1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Angka gangguan pendengaran di Indonesia masih cukup tinggi, menurut
WHO (World Health Organization) secara global diperkirakan bahwa pada
tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%) dari jumlah penduduk di dunia menderita
gangguan pendengaran, 75 sampai 140 juta di antaranya terdapat di Asia
Tenggara. Dari hasil “WHO Multi Center Study” pada tahun 1998, Indonesia
termasuk 4 Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu
(4,6%), 3 negara lainnya adalah Sri Langka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India
(6,3%). Walaupun bukan persentase yang tertinggi akan tetapi 4,6% cukup tinggi
sehingga dapat menimbulkan masalah sosial ditengah masyarakat (KNPGPKT,
2006).
Hasil Survey Kesehatan Penglihatan dan Pendengaran tahun 1994-1996
yang di laksanakan di 7 provinsi di Indonesia menunjukkan prevalensi ketulian
(0,4%), morbiditas telinga (18,5%), penyakit telinga luar (6,8%), penyakit
telinga tengah (3,95), prestikusis (2,6%), ototoksisitas (0,3%), tuli mendadak
(0,2%) dan tuna rungu (0,1%) (KNPGPKT, 2006).
Berdasarkan Tesis Olivia Tantana yang berjudul Hubungan Antara Jenis
Kelamin, Intensitas Bising, Dan Masa Paparan Dengan Risiko Terjadinya
Gangguan Pendengaran Akibat Bising Gamelan Bali Pada Mahasiswa Fakultas
Seni Pertunjukan menunjukkan terjadi gangguan pendengaran akibat gangguan
bising gamelan namun yang membedakan dengan penelitian ini adalah paparan
bising lebih tinggi karena bising ditimbulkan oleh banyak mesin.
Terdapat tiga jenis gangguan pendengaran yang dapat dikenali dengan uji
pendengaran yaitu tuli konduktif disebabkan karena kelainan di telinga luar atau
tengah, tuli sensorineural (perseptif) karena kelainan pada koklea (telinga
dalam), nervus VIII atau pusat pendengaran, dan tuli campur disebabkan oleh
kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural (Soetirto, et al., 2012).
1
2
Salah satu faktor penyebab gangguan pendengaran ialah polusi suara dari
mesin industri. Kemajuan teknologi di sektor industri telah berhasil menciptakan
berbagai macam produk mesin yang dalam pengoperasiannya seringkali
menghasilkan polusi suara atau timbul bising di tempat kerja. Suara bising atau
polusi udara, sebagai salah satu efek dari sektor industri dapat menimbulkan
gangguan pendengaran atau ketulian pada seseorang yang bekerja atau berada di
lingkungan industri tersebut (Nandi & Dhatrak, August 2008).
Indonesia mempunyai banyak industri, salah satunya ialah industri
mebel. Menurut Badan Pusat Statistik industri mebel pada tahun 2003
mempunyai jumlah pabrik sebanyak 1479. Pabrik mebel sendiri menurut Atlas
Industri Mebel Kayu di Jepara Indonesia paling banyak terdapat di Jepara. Pabrik
mebel menimbulkan polusi suara dari polusi mesin seperti compressor, gergaji
mesin, dan mesin gerinda hingga polusi suara yang di buat oleh pekerjanya
sendiri seperti orang mengamplas dan memalu (Roda, et al., 2007).
Gangguan pendengaran akibat bising dapat terjadi secara mendadak atau
perlahan, dalam kurun waktu bulan sampai tahun. Penderita sering tidak
menyadarinya, sehingga mulai mengeluh pendengarannya berkurang sudah
dalam stadium yang tidak dapat disembuhkan (irreversible). Pada beberapa
kasus tertentu, gangguan pendengaran akibat bising mulai berlangsung 6 sampai
10 tahun lamanya (Guerra, et al., 2005).
Untuk memeriksa gangguan pendengaran di perlukan pemeriksaan
hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garputala (kualitatif)
atau audiometer nada murni (kuantitatif). Secara fisiologik telinga dapat
mendengar nada antara 20 sampai18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari
frekuensi paling efektif 500 – 2000 Hz, oleh karena itu untuk memeriksa
pendengaran menggunakan garputala 512, 1024, dan 2048 Hz. Pemeriksaan ini
merupakan tes kualitatif, terdapat berbagai macam tes garputala salah satunya
adalah tes Schwabach dimana tes ini membandingkan hantaran tulang orang
yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal (Soetirto, et al.,
2012).
3
B. Perumusan Masalah
Adakah perbedaan hasil tes pendengaran Schwabach pada pekerja pabrik
mebel yang terpapar bising secara langsung dan tidak langsung di kawasan
industri mebel Jepara ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan hasil tes pendengaran Schwabach
pada pekerja pabrik mebel yang terpapar bising secara langsung dan tidak
langsung di kawasan industri mebel Jepara.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran jenis ketulian pada pekerja pabrik
mebel yang terpapar bising secara langsung dan tidak langsung di
kawasan industri mebel Jepara.
b. Untuk mengetahui hasil tes pendengaran Schwabach pada pekerja
pabrik mebel yang terpapar bising secara langsung dan tidak
langsung di kawasan industri mebel Jepara.
c. Untuk mengetahui apakah terpapar polusi mesin mempengaruhi
gangguan pendengaran pada pekerja pabrik mebel yang terpapar
bising secara langsung dan tidak langsung di kawasan industri mebel
Jepara.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Dapat menambah wawasan peneliti mengenai ketulian pada pekerja
pabrik mebel yang terpapar bising secara langsung dan tidak langsung di
kawasan industri mebel Jepara.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan
informasi gangguan pendengaran pada pekerja pabrik mebel yang
erpapar bising secara langsung dan tidak langsung di kawasan industri
mebel Jepara.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian penelitian selanjutnya.
4
c. Dapat meningkatkan kesadaran para pekerja dan pemilik pabrik tentang
pentingnya memakai alat pelindung pada saat bekerja misalnya ear plug.
Download