingkan dengan
hidrokloratiazid.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana efek diuresis ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L.) pada tikus putih (Rattus norvegicus) model hipertensi ?
2. Bagaimana perbandingan efek diuresis ekstrak tersebut dengan hidroklorotiazid
dosis terapi pada tikus putih (Rattus norvegicus) model hipertensi ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui efek diuresis dan efek antihipertensi ekstrak etanol daun
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada tikus putih (Rattus norvegicus)
model hipertensi.
2. Untuk mengetahui perbandingan efek diuresis dan efek antihipertensi ekstrak
tersebut dengan dengan hidroklorotiazid dosis terapi pada tikus putih (Rattus
norvegicus) model hipertensi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah efek
diuresis dan efek antihipertensi ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada tikus
putih model hipertensi, serta informasi mengenai efektivitas ekstrak tersebut
dibandingkan dengan hidroklorotiazid (obat standar antihipertensi).
5
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian tahap lebih
lanjut dengan metode yang lebih baik pada hewan uji yang tingkatannya
lebih tinggi.
b. Penelitian ini diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk memanfaatkan
dan membudidayakan tanaman herbal di lingkungan tempat tinggal sebagai
pengobatan alternatif.
Download