Toksikan yang Terbentuk karena Pengolahan Pangan

advertisement
Modul
7
Toksikan yang Terbentuk
karena Pengolahan Pangan
E Prangdimurti, FR Zakaria dan NS Palupi
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah menyelesaikan topik 7 ini, mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan, menghubungkan, dan menganalisis faktor-faktor dalam
pengoahan pangan yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan
Pendahuluan
Proses pengolahan pangan dapat meningkatkan nilai gizi bahan pangan,
namun di lain pihak dapat menyebabkan terbentuknya komponen-komponen yang
bersifat toksik bagi tubuh. Pada modul ini hanya membahas mengenai pengaruh
negatif atau komponen toksik yang timbul akibat pengolahan pangan dan
dampaknya bagi kesehatan. Tidak semua komponen toksik dibahas dalam modul ini.
Komponen toksik yang dibahas yaitu heterosiklik amin (HA), polisiklik aromatik amin
(PAH) dan akrilamid (ACA) yang terbentuk karena adanya pemanasan dengan suhu
yang tinggi, seperti dibakar, dipanggang atau digoreng. Komponen toksik yang lain
yaitu N-nitroso compound (NNC) yang dapat terbentuk karena fermentasi, dan
komponen toksik yang berasal dari kontaminan dalam rantai pangan seperti MCPD
(monochloro dipropanediol) dan dioksin.
A. Heterosiklik Amines (HAs)
Heterosiklik Amines (HAs) atau disebut juga Heterosiklik Aromatik Amin
(HAAs) umumnya terdapat pada pangan berprotein tinggi (daging, ikan) yang
terkena pemanasan yang tinggi. Kondensat asap yang diperoleh dari ikan yang
dibakar memperlihatkan mutagenisitas pada sistem model pengujian Salmonella
typhimurium TA9. Dengan model pengujian yang sama, bagian yang gosong dari
daging dan ikan menunjukkan aktivitas mutagenisitas yang lebih tinggi.
Mutagenisitas berbagai daging kaleng dan seafood beberapa kali lebih besar
daripada bahan mentahnya. Komposisi bahan dan perlakuan yang diberikan
memberi variasi yang besar dalam hal mutagenisitas.
Ada 20 macam HAs yang mutagen dan/atau karsinogen yang diisolasi dari
berbagai pangan yang diproses dengan panas. Komponen yang bersifat mutagenik
ditemukan baik pada makanan matang maupun hasil pirolisis protein atau asam
amino. Komponen ini dimetabolisasi oleh sitokorom P450 yang mengubah grup
amino menjadi hidroksiamino, kemudian setelah esterifikasi menghasilkan senyawa
yang dapat berikatan dengan DNA.
Pada suhu 150 – 200oC kecepatan reaksi pembentukan HAs jauh meningkat,
namun pada suhu relatif rendah 37-60oC HAs terbentuk setelah beberapa minggu.
Akan tetapi dalam sistem model (buatan) semakin lama pemanasan terjadi
Modul e-learning ENBP topik 7 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2007
1
penurunan kadar HAs karena terdekomposisi. Keberadaan lipid dan logam Fe dapat
mempercepat pembentukan HAs, begitu pula kondisi Aw rendah.
HAs dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Kelompok amino-carbolines
ƒ
merupakan hasil pirolisis protein atau beberapa asam amino.
ƒ
ditemukan pada produk-produk daging dan ikan yang dipanggang, dibakar
dan digoreng, atau proses pemanasan suhu tinggi >300oC. Pada suhu
>300oC,
produk-produk pirolisis asam amino/protein lebih dominan
dibandingkan turunan quinoline
ƒ
juga ditemukan pada glutamate, lisin, fenilalanin, triptofan, ornitin dan kreatin
yang mengalami pirolisis.
ƒ
Produk pirolisis protein, antara lain: AαC, MeAαC, Harman
ƒ
Produk pirolisis asam amino, antara lain: Trp-P-1, Trp-P-2, Glu-P-1, Glu-P-2,
Phe-P-1, Orn-P-1
ƒ
Beberapa carbolines terbukti memiliki aktivitas mutagenik, tetapi umumnya
karsinogen lemah.
Gambar 7.1. Beberapa senyawa amin heterosiklik
2. Kelompok turunan quinolines, quinoxalines dan pyridines
ƒ
Amin heterosiklik ini ditemukan pada daging dan ikan matang, daging
panggang oven dan daging goreng. Terbentuk pada suhu yang lebih rendah
(150-200oC).
ƒ
Dibagi menjadi 2 golongan yaitu tipe IQ dan tipe non-IQ. IQ kependekan dari
2-amino-3-methylimidazo[4,5-f]quinoline.
Modul e-learning ENBP topik 7 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2007
2
ƒ
Struktur umum tipe IQ memiliki gugus 2-aminoimidazole dan dihasilkan dari
pemanasan antara kreatin, asam amino, dan gula, sehingga dapat dihasilkan
dari reaksi antara produk Maillard dengan kreatin. Sedangkan struktur umum
tipe non-IQ mengandung gugus 2-aminopiridin, dan dihasilkan dari
pemanasan asam amino seperti L-triptofan dan L-asam glutamate.
ƒ
Dalam daging dan ikan yang telah dimasak umumnya ditemukan senyawasenyawa amin heterosiklik seperti amino imidazoquinolines (IQ), amino
imidazoquinoxalines (IQx), dan amino imidazopyridines (PhIP).
ƒ
Contoh tipe IQ: IQ, MeIQ, sedangkan tipe non IQ: PhIP, DMIP, TMIP
ƒ
PhIP dan MeIQx adalah yang paling banyak ditemukan dalam makanan,
keduanya dipakai sebagai model untuk food carcinogenesis
ƒ
Terlalu sering mengkonsumsi daging yang dimasak hingga matang sekali
berpotensi terkena kanker
ƒ
Mutagenik sangat kuat, beberapa karsinogenik pada tikus, dan genotoxic
ƒ
Meski bersifat genotoksik kuat, efek buruknya dapat mudah dihilangkan oleh
bahan-bahan alami seperti bawang (onion), kol putih, bakteria asam laktat.
ƒ
Klorofilin, suatu turunan klorofil yang larut air, terbukti dapat mengikat
keberadaan beberapa amin heterosiklik dalam saluran pencernaan sehingga
tidak terserap ke dalam tubuh.
B. Polycyclic Aromatic Hidrocarbons (PAHs)
PAHs merupakan komponen kimia yang terdiri dari cincin-cincin aromatik yang
saling bergabung, tidak mengandung heteroatom atau substituen. PAHs merupakan
polutan organik yang paling tersebar luas. Dihasilkan terutama karena pembakaran
tidak sempurna dari bahan bakar berkarbon seperti kayu, batubara, diesel, lemak
atau tembakau. PAHs juga banyak terdapat pada pangan yang diasap (smoked
foods). Beberapa PAHs diketahui bersifat karsinogen, dan menyebabkan beberapa
masalah kesehatan.
Menurut International Union on Pure and Applied Chemistry (IUPAC), PAHs
yang paling sederhana adalah phenanthrene dan anthracene.
• Molekul yang lebih kecil, seperti benzene naphthalene, secara formal bukan
PAH karena hanya punya 1 dan 2 cincin aromatik.
• PAH dengan 3 cincin atau lebih memiliki kelarutan dalam air yang rendah dan
tekanan uap yang rendah. Semakin tinggi BM, kelarutan dalam air dan tekanan
uapnya menurun. Kebanyakan PAHs bersifat lipofilik
• PAH dengan 2 cincin lebih larut dalam air dan lebih volatil. Oleh karena sifatsifatnya yang berbeda, PAHs ditemukan di tanah, air dan udara. PAHs juga dapat
ditemukan sebagai partikel yang tersuspensi dalam air dan udara.
• PAHs yang paling banyak adalah terdiri dari 5-6 cincin. PAHs yang terbentuk
hanya dari 6 cincin disebut alternant PAHs. Alternant PAHs tertentu disebut
“benzenoid” PAHs.
• “Small” PAHs mengandung hingga 6 cincin aromatik, “Large” PAHs memiliki
lebih dari 6 cincin aromatic.
Toksisitas PAHs sangat tergantung pada strukturnya; isomerisasi dapat
mengubahnya menjadi non toksik atau sangat toksik. Jadi, PAHs yang sangat
karsinogenik bisa berukuran kecil atau besar. Benzo[a]pyrene merupakan
karsinogen kimiawi yang pertama kali ditemukan, dan merupakan salah satu
Modul e-learning ENBP topik 7 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2007
3
karsinogen yang terdapat dalam asap rokok. Ada 7 komponen PAH yang dianggap
karsinogen
pada
manusia
yaitu
benz[a]anthracene,
benzo[a]pyrene,
benzo[b]fluoranthene, benzo[k]fluoranthene, chrysene, dibenz[a,h]anthracene, and
indeno[1,2,3-cd]pyrene. PAH yang paling banyak terdapat dalam makanan adalah
BaP (benzo(a)pyrene) dan BaA (benzo(a)antracene). BaP merupakan PAH yang
karsinogen pada manusia.
Untuk menganalisis keberadaan PAHs, sebagai biomarker pada manusia
adalah urinary 1-hydroxypyrene. PAHs memiliki spektrum absorbansi UV yang
sangat khas, sehingga berguna untuk identifikasi.
Kebanyakan PAHs juga
berfluoresens.
PAH dalam daging asap :
ƒ
PAH yang diisolasi dari produk asap sebagian besar ber-BM < 216
ƒ
Regulasi Jerman : kandungan BaP dalam daging asap tidak boleh > 1 ng/g
ƒ
Kisaran konsentrasi BaP dalam ham, bacon, frankfruters : 0,4 s/d 56,5 ng/g
PAH dalam produk ikan :
ƒ
Seafood segar (tidak diasap) mengandung sejumlah kecil PAH yang berasal
dari air laut yang tercemar
ƒ
Ikan lebih cepat mengeksresi PAH daripada moluska (kerang). Kerang dari
perairan yang terkena polusi minyak dapat mengandung PAH 215 ng/g
ƒ
Ikan asap mengandung PAH lebih banyak daripada ikan segar. Selama
penyimpanan BaP dalam produk dapat menurun karena terdegradasi
Gambar 7.2. Berbagai bentuk PAHs
C. N-Nitroso Compounds (NNCs)
Yang termasuk NNCs yaitu senyawa-senyawa N-nitrosamines dan Nnitrosamides. Prekursor pembentukan NNCs adalah nitrit atau nitrogen oksida, dan
amin sekunder atau N-alkilamida. Nitrit bereaksi dengan amina atau amida untuk
Modul e-learning ENBP topik 7 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2007
4
membentuk senyawa N-nitrosamina dan N-nitrosamida di dalam lambung atau
kondisi asam.
Nitrat dalam sayuran dapat direduksi menjadi nitrit oleh bakteri di mulut.
Sedangkan nitrit umumnya ditambahkan sebagai bahan tambahan pangan pada
daging yang diawetkan (di-curing), seperti sosis, corned.
Pangan biasanya
mengandung 10 ng/g, sedangkan daging/ikan yang di-curing dan diasap
mengandung ratusan ng/g.
Nitrit dapat dengan mudah terdekomposisi dalam lingkungan asam membentuk
nitrosating agents yang sangat reaktif, yaitu NO+ , N2O3 dan HNO2O3+. Nitrosating
agen ini akan bereaksi dengan senyawa amina dan amida yang terdapat dalam
pangan membentuk NNCs, yaitu :
- N-nitroso-dimetilamin (paling karsinogenik)
- N-nitroso-dietilamin
- N-nitroso-pirolidine
- N-nitroso-piperidine
Nitrosating agents (species) dapat diikat oleh asam askorbat. Selain berasal
dari makanan, nitrosamines juga terdapat dalam asap rokok. Pada produk yang
diasap, terdapat bentuk nitrosamina lain yaitu N-nitrosotiazolidin yang merupakan
hasil reaksi antara aldehid (dari asap), amin dalam bahan pangan dan nitrit. Ada
sekitar 300-an NNCs yang sudah diuji, dan 90%nya bersifat karsinogenik.
Proses mutagenesis dikarenakan N-nitrosamin dimetabolisme oleh Sit-P450
menjadi intermediet yg tidak stabil dan dapat terdekomposisi spontan menjadi
senyawa pengalkilasi DNA (elektrofil) sehingga terbentuk o-metil-deoxy guanosin (oMe-dG) yang dapat berakibat mutasi (Gambar 7.3)
Gambar 7.3. Mutagenesis yang diakibatkan oleh senyawa N-nitroso (NNC)
Modul e-learning ENBP topik 7 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2007
5
Ada 6 grup pangan yang mengandung NNCs:
1. Daging yang di-curing (sosis, corned)
2. Ikan dan daging yang diasap
3. Produk pangan yang sewaktu dikeringkan terekspos oleh NO hasil pembapembakaran, contoh : malt yang digunakan untuk produksi bir dan wiski
4. Pikel, terutama pikel sayuran dimana mikroba yang terlibat dapat mereduksi
nitrat (V) menjadi nitrat (III)
5. Pangan yang disimpan dalam kondisi yang disukai oleh kapang penghasil
Nitrosamin
6. Produk yang terkontaminasi NNCs yang terbentuk karena adanya kontak
antara pangan dengan wadahnya (contoh : karet dari botol susu)
D. Akrilamid (ACA)
Pada tahun 2000-2002 peneliti Swedia menemukan adanya senyawa ACA
pada produk pangan dan feses manusia. ACA terutama terdapat dalam makanan
berpati yang diproses dengan panas (produk gorengan, grilled dan dibakar). ACA
terbentuk terutama pada suhu antara 120-140oC, dan terdegradasi di atas suhu
200oC. Kadarnya tinggi dalam kentang goreng, irisan kentang (potato chips), roti dan
sereal sarapan, serta minuman kopi. Makanan kaya karbohidrat yang digoreng atau
dibakar seperti sereal dan kentang goreng mengandung ratusan microgram per
kilogram makanan. Diperkirakan asupannya pada manusia dewasa berkisar 0.3 –
0.8 μg/kg BB/hari. Asupannya pada anak-anak kemungkinan 2-3 kali lebih besar
dibandingkan orang dewasa jika berdasarkan pada berat badan.
ACA juga dapat berasal dari senyawa-senyawa precursor seperti akrolein dan
asam akrilat. Akrolein secara structural mirip dengan akrilamid. Akrolein terbentuk
dalam minyak selama proses penggorengan. Dapat juga berasal dari degradasi
termal pati, gula, protein, dan asam amino. Oleh karena itu akrolein banyak
ditemukan pada produk gorengan. Akrolein dengan adanya penambahan atom
oksigen berubah menjadi asam akrilat. Adanya substitusi gugus NH3 terhadap asam
akrilat mengakibatkan pembentukan akrilamid.
Akrolein Æ Asam akrilat Æ Akrilamid
Pembentukannya bertahap, diawali oleh reaksi Maillard antara asparagin dan
gula pereduksi, disertai panas tinggi (missal penggorengan). Asparagin, asam amino
bebas utama dalam sereal dan kentang, adalah komponen penting (krusial) dalam
produksi akrilamid melalui mekanisme degradasi Strecker reaksi Maillard. Selain
asparagin, asam amino glutamine juga dapat mengakibatkan pembentukan ACA
meskipun kekuatannya jauh lebih rendah. Konsentrasi ACA dalam kentang goreng
dan panggang meningkat dengan meningkatnya kadar fruktosa dan glukosa produk,
sehingga direkomendasikan kadar gula pereduksi < 1 g/kg untuk produk-produk
pangan tersebut. Perendaman potongan kentang ke dalam larutan asidulan asam
sitrat 1% dan 2% selama 1 jam sebelum penggorengan dapat menghambat
pembentukan akrilamid sebesar 73% dan 80% pada kentang goreng.
ACA digolongkan sebagai “Probable human carcinogen” oleh International
Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 1994, dan terbukti karsinogen pada
hewan rodensia. Telah lama diketahui bahwa pemberian akrilamid pada hewan
percobaan menghasilkan pembentukan tumor pada berbagai organ (antara lain paruparu, kulit, tiroid, kelenjar mammary, uterus, clitory gland). Glycidamide merupakan
turunan epoksi dari akrilamid dan metabolit primer akrilamid. Uji mutagenisitas
menggunakan gen beberapa galur bakteri tidak selalu memberi hasil yang konsisten,
sedangkan glicidamid konsisten menunjukkan mutagenesis. ACA juga memiliki
aktivitas neurotoxic, yaitu rusaknya protein yang terlibat dalam transduksi sinyal
Modul e-learning ENBP topik 7 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2007
6
sehingga terjadi kehilangan refleks dan disfungsi CNS. Terhadap sistem reproduksi,
ACA juga memperlihatkan efek toksiknya. ACA sangat reaktif berinteraksi dengan
grup tiol dari asam amino, enzim-enzim dan DNA.
Gambar 7.4. Pembentukan akrilamid
E. Dioxin
Dioxin adalah nama umum untuk sekelompok polychlorinated dibenzodioxins
(PCDDs). Dioxin, yang merupakan anggota komponen organik terhalogenasi,
diketahui terakumulasi dalam tubuh manusia dikarenakan sifatnya yang lipofilik.
Dioxin termasuk teratogen, mutagen, dan diduga carcinogens untuk manusia.
Struktur dasar dioxin terdiri dari 2 cincin benzen yang digabungkan oleh dua
jembatan oksigen. Atom klorin menempel pada struktur dasar pada 8 posisi yang
berbeda, yaitu posisi 1-4 dan 6-9. Toksisitas dioxin tergantung pada jumlah dan
posisi atom klorin. Dioxin yang paling toksik yaitu 2,3,7,8 tetrachlorodibenzo-pdioxin (TCDD), menjadi sangat terkenal sebagai kontaminan Agent Orange,
herbisida yang digunakan dalam perang Vietnam. Dioxin memasuki rantai pangan
terutama melalui konsumsi ikan, daging dan produk susu karena dioxin bersifat larut
lemak.
Gambar 7.5. Struktur dasar dioxin
Modul e-learning ENBP topik 7 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2007
7
Dioxin diserap ke dalam tubuh terutama melalui asupan lemak, dan
terakumulasi di dalam tubuh hewan maupun manusia. Pada manusia, dioxin
terklorinasi berada pada jaringan lemak, dan tidak segera dimetabolisasi maupun
dieksresi.
Dioxin dihasilkan dalam jumlah kecil jika suatu materi organik terbakar dengan
keberadaan klorin, baik sebagai ion klorin atau sebagai komponen organoklorin.
Sumber utama dioxin adalah pembakaran batubara, pencairan logam, asap truk
diesel, pembakaran kayu yang telah diberi perlakuan.
Gambar 7.6. Struktur 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TCDD)
Gambar 7.7. Struktur dioxin lainnya
Pada tahun 1994, U.S. EPA (Environmental Protection Agency) melaporkan
bahwa dioxin adalah probable carcinogen, tapi mengakibatkan kanker (reproduksi
dan sistem imun). TCDD adalah dibenzodioxin yang paling toksik, memiliki waktu
paruh sekitar 8 tahun dalam tubuh manusia. Dioxins juga terakumlasi dalam rantai
pangan. Hal ini berarti meskipun air terkontaminasi dalam jumlah kecil namun dapat
terkonsentrasi hingga kadar yang membahayakan dalam rantai pangan karena
waktu paruhnya yang panjang dan kelarutannya yang rendah.
Efek lainnya yaitu : perkembangan abnormal dari enamel gigi anak, patologi
pada Central Nervous System dan Peripheral Nervous System, kerusakan pada
tiroid, kerusakan pada sistem imun, endometriosis dan diabetes.
Modul e-learning ENBP topik 7 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2007
8
F. MCPD (monochloro dipropanediol)
3-Chloro-1,2-propanediol dibentuk jika ion klorida bereaksi dengan trigliserida
dalam makanan dibawah kondisi tertentu, termasuk kondisi pengolahan pangan,
pemasakan dan penyimpanan. Komponen ini ditemukan pada berbagai makanan,
dan yang paling terkenal adalah dalam produk hidrolisat protein dan kecap kedelai
yang dibuat dengan cara hidrolisis asam, sedangkan kecap kedelai yang
difermentasi secara tradisional tidak mengandung MCPD. MCPD juga terdeteksi
pada konsentrasi rendah pada produk sereal yang disangrai dan dibakar.
Pembentukan MCPD dapat diminimalisir dengan memberlakukan GMP dalam
pengolahan pangan. MCPD merupakan precursor 1,3-dichloro-2-propanol dalam
hidrolisat protein. Dalam kecap kedelai, konsentrasi 1,3-dichloro-2-propanol jauh
lebih rendah daripada MCPD.
Senyawa propanol terklorinasi merupakan kontaminan dalam hidrolisat protein
nabati. Proses penghilangan lemak dari protein nabati dengan cara hidrolisis oleh
asam klorida mengakibatkan pembentukan 3-chloro-1,2-propanediol dan 1,3dichloro-2-propanol.
3-Chloro-1,2-propanediol menembus barrier antara darah dan testis serta
darah dan otak, dan terdistribusi luas dalam cairan tubuh. Tikus yang menerima 3chloro-1,2-propanediol pada dosis 6.5 mg/kg BB per hari selama 9 hari mengalami
penurunan yang signifikan untuk kadar RNA dan proteinnya dalam testis, dan
perubahan ini paralel dengan peningkatan konsentrasi proteinase dan ribonuklease.
Namun kadar DNA tidak berubah. MCPD menurunkan fertilitas pada tikus jantan.
Pada dosis tinggi (10-20 mg/kg BB), terjadi perubahan morfologi sperma, dan pada
dosis > 25 mg/kg, tikus dan mencit menunjukkan lesi CNS. Pada studi jangka
pendek menggunakan dosis tinggi pada tikus dan mencit, ginjal merupakan organ
target toksisitas. MCPD tidak bersifat genotoksik secara in vivo.
LD50 dari 3-chloro-1,2-propanediol pada tikus adalah 150 mg/kg BB. MCPD
tidak memperlihatkan efek toksik akut. Disimpulkan bahwa NOEL (No Observation
Effect Level) untuk efek tumorigenik MCPD pada tikus adalah 1.1mg/kg BB/hari.
Beberapa strategi untuk mengurangi kontaminasi pada produk akhir :
ƒ
ƒ
ƒ
Menurunkan konsentrasi lemak dan minyak pada bahan awal
Mengontrol secara ketat hidrolisis oleh asam
Membuang setiap chlorohydrins yang terbentuk selama hidrolisis asam,
misalnya dengan pemberian perlakuan dengan alkali
Referensi :
1. Sikorski, Z.E. 2004. The effect of processing on the nutritional value and
toxicity of foods. Di dalam Dabrowski, W.M and Z.E. Sikorski (eds.) Toxins in
Food. CRC Press. New York.
2. Bartoszek, A. 2005. Genotoxic food components. Di dalam Baer-Dubowska,
W, A. Bartoszek and D. Malejka-Giganti (eds.) Carcinogenic and
Anticarcinogenic Food Components. Taylor & Francis Group. New York.
3. Cross, A.J. and R. Sinha. 2005. Impact of food preservation, processing, and
cooking on cancer risk. Di dalam Baer-Dubowska, W, A. Bartoszek and D.
Malejka-Giganti (eds.) Carcinogenic and Anticarcinogenic Food Components.
Taylor & Francis Group. New York.
Modul e-learning ENBP topik 7 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2007
9
Download