BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN UMUM BANDAR UDARA
Sistem transportasi merupakan sebuah sarana yang berfungsi untuk
memindahkan atau membawa manusia (penumpang) atau barang dari suatu tempat
asal ke tempat tujuan. Pemindahan penumpang ini erat kaitannya dengan aktivitas
manusia itu sendiri, seperti bisnis, pengiriman produk usaha / kargo, perjalanan
wisata, dan lain sebagainya. Sedangkan perpindahan barang terkait dengan
distribusi yang hemat waktu dan biaya.
Salah satu di antara moda transportasi umum yang mampu mengatasi
kendala jarak dan waktu adalah pesawat terbang. Kesulitan transportasi antarpulau
bahkan antarbenua dapat saja diatasi dengan kehadiran teknologi berupa pesawat
terbang dengan menggunakan wadah pemberhentian asal dan tujuan yang bernama
bandar udara (bandara).
A.1.
PENGERTIAN BANDAR UDARA
Bandar udara atau bandara merupakan suatu wadah kegiatan
lanjutan atau bagian titik terminal pesawat dalam serangkaian perjalanan
udara. Fasilitas yang dimilikinya dirancang untuk memudahkan suatu
pesawat terbang saat mendarat maupun lepas landas. Selama itu pula
terdapat kegiatan menaikkan dan menurunkan penumpang, penjualan dan
pembelian tiket, menaikkan dan menurunkan barang ataupun kargo.
Bandara Udara adalah lapangan udara, termasuk segala bangunan
dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin
tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat.9
Bandar udara atau bandara adalah kawasan di daratan dan atau
perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat
pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar
muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi,
9
PT Persero Angkasa Pura
16
yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan,
serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.10
Pengertian bandar udara ada bila dilihat dari diagram, menurut
Robert Horonjeff :
: Arus pesawat terbang
: Arus penumpang
Gambar II-1 Diagram Sistem Bandar Udara
Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport.
Dari pengertian di atas, dapat diungkap bahwa bandar udara
mempunyai tiga bagian utama, yaitu :
a. Lapangan terbang, merupakan area operasi pesawat terbang yang
terdiri dari runway, taxiway dan holding apron.
10
Kementrian Perhubungan Republik Indonesia, 2010. Peraturan Menteri Perhubungan tentang
Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Jakarta
17
b. Area terminal, meliputi apron, bangunan terminal penumpang,
bangunan untuk kargo, hanggar, area pemeliharaan, dan area parkir
kendaraan.
c. Area pendukung meliputi Air Traffic Control atau menara
pengawas, Airport maintenance dan Airport utility yang digunakan
sebagai pengawas dari lalu lintas udara dan pengatur pesawat yang
berada di bandara.
A.2.
TIPE BANDAR UDARA
Bandar Udara secara umum dapat digolongkan ke dalam beberapa
tipe menurut beberapa kriteria dari sarana dan prasarana yang dimiliki,
antara lain:
1. Berdasarkan karakteristik fisiknya, bandar udara dapat
digolongkan menjadi seaplane bases (tempat pendaratan
pesawat di atas air), heliport (tempat pendaratan helikopter),
stoport (tempat take-off dan landing
dengan jarak yang
pendek), dan bandar udara konvensional (pada umumnya).
2. Berdasarkan pengelolaan dan penggunaannya, bandar udara
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu bandar udara umum
yang dikelola oleh pemerintah untuk penggunaan secara
umum maupun secara militer dan bandar udara swasta atau
pribadi yang dikelola dan digunakan untuk kepentingan
pribadi atau perusahaan tertentu.
3. Berdasarkan
aktivitas
rutinnya,
bandar
udara
dapat
digolongkan menurut jenis pesawat terbang yang beroperasi
(enplanements), serta menurut karakteristik operasinya.
4. Berdasarkan fasilitas yang tersedia, bandar udara digolongkan
berdasarkan jumlah dan panjang landasan pacu yang dimiliki,
fasilitas elektronika dan listrik penerbangan mencakup
peralatan navigasi, kapasitas hanggar dan sebagainya.
5. Berdasarkan tipe perjalanan yang dilayani, bandar udara dapat
digolongkan menjadi bandar udara internasional, domestik
dan gabungan.
18
A.3.
KOMPONEN UTAMA BANDAR UDARA
Bandar udara merupakan pusat interaksi tiga komponen pelaku
utama dari sistem transportasi udara yaitu pengelola bandar udara,
perusahaan penerbangan dan pengguna. Untuk membentuk suatu sistem
pengoperasian yang baik, ketiga komponen ini harus diakomodasi secara
baik agar tercapai keseimbangan interaksi masing-masing komponennya.
Dalam merencanakan suatu bandar udara dikenal istilah airport
system, yaitu keseluruhan dari segala sesuatu yang terdapat dalam bandar
udara. Airport system inilah yang merupakan inti dari permasalahan yang
harus dipecahkan dalam proses perencanaan sebuah bandara. Airport system
dapat dibagi atas dua komponen utama yaitu:
AIRSIDE AREA (SISI UDARA BANDAR UDARA)
Gambar II-2 Airside di Bandara Heathrow, London
Sumber : http://i.telegraph.co.uk/multimedia/archive/01814/heathrow_1814660b.jpg
(16 Januari 2016)
Merupakan area dalam bandara yang terdiri dari sistem
landasan pesawat atau runway, taxiway ,appron, holding pad dan
exit taxiway, yaitu sistem yang berhubungan langsung dengan
pergerakan pesawat meliputi landing, taxiing, take off serta parkir
pesawat dan bongkar muat barang.
Keputusan Menteri Perhubungan KM No 47 tahun 2002
menyebutkan bahwa sisi udara suatu bandar udara adalah bagian
dari bandar udara dan segala fasilitas penunjangnya yang merupakan
daerah bukan publik tempat setiap orang, barang, dan kendaraaan
yang akan memasukinya wajib melalui pemeriksaan keamanan
dan/atau memiliki izin khusus.
19
Fasilitas sisi udara ditinjau dari pengoperasiannya sangat
terkait erat dengan karakteristik pesawat dan senantiasa harus dapat
menunjang terciptanya jaminan keselamatan, keamanan dan
kelancaran penerbangan yang dilayani. Aspek-aspek tersebut
menjadi pertimbangan utama dalam menyusun standar persyaratan
teknis operasional fasilitas sisi udara. Sehingga standar kelayakan
teknis operasional fasilitas ini disusun dengan acuan baku yang
terkait dengan pesawat udara yang dilayani. Acuan ini merupakan
hasil pengolahan dari acuan internasional yang ada disesuaikan
dengan kondisi dan peraturan yang ada di Indonesia, seperti
penyesuaian ICAO mengatur hal tersebut dalam bentuk penentuan
code letter dan code number.
LANDSIDE AREA (SISI DARAT BANDAR UDARA)
Gambar II-3 Landside Bandara Incheon
Sumber : https://thedesignair.files.wordpress.com/2012/04/incheon-internatioalairport-seoul-thumbnail.jpg (16 Januari 2016)
Merupakan area dalam bandara yang terdiri dari area parkir
kendaraan dan sirkulasi kendaraan dimana penumpang diarahkan
dari perjalanan darat masuk ke bagian passenger-proscessing untuk
keperluan
perjalanannya;
dan
bangunan
terminal
dimana
penumpang melewati proses dalam persiapan untuk keperluan
memulai dan mengakhiri suatu perjalanan udara.
Keputusan Menteri Perhubungan KM No 47 tahun 2002
menyebutkan bahwa Sisi Darat suatu bandar udara adalah wilayah
bandar udara yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan
operasi penerbangan.
20
Adapun ditinjau dari pengopersiannya, fasilitas sisi darat
sangat terkait erat dengan pola pergerakan barang dan penumpang
serta
pengunjung
dalam
suatu
bandar
udara.
Sehingga
pengoperasian fasilitas ini harus dapat memindahkan penumpang,
kargo, surat, pesawat, pergerakan kendaraan permukaan secara
efisien, cepat dan nyaman dengan mudah dan berbiaya rendah.
Selain
itu
aspek
keselamatan,
keamanan
dan
kelancaran
penerbangan juga harus tetap dipertimbangkan terutama sekali pada
pengoperasian fasilitas sisi darat yang terkait dengan fasilitas sisi
udara. Dalam penetapan standar persyaratan teknis operasional
fasilitas sisi darat, satuan yang digunakan untuk mendapatkan nilai
standar adalah satuan jumlah penumpang yang dilayani. Hal ini
karena aspek efisiensi, kecepatan, kenyamanan keselamatan,
keamanan dan kelancaran penerbangan dapat dipenuhi dengan
terjaminnya kecukupan luasan yang dibutuhkan oleh masing-masing
fasilitas.
Kedua
komponen
di
atas
(airside
dan
landside)
dihubungkan oleh sebuah terminal yang juga berperan sebagai
media peralihan (interface).
A.4.
KONFIGURASI BANDAR UDARA
Konfigurasi bandar udara merupakan jumlah (volume lalu lintas)
dan orientasi (arah angin dan luas daerah yang tersedia untuk
pengembangan) landasan pacu dan letak daerah terminal terhadap landasan
pacu. Letak bangunan terminal dengan landasan pacu sedemikian rupa
sehingga memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melayani
penumpang. Komponen pokok bandar udara meliputi : runway, taxiway,
holding apron, holding bay, dan terminal area.
RUNWAY (LANDASAN PACU)
Fasilitas landas pacu (runway), fasilitas ini adalah faslitas
yang berupa suatu perkerasan yang disiapkan untuk pesawat
melakukan kegiatan pendaratan dan tinggal landas. Elemen dasar
21
runway meliputi perkerasan yang secara struktural cukup untuk
mendukung beban pesawat yang dilayaninya, bahu runway, runway
strip, landas pacu buangan panas mesin (blast pad), runway end
safety area (RESA) stopway, clearway.
Gambar II-4 Diagram Bandar Udara
Sumber : http://lessonslearned.faa.gov/American625/New_Airport_Diagram.jpg
(16 januari 2016)
Dari panjang landas pacu yang terdapat di sebuah bandara,
dapat diklasifikasikan bandara tersebut dan dapat ditentukan pula
tipe pesawat yang diwadahinya.
Tabel II-1 Klasifikasi Bandar Udara Berdasarkan Tipe dan Panjang
Runway
KELAS
TIPE PESAWAT
PANJANG
BERDASARKAN
LANDASAN PACU
JARAK JELAJAH
(meter)
I
Long Range
3200
II
Medium
2600
III
Medium
2200
IV
Short Range
1600
V
General Aviation
500
Sumber: Ashford, Norman & Wirght, Paul. 1976. Airport Engineering.
Runway merupakan komponen pokok dalam bandar udara
yang digunakan untuk pendaratan / landing dan lepas landas / take
off pesawat terbang. Elemen – elemen dasar landasan pacu antara
lain:
a. Perkerasan struktural sebagai tumpuan pesawat udara.
b. Bahu landasan yang berbatasan dengan perkerasan
struktural, direncanakan sebagai penahan erosi akibat air
dan semburan mesin jet, serta melayani perawatan
landasan.
c. Area keamanan landasan pacu (runway safety area) yang
terdiri dari struktur perkerasan, bahu landasan, dan area
bebas halangan.
22
d. Blast pad, area yang direncanakan untuk mencegah erosi
pada permukaan yang berbatasan dengan ujung landasan
pacu.
Kelengkapan data yang merupakan aspek penilaian
meliputi runway designation / number / azimuth yang merupakan
nomer atau angka yang menunjukkan penomoran landas pacu dan
arah kemiringan landas pacu tersebut. Data ini merupakan data yang
telah ditetapkan sejak awal perencanaan dan pembangunan bandar
udara.
Dimensi landas pacu yang meliputi panjang dan lebar
landas pacu. Panjang landas pacu dipengaruhi oleh pesawat kritis
yang dilayani, temperatur udara sekitar, ketinggian lokasi,
kelembaban bandar udara, kemiringan landas pacu, dan karakteristik
permukaan landas pacu. Fasilitas landas pacu ini mempunyai
beberapa bagian yang masing-masingnya mempunyai persyaratan
tersendiri.
Jarak untuk menempuh taxiway yang sesingkat mungkin
dari terminal ke ujung runway dan untuk memperpendek jarak
tempuh yang sesingkat mungkin bagi pesawat yang mendarat maka
diperlukan konfigurasi suatu bandara yang tepat. Konfigurasi
runway ada bermacam-macam dan seringkali itu merupakan
kombinasi dari beberapa macam konfigurasi dasar, yaitu:
1)
Single Runway
Suatu bandar udara dengan landasan pacu tunggal jumlah
operasi lepas landas dan pendaratan kurang lebih sama dalam setiap
arah. Jarak landas hubung adalah sama, kedua ujung landasan pacu
dapat dipakai untuk lepas landas. Selain itu letak terminal juga dekat
bagi pendaratan setiap arah.
Gambar II-5 Konfigurasi Single Runway
Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport.
23
2)
Parallel Runway
Kapasitas sistem landasan pacu paralel tergantung pada
jumlah landasan pacu dan pada jarak antara landasan pacu. Jumlah
landasan Pacu yang umum berjumlah dua, tiga dan empat. Jarak
antara paralel landasan pacu bervariasi yaitu dipengaruhi oleh
kapasitas sistem bandara keberangkatan dan kedatangan.
Gambar II-6 Konfigurasi Parallel Runway
Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport.
Jarak antar runway dipengaruhi oleh kapasitas sistem
bandara keberangkatan dan kedatangan:
Gambar II-7 Jarak Antar Runway
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga
Parallel non instrument runway yang tersedia dan
digunakan secara bersamaan (simultan), minimum separation
distance antara runway centerline tidak boleh kurang dari :

210 m dimana code number runway tertinggi adalah 3 atau 4

150 m dimana code number runway tertinggi 2

120 m dimana code number runway tertinggi 1
24
Parallel instrument runway yang tersedia dan digunakan
secara bersamaan (simultan), minimum separation distance antara
runway centerline tidak boleh kurang dari :
3)

Untuk independent parallel approachs, 1.035 m

Untuk dependent parallel approachs, 915 m

Untuk independent parallel departures, 760 m

Untuk segregated parallel approachs, 760 m
Staggered Parallel Runway
Konfigurasi untuk bandar udara yang memiliki landasan
pacu khusus yang dipakai untuk pendaratan saja demikian juga yang
satunya hanya digunakan untuk lepas landas saja. Keuntungan dari
konfigurasi staggered parallel runway dibandingkan dengan
parallel runway adalah terdapat pengurangan jarak landas hubung
baik untuk lepas landas maupun untuk pendaratan. Kekurangannya
adalah membutuhkan lahan yang lebih luas.
Gambar II-8 Konfigurasi Staggered Parallel Runway
Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport.
4)
Openning V Runway
Konfigurasi opennng v runway diterapkan pada bandar
udara yang memiliki arah angin yang lemah menyebabkan perlunya
landasan pacu lebih dari satu arah dengan meletakkan terminal di
tengah. Apabila tiupan angin lemah maka pengendali lalu lintas
udara dapat memanfaatkan kedua landasan pacu tersebut untuk
pendaratan dan lepas landas.
Gambar II-9 Konfigurasi Openning V Runway
Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport.
25
5)
Intersection Runway
Suatu bandara bisa memiliki lebih dari satu landasan pacu,
dua atau lebih landasan pacu dalam arah yang berlainan,
berpotongan satu sama lain, ini disebut sebagai landasan pacu
berpotongan (intersection runway). Konfigurasi landasan seperti ini
diperlukan ketika angin relatif kuat terjadi apabila lebih dari satu
arah, sehingga cross-winds berlebihan ketika hanya satu landasan
pacu yang disediakan. Ketika angin kuat, hanya satu landasan pacu
dari intersection runway yang dapat digunakan, ini dapat
mengurangi kapasitas lapangan terbang secara substansial. Bila
angin bertiup lemah (kurang dari 20 knots atau 13 knots), kedua
landasan pacu dapat digunakan secara bersamaan. Kapasitas dua
landasan yang bersilangan tergantung sepenuhnya di bagian mana
landasan itu bersilangan (di tengah, di ujung), serta cara operasi
penerbangan yaitu strategi dari pendaratan dan lepas landas.
Kapasitas landasan ditentukan dari jarak persilangan terhadap titik
awal lepas landas. Semakin dekat jarak persilangan dengan titik
awal lepas landas maka semakin besar kapasitas yang dicapai.
Gambar II-10 Konfigurasi Intersection Runway
Sumber : http://virtualskies.arc.nasa.gov/airport_design/5.html (10 Deember
2015)
TAXIWAY (LANDAS HUBUNG)
Taxiway merupakan jalan penghubung antara landasan
pacu dengan pelataran pesawat (apron), hangar, terminal, atau
fasilitas lainnya di sebuah bandar udara. Taxiway adalah bagian dari
fasilitas sisi udara bandar yang dibangun untuk jalan keluar masuk
pesawat dari landas pacu maupun sebagai sarana penghubung antara
beberapa fasilitas seperti aircraft parking position taxiline, apron
26
taxiway, dan rapid exit taxiway. Sebagian besar taxiway mempunyai
permukaan keras yang merupakan lapisan aspal atau beton,
walaupun bandar udara yang lebih kecil terkadang menggunakan
batu kerikil atau rumput.
Gambar II-11 Landas Hubung Bandar Udara (warna biru)
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Landasan_gelinding (10 Deember 2015)
Taxiway yang dipakai untuk pembelokan dari runway dan
biasanya sudut yang dibentuk adalah 300 disebut exit-taxiway.
Dengan sudut ini diharapkan pesawat dengan kecepatan tinggi (60
sampai 65 mil/jam) dapat dilayani dan cepat meninggalkan
landasan. Exit taxiway perlu dirancang untuk meminimasi waktu
penggunaan runway yang diperlukan oleh pesawat yang mendarat.
Rapid end taxiway yang terletak di bagian ujung landas pacu
dirancang dengan sudut kemiringan 250 hingga 450 dari sudut landas
pacu untuk digunakan oleh pesawat keluar meninggalkan runway
dalam kecepatan tinggi. Taxiway harus dirancang sedemikian rupa
sehingga dapat meminimalkan jarak antara terminal dan bagian
ujung landas pacu.
Gambar II-12 Konfigurasi Taxiway, Rapid End Taxiway dan Runway
Sumber: http://www.tc.gc.ca/media/images/ca-publications/figure3-1a.gif (10
Deember 2015)
27
Exit taxiway atau turnoff adalah jenis taxiway yang
diletakkan menyudut pada beberapa bagian dari landas pacu sebagai
sarana bagi pesawat untuk dengan segera meninggalkan runway
sehingga runway bisa dengan cepat digunakan lagi oleh pesawat
lainnya. Lebar taxiway sebesar 30 m dengan lebar bahu 10 m untuk
mengamankan mesin dari pesawat yang lebih besar. Untuk lebar dari
Taxiway dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :
Tabel II-2 Lebar Taxiway berdasarkan Code Letter Bandara
Code letter
Taxiway width
A
7.5 m
B
10.5 m
C
15 m ; jika taxiway akan digunakan oleh pesawat
dengan sumbu roda < 18m
18 m ; jika taxiway akan digunakan oleh pesawat
dengan sumbu roda > 18m
D
18 m ; jika taxiway akan digunakan oleh pesawat
dengan roda terluar utama < 9m
23 m jika taxiway akan digunakan oleh pesawat
dengan roda terluar utama > 9m.
E
23 m
Sumber: http://www.tc.gc.ca/eng/civilaviation/publications/tp312-chapter3-3-44671.html (10 Deember 2015)
Bandara-bandara yang sibuk umumnya membangun rapid
taxiway sehingga pesawat terbang dapat lebih cepat meninggalkan
landasan pacu. Exit-taxiway juga dibangun dan diletakan di
beberapa tempat di sepanjang landasan pacu, sehingga pesawat yang
baru mendarat dapat meninggalkan landasan pacu secepat mungkin
sehingga landasan pacu dapat digunakan oleh pesawat lain. Hal ini
dilakukan agar landasan pacu dapat dikosongkan dalam jangka
waktu yang lebih pendek untuk memberikan ruang bagi pesawat
lainnya untuk mendarat.
HOLDING APRON
Holding apron yang juga disebut apron run-up atau warm
up, diletakkan pada ujung-ujung runway maupun taxiway yang
digunakan untuk menunggu ijin lepas landas dan bisa digunakan
untuk pemeriksaan terakhir pesawat sebelum lepas landas.
28
Holding apron dirancang untuk dapat menampung dua
hingga empat pesawat dan menyediakan ruang sehingga satu
pesawat dapat melewati lainnya.
HOLDING BAY
Holding bay adalah apron khusus ukurannya relatif kecil,
lebih kecil dari apron untuk naik turun penumpang maupun bongkar
muat barang yang ditempatkan pada suatu tempat yang mudah
dicapai di bandar udara untuk parkir pesawat sementara.
Beberapa bandara pada jam sibuk tidak cukup untuk
memenuhi permintaan pesawat yang akan memasuki apron atau
jumlah pintu masuk (gate) tidak cukup untuk memenuhi permintaan
pesawat yang datang. Bila hal tersebut terjadi maka pengendali lalu
lintas udara akan mengarahkan pesawat-pesawat tersebut untuk
menuju holding bay. Fluktuasi permintaan pada masa mendatang
sulit diprediksi, oleh karena itu membutuhkan fasilitas parkir
sementara atau sering disebut holding bay.
APRON
Gambar II-13 Pesawat Parkir pada Apron Bandara
Sumber : http://www.gettyimages.co.uk/detail/news-photo/boeing-787dreamliner-aircraft-operated-by-long-haul-budget-news-photo/474924782 (17
januari 2016)
Fasilitas pelataran parkir pesawat terbang (apron) adalah
fasilitas sisi udara yang disediakan sebagai tempat bagi pesawat saat
melakukan kegiatan menaikkan dan menurunkan penumpang,
muatan pos dan kargo dari pesawat, pengisian bahan bakar, parkir
dan perawatan pesawat.
29
Apron merupakan penghubung antara bangunan terminal
dengan bandar udara. Apron mencakup daerah parkir pesawat yang
disebut ramp dan daerah untuk menuju ke ramp tersebut. Pada ramp
ini pesawat diparkir di tempat yang disebut pintu-hubung ke pesawat
(gate).
Apron merupakan bagian dari bangunan terminal pada sisi
udara (airside). Antara bangunan fisik terminal dan apron terjadi
suatu
pertemuan dengan pesawat
yang disebut
interface.
Penempatan suatu apron tergantung pada penempatan terminal yang
akan dirancang. Luas apron didasarkan pada tiga faktor yaitu jumlah
pintu-hubung ke pesawat, ukuran pintu-hubung dan denah parkir
pesawat di setiap pintu-hubung.
Apron merupakan bagian bandar udara yang melayani
terminal sehingga harus dirancang sesuai dengan kebutuhan dan
karakteritik terminal tersebut. Beberapa pertimbangannya :
a. Menyediakan jarak paling pendek antara landas pacu dan
tempat pesawat berhenti.
b. Memberikan
keleluasaan
pergerakan
pesawat
untuk
melakukan manuver sehingga mengurangi tundaan.
c. Memberikan cukup cadangan daerah pengembangan yang
dibutuhkan jika nantinya terjadi peningkatan permintaan
penerbangan atau perkembangan teknologi pesawat terbang.
d. Memberikan efisiensi, keamanan, dan kenyamanan pengguna
secara maksimum.
e. Meminimalkan dampak lingkungan
Perancangan apron juga terkait dengan sistem terminal
yang digunakan oleh bandar udara bersangkutan yang terdiri dari
terminal konsep tunggal, konsep linier, konsep dermaga, konsep
satelit, konsep transporter dan konsep campuran.
Aspek yang diperhatikan dalam kelayakan operasional di
dalam apron meliputi dimensi (panjang dan lebar), kemiringan
memanjang (longitudinal slope), kemiringan melintang (transverse
30
slope), jenis perkerasan (surface type), dan kekuatan (strength) dan
apron marking yang antara lain apron edge marking, apron
guidance marking, parking stand position marking.
GSE (Ground Support Equipment) fasilitas ini adalah suatu
area yang disediakan sebagai tempat lalu lintas peralatan penunjang
pendaratan dan penerbangan yang terletak diantara apron dan
teminal penumpang. Luasannya dipengaruhi oleh jenis pesawat
yang dilayani dan jumlah serta jenis peralatan pendaratan dan
penerbangan yang dipersyaratkan untuk menunjang kinerja
operasional bandar udara tersebut.
TERMINAL BANDAR UDARA
Terminal merupakan suatu daerah utama yang mempunyai
hubungan (interface) antara lapangan udara (airfield) dengan bagian
bandar
udara
yang
mencakup
fasilitas-fasilitas
pelayanan
penumpang, penanganan barang bawaan (baggage handling),
penanganan barang kiriman (cargo handling), administrasi, dan
perawatan bandar udara yang akan dijelaskan lebih dalam pada subbab selanjutnya.
A.5.
KLASIFIKASI BANDAR UDARA
Klasifikkasi bandar udara terdiri atas beberapa kelas bandar udara
yang ditetapkan berdasarkan kapasitas pelayanan dan kegiatan operasional
bandara udara. Kapasitas pelayanan merupakan kemampuan bandar udara
untuk melayani jenis pesawat udara terbesar dan jumlah penumpang /
barang yang meliputi : Kode angka (code number) yaitu perhitungan
panjang landasan pacu berdasarkan referensi pesawat aeroplane reference
field length (ARFL). Dan kode huruf (code letter) yaitu perhitungan sesuai
lebar sayap dan lebar / jarak roda terluar pesawat..
Tabel II-3 Kriteria Klasifikasi Bandar Udara
Kode
angka
(code
number)
1
2
Panjang
Landasan
Pacu
Berdasarkan
Referensi
Pesawat (aeroplane reference
field length - ARFL)
ARFL < 800m
800m ≤ ARFL < 1200m
Kode
huruf
(code
letter)
A
B
Bentang
Sayap
(Wing Span – WS)
Jarak Roda Utama
Terluar
(Outer
Main Gear – OMG)
WS < 15m
15m ≤ WS < 24m
OMG < 4.5m
4.5m ≤ OMG < 6m
31
Kode
angka
(code
number)
3
4
Panjang
Landasan
Pacu
Berdasarkan
Referensi
Pesawat (aeroplane reference
field length - ARFL)
1200m ≤ ARFL < 1800m
1800m ≤ ARFL
Kode
huruf
(code
letter)
C
D
E
F
Bentang
Sayap
(Wing Span – WS)
Jarak Roda Utama
Terluar
(Outer
Main Gear – OMG)
24m ≤ WS < 36m
36m ≤ WS < 52m
52m ≤ WS < 56m
56m ≤ WS < 80m
6m ≤ OMG < 9m
9m ≤ OMG 14m
9m ≤ OMG 14m
14m ≤ OMG < 16m
Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport.
1. Klasifikasi berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No.
KM 04 Tahun 1992 yang merupakan penyempurnaan dari
Keputusan Menteri No. II/AU – 103 / phb – 85 yang
didasarkan sesuai dengan kegiatan operasional dan kapasitas
pelayanannya , yaitu :
a.
Bandar Udara I A dan Bandar Udara I B
b.
Bandar Udara II A dan Bandar Udara II B
c.
Bandar Udara III A dan Bandar Udara III B
d.
Bandar Udara IV A dan Bandar Udara IV B
e.
Bandar Udara V A dan Bandar Udara V B
f.
Bandar Udara VI A dan Bandar Udara VI B
g.
Bandar Udara VII A dan Bandar Udara VII B
Menurut Keputusan Menteri No. II/AU – 103 / phb – 85, daya
tampung terminal penumpang bandar udara dibagi menjadi:
Tabel II-4 Pembagian Bandara Berdasarkan Kapasitas Orang per Tahun
KELAS
KAPASITAS (orang per tahun)
I
Diatas 1 juta orang
II
500.001 – 1 juta
III
250.001 – 500.000
IV
100.001 – 250.000
V
50.001 – 100.000
VI
25.001 – 50.000
VII
Kurang dari 25.000
Sumber : Keputusan Menteri No. II/AU – 103 / phb – 85
2. Klasifikasi Bandar Udara menurut ukurannya, yaitu :
a.
Bandar Udara Kecil
- Hubungan apron dengan terminal penumpang sederhana.
32
- Fasilitas-fasilitas penumpang berada dalam satu zona
terpusat.
- Tersedia
fasilitas
bongkar
muat
apron,
terminal
penumpang, jalan dan parkir penumpang.
- Terdapat terminal kargo dan bangunan administrasi.
- Tersedianya alat bantu navigasi.
b.
Bandar Udara Menengah
- Hubungan apron dengan terminal penumpang lebih luas.
- Fasilitas-fasilitas penunjang memiliki zona sendirisendiri.
- Tersedia
fasilitas
bongkar
muat
apron,
terminal
penumpang, jalan dan parkir penumpang, menara kontrol,
GSE (Ground Service Equipment), kantor pemadam
kebakaran, fasilitas bahan bakar.
- Terdapat terminal kargo internasional.
- Terdapat fasilitas hangar.
c.
Bandar Udara Besar
- Bentuk bangunan dan apron sudah kompleks.
- Selain fasilitas yang terdapat pada bandar udara menengah
juga tersedia The Smooth Taxing pada apron taxiway.
- Adanya
fasilitas-fasilitas
pendukung seperti
hotel,
shopping center, dan lain-lain.
3. Klasifikasi
Bandar
Udara
berdasarkan
statusnya
menurut
Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 04 Tahun 1992 status
bandar udara dibagi menjadi empat, yaitu :
a. Bandar Udara Internasional
Berperan
dan
berfungsi
sebagai
tempat
pelayanan
penerbangan internasional dan pintu gerbang ke dalam suatu
negara. Bandar udara ini memiliki prosedur pelayanan yang
berlaku secara internasional dalam memproses kedatangan
33
dan keberangkatan penumpang yang meliputi bea cukai,
keimigrasian, karantina dan lain-lain.
b. Bandar Udara Propinsi
Berperan dan berkedudukan sebagai pintu gerbang utama
daerah propinsi, dimana ia melayani jalur pemerbangan
domestik
dan
internasional,
tidak
dapat
menerima
kedatangan dan keberangkatan yang tidak terjadwal kecuali
dalam kondisi tertentu.
c. Bandar Udara Perbatasan
Bandara yang karena letak dan kedudukannya pada suatu
daerah atau wilayah yang berdekatan dengan negara
tetangga. Bandar udara ini melayani jalur domestik dan
internasional juga melayani penerbangan terjadwal dengan
negara tetangga.
d. Bandar Udara Perintis
Bandara yang sifatnya sebagai pembuka komunikasi dan
transportasi daerah terpencil dan sulit dijangkau dengan
sarana transportasi yang lainnya. Sifat bandara ini darurat
dan terbatas fasilitasnya, biasanya sering dijumpai di daerah
pelosok.
A.6.
PERSYARATAN LINGKUNGAN BANDAR UDARA
Selain faktor non fisik seperti di atas, terdapat suatu kondisi
tertentu di sekitar lingkungan bandara yang berpengaruh secara langsung
terhadap kebutuhan akan panjang landas pacu. Kondisi tersebut adalah:
TEMPERATUR
Dalam dunia penerbangan semakin tinggi temperatur maka
semakin panjang landasan pacu yang dibutuhkan karena temperatur
yang tinggi mencerminkan kerapatan udara yang lebih rendah yang
mengakibatkan hasil daya dorong terhadap pesawat yang lebih
rendah.
34
Semakin tinggi temperatur juga membahayakan performa
dari mesin pesawat, yaitu campuran beberapa efek. Negatif efek dari
tingginya temperatur udara adalah pesawat membutuhkan landasan
pacu lebih panjang dari biasanya untuk take off, dan berpotensial
melebihi dari runway yang tersedia.
ANGIN PERMUKAAN
Ada tiga keadaan angin yang mempengaruhi panjang
runaway, yaitu :
1) Keadaan arah angin yang searah dengan arah pesawat
(head wind), hal ini akan memperpanjang landasan.
2) Keadaan arah angin yang berlawanan dengan arah
pesawat (tail wind), hal ini akan memperpendek
landasan.
3) Keadaan arah angin yang tegak lurus arah pesawat, hal
ini tak mungkin dipakai sebagai perencanaan.
Keadaan tail wind dan head wind untuk bandar udara single
runway dan double runway tidak merupakan suatu masalah karena
head wind dapat dibuat tail wind. Tetapi bila konfigurasi dasar
berbentuk silang di sisi tidak bisa head wind atau tail wind dibuat
sama.
Kecepatan angin pada area runway harus diasumsikan
bahwa pendaratan atau lepas landas dari pesawat adalah, dalam
keadaan normal, tidak memungkinkan bila komponen lintas-angin
melebihi:
• 37km / jam dalam kasus pesawat dengan panjang lapangan
pendaratan sepanjang 1500m atau lebih, kecuali bahwa
ketika landasan pacu rendah dalam pengereman karena
koefisien gesek memanjang dengan beberapa frekuensi,
komponen lintas-angin tidak melebihi 24km / jam
• 24km /jam dalam kasus pesawat dengan panjang lapangan
pendaratan sepanjang 1200m atau sampai dengan tetapi
tidak sampai 1500m, dan
35
• 19km / jam dalam kasus pesawat dengan panjang lapangan
pendaratan kurang dari 1200m.
KEMIRINGAN LANDASAN PACU
Tanjakan landasan akan menyebabkan tuntutan panjang
yang lebih jika dibandingkan dengan panjang landasan datar.
Landasan yang menurun akan memperpendek panjang runway.
KETINGGIAN BANDAR UDARA
Jika bandar udara letaknya semakin tinggi dari muka air
laut maka kerapatan udaranya semakin rendah yang menyebabkan
kurangnya daya angkat sayap pesawat dan daya dorong mesin
pesawat sehingga membutuhkan runway lebih panjang, yang
mungkin dapat menghambat kinerja pesawat dan menghambat
kemampuan pesawat untuk dikendalikan dengan aman.
Semakin tinggi letak runway dari permukaan air laut, maka
perpanjangannya yaitu setiap naik 1000 feet perpanjangannya 7%.
Semakin rendah kerapatan udara juga membahayakan performa dari
mesin pesawat, yaitu berdampak negatif. Efek dari rendahnya
kerapatan udara adalah :

Pesawat membutuhkan landasan pacu lebih panjang
untuk take off, dan berpotensial melebihi dari runway
yang tersedia.

Rendahnya kerapatan udara menghambat kemampuan
pesawat untuk mengudara. Dalam suatu kasus, sebuah
pesawat tidak dapat mengudara dengan cukup cepat
untuk mendapatkan wilayah terbang yang bersih karena
bandara tersebut berada di pegunungan, maka kejadian
yang tidak diinginkan terjadi.
KONDISI PERMUKAAN LANDASAN
Kondisi permukaan landasan dengan adanya genangan air
akan meyebabkan runway lebih panjang karena pada waktu take off
pesawat akan mengalami hambatan-hambatan kecepatan dengan
36
adanya genangan air tersebut. Untuk pesawat jet oleh NASA dan
FAA dibatasi ketinggian air di landasan pacu maksimal 1,5 inchi.
A.7.
OBSTACLE DALAM BANDAR UDARA
Rintangan atau obstacle dalam wilayah kebandarudaraan berupa
adanya bangunan atau benda tumbuh, baik yang tetap (fixed) maupun dapat
berpindah (mobile), yang lebih tinggi dari batas ketinggian yang
diperkenankan sesuai dengan Aerodrome Reference Code (Kode Referensi
Landas Pacu) dan Runway Classification (Klasifikasi Landas Pacu) dari
suatu bandar udara.
Rintangan atau obstacle di sekitar wilayah bandar udara diatur
demi keselamatan pesawat yang beroperasi di bandara tersebut dan untuk
mencegah bandar udara menjadi tidak dapat dioperasikan akibat timbulnya
obstacle di sekitar lapangan terbang.
A.8.
KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN
Kawasan keselamatan operasi penerbangan adalah wilayah daratan
dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang
dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin
keselamatan penerbangan.
Pada kawasan keselamatan operasi penerbangan tidak dibenarkan
adanya obstacle yaitu adanya bangunan atau benda tumbuh, baik yang tetap
(fixed) maupun dapat berpindah (mobile), yang lebih tinggi dari batas
ketinggian yang diperkenankan. Kawasan keselamatan operasi penerbangan
dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar II-14 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
Sumber: http://samratulangi-airport.com/kkop , 2 Februari 2016
37
Daerah bebas rintangan di sekitar bandar udara perlu disediakan
guna kelancaran serta keamanan operasi penerbangan. Batas Obstacle pada
wilayah bandar udara harus ditentukan pada11 :
a. Kawasan Permukaan Kerucut
b. Kawasan Permukaan Horizontal Dalam
c. Kawasan Permukaan Pendekatan Landasan
d. Kawasan Permukaan Transisi
Gambar II-15 Toleransi Obstacle pada Area Bandara Denah Tampak
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga
Gambar II-16 Toleransi Obstacle pada Area Bandara Potongan (A-A)
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga
Gambar II-17 Toleransi Obstacle pada Area Bandara Potongan (B-B)
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga
Kawasan keselamatan operasi penerbangan suatu bandara
merupakan kawasan yang relatif sangat luas, mulai dari pinggir landas pacu
yang disebut runway strip membentang sampai radius 15 km dari
Aerodrome Reference Point (ARP) dengan ketinggian berbeda-beda sampai
11
International Civil Aviation Organization, 2004. Annex 14 Aerodromes Volume I Fourth
Edition. Montreal
38
145 m relatif terhadap Aerodrome Elevation System (AES). Kawasan
permukaan yang paling kritis terhadap adanya obstacle adalah kawasan
pendekatan landasan, kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan, kawasan
di bawah permukaan transisi, dan kawasan di bawah permukaan horizontal
dalam.
Pada zona horizontal dalam, maksimal ketinggian bangunan di
sekitar bandara yang diizinkan adalah 45 meter. Zona area dalam dihitung
sejajar mulai dari ujung bahu landasan hingga radius 4 kilometer.
Gambar II-18 Batas Bangunan untuk Sebuah Bandara dengan Instrumen
Landasan
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga
Untuk wilayah yang termasuk dalam kawasan radar, maksimal
ketinggian bangunan yang diizinkan adalah 15 meter atau sejajar dengan
ketinggian radar. Perhitungan ini dilakukan sejauh 3 kilometer dari lokasi
radar. Jika ada bangunan yang ketinggiannya melebihi dari yang ditetapkan,
maka akan mengganggu operasional radar dan terjadi blank spot area.
Gambar II-19 Jarak Batas Ketinggian dalam Persen Bangunan terhadap
Landasan
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jsilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga
39
A.9.
PERTOLONGAN KECELAKAAN PENERBANGAN DAN
PEMADAM KEBAKARAN (PKP-PK) DI AREA BANDAR UDARA
Tujuan utama pertolongan kecelakaan penerbangan dan layanan
pemadam kebakaran adalah untuk menyelamatkan nyawa . Untuk alasan ini
apabila insiden terjadi pada atau di sekitar bandar udara, kepentingan utama
yaitu peluang terbesar untuk menyelamatkan nyawa. Harus diasumsikan
kemungkinan dapat terjadi setiap saat , dan perlu untuk pemadaman
kebakaran sesegera mungkin yang mungkin terjadi setelah kecelakaan
pesawat atau saat peristiwa , atau setiap saat selama operasi penyelamatan.
Tabel II-5 Kategori Aerodrome Untuk PKP-PK Berdasarkan Panjang Keseluruhan
Pesawat dan Lebar Maksimum Pesawat
Sumber : International Civil Aviation Organization, 2004. Annex 14 –
Aerodrome Category for Rescue and Fire Fighting, table 9-1. Montreal
A.10. KARAKTERISTIK PESAWAT
KARAKTERISTIK PESAWAT TERBANG
Jenis pesawat terbang sangat beragam, tetapi dapat
digolongkan menurut tipe propulasi dan medium
penimbul
dorongan, yaitu 1) Mesin piston, 2) Turbo propeller, 3) Turbo jet 4)
Turbo fan. Tetapi pada dasarnya ada beberapa hal atau karakteristik
pesawat yang perlu diperhatikan dalam merancang suatu bandara.
Tabel II-6 Karakteristik Pesawat dan Pengaruhnya
Karakteristik
Berat Pesawat
Terbang
Rancangan yang Dipengaruhi
Berat pesawat terbang penting untuk menentukan tebal landasan
pacu, landas hubung dan perkerasan apron serta kebutuhan panjang
landasan pacu lepas landas dan pendaratan pada suatu penerbangan.
40
Karakteristik
Bentang Sayap dan
Panjang Badan
Pesawat
Kapasitas
Penumpang
Jejari Putar Pesawat
Terbang
Rancangan yang Dipengaruhi
Bentang sayap pesawat dan panjang badan pesawat mempengaruhi
susunan gedung-gedung terminal. Ukuran pesawat juga menentukan
lebar landasan pacu, landas hubung dan jarak antar keduanya, serta
mempengaruhi jarak manuver pesawat.
Kapasitas penumpang pesawat mempengaruhi dalam penentuan
fasilitas-fasilitas di dalam dan yang berdekatan dengan gedunggedung terminal.
Jejari putar penting untuk mengetahui geometri pergerakan sebuah
pesawat terbang dimana ia menentukan posisi pesawat pada apron
yang berdekatan dengan gedung-gedung terminal dan menetapkan
jalur yang dilalui pesawat menuju tempat lain di bandar udara itu.
Jejari merupakan fungsi sudut kemudi roda depan. Sudut maksimum
jejari putar bervariasi dari 60° - 80°. Pesawat yang mempunyai
kemampuan memutarkan roda utama besar dapat memperkecil jejari
putar. Tetapi efek yang terjadi menimbulkan keausan ban yang
berlebihan dan dalam beberapa keadaan dapat mengakibatkan
kerusakan pada permukaan perkerasan landasan. Oleh sebab itu sudut
yang tepat kira-kira 50°.
Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport.
UKURAN PESAWAT TERBANG
Tuntutan akan kebutuhan kapasitas penumpang telah
membawa pada penciptaan pesawat berbadan lebar. Saat pesawat
pertama dibuat dan terbang mengangkasa ukuran pesawat terus
dibuat semakin besar. Pada tahun 1950an Boeing memproduksi 707
yang besar. Kemudian pada tahun 1970, Boeing memproduksi dan
meluncurkan Boeing 747 yang berukuran lebih besar lagi. Tahun
2006, pesawat terbesar saat ini, Airbus A380 mengangkasa.
Airbus A380
pesawat dengan bentang sayap 79,8m,
panjang badan pesawat 73m dan kapasitas maksimal 840
penumpang, perencanaan terminal harus dapat mengantisipasi jenis
ukuran pesawat sebesar Airbus A380.
41
Gambar II-20 Perbandingan Ukuran Berbagai Pesawat
Sumber : http://www.tillier.net/stuff/airplanes/plane_sizes.jpg (13 Desember
2015)
Dengan adanya berbagai jenis pesawat, maka ukuran posisi
pesawat dapat dikelompokan sebagai berikut:
Tabel II-7 Kode Huruf Berhubungan dengan Bentangan Sayap dan Jarak
Roda Terluar
Code Letter
A
B
C
D
E
F
WINGSPAN
< 15m
15m - < 24m
24m - < 36m
36m - < 52m
52m - < 65m
65m - < 80m
Outer Main Gear Wheel Span
<4.5m
4.5m - < 6m
6m - < 9m
9m - < 14m
9m - < 14m
14m - < 16m
Sumber : International Civil Aviation Organization, 2004. Annex 14 –
Aerodrome Reference Code Element 2, Table 1-1, Montreal
Bentangan
sayap
dan
panjang
badan
pesawat
mempengaruhi :
1.
Ukuran apron
2.
Ukuran hanggar
3.
Susunan gedung-gedung terminal
4.
Lebar landasan pacu
5.
Lebar landasan hubung
6.
Jarak landasan pacu – landasan hubung
7.
Jari-jari manuver
42
JARAK BEBAS APRON
Perlu diperhatikan kegiatan di dalam apron antara pesawat,
bangunan terminal dan pelaku kegiatan didalamnya adalah jarak
bebas apron.
Tabel II-8 Jarak Bebas Antar Pesawat di Apron
Code Letter / Penggolongan Pesawat
Uraian
A
B
C
D
E
F
Jarak bebas antar pesawat yang parkir dengan
pesawat yang akan tinggal landas (A)
10m
10m
10m
15m
15m
15m
4,5m
4,5m
7,5m
7,5m
10m
10m
4,5m
4,5m
7,5m
7,5m
10m
10m
4,5m
4,5m
7,5m
7,5m
10m
10m
15m
15m
15m
15m
15m
15m
jarak bebas antar pesawat yang parkir dengan
pesawat
yang
berada
di
taxilane
dan
penghalang lain (B)
Jarak pesawat yang sedang berjalan dengan
pesawat yang berada di lead-in garis dan
pesawat lain (C)
Jarak antara pesawat yang sejajar yang berada
di apron dan bangunan lain (D)
Jarak antara pesawat dengan pengisian bahan
bakar dan bangunan (E)
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
Dapat dilihat pada gambar di bawah jarak-jarak tersebut
dalam konfigurasi pada sebuah apron
Gambar II-21 Konfigurasi pada Sebuah Apron
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
43
LAY OUT PESAWAT
Pesawat saat parkir di sebuah apron akan banyak dilakukan
pengecekan
dan
kegiatan
untuk
menunjang
keselamatan
penerbangan serta naik-turunnya penumpang. Secara ringkas dapat
dilihat pada gambar dibawah lay out saat pesawat berada di apron.
Gambar II-22 Lay Out Pesawat di Apron
Sumber : Blow, Christopher J, 1991. Airport Terminals. London : Butterworth
A.11.
TIPE PARKIR PESAWAT
Tipe parkir pesawat berhubungan dengan cara bagaimana pesawat
ditempatkan berkenaan dengan bangunan terminal dan cara menuver
pesawat untuk masuk dan keluar dari pintu-hubung.
Pesawat dapat ditempatkan dengan berbagai sudut terhadap
bangunan terminal dan apat keluar atau masuk dari pintu-hubung dengan
kekuatan sendiri atau dengan bantuan alat penarik/pendorong. Tipe-tipe
parkir pesawat yang telah terbukti berhasil digunakan di berbagai bandar
udara dan telah dievaluasi adalah sebagai berikut :
TIPE PARKIR HIDUNG KE DALAM (NOSE IN)
Dalam konfigurasi nose in ini pesawat diparkir tegak lurus
dengan terminal, dengan hidung pesawat berjarak sedekat mungkin
dengan bangunan terminal. Pesawat melakukan manuver pada posisi
parkir tanpa bantuan alat penarik, tetapi untuk meninggalkan pintuhubung pesawat didorong sampai jarak yang cukup sehingga
memungkinkan pesawat untuk bergerak dengan kekuatan sendiri.
44
Keuntungan dari konfigurasi ini adalah kebutuhan daerah
di pintu-hubung paling kecil, menimbulkan tingkat kebisingan yang
lebih rendah karena pewsawat meninggalkan pintu-hubung tidak
dengan kekuatan mesin sendiri. Kekurangannya adalah harus
disediakannya alat pendorong pesawat dan pintu belakang pesawat
tidak dapat digunakan secara efektif oleh penumpang.
Gambar II-23 Parkir Pesawat Nose-in
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga
TIPE PARKIR HIDUNG KE DALAM BERSUDUT
(ANGELED NOSE IN)
Konfigurasi ini sama dengan konfigurasi nose in tetapi
badan pesawat bersudut terhadap bangunan terminal. Keuntungan
dari parkir angeled nose in adalah pesawat dapat melakukan
manuver saat masuk dan keluar dari pintu-hubung dengan kekuatan
sendiri. Kekurangannya adalah membutuhkan daerah parkir yang
lebih luas dan kebisingan dari suara mesin cukup dekat dengan
bangunan terminal.
Gambar II-24 Parkir Pesawat Angled Nose-in
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga
45
TIPE PARKIR HIDUNG KE LUAR BERSUDUT
(ANGELED NOSE OUT)
Dalam konfigurasi angeled nose out tersebut pesawat
diparkir dengan hidung menjauhi bangunan terminal. Keuntungan
dari konfigurasi ini sama dengan konfigurasi angeled nose in.
Demikian juga dengan kekurangannya ditambah dengan semburan
jet dan kebisingan yang diarahkan ke bangunan terminal.
Gambar II-25 Parkir Pesawat Angled Nose-Out
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga
TIPE PARKIR SEJAJAR
Konfigurasi dari parkir sejajar ini adalah yang paling
mudah untuk manuver pesawat. Dalam hal kebisingan dan semburan
jet dapat dikurangi karena tidak diperlukan gerakan memutar yang
tajam. Baik pintu depan dan pintu belakang pesawat dapat
digunakan oleh penumpang untuk keluar dan masuk. Namun
demikian konfigurasi ini membutuhkan daerah parkir di pintuhubung yang lebih besar karena sejajar dengan bangunan terminal.
Gambar II-26 Parkir Pesawat Sejajar
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
46
A.12. SISTEM LALU LINTAS UDARA
Sistem jalur udara terdiri dari suatu jaringan alat bantu navigasi dan
sejumlah fasilitas pengendali lalu lintas udara yang memberikan pemisahan
yang aman dan iringan pesawat terbang yang teratur di dalam jangkauan
sistem tersebut. Komponen utama dalam sistem ini adalah :
a. Pusat Pengendali Lalu Lintas Route Udara atau Air Route Traffic Control
Center (ARTCC), memiliki jangkauan100.000 mil, dengan beberapa
sektor dan memiliki beberapa frekuensi khusus untuk komunikasi
dengan pesawat.
b.
Fasilitas
Pengendali Pendekatan Terminal atau Terminal Approach
Control Facility (TAFC), memiliki jangkauan 25-50 mil dari bandara.
TAFC yang dilengkapi dengan radar adalah TRACON (Terminal Radar
Approach Control) atau ARTS (Automated Radar Terminal System)
c. Menara Pengendali Lalu Lintas Bandar Udara atau Airport Traffic Control
Tower (ATFC), dengan jangkauan 5 mil, bertanggung jawab dalam
memberi izin pesawat berangkat dan datang, serta memberikan informasi
keadaan sekitar bandara.
d. Stasiun Pelayanan Penerbangan atau Flight Service Stasiun (FSS), sebagai
pemberi informasi penerbangan dan penghubung antar fasilitas-fasilitas
pengendali lalu lintas.
TINJAUAN UMUM TERMINAL PENUMPANG
Terminal penumpang merupakan penghubung utama antara jalan masuk
darat dengan pesawat yang mempunyai hubungan (imterface) antara lapangan
udara (airfield) dengan bagian bandar udara yang mencakup fasilitas-fasilitas
pelayanan penumpang, penanganan barang-barang bawaan (baggage handling),
penanganan barang-barang kiriman (cargo handling) baik memulai atau
mengakhiri suatu perjalanan, serta kegiatan administrasi dan pengoperasian
pemeliharaan bandar udara.
B.1.
PENGERTIAN TERMINAL PENUMPANG
Terminal penumpang bandar udara merupakan sebuah bangunan di
bandar udara dimana pemumpang berpindah antara transportasi darat dan
47
fasilitas yang membolehkan mereka menaiki dan meninggalkan pesawat. Di
terminal, penumpang membeli tiket, menitipkan bagasinya dan diperiksa
pihak keamanan.12
Secara umum ada lima macam pengelompokan kegiatan
sehubungan dengan fungsi terminal, yaitu :
a. Pelayanan yang berhubungan langsung dengan penumpang
seperti information system, parking, perpindahan intermoda
transportasi, dan lain-lain.
b. Pelayanan
penumpang
sehubungan
dengan
perusahaan
penerbangan seperti ticketing, check-in, baggage check, dan
lain-lain.
c. Kegiatan pemerintahan seperti passport control, karantina, dan
lain-lain.
d. Fungsi-fungsi kewenangan airport yang tidak ada hubungannya
dengan penumpang seperti utilitas, suppliers, air traffic control,
meteorologi.
e. Fungsi-fungsi maskapai penerbangan seperti fuel supplies,
engineering, ramp service, dan lain-lain.
B.2.
PENGGOLONGAN TERMINAL BANDAR UDARA
Berdasarkan penggunaannya maka terminal dapat digolongkan
menjadi dua terminal, yaitu:
a. Terminal Penumpang
Fasilitas Bangunan terminal penumpang adalah bangunan yang
disediakan untuk melayani seluruh kegiatan yang dilakukan
oleh penumpang dari mulai keberangkatan hingga kedatangan.
Di dalam terminal penumpang terbagi tiga bagian yang meliputi
keberangkatan , kedatangan serta peralatan penunjang bandar
udara udara.
12
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
48
b. Terminal Barang (Kargo)
Fasilitas bangunan terminal barang (kargo) adalah bangunan
terminal yang digunakan untuk kegiatan bongkar muat barang
(kargo) udara yang dilayani oleh bandar udara tersebut.
luasannya dipengaruhi oleh berat dan volume kargo waktu sibuk
yang dilayani oleh bandar udara tersebut. Fasilitas ini meliputi
gudang, kantor administrasi, parkir pesawat, gedung operasi,
jalan masuk dan tempat parkir kendaraan umum. Fasilitas–
fasilitas tersebut diatas merupakan fasilitas standar yang dalam
penyediaan
dan
pengoperasiannya
disesuaikan
dengan
klasifikasi kemampuan bandar udara bersangkutan.
Berdasarkan fasilitasnya maka terminal dapat digolongkan
menjadi tiga terminal, yaitu :
a. Terminal Asal-Tujuan
Terminal ini memproses penumpang yang memulai dan
mengakhiri perjalanan. Fasilitas pelataran depan, fasilitas tiket
dan bagasi, pelataran parkir relatif lebih besar.
b. Terminal Langsung
Terminal menghubungkan penumpang asal dari pesawat
berbadan besar dengan penumpang dari pesawat berbadan kecil
sehingga proses penumpang yang tetap tinggal pessawat relatif
besar, sedangkan waktu darat pesawat relatif kecil.
c. Terminal Transfer
Terminal ini menghubungkan penerbangan kedatangan dan
keberangkatan. Fasilitas ruang terbuka relatif besar sebagai
tempat pemrosesan penumpang yang pindah. Fasilitas bagasi
antar pesawat memiliki gate yang saling berdekatan.
B.3.
FASILITAS TERMINAL BANDAR UDARA
Bagian dari fasilitas terminal bandar udara meliputi terminal
penumpang, terminal barang (kargo), bangunan operasi, fasilitas penunjang
bandar udara.
49
FASILITAS BANGUNAN TERMINAL PENUMPANG
Fasilitas Bangunan terminal penumpang adalah bangunan
yang disediakan untuk melayani seluruh kegiatan yang dilakukan
oleh penumpang dari mulai keberangkatan hingga kedatangan. Di
dalam terminal penumpang terbagi 3 (tiga) bagian yang meliputi
keberangkatan, kedatangan serta peralatan penunjang bandar udara
udara.
a. Fasilitas Keberangkatan
1) Check in counter adalah fasilitas pengurusan tiket pesawat
terkait dengan keberangkatan. Jumlahnya dipengaruhi oleh
jumlah penumpang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar
udara tersebut.
2) Check in area adalah area yang dibutuhkan untuk
menampung check in counter. Luasannya dipengaruhi oleh
jumlah penupang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar
udara tersebut.
3) Rambu/marka terminal bandar udara adalah pesan dan papan
informasi yang digunakan sebagai penunjuk arah dan
pengaturan sirkulasi penumpang di dalam terminal.
Pembuatannya mengikuti tata aturan baku yang merupakan
standar internasional.
4) Fasilitas Custom Imigration Quarantina / CIQ (bandar udara
internasional), ruang tunggu, tempat duduk, dan fasilitas
umum lainnya (toilet telepon dsb) adalah fasilitas yang harus
tersedia
pada
terminal
keberangkatan.
Jumlahnya
dipengaruhi oleh jumlah penupang waktu sibuk yang
dilayani oleh bandar udara tersebut.
5) Selain itu pada terminal keberangkatan juga terdapat
fasilitas: Hall keberangkatan dimana hall ini menampung
semua kegiatan yang berhubungan dengan keberangkatan
calon
penumpang
dan
dilengkapi
dengan
kerb
50
keberangkatan, ruang tunggu penumpang, tempat duduk dan
fasilitas umum toilet.
b. Fasilitas Kedatangan
1) Ruang kedatangan adalah ruangan yang digunakan untuk
menampung penumpang yang turun dari pesawat setelah
melakukan perjalanan. Luasannya dipengaruhi oleh jumlah
penumpang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara
tersebut. Fasilitas ini dilengkapi dengan kerb kedatangan dan
baggage claim area.
2) Baggage Conveyor Belt adalah fasilitas yag digunakan untuk
melayani pengambilan bagasi penumpang. Panjang dan
jenisnya dipengaruhi oleh jumlah penumpang waktu sibuk
yang dilayani oleh bandar udara tersebut dan banyaknya
bagasi penumpang yang diperkirakan harus dilayani.
Gambar II-27 Beberapa Bentuk Baggage Conveyor Belt
Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport.
Tabel II-9 Bentuk, Ukuran dan Kapasitas Bagasi
Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport.
3) Rambu/marka terminal bandar udara, Fasilitas Custom
Imigration Quarantine / CIQ (bandar udara Internasional)
dan fasilitas umum lainnya (toilet telepon dsb) adalah
kelengkapan terminal kedatangan yang harus disediakan
51
yang jumlah dan luasnya dipengaruhi oleh jumlah
penumpang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara
tersebut.
FASILITAS BANGUNAN TERMINAL BARANG
Fasilitas Bangunan Terminal Barang (Kargo) adalah
bangunan terminal yang digunakan untuk kegiatan bongkar muat
barang (kargo) udara yang dilayani oleh bandar udara tersebut.
Luasannya dipengaruhi oleh berat dan volume kargo waktu sibuk
yang dilayani oleh bandar udara tersebut. Fasilitas ini meliputi
gudang, kantor administrasi, parkir pesawat, gedung operasi, jalan
masuk dan tempat parkir kendaraan umum. Fasilitas–fasilitas
tersebut diatas merupakan fasilitas standar yang dalam penyediaan
dan pengoperasiannya disesuaikan dengan klasifikasi kemampuan
bandar udara bersangkutan.
FASILITAS BANGUNAN OPERASI
Fasilitas Bangunan Operasi yang meliputi :
1) Gedung Operasional antara lain ; Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan – Pemadam Kebakaran (PKP-PK) , menara
kontrol, stasiun meteorologi, Gedung Non Directional
Beacon (NDB), Gedung Very high Omni directional Range
(VOR) dan gedung Distance Measuring Equipment (DME).
2) Bangunan Teknik Penunjang yang terdiri dari, power house
dan stasiun bahan bakar merupakan fasilitas yang terkait
dengan jaminan kelangsungan operasional bandar udara dari
aspek keselamatan, kelistrikan dan pergerakan pesawat.
3) Bangunan Administrasi dan Umum terdiri Kantor Bandara,
Kantor Keamanan dan Rumah Dinas Bandara serta bangunan
Kantin dan tempat ibadah.
Fasilitas tersebut diatas dibutuhkan untuk mendukung
pengopersian bandar udara baik secara aspek administrasi,
personalia, maupun lalu lintas kebandarudaraaan.
52
FASILITAS PENUNJANG BANDAR UDARA
Fasilitas Penunjang bandar udara jalan dan parkir
kendaraan pengunjung merupakan fasilitas yang ditujukan untuk
mendukung pelayanan terhadap para pengunjung baik calon
penumpang maupun pengunjung non-penumpang, juga termasuk
jembatan, darinase, turap dan pagar serta taman. Fasilitas ini juga
memberikan layanan keterkaitan intermoda sebagai salah satu upaya
integrasi bandar udara dengan sistem moda transportsi lainnya.
B.4.
KONSEP TERMINAL PENUMPANG
ORIENTASI TERMINAL PENUMPANG
Perencanaan bandar udara adalah sebuah proses yang
sedemikian rumitnya sehingga analisis satu kegiatan tanpa
memperhitungkan pengaruhnya pada kegiatan yang lain tidak akan
menghasilkan penyelesaian yang memuaskan. Dalam sebuah bandar
udara tercakup suatu kumpulan kegiatan yang luas dimana masingmasing kegiatan tersebut mempunyai kebutuhan / kepentingan yang
berbeda, seringkali terdapat pertentangan. Kegiatan-kegiatan itu
saling tergantung satu sama lain sehingga suatu kegiatan tunggal
dapat membatasi kapasitas dari keseluruhan kegiatan tersebut.
Kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan tersebut dapat
membentuk suatu orientasi di dalam terminal penumpang
bandara.Konsep terminal penumpang dari orientasi peletakan ruangruang fasilitas pemrosesannya:
a. Fasilitas Pemrosesan Terpusat (Sentral)
Konsep ini bersifat ekonomis karena banyak fasilitas bersama
yang dapat digunakan untuk melayani sejumlah besar gate ke
pesawat, seperti sistem bagasi, check-in, dan kemudahan
bergerak ke apron perlengkapan. Penghematan serupa
ditemukan pada kewenangan bandar udara, perusahan
penerbangan dan keperluan staf bandar udara.
53
Gambar II-28 Bandara dengan Sistem Sentral (Schipol Airport)
Sumber: http://airtracker.blog.com/wpcontent/blogs.dir/00/03/79/37/3793703/files/airports/amsterdam-airport.jpg ,
(23 Oktober 2015)
b. Fasilitas Pemrosesan Terpencar (Desentral)
Fasilitas penumpang diatur dalam unit-unit terminal dengan
fasilitas komplit. Sistem desentral dirancang untuk menjaga
jarak tetap pendek sekitar 300 meter. Jarak maksimum antara
sisi ujung untuk menaikkan dan menurunkan penumpang dari
kendaraan / mobil yang ada di area bandara (curbside) dan
counter check-in
terjauh dibuat kurang lebih 100 meter.
Sehingga terminal terjaga skala manusianya. Lot-lot parkir
relatif
kecil
dan
mudah
dalam
pengawasan.
Secara
operasional, desentralisasi menuntut persyaratan staf dan
pemisahan administrasi serta keamanan ke masing-masing
unit terminal. Setiap terminal mempunyai batas maksimal
penumpang dan fasilitas staf. Beberapa fasilitas di dalamnya
bisa digabung seperti ruang bagasi, barang, area check-in dan
fasilitas kendaraan seperti apron untuk urusan perlengkapan.
Sehingga untuk bandar udara yang besar perlu kelengkapan
berupa bentuk sistem transportasi untuk dapat bergerak antar
inter terminal. Bentuk tersebut dapat berupa kendaraan lalulintas otomatis atau pelayanan bus.
Gambar II-29 Bandara dengan Sistem Desentral (Dallas-Fort Woerth Airport)
Sumber: http://www.allairports.net/images/dfw-airport-terminal-map.jpg ,
(23 Oktober 2015)
54
PENDISTRIBUSIAN HORIZONTAL
Konsep
terminal
penumpang
dari
pendistribusian
horizontal terdiri dari empat konsep, yaitu :
a. Konsep Linear
Terdiri dari ruang tunggu bersama dan derah pelayanan tiket
dengan pintu keluar menuju apron parkir pesawat. Pesawat
diparkir di sepanjang halaman muka gedung terminal. Tipe ini
adalah yang paling banyak digunakan karena penumpang tidak
perlu berjalan terlalu jauh menuju pesawat. Pesawat diparkir di
sepanjang halaman muka gedung terminal.
Gambar II-30 Terminal Bandara dengan Konsep Linear
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga
Keuntungan:

Kemudahan dan kejelasan jalan masuk / pencapaian.

Jarak berjalan kaki relatif pendek.

Pengembangan mudah dengan tingkat fleksibilitas
yang tinggi.
Kerugian :

Penggunaan ruang bersama kurang memuaskan dan
jika dipisah memerlukan biaya mahal.
b. Konsep Dermaga (Pier)
Pada tipe ini memungkinkan lebih banyak menampung
pesawat, namun penumpang harus berjalan lebih jauh untuk
menuju pesawat udara. Untuk mengatasi hal tersebut
digunakan APM (Automatic People Mover) yaitu escalator
horizontal atau dengan kereta pengangkut. Letak pesawat
diparkir sejajar mengelilingi sumbu dengan posisi nose-in.
55
Gambar II-31 Terminal Bandara dengan Konsep Dermaga
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta:
Erlangga
Keuntungan:

Kemampuannya
untuk
dikembangkan
sesuai
dengan meningkatnya kebutuhan.

Relatif lebih ekonomis dari modal dan biaya
operasi.
Kerugian :

Jarak berjalan kaki menjadi relatif jauh dari
pelataran depan ke pesawat.

Kurangnya hubungan langsung antara pelataran
depan dengan posisi depan pintu ke pesawat.
c. Konsep Satelit atau Memusat
Letak pesawat diparkir melingkar,
dengan pencapaiannya
melalui konektor. Tipe ini pada umumnya sama dengan tipe
dermaga, memungkinkan menampung pesawat lebih banyak.
Gambar II-32 Terminal Bandara dengan Konsep Satelit
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta:
Erlangga
56
Keuntungan:

Kemampuannya
penyesuaian
terhadap
ruang
tunggu keberangkatan bersama.

Kemudahan manuver pesawat di sekitar bangunan
terminal dengan konsep satelit.
Kerugian :

Biaya konstruktif relatif tinggi karena harus
disediakan tempat terbuka yang menghubungkan
terminal dengan gate yang menggunakan konsep
satelit.

Kesulitan memperluas gate yang menggunakan
konsep satelit.
d. Konsep Transporter atau Apron Terbuka
Pesawat terpisah dari terminal, untuk itu disediakan kendaraan
untuk menghubungkannya. Konsep terminal ini memiliki
fleksibilitas dalam tambahan tempat parkir pesawat untuk
menampung peningkatan permintaan maupun ukuran dari
pesawat.
Gambar II-33 Terminal Bandara dengan Konsep Transporter
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta:
Erlangga
Keuntungan:

Fleksibilitas dalam tambahan tempat parkir pesawat
utuk menampung peningkatan permintaan atau
ukuran pesawat.

Kemampuan melakukan manuver pesawat sendiri.
57

Terpisahnya kegiatan-kegiatan pelayanan pesawat
dari terminal.

Tata ruang didalam bangunan terminal dapat
efisien.
Kerugian :

Harus menyediakan kendaraan penghubung dalam
jumlah relatif banyak (sesuai jumlah pengguna).
PENDISTRIBUSIAN VERTIKAL
Konsep terminal penumpang dari pendistribusian vertikal
meliputi :
a. Sistem Satu Tingkat
Pemrosesan bagasi dan penumpang berada pada satu level
dengan apron. Kedatangan dan keberangkatan hanya dilakukan
pemisahan secara horizontal. Sistem ini sangat cocok dengan jumlah
penumpang yang relatif sedikit, proses boarding ke pesawat tidak
memerlukan jembatan penyeberangan melalui gerbang apron.
Gambar II-34 Pola Sirkulasi pada Bangunan Terminal Satu Tingkat
Sumber : Planning & Design of Airport, Robert Horonjeff
b. Sistem Berdampingan dalam Dua Tingkat
Pada sistem ini ada pemisahan arus datang dan berangkat,
juga pemisahan antara penumpang dan bagasi. Konfigurasi yang
cocok untuk penumpang dengan lalu lintas penumpang menengah
keatas. Konfigurasi ini penumpang boardiing melalui jembatan
lantai atas, sedangkan aktivitas menaikkan dan menurunkan
penumpang dari kendaraan / mobil yang ada di area bandara (curb)
masih dilakukan di satu level yang sama dengan bangunan terminal.
Gambar II-35 Pola Sirkulasi pada Bangunan Terminal Dua Tingkat
Sumber : Planning & Design of Airport, Robert Horonjeff
58
c. Sistem Penumpukan Vertikal
Sistem ini sangat tergantung pada volume lalu lintas dan
tipe lalu lintasnya. Sistem konfigurasi ini cocok untuk penumpang
dengan skala besar. Fasilitas keberangkatan diletakkan di lantai atas
sedangkan kedatangan diletakkan di lantai dasar. Keduanya
menggunakan gerbang (gate) yang sama.
Gambar II-36 Pola Sirkulasi pada Bangunan Terminal Banyak Tingkat
Sumber : Planning & Design of Airport, Robert Horonjeff
B.5.
SISTEM PELAYANAN PENUMPANG
Sistem pelayanan penumpang (passenger handling system) adalah
suatu sistem yang merupakan penghubung utama antara jalan masuk ke
bandar udara dengan pesawat terbang, mulai dari jalan masuk sampai
kedalam pesawat.
Sistem pelayanan penumpang terdiri dari tiga bagian utama dengan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Daerah pertemuan antara jalan masuk dengan terminal dimana
penumpang diarahkan dari perjalanan darat masuk ke bagian
passenger-proscessing untuk keperluan perjalanan udaranya.
Kegiatan-kegiatannya berupa sirkulasi kendaraan dan parkir,
serta naik turunnya penumpang dari kendaraan menuju
pelataran terminal dan sebaliknya.
b. Bagian pemrosesan merupakan kegiatan yang terjadi di dalam
terminal dimana penumpang melewati proses dalam persiapan
untuk keperluan memulai dan mengakhiri suatu perjalanan
udara. Kegiatan-kegiatan pada bagian ini meliputi proses
pembelian tiket, pengecekan tiket, check-in,
lapor masuk
bagasi, pengambilan bagasi, pelayanan pengawasan keamanan.
59
c. Bagian
pertemuan
dengan
pesawat
dimana
aktivitas
penumpang berpindah antara bagian pemrosesan dengan
pesawat. Kegiatan-kegiatannya meliputi pemindahan muatan
dari dan ke pesawat. Demikian juga naik dan turunnya
penumpang dari dan ke pesawat.
Sistem pelayanan penumpang memiliki tujuan yaitu :
1. Memikirkan mengenai cara penumpang sampai di bandar
udara.
2. Melayani proses penumpang yang memulai perjalanan maupun
mengakhiri perjalanan udaranya.
3. Mendistribusikan penumpang dan barang bawaan dari dan ke
pesawat.
Bagian-bagian sistem pelayanan penumpang di dalam area
terminal, yaitu :access interface, processing, flight interface.
ACCESS INTERFACE
Bagian ini terdiri dari pelataran terminal, fasilitas parkir,
serta fasilitas penghubung yang memungkinkan penumpang,
pengunjung dan barang untuk masuk dan keluar dari terminal.
Fasilitas-fasilitas fisik pada bagian ini adalah sebagai berikut :
1) Pelataran depan bagi penumpang untuk naik dan turun
dari kendaraan, juga menyediakan posisi bongkar muat
bagi kendaraan untuk menuju dan meninggalkan
bangunan terminal.
2) Fasilitas parkir mobil yang menyediakan tempat parkir
untuk jangka pendek dan jangka panjang bagi mobil
penumpang dan pengunjung, serta fasilitas-fasilitas untuk
mobil sewaan, angkutan umum dan taksi.
3) Fasilitas jalan yang menuju pelataran terminal, pelataran
parkir dan jaringan jalan umum, serta jalan bebas
hambatan.
60
4) Fasilitas untuk menyeberang jalan bagi pejalan kaki,
termasuk terowongan, jembatan dan peralatan otomatis
yang memberikan jalan masuk antara fasilitas parkir
kendaraan dengan bangunan terminal.
5) Jalan lingkungan dan lajur bagi kendaraan pemadam
kebakarann yang menuju ke berbagai fasilitas dalam
terminal dan ke tempat-tempat penyimpanan barang,
tempat truk pengangkut bahan bakar dan lain-lain.
PROCESSING
Bagian ini meliputi pemrosesan penumpang dan bagasi
yang terjadi di dalam bangunan terminal. Fasilitas-fasilitasnya pada
terminal adalah sebagai berikut:
1) Tempat pelayanan tiket (ticket counter) dan kantor yang
digunakan untuk penjualan tiket, lapor masuk bagasi
(baggage check-in). Fasilitas administratif dan pelayanan
informasi penerbangan.
2) Ruang pelayanan terminal yang terdiri dari daerah umum
dan bukan umum seperti konsesi, fasilitas-fasilitas untuk
penumpang dan pengunjung, tempat perbaikan kendaraan
ground handling, ruangan untuk menyiapkan makanan
sewaktu penerbangan sebelum makanan dibawa ke dalam
pesawat, serta gudang bahan makanan dan barang-barang.
3) Lobi untuk sirkulasi penumpang dan ruang tunggu bagi
tamu.
4) Daerah
sirkulasi
umum
untuk
penumpang
dan
pengunjung yang terdiri dari daerah-daerah seperti tangga,
eskalator, lift, dan koridor.
5) Ruangan untuk bagasi, yang tidak boleh dimasuki um,
untuk menyortir dan proses bagasi yang akan dimasukkan
ke pesawat (outbound baggage space).
6) Ruangan bagasi yang digunakan untuk proses bagasi yang
akan dipindahkan dari satu pesawat ke pesawat lain dari
61
perusahaan penerbangan yang sama ataupun berbeda
(intraline and interline baggage space).
7) Ruangan bagasi yang digunakan untuk menerima bagasi
dari pesawat yang tiba kemudian menyerahkan bagasi
kepada penumpang (inbound bagage space).
8) Daerah pelayanan dan administrasi bandar udara yang
digunakan untuk manajemen, operasi dan fasilitas
pemeliharaan bandar udara.
9) Fasilitas pelayanan pengwasan federal yang merupakan
daerah untuk pemrosesan penumpang yang tiba pada
penerbangan internasional yang kadang digabungkan
sebagai bagian dari elemen penghubung.
FLIGHT INTERFACE
Bagian ini menghubungkan terminal dengan pesawat yang
diparkir. Pada bagian ini meliputi fasilitas-fasilitas sebagai berikut:
1) Ruangan terbuka (concourse) untuk sirkulasi menuju
ruang tunggu keberangkatan, yang digunakan untuk
menunggu keberangkatan.
2) Ruang keberangkatan yang digunakan penumpang untuk
menunggu keberangkatan.
3) Peralatan keberangkatan penumpang yang digunakan
untuk naik dan turun dari dan menuju pesawat dan ruang
tunggu keberangkatan atau ruang kedatangan.
4) Ruang operasi perusahaan penerbangan yang digunakan
untuk pegawai, peralatan dan kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan kedatangan dan keberangkatan
pesawat.
5) Fasilitas-fasilitas keamanan yang digunakan
untuk
memeriksa penumpang dan bagasi serta memeriksa jalan
masuk untuk penumpang yang menuju ke daerah
keberangkatan (koordinasi) penumpang.
62
6) Daerah pelayanan terminal, yang memberikan fasilitas
kepada umum, dan daerah-daerah yang bukan umum yang
digunakan untuk operasi, seperti bangunan untuk utilitas
dan pemeliharaan.
B.6.
SISTEM BOARDING PESAWAT
Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk pengangkutan
penumpang antara terminal dengan pesawat yaitu:
a. Berjalan kaki pada apron dan menaiki tangga,
b. Jalan kaki melalui penghubung antara terminal dengan
pesawat seperti jembatan penumpang/garbarata.
c. Dengan menggunakan beberapa jenis kendaraan.
Metode pengangkutan penumpang ke pesawat tersebut tergantung
pada sistem pemrosesan yang digunakan, tipe parkir pesawat dan denah
sistem parkir pesawat.
Gambar II-37 Sistem Boarding Pesawat Menggunakan Tangga
Sumber: http://cdn.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2015/04/07/523746/670x335/inicara-mario-jadi-penumpang-gelap-dan-masuk-ban-pesawat-garuda.jpg (13 Februari 2016)
Gambar II-38 Detail Sistem Boarding Menggunakan Tangga
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga
63
Gambar II-39 Sistem Boarding Menggunakan Garbarata
Sumber: http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=816702&page=2 (13
Februari 2016)
Gambar II-40 Detail Sistem Boarding Menggunakan Garbarata
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga
Gambar II-41 Sistem Boarding Menggunakan Kendaraan
Sumber: http://1.bp.blogspot.com/lWMpI_Ow6O0/TtcMohaJFcI/AAAAAAAAAN0/0D60UvfTMFA/s320/neopla
n-airport-bus-lauda-a.jpg (13 Februari 2016)
64
B.7.
PINTU HUBUNG (GATE)
Gate atau pintu hubung merupakan interface antara area landside
menuju area airside ataupun sebaliknya. Gate menghubungkan antara
bangunan terminal dengan apron, atau jalan hubung para penumpang untuk
memasuki pesawat. Jumlah dan layout dari pintu hubung akan
mempengaruhi jumlah dan cara parkir pesawat pada apron.
JUMLAH PINTU HUBUNG
Jumlah pintu-hubung (gate) ditetapkan berdasarkan arus
pesawat per jam yang telah ditetapkan lebih dahulu dapat
ditampung. Jadi jumlah pintu-hubung (gate) yang dibutuhkan
bergantung pada jumalah pesawat yang ditampung selama jam
rencana dan lama pesawat mendiami suatu pintu-hubung.
Jumlah pesawat yang harus ditampung bersama-sama
merupakan suatu fungsi dari volume lalu lntas bandar udara. Untuk
perhitungan jumlah pintu-hubung ada baiknya menggunakan
volume lalu lintas pada jam puncak, dan agar perhitungan seimbang
maka volume tersebut tidak boleh melebihi kapasitas landasan pacu.
Lamanya waktu pesawat mendiami suatu pintu-hubung
disebut waktu pemakaian pintu-hubung (gate occupancy-time).
Waktu ini berkaitan dengan ukuran pesawat dan tipe operasi, yaitu
apakah merupakan penerbangan terusan atau penerbangan pulangpergi (turn around flight). Pesawat yang diparkir pada suatu pintuhubung adalah untuk pemrosesan penumpang, bagasi dan untuk
penerbangan.
Pesawat yang lebih besar biasanya membutuhkan waktu
yang lebih lama dibangdingkan dengan pesawat yang kecil. Hal ini
disebabkan karena waktu untuk membersihkan kabin dan bahan
bakar pesawat yang besar lebih lama, dan ini merupakan kegiatankegiatan kritis yang menentukan pemakaian pintu-hubung. Selain
itu tipe operasi juga mempengaruhi waktu pemakaian pintu-hubung
karena berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan pelayanan.
65
Suatu pesawat dengan penerbangan terusan mungkin
membutuhkan sedikit layanan atau tidak sama sekali sehingga waktu
pemakaian pintu-hubung 20-30 menit. Sebaliknya, pesawat dengan
penerbangan pulang pergi membutuhkan pelayanan yang lengkap
sehingga membutuhkan waktu pemakaian gate sekitar 40 sampai 60
menit.
UKURAN PINTU HUBUNG
Ukuran pintu hubung bergantung pada pesawat yang akan
ditampung dan tipe parkir yang digunakan. Ukuran pesawat
menentukan luas tempat yang dibutuhkan untuk parkir dan untuk
manuver dengan demikian berhubungan dengan ukuran pelataran
yang perlu disediakan untuk pesawat. Tipe parkir pesawat yang
digunakan di pintu-hubung mempengaruhi ukuran pintu-hubung
karena luas yang dibutuhkan untuk masuk dan keluar dari pintuhubung bervariasi tergantung dari bagaimana pesawat diparkir.
B.8.
STANDAR BANGUNAN TERMINAL
Besar dari bangunan terminal dapat dilihat dari jumlah Penumpang
Waktu Sibuk (PWS). Jumlah Penumpang Waktu Sibuk (PWS) tergantung
besarnya jumlah penumpang tahunan bandar udara dan bervariasi untuk tiap
bandar udara, namun untuk memudahkan perhitungan guna keperluan
verifikasi di gunakan jumlah penumpang waktu sibuk sebagai berikut yang
diambil dari hasil studi oleh JICA. Jumlah penumpang transfer dianggap
sebesar 20% dari jumlah penumpang waktu sibuk. Jumlah penumpang
waktu sibuk digunakan dalam rumus-rumus perhitungan didasarkan pada
ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.Skep/77/VI/2005. , kecuali bila disebutkan lain. Perlu diketahui bahwa
hasil dari perhitungan disini merupakan kebutuhan minimal sesuai hasil
perhitungan dari rumus-rumus yang ada.
Tabel II-10 Kategori Terminal dari Penumpang pada Waktu Sibuk dan
Jumlah Penumpang Transfer
Penumpang Waktu Sibuk (Orang)
> 50 (terminal kecil)
101-500 ( terminal sedang)
Jumlah Penumpang Transfer (Orang)
10
11-20
66
Penumpang Waktu Sibuk (Orang)
501-1500 (terminal menengah)
501-1500 (terminal besar)
Jumlah Penumpang Transfer (Orang)
21-100
101-300
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
TERMINAL PENUMPANG KEBERANGKATAN
1) Kerbs/Curbs
Secara umum panjang kerb keberangkatan adalah panjang
bagian depan yang bersisian dengan jalan dari bangunan
terminal tersebut.
Tabel II-11 Standar Lebar dan Panjang Kerbs
Penumpang Waktu Sibuk (PWS)
< 100 orang
>100 orang
Lebar Kerb minimal
5m
10m
Panjang (m)
Sepanjang Bangunan
Terminal
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
2) Hall Keberangkatan
Hall Keberangkatan harus cukup luas untuk menampung
penumpang datang pada waktu sibuk sebelum mereka
masuk menuju ke check-in area.
Tabel II-12 Luas Hall Keberangakatan
Besar Terminal
Kecil
Sedang
Menengah
Besar
Luas Hall Keberangkatan (m2)
132
132-265
265-1320
1320-3960
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
3) Security Gate
Jumlah security gate disesuaikan dengan banyaknya pintu
masuk menuju area steril. Jenis yang digunakan dapat
berupa walk through metal detector, hand held metal
detector serta baggage x-ray machine. Minimal tersedia
masing-masing satu unit dan minimal 3 orang petugas
untuk pengoperasian satu gate dengan ketiga item
tersebut.
Tabel II-13 Kebutuhan Security Gate
Besar Terminal
Kecil
Sedang
Jumlah Security Gate
1
1
67
Besar Terminal
Menengah
Besar
Jumlah Security Gate
2-4
>5
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
4) Ruang Tunggu Keberangkatan
Ruang Tunggu Keberangkatan harus cukup untuk
menampung penumpang waktu sibuk selama menunggu
waktu check-in, dan selama penumpang menunggu saat
boarding setelah check in. Pada ruang tunggu dapat
disediakan fasilitas komersial bagi penumpang untuk
berbelanja selama waktu menunggu.
Tabel II-14 Luasan Ruang Tunggu
Besar Terminal
Kecil
Sedang
Menengah
Besar
Luas Ruang Tunggu (m2)
<75
75-147
147-734
734-2200
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
5) Check-in Area
Check-in area harus cukup untuk menampung penumpang
waktu sibuk selama mengantri untuk check-in.
Tabel II-15 Luasan Check-in Area
Besar Terminal
Kecil
Sedang
Menengah
Besar
Luas Check-in Area (m2)
<16
16-33
34-165
166-495
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
6) Check-in Counter
Meja check-in counter harus dirancang dengan untuk
dapat menampung segala peralatan yang dibutuhkan
untuk check-in (komputer,printer,dll) dan memungkinkan
gerakan petugas yang efisien.
Tabel II-16 Jumlah Check-in Counter
Besar Terminal
Kecil
Sedang
Jumlah Check-in Counter
<3
3-5
68
Besar Terminal
Menengah
Besar
Jumlah Check-in Counter
5-22
22-66
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
7) Timbang Bagasi
Jumlah timbangan sesuai dengan banyaknya jumlah checkin counter. Timbangan di letakkan menyatu dengan check-in
counter. Menggunakan timbangan mekanikal maupun
digital. Deviasi timbangan ± 2,5 %.
8) Fasilitas Custom Imigration Quarantine
Pemeriksaan
passport
diperlukan
untuk
terminal
penumpang keberangkatan internasional/luar negeri serta
pemeriksaan orang-orang yang masuk dalam daftar cekal
dari imigrasi.
Tabel II-17 Jumlah Meja Periksa
Besar Terminal
Kecil
Sedang
Menengah
Besar
Jumlah Meja Pemeriksa
1
1-2
2-6
6-17
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
9) People Mover System
Penggunaan people mover system sangat tergantung dari
ukuran Terminal Kedatangan. Bila jarak dari ruang
tunggu keberangkatan menuju gate cukup jauh (lebih dari
300 m) maka dapat disediakan ban berjalan untuk
penumpang (people mover system). Biasanya people
mover system digunakan untuk bandar udara yang
tergolong sibuk dengan jumlah penumpang waktu sibuk
500 orang keatas. Atau bila dari terminal menuju apron
cukup jauh harus disediakan transporter (bis penumpang)
untuk jenis terminal berbentuk satelit.13
13
Airport Terminal Reference Manual 1.6.11
69
10) Rambu (Sign)
a. Rambu harus dipasang yang mudah dilihat oleh
penumpang.
b. Papan informasi/rambu harus mempunyai jarak pandang
yang memadai untuk diiihat dari jarak yang cukup jauh.
c. Bentuk huruf dan warna rambu yang digunakan juga
harus memudahkan pembacaan dan penglihatan.
d. Warna untuk rambu harus sejenis dan seragam.
- Hijau untuk informasi penunjuk arah jalan : arah ke
terminal keberangkatan, terminal kedatangan.
- Biru untuk penanda tempat pada indoor : toilet,
telepon umum, restauran.
- Kuning untuk penanda tempat outdoor : papan nama
terminal keberangkatan.
e. Penggunaan simbol dan rambu menggunakan simbolsimbol yang umum dipakai dan mudah untuk dipahami.
Lebih
jauh
mengenai
pedoman
mengenai
rambu/marka petunjuk bangunan terminal dapat mengacu
pada Standar Rambu Rambu Terminal Bandar Udara
(SKEP DIRJEN HUBUD/13/11/90 atau SKEP DIRJEN
HUBUD yang terbaru mengenai rambu).
11) Tempat Duduk
Kebutuhan tempat duduk diperkirakan sebesar 1/3
penumpang pada waktu sibuk.
Tabel II-18 Jumlah Tempat Duduk
Besar Terminal
Kecil
Sedang
Menengah
Besar
Jumlah Tempat Duduk
<19
20-37
38-184
185-550
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
12) Fasilitas Umum
Toilet diasumsikan bahwa 20% dari penumpang waktu
sibuk menggunakan fasilitas toilet. Kebutuhan ruang per
70
orang ~ 1 m2. Penempatan toilet pada ruang tunggu, hall
keberangkatan, hall kedatangan. Untuk toilet para
penyandang cacat besar pintu mempertimbangkan lebar
kursi roda. Toilet untuk usia lanjut perlu dipasangi railing
di dinding yang memudahkan para lansia berpegangan.
Tabel II-19 Luas Toilet dalam Terminal Bandara
Luas Toilet (m2)
7
7-14
15-66
66-198
Besar Terminal
Kecil
Sedang
Menengah
Besar
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
13) Penerangan Ruang Terminal
Penerangan buatan untuk masing masing bagian pada
terminal penumpang dapat dilihat dalam standar berikut.
Tabel II-20 Standar Penerangan Ruangan Terminal
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
14) Pengkondisian Udara
Udara dalam ruang terminal menggunakan sistem
pengkondisian
udara
(AC)
untuk
kenyamanan
penumpang.
Tabel II-21 Nilai Parameter AC
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
71
15) Lift dan Escalator
Untuk bandar udara yang mempuyai ruangan lebih dari 1
lantai.
Tabel II-22 Standar Lift dan Escalator
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
16) Gudang
Untuk gudang kantor dan operasional bandar udara
(bukan gudang kargo). Sebagai tempat penyimpanan
peralatan perawatan dan perbaikan gedung atau yang
berkaitan dengan operasional gedung di dalam lingkungan
bandar udara.
Luas gudang diambil 20-30 m2 untuk tiap 1000 m2 gedung
terminal. Bila jarak antar terminal jauh, maka gudang di
buat untuk melayani tiap-tiap terminal
Tabel II-23 Standar Luas Gudang Peralatan/Perawatan Terminal
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
TERMINAL PENUMPANG KEDATANGAN
1) Baggage Conveyor Belt
Besaran dari baggage conveyor belt tergantung dari jenis
dan jumlah seat pesawat udara yang dapat dilayani pada
satu waktu. Idealnya satu baggage claim tidak melayani 2
pesawat udara pada saat yang bersamaan.
72
Tabel II-24 Konstanta Jenis Pesawat Udara dan Jumlah Seat
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
2) Baggage Claim Area
Besar ruang baggage claim area dihitung berdasarkan 0,9
jumlah penumpang datang pada waktu sibuk ditambah
10%.
Tabel II-25 Luas Baggage Claim area
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
3) Fasilitas Custom Imigration Quarantine (CIQ)
Meja pemeriksaan paspor di layani oleh petugas imigrasi
yang memeriksa keaslian paspor dan maksud tujuan
kedatangan
penumpang,
serta
apakah
penumpang
termasuk daftar notice dari kepolisian / interpol, serta
pemeriksaan barang berbahaya/terlarang yang di bawa
penumpang dan barang terkena bea masuk.
Tabel II-26 Jumlah Meja Pemeriksaan
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
73
4) Hall Kedatangan
Hall kedatangan harus cukup luas untuk menampung
penumpang serta penjemput penumpang pada waktu
sibuk. Area ini dapat pula mempunyai fasilitas komersial.
Luas area hall keberangkatan dihitung berdasarkan
jumlah penumpang transfer, jumlah penumpang datang
pada waktu sibuk, jumlah pengunjung per penumpang
(2orang)
Tabel II-27 Luas Hall Kedatangan
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
5) Kerb Kedatangan / Curbs
Lebar kerb kedatangan sama seperti pada terminal
keberangkatan dan panjang kerb sepanjang sisi luar
bangunan terminal kedatangan yang bersisian dengan
jalan umum.
Tabel II-28 Lebar kerb
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
6) Rambu (Sign).
Rambu / graphic sign pada terminal kedatangan pada
intinya sama dengan pada terminal keberangkatan, yang
membedakan
hanya
isi
informasinya
(mengenai
kedatangan).
7) Fasilitas umum/Toilet.
Fasilitas umum / toilet pada terminal kedatangan
mempunyai acuan yang sama seperti pada bangunan
terminal keberangkatan. Luas toilet dalam bandara
74
tercantum dalam Tabel II-19 Luas Toilet dalam Terminal
Bandara.
8) Penerangan Ruang Terminal
Standar penerangan ruangan pada terminal kedatangan
mempunyai acuan yang sama seperti pada bangunan
terminal keberangkatan. Nilai penerangan ruang terminal
kedatangan dapat dilihat pada Tabel II-20 Standar
Penerangan Ruangan Terminal.
9) Pengkondisian Udara
Standar pengkondisian udara dalam ruangan pada
terminal kedatangan mempunyai acuan yang sama seperti
pada bangunan terminal keberangkatan. Sudah tercantum
pada Tabel II-21 Nilai Parameter AC.
10) Lift dan Escalator
Untuk bandar udara yang mempuyai ruangan lebih dari 1
lantai. Detail standar parameter lift dan escalator
tercantum pada Tabel II-22 Standar Lift dan Escalator.
11) Gudang
Gudang kantor dan operasional bandar udara (bukan
gudang kargo). Sebagai tempat penyimpanan peralatan
perawatan dan perbaikan gedung atau yang berkaitan
dengan operasional gedung di dalam lingkungan bandar
udara. Luas gudang diambil 20-30 m2 untuk tiap 1000 m2
gedung terminal. Bila jarak antar terminal jauh, maka
gudang di buat untuk melayani tiap-tiap terminal. Detail
luas gudang peralatan tercantum pada Tabel II-23 Standar
Luas Gudang Peralatan/Perawatan Terminal.
75
TERMINAL KARGO
1) Luas Terminal Kargo
Tabel II-29 Luas Terminal Kargo Bandar Udara
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
2) Parkir Pesawat
Untuk parkir pesawat udara kargo, tergantung dari jenis
pesawat udara kargo terbesar yang dilayani, ,jumlah kargo
pertahun, luas yang dibutuhkan sama seperti pada parkir
pesawat udara penumpang, tergantung dari jenis pesawat
udara kargonya. Untuk ilustrasi kebutuhan parkir pesawat
udara digunakan MD-11 dan B-747 sebagai pesawat udara
kargo yang paling banyak digunakan sekarang.
Tabel II-30 Luas Area Parkir Pesawat Udara Minimal Berdasarkan Jenis Pesawat
Sumber: IATA, Airport Development Referencec Manual, Chapter 5
Sumber: Seminar on Airport Engineering. JICA, 1999
76
3) Kantor Administrasi
Kantor Administrasi pada terminal kargo digunakan untuk
segala keperluan administrasi yang berkaitan dengan
kargo. Luas disesuaikan dengan kebutuhan ruang kantor.
Diasumsikan luas bangunan kantor administrasi 10% dari
total luas terminal kargo sudah mencukupi untuk
kebutuhan ruang-ruang kantor. Bentuk terminal kargo
yang diambil sebagai acuan adalah terminal kargo tanpa
jalur GSE.
Tabel II-31 Luas Kantor Administrasi Terminal Kargo
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
ELEMEN PENUNJANG OPERASIONAL
TERMINAL
1) Sistem Plumbing
Kebutuhan air bersih :
a. Kebutuhan air untuk penumpang = 20 l/hari.
b. Kebutuhan air untuk karyawan bandar udara = 100
l/karyawan/hari
c. Jumlah karyawan = 1/200 x jumlah penumpang
tahunan
d. Kebutuhan air untuk hangar 500 – 1000 l / pesawat
udara masuk hanggar / hari
e. Kebocoran 20%.
77
Tabel II-32 Kebutuhan Air Dalam Bandar Udara
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
2) Garbarata
Mulai digunakan untuk bandar udara dengan jumlah
penumpang sibuk 500 orang keatas dan pesawat udara
yang dilayani adalah pesawat udara berbadan lebar.
Jumlah garbarata yang digunakan disesuaikan dengan lalu
lintas pesawat udara pada jam sibuk. Jumlah minimal
untuk tiap pesawat udara yang membutuhkan garbarata
untuk loading/unloading penumpang adalah satu buah.
3) Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat
Terbang
Passanger loading :
a. Mobil tangga.
b. Transporter.
Jumlah mobil tangga dan transporter minimal tersedia
masing-masing satu buah untuk melayani satu pesawat
udara pada jam sibuk.
4) Peralatan Pemantau Lalu Lintas Orang, Barang,
Kendaraan di Dalam Terminal / Apron / Land Side
Peralatan pemantau lalu lintas orang, barang, kendaraan di
dalam Terminal / Apron / Land side :
a. integrated security system
b. closed circuit television (CCTV)
Peralatan CCTV digunakan secara integrated untuk
memantau seluruh operasional dan keamanan bandar
udara. Asumsi penggunaan kamera CCTV akan dapat
melingkupi ruang seluas 30m2. Kamera ditempatkan pada
78
setiap ruangan pada terminal sedemikan agar dapat
meliputi seluruh ruangan atau tempat-tempat strategis
atau tempat yang dimana banyak orang yang melewati
atau menggunakan ruangan tersebut, seperti jalan masuk,
ruangan check-in, dll.
Tabel II-33 Kebutuhan Kamera Pengawas Minimal
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal
Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
GEDUNG OPERASI
1) Gedung Pertolongan Kecelakaan Penerbangan –
Pemadam Kebakaran (PKP-PK)
Kebutuhan bangunan untuk kendaraan PKP-PK sesuai
dengan kebutuhan kendaraan minimal yang diatur dalam
kelompok
fasilitas
PKP-PK.
Luas
bangunan
memperhitungkan jumlah kendaraan rescue and fire
fighting minimum dan kendaraan tambahan berupa
ambulan. Tinggi garasi/tempat parkir memperhitungkan
tinggi kendaraan dan tinggi alat penyemprot, diambil
tinggi minimal 5 m. tempat parkir / garasi PKP-PK berupa
ruang terbuka tanpa kolom pada tengah ruangan atau
penempatan kolom yang seminimal mungkin pada tengah
ruangan.
Dilengkapi bak air dengan volume sesuai yang
disyaratkan.
79
Tabel II-34 Tabel Kelompok Bandar Udara dan Fasilitas PKP-PK
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta
2) Menara Kontrol
a. Letak menara kontrol sedekat mungkin dengan titik
tengah bandar udara dimana pesawat udara melakukan
pergerakan.
b. Tidak ada obstacle untuk melihat seluruh pergerakan
pesawat udara di bandar udara.
c. Ketinggian dinding kabin ± 1,5 m dari lantai kabin.
d. Tinggi menara kontrol tidak boleh terlalu tinggi
sehingga menjadi obstacle bagi operasi penerbangan di
bandar udara tersebut.
e. Kaca menara kontrol menggunakan kaca yang nonreflektif (Rayban).
3) Stasiun Meteorologi
a. Lokasi harus mempunyai pandangan jelas ke bandar
udara.
b. Aksesibilitas tinggi (mudah dicapai).
c. Apabila bandar udara mempunyai dua landasan maka
letak stasiun meteorologi berada di antara kedua
landasan.
4) Gedung Non Directional Beacon (NDB)
a. Luas gedung : 24, 48, 96 m2.
80
b. Tidak boleh ada struktur metal pada radius ≤ 300 m
dari titik tengah lahan NDB, yang melebihi ketinggian
3o dari titik tengah dasar antena NDB.
c. Lahan NDB harus rata dan berdrainase baik.
d. Luas tapak minimal untuk area NDB adalah 100x100m
5) Gedung Very high Omni directional Range (VOR)
a. Luas lahan : 200 x 200 m
b. Sampai dengan radius 600 m, bangunan dan benda
tumbuh lainnya di batasi besar dan tingginya sampai
maksimum 1o.
c. Tidak boleh ada jaringan tegangan tinggi pada jarak
tangensial minimal 2.000 m.
6) Gedung Distance Measuring Equipment (DME)
Ditempatkan pada lokasi yang sama dengan VOR atau
bisa digabung menjadi satu.
Kebutuhan ruang untuk DME / VOR:
a. Ruang peralatan;
b. Ruang genset / ruang battery;
c. Ruang kerja / kantor;
d. Ruang penunjang: gudang, toilet.
GEDUNG TEKNIS PENUNJANG
1) Power House
Fasilitas yang terkait dengan jaminan kelangsungan
operasional bandar udara dari aspek keselamatan,
kelistrikan dan pergerakan pesawat.
Tabel II-35 Luas Ruang Power House Tanpa Ruang Penunjang
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No. SKEP 347/XII/1999. Jakarta
81
Tabel II-36 Standar Luas Bangunan Power House dengan Kapasitas 15kva 3x250 Kva
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No. SKEP 347/XII/1999. Jakarta
2) Stasiun Bahan Bakar (DPPU)
Cara pengisian bahan bakar ke pesawat udara udara
a. Dengan mobil tangki, fasilitas yang harus disediakan:

Depot penyimpanan bahan bakar.

Kendaraan tangki pengangkut termasuk tempat
parkir dan garasi

Ruang kerja/kantor

Ruang
untuk
peralatan
pemadam
kebakaran
termasuk bak air

Bengkel

Shelter pembongkaran dan pengisian bahan bakar
ke tangki mobil pengangkut

Pengolahan limbah
b. Dengan menggunakan system hydrant/pipa, fasilitas
yang harus disediakan:

Tangki penyimpanan : tangki pengisian baru, tangki

pengendapan, tangki pengisian ke pesawat udara
udara

Stasiun pompa untuk menerima dan pendistribusian
bahan bakar

Peralatan pemadam kebakaran

Gedung pemeliharaan
82

Ruang kerja/kantor

Garasi dan gudang peralatan suku cadang

Pengolahan limbah
Tabel II-37 Luas Area Stasiun Bahan Bakar
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No. SKEP 77/VI/2005. Jakarta
B.9.
ANTARMODA TRANSPORTASI DARAT
Keterpaduan antarmoda tercermin pada simpul antarmoda yang
berupa sistem terminal, yakni perpaduan antara terminal darat-udara,atau
terminal darat-laut, atau terminal darat-laut-udara. Trasnportasi darat adalah
proses perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan
sarana angkutan darat. Titik simpul dari transportasi darat adalah terminal
bus dan stasiun kereta api. Sistem transportasi darat terdiri dari dua jenis
berdasarkan media penggeraknya, yaitu moda transportasi massal berbasis
rel dan berbasis non rel.14
MODA TRANSPORTASI BERBASIS REL
Moda
transportasi
berbasis
rel
merupakan
moda
transportasi yang media penggeraknya menggunakan media rel,
dimana roda penggerak dari setiap moda bergerak di atas rel baja.
Moda transportasi yang berbasis rel didominasi oleh moda
transportasi kereta api dengan berbagai macam teknis dan jenisnya.
14
Warpani, P. Suwardjoko. 2002. Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bandung : ITB
83
Di Indonesia, jenis rel yang digunakan jenis rel dengan
gauge 1067 mm (narrow gauge) yang digunakan di mayoritas
wilayah Indonesia dan 1000 mm (cape gauge) yang digunakan di
Aceh.
Moda transportasi darat yang bergerak di atas rel terdiri dari
Kereta Api, MRT dan Monorail.
a)
Kereta Api
Gambar II-42 Kereta Api
Sumber :
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Krdi_banyubiru_SL
O.jpg&filetimestamp=20110227003440& (14 Februari 2016)
Kereta api adalah bentuk transportasi rel yang terdiri dari
serangkaian kendaraan yang ditarik sepanjang jalur kereta
api untuk mengangkut kargo atau penumpang.
Kereta api bisa terdiri dari kombinasi satu atau lebih dari
lokomotif dan gerbong kereta terpasang, atau beberapa
unit yang digerakkan sendiri. Dari tahun 1910-an dan
seterusnya lokomotif uap mulai digantikan oleh lokomotif
diesel dan lokomotif listrik.
b) MRT (Mass Rapid Transit)
MRT merupakan angkutan yang juga berbasis rel yang
dapat mengangkut penumpang dalam jumlah banyak atau
secara massal dengan waktu tempuh yang lebih cepat. MRT
dapat dibangun dalam 3 kondisi, di atas tanah (Surface),
layang (Elevated) dan bawah tanah (Subway). 15
15
PT. MRT Jakarta
84
Gambar II-43 Spesifikasi Kereta MRT
Sumber PT. MRT Jakarta
- Lebar trek : 1,067 m (3 ft 6 in)
- Daya listrik : 1.500 V DC overhead catenary
- Kecepatan : hingga 120 km/h
c) Monorail
Gambar II-44 Monorail
Sumber : By Sirap bandung - Own work, CC BY-SA 4.0,
https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=39851274 (14
Februari 2016)
Monorail adalah kereta api yang jalurnya tidak seperti jalur
kereta yang biasa dijumpai. Rel kereta ini hanya terdiri dari
satu batang besi. Letak kereta api didesain menggantung
pada rel atau di atas rel. Karena efisien, biasanya
digunakan sebagai alat transportasi kota khususnya di
kota-kota metropolitan dunia dan dirancang mirip seperti
jalan layang.
85
MODA TRANSPORTASI BERBASIS NON REL
Moda transportasi berbasis non rel merupakan moda
transportasi yang media penggeraknya menggunakan media bukan
rel, dimana roda penggerak dari setiap moda bergerak di atas aspal
jalan. Moda transportasi non rel terdiri dari Bus Umum, Bus Khusus,
angkutan umum dan angkutan kapal (waterways) (Warpani, 2002)
a) Bus Umum
Bus adalah angkutan dari suatu tempat ke tempat lain dalam
wilayah perkotaan hingga antar kota dengan menggunakan
mobil bus umum yang terikat dalam trayek angkutan tetap
dan teratur. Bus umum menggunakan jalur jalan raya
berdampingan dengan moda angkutan darat non rel
lainnya.16
Bus umum memiliki berbagai tipe berdasarkan jumlah
kapasitas penumpang yang dapat diangkut, yaitu :

Bus kecil dengan kapasitas antara 9 - 16 orang.

Bus sedang disebut juga bus 3/4 dengan kapasitas
17 sampai 35 orang.

Bus besar dengan kapasitas 36 - 60 orang.

Bus tingkat dengan kapasitas 70 sampai 120 orang.

Bus tempel dengan kapasitas 100 -170 orang.
b) Bus Rapid Transit
Gambar II-45 Bus Rapid Transit, TranJogja
Sumber : http://www.bismania.com/home/archive/index.php/t8305.html?s=c3ff28ac85c0af94dbd3f0c063bd9d62 (15 Februari 2016)
16
https://id.wikipedia.org/wiki/Bus_kota , 14 Februari 2016
86
Bus Rapid Transit atau disingkat BRT adalah
sebuah sistem bus yang cepat, nyaman, aman dan tepat
waktu
dari
infrastruktur,
kendaraan
dan
jadwal.
Menggunakan bus untuk melayani servis yang kualitasnya
lebih baik dibandingkan servis bus yang lain. Pada
hakekatnya bus rapid transit hampir sama dengan bus kota
pada umumnya, tetapi memiliki jalur khusus serta sistem
operasional yang jauh berbeda. Hasil dari sistem tersebut
mendekati rail transit dan masih menikmati keamanan dan
tarif bus.17
c) Taksi
Taksi adalah sebuah transportasi non-pribadi yang
digunakan oleh penumpang tunggal atau sekelompok kecil
penumpang., sering untuk naik non -berbagi . Sebuah taksi
mengantarkan penumpang antara lokasi pilihan mereka. Ini
berbeda dari moda transportasi umum di mana pick-up dan
drop-off lokasi yang ditentukan oleh penyedia layanan,
bukan oleh penumpang.
TINJAUAN UMUM ARSITEKTUR ECO-CULTURE
Eco Culture merupakan gabungan antara kata ecological yang disingkat
eco atau dalam bahasa Indonesia adalah ekologi dan kata culture yang dalam bahasa
Indonesia adalah kebudayaan. Ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan
lingkungannya. (Frick. 1998 : 1).
Eco atau ekologi adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup
keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan
fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan
yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan
lingkungan fisik tersebut. Semua keputusan yang dihasilkan oleh semua kalangan
yang terlibat selalu berorientasi kepada keseimbangan alam.
17
https://id.wikipedia.org/wiki/Bus_Rapid_Transit, 15 Februari 2016
87
Culture atau kebudayaan menurut Selo Soemardjan adalah sarana hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat. Eco Culture adalah sebuah konsep
pengembangan dan perancangan yang berorientasi budaya dan keseimbangan alam.
C.1.
TINJAUAN UMUM ARSITEKTUR EKOLOGI
Telah disadari bersama bahwa masalah energi telah menjadi isu
yang paling banyak mengundang perhatian dunia. Respon keprihatinan dan
bukti kepedulian terhadap energi yang kian mengkhawatirkan tidak hanya
melilit negara-negara maju, tetapi juga melanda negara yang sedang
berkembang. Salah satu konsep desain arsitektur yang memperhatikan
masalah energi dan berwawasan lingkungan adalah eko-arsitektur.
Pembangunan sebagai kebutuhan hidup manusia dalam hubungan
timbal balik dengan lingkungan alamnya dinamakan arsitektur ekologis atau
eko-arsitektur. Konsep penekanan desain eko-arsitektur ini juga didasari
dengan maraknya isu global warming. Diharapkan dengan konsep
perancangan yang berdasar pada keseimbangan alam ini, dapat mengurangi
pemanasan global sehingga suhu bumi tetap terjaga. Satu penyumbang
terbesar bagi pemanasan global dan bentuk lain dari perusakan lingkungan
adalah industri konstruksi bangunan. Perlawanan terhadap global warming
pun segera menjadi sorotan dunia saat ini, tidak terkecuali negara Indonesia
yang tercatat memiliki nilai respon tertinggi ke dua se-Asia Tenggara yang
sama nilainya dengan Filipina 19% dari negara lainnya dalam green
building survey. Meskipun demikian, Indonesia memiliki posisi ke-6
dengan nilai green building involvementnya yang hanya 67%.18 Itu berarti
bahwa penerapan konsep desain yang berwawasan lingkungan di Indonesia
masih sangat perlu ditingkatkan.19
18
BCI Asia.2014. Green Building Market Report South East Asia 2014
Sukawi. 2008. Ekologi Arsitektur : Menuju Perancangan Arsitektur Hemat Energi dan
Berkelanjutan. Semarang : Universitas Diponegoro, hal 2-3
19
88
Gambar II-46 Persentase Respon dan Involment Green Building
Sumber : Green Building Market Report.2014
C.2.
PENGERTIAN ARSITEKTUR EKOLOGIS
Di dalam beberapa buku teks tentang ekologi, dikatakan bahwa
istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana biologi
bangsa Jerman bernama Ernest Haeckel pada tahun 1869.20
Arti kata ekologi dalam bahasa yunani yaitu “oikos” adalah rumah
tangga atau cara bertempat tinggal dan “logos” bersifat ilmu atau ilmiah.
Ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya.
21
Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan hidup merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk suatu sistem
kehidupan yang disebut ekosistem.
Ilmu lingkungan ini memusatkan studinya pada masalah-masalah
lingkungan ditinjau dari sudut pandang kepentingan manusia, bagaimana
manusia mempengaruhi alam dan bagaimana alam dipengaruhi manusia.22
Eko-Arsitektur atau Arsitektur Ekologis adalah pembangunan
rumah atau tempat tinggal sebagai kebutuhan kehidupan manusia dalam
hubungan timbal balik dengan lingkungan alamnya.23
20
Resosoedarmo S., Kartawinata K. Dan Soegianto A. 1989. Pengantar Ekologi. Bandung :
Remaja Karya, hal 1
21
Frick Heinz.1998. Dasar-dasar Ekoarsitektur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius, hal 2
22
Chiras, D.D. 1985. Environmental Science, a Framework for Decision Making. The
Benyamin/Cummings Pulb. Co., Menlo Park, Ca. , hal 4
23
Frick Heinz.1998. Dasar-dasar Ekoarsitektur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
89
Pada hakikatnya ekologi bersifat netral. Hubungan- hubungan
yang ada dalam ekosistem tidak bersifat statis, melainkan bersifat dinamis.
Tidak ada yang sama sekali hilang dari muka bumi ini, yang ada hanalah
perubahan dari satu bentuk ke bentuk lain, dan dari satu sifat ke sifat
lainnya.24
Dalam suatu ekosistem, selalu ada keseimbangan anatara energi
yang masuk dengan energi yang keluar untuk menjaga agar ekosistem
tersebut dapat terus berlangsung. Ekosistem akan mengalami pertumbuhan
apabila energi yang masuk lebih besar dari energi yang keluar. Sebaliknya,
ekosistem akan mengalami kemunduran apabila energi yang masuk lebih
kecil dari energi yang keluar.
Menurut Metallinou (2006), bahwa pendekatan ekologi pada
rancangan arsitektur atau eko-arsitektur bukan merupakan konsep
rancangan bangunan hi-tech yang spesifik, tetapi konsep rancangan
bangunan yang menekankan pada suatu kesadaran dan keberanian sikap
untuk memutuskan konsep rancangan bangunan yang menghargai
pentingnya keberlangsungan ekosistem di alam. Pendekatan dan konsep
rancangan arsitektur seperti ini diharapkan mampu melindungi alam dan
ekosistem di dalamnya dari kerusakan yang lebih parah, dan juga dapat
menciptakan kenyamanan bagi penghuninya secara fisik, sosial dan
ekonomi.
C.3.
DASAR-DASAR PEMIKIRAN ARSITEKTUR EKOLOGIS
Dalam eko-arsitektur terdapat dasar-dasar pemikiran yang perlu
diketahui, antara lain25:
a. Holistik
Dasar
eko-arsitektur
yang
berhubungan
dengan
sistem
keseluruhan, sebagai satu kesatuan yang lebih penting dari pada sekedar
kumpulan bagian. Adapun pola perencanaan eko-arsitektur yang
berorientasi pada alam secara holistik adalah sebagai berikut :
24
25
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta. PT.Grasindo : hal 6
Batel Dinur, Interweaving Architecture and Ecology - A theoritical Perspective
90

Penyesuaian pada lingkungan alam setempat.

Menghemat energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan
mengirit penggunaan energi.

Memelihara sumber lingkungan (air, tanah, udara).

Memelihara
dan
memperbaiki
peredaran
alam
dengan
penggunaan material yang masih dapat digunakan di masa
depan.

Mengurangi ketergantungan pada pusat sistem energi (listrik,
air) dan limbah (air limbah, sampah).

Penghuni ikut secara aktif dalam perencanaan pembangunan
dan pemeliharaan.

Kedekatan dan kemudahan akses dari dan ke bangunan.

Menggunakan teknologi lanjutan (intermediate technology),
teknologi alternatif atau teknologi lunak.
b. Memanfaatkan pengalaman manusia.
c. Pembangunan sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu
yang statis.
d. Kerjasama antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan
kedua belah pihak.
C.4.
PRINSIP-PRINSIP PENDEKATAN ARSITEKTUR
EKOLOGIS
Prinsip-prinsip ekologi sering berpengaruh terhadap arsitektur. 26
Adapun prinsip-prinsip ekologi tersebut antara lain :
a. Flutuation
Prinsip fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didesain dan
dirasakan sebagai tempat membedakan budaya dan hubungan
proses alami. Bangunan seharusnya mencerminkan hubungan
proses alami yang terjadi di lokasi dan bukan sebagai penyajian
dari proses. Keberhasilannya adalah ketika adanya interaksi
manusia dengan lingkungan sekitarnya.
26
Batel Dinur, Interweaving Architecture and Ecology - A theoritical Perspective
91
b. Stratification
Prinsip stratifikasi menyatakan bahwa organisasi bangunan
seharusnya muncul keluar dari interaksi perbedaan bagianbagian
dan
tingkat-tingkat.
Semacam
organisasi
yang
membiarkan kompleksitas untuk diatur secara terpadu.
c. Interdependence (Saling Ketergantungan)
Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan
bagiannya adalah hubungan timbal balik. Peninjau (perancang
dan pemakai) seperti halnya lokasi tidak dapat dipisahkan dari
bagian bangunan, saling ketergantungan antara bangunan dan
bagian-bagiannya berkelanjutan sepanjang umur bangunan.
Dari ketiga prinsip tersebut dapat disimpulkan bahwa arsitektur
ekologis merupakan proses perancangan yang berwawasan lingkungan, di
mana menonjolkan arsitektur yang berkualitas tinggi yakni lebih
mengedepankan
interaksi
dan
keselarasan
antara
manusia
dan
lingkungannya. Fenomena yang ada sekarang adalah kualitas arsitektur
yang hanya memperhatikan bentuk dan konstruksi gedung dan cenderung
kurang memperhatikan kualitas hidup dan keinginan pemakainya, padahal
mereka adalah tokoh utama. Untuk itu arsitektur ekologis adalah jawaban
yang tepat sebagai proses pendekatan desain di mana kualitas struktur
bangunan seimbang dengan kualitas hidup organisme di dalamnya.
C.5.
KRITERIA ARSITEKTUR EKOLOGIS
Kriteria arah pembangunan ekologis menurut Heinz Frick (1999) :
a. Menghemat energi
Memanfaatkan sumber daya alam terbarui yang terdapat
disekitar kawasan perencanaan untuk system bangunan,
baik yang berkaitan dengan material bangunan maupun
untuk utilitas bangunan (sumber energi, penyediaan air)
b. Kesehatan penghuni
Bangunan yang sehat artinya yang tidak memberi dampak
negatif
bagi
kesehatan
manusia
dalam
proses,
92
pengoperasian/purna huni, maupun saat pembingkaran. Di
dalamnya juga termasuk lokasi yang sehat, bahan yang
sehat, bentuk yang sehat, dan suasana yang sehat.
c. Psikospiritual
Bangunan yang nyaman bagi kondisi thermal, audial,
maupun visual dalam cara-cara alamiah. Untuk itu
bangunan harus tanggap terhadap masalah dan potensi
iklim
dan
konteks
lingkungan
setempat
sehingga
menghasilkan sistem bangunan yang alamiah dan hemat
energi.
d. Fungsi, pembentukan, dan kesenian
Bangunan yang dapat mengakomodasi fungsi dengan baik
dengan
memperhatikan
kekhasan
aktivitas
manusia
pemakainya serta potensi lingkungan sekitarnya dalam
membentuk citra bangunan.
C.6.
UNSUR POKOK ARSITEKTUR EKOLOGIS
Sejak awal keberadaan bumi, telah berkembang sebuah
berinteraksi yang seimbang bagi semua kehidupan. Susunan kehidupan ini
terlahir dari tanah, udara, api, dan air, yang mengisi seluruh lingkungan
hidup kita.27
Unsur-unsur alam (udara, air, api, tanah/bumi) ini dijadikan
pedoman oleh masyarakat tradisional dan merupakan unsur-unsur pokok
yang sangat erat dengan kehidupan manusia di bumi. Dalam kehidupan
masyarakat modern pun juga harus tetap memperhatikan unsur-unsur
tersebut karena sedikit saja penyalahgunaan unsur alam tersebut besar
akibatnya terhadap keseimbangan ekologis. Adapun unsur-unsur pokok
eko-arsitektur dapat dilihat pada gambar berikut ini.
27
Simons, John Ormsbee. 1983. Landscape Architecture Second Edition. Halliday Lithograph.
United States of America. Hal 11.
93
Gambar II-47 Unsur-unsur Pokok Eko-Arsitektur
Sumber : Heinz Frick. 1997. Hal :29
Dalam hal ini aplikasi pada arsitektur ekologis menyangkut
pengolahan tanah, kebutuhan air, sumber energi dan pengolahan limbah
kawasan.
a. Konservasi air dengan cara mengolah air menggunakan pengolahan
khusus sehingga air yang kotor bisa diolah dan digunakan kembali.
Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau
menjadi air limbah yang mengandung kotoran manusia, bahan sisa
pencucian barang dan sebagainya. Kualitas air limbah tidak
memadai untuk langsung dibuang ke lingkungan, oleh karena itu
harus dikumpulkan dan dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah.
b. Konservasi Energi dengan penggunaan Energi mandiri, yaitu energi
yang terbarukan baik energi air, biogas, surya, angin dan energi
alternatif non-fosil.
c. Konservasi Tanah, dengan penghijauan dan penanaman kawasan,
sehingga tanah tetap subur, tidak tererosi dan mencegah terjadinya
tanah longsor.
d. Pengolahan limbah/sampah. Sampah dibagi menjadi 2 kategori,
yakni sampah organik yang bisa di komposkan sehingga dapat
digunakan untuk pupuk atau biogas, dan sampah anorganik yang
bisa didaur ulang atau dihancurkan sehingga tidak mencemari alam.
94
C.7.
ASPEK PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS
DALAM DESAIN
Sebenarnya, eko-arsitektur tersebut mengandung juga bagianbagian dari arsitektur biologis (arsitektur kemanusiaan yang memperhatikan
kesehatan),
arsitektur
alternative,
arsitektur
matahari
(dengan
memanfaatkan energi surya), arsitektur bionic (teknik sipil dan konstruksi
yang memperhatikan kesehatan manusia), serta biologi pembangunan. Ekoarsitektur tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi dalam arsitektur
karena tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai standar atau ukuran baku.
Namun, arsitektur ekologis mencakup keselarasan antara manusia dan
lingkungan alamnya.
Gambar II-48 Konsep Arsitektur Ekologis dengan Sistem Keseluruhan
Sumber : Heinz Frick. 1997. Hal : 39
PENYELIDIKAN KUALITAS
Tujuan setiap perencanaan arsitektur ekologis yang
memperhatikan cipta dan rasa adalah kenyamanan penghuni.
Sayangnya, kenyamanan tidak dapat diukur dengan alat sederhana
seperti lebar dan panjang ruang dengan meter, melainkan seperti
yang telah diuraikan tentang kualitas, penilaian kenyamanan selalu
sangat subjektif dan tergantung pada berbagai faktor. Kenyamanan
dalam suatu ruang tergantung secara immaterial dari kebudayaan
dan kebiasaan manusia masing-masing, dan secara material
terutama dari iklim dan kelembapan, bau dan pencemaran udara.
95
STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN
Struktur bangunan merupakan salah satu aspek bagi
terciptanya bangunan yang kologis. Bentuk dan Struktur bangunan
yang berkualitas turut mempengaruhi perencanaan bangunan
berarsitektur ekologis.28
Struktur mengandung massa dan isi. Dinding pembatas,
tiang, lantai, lubang bukaan dan sebagainya mempengaruhi bentuk
ruang. Penggolongan struktur adalah sebagai berikut:29
Gambar II-49 Penggolongan Struktur
Sumber : Heinz Frick. 1997. Hal :19
PENCAHAAYAN DAN WARNA
Cahaya matahari yang masuk melalui bukaan-bukaan pada
dinding sangat mempengaruhi orientasi di dalam ruang. Perpaduan
antara cahaya, warna dan bayangan dapat menimbulkan keindahan
serta menciptakan suasana yang diinginkan dalam suatu ruangan.
Gambar II-50 Pencahayaan dan Bayangan Mempengaruhi Orientasi di
Dalam Ruang
Sumber : Heinz Frick. 1997. Hal :47
Bagian ruang yang tersinari dan yang dalam keadaan gelap
akan menentukan nilai psikis yang berhubungan dengan ruang
(misalnya dengan perabot, lukisan, dan hiasan lainnya). Cahaya
28
29
Frick Heinz, Purwanto, LMF.1998. Sistem Bentuk Struktur Bangunan, Hal. 13-14
Frick Heinz, Purwanto, LMF.1998. Sistem Bentuk Struktur Bangunan, Hal 19
96
matahari memberi kesan vital dalam ruang, terutama jika cahaya
tersebut masuk dari jendela yang orientasinya ke timur.
Indonesia merupakan daerah beriklim tropis dengan efek
sampingan sinar panas, maka orang sering menganggap ruang yang
agak gelap akan terasa lebih sejuk dan nyaman. Tetapi hal tersebut
melawan ketentuan akan kebutuhan cahaya bagi manusia..30
Pencahayaan buatan dengan lampu dan sebagainya
mempengaruhi kesehatan manusia, maka dibutuhkan pencahayaan
alam yang terang tanpa kesilauan dan tanpa sinar panas. Untuk
memenuhi tuntutan yang berlawanan ini, maka sebaiknya sinar
matahari
tidak
diterima
secara
langsung,
melainkan
dicerminkan/dipantulkan sinar tersebut dalam air kolam (kehilangan
panasnya) dan lewat langit-langit putih berkilap yang menghindari
penyilauan orang yang bekerja di dalam ruang.31
Gambar II-51 Pencahayaan Alam Tanpa Sinar Panas dan Tanpa
Penyilauan
Sumber : Heinz Frick. 1998. Hal :19
Kenyamanan dan kreativitas dapat juga dipengaruhi oleh
warna seperti dapat dipelajari pada alam sekitar dengan warna
bunga. Oleh karena itu, warna adalah salah satu cara untuk
mempengaruhi ciri khas suatu ruang atau gedung. Masing-masing
warna memiliki tiga ciri khusus, yaitu sifat warna, sifat cahaya
(intensitas cahaya yang direfleksi), dan kejenuhan warna (intensitas
sifat warna). Makin jenuh dan kurang bercahayanya suatu warna,
30
31
Gunawan, Yurika. 2000. Arsitektur Ekologis Dalam Bangunan Rumah Tinggal, Hal 7
Gunawan, Yurika. 2000. Arsitektur Ekologis Dalam Bangunan rumah Tinggal, Hal 49
97
akan makin bergairah. Sebaliknya, hawa nafsu dapat diingatkan
dengan penambahan cahaya.
Pada praktek pengetahuan, warna juga dapat dimanfaatkan
untuk mengubah atau memperbaiki proporsi ruang secara visual
demi peningkatan kenyamanan. Misalnya :32

Langit-langit yang terlalu tinggi dapat ‘diturunkan’ dengan
warna yang hangat dan agak gelap

Langit-langit yang agak rendah diberiwarna putih atau cerah,
yang diikuti oleh 20 cm dari dinding bagian paling atas juga
diberi warna putih, yang memberi kesan langit-langit seakan
melayang dengan suasana yang sejuk.

Warna-warna yang aktif seperti merah atau oranye pada bidang
yang luas memberi kesan memperkecil ruang.

Ruang yang agak sempit panjang dapat berkesan pendek dengan
memberi kesan memperkecil ruang.

Ruang yang agak sempit panjang dapat berkesan pendek dengan
memberi warna hangat pada dinding bagian muka, sedangkan
dapat berkesan panjang dengan menggunakan warna dingin.

Dinding samping yang putih memberi kesan luas ruang tersebut.

Dinding tidak seharusnya dari lantai sampai langit-langit diberi
warna yang sama. Jikalau dinding bergaris horizontal ruang
berkesan terlindung, sedangkan yang bergaris vertical berkesan
lebih tinggi.
SINAR MATAHARI DAN ORIENTASI BANGUNAN
Sinar matahari dan orientasi bangunan yang ditempatkan
tepat di antara lintasan matahari dan angin, serta bentuk denah yang
terlindung adalah titik utama dalam peningkatan mutu iklim-mikro
yang sudah ada. Dalam hal ini tidak hanya perlu diperhatikan sinar
matahari yang mengakibatkan panas saja, melainkan juga arah angin
yang memberi kesejukan. Orientasi bangunan terhadap sinar
32
Tomm, Arwed. 1992. Oekologisch Planen und Bauen. Braunschweig. Hlm.23
98
matahari yang paling cocok dan menguntungkan terdapat sebagai
kompromi antara letak gedung berarah dari timur ke barat dan yang
terletak tegak lurus terhadap arah angin seperti gambar berikut.
Gambar II-52 Orientasi Bangunan Terhadap Sinar Matahari
Sumber : Heinz Frick. 1997. Hal :56
Untuk orientasi bangunan dan perlindungan dari pancaran
sinar matahari berlaku suatu aturan dasar sebagai berikut:
a. Di daerah iklim tropika basah perlu suatu perlindungan terhadap
bangunan agar cahaya yang terpancar secara langsung atau tidak
langsung perlu suatu lubang yang bertujuan agar sinar menyebar
keseluruh ruangan.
b. Di daerah iklim tropika kering, dalam musim panas diperlukan
suatu pelindung untuk lubang-lubang pada dinding bangunan
tertutup. Hal ini bertujuan untuk menghindari pengaruh dari
udara kering.
c. Untuk fasad bangunan yang terbuka menghadap ke utara atau
ke selatan sebaiknya tidak terkena sinar radiasi langsung,
sehingga tidak menimbulkan pertambahan panas yang tinggi.
Orientasi bangunan terhadap sinar matahari yang paling
tepat dan menguntungkan terdapat sebagai hubungan letak antara
bangunan berarah dari timur ke barat dan tegak lurus terhadap arah
angin (Frick, 1998 : 56).
99
IKLIM HAYATI33
Iklim Hayati terdiri dari beberapa faktor, antara lain:
a. Temperatur
Temperatur atau suhu dipengaruhi oleh pemakaian bahan
bangunan yang sesuai, berat atau ringan, sehubungan dengan
kecepatan atau kelembabannya dalam mengubah temperature
ruangan dan membantu membuat ruangan menjadi terasa dingin
dan sejuk. Untuk ruangan dengan kondisi daerah kering
diharapkan tidak menggunakan bahan yang tidak menyerap
panas.
b. Kelembaban Udara
Kadar kelembaban udara, berbeda dengan unsur lain, kadar
kelembaban udara dapat mengalami fluktuasi yang tinggi
tergantung pada perubahan temperatur udara. Semakin tinggi
temperature, semakin tinggi pula kemampuan udara menyerap
air. Kadar kelembaban juga tergantung dari curah hujan dan
suhu udara.
c. Gerakan Udara
Gerakan udara merupakan faktor perencanaan yang penting
karena sangat mempengaruhi kondisi alam, baik untuk setiap
bangunan rumah tinggal maupun bangunan gedung. Arah angin
turut menentukan arah orientasi bangunan.
Pengudaraan ruangan secara terus-menerus mempersejuk iklim
ruangan. Udara yang bergerak menghasilkan penyegaran
terbaik karena dengan penyegaran tersebut terjadi proses
penguapan yang menurunkan suhu pada kulit manusia. Dengan
demikian juga dapat digunakan angin untuk mengatur udara
didalam ruang.34
33
34
Lippsmeier, George. 1994. Bangunan Tropis. Jakarta : Erlangga, Hal 32-36
Reed, Robert H. 1953. Design for Natural Ventilation in Hot Humid Weather. Texas.
100
Gambar II-53 Pergerakan Angin dalam Sebuah Ruang
Sumber: Reed, Robert H. 1953. Design for Natural Ventilation in Hot Humid
Weather. Texas.
d. Persyaratan-persyaratan Kenyamanan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan di dalam
ruangan tertutup adalah temperatur udara, kelembaban udara,
temperatur radiasi rata-rata dari dinding dan atap, kecepatan
gerakan udara, tingkat pencahayaan dan distribusi cahaya pada
dinding pandangan.
BAHAN BANGUNAN
Pemakaian bahan bangunan yang ekologis dan tepat guna
tidak hanya ditentukan oleh iklim tetapi juga oleh kemampuan
dalam mengolah bahan bangunan tersebut baik secara tradisional
maupun secara modern. Bahan bangunan yang ekologis adalah yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
101

Dapat memberi pengaruh positif bagi kesehatan dan
kenyamanan penghuni bangunan

Bahan bangunan yang hemat energi

Tidak terlalu banyak mencemari lingkungan

Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali
(regenerative), contoh: kayu, rotan, serabut kelapa dan lainlain

Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali,
contoh: tanah, batu kali, batu alam dan lain-lain

Bahan bangunan buatan yang dapat digunakan lagi
(recycling),
contoh:
sampah,
potongan,
ampas
dari
perusahaan industri dan sebagainya seperti ban mobil bekas,
potongan kaca dan seng

Bahan bangunan yang mengalami perubahan sederhana,
contoh: genting tanah liat, bata merah

Bahan bangunan yang mengalami beberapa tahapan
perubahan, contoh: Bahan plastik yang membutuhkan
banyak energi pada proses produksinya.
Bahan-bahan alam seperti batu alam, kayu, bambu dan
sebagainya tidak mengandung zat kimia yang menganggu kesehatan
tetapi bahan bangunan yang sudah diolah secara modern seperti
keramik, pipa, plastik, perekat dan sebagainya dapat mengganggu
kesehatan manusia. Resiko gangguan kesehatan ini sepenuhnya
ditanggung oleh para penghuni, para tukang pekerja, para buruh
yang bekerja di pabrik dan para buruh yang kemudian hari akan
membongkar bangunan yang dibangun dengan bahan bangunan
yang mengganggu kesehatan.35
Guna memenuhi syarat ekologis, maka patokan yang dapat
digunakan dalam membangun bangunan adalah sebagai berikut:36
35
36
Frick Heinz.1998. Dasar-dasar Ekoarsitektur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius, Hal 103-104
Frick & Mulyani, 2006, 3-4
102
o Menciptakan
kawasan
penghijauan
diantara
kawasan
pembangunan sebagai paru-paru hijau.
o Memilih tapak bangunan yang sebebas mungkin dari gangguan/
radiasi geobiologis dan meminimalkan medan elektromagnetik
buatan.
o Mempertimbangkan rantai bahan dan menggunakan bahan
bangunan alamiah.
o Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam
bangunan.
o Menghindari kelembapan tanah naik ke dalam konstruksi
bangunan dan memajukan sistem bangunan kering.
o Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang
yang mampu mengalirkan uap air.
o Menjamin kesinambungan pada struktur sebagai hubungan
antara masa pakai bahan bangunan dan struktur bangunan.
o Mempertimbangkan bentuk/proporsi ruang berdasarkan aturan
harmonikal.
o Menjamin
bahwa
bangunan
yang
direncanakan
tidak
menimbulkan masalah lingkungan dan membutuhkan energi
sesedikit mungkin (mengutamakan energi terbarukan).
o Menciptakan bangunan bebas hambatan sehingga gedung dapat
dimanfaatkan oleh semua penghuni (termasuk anak-anak, orang
tua, maupun orang cacat tubuh).
Arsitektur
ekologi
juga
memiliki
kriteria
dalam
berarsitektur yaitu dengan recycling. Istilah recycling mengandung
empat
persyaratan
dasar,
yaitu
menghindari
monokultur,
meningkatkan mobilitas mental, membatasi penggunaan energi,
struktur gedung yang ada dapat digunakan kembali (building
recycling). Dalam hubungannya dengan bahan bangunan, istilah
recycling mengandung 3 macam istilah, yaitu diolah kembali, didaur
ulang, dan digunakan kembali.37
37
Frick Heinz.1998. Dasar-dasar Ekoarsitektur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius, Hal 119
103
Pengolahan
sampah
yang
berasal
dari
kegiatan
pembangunan dan pemugaran gedung terdiri dari bahan organik
(kayu, tripleks, bambu, dsb) dan bahan anorganik (semen, pasir, batu
bata, ubin, besi dan baja, kaca, kaleng, cat sintetis, pipa plastik dan
bahan sintetis lainnya).38
Berhubungan dengan sampah yang berasal dari kegiatan
pembangunan, kita dapat ikut bertanggung jawab terhadap
kelestarian lingkungan kita dengan memilih bahan yang ekologis
saja.
C.8.
TINJAUAN UMUM CULTURE
Culture yang dalam bahasa Indonesia adalah budaya, menurut Selo
Soemardjan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Budaya
merupakan suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,
adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. 39
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan
perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi
banyak kegiatan sosial manusia.40
C.9.
DEFINISI KEBUDAYAAN / CULTURE
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Sedangkan culture atau budaya
38
Frick Heinz.1998. Dasar-dasar Ekoarsitektur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius, Hal 121
https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya , 19 Februari 2016
40
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi
dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja Rosdakarya.hal.25
39
104
menurut Selo Soemardjan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa
segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah
Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun
temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut
sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual, dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut
Edward
Burnett
Tylor,
kebudayaan
merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuankemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Dalam pandangan Haviland (1985) sedikitnya ada tiga ciri khas
kebudayaan. Pertama, kebudayaan adalah milik bersama atau sering
diteruskan sampai pemahaman bahwa kebudayaan adalah milik publik.
Kedua, kebudayaan adalah hasil belajar. Semua kebudayaan adalah hasil
belajar, bukan warisan biologis. Ketiga, kebudayaan didasarkan pada
lambang. Segala perilaku manusia menggunakan lambang, itulah sebabnya
setiap yang memuat lambang dalam hidup manusia dapat dikategorikan
budaya.41
Berbagai definisi tersebut dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan,
dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
41
Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan : Ideologi,
Epistemologi, dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Widyatama. (hal 27)
105
Perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan bendabenda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan
hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
C.10. KEBUDAYAAN JAWA
Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh
masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya
Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan,
budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa
mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan
sehari hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan.
Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur terdapat
juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatera dan
Suriname. Bahkan budaya Jawa termasuk salah satu budaya di Indonesia
yang paling banyak diminati di luar negeri. Beberapa budaya Jawa yang
diminati di luar negeri adalah Wayang Kulit, Keris, Batik, Kebaya dan
Gamelan.42
Kebudayaan Jawa tidak hanya menampilkan nilai-nilai estetika,
namun budaya ini mengedepankan nilai-nilai toleransi, keselarasan,
keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya itu
budaya jawa mengangkat tinggi nilai kesederhanaan dan kesopanan.43
C.11. MACAM - MACAM BUDAYA JAWA
1. Rumah Adat
Perkembangan bentuk rumah tinggal orang jawa dapat
dikategorikan menjadi 4 macam yaitu bentuk Panggang-pe, bentuk
Kampung, bentuk Limasan, dan bentuk Joglo
42
43
https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Jawa , 19 Februari 2016
http://www.budayaindonesia.net/2013/07/budaya-jawa.html , 19 Februari 2016
106
2. Kesenian Jawa
a. Tarian, contohnya
•
Tari Serimpi, sebuah tarian keraton pada masa silam
dengan suasana lembut, agung dan menawan.
•
Tari Blambangan Cakil, mengisahkan perjuangan
Srikandi melawan Buto Cakil (raksasa). Sebuah
perlambang penumpasan angkara murka.
•
Tari Srimpi, Tari Golek, Tari Bondan, Tari Topeng,
dan lain-lain
b. Wayang Kulit
Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang
terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata
'Ma Hyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual,
dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang
mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang
bermakna 'bayangan', hal ini disebabkan karena penonton
juga bisa menonton wayang dari belakang kelir atau hanya
bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang
dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh
wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang
dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang
dinyanyikan oleh para pesinden.
c. Ketoprak
Ketoprak termasuk salah satu kesenian rakyat di Jawa
tengah, tetapi juga bisa ditemui di Jawa bagian timur.
Ketoprak sudah menyatu menjadi budaya masyarakat Jawa
tengah. ketoprak adalah sejenis seni pentas yang berasal
dari Jawa.
3. Senjata Tradisional
Keris adalah salah satu senjata tradisional budaya
Indonesia, tentunya setelah nenek moyang kita mengenal besi.
107
4. Pakaian Adat
Nama pakaian adat Jawa Tengah adalah kain kebaya.
5. Alat Musik Tradisional Jawa
Alat musik tradisional Jawa, yaitu gamelan
6. Aksara Jawa
C.12. ARSITEKTUR JAWA
Arsitektur Jawa adalah arsitektur atau bentuk bangunan khas yang
digunakan oleh masyarakat Jawa untuk berbagai fungsi. Arsitek Jawa telah
ada dan berlangsung selama paling tidak 2.000 tahun. Dalam kurun tersebut
telah terjadi berbagai perubahan dan kita sebenarnya tidak bisa tahu segala
sesuatu yang pernah terjadi. Tetapi, kalau kita menengok Candi Borobudur
(abad ke-9), tampak bahwa rumah-rumah (orang di Jawa) yang
digambarkan di sana sangat berbeda dengan yang kita pahami sekarang.
Rumah-rumah itu berkolong tinggi dan cenderung persegi panjang daripada
bujur sangkar sehingga lebih mirip rumah Melayu atau Bugis sekarang.
Arsitektur Jawa kuno dipengaruhi oleh kebudayaan India
bersamaan dengan datangnya pengaruh Hindu dan Buddha terhadap
kehidupan masyarakat Jawa. Wilayah India yang cukup banyak memberi
pengaruh terhadap Jawa adalah India Selatan. Meskipun budaya India
berpengaruh besar tetapi Jawa tidak meniru begitu saja kebudayaan
tersebut. Dengan kearifan lokal masyarakat, budaya dari India diterima
melalui proses penyaringan (filtrasi) yang natural. Proses akulturasi budaya
ini dapat dilihat pada model arsitektur, misalnya, punden berundak (budaya
asli Indonesia) pada Candi Sukuh di Jawa Tengah.
Dalam perkembangan selanjutnya dalam periode Klasik Muda di
wilayah Jawa Timur pada abad ke13-15 M arsitektur bangunan suci HinduBuddha di Jawa telah memperoleh gayanya tersendiri. Bentuk arsitekturnya
terdiri dari candi bergaya Singhasari, gaya candi Jago, gaya Candi Brahu,
dan punden berundak. Pengaruh India dalam hal ini hanya tinggal dalam
konsep keagamaannya saja, konsep-konsep kedewataan kemudian digubah
kembali oleh para Pujangga Jawa Kuna.
108
Arsitektur Jawa dianggap sebagai warisan budaya yang perlu digali
potensinya untuk kemudian diangkat sebagai salah satu arsitektur Indonesia
yang berjati diri. Namun terlepas dari itu semua, ternyata Arsitektur Jawa
memiliki citra yang mempesona yaitu: Ayu, Ayom, dan Ayem.
ARSITEKTUR JAWA ITU AYU
Ayu dapat diartikan/dimaksudkan:
1) Estetis atau memiliki dan memakai kaidah atau norma
seni yang baik;
Jadi arsitektur Jawa itu juga mengenal dan memakai
kaidah estetika
seperti
keseimbangan
(balancing),
berirama (rhythm), penekanan (emphasize), proporsi,
skala, dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa pada
umumnya bangunan atau rumah Jawa selalu berbentuk
simetris atau setangkup, dan kalaupun tidak simetris tapi
tetap memakai kaidah keseimbangan. Arsitektur Jawa itu
memakai kaidah pengulangan atau menggunakan irama
(rhythm). Untuk mencapai atau mempermudah kesatuan
(unity) diperlukan perulangan atau kesamaan.
2) Simbolis atau menggunakan bentuk-bentuk sebagai
perlambang. Perlambang untuk nilai, waktu, tokoh dan
sebagainya.
Banyak bentuk-bentuk yang terdapat pada Arsiterktur
Jawa yang dimaksudkan atau yang digunakan sebagai
perlambang. Ada yang disimbolkan karena bentuknya
yang mirip dengan bentuk yang ada di alam semesta ini.
Misalnya kata Griya yang berasal dari kata Giri Raya
(gunung yang besar) karena rumah Jawa memang pada
umumnya memiliki atap yang menjulang tinggi mirip
dengan bentuk gunung.
Elemen atap yang terdapat di daerah dataran tinggi
dinamakan Gajah karena memang berskala besar dan
tinggi seperti gajah. Tatanan usuk atau kasau untuk rumah
109
tajug, joglo atau limas an yang dibuat memusat dan tidak
sejajar satu dengan lainnya disebut Satriyo Pinayungan,
artinya kesatria yang dipayungi. Jadi bangunan ini
menampilkan kesan/citra wibawa seperti seorang kesatria
sejati.
3) Kaya, maksudnya sesuatu yang ayu atau indah pada
umumnya memerlukan dan dikelilingi oleh kekayaan baik
dalam mutu maupun jumlahnya.
Nampaknya memang sederhana. Bentuk bangunan atau
rumah Jawa itu hanya ada 5 (lima) jenis yang mudah
dihafal dan dikenali, yaitu: 44
• Joglo atau Tikelan, yaitu bangunan dengan Saka Guru
dan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya.
• Limasan; yaitu bangunan dengan atap 4 belah sisi,
sebuah bubungan di tengahnya.
• Kampung; yaitu bangunan dengan atap 2 belah sisi,
sebuah bubungan di tengah saja.
• Tajug atau Masjidan; yaitu bangunan dengan Saka
Guru atap 4 belah sisi, tanpa bubungan, jadi
meruncing.
• Panggang Pe, yaitu bangunan hanya dengan atap
sebelah sisi.
Gambar II-54 Rumah Tinggal Tradisional Jawa
Sumber : http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/ (19 Februari 2016)
44
http://djodigowes-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-43342-AkademisArsitektur%20Jawa%20Tengah.html, 19 Februari 2016
110
Masing-masing bentuk berkembang menjadi beraneka
jenis dan variasi yang bukan hanya berkaitan dengan perbedaan
ukurannya saja, melainkan juga dengan situasi dan kondisi daerah
setempat. Dari kelima jenis itu masing-masing memiliki varian yang
jumlahnya mencapai belasan atau likuran. Sedemikian sehingga
namanya saja cukup sulit untuk diingat, apalagi ciri-cirinya yang
juga sulit untuk dikenal.
4) Menampilkan identitas atau jati dirinya.
Jadi arsitektur Jawa memiliki identitas atau menampilkan
citra yang memang sesuai dengan tingkatan yang selayaknya atau
representatif.
Bentuk
tertentu
dari
bangunan
Jawa
dapat
menunjukkan siapa pendiri dan/atau pemiliknya terutama dalam hal
status sosialnya. Rumah atau bangunan Joglo Lambang Gantung,
rumah Limasan Sinom Trajumas dan Tajug Lambang Gantung
misalnya menunjukkan bahwa pendiri dan pemiliknya adalah
seorang raja yang berdaulat. Rumah Limasan dan Kampung pada
umumnya dimiliki oleh rakyat biasa.
ARSITEKTUR JAWA YANG AYOM
Ayom dapat diartikan sebagai teduh dan terlindung. Jadi
dalam hal ini arsitektur Jawa dimaksudkan sebagai:
1) Teduh dan rindang:
Bagaikan pohon beringin ia dapat melindungi manusia
dari panasnya sinar matahari dan melindungi dari
derasnya hujan. Bahkan ia tetap tegak berdiri kokoh
meskipun berkali-kali diguncang gempa bumi.
Rumah/bangunan Jawa selalu mumpunyai citra
arsitektur atap, dimana atap bangunan selalu lebih
menonjol dari bagian dinding dan bagian fondasinya.
Tetap kokoh berdiri walaupun terkena guncangan
gempa bumi yang dahsyat dan bermahkotakan atap
yang menjulang tinggi. Bangunan berbentuk Joglo,
111
Tajug/Masjidan, Limasan Sinom Trajumas jelas
memberikan citra yang menonjolkan bentuk atap.
2) Terlindung/terhindar dari kekuatan metafisika: yang
merugikan Arsitektur Jawa diciptakan untuk keserasian
antara alam jagad raya (macro cosmos) dengan alam
manusia (micro cosmos). Kekuatan-kekuatan yang
jahat diusahakan untuk ditolak/disingkirkan atau
dikendalikan sesuai dengan kodrat dan kemampuan
manusia. Dengan demikian arsitektur Jawa itu tanggap
terhadap kekuatan alam metafisika.
ARSITEKTUR JAWA YANG AYEM
Ayem dapat diartikan tentram. Tentram bisa terjadi apabila
beberapa faktor bisa terpenuhi, diantaranya:
1) Kesejahteraan; arsitektur Jawa diciptakan dalam rangka
memenuhi kesejahteraan pemakainya atau penghuninya
baik secara lahir maupun batin, khususnya dalam hal
bermasyarakat dan menempatinya.
2) Keamanan; bangunan Jawa kokoh berdiri cukup megah
dengan bermahkotakan atap itu selalu didukung oleh
sistem struktur rangka kayu yang fleksibel dan kuat.
Struktur ang dipakai itu ternyata cukup kuat menghadapi
guncangan gempa bumi.
3) Keselarasasan dan keserasian; arsitektur Jawa selalu
berusaha menyelaraskan diri dengan alam fisik di
sekitarnya dan menyelaraskan diri dengan masyarakatnya.
Jadi selalu diupayakan dengan meniadakan timbulnya
pertentangan.
112
C.13. KETERKAITAN ARSITEKTUR ECO-CULTURE DENGAN
PERANCANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA
INTERNASIONAL DI YOGYAKARTA
Masalah lingkungan adalah persoalan-persoalan yang timbul
sebagai akibat dari berbagai gejala alam. Dalam artian ini, masalah
lingkungan adalah sesuatu yang melekat pada lingkungan itu sendiri dan
sudah ada sejak alam semesta ini, khususnya bumi dan segala isinya
diciptakaan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Masalah lingkungan ini menjadi makin serius karena dalam
memanfaatkan lingkungan alam untuk kepentingannya sendiri, manusia
kurang memperhatikan kepentingan alam itu sendiri. Dalam hubungan
pembangunan yang berwawasan lingkungan inilah peranan tingkah laku
manusia menjadi sangat penting. Dalam hubungan manusia dengan
alamnya, manusia dimungkinkan untuk menjadi titik sentral perkembangan
lingkungan.45
Proses pembangunan yang dilakukan secara terus-menerus dapat
menimbulkan masalah lingkungan. Masalah lingkungan ini menjadi makin
serius karena dalam memanfaatkan lingkungan alam untuk kepentingannya
sendiri, manusia kurang memperhatikan kepentingan alam itu sendiri.
Dengan membangun bangunan baru, akan mengancam lahan terbuka hijau.
Ancaman pemanasan global (global warming) melibatkan banyak
faktor yang saling berhubungan. Demikian juga dengan perkembangan
proyek konstruksi. Proyek konstruksi dianggap memiliki peran besar
terhadap perubahan lingkungan di permukaan bumi ini, dimulai dari tahap
konstruksi hingga tahap operasional tidak dapat terhindar dari pemanfaatan
sumber daya alam yang jumlahnya semakin terbatas. Dampak lain yang
timbul dari penggunaan fasilitas bangunan serta pemilihan material
bangunan yang terkait dengan peningkatan suhu di bumi. Melihat dari
peningkatan pemanasan global yang semakin memprihatinkan ini sudah
saatnya proyek konstruksi perlu dikelola untuk mengantisipasi agar tidak
terjadi kerusakan lingkungan alam yang semakin parah. Proses konstruksi
45
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta : Grasindo. Hal 1-3
113
harus menggunakan metode atau konsep, bahan bangunan yang tepat,
efisien dan ramah lingkungan di bidang konstruksi. Hal tersebut perlu
dilakukan sebagai respon dalam penanganan pemanasan global.
Yogyakarta merupakan daerah yang kaya akan budaya serta adat
istiadat ini mencerminkan setiap detail kebudayaannya pada kehidupan
warganya sehari-hari. Selain keanekaragaman budaya yang sudah
terasimilasi dan berkembang, Yogyakarta juga masih kental dengan budaya
dan adat istiadat Jawa yang masih dijaga hingga saat ini. Inilah yang
mendorong banyak wisatawan baik lokal maupun internasional untuk
berkunjung ke Yogyakarta.
Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh
masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya
Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan,
budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa
mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan
sehari hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan.
Kebudayaan Jawa ini tidak hanya menampilkan nilai-nilai estetika,
namun budaya ini mengedepankan nilai-nilai toleransi, keselarasan,
keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya itu
budaya jawa mengankat tinggi nilai kesederhanaan dan kesopanan.
Dalam pembangunan bandar udara internasional yang baru
kebutuhan energi dari suatu bandara internasional sangat besar, energi saat
pembangunan maupun dari operasional setelah bandara internasional jadi
akan terus membutuhkan energi. Teknologi ramah lingkungan telah ramai
dikampanyekan, masyarakat dikenalkan dengan konsep ramah lingkungan,
misal prinsip pemisahan sampah organik dan anorganik, serta penggunaan
plastik dan sabun yang bisa terdegradasi. Selain itu perusahaan-perusahaan
juga mulai diwajibkan untuk menggunakan teknologi yang ramah
lingkungan dan penanganan pengolahan limbah sesuai dengan standard
yang telah ditetapkan oleh badan yang terkait, misalnya dengan adanya ISO
4001 tentang lingkungan. Kelangkaan energi seperti BBM & BBG serta
fenomena global warming menyebabkan setiap bidang keilmuwan
114
berlomba untuk melakukan inovasi penggunaan energi-energi alternatif
selain minyak dan gas bumi, serta berlomba menciptakan energi terbarukan
dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan agar dapat memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan potensi generasi mendatang atau
berkelanjutan (sustaineble).
Bandara Internasional Yogyakarta berperan dan berfungsi sebagai
pintu gerbang suatu negara dan suatu wilayah, gerbang menuju dan keluar
Yogyakarta maupun wilayah sekitar. Serta mampu menjawab tuntutan
fungsi penerbangan dan kegiatan kebandarudaraan yang aman, nyaman,
cepat, efisien, lancar, serta situasi dan kondisi karakter lingkungan daerah
Yogyakarta yang berwawasan lingkungan serta kesinambungan perannya di
masa yang akan datang. Bandara internasional ini tidak hanya
melaksanakan tugas sebagaimana mestinya namun mampu menjadi salah
satu ikon untuk mengenalkan Yogyakarta serta budayanya ke mata dunia.
Untuk merealisasikan bandara internasional baru di Yogyakarta
lebih tepatnya di Temon yang merupakan pintu gerbang memasuki wilayah
Yogyakarta yang kaya akan budaya dan istiadat, serta penggunaan energi
dalam membangun dan pengoperasian bandara tersebut, maka pendekatan
eco-culture merupakan pendekatan yang tepat guna mewadahi kegiatan
kebandarudaraan di dalam bandar udara kelas internasional yang aman,
nyaman, cepat, efisien dan lacar serta menjadikan bandara internasional ini
berkelanjutan (sustaineble).
PRESEDEN BANGUNAN BANDARA INTERNASIONAL DENGAN
PENERAPAN ECO CULTURE
D.1.
BANDARA I GUSTI NGURAH RAI
Nama
: I Gusti Ngurah Rai International Airport
Kode IATA
: DPS
Kode ICAO
: WADD
Koordinat
: 08°44´50.57"S , 115° 10´ 08.54" E
Kapasitas Bandara : 25 juta orang / tahun
Panjang Runway
: 3.000m
Konsep Terminal
: Linier
115
Bandara I Gusti Ngurah Rai terletak 13 km dari Kota Denpasar.
Bandara I Gusti Ngurah Rai adalah bandara dengan daya tampung terbesar
di Indonesia saat ini. Bandara yang memiliki aerodrome PKP-PK kategori
9 ini memiliki daya tampung penumpang yang mencapai 25 juta penumpang
per tahun lebih besar dari Bandara Soekarno-Hatta yang hanya 22 juta
penumpang per tahun dan Bandara Kualanamu saat ini dengan kapasitas 8,1
juta penumpang per tahun.
Bandara I Gusti Ngurah Rai yang memiliki konsep terminal linier
ini berdiri di atas lahan yang terbatas seluas 285 hektar, namun memiliki
ukuran terminal yang cukup besar dan megah, serta dilengkapi dengan
teknologi kebandarudaraan yang canggih dan mutakhir. Satu satunya
baggage handling system yang menggunakan teknologi HBS (Hold
Baggage Screening) dimana bagasi penumpang digerakkan secara
elektronis dan mekanis dari sejak check-in hingga mendekati pesawat.
Teknologi ini menjadikan minim kontak fisik dari petugas, namun jauh
lebih akurat, cepat, efektif, dan efisien.
Bandara I Gusti Ngurah Rai beroperasi 24 jam. Bandara yang
memiliki pendistribusian vertikal dengan banyak tingkat ini memiliki
check-in counter sebanyak 96 unit. Terdapat 22 gate pada Bandara I Gusti
Ngurah Rai,8 gate pada terminal domestik dan 14 gate pada terminal
internasional. 11 gate yang digunakan terminal internasional keberangkatan
berada di lantai 3, dan 3 gate untuk terminal internasional kedatangan
berada pada lantai 1. Sistem boarding pada bandara ini menggunakan sistem
campuran yaitu transporter dan elevator bridge (garbarata). Bandara I Gusti
Ngurah Rai memiliki garbarata yang jumlahnya mencapai 24 unit.
Gambar II-55 Bentuk Atap Terminal Seperti Ombak
Sumber : http://www.angkasapura1.co.id/detail/berita/daya-tampung-bandara-i-gustingurah-rai-menjadi-yang-terbesar-di-indonesia-saat-ini (24 Februari 2016)
116
Selain kecanggihan teknologi, bandara ini juga mengadopsi
kekayaan budaya Bali. Bangunan utama memiliki atap seperti gelombang
lautan. Bentuk atap bergelombang dipilih karena memungkinkan untuk
mengakomodasi bentangan yang sangat lebar sekaligus penerapan konsep
eco-airport yang memaksimalkan pencahayaan alami.
Gambar II-56 Bentuk Parkir Berbentuk Seperti Terasering Persawahan di Bali
Sumber : http://maria.co.id/manhole-cover-apron-bandara-ngurah-rai/ (24 Februari 2016)
Gedung parkir dibuat bertingkat berbentuk limas, menyerupai
hamparan terasering persawahan di Bali. Bangunan berlantai lima seluas
42.580m2 ini akan mampu mengakomodir jumlah kendaraan dua kali lebih
banyak dari sebelumnya. Area parkir motor seluas 3450 m2 dan area parkir
mobil seluas 39.130 m2.
Gambar II-57 Gerbang Masuk ke Terminal Bandara dari Apron Berupa Candi Bentar
Sumber : http://maria.co.id/manhole-cover-apron-bandara-ngurah-rai/ (24 Februari 2016)
Selain itu, khasanah budaya lokal juga tampak dari arsitektur Candi
Bentar pada gerbang masuk dari apron menuju bangunan terminal. Selain
itu terdapat pula Bale Kulkul yang digunakan dipadu padankan dengan jam
antik sebagai penunjuk waktu di dalam bangunan terminal.
117
Gambar II-58 Bale Kulkul yang Khas dari Bali Digunakan sebagai Penunjuk Waktu
pada Area Terminal
Sumber: http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1567121&page=87 (24 Februari 2016)
D.2.
BANDAR UDARA KUALANAMU
Nama
: Kualanamu International Airport
Kode IATA
: KNO
Kode ICAO
: WIMM
Koordinat
: 3°38'32"N , 98°53'7"E
Kapasitas Bandara : 22,18 juta orang / tahun
Panjang Runway
: 3.750m
Konsep Terminal
: Linier
Gambar II-59 Bangunan Terminal Bandara Kualanamu
Sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/e/e2/Kuala-Namu.jpg/800pxKuala-Namu.jpg (25 Februari 2016)
Bandar Udara Internasional Kualanamu adalah sebuah bandar
udara internasional yang melayani kota Medan dan sekitarnya. Bandara ini
terletak 39 km dari kota Medan. Pembangunan bandara ini merupakan
bagian dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI), untuk menggantikan Bandar Udara Internasional
Polonia yang telah berusia lebih dari 85 tahun. Bandara Kualanamu
diharapkan dapat menjadi bandara pangkalan transit internasional untuk
kawasan Sumatera dan sekitarnya. Bandara ini mulai beroperasi sejak 25
Juli 2013 meskipun ada fasilitas yang belum sepenuhnya selesai dikerjakan.
118
Bandara yang memiliki fasilitas bandara terpusat dan konsep
terminal linier ini dilakukan pembangunan secara dua tahap. Tahap I
bandara dapat menampung 8,1 juta-penumpang dan 10.000 pergerakan
pesawat per tahun, sementara setelah selesainya tahap II bandara ini
rencananya akan menampung 22,18 juta penumpang per tahun.
Luas terminal penumpang yang akan dibangun adalah sekitar 6,5 hektar
dengan fasilitas area komersial seluas 3,5 hektar dan fasilitas kargo seluas
1,3 hektar.
Gambar II-60 Foto Bandara Kualanamu dari Udara
Sumber : https://zulaidinmas.wordpress.com/2013/09/06/bandara-kualanamukno-pintu-gerbang-baru-indonesia/ (25 Februari 2016)
Bandara Internasional Kualanamu memiliki panjang landas pacu
3,75 km yang cocok untuk didarati pesawat sebesar Boeing 747. Bandara
ini sanggup didarati oleh pesawat penumpang Airbus A380. Bandara ini
juga adalah bandara keempat di Indonesia yang bisa didarati Airbus A380
selain Bandar Udara Juanda dan Bandara Soekarno-Hatta.
Bandara Internasional Kualanamu Bandara yang memiliki apron
dengan luas 200.000m2 menggunakan system boarding berupa jembatan
penghubung (elevator bridge) beupa garbarata. Jumlah garbarata pada
Bandara Kualanamu terdapat 8 garbarata, 6 garbarata untuk terminal
domestik dan 2 garbarata untuk terminal internasional.
Gambar II-61 Kereta, Intermoda Transportasi di Bandara Kulanamu
Sumber : http://image.metrotvnews.com/bank_images/actual/171602.jpg (25
Februari 2016)
119
Pembangunan Tahap I disertai pula oleh pembangunan jalur kereta
api dari Stasiun Araskabu di kecamatan Beringin ke bandara yang berjarak
sekitar 450 meter. Stasiun Araskabu sendiri terhubung ke Stasiun Medan
dengan jarak 22,96 kilometer. Jarak tempuh dari Medan hingga Kuala
Namu berkisar 30-47 menit (kereta menuju bandara diprioritaskan dalam
penggunaan rel tunggal Medan-Kualanamu). Stasiun di bandara sudah jadi
dan telah dioperasikan sejak 25 Juli 2013. Frekuensi perjalanan terus
ditingkatkan, dari awalnya 13 kali per arah pada awal pengoperasian,
meningkat menjadi 17-18 perjalanan, dan mulai Mei 2014, 20 kali per arah.
Pada awalnya kereta api yang dipakai adalah KRDE buatan INKA, lalu pada
November 2013 kereta baru dari Korea Selatan yang dilengkapi Wi-Fi
mulai digunakan menggantikan KRDE INKA. Layanan kereta api ini
dioperasikan oleh PT Railink yang merupakan perusahaan patungan PT
Angkasa Pura II dan PT Kereta Api Indonesia.46
Gambar II-62 Interior dengan Penerang Ruangan Berupa Transformasi
Bentuk Pohon Sawit
Sumber: http://fokus.news.viva.co.id/news/read/432123-selamat-datang-bandarainternasional-kualanamu (25 Februari 2016)
Bandara dengan luas total area terminal sebesar 23.000m2 memiliki
eksterior dan interior bangunan yang mencerminkan wilayah Kota Medan
dan sekitarnya, dengan menampilkan ornamen dan bentuk penerangan
berwarna-warni dengan bentuk dari transformasi pohon sawit yang memang
sebagai komoditi di Sumatera Utara. terdapat 18 counter check-in dengan
luas area 1.109m2.
46
https://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Internasional_Kualanamu, 25 Februari 2016
120
D.3.
BANDARA SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN
SEPINGGAN BALIKPAPAN
Nama
: Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan
Balikpapan International Airport
Kode IATA
: BPN
Kode ICAO
: WALL
Koordinat
: 01016’03” S - 116053’38”E
Kapasitas Bandara : 10 juta orang / tahun
Panjang Runway
: 2.495m
Konsep Terminal
: Linier
Gambar II-63 Terminal Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan
Balikpapan
Sumber : http://www.iberita.com/wp-content/uploads/2014/03/Desain-BandarUdara-Internasional-Sepinggan.jpg (25 Februari 2016)
Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman
adalah sebuah bandar udara internasional yang melayani Kota Balikpapan
dan sekitarnya. Bandara ini sangant dekat dengan Kota Balikpapan yaitu
hanya 6 km dari kota Balikpapan. Terminal bandara ini telah beroperasi
sepenuhnya mulai tanggal 22 Maret 2014. Kapasitas Terminal Bandara
Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman bisa menampung hingga 10 juta
penumpang per tahun. Bandara yang sebelumnya hanya bisa menampung 2
juta penumpang dan telah mengalami over capacity pada tahun 2013
sebanyak 7 juta. Sehari-harinya ada 20.000-22.000 penumpang yang
datang, berangkat, transit atau transfer melalui Bandara Sultan Aji
Muhammad Sulaiman.
121
Gambar II-64 Check-in Counter Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan
Balikpapan
Sumber : http://img2.bisnis.com/makasar/posts/2015/02/20/186152/201404011bandarasepinggan.jpg (25 Februari 2016)
Bandara yang menggunakan boarding system berupa elevator
bridge (garbarata) ini memiliki 11 garbarata, 68 check-in counters dan 8 unit
conveyor. Gedung parkir empat lantai dengan kapasitas hingga 2.300 unit
kendaraan. Aplikasi Airport Integrated Management System (AIMS). HBS
(hold baggage screening) level 4. 245 CCTV di berbagai sudut bandara
untuk memantau semua aktivitas yang terjadi di bandara dan tidak ada celah
yang tidak terpantau.
Gambar II-65 Taman di Dalam Bangunan Terminal Bandara Sultan Aji
Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan
Sumber : http://images.detik.com/content/2014/05/26/1519/121408_chang2.jpg (25
Februari 2016)
Bandara
yang
sebelumnya
mempunyai
nama
Bandara
Internasional Sepinggan memiliki beberapa keunggulan dalam desain dan
konsep. Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan
memiliki fasilitas penanganan bagasi dan sistem keamanan yang canggih,
mengusung konsep futuristic eco-airport, desainnya juga dibuat modern
tapi tetap ramah lingkungan. Berdinding kaca-kaca transparan. Kaca juga
122
dipasang di atap sehingga sinar matahari yang melimpah bisa masuk ke
ruangan dan konsumsi energi listrik bisa ditekan. Bandara pertama di
Indonesia yang seluruh lampu penerangannya menggunakan LED. Atap
terminalnya yang tinggi sehingga pengunjung yang datang ke sini benarbenar merasakan kenyamanan karena segala sesuatu di bandara ini tampak
lega. Terdapat fasilitas taman di tengah terminal, tiga taman di taruh di area
pengambilan bagasi di lantai satu dan dua lainnya di lantai tiga, yakni di
samping area check-in. Bandara ini juga memiliki fasilitas boutique mall
yang terintegrasi dengan bandara. Merupakan satu-satunya bandara di
Indonesia yang menerapkan mall yang terintegrasi dalam bandara, mall
akan berada di lantai 1-3 dan bisa di akses oleh pengunjung umum.
Gambar II-66 Ruang Tunggu pada Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman
Sepinggan Balikpapan
Sumber : http://www.busbandara.com/wp-content/uploads/2015/02/Info-Bus-DamriBandara-Sepinggan-Balikpapan-e1424237259105.jpg (25 Februari 2016)
Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan
juga telah memenangkan penghargaan dari Menhub Ignasius Jonan yaitu
Pelayanan Prima Utama 2014 untuk Bandara Sepinggan. Selain itu juga
berturut-turut sebelum itu pada awal 2015, Bandara Sepinggan juga terpilih
menjadi Airport of the Year 2014 dari Majalah Bandara. Kemudian oleh
INACA (Indonesian National Air Carrier Association/asosiasi maskapai
penerbangan nasional Indonesia), Bandara Sepinggan dinobatkan sebagai
The Best CSI 2014 untuk pelayanan penumpang. Bahkan, juga ada
penghargaan dari Kementerian Kesehatan sebagai Bandar Udara Sehat
2014.
123
D.4.
BANDARA SUVARNABHUMI, BANGKOK, THAILAND
Nama
: Suvarnabhumi Airport
Kode IATA
: BKK
Kode ICAO
: VTBS
Koordinat
: 13°41′33″N 100°45′00″E
Kapasitas Bandara : 45 juta orang / tahun
Panjang Runway
: 4.000m dan 3.700m
Konsep Terminal
: Sentral
Bandara Internasional Suvarnabhumi yang memiliki arti golden
land ini adalah bandara internasional yang melayani Kota Bangkok,
Thailand, dan merupakan bandara baru untuk menggantikan Bandara
Internasional Don Mueang. Bandara ini resmi dibuka untuk penerbangan
terbatas pada 15 September 2006, dan dibuka untuk semua rute domestik
dan internasional pada 28 September 2006. Kode nama BKK diturunkan
dari nama Don Mueang setelah bandara lama itu meniadakan penerbangan
internasionalnya.
Gambar II-67 Bangunan Terminal Bandara Suvarnabhumi
Sumber :
https://en.wikipedia.org/wiki/Suvarnabhumi_Airport#Capacity_and_safety_issues (26
Februari 2016)
Bandara ini terletak di Racha Thewa di Distrik Bang Phli, Provinsi
Samut Prakan, sekitar 25 km sebelah timur Bangkok. Nama Suvarnabhumi
dipilih sendiri oleh Raja Bhumibol Adulyajed, merujuk pada kerajaan emas
yang diduga berada di Asia Tenggara. Bandara ini didesain oleh Helmut
Jahn dari Murphy/Jahn Architects.
124
Gambar II-68 Interior Bandara Suvarnabhumi
Sumber :
https://en.wikipedia.org/wiki/Suvarnabhumi_Airport#Capacity_and_safety_issues (26
Februari 2016)
Bandara ini mempunyai menara kontrol tertinggi di dunia (132.2
m). Luas terminal bandara (563.000 meter2) juga menjadikannya sebagai
bandara yang mempunyai luas terminal tunggal kedua di dunia di bawah
Bandara Internasional Hong Kong. Di Asia, bandara ini menjadi bandara
tersibuk keempat dan juga merupakan pertemuan jalur kargo yang utama.
Gambar II-69 Menara Kontrol Bandara Suvarnabhumi (tertinggi di dunia)
Sumber :
https://en.wikipedia.org/wiki/Suvarnabhumi_Airport#Capacity_and_safety_issues (26
Februari 2016)
Bandara ini memiliki gaya arsitektur modern, dengan mayoritas
warna metalik dan ekspos pada struktur kerangka dan penyangga. Bandara
ini juga banyak menggunakan kaca untuk menunjukkan gaya arsitekturnya.
Untuk mengimbangi modernitasnya, bandara ini menambahkan instalasi
seni yang bergaya khas budaya Thailand berupa bentuk menyerupai
paviliun dan patung para dewa dan asura dalam adegan Samudramantana.
125
Gambar II-70 Paviliun di Lantai Empat Bandara Suvarnabhumi yang memiliki
Gaya Khas Kebudayaan Thailand
Sumber :
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/2b/Suvarnabhumi_Airport,_Bangkok,
_Thailand.jpg (26 Februari 2016)
Gambar II-71 Patung Para Dewa dan Asura dalam Adegan Samudramantana di
Bandara Suvarnabhumi
Sumber : https://www.world-airportcodes.com/content/uploads/2013/08/BKK_a_t_newbkk_ldee7lsumr.jpg (26 Februari 2016)
Bandara ini memiliki beberapa fasilitas, antara lain berbagai
restoran makanan siap saji dari berbagai jaringan internasional, makanan
Asia atau Thailand, dan juga beberapa restoran dan toko yang buka 24 jam
di area keberangkatan, bahkan terdapat pula mushola yang sangat
representatif di lantai tiga.
126
Download