Bagian 1 Atmosfer Bumi, Sains dan Fenomena

advertisement
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
Bagian 1
Atmosfer Bumi, Sains dan Fenomena
Kemudian Dia (Allah) menuju kepada langit, dan ia (langit masih) berupa asap,
maka (Allah) berfirman padanya (langit) dan pada Bumi datanglah kalian
(menuruti perintah-Ku) sukarela atau terpaksa……….Maka dijadikannya (langit)
tujuh langit dalam dua masa, dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya
(tugasnya)……(QS: 41(11-12))
Bumi adalah salah satu benda langit yang sangat kecil yang mengembara di jagad
raya, diantara milyaran benda-benda langit lain. Populasi benda langit ini sangatlah
besar dengan variasi yang sangat kompleks. Sejumlah benda-benda jagad raya terus
bergerak (beragam ukuran dan sifat) dengan orbit yang seringkali bersinggungan
atau berpotongan. Dengan demikian interaksi antar benda-benda jagad raya
sangatlah sering terjadi, dan masing-masing dalam kecepatan yang sangat tinggi.
Maka sesungguhnya setiap benda di jagad raya ini berpotensi dihancurkan atau
menghancurkan benda lain, ketika terjadi tumbukan. Selain itu, radiasi dan emisi
foton dari semua bintang, dengan berbagai tingkat energi, akan bergerak tanpa
penghalang dan hanya dilemahkan oleh jarak. Sehingga energi radiasi (foton) yang
bersumber dari bintang yang dekat, akan berpotensi sangat menghancurkan benda
langit tertentu, baik karena jumlahnya (intensitasnya) maupun karena energinya
(panasnya). Termasuk pada bumi kita. Tumbukan dengan benda langit lain atau
radiasi energi dari matahari, merupakan ancaman bahaya pada eksistensinya dan
kehidupan yang dibawanya.
Benda langit yang paling dekat dengan bumi adalah bulan. Satelit planet bumi ini
bergerak bersama bumi, dan mengalami lingkungan dan ancaman yang sama
bahayanya dengan bumi. Nampak dari bumi dengan walau dengan kasat mata,
permukaan Bulan tidaklah rata, banyak kawah terjadi. Para ahli berkeyakinan
kawah-kawah di Bulan merupakan dampak dari masuknya benda-benda dari
angkasa yang menumbuk permukaan Bulan. Atmosfer bulan yang sangat tipis dan
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
tidak bervariatif, menyebabkan benda-benda angkasa menumbuk permukaan bulan
dengan ukuran dan momentum yang cukup untuk membentuk kawah sampai
sedalam beberapa kilometer. Nampaknya sistem kehidupan cukup sulit bertahan
jikapun bisa hidup di Bulan. Bagaimana dengan Bumi kita?
Untuk menjaga eksistensinya, maka dalam perjalanannya diperlukan suatu desain
yang sempurna untuk bumi agar tetap berada dalam sistem jagad raya. Untuk
melindungi dari tumbukan dan radiasi foton berlebihan, diperlukan tameng yang
kuat bagi bumi. Tameng tersebut diperlukan bumi agar tidak terjadi kerusakan
selama pengembaraanya. Atmosfer merupakan tameng bumi yang didesain berlapislapis dengan masing-masing fungsi unik, saling bersinergi, dan sangat kuat.
Atmosfer bumi adalah campuran gas yang secara kimia-fisika relatif homogen pada
setiap stratanya, yang membungkus permukaan bumi, dan tetap bertahan karena
gravitasi bumi. Dibandingkan dengan diameter bumi (sekitar 12.000 km), atmosfer
merupakan lapisan tipis (ketebalan 200-500 km) larutan udara sangat mudah
dikompresi maupun diekspansi, dan mengelilingi bumi. Karena pengaruh gravitasi
bumi, maka sebagian besar gas-gas penyusun atmosfer terkompresi di bagian bawah
dekat permukaan bumi. Makin jauh jarak dari permukaan bumi, maka makin
renggang struktur gas-gas penyusun atmosfer, sehingga densitas dan tekanan udara
akan semakin rendah.
Sesungguhnya, atmosfer tidak jauh berbeda dengan lautan yang membungkus
permukaan bumi. Keduanya merupakan fluida yang membungkus permukaan bumi
dan terikat secara gravitasi. Perbedaan yang mendasar antara atmosfer dan lautan
adalah bahwa atmosfer merupakan campuran gas yang dapat dikompresi atau
ekspansi sedangkan lautan berisi cairan yang relatif tidak terkompresi. Kemampuan
kompresi dan ekspansi atmosfer, secara substansial dipengaruhi oleh tekanan,
menyebabkan berbagai fenomena atmosfer seperti angin, mendung, hujan, iklim,
cuaca, dan sebagainya (Petty 2008).
1.1.
Asal-usul Atmosfer
Atmosfer atau langit, merupakan topik kajian manusia yang sangat menarik sejak
jaman perbakala. Dalam sejarah kehidupan manusia, banyak artefak-artefak yang
menjadi bukti bahwa fokus pada pengamatan langit, telah mewarnai pola hidup
manusia. Pada dasarnya, dalam upaya untuk menata hidup material dan spiritualnya,
manusia telah mencoba mengungkap rahasia langit. Ada yang realistis, berdasarkan
pengamatan dan metodologi ilmiah, seperti teori-teori geosentris, heliosentris,
astronomi, meteorology, dan sebagainya. Namun demikian tiap babak sejarah
kehidupan manusia, ada yang mengungkapkan rahasia langit dari mitos yang
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
irrealistis, seperti ramalan bintang, keberuntungan dan kesialan bersama kemunculan
bintang tertentu, atau fenomena komet, gerhana, angin, hujan, petir, dan seterusnya,
dihubungkan dengan tanda akan ada peristiwa khusus menimpa manusia/alam.
Jika ditelaah lebih lanjut, kedua hal diatas, pendekatan realistis dan irrealistis
fenomena langit, telah membawa umat manusia pada pemahaman yang lebih baik
pada atmosfer maupun langit. Studi tentang atmosfer awalnya dilakukan untuk
memahami fenomena-fenomena yang berhubungan dengan permukaan bumi seperti
cuaca/iklim, fenomena pembiasan sinar matahari saat terbit dan tenggelam, serta
kelap-kelipnya bintang, komet, meteor, dan lain-lain. Atau bahkan dalam rangka
membuktikan apakah nasib individu seseorang atau sekelompok orang, bangsa, dan
dunia berhubungan dengan fenomena langit. Percaya atau tidak, suatu saat kedua
pendekatan itu, pendekatan realistis dan irrealistis yang benar pijakannya, akan
bertemu pada satu titik pemahaman yang mendalam bagi ilmu pengetahuan manusia,
tentang kebesaran penciptaan alam oleh Tuhan.
Bumi diperkirakan dibentuk beberapa saat setelah penciptaan jagad raya, kira-kira 5
milyar tahun yang lalu. Dan diperkirakan 500 juta pertama setelah penciptaannya,
atmosfer dengan kerapatan tinggi, berisi asap seperti pada nebula matahari,
utamanya adalah hidrogen. Bersamaan dengan proses pendinginan gas-gas lain
dibentuk dari uap dan gas (asap) yang dikeluarkan dari dalam bumi hasil reaksireaksi fusi atau asap dari luar bumi (proses pendinginan planet lain atau bintang atau
komet). Asap tersebut, diperkirakan terdiri atas utamanya hidrogen (H2), uap air
(H2O), methana (CH4), dan karbon dioksida (CO2). Sampai kira-kira 3,5 juta tahun
yang lalu, atmosfer diperkirakan terdiri atas CO2, CO, H2O, N2, dan H2. Karbon
dioksida ini menjadi dominan, karena proses oksidasi termal yang berlangsung
milyaran tahun dan tidak banyak dimanfaatkan untuk proses lain. Keberadaan air,
menyebabkan pengurangan gas CO2, melalui proses pelarutan manjadi garam
karbonat atau batuan karbonat. Bumi makin mengeras.
Pada awal penciptaan, atmosfer bumi tidak memiliki molekul-molekul atau atomatom oksigen bebas di dekat permukaan. Data-data yang menjelaskan ini tersimpan
pada formasi batuan purba yang dominan mengandung besi dan uranium, dengan
keadaan tereduksi. Unsur-unsur tersebut tidak ditemui lagi pada batuan Precambrian
dan yang lebih muda (< 3 juta tahun). Atmosfer bawah pada saat itu lebih bersifat
reduktor karena belum mengandung oksigen. Namun beberapa penyelidikan
menyebutkan pada bagian atas terdapat molekul oksigen yang cukup melimpah,
didesain untuk membentuk lapisan ozon.
Perencanaan Tuhan untuk penempatan kehidupan di bumi, mulai diproses pada masa
selanjutnya. Diperkirakan 1 juta tahun yang lalu, ketika bumi sudah cukup dingin,
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
diciptakan organisma-aquatik awal yang oleh para kosmolog dinamakan blue-green
algae (tidak ada satupun toeri ilmiah yang dengan meyakinkan dapat membuktikan
alga ini terbentuk dengan sendirinya atau karena evolusi alam). Kehidupan ini masih
terbatas pada perairan. Organisma ini, mulai ditugaskan untuk menggunakan energi
dari matahari yang tidak terserap ozone, memecah molekul air dan karbon dioksida,
dan menggabungkan kembali menjadi senyawa organik esensial dan membuat
molekul oksigen. Inilah pertama kali proses fotosintesis terjadi. Walaupun terjadi
respirasi yang melepaskan kembali CO2, tetapi pertumbuhan alga ini cukup besar
dengan mendeposit carbon ke jaringan/senyawa organiknya. Proses awal ini
berlangsung selama ratusan ribu tahun, sehingga cukup membuat akumulasi oksigen
di atmosfer. Bersamaan dengan meningkatnya oksigen (O2) tersebut, kadar karbon
dioksida (CO2) menurun. Proses ini berlangsung terus, sampai kadar oksigen di
permukaan menjadi cukup besar.
Dalam kesimpulan berbagai penelitian atmosfer awal, terdapat dua proses utama
yang mengarah pada perubahan komposisi atmosfer. Pertama, adanya tumbuhan
yang mengkonversi karbon dioksida menjadi massa jaringan organik, dengan
mengeisikan oksigen ke atmosfer. Kedua peluruhan batuan pyrite yang melepaskan
sulfur sehingga kadar sulfur di lautan menjadi tinggi. Proses oksidasi sulfur
menurunkan oksigen di atmosfer. Walaupun secara meyakinkan perubahan
konsentrasi oksigen di atmosfer ini tidak diketahui penyebab jelasnya, namun
periode naiknya oksigen ini menjadikan bumi layak bagi kehidupan hewan dan
manusia di jaman-jaman berikutnya.
Pada atmosfer bagian atas, sebagian molekul-molekul oksigen (O2) bekerja
menyerap energi UV dari matahari dan terpecah menjadi atom oksigen tunggal.
Sebagian molekul oksigen tunggal ini berkoalisi dengan molekul oksigen yang
masih ada mulai membentu ozon (O3). Ozon ini akan menyerap UV dengan panjang
gelombang yang berbeda, kembali pecah menjadi O 2 dan O. Akumulasi ozon dalam
jutaan tahun ini menghasilkan lapisan ozon di bagian atas (sekarang dikenal dengan
troposfer). Lapisan ini bereaksi terus menerus dan sangat efektif menyerap UV (200300 nm), dan melindungi permukaan bumi dari irradiasi UV kuat dari matahari.
Reaksi ini merupakan desain siklus yang berkesetimbangan di lapisan ozon
atmosfer. Keberadaan lapisan ozon ini, membuat daratan di Bumi menjadi mungkin
untuk diberi kehidupan. Radiasi yang diterima permukaan bumi menjadi lebih kecil
dan cukup untuk menjaga ikatan senyawa organik tetap utuh. Daratan di Bumi
menjadi cukup dingin, untuk memulai kehidupan. Tumbuhan produsen sederhana
dan perintis, mulai dipindahkan ke daratan.
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
Penelitian tentang asal usul atmosfer saat ini masih terus berkembang.
Perkembangan teknologi dan simulasi model, menjadikan semua usaha manusia
menguak eksistensi dan asal-usul atmosfer telah menghasilkan berbagai teori
pendekatan. Pemahaman yang benar, akan perilaku alam akan membawa manusia
mengenal proses penciptaan alam yang sangat agung. Tuhan telah mendesain dan
memproses alam ini untuk menjamin kehidupan manusia sangat sempurna.
Penyelidikan tentang proses pembentukan alam, mengarahkan semua pengetahuan
manusia pada eksistensi Tuhan. Bahwa alam ini direncanakan, bukan terbentuk
secara kebetulan. Bahkan sampai hari ini, tidak ada satupun ilmuwan tahu kenapa
ada hidrogen, dengan satu elektron dan satu proton, bagaimana tercipta? Bagaimana
hidrogen mengetahui hukum kesetimbangan muatan, dan mematuhinya? Bagaimana
elektronnya terus berputar dan tidak runtuh? Bagaimana hidrogen harus berikatan
dengan hidrogen atau atom lain agar tetap eksis? Bagaimana dengan atom lain?
Bagaimana dengan alam? Sungguh terlalu banyak yang manusia tidak ketahui dari
rencana Tuhan.
1.2. Komposisi dan Struktur Atmosfer
Dengan peralatan sensitif yang dipasang di wahana luar angkasa, kita dapat
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang atmosfer berikut fenomenafenomena yang terjadi di dalamnya.
Komposisi Atmosfer
Kompsisi atmosfer ini dijabarkan dalam kondisi normal saat ini, tanpa keterlibatan
adanya zat-zat pencemar udara. Dalam sejarahnya, komposisi atmosfer diketahui
berfluktuasi, sampai terbentuk kesetimbangan seperti sekarang. Sebagai contoh,
kadar oksigen dari hasil penyelidikan dan simulasi diketahui berfluktuasi mulai
kurang dari 3 % sampai mencapai 35 % (300 juta tahun yang lalu), sebelum
akhirnya berada dalam kesetimbangan 21 % (sejak 3 juta tahun yang lalu). Berbagai
proses reaksi kimia, kondisi fsika, dan interverensi biokimia, telah berangsur-angsur
membentuk komposisi atmosfer yang setimbang.
Pada lapisan atmosfer lebih atas, oksigen berperan dalam reaksi siklus pembentukan
dan pemecahan ozon. Sedangkan pada lapisan bawah (troposfer), oksigen sangat
dipentingkan dalam reaksi oksidasi baik secara kimia maupun biokimia (oleh
makhluk hidup). Proses-proses ini merupakan bagian dari pembentukan komposisi
atmosfer ideal untuk kehidupan di muka bumi. Gambaran perubahan kadar oksigen
atmosfer tersebut dapat dilihat pada grafik dalam Gambar 1, berikut ini:
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
Gambar 1 Perubahan kadar
oksigen atmosfer
Secara umum komposisi saat ini atmosfer kering (tanpa kandungan air) adalah 78,6
% (volume) nitrogen (N2), 21 % oksigen (O2), 0,9 % argon (Ar), 0,03 % karbon
dioksida (CO2), dan berbagai jenis gas-gas pada level yang sangat kecil (kurang dari
0,002 %) seperti neon (Ne), helium (He), metana (CH 4), kripton (Kr), hidrogen (H2),
nitous oksida (NOx), xenon (Xe), sulfur oksida (SOx), ozon (O3) ammonia (NH3),
karbon monoksida (CO), dan sebagainya. Normalnya, air terkandung dalam
atmosfer sebagai bentuk uap air sebesar 1-3 % volume (Manahan 2000). Gas-gas
penyusun atmosfer dapat dikategorikan menjadi dua golongan, dan dapat dilihat
pada Tabel 1, yaitu:
gas-gas penyusun dengan konsentrasi relatif tetap (permanent gases) pada
kondisi normal, yaitu nitrogen (N2), Oksigen (O2), Argon (Ar), Neon (Ne),
Helium (He), Hydrogen (H2), Xenon (Xe)
gas-gas penyusun dengan konsentrasi bervariasi (variable gases) pada
kondisi normal, tergantung latitude, dan kondisi atmosfer setiap saat. Gasgas tersebut adalah uap air (H2O) mulai 0-4 %, karbon dioksida (CO2)
sekitar 0,038 %, methana (CH4) sekitar 0,00017 %, dinitrogen oksida
(N2O), ozone (O3), dan kloroflorokarbon (CFCs) dalam kadar sangat kecil.
Tabel 1 Komposisi Atmosfer Normal
Gas-gas Permanen
Nitrogen (78,08 %)
Oksigen (20,95 %)
Neon (0,0018 %)
Helium (0,0005 %)
Xenon (sangat kecil)
Gas-gas bervariasi
Uap air (0 - 4 %)
Karbon dioksida (0,038 %)
Metana (0,00017 %)
Nitous oksida (sangat kecil)
Ozon (sangat kecil)
CFC (sangat kecil)
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
Struktur Atmosfer
Secara umum atmosfer, dipelajari dengan membaginya menjadi dua yaitu regional
rendah (lower) dan regional atas (upper). Regional bawah adalah atmosfer dari
permukaan bumi sampai ketinggian kira-kira 50 km. Studi untuk regional ini
merupakan studi meteorologi. Sedangkan studi regional atmosfer atas (> 50 km),
dikenal dengan studi aeronomi.
Dari total kebalan atmosfer, kira-kira 500 km lebih dari permukaan bumi, terdapat
zona (sampai sekitar 90 km) dengan komposisi gas yang relatif tetap dalam
perbandingannya. Zona ini berisi gas-gas inert (N2, O2, He, Ar) yang berinteraksi
dengan energi radiasi yang cukup lemah. Sedangkan bagian zona atas (>100 km),
merupakan zona yang menerima radiasi dengan intensitas dan energi yang sangat
tinggi. Energi spektrum ini memungkinkan terjadinya reaksi molekuler untuk
ionisasi, fotolisis, radikalisasi, dan sebagainya. Pada zona ini komposisi menjadi
tidak seragam baik karena perubahan altitude maupun latitudnya. Berdasarkan
kehomogenan komposisi dan kerapatan pada setiap ketinggian (altitude) dibagi
dalam dua lapisan, yaitu:
 Lapisan homosfer, merupakan lapisan bawah atmosfer (kurang dari 80 km)
yang terdiri atas campuran gas permanen 99,9 % massa atmosfer total dengan
perbandingan komposisi tertentu yang tetap untuk setiap segmen altitud. Secara
kimia homogen/larutan homogen, pada ketinggian yang sama komposisi kimia
dan sifat fisika gas-gas penyusunnya relatif homogen. Jadi lapisan homosfer ini
tersusun atas lapisan-lapisan homogen yang tersusun sampai ketinggian 80 km.
Terdiri atas troposfer, stratosfer, dan mesosfer.
 Lapisan heterosfer, lapisan di atas homosfer yang terdiri atas gas-gas lebih
ringan (seperti hidrogen dan helium). Dominasi gas-gas ini berubah karena
perbedaan altitude (lihat Gambar 2), sehingga perbandingan komposisi berubahubah, karena diisi dengan gas-gas yang relatif lebih ringan, mono atau diatomic
(seperti hidrogen dan helium). Komposisi yang kurang dari 0,1 % dari massa
atmosfer, volume ruang yang sangat besar, dan tekanan yang sangat rendah,
menyebabkan distribusi gas-gas di lapisan ini sangat besar. Jarak antar gas relatif
jauh, tidak banyak interaksi. Parcel gas-gas dilapisan ini sangat besar
dipengaruhi radiasi dan keadaan luar atmosfer. Pada lapisan heterosfer ini
komposisi berubah/heterogen walaupun di altitude yang sama, salah satunya
karena intensitas radiasi yang berfluktuasi sangat besar di siang dan malam, serta
kapasitas panas yang rendah dari gas-gas yang mayoritas monoatomik, radikal,
atau dalam keadaan tereksitasi.
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
Gambar 2 Perubahan
Komposisi Atmosfer vs.
Altitude
Pembagian lapisan atmosfer juga dapat dilakukan dengan mempelajari sifat
keteraturan perubahan sifat fisik (tekanan dan temperatur). Dalam hal ini, atmosfer
bumi dibagi menjadi 4 lapisan utama. Keempat lapisan utama tersebut adalah:
troposfer, berada dalam ketinggian dari permukaan bumi sampai
ketinggian rata-rata 11 km, temperature rata-rata 15 oC dipermukaan laut
menurun dengan bertambahnya ketinggian sampai kira-kira -56 oC di
bagian atas (tropopause),
stratosfer, dari ketinggian rata-rata 11 km sampai kira-kira 50 km,
temperature rata-rata naik dari -56 oC sampai -2 oC di bagian atas
(stratopause), kenaikan temperature ini utamanya karena penyerapan
radiasi ultraviolet oleh ozon di atmosfer,
mesosfer, lapisan diatas stratosfer (50 km) sampai dalam ketinggian ratarata 85 km , profil temperatur sama dengan troposfer, menurun dengan
bertambahnya ketinggian, dari -2 oC sampai sekitar -92 oC di bagian
lapisan paling atas (mesopause).
termosfer, merupakan lapisan yang paling tinggi dari atmosfer mulai 85
km sampai dengan rata-rata 500 km, berisi lapisan gas dengan kerapatan
rendah, profil temperatur naik sampai 1200 oC, kenaikan ini utamanya
karena penyerapan radiasi dengan panjang gelombang < 200 nm oleh
spesies gas-gas penyusun termosfer.
Diantara tiap-tiap dua lapisan atmosfer, terdapat lapisan antara (transisi) yang
merupakan batas antar muka kedua lapisan. Lapisan batas (antara) berfungsi utama
adalah menjaga eksistensi masing-masing lapisan tidak bercampur. Ada 3 lapisan
transisi di atmosfer, yaitu:
tropopause, lapisan transisi antara troposfer dan stratosfer
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
stratopause, lapisan transisi antara stratosfer dan mesosofer, dan
mesopause, lapisan transisi antara mesosfer dan termosfer
Secara ringkas, struktur vertikal atmosfer dan fungsi umum setiap lapisan dapat
diperhatikan pada Gambar 3.
Masing-masing lapisan dan lapisan antara
digambarkan dengan ketinggian rata-rata. Pada kenyataannya batas altitude masingmasing lapisan akan bervariasi sesuai dengan latitude tiap zona.
Setiap lapisan utama dan lapisan transisi atmosfer, mempunyai karakteristik dan
peran spesifik, merupakan bagian sistem atmosfer. Sistem atmosfer ini didesain
dalam rangka menopang kehidupan manusia dan kelangsungan sistem lingkungan di
bumi. Sinergi setiap lapisan ini diciptakan dengan tugas masing-masing, untuk
bersama-sama membuat kondisi bumi sangat layak untuk berlangsungnya
kehidupan.
Gambar 3 Pembagian Lapisan Atmosfer , Komposisi, Profil, dan Temperatur
Keberlangsungan dinamika di atmosfer dan kehidupan di bumi, digerakkan dengan
energi dari matahari. Matahari dengan reaksi fusi yang telah terus berlangsung
miliyaran tahun, secara kontinyu mengemisikan dan meradiasikan energi dalam
jumlah yang sangat besar. Energi ini yang sampai ke atmosfer luar bumi, terlalu
besar untuk kehidupan di permukaan bumi. Atmosfer dengan lapisan gas-gas yang
spesifik, menggunakan untuk reaksi, memantulkan, menyerap (absorb) dan
menyaring (screen) energi matahari dalam jumlah yang sangat besar tersebut. Hanya
sebagian kecil yang diteruskan sampai ke permukaan bumi. Energi (spectrum) yang
diteruskan ke bumi ini, merupakan jumlah yang cukup untuk digunakan
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
melangsungkan kehidupan di bumi. Dengan berbagai proses fisika kimia di atmosfer
ketika berinteraksi dengan spectrum energi radiasi matahari, maka semua fenomena
atmosfer terjadi. Langit tampak biru terang atau kemerahan, aurora, perpendaran
(flouresense dan fosforesensi), sirkulasi atmosfer, angin, hujan, musim, pemanasan
global, dan sebagainya merupakan beberapa saja fenomena yang sampai saat ini
mampu dipelajari manusia. Secara prinsip, interaksi energi radiasi matahari dengan
gas-gas atmosfer pada tiap lapisannya dapat dirangkum seperti pada Gambar 4,
berikut ini:
Gambar 4 Interaksi radiasi matahari pada tiap lapisan atmosfer dan
perubahan takanan atmosfer
1.2.1.
Troposfer
Troposfer merupakan lapisan atmosfer yang paling dekat dan berinterakasi langsung
dengan permukaan bumi. Posisi ini menyebabkan dinamika pada keduanya, baik di
permukaan bumi maupun di troposfer, akan saling mempengaruhi satu sama lain.
Perubahan tekanan atau suhu di troposfer akan berpengaruh pada dan juga
dipengaruhi oleh permukaan bumi. Bentuk permukaan bumi (terrain atau
kekasaran), akan sangat berpengaruh pada turbulensi troposfer. Perubahan
komposisi troposfer juga sangat besar karena pengaruh emisi gas-gas dari bumi.
Pencemaran karena kegiatan manusia sangat berpengaruh besar pada lapisan
troposfer ini. Perubahan tekanan, aliran, suhu, dan stabilitas troposfer, akan
berpengaruh langsung pada permukaan bumi. Sebaliknya, fenomena hujan, uap air,
angin, badai, kekeringan dan seterusnya, merupakan contoh keadaan di bumi yang
langsung dipengaruhi oleh kondisi troposfer.
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
Kekhasan tiap lapisan atmosfer dibentuk olah sejumlah gas-gas yang menjadi
konstituennya. Kuantitas gas penyusun atmosfer, terdistribusi mulai dari lapisan
bawah sampai dengan lapisan atas. Distribusi ini, karena gravitasi bumi yang cukup
kuat dan perbedaan berat jenis gas, tidaklah seragam. Gas-gas sebagian besar
terkonsentrasi di bagian bawah, dekat dengan permukaan bumi. Makin ke atas,
konsentrasi dan kerapatan gas-gas makin kecil, sedangkan volume relatif makin
besar. Lapisan troposfer, berisikan kira-kira lebih dari 80 % total massa atmosfer.
Gas-gas yang berada dalam troposfer merupakan gas-gas poliatomik dan berdensitas
relatif lebih besar. Gas-gas rumah kaca, oksigen dan nitrogen dominan di lapisan
troposfer. Uap air, awan, hujan (presipitasi), merupakan variable gas yang sangat
berpengaruh besar pada fenomena troposfer.
Gambar 5 Absorbsi Spektrum
oleh beberapa gas rumah kaca
Gas Rumah Kaca (GRK), sebagian ditinjukkan pada Gambar 5 diatas, adalah gasgas poliatomik yang menjadi konstituen atmosfer, baik alamiah maupun karena
kegiatan manusia, yang menyerap dan mengemisikan kembali radiasi inframerah
(energi panas). Secara alamiah GRK ini berkontribusi besar dalam menjaga suhu
atmosfer tetap hangat untuk menopang reaksi kimia dan biokimia di permukaan
bumi. Dalam termodinamika kimia, zat-zat poliatomik ini menyerap energi tinggi
(UV panjang atau IR) dan setelah mengalami proses internal molekul (dilatasi,
translasi, dan sebagainya) akan mengemisikan kembali dalam bentuk spektrum
dengan energi labih rendah (gelombang lebih panjang dan panas). Mekanisme
tersebut terkait dengan kesetimbangan energi yang terjadi di lapisan troposfer.
Secara parsial umum, energi/panas yang bekerja di atmosfer (kususnya di troposfer)
disebabkan oleh 2 sumber (angka-angka dalam kurung menunjukkan perbandingan
relatif dari total energi yang bekerja di permukaan bumi) seperti pada Gambar 6,
yaitu:
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena


Radiasi matahari (100 bagian) yang sampai ke lapisan troposfer, dan
IR permukaan bumi (104 bagian) konveksi,kondensasi (29 bagian)
Energi radiasi matahari (100 bag.) yang masuk ke bumi, dipantulkan kembali ke luar
troposfer oleh lapisan gas atas yang sebagian besar adalah gas-gas rumah kaca,
sebesar 25 bagian. Sebesar 25 bagian yang lain diserap oleh gas-gas rumah kaca, ,
diemisikan kembali dalam bentuk spectrum gelombang yang lebih panjang (infra
merah) untuk digunakan menghangatkan dan menjaga stabilitas temperature
atmosfer. Sedangkan 50 bagian diteruskan hingga ke permukaan bumi, sifat padat
permukaan bumi memantulkan kembali sebagian spectrum keluar atmosfer sebesar 5
bagian.
Gambar 6 Kesetimbangan
energi di troposfer
Bagian yang diserap permukaan bumi (45) akan dikonversi menjadi energi
konveksi/kondensasi (29) dan radiasi infra merah permukaan bumi ((104-88=16)
bagian). Energi yang diserap lapisan greenhouse gas (sebesar 158 bagian: 25 bagian
dari matahari, 29 bagian dari konveksi/kondensasi di permukaan bumi, dan 104
bagian dari radiasi IR permukaan bumi), sebagian akan dikembalikan ke atmosfer.
Sebanyak 88 bagian digunakan untuk menghangatkan atmosfer bawah, dan 70
bagian dilepaskan kembali ke atmosfer atas/space.
Secara umum, energi matahari yang diserap atmosfer (25 bagian) dan diserap
permukaan bumi (45 bagian), secara kesetimbangan dilepaskan kembali dalam
bentuk radiasi infra merah ke luar atmosfer (total 70 bagian) setelah mengalami
berbagai proses reaksi/termodinamika di bumi, dan atmosfer bawah. Jeda waktu
penyerapan dan pelepasan kembali, merupakan desain pemanfaatan energi, yang
diatur dengan hukum kekekalan energi. Proses-proses di atmosfer bawah merupakan
proses konversi energi dari satu bentuk ke bentuk lain, sebelum semuanya
dilepaskan kembali ke luar atmosfer. Dengan cara demikian maka suhu permukaan
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
bumi/atmosfer bawah relatif konstan (berada dalam kesetimbangan), dan dibuat
nyaman untuk menopang kehidupan.
Kerapatan gas-gas penyusun troposfer yang makin kecil dengan bertambahnya
ketinggian. Secara termodinamika perubahan kerapatan (ρ) tersebut akan
menyebabkan temperature menurun pada elevasi/altitude lebih tinggi. Penurunan
temperature lingkungan dengan bertambahnya altitude pada troposfer rata-rata
sebesar 6,5 0C/km. Fenomena perubahan temperature sebagai fungsi perubahan
ketinggian di atmosfer (altitude) tersebut dinamakan lapse rate. Topik ini akan
dibahas lebih jelas pada sub bab termodinamika atmosfer (lapse rate).
1.2.2.
Stratosfer
Lapisan Stratosfer merupakan lapisan yang berada di atas troposfer. Kedua lapisan
ini dibatasi oleh lapisan batas, tropopause, merupakan kondisi perubahan lapse rate
(dari lapse rate negatif (troposfer) menuju lapse rate positif (stratosfer)). Ketebalan
stratosfer kira-kira 40 km (altitude 10-16 km sampai dengan sekitar 50 km). Lapisan
ini ditandai dengan naiknya temperatur lingkungan sebagai fungsi pertambahan
altitude. Fenomena ini disebabkan penyerapan spektrum ultra violet (UV) energi
yang lebih tinggi di bagian lebih atas, karena makin banyaknya molekul-molekul
poliatomik. Sedangkan di bagian lebih bawah, penyerapan spektrum UV lebih
rendah, sebanding dengan penurunan jumlah molekul poliatomik dan meningkatnya
molekul diatomic atau monoatomik. Secara termodinamika, molekul poliatomik
akan menyerap spektrum energi tinggi yang sesuai dan berpotensi meradiasikan
spektrum infra red (IR) lebih besar.
Lapisan stratosfer bagian atas didominasi oleh proses pembentukan ozon dengan
menyerap energi UV tinggi, dan meradiasikan IR tinggi. Sedangkan bagian bawah,
didominasi oleh proses pemecahan ozon dengan menyerap UV lebih rendah, dan
meradiasikan IR lebih rendah dibanding bagian atas. Secara termodinamika, IR
mempunyai panjang gelombang lebih pendek dibanding UV. Spektrum panjang
gelombang lebih panjang (energi rendah) akan menimbulkan efek panas, sedangkan
spektrum panjang gelombang lebih pendek (energi lebih tinggi) lebih menimbulkan
efek perubahan ikatan molekuler.
Desain penyerapan dan radiasi spektrum di lapisan stratosfer ini (dalam pngetahuan
manusia) ditujukan untuk melindungi permukaan bumi dari menerima radiasi UV
yang berlebihan. Seperti dijelaskan sebelumnya, spektrum yang diradiasikan
matahari sangat kompleks, dari paket energi sangat tinggi sampai paket energi
sangat rendah. Sehingga ada yang sangat diperlukan sebagai sumber energi di
kehidupan bumi, namun spektrum yang energinya tinggi tidak mampu diterima
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
sistem kehidupan di bumi. Dalam hal ini, Tuhan mendesain filter spektrum dengan
membuat atmosfer berlapis-lapis, sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pada lapisan
stratosfer, fungsi ini diwakili oleh desain siklus pembentukan dan pemecahan ozon
dilapisan ozonosfer (stratosfer).
Siklus pembentukan dan pemecahan ozon memanfaatkan spektrum radiasi ultra
violet dengan panjang gelombang 185 – 240 nm dan 280 – 320 nm. Hal ini
dijelaskan oleh Crutzen Molina & Rowland (peraih nobel fo chemistry, 1995).
Dalam penjelasannya disebutkan, secara alamiah pembentukan ozon dan pemecahan
ozon terjadi secara alaiah dan merupakan siklus yang berkesetimbangan,
diperkirakan reaksinya sebagai berikut:
pembentukan ozon (O3) alamiah (menyerap UV λ » 185-240 nm)
O2 + hv  2 O
O + O 2  O3
dan pemecahan ozon alamiah (menyerap UV λ » 280-320 nm)
O3 + hv  O + O2
O + O 3  2 O2
Dan lebih detail telah dijelaskan memalui “Chapman Reactions”, bahwa ozon
terbentuk melalui rekasi yang sama dengan di atas. Selanjutnya, ketika ozon yang
terbentuk menyerap UV, akan terjadi kesetimbangan reaksi pemecahan dan
pembentukan (Chapman 1930):
O3 + hv -> O2 + O
O + O2 -> O3
(3)
(2)
atau ozon juga bisa mengalami pemecahan ketika bereaksi dengan O radikal, yang
berada di atmosfer, hasil reaksi pemecahan oksigen, seperti reaksi 1 di atas:
O + O3 -> O2 + O2
(4)
Pada reaksi-reaksi di atas, proses pembentukan ozon, makin lambat dengan
bertambahnya altitude, sementara proses pemecahan ozon makin cepat. Pada area
kesetimbangan pembentukan-pemecahan ozon, jumlah energi dan gas terlibat dalam
reaksi juga setimbang. Sehingga secara relatif jumlah ozon (O 3), oksigen (O2) dan
oksigen radikal (O) dalam kondisi steady, diatur dengan kuantitas penyerapan
spektrum UV. Secara alamiah, jumlah elemen yang terlibat dalam reaksi ini
sebanding dengan jumlah UV energi menengah (185 nm – 320 nm) yang masuk ke
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
atmosfer. Dengan demikian tidak ada sisa spektrum UV energi menengah yang
signifikan untuk bisa terus sampai ke permukaan bumi.
1.2.3.
Mesosfer
Lapisan mesosfer ditandai dengan penurunan suhu (temperatur) udara dengan
bertambahnya altitude (ketinggian dari permukaan bumi). Laju penurunan
temperatur tersebut dilaporkan rata-rata 0,4°C per seratus meter. Penurunan suhu
(temperatur) udara ini menandakan mesosfer memiliki kesetimbangan termal
negatif.
Temperatur tertinggi di mesosfer hampir mendekati -2 °C, di dekat stratopause.
Sedangkan di bagian paling atas mesosfer dekat dengan mesopause, yaitu lapisan
batas antara mesosfer dengan lapisan termosfer, temperaturnya diperkirakan
mencapai sekitar -92 °C. Di daerah mesosfer ini, kadang teramati sebagai daerah
dengan fenomena aurora. Ini terjadi karena proses ionisasi gas-gas yang
menyusunnya. Pada struktur atmosfer yang dijelaskan sebelumnya (lihat gambar 3),
mesosfer dan termosfer masuk dalam wilayah ionosfer. Pada wilayah ionosfer ini,
proses reaksi yang dominan adalah ionisasi karena gas-gas menerima radiasi
spektrum energi lengkap dari matahari. Spektrum energi tinggi ini yang sangat
berpengaruh pada orbital elektron setiap atom, sehingga terjadi proses-proses yang
berkaitan dengan ionisasi.
Diperkirakan perubahan temperatur pada mesosfer sebanding dengan jumlah ozone
yang menyerap UV panjang gelombang menengah (λ : 100 nm - 350 nm). Pada
lapisan mesosfer ini konsentrasi gas ozon makin berkurang tajam ketika altitude
makin tinggi, sehingga UV terserap juga makin sedikit. Sebagai akibatnya suhu
makin ke atas akan makin turun.
1.2.4.
Termosfer
Lapisan ini merupakan tempat terjadinya ionisasi partikel-partikel yang dapat
memberikan efek pada perambatan/refleksi gelombang radio, baik gelombang
panjang maupun pendek. Disebut dengan termosfer karena terjadi kenaikan
temperatur (inversi) yang sangat tinggi pada lapisan ini. Temperatur pada lapisan
termosfer ini sangat tergantung pada aktifitas matahari (sunspots atau flares).
Karena kuatnya radiasi matahari (active sun), maka suhu di termosfer padal lapisan
paling atas sangat tinggi, mencapai sekitar 1700 0C . Namun pada aktivitas matahari
yang cukup rendah, seperti malam hari atau kondisi quiet sun, suhu termosfer
menjadi cukup rendah, sekitar 300 0C. Pengurangan altitude, menyebabkan
perubahan suhu termosfer menurun sangat besar. Perubahan ini terjadi karena
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
menurunnya serapan radiasi sinar ultra ungu terutama UV gelombang
pendek (< 0.1 μm) oleh gas-gas penyusun termosfer.
sangat
Secara prinsip, radiasi UV sangat pendek dari spektrum matahari, diserap oleh
molekul-molekul gas dengan sangat baik sehingga memanaskan daerah ini. Pada
lapisan ini, molekul-molekul gas yang ada (seperti O2 akan bertindak sebagai emitter
IR) dan mengalami reaksi dissosiasi (fotolisis) dengan energi tinggi UV gelombang
pendek sehingga terjadi kelangkaan molekul poliatomik. Kelangkaan molekul
poliatomik ini menyebabkan emisi IR rendah, dan energi tetap tersimpan pada
molekul gas di region ini.
Pada bagian atas termosfer, radiasi UV pendek begitu kuat menyebabkan reaksi
kimia (ionisasi). Hasil rekasi ionisasi ini membentuk lapisan bermuatan listrik yang
dikenal dengan nama ionosfer. Lapisan ionosfer ini yang kemudian diketahui dapat
memantulkan gelombang radio dan menyebabkan atmosfer memiliki sifat-sifat yang
sangat penting.
Gambar 7
Kesetimbangan energi
di troposfer
1.3.
Dinamika Atmosfer Bawah
Atmosfer bawah adalah atmosfer yang sebagian sifatnya dipengaruhi oleh aktifitas
yang ada di bumi. Bagian atmosfer termasuk dalam kajian ini adalah troposfer dan
stratosfer. Ketebalan troposfer bervariasi dengan perubahan latitude. Di atas equator
rata-rata ketinggian troposfer sekitar 18 km, sementara di atas kutub (utara/selatan)
ketebalan troposfer hanya sekitar 8 km. Ketebalan ini diukur dengan menentukan
ketinggian tropopause. Menurut kesepakatan WMO (world Meteorological
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
Orgaization), tropopause didefinisikan sebagai level terendah dimana laju
penurunan temperatur karena perubahan ketinggian (temperature lapse rate) menjadi
2 K/km atau kurang dan rata-rata lapse rate pada level ini dan 2 km berikutnya tidak
melebihi 2 K/km (Holton, et al. 1995). Dari pengukuran perubahan temperatur di
atmosfer ini, diketahui tropopause berada pada level ketinggian maksimum di atas
daerah tropis dan menurun hingga di atas kutub. Nama troposfer sendiri diberikan
olah ahli meteorologi Inggris, Sir Napier Shaw, diambilkan dari bahaya Yunani,
tropos, yang artinya perubahan atau pertukaran (turning). Troposfer merupakan
daerah turbulensi dan percampuran (mixing).
Dalam tinjauan cuaca, troposfer mengadung hampir semua uap air dan 80 % massa
udara yang ada di atmosfer. Dinamika troposfer ditentukan oleh pergerakan udara
baik vertikal dan horizontal, karena perbedaan tekanan dan suhu pada altitude dan
latitude yang berbeda. Dalam banyak kepentingan studi berkaitan dengan fenomena
yang terjadi, troposfer dibagi dalam dua lapisan, lapisan batas planetari (planetary
boundary layer) dan lapisan troposfer bebas (free troposphere). Lapisan batas
planetari membentang dari permukaan bumi sampai sekitar 1 km, dan troposfer
bebas dengan ketinggian lebih dari 1 km.
Ketika parcel (paket) udara bergerak vertikal, temperatur akan berubah sebagai
respon turunnya tekanan lokal. Suatu parcel udara akan mengalami ekspansi pada
tekanan yang lebih rendah, sehingga suhu parcel akan menjadi lebih rendah. Sebagai
gambaran, parcel udara yang ditransport dari permukaan menuju ketinggian 1 km
dapat mengalami penurunan temperatur 5 – 10 oC, tergantung pada kandungan air
yang dibawanya. Tekanan uap air (jumlah uap air stabil dalam parcel udara) sangat
tergantung pada temperatur. Ketika udara bergerak naik, temperatur turun, maka
tekanan uap air juga akan turun. Karena jumlah uap air yang terbawa dalam parcel
tetap, maka perbandingannya dengan jumlah uap stabil akan semakin besar.
Perbandingan ini dikenal dengan kelembaban relatif (relative humidity, RH) dalam
parcel. Sebagai hasilnya, pergerakan udara keatas beberapa ratus meter dapat
menyebabkan RH mencapai 100 %, dan selanjutnya menjadi superjenuh. Kondisi
ini ditandai dengan fenomena pembentukan awan (Seinfeld and Pandis 2006).
Pergerakan udara vertikal di atmosfer merupakan akibat dari (Seinfeld and Pandis
2006):
1.
2.
3.
4.
Konveksi dari pemanasan energi matahari pada permukaan bumi
Aliran konvergen atau divergen horisontal
aliran horisontal melewati roman topografi pada permukaan bumi
pelayangan atau pengapungan disebabkan oleh pelepasan panas laten ketika
air terkondensasi.
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena
Refferensi
Chapman, S. "A theory of upper-atmosphere ozone." Mem. Roy. Meteorological
Society, 1930.
Fenger, Jes, and Jens Christian Tjell, . Air Pollutan, from a Local to a Global
Perspective. 1st. RSC Publishing, Polyteknisk Forlag, 2009.
Holton, J.R, P.H. Haynes, M.E. McIntyre, A.R. Douglass, R.B. Rood, and L. Pfister.
"Strattosphere-troposphere exchange." Rev. Geophysics. vol 33, 1995: 403-439.
Manahan, Stanley E. The Atmosphere and Atmospheric Chemistry-Environmental
Chemistry. Boca Raton: CRC Press LLC, 2000.
Petty, Grant W. A First Course in Atmospheric Thermodynamics. 1st . Madison,
Wisconsin: Sundog Publisher, 2008.
Seinfeld, John H, and Spyros N Pandis. Atmospheric Chemistry and Physics, from
Air Pollution to Climate Change. 2nd edition vols. Hoboken, New Jersey: John
Wiley & Sons. Inc., 2006.
Trenberth, K.E, and L Smith. "The mass of the atmosphere: A constraint on global
Analysis." Journal of Climate vol 18, 2005: 864-875.
Download