pengaruh pembelajaran listrik statis dengan pendekatan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar mengajar atau proses pembelajaran merupakan dua proses yang
saling berkaitan. Dalam proses belajar mengajar, guru menyampaikan suatu
materi pelajaran yang disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang dikehendaki.
Sementara peserta didik berkewajiban mempelajari materi pelajaran tersebut
dengan maksud agar terjadi transfer pengetahuan dalam proses belajar.
Kemampuan seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran, ditentukan oleh
kemampuan teoritis dan kemampuan pemilihan pendekatan, metode ataupun
media. Kemampuan teoritis adalah kemampuan seorang guru dalam menguasai
materi pelajaran disiplin ilmunya. Kemampuan menyampaikan materi pelajaran
meliputi gaya dalam berbicara atau berdiri di depan kelas. Pemilihan metode,
penggunaan media, penyusunan konsep sehingga siswa mudah memahami dalam
menanamkan konsep pada dirinya. Metode mengajar mempunyai peranan dalam
membangkitkan minat dan motivasi siswa terhadap mata pelajaran yang
diberikan. Salah satu program untuk mengembangkan metode mengajar di
sekolah dasar atau menengah yaitu menekankan pada keterkaitan siswa pada
proses belajar yang aktif.
Pendekatan dalam proses belajar-mengajar pada dasarnya adalah
melakukan proses belajar yang menekankan pada proses untuk memperoleh suatu
konsep. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam upaya peningkatan
proses belajar-mengajar yang aktif dan kreatif adalah pendekatan keterampilan
proses. Pendekatan keterampilan proses adalah suatu pendekatan yang sesuai
dengan karakter IPA khususnya fisika. Keterampilan proses mempunyai
komponen mengamati (observasi), menggolongkan (klasifikasi), menafsirkan
(menginterpretasi), meramalkan (memprediksi), menerapkan, merencanakan
penelitian, mengkomunikasikan, yang secara konseptual mempunyai ciri sebagai
berikut:
1.
Menekankan pentingnya keberartian belajar untuk mencapai hasil belajar
yang memadai.
2.
Menekankan pentingnya keterlibatan siswa dalam proses belajar.
3.
Menekankan pentingnya keberartian belajar untuk mencapai hasil belajar
yang memadai.
4.
Menekankan bahwa belajar adalah proses dua arah yang menekankan hasil
belajar secara tuntas.
Teori pengetahuan Piaget menekankan pentingnya kegiatan seorang siswa
yang aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan. Hanya dengan keaktifannya
mengolah bahan, bertanya secara aktif, dan mencerna bahan dengan kritis, siswa
akan dapat menguasai bahan dengan baik. Oleh karena itu, kegiatan aktif dalam
proses belajar perlu ditekankan. Bahkan, kegiatan siswa secara pribadi dalam
mengolah bahan, mengerjakan soal, membuat kesimpulan, dan merumuskan suatu
rumusan dengan kata-kata sendiri adalah kegiatan yang sangat penting agar siswa
membangun pengetahuannya. Tugas guru adalah mendorong agar siswa aktif dan
menyediakan alat-alat.
Pada mata pelajaran fisika di SMP, terdapat banyak pokok bahasan yang
dibicarakan. Salah satunya adalah Listrik Statis. Dimana dalam pokok bahasan ini
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Proses penemuan konsep pada
pokok bahasan Listrik Statis membutuhkan peran aktif siswa dengan bimbingan
guru. Sehingga seorang guru haruslah menggunakan metode yang tepat dalam
menyampaikan materi, yang tidak selamanya sesuai ketika guru menyampaikan
materi yang lain. Sesuai dengan ciri fisika, bahwa untuk belajar fisika di perlukan
pengamatan dan percobaan. Untuk menunjang hal tersebut maka diperlukan suatu
metode serta sarana dan prasarana penunjang seperti laboratorium dan peralatan
yang dapat membawa siswa untuk melakukan pengamatan dan percobaan secara
efektif dan efisien. Keterbatasan sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah
juga dapat mempengaruhi keberhasilan pengajaran IPA khususnya fisika. Hal ini
disebabkan karena fisika merupakan salah satu bagian dari IPA yang bersifat teori
dan eksperimental, artinya selain harus memberikan informasi tentang konsepkonsep, prinsip-prinsip, dan hukum, maka seorang guru dituntut untuk dapat
melakukan eksperimen (percobaan) atau demonstrasi di depan kelas. Dengan
penerapan metode eksperimen dan metode demonstrasi diharapkan dapat menarik
minat siswa, sehingga siswa lebih antusias dalam mengikuti pelajaran yang telah
di sampaikan oleh guru, dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Hasil belajar siswa dapat berupa prestasi belajar. Prestasi belajar
menjadi indikator seseorang setelah mengikuti proses belajar mengajar.
Keberhasilan proses belajar mengajar dapat di jadikan tolak ukur keberhasilan
siswa belajar. Keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah biasanya di
nyatakan dengan nilai atau angka yang di peroleh setelah mengikuti proses belajar
mengajar. Jadi dapat di simpulkan bahwa prestasi belajar fisika adalah nilai atau
angka yang di peroleh siswa pada mata pelajaran fisika sebagai hasil usaha yang
telah di capai siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dengan gagasan
itulah, penulis mengajukan judul penelitian: “Pengaruh Pembelajaran Listrik
Statis Dengan Pendekatan Keterampilan Proses Terhadap Prestasi Belajar Siswa
Di SMP Tahun Ajaran 2005/2006”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka ada permasalahan yang
menyangkut proses belajar mengajar. Permasalahan itu berasal dari guru, siswa,
kondisi, metode, ataupun media. Dalam penelitian ini penulis mengajukan
masalah-masalah sebagai berikut:
1.
Banyak meteri pelajaran fisika di kelas VIII SMP yang tepat apabila cara
penyampaiannya menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi.
2.
Dalam proses belajar mengajar,prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor
internal misalnya minat dan kemampuan siswa serta faktor eksternal misalnya
guru yang mengajar, metode yang digunakan, media yang dipakai dan kondisi
saat proses belajar mengajar berlangsung.
3.
Penggunaan pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen dan
metode demonstrasi diharapkan dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.
4. Keadaan awal siswa sebagai pengetahuan dasar bagi kesiapan siswa mengikuti
pelajaran selanjutnya.
5. Suasana belajar yang baik turut menentukan keberhasilan belajar siswa.
6. Hasil belajar siswa dapat dilihat dari perubahan tingkah laku siswa yang dapat
berupa kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, lebih efektif bila dalam
penelitian permasalahan yang ada dibatasi, adapun pembatasan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1.
Pokok bahasan yang diteliti adalah Listrik Statis, yang merupakan bahan
pelajaran di SMP kelas VIII semester II pada tahun ajaran 2005/2006.
2.
Pendekatan dalam proses belajar mengajar yang digunakan adalah pendekatan
keterampilan proses.
3.
Metode mengajar yang digunakan adalah metode eksperimen dan metode
demonstrasi.
4.
Keadaan awal siswa yang diambil dari nilai ulangan harian pokok bahasan
alat optik sebagai pengetahuan dasar bagi kesiapan siswa mengikuti pelajaran
selanjutnya.
5.
Prestasi belajar yang akan diteliti adalah kemamapuan kognitif.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas, penulis ajukan perumusan
masalah sebagai berikut:
1.
Adakah perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan keterampilan
proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap
kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis?
2.
Adakah perbedaan pengaruh antara keadaan awal untuk kategori tinggi dan
kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan
Listrik Statis?
3.
Adakah interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses melalui
metode pembelajaran dan keadaan awal terhadap kemampuan kognitif siswa
pada pokok bahasan Listrik Statis?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan yang dirumuskan sebagai berikut:
1.
Mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
keterampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi
terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.
2.
Mengetahui apakah ada pengaruh antara keadaan awal untuk kategori tinggi
dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan
Listrik Statis.
3.
Mengetahui apakah ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan
proses melalui metode pembelajaran dan keadaan awal terhadap kemampuan
kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.
F. Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis berharap agar tulisan ini berguna:
1.
Sebagai bahan masukan bagi calon guru dalam rangka pemilihan pendekatan
ataupun media yang tepat dalam proses belajar mengajar.
2.
Sebagai bahan masukan bagi guru dalam peningkatan kualitas proses belajar
mengajar.
3.
Sebagai pelengkap informasi bagi Program Fisika dan FKIP pada umumnya
dalam membentuk tenaga kependidikan yang berkualitas.
BAB II
KAJIAN TEORITIS,
KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Masalah Belajar
a. Pengertian Belajar
Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsiran
tentang belajar. Sering kali pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama
lain.
Menurut
Oemar
Hamalik,
”Belajar
adalah
modifikasi
atau
memperteguhkan kelakuan melalui pengalaman” (2001: 36). Belajar adalah
merupakan suatu proses. Suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi juga mengalami. Hasil belajar
bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan tingkah laku yang
relatif tetap.
Menurut Nana Sudjana, ”Belajar adalah suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil
dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti
perubahan pengetuhuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,
keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain
yang ada pada individu yang belajar”. (1989: 5)
Bertolak dari berbagai definisi belajar yang dikemukakan, secara umum
belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan tingkah laku individu
sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Oleh karena itu,
bukti bahwa seseorang telah melakukan kegiatan belajar ialah adanya
perubahan tingkah laku. Menurut Oemar Hamalik, perubahan tingkah laku
tersebut meliputi aspek-aspek sebagai berikut: pengetahuan, pemahaman,
kebiasaan, keterampilan, apresiasi emosional, hubungan sosial, jasmani, budi
pekerti, etika, sikap, dan lain-lain.(2001: 38)
b. Tujuan Belajar
Menurut Winarno Surachmad, “Tujuan belajar dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu: pengumpulan pengetahuan, penanaman konsep, dan kecekatan serta
pembentukan konsep dan perbuatannya” (1986:65). Tujuan belajar tersebut di
atas merupakan penjabaran dari tiga aspek, yaitu:
1) Aspek nalar dan pengetahuan (kognitif), yaitu pengetahuan dan
pemahaman.
2) Aspek sikap (afektif), yaitu sikap merupakan respon emosional yang
berupa keinginan untuk melakukan suatu tugas tertentu.
3) Aspek
keterampilan
(psikomotorik),
yaitu
keterampilan
dalam
mengaplikasikan prinsip-prinsip belajar.
Dalam mencapai tujuan belajar yang meliputi tiga aspek-aspek tersebut,
guru perlu mengusahakan tercapainya aspek-aspek secara utuh karena
mempelajari salah satu aspek belum menjamin tercapainya aspek yang lain.
Selain itu juga perlu diusahakan adanya keseimbangan antara ketiga aspek
tersebut.
2. Proses Pembelajaran
a. Proses Belajar Mengajar
Proses pembelajaran terdiri atas beberapa komponen yang saling
berkaitan yang bekerjasama untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Menurut Dimyati dan Mujiyono (2003: 13) komponen dari sistem
pembelajaran ada empat yaitu tujuan, materi, strategi belajar pembelajaran, dan
evaluasi.
1. Tujuan yaitu pernyataan tentang perubahan perilaku yang diinginkan terjadi
pada diri siswa setelah melalui proses kegiatan belajar mengajar. Perubahan
tersebut mencakup perubahan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2. Materi yaitu segala informasi berupa fakta, prinsip dan konsep yang
diperlukan untuk mencapai tujuan.
3. Strategi belajar pembelajaran yaitu kegiatan guru dalam proses pembelajaran
yang dapat memberikan kemudahan fasilitas kepada siswa agar dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
4. Evaluasi yaitu cara tertentu untuk menilai suatu proses dan hasilnya.
Evaluasi dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan belajar mengajar.
Pada proses belajar, keempat komponen tersebut selalu ada dan saling
berkaitan satu dan lainnya, sehingga desain pembelajaran harus mencakup
empat komponen tersebut. Peran guru dalam proses belajar mengajar adalah
memberikan
rangsangan,
bimbingan,
dan
dorongan
kepada
siswa,
mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar siswa dan memberikan
fasilitas yang dibutuhkan sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar.
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar Mengajar
Proses belajar dalam individu dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam
proses belajar terdapat beberapa faktor yang sifatnya dinamis. Faktor-faktor
tersebut bersifat dinamis karena dapat berubah-ubah, dapat menjadi lebih kuat
atau dapat menjadi labih lemah sesuai dengan situasi. Secara garis besar,
faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari individu itu
sendiri, faktor ini berupa faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor
fisiologis adalah keadaan jasmani dari anak. Anak yang sehat dan dalam
keadaan fit, akan mudah menerima instruksi guru dalam rangka memperoleh
pengetahuan. Faktor psikologis adalah faktor yang berhubungan dengan
keadaan rohani atau suasana kejiwaan seseorang. Termasuk dalam faktor ini
diantaranya yaitu kecerdasan/kemampuan siswa, perhatian, bakat dan minat,
emosi, motivasi belajar, kebiasaan belajar dan ketekunan, serta pengalaman
yang bertalian dengan pelajaran.
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang
dalam belajar yang berasal dari luar individu. Secara garis besar meliputi:
1)
Keadaan keluarga
Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam menentukan
bagaimana proses belajar dan sampai dimana pencapaian belajar yang
dilakukan oleh anak. Termasuk hal ini adalah tersedia tidaknya fasilitasfasilitas yang diperlukan dalam belajar.
1) Bahan Belajar
Bahan belajar adalah hal-hal yang akan dipelajari, dikenal dengan materi
pelajaran.
2) Kompetensi Guru
Kemampuan dasar yang dimiliki guru, baik di bidang kognitif
(intelektual), seperti penguasaan bahan, bidang sikap seperti mencintai
profesinya, dan bidang perilaku seperti keterampilan mengajar termasuk
mampu memilih metode dan media yang tepat untuk mengajar, menilai
hasil belajar siswa dan lain-lain.
3) Besarnya Kelas
Banyak sedikitnya jumlah siswa yang belajar. Makin banyak jumlah siswa
yang harus dilayani guru dalam satu kelas, makin rendah kualitas
pengajaran, demikian pula sebaliknya.
4) Suasana Belajar
Suasana belajar yang demokratis akan memberikan peluang mencapai
hasil belajar yang optimal, dibandingkan dengan suasana belajar yang
kaku, disiplin yang ketat dengan otoritas ada pada guru.
5) Fasilitas dan Sumber Belajar Yang Tersedia
Kelas harus menyediakan berbagai sumber, seperti buku pelajaran, alat
peraga, dan sebagainya.
6) Karakteristik Sekolah
Faktor karakteristik sekolah meliputi: disiplin sekolah, perpustakaan
sekolah, letak geografis, lingkungan sekolah, estetika. Dalam arti sekolah
memberikan perasaan nyaman dan kepuasan belajar, bersih, rapi dan
teratur.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan seseorang di
dalam belajar dari suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Oleh karena itu, untuk memeperoleh pembelajaran yang maksimal
harus dilakukan pendekatan-pendekatan proses belajar mengajar yang tepat,
sesuai dengan kondisi internal maupun eksternal dari diri siswa. Di dalam
pembelajaran ideal tidak menyamaratakan antara seorang siswa dengan siswa
yang lain, karena mereka memiliki kondisi latar belakang yang berbeda-beda.
3. Hakekat Fisika
a. Pengertian Fisika
Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang
mencakup produk, proses dan sikap ilmiah. Produk IPA antara lain konsep,
hukum, dan teori-teori. Menurut Gertsen (1958), yang dikutip oleh Druxes
(1986:3) mengatakan bahwa “Fisika adalah merupakan suatu teori yang
menerangkan gejala-gejala alam sesederhana-sederhananya dan berusaha
menemukan hubungan antara kenyataan-kenyataannya. Prasarana dasar untuk
pemecahan persoalannya ialah mengamati gejala-gejala tersebut”. Menurut
Brakhous (1972), yang dikutip oleh Druxes (1986:3) mengatakan bahwa
“Fisika adalah kejadian alam yang memungkinkan penelitian dengan
percobaan, pengukuran apa yang didapat, penyajian secara matematis dan
berdasarkan peraturan-peraturan umum”.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fisika adalah
cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang mempelajari tentang gejala-gejala di
alam dan interaksinya, serta melakukan penelitian dengan berbagai percobaan
tentang gejala alam tersebut melalui pengamatan, pengambilan data,
pencatatan, analisis dan menerangkannya baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
b. Pengajaran Fisika
Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun
sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif
dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan
menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap percaya diri. (GBPP, 2004:1)
Pendidikan sains di sekolah menengah diharapkan dapat menjadi
wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri, dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan
sehari-hari. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi
dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk
mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Tujuan pengajaran fisika di SMP menurut GBPP Fisika SMA (2004:2)
adalah agar siswa menguasai konsep-konsep fisika dan saling keterkaitannya
serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih menyadari
kebesaran dan kekuasaan penciptanya. Sedangkan dasar yang digunakan dalam
melihat hubungan hakikat fisika dan pengajaran fisika menurut taksonomi
Bloom adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan kognitif (pengetahuan, pengertian) merupakan aspek hasil
(produk)
2) Kemampuan psikomotorik menunjuk pada keterampilan melakukan
aktivitas- aktivitas fisika dan keterampilan-keterampilan melakukan
aktivitas kognitif.
3) Kemampuan afektif menunjuk pada sifat alamiah yang harus dimiliki
dalam melakukan aktivitas. (Oemar Hamalik, 1990:3)
Dalam proses pengajaran fisika, siswa dihadapkan pada pengalaman
atau gejala fisis yang dihadapi secara kualitatif. Sehingga siswa harus
mengamati gejala-gejala tersebut. Dengan mempergunakan pengetahuanpengetahuan yang telah ada, penalaran logis dan pengalamannya, siswa secara
aktif diajak untuk menganalisis hasil pengamatannya.
4. Pendekatan Pembelajaran
Salah satu faktor yang menentukan bagi tercapainya tujuan belajar
pembelajaran adalah pendekatan yang digunakan. Margono dkk (1998:39)
menyatakan bahwa “Pendekatan pembelajaran adalah jalan atau arah yang
ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai pengajaran, dilihat dari sudut
bagaimana materi itu disusun dan disajikan”.
Pendekatan pengajaran berdasarkan definisi di atas merujuk pada suatu
cara yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam memandang permasalahan atau
materi yang disampaikan untuk mencapai tujuan pengajaran yaitu pemahaman
siswa mengenai permasalahan atau materi tersebut.
Pendekatan yang digunakan dalam proses belajar mengajar didasarkan
pada karekteristik bidang studi Fisika yaitu berkembang atas dasar pengukuran
dan pengamatan tentang peristiwa dialam ini. Pendekatan-pendekatan tersebut
diantaranya adalah pendekatan keterampilan proses.
a. Pendekatan keterampilan proses
Pendekatan keterampilan proses adalah suatu pendekatan pengajaran yang
menekankan pada kegiatan-kegiatan siswa dalam penyusunan atau penemuan
konsep-konsep sendiri. Pendekatan keterampilan proses juga dikemukakan oleh
Conny Semiawan (1992:12), yaitu “Belajar mengajar yang mengembangkan
keterampilan-keterampilan,
memproseskan
perolehan,
anak
akan
mampu
menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan
dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut”. Menurut Conny Semiawan,
yang dikutip oleh Suharno (1994:122) “Pendekatan keterampilan proses adalah
satuan-satuan keterampilan yang dibutuhkan untuk memproses hasil (perolehan)
sehingga
anak-anak
mampu
menemukan
dan
mengembangkan
sendiri
pengetahuan yang berupa fakta dan konsep”.
Dari uraian tersebut dapat diartikan bahwa pendekatan keterampilan proses
adalah teknik mengajar yang melibatkan siswa secara aktif, sehingga siswa dapat
menemukan fakta dan konsep fisika dengan jalan mengembangkan kemampuan
yang ada pada dirinya.
Kemampuan-kemampuan atau keterampilan-keterampilan mendasar dalam
keterampilan proses adalah kemampuan atau keterampilan:
a. Mengobservasi atau mengamati
Siswa mengamati dua penggaris plastik yang sudah digosok dengan kain wol
didekatkan dan siswa juga mengamati penggaris plastik yang didekatkan pada
batang kaca setelah keduanya digosok dengan kain wol.
penggaris plastik
muatan negatif
pemegang kertas
penggaris plastik
muatan negatif
Gambar 2.1 Dua penggaris plastik didekatkan setelah digosok dengan kain wol
penggaris plastik
batang kaca
Gambar 2.2 Penggaris plastik yang telah digosok dengan kain wol didekatkan
dengan batang kaca yang telah digosok dengan kain sutera
b. Menghitung
Siswa menghitung seberapa lama penggaris plastik dan batang kaca digosok
dengan kain wol dan kain sutera, agar keduanya dapat saling berinteraksi.
c. Mengukur
Siswa dapat membandingkan dua penggaris plastik yang didekatkan dan
penggaris plastik yang didekatkan dengan batang kaca. Siswa juga dapat
membandingkan bagaimana jika dua penggaris plastik tersebut didekatkan dan
dijauhkan, serta bagaimana jika penggaris plastik dan batang kaca didekatkan
dan dijauhkan.
1. Batang kaca yang digantung terdorong menjauhi batang kaca yang
didekatkan.Karena kedua batang kaca tersebut memiliki muatan listrik yang
sejenis.
2. Penggaris plastik yang digantung tertarik mendekati batang kaca yang
didekatkan.Karna muatan listrik kedua benda tersebut tidak sejenis.
3. Jika keduanya didekatkan maka gaya tarik maupun gaya tolak yang terjadi
antara dua benda semakin kuat atau semakin besar.
4. Jika keduanya dijauhkan maka gaya tarik maupun gaya tolak yang terjadi
antara dua benda semakin lemah atau semakin kecil.
d. Mengklasifikasi
Siswa dapat mengklasifikasikan benda yang dapat berinteraksi baik tolak
menolak maupun tarik menarik. Contohnya dua penggaris plastik yang telah
digosok dengan kain wol bila didekatkan maka akan saling tolak menolak,
karena dua penggaris tersebut memiliki muatan yang sama. Sedangkan jika
penggaris plastik didekatkan pada batang kaca yang telah digosok dengan kain
wol dan kain sutera maka akan saling tarik menarik, karena penggaris plastik
dan batang kaca memiliki muatan yang berbeda.
e. Mencari hubungan ruang dan waktu
Siswa dapat menentukan lamanya penggaris plastik dan batang kaca digosok
dengan kain wol dan kain sutera. Semakin lama menggosoknya, maka semakin
besar pula muatan listrik benda itu.
f. Membuat hipotesis
Membuat hipotesis sementara mengenai interaksi antara dua muatan listrik.
1. Muatan sejenis akan tolak menolak sedangkan muatan tidak sejenis akan
tarik menarik.
2. “Gaya listrik antara dua muatan listrik sebanding dengan besar muatan listrik
masing-masing dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak pisah antara
kedua muatan listrik.”
Dirumuskan :
F k
q1q2
r2
3. Gaya lisrtik berbanding lurus dengan besar muatan listrik masimg-masing
benda. Semakin besar muatan listrik suatu benda maka gaya tarik atau gaya
tolak suatu benda akan semakin besar pula, demikian pula sebaliknya.
4. Gaya listrik berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua muatan.
5. Semakin dekat jarak antara dua benda maka gaya tarik atau gaya tolak akan
semakin besar, sebaliknya semakin jauh jarak antara dua benda maka gaya
tarik atau gaya tolak akan semakin kecil.
g. Merencanakan penelitian/eksperimen
Menyusun alat dan melakukan percobaan interaksi antara dua muatan listrik.
penggaris plastik
muatan negatif
pemegang kertas
penggaris plastik
muatan negatif
Gambar 2.1 Dua penggaris plastik didekatkan setelah digosok dengan kain wol
penggaris plastik
batang kaca
Gambar 2.2 Penggaris plastik yang telah digosok dengan kain wol didekatkan
dengan batang kaca yang telah digosok dengan kain sutera
h. Mengendalikan variabel
Mengendalikan variabel pada percobaan interaksi antara dua muatan listrik.
F k
q1q2
r2
Dari persamaan gaya coulomb, sebagai variabel terikat F (gaya coulomb) dan
sebagai variabel bebas q (muatan benda) dan r (jarak kedua benda).
i. Menginterprestasi
Dari percobaan telah diperoleh:
1. Semakin besar muatan listrik suatu benda maka gaya tarik atau gaya tolak
suatu benda akan semakin besar pula, demikian pula sebaliknya.
2. Semakin dekat jarak antara dua benda maka gaya tarik atau gaya tolak akan
semakin besar, sebaliknya semakin jauh jarak antara dua benda maka gaya
tarik atau gaya tolak akan semakin kecil.
Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
F k
q1q2
r2
j. Menyusun kesimpulan sementara
Dari percobaan interaksi antara dua muatan listrik, dapat disimpulkan:
1. Interaksi antara dua benda yang bermuatan listrik sejenis akan tolak menolak
sedangkan yang bermuatan listrik tak sejenis akan tarik menarik.
2. Semakin besar muatan listrik suatu benda maka gaya tarik atau gaya tolak
suatu benda akan semakin besar pula.
3. Semakin dekat jarak antara dua benda maka gaya tarik atau gaya tolak akan
semakin besar, sebaliknya semakin jauh jarak antara dua benda maka gaya
tarik atau gaya tolak akan semakin kecil.
k. Meramalkan
Meramalkan apa yang terjadi bila salah satu penggaris plastik atau batang kaca
diganti dengan alat yang lain seperti sisir plastik, ebonit, penggaris kayu dan
lain-lain.
l. Menerapkan
1. Dua benda yang muatan listriknya 1µC
terpisah pada jarak 20 cm. Hitung besarnya gaya tolak menolak antara kedua
muatan tersebut!
2. Gaya tolak menolak antara dua muatan listrik adalah 100 N. Jiki besar kedua
muatan listrik itu sama dan berada pada jarak 5 cm satu sama lain, hitunglah
besar muatan listriknya!
m. Mengkomunikasikan
Mencatat hasil pengamatan dari percobaan interaksi antara dua muatan listrik
dalam bentuk laporan.
Para guru diharapkan dapat menumbuhkan dan mengembangkan
keterampilan-keterampilan dasar yang ada pada ketrampilan proses dalam diri
siswa. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut, anak akan
mampu melakukan eksperimen, mengumpulkan data, mengendalikan variabel,
dan memecahkan masalah yang dihadapinya secara nyata.
b. Pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen
Metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada
siswa baik perorangan atau kelompok, untuk mengamati atau mengikuti suatu
proses percobaan sehingga diperoleh pemahaman konsep. Dengan metode ini
siswa diharapkan sepenuhnya terlibat merencanakan eksperimen, melakukan
eksperimen, mengumpulkan data, mengendalikan variabel, dan memecahkan
masalah yang dihadapinya secara nyata. Dengan metode eksperimen
diharapkan siswa tidak menelan begitu saja sejumlah fakta yang ditemukan
dalam percobaan yang dilakukan tetapi siswa harus dapat menganalisis dari
hasil percobaan sehingga diperoleh konsep yang sedang dipelajari.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen
merupakan metode penyajian materi pelajaran dimana siswa akan mengalami,
mengamati, dan menyimpulkan secara langsung tentang materi yang dipelajari.
Adapun tujuan dari metode eksperimen ini adalah:
1). Agar peserta didik mampu menyimpulkan fakta-fakta, informasi atau
data yang diperoleh.
2). Melatih peserta didik merancang, mempersiapkan, melaksanakan dan
melaporkan percobaan.
3). Melatih peserta didik menggunakan logika berfikir induktif untuk
menarik kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang terkumpul
melalui percobaan.
Terdapat beberapa alasan mengapa seorang guru menggunakan metode,
eksperimen yaitu:
1). Metode eksperimen diberikan untuk memberi kesempatan kepada
peserta didik agar dapat mengalami sendiri atau melakukan sendiri,
mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis,
membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek,
keadaan atau sesuatu proses.
2). Metode eksperimen dapat menumbuhkan cara berfikir rasional dan
ilmiah.
Kelebihan metode eksperimen adalah sebagai berikut:
1). Membuat peserta didik percaya pada kebenaran kesimpulan percobaan
sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau buku.
2). Peserta didik aktif terlibat mengumpulkan fakta, informasi, atau data
yang diperlukan melalui percobaan yang dilakukan.
3). Dapat menggunakan dan melaksanakan prosedur metode ilmiah dan
berfikir ilmiah.
4). Memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat obyektif,
realitis dan menghilangkan verbalisme.
5). Hasil belajar menjadi kepemilikan peserta didik yang bertalian lama.
Kelemahan metode eksperimen ini adalah:
1). Memperlukan peralatan percobaan yang komplit.
2). Dapat menghambat laju pembelajaran dalam penelitian yang
memerlukan waktu yang banyak.
3). Menimbulkan kesulitan bagi guru dan peserta didik apabila kurang
berpengalaman dalam penelitian.
4). Kegagalan dan kesalahan dalam bereksperimen akan berakibat pada
kesalahan menyimpulkan.
(Mulyani, 2001: 138-139)
Contoh pendekatan ketrampilan proses dengan metode eksperimen terdapat pada
lampiran 4, halaman 206
c. Pendekatan keterampilan proses melalui metode demonstrasi
Metode demonstrasi digunakan guru untuk memperagakan atau
menunjukkan suatu prosedur yang harus dilakukan peserta didik yang tidak
dapat dijelaskan hanya dengan kata-kata saja. Metode demonstrasi diartikan
sebagai cara penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan
kepada peserta didik suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang
dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang
dipertunjukkan oleh guru. Metode demonstrasi biasanya berkenaan dengan
tindakan-tindakan atau prosedur yang harus dilakukan, misalnya proses
mengatur sesuatu, proses mengerjakan dan menggunakannya, komponenkomponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara
lain dan untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu.
Adapun tujuan penggunaan metode demontrasi ini adalah:
1) Mengajarkan suatu proses atau prosedur yang harus dimiliki peserta
didik atau dikuasai peserta didik.
2) Mengkongkritkan informasi atau penjelasan kepada peserta didik.
3) Mengembangkan kemampuan pengamatan pandangan dan penglihatan
para peserta didik secara bersama-sama.
Terdapat beberapa alasan mengapa seorang guru menggunakan metode
demonstrasi, yaitu:
1) Tidak semua topik dapat terang melalui penjelasan atau diskusi.
2) Sifat pelajaran yang menuntut diperagakan.
3) Tipe belajar peserta didik yang berbeda ada yang kuat visual, tetapi
lemah dalam auditif dan motorik ataupun sebaliknya.
4) Memudahkan mengajarkan suatu cara kerja atau prosedur.
(Mulyani, 2001: 133)
Kelebihan metode demonstrasi adalah sebagai berikut:
1) Membuat pelajaran menjadi lebih jelas dan lebih kongkrit dan
menghindari verbalisme.
2) Memudahkan peserta didik memahami bahan pelajaran.
3) Proses pengajaran akan lebih menarik.
4) Merangsang peserta didik untuk lebih aktif mengamati dan dapat
mencobanya sendiri.
5) Dapat disajikan bahan pelajaran yang tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan metode yang lain.
Kelemahan metode demonstrasi ini adalah:
1) Memerlukan ketrampilan guru secara khusus.
2) Keterbatasan dalam sumber belajar, alat pelajaran, situasi yang harus
dikondisikan dan waktu untuk mendemonstrasikan sesuatu.
3) Memerlukan waktu yang banyak.
4) Memerlukan kematangan dalam perancangan atau persiapan.
(Mulyani, 2001: 134)
Contoh pendekatan ketrampilan proses dengan metode demonstrasi terdapat pada
lampiran 5, halaman 228
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi
adalah cara penyajian pelajaran yang digunakan guru untuk memperagakan dan
mempertunjukan suatu proses kepada siswa. Sehingga siswa hanya dapat
mengamati peragaan atau demonstrasi yang dilakukan guru atau salah satu
temannya.
5. Prestasi Belajar
Berhasil atau tidaknya suatu proses belajar mengajar dapat dilihat dari
hasil belajarnya. Hasil belajar seorang siswa dapat ditunjukkan dari prestasi yang
dicapainya. Menurut Poerwadarminto (1976), “Prestasi belajar adalah hasil usaha
yang telah dicapai, dilakukan untuk mendapatkan suatu kecakapan dan
kepandaian”. Sedang menurut S.I. Pasaribu dan B. Simanjuntak (1983), “Prestasi
adalah isi dari kapasitas seseorang setelah mengikuti didikan atau latihan
tertentu”.
Bloom membagi kenyataan pengajaran dalam tiga dimensi kasar yang
disebut taksonomi. Dengan taksonomi ini tujuan instruksional dapat diwujudkan.
Ketiga dimensi tersebut antara lain:
a. Tujuan instruksional kognitif berdasarkan hafalan, pikiran, pemecahan
persoalan, dan kemampuan intelektual seperti yang ditampakkan dalam
menyelasaikan atau memecahkan berbagai jenis soal yang membutuhkan
pemikiran.
b. Tujuan instruksional afektif berdasarkan rasa tertarik, kesediaan untuk
melakukan, memikir dan perkembangan kelakuan serta norma-norma
kehidupan.
c. Tujuan instruksional psikomotorik berdasarkan kemampuan motoris atau gerak
badan siswa.
Dalam hal ini yang akan ditinjau adalah hasil belajar siswa yang
ditunjukkan dari prestasi belajarnya. Berkenaan dengan prestasi belajar, Zainal
Arifin (1990:3) berpendapat bahwa “Prestasi belajar yang di maksud tidak lain
adalah kemampuan ketrampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan hal”.
Prestasi belajar menurut Anton M. Moeliono (1989 :700) adalah “ Penguasaan
pengetahuan atau ketrampilan yang di kembangkan oleh mata pelajaran.
Lazimnya di nyatakan dengan nilai tes atau angka nilai yang di berikan oleh
guru”. Dari kedua pendapat di atas dapat dirangkum bahwa prestasi belajar adalah
hasil kegiatan yang nampak dalam tingkah laku dan sikap siswa. Lazimnya
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai. Prestasi belajar merupakan suatu
masalah yang sangat penting dalam sejarah kehidupan manusia. Karena sepanjang
rentang kehidupan manusia, manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan
kemampuan masing-masing. Bila demikian halnya prestasi belajar dalam
kehidupan manusia pada tingkat dan jenis tertentu dapat memberikan kepuasan
tertentu pula pada manusia, khususnya yang berbeda pada bangku sekolah.
Menurut Zaenal Arifin (1990 :3-4) prestasi belajar memiliki beberapa fungsi
antara lain:
1) Sebagai indikator kualitas dan kuantitas ilmu pengetahuan yang telah
dikuasai oleh anak didik.
2) Sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
3) Sebagai bahan informasi dalam inovasi. Asumsinya adalah bahwa
prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi anak didik dalam
meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan berperan sebagai
umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan.
4) Sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.
Indikator intern berarti bahwa belajar dapat di jadikan indikator tingkat
produktivitas dalam institusi pendidikan. Asumsinya adalah bahwa
kurikulum yang di gunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan
anak didik. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi
belajar dapat dijadikan indikator dalam tingkat kesuksesan anak didik
dalam masyarakat. Asumsinya adalah bahwa kurikulum yang
digunakan relevan dengan kebutuhan pembangunan masyarakat.
5) Dapat di jadikan indikator daya serap (kecerdasan anak didik).
Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan, bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang diperoleh siswa setelah melalui proses belajar mengajar yang
meliputi pengetahuan dan kemamapuan keterampilan berdasarkan pengalaman
yang diperoleh siswa dalam proses belajar mengajar. Dalam penelitian ini prestasi
belajar dibatasi pada kemampuan kognitif siswa.
6. Kemampuan Kognitif
Kemampuan kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir.
Dalam taksonomi Bloom segi kognitif memiliki enam taraf, meliputi
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi (W. James
Popham dan Eva L. Baker, 2003: 29). Berdasarkan urutan dari yang terendah ke
yang tertinggi, keenam jenjang tersebut adalah:
1. Pengetahuan adalah kemampuan seseorang dalam mengingat semua jenis
informasi yang diterimanya. Ciri pokok dari taraf kognitif ini adalah ingatan.
Dalam penilaian, tes ingatan hampir tidak menuntut lebih daripada mengingat
kembali suatu bahan tertentu.
2. Pemahaman adalah taraf kognitif yang kedua. Dalam taraf pemahaman ini
seseorang memiliki kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan
yang dipelajari. Dalam tingkat pemahaman ada tiga kemampuan pokok yaitu
kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, dan ekstrapolasi. Kemampuan
menerjemahkan yaitu kemampuan seseorang untuk mengkomunikasikan dari
bahan yang telah diterima atau menarik kesimpulan dari bahan yang telah
diterima. Kemampuan menafsirkan yaitu kemampuan untuk memahami
makna dari bahan yang telah diterima sehingga dapat mengetahui apa yang
tersirat didalamnya, misalnya seperti mengubah rumus matematis ke dalam
bentuk kata-kata. Kemampuan ekstrapolasi yaitu kemampuan untuk
mengartikan dari bahan yang telah diterima, misalnya membuat perkiraan
tentang perkiraan yang nampak dalam suatu data tertentu seperti dalam grafik.
3. Aplikasi adalah kemampuan untuk menerapkan sesuatu yang telah dipelajari
pada suatu masalah yang konkret dan baru. Taraf aplikasi ini setingkat lebih
tinggi daripada taraf pemahaman, karena seseorang yang dapat memahami
sesuatu yang telah diterima belum tentu dapat menerapkannya pada suatu
permasalahan baru.
4. Analisis adalah kemampuan untuk melakukan pengolahan bahan yang telah
dipelajari lebih lanjut atau menjabarkan apa yang telah dipelajari ke dalam
unsur-unsur, bagian-bagian maupun komponen-komponen sehingga tampak
jelas hubungan antara bagian-bagian yang telah dipelajari yang dinyatakan
dalam suatu komunikasi.
5. Sintesis adalah kemampuan untuk menyatukan unsur-unsur dan bagian-bagian
sehingga membentuk suatu keseluruhan yang utuh. Kemampuan ini dapat
terjadi apabila informasi yang ada berbeda-beda. Kemampuan ini dinyatakan
dalam membuat suatu rencana, seperti membuat proposal penelitian.
Kemampuan melakukan sintesis ini setingkat lebih tinggi daripada
kemampuan menganalisis, karena dalam kemampuan ini dituntut kriteria
untuk menemukan pola dan struktur. Misalnya siswa dapat menghasilkan dan
merumuskan suatu hipotesis penelitian.
6. Evaluasi adalah kemampuan tertinggi dalam ranah kognitif, untuk sampai
kepada kemampuan evaluasi semua kemamapuan yang sebalumnya harus
dikuasai. Evaluasi menyangkut penilaian terhadap suatu bahan untuk
mencapai tujuan tertentu. Penilaian kuantitatif dan kualitatif diperlukan untuk
melihat sejauh mana bahan dan metode memenuhi kriteria tertentu. Kriteria
yang digunakan itu boleh kriteria yang ditentukan oleh siswa sendiri, boleh
juga yang ditentukan oleh orang lain.
7. Keadaan Awal
Pada awal proses pembelajaran, guru seharusnya mengetahui keadaan
awal siswa yang akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Menurut
Winkel (1996: 135) dalam bukunya Psikologi Pengajaran, menyatakan bahwa
”Keadaan awal adalah keadaan yang terdapat sebelum proses mengajar-belajar
dimulai, namun dapat berperan terhadap proses itu”.
Keadaan awal dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut dapat
berasal dari dalam diri siswa itu sendiri dan dapat berasal dari luar siswa. Faktorfaktor dari dalam diri siswa adalah kondisi fisik, kemampuan belajar, hasrat,
motivasi, konsentrasi, perasaan, sikap dan minat. Faktor yang dari luar siswa
adalah sarana dan prasarana, suasana sekolah, kurikulum sekolah, status sosial
siswa, interaksi antara guru dan siswa, keadaan waktu dan tempat.
Dalam penelitian ini keadaan awal diperoleh dengan menggunakan teknik
dokumentasi berupa nilai ulangan harian pada pokok bahasan sebelumnya yaitu
nilai ulangan harian pada pokok bahasan alat optik. Karena keadaan awal
biasanya berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar mengajar maka
keadaan awal sering diikutsertakan sebagai titik tolak dalam perencanaan dan
pengelolaan pengajaran. Salah satu aspek keadaan awal siswa adalah prestasi
belajar siswa. Selanjutnya diharapkan siswa yang mempunyai keadaan awal tinggi
memperoleh hasil akhir yang tinggi pula dibandingkan siswa yang mempunyai
keadaan awal rendah tetapi tidak menutup kemungkinan siswa yang mempunyai
keadaan awal rendah memperoleh hasil akhir yang tinggi.
8. Pokok Bahasan Listrik Statis di SMP
a. Atom
Atom yaitu bagian terkecil dari suatu unsur. Dengan kata lain semua unsur
tersusun dari atom-atom. Sebuah atom tersusun dari inti atom yang terdiri dari
atas proton dan netron, dikelilingi oleh elektron-elektron. Proton dan netron
sebagai satu kesatuan disebut nukleon. Proton bermuatan listrik positif dan netron
tidak bermuatan listrik. Pada jarak yang jauh dari inti atom terdapat elektronelektron yang bergerak mengitari inti atom. Elektron bermuatan listrik negatif.
1) Teori atom
a) Setiap zat atau benda terdiri dari atom-atom. Atom berasal dari kata “a
dan tomos” (a berarti tidak dan tomos berarti lagi). Atom berarti bagian
terkecil dari suatu zat yang sudah tidak dapat dibagi lagi dengan cara
kimia biasa.
b) Teori atom yang diakui kebenarannya sampai sekarang adalah sebagai
berikut:
Proton
Netron
Elektron
Gambar 2.3. Model Atom
(1) Benda/zat terdiri dari atom-atom.
(2) Setiap atom terdiri dari inti atom dan kulit atom.
(3) Inti atom terdiri dari proton yang bermuatan positif dan netron yang
tidak bermuatan.
(4) Kulit atom terdiri dari elektron-elektron yang bermuatan negatif.
(5) Elektron bergerak mengelilingi inti atom pada orbitnya masingmasing.
(6) Partikel-partikel dalam inti atom yaitu proton dan netron terikat
erat oleh energi ikat inti, sehingga bersifat stabil tidak dapat
mengalami perubahan kecuali dengan reaksi inti.
(7) Elektron bersifat dinamis, di samping bergerak mengelilingi inti
atom juga dapat berpindah dari atom satu ke atom lain.
2) Atom netral dan atom bermuatan
a) Setiap atom mempunyai proton yang bermuatan positif dan elektron
yang bermuatan negatif. Setiap atom dapat berupa atom netral,
bermuatan positif, atau bermuatan negatif tergantung selisih antara
jumlah proton dan jumlah elektron atom tersebut.
b) Atom netral jika jumlah proton sama dengan jumlah elektron.
c) Atom bermuatan positif bila jumlah proton lebih besar daripada jumlah
elektron. Hal ini terjadi karena atom tersebut melepaskan atau
kehilangan elektron sehingga kekurangan elektron.
d) Atom bermuatan negatif jika jumlah elektron lebih besar dari pada
jumlah proton. Hal ini terjadi karena atom tersebut menangkap atau
menerima elektron sehingga kelebihan elektron.
5+
5+
4+
A
B
C
Gambar 2.4. Keadaan Muatan Atom-Atom
Keterangan:
(1) Muatan atom A = 5⊕ + 5⊖ = 0
(netral)
(2) Muatan atom B = 5⊕ + 4⊖ = 1⊕
(bermuatan positif)
(3) Muatan atom C = 4⊕ + 5⊖ = 1⊖
(bermuatan negatif)
e) Massa atom hampir seluruhnya terpusat pada inti atom (nucleon) yang
terdiri dari proton dan netron, sedangkan massa elektron sangat kecil
dan diabaikan.
f) Benda bermuatan dapat menarik benda-benda ringan di sekitarnya.
Gambar 2.5. Sisir plastik yang bermuatan listrik
(1) Sisir plastik yang telah digosok dengan rambut kering dapat
menarik potongan kertas-kertas kecil-kecil, karena bermuatan
listrik.
(2) Benda-benda tertentu dapat diberi muatan listrik dengan cara
menggosok dengan benda lain, contoh:
- Sisir plastik digosok dengan rambut kering
- Penggaris mika digosok dengan kain wol
- Kaca digosok dengan kain sutera
- Ebonit digosok dengan kain wol
b. Jenis Muatan Listrik
1) Benda netral dan benda bermuatan
Sebagaimana diterangkan di atas bahwa benda terdiri dari atomatom. Setiap atom mempunyai proton yang bermuatan positif dan elektron
yang bermuatan negatif, sehingga suatu benda dapat bermuatan listrik dan
dapat juga netral, tergantung jumlah proton dan jumlah elektron pada
benda tersebut.
2) Memberi muatan listrik dengan cara menggosok
a) Sisir plastik yang digosok dengan rambut kering terjadi muatan negatif
pada sisir, karena terjadi pemindahan elektron dari rambut ke sisir,
sehingga sisir plastik kelebihan elektron.
b) Kaca yang digosok dengan kain sutera menjadi bermuatan positif.
Dalam
++
++
++
hal
ini
terjadi
pemindahan
elektron dari kaca menuju kain sutera,
sehingga
kaca
kekurangan
elektron
(bermuatan positif), sedangkan sutera
Kaca
Sutera
kelebihan elektron (bermuatan negatif).
Gambar 2.6. Perpindahan Elektron dari Kaca menuju Sutera
c. Interaksi Muatan Listrik
1) Dua buah benda yang bermuatan listrik bila saling berdekatan akan terjadi
gaya interaksi, yaitu:
a) Dua buah benda bermuatan listrik sejenis saling tolak-menolak.
b) Dua buah benda bermuatan listrik tak sejenis saling tarik-menarik.
F
F
F
Tolak-menolak
F
Tolak-menolak
F
Tarik-menarik
Gambar 2.7. Interaksi antar Muatan Listrik
2) Hukum Coulomb
Menyatakan sebagai berikut:
“Besarnya gaya tarik-menarik atau gaya tolak-menolak antara dua buah
muatan listrik”.
a) Sebanding dengan besar muatan masing-masing benda
b) Berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua muatan.
c) Tergantung pada medium, dimana untuk 0 yaitu permitivitas ruang
hampa besarnya 8,854 x 10-12 C2/Nm2
Dirumuskan:
F
F
kq1q 2
r2
= gaya Coulomb ............................ Newton (N)
q1 = muatan benda 1 .......................... Coulomb (C)
q2 = muatan benda 2 .......................... Coulomb (C)
r
= jarak antara kedua muatan ......... meter (m)
k
= konstanta pembanding
=
1
(k = 9 x 109 Nm2C-2)
40
(1) Besarnya gaya Coulomb sebanding dengan besar muatan listrik,
artinya makin besar muatan listrik maka gaya Coulomb makin
besar
(2) Gaya Coulomb berbanding terbalik dengan kuadrat jarak, artinya
makin besar jarak antara kedua muatan maka gaya Coulomb makin
kecil
3) Medan Listrik
Medan listrik adalah ruangan di sekitar muatan listrik yang mana
sebuah muatan listrik lain yang berada di ruang itu mengalami pengaruh
gaya listrik. Medan listrik dilukiskan dengan garis-garis gaya listrik yang
arahnya keluar pada muatan positif dan masuk pada muatan negatif.
Gambar 2.8. a. Medan Listrik pada Muatan Positif
b. Medan Listrik pada Muatan Negatif
d. Memberi Muatan Listrik Secara Induksi
1)
Pengertian Induksi Listrik
a) Pada benda yang netral tetap ada muatan listrik, yaitu muatan positif
dan muatan negatif yang jumlahnya sama.
b) Induksi listrik adalah peristiwa pemisahan muatan positif dengan
muatan negatif pada benda netral karena berada dekat dengan benda
muatan listrik.
Gambar 2.9. Induksi Listrik
c) Suatu benda dapat diberi muatan listrik dengan cara induksi, yang
hasilnya berlawanan jenis dengan muatan penginduksi.
2) Elektroskop
Elektroskop adalah alat untuk mengetahui ada tidaknya muatan listrik dan
jenis muatan listrik pada benda
Bagian-bagian elektroskop
a) Kepala elektroskop untuk didekati atau disentuh benda yang akan
diselidiki
b) Daun elektroskop (foil) yang terbuat dari lembaran emas tipis sebagai
penunjuk ada tidaknya muatan listrik.
(1) Cara mengetahui ada tidaknya muatan listrik pada benda
Untuk menyelidiki suatu benda bermuatan atau tidak, digunakan
elektroskop netral yang foilnya menutup. Benda yang akan
diselidiki disentuhkan pada kepala elektroskop:
(a) Jika foil tetap menutup berarti benda itu netral
(b) Jika foil membuka/mekar berarti benda itu bermuatan listrik
l
netra
logam
logam
isolator
isolator
foil
foil
(a)
(b)
Gambar 2.10.a
:
2.10. b :
Elekstroskop
Mengetahui ada tidaknya Muatan Listrik
pada Benda
(2) Mengetahui jenis muatan listrik pada benda
Untuk mengetahui jenis muatan listrik pada benda digunakan
elektroskop bermuatan yang telah diketahui jenis muatannya.
Misalnya elektroskop diberi muatan negatif. Benda yang akan
diselidiki jenis muatannya didekatkan pada kepala elektroskop
yang foilnya mekar itu.
Gambar 2.11. Mengetahui ada tidaknya Muatan Listrik pada Benda
(a) Jika foil yang mekar menjadi menutup, berarti muatan benda
adalah positif (berlawanan dengan muatan pada elektroskop).
(b) Jika foil yang mekar itu makin lebar, berarti muatan benda
negatif (sejenis dengan muatan elektroskop).
3) Potensial Listrik
Potensial listrik didefinisikan sebagai energi potensial listrik
persatuan muatan listrik positif.
Beda potensial listrik =
W
V
q
Energi Potensial Listrik
Muatan listrik
V
= potensial listrik ............. volt (V)
W
= energi potensial listrik .. joule (J)
q
= muatan listrik ............... coulomb (C)
4) Konduktor dan Isolator
a) Konduktor adalah suatu bahan yang mudah menghantarkan muatan
listrik. Contoh: tembaga, besi, nikel dan lain-lain.
b) Isolator adalah suatu bahan yang sukar menghantarkan muatan listrik.
Contoh: plastik, kaca, kayu dan lain-lain.
5)
Petir dan Penangkal Petir
Gesekan antara awan dengan udara mengakibatkan awan menjadi
bermuatan listrik. Muatan listrik yang besar mengakibatkan elektron
meloncat atau berpindah disertai bunga api listrik yang disebut kilat.
Loncatan bunga api listrik menimbulkan panas. Panas yang sangat
besar mengakibatkan udara yang dilaluinya memuai dengan cepat.
Pemuain yang cepat mengakibatkan bunyi ledakan yang keras yang
disebut guruh atau guntur. Loncatan bunga api yang disertai bunyi keras
disebut petir.
Kegunaan penangkal petir adalah melindungi gedung dari
sambaran petir. Apabila awan yang bermuatan positif
berada di atas
penangkal petir, tonggak penangkal petir akan terinduksi. Ujung atas
penangkal petir akan menjadi bermuatan negatif. Melalui molekul-molekul
udara, muatan negatif mengalir menuju awan. Lama-kelamaan awan
berkurang muatannya sehingga tidak terjadi loncatan bunga api listrik.
B. Kerangka Berpikir
Dalam pembelajaran fisika meliputi pengamatan dan penelitian terhadap
gejala-gejala yang terjadi di alam baik yang bersifat nyata maupun yang bersifat
abstrak. Pada pembelajaran Listrik Statis digunakan pembelajaran secara empiris
yaitu pembelajaran yang bersifat nyata. Sehingga digunakan pendekatan
keterampilan proses, karena pendekatan keterampilan proses akan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksperimen tentang sesuatu hal yang
sedang dipelajari dari melakukan observasi sampai dengan mengkomunikasikan
hasil-hasil eksperimen tersebut untuk memperoleh suatu konsep yang sedang
dipelajari serta menumbuhkan sikap berpikir ilmiah.
Ada banyak metode yang bisa digunakan dalam pendekatan keterampilan
proses, contohnya metode eksperimen dan metode demonstrasi. Dalam penelitian
ini digunakan pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen dan
pendekatan keterampilan proses melalui metode demonstrasi. Pendekatan
keterampilan proses melalui metode eksperimen memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bereksperimen dengan peralatan laboratorium, sehingga konsep yang
dipelajari dapat tertanam secara mendalam. Sedangkan pendekatan keterampilan
proses melalui metode demonstrasi dilakukan oleh guru atau salah satu temannya
dengan menampilkan alat peraga dan mempertunjukkan suatu gejala fisis
sehubungan dengan konsep yang diajarkan, sedang siswa hanya dapat mengamati
dan menganalisis hasil dari pengamatan tersebut.
Keadaan awal siswa dalam penelitian ini diambil dari nilai dokumentasi,
yaitu dari ulangan harian pokok bahasan Alat Optik. Berdasarkan nilai ulangan
tersebut dapat dikategorikan siswa yang memiliki keadaan awal tinggi dan rendah.
Selanjutnya, dari kedua kategori tersebut diberikan perlakuan yang sama yaitu
pendekatan keterampilan proses melalui metode yang berbeda yaitu melalui
metode eksperimen dan metode demonstrasi.
Dengan demikian, diharapkan pendekatan keterampilan proses melalui
metode eksperimen dan keadaan awal siswa dapat memiliki prestasi belajar yang
tinggi. Dalam penelitian ini prestasi belajar dibatasi pada kemampuan kognitif
siswa.
Untuk memperjelas kerangka berpikir tersebut maka dapat digambarkan
dengan kerangka sebagai berikut:
Keadaan
Kelompok
Eksperimen
awal tinggi
Keadaan
Pendekatan Keterampilan
Proses melalui Metode
Eksperimen
awal rendah
Kemampuan
kognitif
Keadaan
Kelompok
Kontrol
awal tinggi
Pendekatan Keterampilan
Proses melalui Metode
Keadaan
Demonstrasi
awal rendah
Gambar 2.12. Kerangka Berpikir
C. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dalam penelitian ini diajukan
hipotesis sebagai berikut:
1.
Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan keterampilan proses
melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemempuan
kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.
2.
Ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa untuk kategori tinggi dan
kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan
Listrik Statis.
3.
Ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses melalui
metode pembelajaran dengan keadaan awal siswa terhadap kemampuan
kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah di SMP N 16 Surakarta, Jawa Tengah, tahun
pelajaran 2005/2006. Pemilihan tempat penelitian ini, berdasarkan pertimbangan
SMP N 16 Surakarta mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap dan
memenuhi syarat untuk digunakan sebagai objek penelitian penulis.
2. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan perincian sebagai berikut :
a) Tahap Persiapan yaitu meliputi pengajuan judul, permohonan pembimbing,
pembuatan proposal, seminar proposal, pengurusan perijinan, penyusunan LKS
dan instrumen penelitian, pengumpulan data dokumentasi.
b) Tahap Pelaksanaan yaitu meliputi semua kegiatan yang berlangsung di
lapangan meliputi : pelaksanaan pengajaran, uji coba instrumen penelitian,
analisis uji coba instrumen penelitian, pengambilan data penelitian.
c) Tahap Penyelesaian yaitu meliputi analisis data, konsultasi pembimbing, dan
penyusunan laporan.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
dengan menggunakan rancangan factorial 2 x 2, dengan rancangan sebagai
berikut:
Tabel rancangan Penelitian
A
B
B1
B2
A1
AB11
AB12
A2
AB21
AB22
49
Keterangan :
A
: Pendekatan Keterampilan Proses
B
: Keadaan Awal Siswa
A1 : Pendekatan Ketrampilan Proses Melalui Metode Eksperimen
A2 : Pendekatan Ketrampilan Proses Melalui Metode Demonstrasi
B1 : Keadaan Awal Tinggi
B2 : Keadaan Awal Rendah
Dalam hal ini yang berbeda adalah pemberian perlakuan. Kelompok
eksperimen diberi perlakuan dengan metode eksperimen sedangkan kelompok
kontrol diberi perlakuan dengan metode demonstrasi. Pada akhir eksperimen
kedua kelompok diukur kemampuan kognitifnya dengan alat ukur yang sama.
C. Penetapan Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII semester II
SMP N 16 Surakarta, terdiri dari lima kelas dan sejumlah 204 siswa.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini menggunakan dua kelas dan sejumlah 82 siswa, satu
kelas sebagai kelompok kontrol dan satu kelas yang lain sebagai kelompok
eksperimen.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini sampel diambil dua kelas secara acak. Pengambilan
sampel secara acak, diperoleh kelas VIIIA sebagai kelompok eksperimen
sedangkan satu kelas yang lain yaitu kelas VIIIB sebagai kelompok kontrol.
D. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini variabel-variabel yang terlibat didefinisikan sebagai
berikut :
1.
Variabel Bebas
a. Keadaan awal siswa
1) Definisi Operasional: Keadaan awal siswa adalah nilai awal yang
dimiliki siswa sebelum diberi perlakuan, yaitu nilai ulangan harian
alat optik.
2) Variabel dibagi ke dalam dua kategori yaitu :
a) Keadaan awal tinggi
b) Keadaan awal rendah
3)
Skala pengukuran: Interval
b. Pendekatan Ketrampilan Proses
1) Definisi
Operasional:
Pendekatan
ketrampilan
proses
adalah
pengajaran yang melibatkan siswa secara aktif, sehingga siswa dapat
menemukan konsep dengan jalan mengembangkan kemampuan yang
ada pada dirinya.
2) Variabel meliputi dua jenis yaitu
a) Pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen
b) Pendekatan ketrampilan proses melalui metode demonstrasi
3)
2.
Skala pengukuran: Nominal
Variabel Terikat
 Prestasi belajar siswa dalam hal ini kemampuan kognitif siswa dalam mata
pelajaran Fisika pada pokok bahasan Listrik Statis.
1) Definisi Operasional : Kemampuan kognitif siswa pada mata pelajaran
Fisika adalah kemampuan siswa yang berkaitan dengan hafalan,
pikiran, pemecahan persoalan dalam mata pelajaran fisika.
2)
Skala pengukuran: Interval
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang digunakan dalam pengujian hipotesis
digunakan beberapa teknik pengumpulan data. Teknik-teknik tersebut diuraikan di
bawah ini.
1. Teknik Dokumentasi
Suharsimi Arikunto (1996 :234 ) mengatakan bahwa mencari data dengan
teknik dokumentasi adalah data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger,
agenda dan sebagainya. Adapun jenis dokumen yang diperlukan dalam penelitian
ini adalah nilai Fisika pokok bahasan sebelumnya. Data ini digunakan untuk
mengetahui keadaan awal dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2. Metode Tes
Tes yang dimaksud di sini adalah tes yang disusun oleh penulis yang
kemudian diuji cobakan. Adapun lokasi uji coba sama dengan lokasi penelitian
yaitu di SMP N 16 Surakarta di kelas VIII.
Teknik tes yang digunakan untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa
pada sub bidang studi Fisika, pokok bahasan Listrik Statis. Teknik tes ini
menggunakan tes yang dibuat peneliti yang berupa tes objektif. Adapun langkahlangkah pembuatan soal yaitu merumuskan tujuan soal, menentukan hasil-hasil
belajar sesuai dengan TIK, merinci materi pelajaran, membuat kisi-kisi, membuat
instrumen soal.
Adapun sebuah alat ukur dapat dikatakan baik bila memenuhi syarat-syarat
daya beda, taraf kesukaran, validitas dan reliabilitas alat ukur. Berikut penjelasan
mengenai daya beda, taraf kesukaran, validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut :
a. Daya Beda
Daya beda kemampuan suatu alat soal untuk membedakan antara siswa
yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai
(berkemampuan rendah).
Cara menentukan daya pembeda yaitu dengan rumus sebagai berikut :
D = BA/JA-BB/JB = PA - PB
(Anas Sudijono, 1995 :389-390)
Dimana :
J
: Jumlah peserta tes
BA
: Banyaknya peserta kelompok atas yang dapat menjawab dengan
betul butir item
BB
: Banyaknya peserta kelompok bawah yang dapat menjawab
dengan betul butir item
JA
: Jumlah semua peserta yang tergolong kelompok atas
JB
: Jumlah semua peserta yang tergolong kelompok bawah
PA=BA/JA : Proporsi peserta kelompok atas yang dapat menjawab dengan
betul butir item yang bersangkutan
PB=BB/JB : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab dengan betul
butir item yang bersangkutan
Daya pembeda (nilai D) diklasifikasikan sebagai berikut :
- Soal dengan D = 0,00  D < 0,20 = jelek
- Soal dengan D = 0,20  D < 0,40 = cukup
- Soal dengan D = 0,40  D < 0,70 = baik
- Soal dengan D = 0,70  D < 1,00 = baik sekali
- Soal dengan D = negatif, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang
mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja.
(Anas Sudijono, 1995 : 389)
Dalam hal ini penulis mengambil item soal yang angka daya
pembedanya termasuk kategori cukup dan baik.
b. Derajat Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sulit dan tidak terlalu
mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi
usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sulit akan menyebabkan
siswa putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di
luar jangkauannya.
Untuk menentukan derajat kesukaran digunakan rumus sebagai berikut
:
P = B/JS =
PA  PB
2
(Anas Sudijono, 1995 : 372)
Dimana :
P
= Proporsi = Angka Indek Kesukaran
B
= Banyaknya peserta yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir
item yang bersangkutan
Js
= Jumlah peserta yang mengikuti tes hasil belajar
PA
= Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB
= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Menurut
ketentuan
yang
sering
diikuti,
derajat
kesukaran
sering
diklasifikasikan sebagai berikut :
- Soal dengan P = 0,00  P < 0,30 adalah soal sukar
- Soal dengan P = 0,30  P < 0,70 adalah soal sedang
- Soal dengan P = 0,70  P < 1,00 adalah soal mudah
(Suharsimi Arikunto, 1995 : 214 )
c. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen tes tersebut sahih
apabila instrumen tes ini dapat mengukur penguasaan materi dari obyek
penelitian. Dalam penelitian ini yang dihitung adalah validitas item yaitu untuk
mencari korelasi antara item dengan keseluruhan tes, maka digunakan korelasi
point biseral.
Rumus korelasi Point Biseral adalah :
rpbi 
M p  Mt
St
p
q
(Anas Sudijono, 1995 : 185)
Keterangan :
rpbi
= Koefisien Korelasi Point Biseral
Mp
= Rerata skor dari siswa yang menjawab benar bagi item yang dicari
validitasnya
Mt
= Rerata skor total
St
= Standar deviasi dan skor total
P
= Proporsi siswa yang menjawab benar pada suatu butir
p
=
q
= Proporsi siswa yang menjawab salah pada suatu butir
Banyaknya siswa yang menjawab benar
Jumlah seluruh siswa
(q = 1-p)
Kriteria nilai rpbi adalah sebagai berikut :
Item tersebut valid jika harga rpbi > rtabel
Artinya dari hasil perhitungan validitas item tersebut kemudian
dikonsultasikan dengan harga r dari tabel. jika r Point Biseral lebih besar dari
harga r tabel, maka korelasi tersebut signifikan, berarti item soal tersebut
adalah valid. Apabila harga r Point Biseral lebih kecil dari r tabel, berarti
korelasi tersebut tidak signifikan maka item soal tersebut dikatakan tidak valid.
d. Reliabilitas
Pada hakekatnya uji reliabilitas untuk mengetahui sampai seberapa jauh
pengukuran yang dilakukan berulang-ulang terhadap subyek (kelompok
subyek) akan memberikan hasil yang relatif sama. Teknik yang digunakan
adalah dengan rumus K-R 20 sebagai berikut :
2
 n   S   pq 
r11  


S2
 n  1 

(Chabib Thoha, 1996 : 134)
Dimana :
r11
= reliabilitas tes secara keseluruhan
n
= banyaknya item/soal
p
= proporsi subyek yang menjawab item dengan benar tiap-tiap butir
q
= proporsi subyek yang menjawab item dengan salah
(q = 1-p)
pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
 x2 
 x 
2
N
S
=
N
= banyaknya subyek pengikut tes
N
Instrumen dikatakan reliabel (handal) jika mempunyai korelasi yang tinggi.
Sebaliknya instrumen kurang handal jika mempunyai korelasi yang rendah.
Untuk mengetahui kehandalan suatu instrumen dikonsultasikan dengan tabel
sebagai berikut:
1) Test dikatakan reliable jika r11 > rtabel
2) Test dikatakan ireliable jika r11 ≤ rtabel
F. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini digunakan analisis data secara statistik agar
subyektifitas peneliti dapat dikurangi. Analisis statistik yang digunakan adalah
analisis variansi dua jalan Namun sebelum dilakukan uji hipotesis dilakukan uji
persyaratan terlebih dahulu.
1. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Kesamaan Keadaan Awal Siswa
Uji kesamaan keadaan awal siswa dilaksanakan sebelum sampel diberi
perlakuan dan bersamaan dengan penetapan sampel. Uji kesamaan keadaan
siswa dimaksudkan mengetahui apakah keadaan siswa masing-masing kelas
sama atau tidak. Uji kesamaan keadaan awal digunakan teknik uji-t 2 ekor
dengan persamaan:
thit 
S2 
X1  X 2
1 1
s

n1 n2
n1  1S12  n2  1S2
n1  n2  2
Untuk mengetahui keadaan awal siswa peneliti mengambil data yang
diperoleh dengan teknik dokumentasi, yaitu nilai ulangan harian Alat Optik.
b. Uji Normalitas
Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal dengan menggunakan Metode Lilliefors, dengan hipotesis
sebagai berikut:
1) Hipotesis
H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Untuk pengujian hipotesis nol tersebut digunakan rumus sebagai berikut :
L 0  F(zi )  S(zi ) maks

xx
dengan : zi 
SD
F(zi) = p(z < zi)
S(zi) = proporsi z < zi terhadap seluruh cacah zi
2) Daerah Kritik
H0 ditolak jika L0  L,n
 : Taraf signifikansi
3) Keputusan Uji
L0 < Ltab = Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
L0  Ltab = Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
(Budiyono, 1998:62)
c. Uji Homogenitas
Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang homogen
atau tidak maka menggunakan Metode Bartlett :
1) Hipotesis
H0 :  12   22   32   24 ; keempat sampel homogen
H0 : 12   22 , atau  12   32 , atau 12   24 , atau  22   32 , atau  22   24 ;
keempat sampel tidak homogen.
Dengan menggunakan rumus dari Metode Bartlett dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :

2,303
f log MS err   f j log S 2j
C
X2
=
C
= 1
MSerr =

1  1 1
  
3(k  1)  f j f j 
ΣSS j
f
fj
= nj - 1
S2
=
SS j
n j 1
; SS j   X 2j  ( X j ) 2 / n j
dimana :
k
: Cacah sampel
f
: Derajat bebas untuk MSerr = N-k
j
: 1,2,3,……..k
nj
: Cacah pengukuran pada sampel ke-j
N
: cacah semua pengukuran
2) Daerah Kritik
H0 ditolak jika X2 ≥ X2;k-1
Untuk  : 0.05
3) Keputusan Uji
H0 diterima jika X2 < X20,05 ;k-1
Jadi sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
(Budiyono, 1998 : 62)
2. Pengujian Hipotesis
a. Uji Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama
Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data hasil
eksperimen dalam rangka menguji hipotesis penelitian adalah dengan Uji
Analisis Variansi (ANAVA) Dua Jalan dengan menggunakan Sel Tak Sama,
hal ini sesuai dengan desain eksperimen yang digunakan Faktorial 2x2.
1) Tujuan
Analisis variansi dua jalan untuk menguji signifikansi perbedaan efek
baris, efek kolom, dan kombinasi efek baris dan efek kolom terhadap
variabel terikat.
2) Asumsi Dasar
a) Populasi-populasi berdistribusi normal dengan variasi sama
b) Sampel dipilih secara acak (random)
3) Hipotesis
H01 : i = 0, untuk semua harga i
Tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
ketrampilan proses melalui metode eksperimen dan metode
demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok
bahasan Listrik Statis.
H11 : i  0, untuk paling sedikit satu harga i
Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
ketrampilan proses melalui metode eksperimen dan metode
demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok
bahasan Listrik Statis.
H02 : j = 0, untuk semua j
Tidak ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa untuk
kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan
kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.
H12 : j  0, untuk paling sedikit satu harga j
Ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa untuk
kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan
kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.
H03 : ij = 0, untuk semua harga ij
Tidak ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan
proses melalui metode pembelajaran dan keadaan awal siswa
terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik
Statis.
H13 : ij  0, untuk paling sedikit satu harga ij
Ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses
melalui metode pembelajaran dan keadaan awal siswa terhadap
kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.
4) Tata Letak Data
a) Tabel Data
B
B1
B2
A1
AB11
AB12
A2
AB21
AB22
A
Dimana :
A
= Pendekatan Keterampilan Proses
B
= Keadaan Awal Siswa
A1 = Pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen
A2 = Pendekatan ketrampilan proses melalui metode demonstrasi
B1 = Keadaan Awal Tinggi
B2 = Keadaan Awal Rendah
b) Tabel Jumlah AB
A
A1
A2
Total
B1
AB11
AB21
B’1
B2
AB12
AB22
B’2
A’1
A’2 = …….
G = ……..
B
Total
Keterangan :
A’1 = AB11 +AB12
A’2 = AB21 + AB22
B’1 = AB11 + AB21
B12 = AB12 +AB22
G = A’1 +A’2 = B’1 +B’2
c). Komputasi
(1) =
G2
 G2 / N
npq
(2) =
X
2
ijk
ijk
(3) =
(4) =
A i2
i nq
B 2j
 np
j
(5) =

ij
AB ij2
n
d) Jumlah Kuadrat
SSA
=
SSB
=
SSAB =
(3)
(4)
(5)
SSerr
= -(5)
SStot
=
-(1)
-(4)
-(3)
+(2)
(2)
e) Derajat Kebebasan
dfA
= p-1
dfB
= q-1
dfAB
= (p-1)(q-1)
dferr
= pq(n-1)
dftot
= N-1
f) Rerata Kuadrat
MSA
= SSA ; dfA
MSB
= SSB ; dfB
MSAB
= SSAB ; dfAB
MSerr
= SSerr ; dferr
g) Statistik Uji
FA
= MSA : MSerr
FB
= MSB : MSerr
FAB
= MSAB : MSerr
h) Daerah Kritik
DKA
-(1)
= FA  F ; p-1, N-pq
-(1)
+(1)
DKB
= FB  F ; q-1, N-pq
DKAB
= FAB  F ; (p-1)(q-1), N-pq
i) Keputusan Uji
H01 : ditolak jika FA  F ; p-1, N-pq
Jadi Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
ketrampilan proses melalui metode eksperimen dan metode
demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok
bahasan Listrik Statis.
H02 : ditolak jika FB  F ; q-1, N-pq
Jadi Ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa untuk
kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif
siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.
H03 : ditolak jika FAB  F ;(p-1)(q-1), N-pq
Jadi Ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan
proses melalui pendekatan keterampilan proses melalui metode
pembelajaran dan keadaan awal siswa terhadap kemampuan
kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.
j) Rangkuman Analisis
Sumber variasi
SS
Df
MS
F
P
SSA
SSB
SSAB
SSerr
dfA
dfB
dfAB
dferr
MSA
MSB
MSAB
MSerr
FA
FB
FAB
-
<  atau >
<  atau >
<  atau > 
-
SSerr
dftot
Efek utama
A (kolom)
B (baris)
Interaksi AB
Kesalahan total
Total
(Slametto, 1996 : 147-149)
Setelah melakukan analisis ANAVA, berikutnya dilanjutkan dengan Uji
Komparasi Ganda.
b. Uji Komparasi Ganda
Komparasi ganda adalah merupakan tindak lanjut dari analisis variansi
seperti yang telah diuraikan dimuka pada ANAVA hanya dapat mengetahui
ditolak atau diterimanya hipotesis nol. Bila ternyata hipotesis nol ditolak, maka
belum dapat diketahui rerata-rerata mana yang berbeda. Apabila hipotesis nol
ditolak maka diperoleh kesimpulan bahwa paling sedikitnya terdapat satu
rerata yang berbeda dengan rerata-rerata lainnya. Untuk mengetahui lebih
lanjut rerata mana yang berbeda dan rerata mana yang sama, maka dilakukan
pelacakan rerata yang dikenal dengan analisis komparasi ganda, dengan
demikian komparasi ganda merupakan analisis “Pasca Analisis Variansi”.
Dalam penelitian ini metode dalam komparasi ganda yang digunakan
adalah metode Scheffe.
Statistik uji yang digunakan adalah :
Fij 
(X i  X j ) 2
1
1
MS err   
n

 i nj 
F = (k-1) Fij
Daerah kritik
F  (k-1) F ; k-1, N-k
(Slametto, 1998 : 63)
Keterangan :
Xi
= rerata kolom ke-i
Xj
= rerata kolom ke-j
MSerr = rerata kuadrat kesalahan
ni
= banyaknya observasi ke kolom i
nj
= banyaknya observasi ke kolom j
N
= cacah semua observasi
k
= cacah kolom, perlakuan(treatment)

= taraf signifikansi
Tabel komparasi ganda (metode Scheffe)
Komparasi rerata
Rerata
Statistik Uji
Fij 
X
P
 Xj
2
i
MS err (1 / n i  1 / n j )
Keputusan uji
H0 ditolak jika F  F, k-1, N-k
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan.
H0 diterima jika F< F, K-1, N-k
Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata yang
signifikan.
(Budiyono, 1998 : 64)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi data
Penelitian yang dilakukan terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas
dan variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari keadaan awal dan pendekatan
keterampilan proses, sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah prestasi
belajar siswa.
Pada Bab III telah disebutkan bahwa data yang diperoleh ini adalah
data dokumentasi dan data hasil tes. Secara rinci data-data tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Data Keadaan Awal Siswa
Nilai ulangan harian alat optik digunakan sebagai data untuk
mengetahui keadaan awal siswa kelas 2A sebagai kelompok eksperimen dan kelas
2B sebagai kelompok kontrol.
Tabel 4.1. Deskripsi Data Keadaan Awal Siswa
Kelompok
Jumlah Siswa
Rata-rata
Standar Deviasi
Variansi
Eksperiment
42
5.65
0.92
0.85
Kontrol
40
5.53
0.95
0.91
Nilai rata-rata dari kedua kelas adalah 5.59. Dari data keadaan awal ini maka
diadakan pengkategorian, yaitu kategori tinggi dan rendah. Kategori keadaan awal
tinggi jika ≥ 5,59 dan untuk kategori keadaan awal rendah jika < 5,59.
Distribusi frekuensi data keadaan awal untuk kelompok eksperimen
disajikan pada tabel 4.2 dan untuk kelompok kontrol disajikan pada tabel 4.3.
Untuk memperjelas distribusi data keadaan awal siswa tersebut disajikan
histogram dari masing-masing distribusi pada gambar 4.1 dan 4.2. (Perhitungan
secara lengkap disajikan pada lampiran 14, halaman 274)
Tabel 4.2. Distribusi Data Keadaan Awal Kelompok Eksperimen (2A)
No
Kelas Interval
Frekuensi mutlak
Nilai Tengah
Frekuensi Relatif
(%)
1
4,00-4,55
6
4,3
14,29
2
4,56-5,11
6
4,8
14,29
3
5,12-5,67
9
5,4
21,43
4
5,68-6,23
10
5,4
23,81
5
6,24-6,79
7
6,5
16,66
6
6,80-7,35
4
7,1
9,52
12
F
r 10
e 8
k
u 6
e 4
n
s 2
i
0
4.3
4.8
5.4
5.9
6.5
7.07
Nilai Tengah
Gambar 4.1 Histogram Data Keadaan Awal Kelompok Eksperimen
Tabel 4.3. Distribusi Data Keadaan Awal Kelompok Kontrol (2B)
No
Kelas Interval
Frekuensi Mutlak
Nilai Tengah
Frekuensi relative
(%)
1
4,00-4,62
7
4,3
17,5
2
4,63-5,25
7
4,9
17,5
3
5,26-5,88
15
5,6
37,5
4
5,89-6,51
4
6,2
10,0
5
6,52-7,14
4
6,8
10,0
6
7,15-7,77
3
7,5
7,5
16
F
r 14
e 12
k
10
u
e 8
n
6
s
4
i
2
0
4.3
4.9
5.6
6.2
6.8
7.5
Nilai Tengah
Gambar 4.2 Histogram Data Keadaan awal Kelompok Kontrol
2. Nilai Kemampuan Kognitif Siswa
Distribusi frekuensi nilai kemampuan kognitif siswa untuk kelompok
eksperimen disajikan pada tabel 4.4 dan kelompok kontrol disajikan pada tabel
4.5. Untuk memperjelas distribusi nilai kemampuan kognitif siswa tersebut
disajikan histogram dari masing-masing distribusi pada gambar 4.4 dan 4.5.
Tabel 4.4. Distribusi Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Eksperimen
(2A)
No
Kelas Interval
Frekuensi Mutlak
Nilai Tengah
Frekuensi Relatif
(%)
1
3,43-4,28
2
3,8
4,762
2
4,29-5,14
12
4,7
28,571
3
5,15-6,00
13
5,6
30,952
4
6,01-6,86
9
6,4
21,439
5
6,87-7,72
4
7,3
9,524
6
7,73-8,58
2
8,1
4,762
14
F 12
r
e 10
k 8
u
e 6
n 4
s
2
i
0
3.8
4.7
5.6
6.4
7.3
8.1
Nilai Tengah
Gambar 4.3 Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Eksperimen
Tabel 4.5. Distribusi Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Kontrol (2B)
No
Kelas Interval
Frekuensi Mutlak
Nilai Tengah
Frekuensi Relatif
(%)
1
3,71-4,18
8
3,9
20,0
2
4,19-4,66
10
4,4
25,0
3
4,67-5,14
9
4,9
22,5
4
5,15-5,62
5
5,4
12,5
5
5,63-6,10
5
5,9
12,5
6
6,11-6,58
3
6,3
7,5
12
F 10
r
e
k 8
u
e 6
n
s 4
i
2
0
3.9
4.4
4.9
5.4
5.9
6.3
Nilai Tengah
Gambar 4.4 Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Kontrol
B. Pengujian Prasyarat Analisis
1.Uji kesasamaan Keadaan Awal
Dalam penelitian ini keadaan awal kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol mempunyai rerata yang sama. Hal ini dimaksudkan agar dapat
diketahui pengaruh perlakuan terhadap variabel terikat. Untuk mengetahui kedua
kelompok tersebut mempunyai rerata yang setimbang atau tidak dilakukan uji-t
dua ekor. Sebelum dilakukan uji-t dua ekor, data harus memenuhi syarat normal
dan homogen. Uji normalitas digunakan metode Lilliefors dan uji homogenitas
dengan metode Bartlett. Hasil uji normalitas keadaan awal masing-masing
kelompok sebagai berikut:
Tabel 4.6. Harga Uji Normalitas Keadaan Awal
Kelompok
Lobs
Harga Kritik
Kriteria
Keterangan
Eksperimen
0,091
0,136
Lobs<Ltabel
Berdistribusi Normal
Kontrol
0,103
0,140
Lobs<Ltabel
Berdistribusi Normal
Dari tabel di atas diperoleh keputusan uji keadaan awal menunjukkan
bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. (Perhitungan
selengkapnya disajikan pada lampiran 15 & 16, halaman 276 & 278)
Dari hasil uji homogenitas untuk keadaan awal diperoleh harga χ2hitung
= 0,05 dan harga χ2tabel pada taraf signifikansi 5% adalah χ2tabel = 3,84. Karena
χ2hitung < χ2tabel maka sampel berasal dari populasi yang homogen. (Perhitungan
selengkapnya disajikan pada lampiran 17, halaman 278)
Hasil uji-t dua ekor didapatkan nilai thitung sebesar 0,57. Sedangkan ttabel
pada taraf singnifikansi 5% dengan db = (42 + 40 – 2) =80 sebesar 1,99. Karena
–t0,975; 80 < thitung < t0,975; 80 atau –t0,975; 80 = -1,99 < thitung = 0,57 < t0,975; 80 = 1,99
maka kedua kelompok tersebut mempunyai keadaan awal yang sama.
(Perhitungan selengkapnya disajikan pada lampiran 18, halaman 282)
2. Uji Prasyarat Analisis Variansi (Anava)
a. Uji Normalitas Kemampuan Kognitif Siswa
1). Kelompok Eksperimen
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Uji Lilliefors diperoleh
harga Lobs = 0,0967. Sedangkan untuk n = 42 pada taraf signifikansi 5% harga
Ltabel = 0,1367. Karena Lobs < Ltabel, maka sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal.
(Perhitungan secara lebih lengkap disajikan pada lampiran 19, halaman 284)
2). Kelompok Kontrol
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Uji Lilliefors diperoleh
harga Lobs = 0,1128. Sedangkan untuk n = 40 pada taraf signifikansi 5% harga
Ltabel = 0,1401. Karena Lobs < Ltabel, maka sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal.
(Perhitungan secara lebih lengkap disajikan pada lampiran 20, halaman 286)
b. Uji Homogenitas Prestasi Belajar Siswa
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Uji Bartlett diperoleh
harga χ2hitung = 2,81. Sedangkan pada taraf signifikansi 5% harga χ2tabel = 3,84.
Karena χ2hitung < χ2tabel, maka kedua sampel berasal dari populasi yang homogen.
(Perhitungan secara lebih lengkap disajikan pada lampiran 21, halaman 287)
C. Pengujian Hipotesis
1. Uji Hipotesis dengan Anava Dua Jalan
Dari hasil uji normalitas dan uji homogenitas dapat diketahui bahwa
prasyarat uji telah terpenuhi, maka data yang diperoleh dapat dianalisis dengan
analisis variansi dua jalan. Hasil pengujian ini terangkum dalam tabel 4.7 berikut
ini.
Tabel 4.7. Rangkuman Anava Nilai Kemampuan Kognitif Listrik Statis Siswa
Sumber
SS
Df
MS
Fobs
F
P
Baris (A)
12.52
1
12.52
25.64
3.96
< 0.05
Kolom (B)
32.88
1
32.88
67.35
3.96
< 0.05
0.18
1
0.18
0.37
3.96
> 0.05
Kesalahan (Error)
38.08
78
0.49
-
-
-
Total
83.66
81
-
-
-
-
Efek Utama
Interaksi (AB)
Hasil perhitungan selengkapnya disajikan pada lampiran 22, halaman 289
a. Uji Hipotesis Pertama
H0A : Tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
ketrampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi
terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.
H1A : Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan ketrampilan
proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap
kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.
Pada analisis pendekatan keterampilan proses sebagai variabel bebas
dan kemampuan kognitif siswa sebagai variabel terikat. Diperoleh Fa = 25,64.
Nilai tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga tabel sehingga
didapatkan F0,05;1,78 = 3,96. Karena Fa = 25,64 > F0,05;1.78 = 3,96 maka H0A
ditolak dan H1A diterima. Berarti hipotesis yang berbunyi: ” Ada perbedaan
pengaruh antara penggunaan pendekatan ketrampilan proses melalui metode
eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada
pokok bahasan Listrik Statis.”, diterima.
b. Uji Hipotesis Kedua
H0B : Tidak ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa kategori
tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok
bahasan Listrik Statis.
H1B : Ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa kategori tinggi dan
rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik
Statis.
Pada analisis keadaan awal siswa sebagai variabel bebas dan
kemampuan kognitif siswa sebagai variabel terikat. Diperoleh Fb = 67,35. Nilai
tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga tabel sehingga didapatkan
F0,05;1,78 = 3,96. Karena Fb = 67,35 > F0,05;1,78 = 3,96 maka H0B ditolak dan H1B
diterima. Berarti hipotesis yang berbunyi: ” Ada perbedaan pengaruh antara
keadaan awal siswa kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif
siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.”, diterima.
c. Uji Hipotesis Ketiga
H0AB : Tidak ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses dan
keadaan awal siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok
bahasan Listrik Statis.
H1AB : Ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses dan
keadaan awal siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok
bahasan Listrik Statis.
Pada analisis pendekatan keterampilan proses dan keadaan awal siswa
sebagai variabel bebas sedangkan kemampuan kognitif siswa sebagai variabel
terikat, diperoleh Fab = 0,37. Nilai tersebut kemudian dikonsultasikan dengan
harga tabel sehingga didapatkan F0,05;1,78 = 3,96. Karena Fab = 0,37 < F0,05;1,78 =
3,96 maka H0AB diterima dan H1AB ditolak. Berarti hipotesis yang berbunyi: ”
Ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses dan keadaan
awal siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik
Statis.”, ditolak.
2. Uji Lanjut Anava
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang masalah di atas yaitu untuk
mengetahui metode mana yang lebih efektif dan keadaan awal mana yang lebih
menunjang kemampuan kognitif siswa, maka dilakukan uji komparasi ganda antar
rerata dengan metode Scheffe dan rangkuman analisisnya sebagai berikut.
Tabel 4.8. Rangkuman Komparasi Ganda
Rerata
Statistik Uji
Komparasi
Fij 
X

Xj
1 1
MS err (  )
ni n j
i
Harga
P
Kritik
Rerata
Xi
Xj
A1 vs A2
5.82
4.91
34.71
3.96
< 0,05
B1 vs B2
6.05
4.70
76.74
3.96
< 0,05
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa:
a. Komparasi rerata antar baris
Dari hasil perhitungan diperoleh FA12 = 34,71 > F0,05; 1,78 = 3,96, yang berarti
ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara penggunaan pendekatan
ketrampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi
terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan ketrampilan proses
melalui metode eksperimen memberikan pengaruh lebih baik terhadap
kemampuan kognitif siswa dari pada pendekatan ketrampilan proses melalui
metode demonstrasi.
b. Komparasi rerata antar kolom
Dari hasil perhitungan diperoleh FB12 = 76,74 > F0,05; 1,78 = 3,96, yang berarti
ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara keadaan awal katergori tinggi
dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik
Statis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa yang mempunyai
keadaan awal kategori tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap
kemampuan kognitif siswa dari pada siswa yang mempunyai keadaan awal
kategori rendah.
D. Pembahasan Hasil Analisa Data
1. Hipotesis Pertama
Dari uji hipotesis diperoleh FA12 = 34,71; P < 0,05, sehingga ada
perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan ketrampilan proses melalui
metode eksperimen dan pendekatan ketrampilan proses melalui metode
demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik
Statis.
Dari tabel 4.8 terlihat bahwa kelompok siswa yang diberi perlakuan
pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen lebih berpengaruh
pada kemampuan kognitif siswa dari pada diberi perlakuan pendekatan
ketrampilan proses melalui metode demonstrasi. Konsep Listrik Statis merupakan
materi pelajaran fisika yang mempelajari tentang muatan listrik, interaksi muatan
listrik, Hukum Coulomb dan medan listrik yang untuk penyampaiannya tidak
cukup dengan lisan saja. Sehingga dengan eksperimen siswa diberi kesempatan
untuk aktif dalam menemukan konsep sendiri. Sehingga yang diterima oleh siswa
relatif bertahan lebih lama. Karena pada pembalajaran dengan metode eksperimen
siswa mengalami, mengamati dan melakukan kegiatan secara langsung untuk
membuktikan suatu konsep serta siswa dapat termotivasi untuk lebih aktif dalam
mengikuti pelajaran, sedangkan pada pembelajaran dengan metode demonstrasi
siswa hanya mengamati demonstrasi yang dilakukan guru atau salah satu
temannya.
2. Hipotesis Kedua
Dari uji hipotesis diperoleh FB12 = 76,74; P < 0,05, sehingga ada
perbedaan pengaruh antara keadaan awal kategori tinggi dan rendah terhadap
kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.
Dari tabel 4.8 terlihat bahwa kelompok yang memiliki keadaan awal
kategori tinggi lebih berpengaruh pada kemampuan kognitif siswa dari pada
kelompok yang memiliki keadaan awal kategori rendah. Sehingga siswa yang
memiliki keadaan awal tinggi lebih dapat memperoleh prestasi yang lebih baik
dari pada siswa yang memiliki keadaan awal rendah. Hal ini disebabkan siswa
yang memiliki keadaan awal tinggi, lebih mudah menguasai materi pelajaran yang
disampaikan guru, karena siswa tersebut memiliki dasar konsep fisika yang baik.
Sehingga pada saat guru menyampaikan mata pelajaran fisika, maka siswa dapat
segera mengikuti dan memahami apa yang disampaikan guru.
3. Hipotesis Ketiga
Dari uji hipotesis diketahui bahwa tidak terdapat interaksi pengaruh
antara metode pembelajaran dengan keadaan awal siswa. Hal ini berarti keadaan
awal siswa dan penggunaan metode pembelajaran mempunyai pengaruh sendirisendiri terhadap kemampuan kognitif siswa.
Tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan keadaan
awal siswa dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari individu itu sendiri seperti keadaan
jasmani siswa (kesehatan), kemampuan siswa, perhatian, emosi dan motivasi
belajar. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang
dalam belajar yang berasal dari luar individu seperti bahan belajar, kompetensi
guru, suasana belajar dan fasilitas yang tersedia.
Dari hasil analisis variansi dan uji lanjut ANAVA dapat diuraikan halhal pokok sebagai hasil dalam penelitian ini, yaitu:
1. Secara umum pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen dan
demonstrasi berpengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa. Kalau ditinjau
dari masing-masing kategori keadaan awal siswa, siswa yang diberikan
pengajaran dengan pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen
lebih baik daripada siswa yang diberi pengajaran melalui metode demonstrasi.
Hal ini disebabkan pada pembalajaran dengan metode eksperimen siswa
mengalami, mengamati dan melakukan kegiatan secara langsung untuk
membuktikan suatu konsep serta siswa dapat termotivasi untuk lebih aktif
dalam mengikuti pelajaran, sedangkan pada penbelajaran dengan metode
demonstrasi siswa hanya mengamati demonstrasi yang dilakukan guru atau
salah satu temannya.
2. Keadaan awal siswa berpengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa. Siswa
yang mempunyai keadaan awal kategori tinggi mempunyai prestasi yang lebih
baik daripada siswa yang mempunyai keadaan awal kategori rendah. Karena
siswa yang memiliki keadaan awal tinggi, lebih mudah menguasai materi
pelajaran yang disampaikan guru dari pada siswa yang memiliki keadaan awal
rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut dapat berasal
dari dalam diri siswa itu sendiri dan dapat berasal dari luar siswa. Faktorfaktor dari dalam diri siswa adalah kondisi fisik, kemampuan belajar, hasrat,
motivasi, konsentrasi, perasaan, sikap dan minat. Faktor yang dari luar siswa
adalah sarana dan prasarana, suasana sekolah, kurikulum sekolah, status sosial
siswa, interaksi antara guru dan siswa, keadaan waktu dan tempat.
3. Secara khusus siswa yang diberi pengajaran dengan pendekatan keterampilan
proses melalui metode eksperimen pada siswa yang mempunyai keadaan awal
kategori tinggi maupun rendah memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap
kemampuan kognitif siswa daripada dengan metode demonstrasi. Sedangkan
untuk pendekatan keterampilan proses baik dengan metode eksperimen
maupun demonstrasi, keadaan awal siswa kategori tinggi memberikan
pengaruh yang lebih baik terhadap kemampuan kognitif siswa daripada
keadaan awal siswa kategori rendah.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil analisis yang telah
dikemukakan di depan, maka dapat disimpulkan:
1.
Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan keterampilan proses
melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan
kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. Berdasarkan analisa data
yang diperoleh, penggunaan pendekatan ketrampilan proses melalui metode
eksperimen memiliki pengaruh lebih baik dibandingkan dengan penggunaan
pendekatan ketrampilan proses melalui metode demonstrasi.
2.
Ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa untuk kategori tinggi dan
kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan
Listrik Statis. Keadaan awal siswa tinggi mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kemampuan kognitif siswa dibandingkan dengan siswa
yang memiliki keadaan awal rendah.
3. Tidak ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses melalui
metode pembelajaran dengan keadaan awal
siswa terhadap kemampuan
kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan metode eksperimen
dapat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa. Penggunaan metode
yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan dapat berpengaruh pada
kemampuan kognitif siswa, tentunya hal ini akan terwujud apabila kerjasama
antara siswa dan guru terjalin dengan baik.
2. Keadaan awal siswa akan berpengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa.
2. Implikasi Praktis
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses
melalui metode eksperimen dapat diterapkan pada pembelajaran fisika, sehingga
siswa lebih mudah untuk menguasai materi fisika dengan baik.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka
peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pada pembelajaran fisika diharapkan dapat memilih pendekatan dan metode
pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan
sehingga dapat membuat siswa lebih aktif dan berprestasi.
2. Pada pembalajaran fisika diharapkan dapat melakukan penanganan yang
berbeda kepada siswa yang memiliki keadaan awal tinggi dan rendah.
3. Besarnya pengaruh berbagai faktor terhadap keberhasilan siswa dalam
menguasai konsep-konsep fisika yang diajarkan, membutuhkan penelitian
yang lebih kompleks. Oleh karena itu, alangkah baiknya apabila setiap peneliti
lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitiannya, yaitu kemampuan
untuk melakukan analisis berbagai hal yang terlibat dalam upaya
meningkatkan penguasaan konsep siswa pada pelajaran fisika.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 1990. Evaluasi Instruksional Prinsip – Teknik – Prosedur.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharmi. 1995. Dasar-dasar Evaluasi Pengajaran. Jakarta : Bumi
Aksara.
Arikunto, Suharmi. 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Budiyono. 1998. Metodologi Penelitian Pengajaran Matematika. Surakarta: UNS
Press.
Druxes, Herbert; Born, Gernot; Simpson, Fritz. 1986. Kopendium Didaktik Fisika.
Bandung: Remadja Rosda Karya.
Hamilik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Kanginan, Marthen. 1995. IPA Fisika. Jakarta: Erlangga.
Kanginan, Marthen. 2004. Sains Fisika SMP. Jakarta: Erlangga.
M. Chabib Thoha. 1991. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Mangunwiyata, Widagdo, dan Harjono. 2000. Pokok-pokok Fisika SMP Untuk
Kelas 2. Jakarta: Erlangga.
Margono. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar.
Bandung: CV. Maulana.
Nasution, S. 1999. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Nasution, S. 2000. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Nonoh Siti Aminah. 2004. Penggunaan Anava Pada Penelitian Pembelajaran.
Surakarta: UNS Press.
Pasaribu, I.L. 1983. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Transito.
Semiawan, Conny dkk. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Slametto. 1996. Statistik Dasar. Surakarta: UNS Press.
Sudijono, Anas. 1995. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Perkasa.
Sudjana, Nana. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Suharno, dkk. 1996. Belajar Pembelajaran II. Surakarta: UNS Press.
Surachmad, Winarno. 1990. Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar. Bandung:
Tarsito.
Syaiful Bahri Djamaroh dan Azwan Zain. 1994. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
W. James Popham dan Eva L. Baker. 2003. Teknik Mengajar Secara Sistematis
(diterjemahkan oleh: Amirul Hadi, dkk). Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Winkel, W. S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo.
Download