Deflasi, Slogan Jualan Politik Mengkhawatirkan

advertisement
TRIBUN TIMUR, RABU, 4 MARET 2009 | 23:59 WITA
Deflasi, Slogan Jualan Politik Mengkhawatirkan
Oleh Marsuki Dosen Fakultas Ekonomi Unhas
Ist
Persoalan utama saat ini adalah bagaimana upaya yang harus dilakukan para pemangku
kepentingan yang bertanggung jawab untuk mengatasi deflasi adalah melakukan keja sama
secara terkoordinasi
DI tengah krisis ekonomi yang masih melanda, persoalan deflasi yang sudah terjadi selama
dua bulan terakhir ini tampaknya menjadi suatu fenomena yang menarik untuk diulas.
Alasannya karena, di satu sisi ada pihak yang mengklaim bahwa deflasi atau inflasi negatif
akibat perubahan indeks harga menurun merupakan suatu kondisi yang diharapkan.
Sedangkan pihak lain menganggap sebaliknya, justru itu mengkhawatirkan dan dapat
merugikan.
Dari perspektif referensi teori ekonomi dasar misalnya, alasan ke dua pendapat yang
berseberangan itu, sebenarnya ada benarnya, tergantung dari sisi mana kita memandang,
atau penting dan tidaknya persoalan tersebut. Misalnya, dalam perspektif pihak yang
menganggap kecendrungan deflasi adalah baik karena itu dapat menunjukkan suatu
prestasi, biasanya berasal dari pendapat pihak yang mau dan sedang memerintah.
Alasannya, karena seakan membuktikan bahwa strategi dari berbagai kebijakan ekonomi
dan keuangan yang akan atau telah diimplementasikan otoritas fiskal dan moneter dapat
dikendalikan secara efektif, terutama dalam kaitan menjaga dan meningkatkan kemampuan
daya beli masyarakat konsumen khususnya yang rendah akibat suatu kejadian ekonomi
yang berat, seperti krisis.
Tapi oleh pihak lainnya, terutama pihak yang merasa dirugikan, diantaranya pengusaha,
pedagang maupun pelaku yang menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan konsumen,
seperti para petani khususnya, deflasi sebenarnya merupakan sinyal atau indikasi yang
kurang baik karena akan dapat merugikan mereka, akibat kemungkinan keuntungan dari
kegiatan produktif yang mereka lakukan akan tergerus.
Bahkan yang lebih berbahahaya dapat mematikan spirit atau motivasi mereka untuk
perproduksi, berdagamg maupun berinvestasi, sehingga kegiatan sektor riil produktif akan
melambat atu lumpuh.
Dari dua penjelasan singkat tersebut, maka sepertinya persoalan deflasi atau inflasi negatif
tersebut menjadi suatu fenomena yang sedikit membingungkan, sehingga seakan berlaku
anekdot "dimakan, ibu akan mati, tidak dimakan, bapak yang akan mati".
Pantaslah ada pihak yang bertanya, bagaimana seharusnya memahami atau memaknai
persoalan deflasi atau inflasi negatif tersebut, sehingga gejala ekonomi tersebut justru dapat
bermanfaat bagi semua pihak, baik yang mendukung deflasi maupun yang menentang
deflasi. Tentu saja jawabannya tidak mudah dan pasti, bahkan mungkin dapat
1
diperdebatkan lagi.
Sederhananya, untuk memahami mengapa terjadi deflasi, maka itu dapat dilakukan dengan
memahami faktor-faktor yang menyebabkan inflasi dapat menjadi negatif. Pada dasarnya
inflasi yang terjadi dapat disebabkan oleh banyak faktor.
Misal dalam kaitannya dengan perekonomian Indonesia, itu dapat terjadi akibat empat
faktor, yakni dari sisi permintaan inflasi timbul sebab lebih besarnya kemampuan belanja
konsumen dibanding dengan persediaan barang dan jasa yang akan dibeli (demand pull
inflation). Kemudian dari sisi penawaran, utamanya sebagai akibat tingginya biaya produksi
dunia usaha dalam menghasilkan barang dan jasa sesuai yang diminta konsumen (cost
push inflation).
Belum Membaik
Juga inflasi akibat adanya persoalan struktural dalam perekonomian (structural inflation),
seperti akibat sulitnya arus distribusi barang dan jasa karena persoalan geografis, maupun
karena adanya praktek bisnis yang tidak beretika dari para pelaku utama penyedia barang
dan jasa. Sedangkan sumber keempat inflasi berasal dari pengaruh hubungan ekonomi
dengan negara partner dagang luar negeri (import inflation).
Sehingga ringkasnya, deflasi dapat terjadi adalah akibat pengaruh sebaliknya dari penyebab
inflasi tersebut di atas. Seperti karena permintaan konsumen dan biaya-biaya produksi
dunia usaha yang menurun. Semakin membaiknya faktor struktural perekonomian, maupun
menurunnya harga-harga produk impor.
Persoalannya, apakah demikian sederhana kejadian yang sebenarnya? Tampaknya jelas
tidak seperti itu. Karena kalau demikian, maka kondisi yang terjadi saat ini seakan
menggambarkan perekonomian telah mengalami perbaikan signifikan, padahal
kenyataannya jelas belum demikian, bahka justru mengkhawitirkan.
Sebab, penurunan harga yang cendrung terjadi saat ini hingga menuju deflasi
perekonomian, adalah akibat rentetan peristiwa yang menunjukkan akan semakin sulitnya
arah perkembangan perekonomian nasional. Seperti, semakin rendahnya daya beli
masyarakat sehingga permintaan mereka berkurang, akibat kemampuan keuangan mereka
menurun.
Begitupun dunia usaha, saat ini biaya rendah bukan karena terjadinya efisiensi ekonomi dari
skala usaha mereka, tapi semakin turunnya jumlah produksi akibat lemahnya permintaan
produk-produk mereka di pasar. Apalagi dari sisi faktor struktural, jelas sejak masa krisis
saat ini semakin menunjukkan masalah yang semakin kompleks jadi bukan semakin
membaik, di antaranya semakin sulitnya arus distribusi.
Demikian juga dari sisi faktor impor, harga-harga produk impor justru tidak menurun, malah
semakin mahal akibat nilai tukar rupiah yang semakin lemah, sehingga jumlah barang impor
input produktif yang menurun.
Dengan kenyataan tersebut berarti deflasi yang terjadi saat ini adalah masalah besar yang
sangat mengkhawatirkan perekonomian nasional, karena tidak memberikan sinyal positif
yang dapat memberi harapan bagi pelaku ekonomi siapa saja. Sehingga jika tidak cepat
ditangani oleh pihak-pihak yang berkompoten, maka deflasi ini akan menjadi masalah
nasional yang sangat berat diatasi nantinya.
2
Maka dari perspektif kepentingan politik misalnya, deflasi adalah jualan politik yang dapat
mematikan, terutama bagi pihak-pihak yang bermaksud menggunakan slogan ini untuk
memenangkan pemilu politik yang sudah semakin dekat.
Memang sekilas, deflasi seakan sesuatu yang dapat memberi harapan, tapi kenyataannya
justru sangat berbahaya jika dibandingkan dengan penyakit gejala ekonomi inflasi. Sebab
deflasi yang berkelanjutan akan dapat mebuat para pelaku ekonomi produktif semakin
dilanda kegelisahan.
Keringanan Mekanisme
Awalnya memang terjadi penurunan harga yang dapat menyenangkan konsumen
khususnya, tapi setelah itu, konsumen sendiri akan menjadi susah, sebagai akibat
langkanya barang-barang dan jasa karena tidak dihasilkan pelaku ekonomi produktif sektor
riil sebab merugi, sehingga kemudian membuat harga-harga akan tidak stabil dan
melambung tinggi tak terkendali dimana konsumen tidak akan mampu lagi membeli.
Berarti deflasi jelas sebagai sesuatu gejala ekonomi yang harus ditangani secara serius oleh
seluruh pihak yang berkompoten, jadi bukan sebagai suatu indikator yang baik untuk
dijadikan target jualan politik, misalnya.
Jadi persoalan utama saat ini adalah bagaimana upaya yang harus dilakukan para
pemangku kepentingan yang bertanggung jawab untuk mengatasi deflasi adalah melakukan
keja sama secara terkoordinasi.
Bank Sentral di Indonesia (BI) jelas bertanggung jawab mengatasi penyebab deflasi dari sisi
permintaan, dengan menggunakan kebijakan moneternya, baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui mekanisme regulasi atau penetapan harga uang atau suku bunga
pasar yang berlaku (interest rate), yaitu dengan selalu menyesuaikan instrumen BI ratenya
sesuai kebutuhan likuiditas perekonomian.
Dari sisi mengatasi deflasi akibat faktor penawaran, sederhananya itu menjadi tanggung
jawab pemerintah, dengan berupaya mendorong meningkatkan kapasitas produktif dunia
usaha khususnya agar lebih efisien, diantaranya dengan menurunkan harga input produksi
utama seperti BBM (price administrated), serta melakukan kebijakan stimulus fiskal yang
efisien dan efektif.
Sedangkan dari sisi mengatasi deflasi dari faktor struktural, tampaknya persoalan utama
yang perlu diatasi pemerintah dan dunia usaha, utamanya persoalan kelancaran jalur
distribusi barang dan jasa antar daerah di wilayah kepulauan. Sedangkan untuk mengatasi
persoalan deflasi yang timbul akibat sulitnya aliran masuk barang input produktif khususnya,
maka pemerintah perlu mengatasinya dengan memberi kompensai atau keringanan
mekanisme, prosedur dan kewajiban-kewajiban impor atas kegiatan perdagangan dan
investasi luar negeri.
Akhirnya, deflasi atau slogan penurunan harga sebenarnya bukanlah suatu jualan politik
yang baik untuk memenangkan pemilu politik, karena itu akan berakibat kurang baik
terhadap apresiasi para pelaku ekonomi dan bisnis produktif utamanya. Sehingga yang
diperlukan adalah jualan politik dengan sloga ekonomi yang dapat meningkatkan
kemampuan atau daya beli dan produktivitas perekonomian rakyat kebanyakan khususnya.
3
Download