term of reference survey harapan masyarakat terhadap

advertisement
TERM OF REFERENCE
SURVEY HARAPAN MASYARAKAT TERHADAP
ANGGOTA PARLEMEN PEREMPUAN
KERJASAMA
YAYASAN BaKTI – AusAID
A.
LATAR BELAKANG PENELITIAN
Masalah dan pilihan demokrasi di Indonesia, memperlihatkan bahwa kebebasan yang
baru tumbuh dan perluasan masyarakat sipil (civil society) ternyata belum melahirkan
instrumen-instrumen yang operasional untuk menfasilitasi rule of law, akses yang setara
terhadap keadilan, hak sosial dan ekonomi, representasi atau keterwakilan dan
pemerintahan yang akuntabel. 1
Kenyataannya kita berupaya untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut dengan cara
demokratis, dan tidak bertumpu pada solusi otoritarian, dan yang terpenting adalah
memperbaiki representasi isu-isu yang mendasar dan konflik dalam masyarakat.
Masalahnya dilema representasi yang paling mendasar saat ini adalah lemahnya
organisasi independen untuk menfasilitasi kontrol masyarakat yang setara secara politik
terhadap masalah-masalah publik.
Undang-undang yang mengatur proses politik di Indonesia seringkali mendapat kritik atas
ketidakmampuannya mengakomodasi kepentingan demokratik yang sesungguhnya.
Salah-satu contoh, misalnya, para aktor pro-demokrasi menghadapi berbagai kesulitan
untuk memenuhi prosedur legal-formal ketika ingin berkiprah di ranah politik praktis.
Tak heran jika jajak pendapat yang dilakukan Lembaga Survey Indonesia (LSI) mengatakan
bahwa tujuh dari sepuluh orang Indonesia tidak merasa bahwa partai-partai politik yang
ada merepresentasikan ide dan kepentingan mereka. Dalam representasi aspirasi, ada
kesenjangan yang cukup besar antara aspirasi pemilih dengan sikap dan tindakan partai
politik. 65 persen publik menyatakan bahwa partai politik tidak merepresentasi aspirasi
mereka untuk berbagai isu publik: posisi kelas sosial partai, isu ideologi dan sistem legal,
dan isu ekonomi. Hanya sekitar 35% aspirasi pemilih yang dipersepsikan terwakili oleh
sikap dan perilaku tujuh partai politik besar. Dalam proporsi yang kurang lebih sama,
pemilih merasa bahwa partai politik sejauh ini lebih banyak melakukan tindakan yang
hanya menguntungkan kelompok-kelompok tertentu, dan hanya menguntungkan para
pemimpin partai, bukan pemilih pada umumnya.
Dalam sistem pemilu, dikenal lima perangkat teknis, yaitu jenis pencalonan kontestan,
cara pemberian suara, pembagian daerah pemilihan, cara perhitungan suara, dan waktu
penyelenggaraan pemilu. Diantara kelima perangkat teknis pemilihan itu, pembagian
1 Survey Nasional oleh Demos
1
daerah pemilihan merupakan perangkat sistem pemilu yang terpenting sekaligus
problematis karena daerah pemilihan merupakan salah satu elemen teknis yang kerap
menjadi persoalan. Daerah pemilihan dapat diartikan sebagai ‘wilayah kompetisi’ bagi
seluruh kontestan pemilu untuk meraih suara. Dengan begitu, pada akhirnya nanti setiap
wakil rakyat yang duduk di parlemen memiliki basis daerah pemilihan sesuai konstituen
yang diwakilinya.
Di sisi lain, fenomena golput dalam pesta demokrasi di Indonesia telah mengalami
pergeseran. Pada masa Orde Baru golput diartikan sebagai sikap anti politik dan pasca
Orde Baru golput diartikan sebagai bentuk anti partai politik. Golput di sini merupakan
bentuk ketidakpercayaan publik atas negara dan partai politik.
Tingginya ketidakpercayaan pada partai politik tergambarkan pada angka golput di Pemilu
tahun 2009 yang mencapai 39,1%. Angka ini bahkan lebih tinggi dari perolehan suara
Partai Demokrat yang waktu itu memenangkan Pemilu, hanya 20,85%. Pilkada DKI Jakarta
sedikit banyak telah menjadi bukti pudarnya kekhawatiran akan golput dengan
meningkatnya jumlah pemilih, walaupun belum mencapai target KPU DKI Jakarta yaitu
70%.
Peningkatan jumlah anggota legislatif perempuan merupakan bukti keberhasilan prosedur
politik afirmatif. Hal ini ironi karena peningkatan jumlah aleg masih jadi keberhasilan
partai politik (parpol). Parpol tampil seolah demokratis tetapi tidak terbukti berpihak pada
perempuan. Ini ditandai dengan minimnya dukungan dan agenda parpol untuk
memperjuangkan kepentingan politik perempuan yang strategis.
Secara khusus, hasil kajian Pusat Kajian politik (Puskapol) UI yang menyatakan bahwa
kehadiran kaum perempuan parlemen di Jawa Barat yang berjumlah 25 orang ternyata
belum dirasakan keberadaanya bagi peningkatan kesejahteraan kaum perempuan itu
sendiri.
Kenyataan ini sebagai otokritik dimana perempuan menganggap keterwakilan yang 25
persen itu yang seyognyanya ingin mensejahterakan kaum perempuan, tetapi ternyata
dari perempuan-perempuan itu belum merasakan.
Satu hal juga, yang menyatakan bahwa perempuan parlemen itu sulit untuk ditemui,
begitu sulitnya sehingga kadang-kadang untuk mengkomunikasikan satu hal yang ada di
lapangan itu sulit untuk dapat dilakukan.
Olehnya itu, ada hal-hal yang harus di perbaiki. Diantaranya, sistem perekrutan caleg
perempuan yang melalui partai politik. Bagaimana menjaring caleg-caleg yang menghayati
tupoksinya. Sehingga, begitu menjadi dewan telah tahu akan tupoksinya yang melekat
sebagai anggota dewan. Ini mungkin yang menjadi benang merah dengan keinginan
rakyat. Kemudian, masih ada keluhan dari beberapa pihak. Salah satunya, ada anggaran
yang belum pro gender, Perda yang tidak sensitif gender.
2
Penelitian Puskapol UI, menyatakan bahwa 25 persen keterwakilan perempuan di kursi
legislatif sudah dipenuhi di Provinsi Jawa Barat, namun masalah yang berkaitan dengan
perempuan masih cukup tinggi. Berdasarkan data Bareskrim Mabes Polri, perdagangan
perempuan di Jabar tertinggi di Indonesia (2005-2009). Selain itu, berdasarkan data dari
kementerian kesehatan, angka kematian ibu dan anak di Jabar juga tertinggi di Indonesia
(2006-2012).
Sementara di sisi lain, keterwakilan perempuan merupakan tumpuan harapan masyarakat
khususnya perempuan untuk pemenuhan hak-hak dasar dan asasi sehingga masalahmasalah yang berkaitan dengan kemiskinan dan masalah ketidakadilan gender lainnya
dapat diatasi melalui suara perempuan parlemen.
Tantangan tethadap keterwakilan perempuan dalam parlemen terkait dengan ekspektsi
masyarakat juga menjadi isu yang diidentifikasi dan mendasari Yayasan BaKTI bersama
jaringannya untuk mengusung program “Penguatan kepemimpinan perempuan parlemen
untuk menghasilkan kebijakan dan anggaran yang pro poor dan pro perempuan”. Salah
satu kegiatan dalam program ini adalah melakukan “Survey Harapan Masyarakat
Terhadap Anggota Parlemen Perempuan”.
B.
DASAR PEMILIHAN WILAYAH SURVEY
Wilayah penelitian berada di wilayah program yaitu di 3 Provinsi di Kawasan Timur
Indonesia yaitu Provinsi Sulawesi Selatan (Kabupaten Bone), Provinsi Maluku, dan Provinsi
NTB (Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Timur).
Mendasari pemilihan wilayah program/penelitian ini adalah karena DPRD Kabupaten
Bone dengan jumlah anggota perempuan 9 orang dari jumlah total 45 orang anggota
(20%), tapi berhasil mempelopori lahirnya beberapa peraturan daerah dan kebijakan yang
berpihak pada perempuan, sehingga bisa dijadikan pembelajaran bagi DPRD yang lain.
Kemudian prosentase keterwakitan perempuan di DPRD Provinsi Maluku cukup signifikan
dengan 14 orang perempuan dari total 45 orang anggota DPRD (31%) namun belum dapat
menghasilkan suatu produk legislasi atau kebijakan yang pro-poor dan sensitif konflik
dengan gender perspektif. Lalu jumlah Anggota DPRD perempuan di Kota Mataram hanya
3 orang dari total 35 orang anggota hanya (8%), dapat ditelusuri untuk dijadikan ukuran
korelasi antara kehadiran perempuan di parlemen dan produksi kebijakan yang pro
perempuan, sekaligus memetakan sebab kurangnya angka keterwakilan perempuan
tersebut.
C.
TUJUAN SURVEY
Tujuan survey adalah menjadi bahan utama untuk menyusun desain program selanjutnya
untuk mengetahui:
1. Sejauhmana harapan masyarakat terhadap anggota DPRD perempuan untuk
menjalankan tupoksinya dalam hubungan dengan peningkatan kesejahteraan dan
keberpihakan kepada perempuan dan masyarakat miskin?
3
2. Permasalahan apa saja dalam masyarakat khususnya yang berkaitan dengan isu
gender yang seharusnya dapat diselesaikan oleh anggota DPRD perempuan.
3. Bagaimana komunikasi atau hubungan anggota DPRD perempuan dengan masyarakat
untuk dapat menyalurkan aspirasinya dan merespon permasalahan yang timbul?
4. Bagaimana “sebaiknya” hubungan masyarakat khususnya perempuan sebagai
konstituen dengan anggota DPRD perempuan yang mesti memperjuangkan hak-hak
dan aspirasi masyarakat.
5. Apa saja yang dibutuhkan masyarakat yang pada gilirannya memampukan masyarakat
melakukan partisipasi untuk memberikan masukan, melakukan pengawasan dan
membangun komunikasi intens dengan anggota DPRD perempuan untuk dapat
menyuarakan aspirasi dan memperjuangkan kebijakan yang berpihak kepada
perempuan dan masyarakat miskin.
D.
SASARAN SURVEY
Sasaran penelitian ini adalah:
1. Aparat Pemerintah di tingkat desa/kelurahan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi
di 3 (tiga) wilayah program yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan
Maluku.
2. Perempuan yang mewakili organisasi/lembaga perempuan di tingkat desa/kelurahan
di 3 (tiga) wilayah program yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan
Maluku.
3. Perempuan Aktivis di tingkat desa/kelurahan sebagai tokoh local seperti: kader
Posyandu, paralegal, CO, anggota PKK, anggota ormas perempuan, tokoh adat, tokoh
masyarakat, dampingan LSM local dst, di 3 (tiga) wilayah program yaitu Provinsi
Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Maluku.
4. Aktivis LSM local, baik laki-laki maupun perempuan di 3 (tiga) wilayah program yaitu
Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Maluku.
5. Pengurus Ormas Perempuan tingkat kabupaten/kota di 3 (tiga) wilayah program yaitu
Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Maluku.
E.
HASIL YANG DIHARAPKAN
Hasil dari survey tersebut, selanjutnya dijadikan dasar untuk menetapkan kebutuhan
perempuan akar rumput dan harapannya terhadap anggota parlemen perempuan, secara
khusus di 3 Provinsi di Kawasan Timur Indonesia yaitu Sulawesi Selatan (DPRD Kabupaten
Bone), Maluku (DPRD Provinsi), dan NTB (DPRD Kota Mataram dan Kabupaten Lombok
Timur) dan secara umum di wilayah KTI.
Hasil survey tersebut akan dijadikan dasar untuk desain program yang akan dilakukan
secara partisipatif (melibatkan stakeholder terkait).
F.
PELAKSANAAN
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November - Desember 2012. Pelaksanaan survey
ini meliputi:
1) Rekrutmen 1 (satu) orang peneliti.
4
2)
3)
4)
5)
6)
Hari kerja 45 (empat puluh lima) hari.
Kunjungan lapangan ke 3 (tiga) wilayah program/penelitian yaitu Provinsi Sulawesi
Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Maluku.
Pengumpulan data (primer dan sekunder).
Input dan kompilasi data.
Analisa dan pembuatan laporan hasil survey.
G.
KONTAK PERSON
Penelitian ini akan difasilitasi dan didampingi oleh Bapak Yusran Laitupa dan Lusia
Palulungan dari Yayasan BaKTI.
H.
PENUTUP
Demikianlah TOR ini disampaikan. Mohon konfirmasi selanjutnya jika masih
membutuhkan informasi tambahan.
5
Download