PEMIMPIN PERUBAHAN DAN BUDAYA ADAPTIF MENYIKAPI

advertisement
PEMIMPIN PERUBAHAN DAN BUDAYA ADAPTIF MENYIKAPI
TANTANGAN BISNIS MASA DEPAN
Rr. NIKEN PURBASARI
STIE TRISAKTI
PENDAHULUAN
Tantangan bisnis masa depan menjadi
skenario yang harus dihadapi semua pemimpin
perusahaan. Pemimpin besar dan dipuji banyak
orang adalah pemimpin yang berhasil membawa
perusahaannya untuk terus tumbuh, berkembang
dan mendunia. Membicarakan bisnis yang
berhasil adalah membahas pemimpin yang
berhasil. Kepemimpinan memiliki daya tarik
untuk dibahas dan didiskusikan sebab proses
kepemimpinan unik dan menyentuh banyak
orang. Kepemimpinan sering dikaitkan dengan
berbagai peristiwa yang menggambarkan kejayaan, legenda, keberanian, risiko termasuk
kegagalan dan lain sebagainya. Banyak peneliti
kepemimpinan yang menyajikan beragam konsep
dengan sudut pandang berbeda mengenai kepemimpinan, yang didasarkan pada bagaimana
fenomena diamati untuk diteliti dan diinterpretasikan.
Penulis tertarik menguraikan fenomena
kepemimpinan yang berhasil dikaitkan dengan
perubahan organisasi dan budaya organisasi,
dan Jack Welch merupakan salah satu pemimpin yang menarik untuk dikenal lebih jauh
sepak terjangnya dalam memimpin perubahan
dan menciptakan budaya yang adaptif di dunia
bisnis. Mengapa Jack Welch? Banyak pemimpin
besar yang telah berhasil melakukan perubahan,
namun Jack Welch merupakan pemimpin yang
sering membuat keputusan sama dengan
pemimpin lainnya tapi melakukannya dengan
waktu dan cara yang berbeda (Slater 2000).
Jack Welch adalah pemimpin karismatik, Dia
adalah jenis orang yang dapat memberikan
tenaga baru pada organisasi dan memajukannya
(Light 2005). Pemikiran Jack Welch yang menjadi
strategi bisnisnya dikutip dalam pernyataanpernyataan berikut ini:
“Bisnis itu sederhana. Jangan membuat
bisnis menjadi terlalu rumit. Hadapi kenyataan.
Jangan takut perubahan. Lawan birokrasi.
Jadilah tidak berbatas. Gunakan akal pekerja
Anda. Carilah ide-ide terbaik, baik di dalam
maupun luar perusahaan Anda, dan lalu praktikkan ide-ide itu”. (Slater 2000).
Jack Welch diakui sebagai Pemimpin yang
Berhasil
Pernahkah Anda mendengar nama
Jack Welch? Banyak praktisi bisnis, pengamat
bisnis maupun akademisi mengenal nama
tokoh ini sebagai tokoh fenomenal dalam kepemimpinan bisnis. Welch dikenal dan diakui
sebagai pemimpin yang telah membawa kesuksesan besar dan bersejarah bagi General
Electric (GE). General Electric berdiri atas
gagasan Thomas Edison pada 1876. Pada
1878 GE berdiri di Scenectady, New York,
Amerika Serikat sebagai perusahaan yang
dimiliki oleh Thomas Edison, Elihu Thomson,
dan Edwin J. Houston. Bermarkas di Fairfield,
Connecticut, sebagai perusahaan raksasa yang
dinobatkan sebagai perusahaan terbesar kedua
di dunia tahun 2010 oleh Forbes
(website.ciputraetrepreneruship).
1
Media Bisnis
Welch membuat GE menjadi perusahaan dengan nilai pasar yang tumbuh lebih dari
$300 milyar (Slater 2000). Sepanjang karier
Welch sebagai CEO dia telah berhasil mempertahankan GE sebagai perusahaan besar dan
membangun GE mencapai sukses. Jack Welch
merupakan tokoh yang paling sering mendapat
pujian di seluruh dunia. Sepanjang musim dingin
1998-1999, Welch menjadi tokoh dengan berbagai penghargaan yang menempatkan Welch
sebagai pemimpin bisnis terhebat sepanjang
masa (Slater 2000). Sejak menjabat sebagai
komisaris dan CEO GE, Welch menginginkan
perubahan. Sepanjang hampir 20 tahun perjalanan kariernya, hingga pensiun tahun 2000,
Welch berhasil membuktikan kepemimpinan
yang berhasil melalui perubahan dan budaya
adaptif.
Bagaimana Memimpin Perubahan dengan
Budaya Adaptif?
Perubahan adalah kata yang menggambarkan keajaiban. Konteks perubahan sebagai
keajaiban dapat dibayangkan pada bagaimana
putik sari yang kuncup menjadi bunga dengan
kelompak dan warna yang indah, bagaimana
janin menjadi manusia sempurna, bagaimana
perusahaan kecil yang tidak dikenal menjadi
besar dan terkenal, serta bertahan dalam jangka
panjang. Menjadi pemimpin besar perlu menghadapi perubahan besar, ketika pola persaingan
terus menerus mengalami perubahan. Pemimpin
yang terlalu cepat untuk berpuas diri dan terlalu
angkuh untuk menyadari bahwa angin sudah
mulai berubah arah, cenderung menjadi tidak
dapat melihat alasan untuk melakukan perubahan. Mereka tidak memandang pentingnya
menyadari faktor utama kerawanan organisasi,
yakni pengabaian, kekakuan, ketidakpedulian
dan inkonsistensi. Ketika mereka terlambat
menyadari perlunya perubahan, kecepatan
bisnis mereka untuk menjadi lebih unggul telah
dikalahkan para pesaing yang ada. Pemimpin
yang demikian hanya akan menemukan perusahaan berada jauh tertinggal dari para pesa-
2
Maret
ingnya, dan jika hal ini yang terjadi dan terus
terjadi, bukan tidak mungkin perusahaan akan
menjadi salah satu sejarah tentang kegagalan
perusahaan.
Memimpin perubahan layak dilakukan
dalam organisasi besar maupun kecil, jika
menjadi unggul dari pesaing dan keberhasilan
jangka panjang ingin dapat dicapai. Perubahan
organisasi membutuhkan perubahan mendasar
yang akan berdampak pada perbaikan yang
berkelanjutan, dan hal ini melibatkan perubahan
budaya organisasi dan perubahan ini berpengaruh langsung pada setiap bawahan. Pemimpin
perubahan dituntut untuk mampu menciptakan
budaya baru seiring terjadi perubahan masalah
dalam proses integrasi internal dan adaptasi
eksternal. Budaya organisasi merupakan sebuah
pola asumsi bersama dimana kelompok belajar
untuk memecahkan masalah dalam proses
adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang
diterapkan dengan baik dan diterima, kemudian
diajarkan kepada anggota baru sebagai cara
yang tepat untuk bisa memahami, berpikir dan
merasakan masalah-masalah yang dihadapi
organisasi (Schein 2004). Budaya organisasi
juga digambarkan sebagai nilai-nilai bersama,
prinsip, tradisi, dan cara bagaimana melakukan
berbagai hal yang mempengaruhi tindakan
atau perilaku anggota organisasi (Robbins dan
Coulters 2009). Pemimpin besar seperti Welch,
menyadari pentingnya peranan budaya dalam
proses perubahan organisasi, sebab perubahan organisasi menuntut perubahan budaya.
Budaya perusahaan dapat menjadi budaya yang
kuat dan budaya yang adaptif.
Budaya yang kuat, ditunjukkan oleh
nilai-nilai kunci perusahaan yang dipegang dan
dibagi secara luas oleh anggota organisasi
(Robbins dan Coulter 2009). Budaya yang kuat
mengacu pada kesepakatan di antara para
pegawai mengenai nilai-nilai utama dan bagaimana cara melakukan sesuatu. Budaya yang
kuat memiliki pengaruh pada keberhasilan
perusahaan dari-pada budaya yang lemah,
dimana pegawai akan lebih menerima nilai-nilai
inti yang penting bagi organisasi dan akan
2012
meningkatkan komitmen mereka terhadap nilainilai tersebut. Welch tahu persis bahwa GE memiliki budaya yang kuat, dimana para pegawai
GE telah membawa nilai-nilai GE yang ada
selama ini (Slater 2000).
Keberhasilan organisasi tidaklah cukup
dengan hanya memiliki suatu budaya yang kuat.
Perusahaan memerlukan budaya yang adaptif.
Budaya adaptif merupakan karakertistik budaya
dengan nilai-nilai yang mendukung kemampuan
organisasi untuk menafsirkan dan menerjemahkan sinyal dari lingkungan ke dalam respon
perilaku baru (Daft 2005). Budaya organisasi
merupakan filosofi dasar yang memberi arah
bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan
karyawan. Welch melihat perlunya adaptasi
budaya dilakukan GE, dan Welch berusaha
untuk melakukan perubahan budaya dalam GE
yang diarahkan untuk membuat GE menjadi
lebih produktif dan kompetitif. Sejak diangkat
menjadi CEO, Welch menginginkan GE dapat
berlari dengan gesit, seperti perusahaan kecil,
tapi GE bukan perusahaan kecil, yang selama
ini telah bekerja dengan birokratis dan lamban.
Welch menginginkan kesederhanaan dan
keringkasan dengan membuat GE tidak berpembatas untuk mengurangi pemborosan birokratis (Slater 2000).
Perubahan budaya merupakan perwujudan dari budaya adaptif. Budaya perusahaan
berfungsi sebagai nilai dan norma yang mempengaruhi perilaku anggota perusahaan dan
bagaimana perusahaan beradaptasi dengan
lingkungan eksternalnya. Welch melihat adanya
budaya GE yang mengarah pada pembatas.
Pembatas seringkali mudah diidentifikasi tetapi
sulit dijelaskan. Pembatas yang dirasakan Welch
ada di dalam manajemen, tempat para manajer
senior tidak pernah berpikir untuk berbicara
kepada orang-orang selain bawahan langsung.
Ada juga pembatas antara GE dengan dunia
luar, yakni sebuah sikap berdasarkan keyakinan
para pegawai GE bahwa hanya sedikit yang
dapat mereka pelajari dari siapa pun di luar
perusahaan mereka, sehingga mereka menutup
diri dari ide-ide cemerlang di luar (Slater 2000).
Rr. Niken Pubasari
Kepemimpinan Welch telah mendorong
perubahan budaya dalam GE dengan menghilangkan hampir sebagian besar, penghalang
perusahaan untuk menciptakan lingkungan
bisnis yang lebih terbuka dan informal. Welch
membuat GE tidak berpembatas bersamaan
dengan memberikan para pegawainya sebuah
rasa pemberdayaan baru. Welch memberikan
mereka tingkat keterlibatan yang lebih tinggi di
dalam operasi harian perusahaan. Lingkungan
yang diyakini Welch akan membuat GE lebih
kompetitif (Slater 2000). Melalui budaya adaptif,
pegawai diberikan otonomi untuk membuat
keputusan dan bertindak secara bebas untuk
memenuhi kebutuhan dan merespon pasar.
Welch telah menunjukkan kemampuannya
sebagai pemimpin dalam menciptakan budaya
adaptif yakni budaya yang produktif dan kompetitif. Keberhasilan Welch menciptakan budaya
adaptif tidak lepas dari kemampuannya mendorong budaya pembelajar dalam perusahaan.
Mendorong bisnis dengan budaya adaptif perlu
didukung dengan menciptakan budaya pembelajar.
Bagaimana Memimpin Budaya Pembelajar?
Lingkungan perusahaan telah menjadi
berbeda, dan ini dapat dirasakan para pemimpin
yang sukses. Era bioteknologi, organisasi berbasis pengetahuan, globalisasi, dan hilangnya
batas-batas organisasi telah mendorong lingkungan perusahaan menjadi lebih kompleks,
bergerak lebih cepat, dan budaya yang lebih
beragam. Kenyataan ini menuntut para pemimpin
perusahaan untuk melakukan penyesuaian
yang artinya perubahan dan siap untuk belajar
terus menerus. Konsep Personal Mastery yang
dikemukakan Senge (Daft 2005) diperlukan
siapapun manusia yang ingin menjadi manusia
pembelajar. Dalam konteks ini, seseorang akan
menjadi manusia pembelajar, jika ia memiliki
kemampuan menguasai diri sendiri untuk memfasilitasi pertumbuhan pribadinya dan belajar.
Senge menggunakan personal mastery untuk
menggambarkan kemampuan seseorang dalam
menerapkan disiplin untuk pertumbuhan pribadi
3
Media Bisnis
dan belajar, sebagai langkah penguasaan
terhadap diri sendiri, yang akan memfasilitasi
kepemimpinan mereka dan pencapaian hasil
yang mereka inginkan. Lebih lanjut dikatakan
bahwa personal mastery dapat diwujudkan
dengan membangun tiga kualitas diri, yakni (1)
memiliki visi pribadi, (2) mampu menghadapi
realitas, dan (3) memegang teguh kreatifitas
(Daft 2011).
Kepemimpinan Welch sampai pada
budaya pembelajar. Hampir mayoritas pelaku
bisnis dan konsumen juga tahu bahwa GE telah
lama menjadi salah satu multibisnis terbesar di
Amerika Serikat dan dunia. Perusahaan yang
memproduksi generator pembangkit listrik dan
bola lampu serta mesin pesawat dan lokomotif.
Pemilik bisnis jasa keuangan (GE Capital), dan
pemilik NBC (jaringan televisi besar di AS).
Banyak pengamat bisnis melihat, dengan bisnis
majemuk yang dimiliki, GE menjadi rumit dan
beragam, sehingga sulit mengelola kerumitan
dan ukuran perusahaan yang besar sekelas GE,
tapi tidak bagi Welch (Slater 2000).
Pemimpin pembelajar, merupakan spesies yang tahu dan memahami sesuatu yang
penting bagi mereka. Mereka fokus pada hasil
akhir, visinya memotivasi mereka dan organisasi
mereka. Pemimpin pembelajar juga memiliki
komitmen terhadap sesuatu hal yang nyata,
pencarian mereka terhadap sesuatu yang nyata
mengarahkan mereka pada pengenalan diri
sendiri, pada pengaruh sistem yang lebih luas
dan situasi dimana mereka menjalankan kegiatannya. Hal ini memungkinkan bagi mereka
untuk menghadapi kenyataan, yang akan meningkatkan peluang bagi mereka untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Ketika terjadi kesenjangan
antara visi mereka dan situasi yang dihadapi
saat itu, pemimpin pembelajar melihatnya sebagai suatu sumber energi kreatifitas untuk terus
maju. Mereka akan melakukan reorganisasi
untuk aktivitas saat ini dan bekerja menuju visi
yang ingin dicapai.
Pemimpin pembelajar juga mampu
membawa budaya pembelajar ke dalam perusahaan. Schein (2004) menyatakan, ada 10
4
Maret
karakteristik yang melekat dalam perusahaan
dengan budaya pembelajar, yakni: (1) A Proactive
Assumption, budaya pembelajar berasumsi
bahwa langkah yang tepat jika manusia bereaksi
terhadap lingkungannya, dengan bersifat proaktif
untuk memecahkan masalah dan belajar; (2)
Commitment to Learning to Learn, budaya
pembelajar seharusnya menjadi DNA atau a
learning gen dari anggota organisasi, sehingga
belajar merupakan investasi yang bernilai, dan
menjadi pribadi yang sangat terampil ataupun
ahli dibidangnya; (3) Positive Assumption about
Human Nature, budaya pembelajar seharusnya
berjuang dan yakin bahwa tujuan akhir
manusia pada prinsipnya adalah baik, dan
harus percaya bahwa manusia mampu dan
mau belajar jika mereka disediakan
sumberdaya dan perasaan yang cukup
nyaman untuk bisa belajar; (4) The
Assumption that the Environment can be
Dominated, budaya pembelajar seharusnya
ada dalam DNA anggota organisasi sebagai
gen yang merefleksikan asumsi bersama bahwa
lingkungan pada tingkat tertentu dapat dikelola.
Meskipun pembelajaran atau perubahan menjadi
sulit ketika lingkungan bergolak lebih kuat atau
berubah lebih dinamis. Menjadi penting peran
pemimpin dalam hal ini, untuk meningkatkan
pengendalian terhadap lingkungan yang berubah
lebih dinamis. Keyakinan yang kuat bahwa
adaptasi terhadap perubahan lingkungan dapat
menjadi proses pembelajaran, menjadi asumsi
yang melekat dalam budaya pembelajar; (5)
Commitment to Truth through Pragmatism and
Inquiry, budaya pembelajar harus membagi
asumsi bahwa solusi masalah didasarkan pada
keyakinan untuk mencari penjelasan dari suatu
proses penyelidikan dan usaha pragmatis untuk
mencari kebenaran. Meyakini akan peran untuk
bereksperimen, melakukan kesalahan atau menemukan masalah dan mencari solusi terbaik;
(6) Orientation Toward the Future, budaya pembelajar mengoptimalkan waktu jangka pendek
dan juga jangka panjang untuk masa yang
akan datang. Learning leader dalam berbagai
2012
tugas harus pula membuat keputusan yang
cepat berkaitan dengan jangka waktu yang
bervariasi antar satu situasi dengan situasi lainnya; (7) Commitment to Full and Open Task
Relevant Communication, budaya pembelajar
harus membangun asumsi bahwa komunikasi
dan informasi yang sentralistis adalah baik dan
juga harus menciptakan suatu sistem multichannel communication yang mengizinkan
setiap orang berhubungan; (8) Commitment to
Diversity, Learning leader harus menstimulasi
keragaman dan menyebarluaskan asumsi
bahwa keragaman diperlukan pada setiap
individu dan berbagai tingkat sub kelompok; (9)
Commitment to Systematic Thinking, budaya
pembelajar berasumsi, bahwa dunia yang semakin kompleks dan saling bergantung, menuntut
kemampuan berpikir yang sistematik, agar
mampu menganalisa berbagai bidang yang
mempengaruhi, serta memahami hubungan
sebab akibat diantaranya, membangun kemampuan berpikir berdasarkan critical mental model
to learning, mempertanyakan sesuatu pada
situasi yang dihadapi untuk memperluas pengetahuan dan pemahaman dalam mencari solusi
terbaik; (10) Commitment to Culture Analysis
for Understanding and Improving the World,
budaya pembelajar harus memahami tentang
konsep budaya dan seorang pemimpin pembelajar mau, serta mampu bekerja dengan budaya.
Welch memahami situasi yang dihadapi
dan yakin bahwa keragaman dan kerumitan GE
dapat diubah menjadi aset dengan menciptakan
budaya pembelajar. Welch mengajarkan kepada
para pegawai GE untuk tidak membuat segala
sesuatu menjadi rumit. Welch membangun
bisnis-bisnis GE dengan kuat melalui budaya
tidak berpembatas. Ketika bisnis-bisnis tersebut
kuat, keragaman menjadi bernilai melalui integrasi yang dapat dibangun. Welch menyadari
nilai keragaman terintegrasi dapat dibangun
dengan mengembangkan budaya pembelajar.
Idenya bahwa bisnis-bisnis GE seharusnya
berbagi pengetahuan dan belajar dari satu sama
lain, baik belajar dari orang-orang yang ada di
Rr. Niken Pubasari
dalam maupun belajar dari orang-orang yang
ada di luar. Esensi budaya pembelajar adalah
keterbukaan. Organisasi akan belajar dan menerjemahkan apa yang dipelajarinya ke dalam
suatu tindakan, untuk memperoleh keunggulan
kompetitif.
Keberhasilan GE sebagai organisasi
dengan budaya pembelajar ditunjukkan dengan
meningkatnya kinerja dalam beberapa cara: (1)
Marjin operasi, naik 16,7 % setelah sebelumnya
dibawah 10 % selama 100 tahun terakhir; (2)
Perputaran persediaan, mencapai 9,2 setelah
sebelumnya dikisaran 3 dan 4; (3) Pendapatan
perusahaan mencapai pertumbuhan dua digit
setelah sebelumnya satu digit, sepanjang 1980an (Slater 2000).
Budaya organisasi pembelajar memberikan kepada karyawan kenyamanan, keamanan,
kebersamaan, rasa tanggungjawab, serta ikut
memiliki, sehingga mereka tahu bagaimana
berperilaku dan apa yang harus mereka kerjakan.
Selama ini Welch percaya bahwa kebijaksanaan
kolektif para pegawai GE sering menjadi dasar
penilaian kebijakan. Melalui survei pegawai
Welch dapat menyesuaikan arah strategi GE
(Slater 2000).
Ketika survei pegawai menyatakan
dengan tegas bahwa ada masalah besar dengan
kualitas perusahaan, Welch dan para komisaris
GE memutuskan untuk bertindak. Meskipun
perusahaan lain telah melakukan terlebih dahulu,
Welch melihat inilah saatnya GE menerapkan
inisiatif korporasi yang lebih luas tentang kualitas.
Sebelumnya GE mendorong kualitas dengan
begitu banyak slogan dan spanduk, namun para
pegawai tidak memiliki pemahaman yang kuat
terhadap kualitas. Pegawai GE hanya memperhatikan bahwa angka penjualan dan keuntungan
GE tetap tumbuh. Kini Welch melihat bahwa
keberlangsungan hidup GE sebagai perusahaan
bergantung pada kualitas. GE di bawah kepemimpinan Welch mencurahkan seluruh perhatiannya pada permasalahan kualitas, dengan
melibatkan dari seluruh pegawai menjadikan
perbaikan kualitas sebagai strategi bisnis GE.
5
Media Bisnis
Bagaimana Membawa Proses Perubahan
yang Berhasil?
Tidak mudah melakukan perubahan
dalam perusahaan. Bagaimana pemimpin dapat
secara sistematis membentuk perubahan kegiatan operasional perusahaan yang melibatkan
berbagai macam perubahan budaya? Perubahan
operasional perusahaan yang berhasil, harus
dijalankan seirama dengan perubahan budaya
yang sesuai dengan permasalahan lingkungannya, sebab pada hakekatnya manusia adalah
bagian dari sistem, ketika terjadi ketidakseimbangan di setiap sistem kehidupan, manusia
akan berusaha menjaga keseimbangannya
serta memaksimalkan kemandirian mereka
dalam menghadapi lingkungannya. Berbagai
usaha untuk bisa bertahan, tumbuh secara berkelanjutan merupakan usaha manusia menjaga
integritas sistem dalam menghadapi perubahan
lingkungan yang secara konstan menyebabkan
tingkat ketidakseimbangan yang beragam.
Budaya perusahaan seperti konsep, keyakinan,
sikap, nilai-nilai, dan asumsi berdasarkan struktur
kognitif berfungsi untuk mengatur pengaruh
lingkungan keseluruhan agar menjadi lebih
dipahami dan mampu diprediksi bagi setiap
individu selaku manusia.
Penyesuaian budaya perusahaan mengindikasikan budaya perusahaan yang adaptif.
Budaya perusahaan yang adaptif, menggambarkan pola asumsi yang dibangun sepanjang
waktu oleh anggota organisasi dengan pemimpin
sebagai pencipta, pembangun dan pembongkar
budaya perusahaan, yang akan membantu
menjaga kestabilan perilaku anggota organisasi
dan memberikan pemahaman kepada mereka
dalam menghadapi lingkungan perusahaan.
Perubahan diyakini para pimpinan sebagai
langkah strategis untuk mencapai keberhasilan
yang berkelanjutan. Schein (2004) menguraikan
proses perubahan organisasi ke dalam 3 tahap,
yang dapat diterapkan untuk membantu para
pimpinan membangun budaya adaptif, yakni:
6
Maret
Unfreezing/Disconfirmation
Unfreezing merupakan usaha untuk
menciptakan motivasi atau kebutuhan terhadap
perubahan. Berbagai usaha diarahkan untuk
menyiapkan berbagai petunjuk seperti: adanya
fakta yang tidak jelas yang menyebabkan ketidaknyaman dan ketidakseimbangan organisasi.
Adanya hubungan antara ketidakjelasan fakta
dengan tujuan yang menyebabkan kesalahan/
masalah. Adanya keyakinan untuk melihat
kemungkinan pemecahan masalah dan pembelajaran tanpa kehilangan identitas dan integritas.
Ketika berbagai petunjuk awal telah disiapkan,
maka dibuat keputusan transformasi. Pemimpin
pembelajar adalah pemimpin yang mampu
melakukan transformasi. Transformasi atau
perubahan menandakan orang atau kelompok
belajar untuk meninggalkan sesuatu, dan hal ini
sama baiknya dengan, orang atau kelompok
belajar sesuatu yang baru. Kenyataan yang
harus dihadapi para pemimpin perubahan adalah tranformasi melibatkan perubahan pada
beberapa tingkat budaya, dan kesulitan yang
paling besar adalah membuat anggota organisasi
belajar untuk meninggalkan sesuatu yang telah
tertanam, bersifat rutin, dan menjadi bagian
dari identitas personal serta kelompoknya, dan
membuat mereka belajar sesuatu yang baru.
Kekuatan dan kemampuan pemimpin untuk
melakukan transformasi sangat diperlukan.
Ada beberapa pertanyaan menarik
yang mungkin terlintas dibenak individu yang
perduli terhadap perubahan, yakni Apakah
disconfirmation harus selalu hadir untuk memulai
proses perubahan? Tidak adakah insting alami
untuk belajar dan memperbaiki? Dapatkah
organisasi sukses membuat transformasi atau
harus ada terlebih dulu ancaman, perasaan
gagal atau krisis sebelum seseorang termotivasi
membuat perubahan? Menurut Schein (2004),
berdasarkan pengalamannya, perasaan terancam, krisis atau ketidakpuasan harus ada
sebelum motivasi yang cukup besar ada untuk
memulai proses unlearning (belajar untuk
meninggalkan sesuatu) dan relearning (belajar
untuk sesuatu yang baru).
2012
Cognitive Restructuring
Langkah ini menuntut pemimpin untuk
mendefinisikan kembali pemikiran, yakni proses
merubah konsep inti dari pola asumsi atau merubah nilai-nilai dan keyakinan seseorang atau
perusahaan, sebagai contoh asumsi perusahaan
yang menyatakan bahwa “perusahaan tidak
akan pernah melakukan pengurangan karyawan”,
asumsi atau keyakinan ini telah melekat kuat
selama perusahaan berdiri, namun yang terjadi
kondisi ekonomi berubah dan mengharuskan
perusahaan melakukan sesuatu, maka terjadi
proses perubahan asumsi atau cognitive redefinition yakni dari layoffs menjadi transitions atau
early retirements. Proses perubahan juga dapat
dilakukan melalui trial and error atau model peranan, dimana pemimpin atau seseorang dapat
menjadi atau memberi panutan. Penting untuk
disadari anggota organisasi bahwa semua
proses perubahan menegaskan kebutuhan
terhadap perubahan perilaku, seiring dengan
perubahan asumsi. Ketika perubahan perilaku
yang diinginkan perusahaan dapat diterapkan,
memberikan ganjaran yang sebanding merupakan langkah yang efektif untuk mempertahankan perilaku yang baru.
Refreezing
Langkah final dari proses perubahan
berkenaan dengan kebutuhan memperkuat
pola berpikir dan perilaku baru. Proses memantapkan nilai-nilai umum dan keyakinan baru.
Hasil yang baik dalam proses ini dapat dicapai
jika pembelajar terlibat aktif dalam mendesain
proses perubahan.
Apa yang Dilakukan Jack Welch?
Hampir setiap pemimpin berpikir bahwa
permasalahan utama perusahaan terletak pada
kepuasan konsumen, dan mengambil keputusan
untuk fokus pada perbaikan lini depan atau
produk. Keputusan mereka boleh sama, tapi
tidak dengan cara dan waktu Welch melakukan
langkah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Langkah pertama Welch adalah menyadari
Rr. Niken Pubasari
adanya kelambatan dalam operasional GE,
yang disebabkan oleh banyaknya pembatas dan
rutinitas yang tidak diperlukan. Welch menyadari
GE harus bergerak lebih cepat, harus berkomunikasi dengan para pegawainya secara lebih
efektif, dan harus membuat setiap orang dalam
perusahaan terlibat dalam peningkatan hubungan
dengan pelanggan. Gagasan Welch kemudian
adalah menciptakan budaya baru, yakni “perilaku organisasi tak berpembatas” yang diarahkan
pada 4 bentuk pembatas yakni pembatas vertikal,
pembatas horizontal, pembatas eksternal, dan
pembatas geografis. Perilaku organisasi tak
berpembatas (Slater 2000), diarahkan pada :
(1) Pembatas vertikal, pengambilan keputusan
oleh orang-orang yang terdekat dengan suatu
pekerjaan, dilakukan dalam hitungan jam, semua
manajer mengambil tanggung jawab rutin dan
tugas strategis, masalah kunci ditangani oleh
tim-tim multilevel yang beroperasi tanpa mengindahkan pangkat formal, ide-ide baru dibahas
dan diputuskan tanpa melibatkan gengsi dan
persetujuan berlapis; (2) Pembatas horizontal,
produk dan layanan baru masuk ke pasar
dengan kecepatan tinggi, mobilisasi sumber
daya di antara pusat-pusat keahlian dan unitunit operasi bergerak; (3) Pembatas eksternal,
permintaan dan keluhan pelanggan diantisipasi
dan direspon pada saat itu juga, sumber daya
strategis dan manajer kunci “dipinjamkan”
kepada pelanggan dan pemasok, sumberdaya
yang menangani pemasok dan pelanggan
adalah tim yang menangani inisiatif strategis,
pemasok dan pelanggan adalah kontributor
tetap dan produktif bagi ide produk dan proses
baru; (4) Pembatas geografis, praktik terbaik
secara cepat disebarluaskan dan didorong
penerapannya pada operasi di semua negara,
pemimpin bisnis bergilir secara teratur beroperasi di berbagai negara, standarisasi program
produk, praktik bersama, dan pusat pengalaman
bersama di seluruh negara, ide produk baru
dievaluasi kelayakannya tanpa melihat dari
negara mana ide berasal.
7
Media Bisnis
Pada setiap pembatas, kesuksesan
relatif yang berhasil dicapai GE diukur dengan
semakin besar tingkat kecepatan, fleksibilitas,
integrasi dan inovasi yang mempengaruhi perilaku organisasi dibawah kepemimpinan Welch.
Memimpin perubahan merupakan tanggung
jawab pemimpin yang paling penting dan tidak
mudah dilakukan. Schein (2004) menyatakan
bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk bertindak di luar budaya untuk memperoleh
proses perubahan evolusi agar menjadi lebih
adaptif. Memimpin perubahan yang berhasil
ditentukan oleh dukungan anggota organisasi
untuk dapat memulai perubahan atau berkontribusi untuk perubahan yang berhasil. Perubahan
organisasi melibatkan perubahan budaya organisasi. Penyesuaian budaya organisasi berdampak pada proses perubahan. Mengimplementasikan budaya baru GE dengan “tak berpembatas” dilakukan Welch melalui program WorkOut. Sasaran Potensial dan Tujuan Work-Out
(Slater 2000) adalah: (1) Mengurangi Birokrasi;
(2) Memperbaiki Proses Organisasi; (3)
Memberdayakan Para Pegawai; Mengurangi
Pembatas Vertikal; (4) Meruntuhkan Dindingdinding Intra-Organisasi; (5) Mengembangkan
Aliansi Formal atau Hubungan Informal dengan
Pelanggan; (6) Mengembangkan Hubungan
Ekstra-Organisasi Lainnya.
Sasaran tersebut ditetapkan sebagai
budaya baru GE untuk bisa meningkatkan
kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan
permasalahan internal, terkait adanya batasanbatasan yang diyakini para manajer dan anggota
organisasi dalam proses integrasi antar bagian,
yang menimbulkan permasalahan “terlalu
birokrasi” dan “lambat”. Sasaran tersebut juga
diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan
eksternal, yakni membentuk GE menjadi kuat
dalam kompetisi, melalui membangun hubungan
dengan pihak eksternal, yakni pelanggan dan
vendor. Sasaran diupayakan dicapai dengan
menetapkan langkah-langkah: (1) Mengurangi
jumlah persetujuan yang diperlukan untuk
masalah rutin, berdayakan seseorang yang
berdekatan langsung dengan pekerjaan itu
8
Maret
untuk mengambil keputusan; (2) Respon dengan
cepat ide yang bagus, tanpa melihat ide berasal
darimana; (3) Ciptakan tempat kerja dimana
karyawan bebas mengeluarkan pendapat; (4)
Segera sadari bahwa Anda tidak memiliki semua
jawaban (Slater 2000).
KESIMPULAN
Pemimpin berarti mencintai apa yang
mereka lakukan serta menanamkan energi dan
antusiasme. Pemimpin menciptakan visi yang
penuh inspirasi. Pemimpin membangun lingkungan dimana orang-orang memiliki kemampuan,
kebebasan dan harapan untuk mencapai hasil
yang luar biasa. Kepemimpinan seperti Welch
tahu bagaimana cara mengartikulasikan visi,
mewujudkan nilai, dan menciptakan lingkungan
guna mencapai sesuatu. Welch juga berpikir
bahwa karyawan adalah sumber dari kebijakan.
Survei pegawai dilakukan secara profesional
dan menjadi kunci bagi budaya pembelajar.
Budaya pembelajar memberikan karyawan
kenyamanan, keamanan, kebersamaan, rasa
tanggung jawab, serta ikut memiliki, sehingga
mereka tahu bagaimana berperilaku dan apa
yang harus mereka kerjakan.
Welch percaya bahwa pembelajaran
yang terjadi dalam GE, dan yang membuat GE
unik adalah pertukaran ide yang terjadi di antara
para pemimpin bisnis perusahaan, yang secara
rutin dilakukan, serta ide-ide yang dimunculkan
dari para pegawai GE. Para pimpinan bisnis GE
menyebarkan ide ke seluruh bagian organisasi
agar mereka dan anggota organisasi lainnya
dapat mempelajari masalah yang dihadapi
bisnis lain, dan untuk mengambil ide-ide brilian
yang mungkin berhasil untuk bisnis mereka dan
lainnya.
Budaya perusahaan menunjukkan
nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar
yang menjadi landasan bagi sistem dan praktekpraktek manajemen serta perilaku anggota
yang akan memperkuat prinsip-prinsip tersebut.
Budaya yang kuat dan adaptif menjadi salah
satu kunci keberhasilan perusahaan untuk menjadi unggul yang berkelanjutan dalam persaingan.
2012
Ketika pemimpin meyakini bahwa perubahan
perlu dilakukan artinya budaya organisasi sudah
tidak tepat lagi, peran pemimpin diperlukan
untuk melakukan penyesuaian budaya menjadi
budaya yang adaptif. Welch mengembangkan
Rr. Niken Pubasari
program Work-Out sebagai penerapan budaya
baru GE, yakni budaya “tak berpembatas” untuk
menjadikan budaya GE lebih produktif dan
kompetitif.
REFERENSI:
Daft, Richard. 2011. The Leadership. South-Western: Cengage Learning.
Daft, Richard. 2005. The Leadership Experience. South-Western: Thomson.
Light, Paul C. 2005. The Pillars of High Performance. The McGraw Hill.
Robbins, Stephen P. and Mary Coulter. 2005. Management. Prentice Hall.
Schein, Edgar. 2004. Organizational Culture and leadership. Jossey Bass.
Slater, Robert. 2000. The GE Way Fieldbook. The McGraw Hill.
www.ciputraentrepreneurhip.com
Yulk, Gary. 2001. Leadership in Organization. Prentice Hall.
9
Download