Kajian Hukum Kesehatan terkait unsur Malpraktik

advertisement
KAJIAN HUKUM KESEHATAN TERKAIT UNSUR MALPRAKTIK
DAN OBAT BERMASALAH
DALAM MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
Apakah Mutu Pelayanan Rumah Sakit di Indonesia sudah menjamin
keselamatan pasien? Pertanyaan kritis di atas sangat wajar apabila
seringkali diperbicangkan oleh khalayak umum, seiring banyaknya kasus
dugaan Malpraktik dengan berbagai kategori tindakan Malpraktik yang
dilakukan oleh Dokter dan/atau Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit, baik
itu Rumah Sakit Pemerintah maupun Swasta, yang membuat masyarakat
semakin bertanya-tanya apakah rumah sakit telah menerapkan standar
keselamatan pasien dengan benar dan maksimal. Seperti yang akhir-akhir
ini ramai diberitakan, kasus dugaan Malpraktik dokter pada salah satu
rumah sakit swasta ternama di Tangerang dengan indikasi Salah Obat
yang diberikan kepada Pasien sehingga menyebabkan Pasien Meninggal
dunia. Walaupun Pihak rumah sakit tersebut membantah bahwa
dokternya telah melakukan Malpraktik, melainkan obat yang diberikan
kepada Pasien lah yang bermasalah, lebih lanjut hal tersebut memang
didukung dengan temuan BPOM bahwa ada indikasi kandungan zat kimia
yang
salah
dalam
obat
tersebut
pada
saat
diproduksi
sehingga
menyebabkan reaksi dan efek burukbagi Pasien. Sehingga baik dari Pihak
Rumah Sakit maupun Produsen Obat tersebut sama-sama mengklaim
bahwa mereka telah melakukan semua hal dengan benar sesuai SOP
masing-masing.
Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Menanggapi kasus dugaan Malpraktik di atas, lebih bijak jika telaah
unsur keselamatan pasien yang seperti apa yang seharusnya dipenuhi
dan
dilakukan
oleh
rumah
sakit
untuk
benar-benar
menjamin
keselamatan pasien dan menghidarkan dari resiko Malpraktik oleh dokter
dan tenaga kesehatan. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah
mengeluarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang “Keselamatan Pasien Rumah
Sakit” sebagai turunan dan amanat dari Undang-Undang Kesehatan.
Sebagaimana bunyi Pasal 1 ayat (1) Permenkes dimaksud: “Keselamatan
Pasien Rumah Sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil”. Dari bunyi ayat Pasal di atas dapat ditarik benang
merah bahwa meminimalkan resiko cedera pasien merupakan salah satu
indikator keselamatan pasien rumah sakit yang wajib dilaksanakan dan
dipraktikan oleh dokter untuk menghindari Malpraktik, sehingga apabila
terjadi salah memberikan obat karena tidak menganalisis secara lebih
detail sesuai SOP, maka hal tersebut bisa dikatakan belum terpenuhinya
unsur menajemen keselamatan pasien di rumah sakit.
Unsur Malpraktik oleh Dokter
Definisi Malpraktik menurut teori dan doktrin Intensional Professional
Misconduct, yaitu “bahwa seorang dokter atau dokter gigi dinyatakan
bersalah/buruk berpraktik, bilamana dokter tersebut dalam berpraktik
melakukan
dilakukan
pelanggaran-pelanggaran
dengan
sengaja.
Dokter
terhadap
yang
standar-standar
berpraktik
dengan
dan
tidak
mengindahkan standar-standar dalam aturan yang ada dan tidak ada
unsur kealpaan/kelalaian”. Apabila kita telaah dari definisi dunia
kedokteran di Indonesia secara sederhana dapat disimpulkan bahwa
malpraktek dalam dunia kedokteran adalah “terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil”. Definisi tersebut jika
dikaitkan dengan kasus salah obat yang mengakibatkan kondisi medis
yang memburuk dan berujung meninggalnya pasien memang tidak serta
merta suatu unsur kealpaan seorang dokter yang menangani pasien,
melainkan
lebih
pada
unsur
ketelitian
dan
kehati-hatian
dalam
memberikan obat untuk pasien lah yang menjadi titik tekan bahwa harus
ada upaya preventif dalam meminimalisir terjadinya cedera bagi pasien.
Sehingga dugaan Malpraktik oleh dokter memang tidak dengan mudah
dapat
lontarkan
tanpa
dikaji
secara
mendalam
apakah
tindakan
preventive dan kehati-hatian dalam melakukan tindakan medis sudah
dilakukan dengan benar sesuai standar pelayanan medis.
Unsur Obat Bermasalah
Beda pendapat, apabila pihak rumah sakit dan dokter digugat karena
indikasi dugaan Malpraktik, terlepas obat yang diberikan kepada Pasien
tersebut bermasalah atau tidak, maka Pihak produsen obat pun sebagai
mata rantai dalam usaha jasa pelayanan kesehatan juga menyampaikan
bahwa semua obat yang diproduksi sudah melalui SOP dan lolos dalam
seluruh tahap pemeriksaan oleh BPOM. Sehingga memang muncul
berbagai pendapat mengenai siapa pihak yang paling bertanggung jawab
dalam terjadinya dugaan Malpraktik karena salah obat yang diberikan
kepada pasien. Hal tersebut membuat masyarakat umum dan keluarga
pasien khususnya semakin geram dan menyalahkan semua pihak karena
seakan tidak ada pertanggunjawaban profesi dokter dan rumah sakit
maupun
produsen
obat
farmasi
yang
semuanya
justru
saling
melemparkan bola panas atas kesalahan yang telah terjadi.
Sehingga dalam mewujudkan Standar Keselamatan pasien di rumah sakit
guna meminimalisir bahkan menghidarkan dari resiko cedera pasien
akibat
Malpraktik,
menerapkan
seluruh
maka
sudah
peraturan
seharusnya
terkait
di
Pihak
bidang
Rumah
Sakit
kesehatan
demi
mewujudkan kepercayaan masyarakat akan strandar keselamatan yang
benar-benar terjamin dengan mutu pelayanan kesehatan yang baik dan
paripurna.
Download