View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
Kelompok sikat gigi tanpa perendaman mempunyai jumlah koloni bakteri
yang paling banyak disebabkan sikat gigi tersebut telah terkontaminasi berbagai
mikroorganisme dari rongga mulut dan tidak ada upaya untuk mengurangi
kontaminasinya. Hal ini sesuai dengan penelitian Sogi et.al (2002), Al-Talib et.al
(2008), dan Komiyama et.al (2010).
Penelitian Sogi et.al pada tahun 2002 meneliti kontaminasi sikat gigi pada
interval waktu yang berbeda dengan berbagai larutan desinfektan. Interval waktunya
yaitu segera setelah menyikat gigi pertama kali, 24 jam, 48 jam, 7 hari, 14 hari, dan
28 hari. Kelompok sikat gigi yang tidak direndam (kontrol) mengalami pertumbuhan
bakteri sebesar 35% segera setelah penyikatan gigi pertama, kemudian meningkat
seiring interval waktu menjadi 50%, 62,5%, 87,5%. Pada hari ke 14, jumlah bakteri
mencapai pertumbuhan maksimum yaitu 100%. Kelompok sikat gigi yang direndam
dengan berbagai desinfektan baru menunjukkan pertumbuhan bakteri pada hari ke
14, yaitu Hexidine dan Dettolin sebesar 12,5%.23
Penelitian
Al-Talib
et.al
pada
tahun
2008
menunjukkan
jumlah
mikroorgnisme paling tinggi pada kelompok sikat gigi tanpa perendaman (kontrol)
baik
mikroorganisme
aerob
maupun
anaerob.
Jumlah
rata-rata
koloni
mikroorganisme aerob dan anaerob pada kelompok kontrol adalah masing-masing
4.515 CFU/ml dan 3.971
CFU/ml. Jumlah tersebut adalah yang tertinggi
dibandingkan dengan jumlah koloni mikroorganisme aerob dan anaerob pada
kelompok NaOCl, yaitu masing-masing 3.468 CFU/ml dan 1.125 CFU/ml, dan
kelompok klorheksidin masing-masing 1.044 dan 699 CFU/ml.13
45
Penelitian Komiyama et.al pada tahun 2010 menunjukkan jumlah rata-rata
koloni bakteri Candida albicans, Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans,
Streptococcus pyogenes yang tertinggi, yaitu masing-masing 8.000 CFU/ml, 18.500
CFU/ml, 532.500 CFU/ml, 62.250 CFU/ml. Empat kelompok lain yang direndam
disenfektan yang berbeda-beda, menunjukkan jumlah rata-rata koloni bakteri
Candida albicans, Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans, Streptococcus
pyogenes masing-masing dengan kisaran 0-1.325 CFU/ml, 0-6.750 CFU/ml, 049.250 CFU/ml, 0-860 CFU/ml.5
Berdasarkan hasil tersebut, dibutuhkan suatu bahan dekontaminasi sikat gigi,
karena sikat gigi yang telah terkontaminasi berulang-ulang maka berpotensi untuk
transmisi penyakit oral dan sistemik. Kemungkinan terjadi infeksi silang juga
semakin besar, terutama di antara anak-anak dan pasien dengan gangguan imun.5
Kelompok sikat gigi yang direndam dalam klorheksidin 0,2% mempunyai
jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit. Hal ini sesuai dengan penelitian
Al- Talib et.al (2008), Komiyama (2010) dan yang menjadikan klorheksidin 0,2%
sebagai bahan dekontaminasi sikat gigi. Hasil penelitian mereka bahwa jumlah
koloni bakteri pada sikat gigi terkontaminasi yang telah direndam dengan
klorheksidin mengalami reduksi yang signifikan dan memiliki perbedaan signifikan
dengan kelompok yang tidak dilakukan perendaman.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Komiyama et.al
(2010) dimana sikat gigi terkontaminasi direndam dalam larutan cuka 50%, larutan
pasta gigi yang mengandung Triklosan, dan larutan sodium perborat, klorheksidin
46
0,12% dan kontrol grup (air steril) selama sepuluh menit. Hasilnya menunjukkan
bahwa
klorheksidin
merupakan
desinfektan
yang
paling
efektif,
karena
mengeliminasi bakteri dengan jumlah yang paling banyak.5
Klorheksidin memang telah diuji dalam berbagai penelitian menjadi bahan
yang paling popular sebagai bahan dekontaminasi sikat gigi. Hal ini disebabkan
klorheksidin pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
dengan kebocoran dari komponen intraseluler termasuk kalium. Pada konsentrasi
tinggi, klorheksidin menyebabkan pengendapan dari sitoplasma bakteri dan
terjadinya kematian sel. 16
Selain memiliki aktivitas antibakterial yang tinggi, klorheksidin glukonat juga
menghambat
virus
termasuk
Hepatitis
B
Virus
(HBV)
dan
Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan aktif melawan jamur, termasuk Candida.
Klorheksidin glukonat merupakan bahan yang efektif, bekerja cepat, dan
toksisitasnya rendah. 16
Daun sirih sebelumnya belum pernah dijadikan sebagai bahan dekontaminasi
sikat gigi, tetapi daun sirih (Piper betle L.) secara umum telah dikenal masyarakat
sebagai bahan obat. Daun sirih juga mempunyai daya anti bakteri seperti halnya
antibiotik. Kemampuan tersebut karena adanya berbagai zat yang terkandung di
dalamnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara
jumlah koloni bakteri antara sikat gigi yang direndam dengan air rebusan daun sirih
dengan sikat gigi tanpa perendaman. Tetapi tidak terdapat perbedaan signifikan
47
antara sikat gigi yang direndam dengan air rebusan daun sirih dengan sikat gigi yang
direndam dengan klorheksidin 0,2%.
Hal tersebut disebabkan karena kandungan dalam daun sirih yaitu 4,2%
minyak atsiri. Minyak atsiri ini berfungsi sebagai antiseptik yang sangat kuat
(bakterisida dan fungisida) tetapi tidak dapat mematikan spora (sporosoid). Karvakol
bersifat sebagai desinfektan dan antijamur sehingga bisa digunakan sebagai
antiseptik, Selain itu di dalam daun sirih juga terdapat flavanoid, saponin, dan tannin.
Menurut Mursito (2002), saponin dan tannin bersifat sebagai antiseptik pada luka
permukaan, bekerja sebagai bakteriostatik yang biasanya digunakan untuk infeksi
pada kulit, mukosa, dan melawan infeksi pada luka. 19
Flavanoid selain berfungsi sebagai bakteriostatik juga berfungsi sebagai
antiinflamasi. Kartasapoetra (1992) menyatakan daun sirih antara lain mengandung
kavikol dan kavibetol yang merupakan turunan dari dari fenol yang mempunyai daya
antibakteri lima kali lipat dari fenol biasa terhadap Staphylococcus aureus. 19
Telah banyak penelitian yang menguji sifat antiseptik daun sirih maupun
minyak atsiri yang terkandung di dalamnya. Salah satu contohnya adalah penelitian
Rini Pratiwi (2005) yang menguji daya hambat pasta gigi herbal terhadap
pertumbuhan Streptococcus mutans. Hasilnya adalah pasta gigi herbal dari daun sirih
memiliki
kemampuan
kedua
tertinggi
dalam
mengahambat
pertumbuhan
Streptococcus mutans setelah pasta gigi herbal dari siwak.33
Penelitian lainnya oleh Retno Sari dan Dewi Isadiartuti (2006) yang membuat
gel antiseptik dari daun sirih. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sediaan
48
gel yang dihasilkan pada kadar ekstrak 15%, jumlah koloni yang tumbuh setelah
pemakaian berkurang sampai dengan 50%. Sedangkan kadar 25% menunjukkan
tidak adanya pertumbuhan mikroorganisme pada media. Hasil uji replika juga
menunjukkan bahwa sediaan dengan kadar ekstrak daun sirih 15 % tidak berbeda
bermakna dengan sediaan etanol, sedangkan sediaan dengan kadar ekstrak 20% dan
25% mempunyai aktivitas sama dengan sediaan triklosan.18
Hermawan (2007) mengemukakan bahwa ekstrak etanol daun sirih memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus pada KHM (Kadar Hambat
Minimum) 2,5% dengan metode difusi disk. Adeltrudes B. Caburian dan Marina O.
Osi (2010) telah melakukan evaluasi dan mengobservasi karakteristik
aktivitas
antimikrobal dari minyak atsiri daun sirih. Penelititan mereka menunjukkan minyak
atsiri daun sirih mempunyai kadar hambat minimal 250 µg/mL terhadap Candida
albicans,
125 µg/mL terhadap
Staphylococcus aureus, 15,60 µg/mL terhadap
Streptococcus pyogenes dan 1,95 µg/mL terhadap Trichophyton mentagrophytes.
Zona hambat pula adalah 90 mm pada Candida albicans, T. mentagrophytes dan
S.pyogenes dan 67,50 mm pada S. aureus.19
Penelitian tentang sifat anti bakteri air rebusan daun sirih dilakukan oleh
Dhika TS (2007) dengan hasil Kadar Hambat Minimum (KHM) air seduhan daun
sirih terhadap Streptococcus mutans pada konsentrasi 25% dan Kadar Bunuh
Minimum (KBM) air seduhan daun sirih terhadap Streptococcus mutans pada
konsentrasi 100%.34
49
Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya mengandung
gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan
sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar
rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera
mengalami penguraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan
presipitasi serta denaturasi protein. Akibatnya, struktur tiga dimensi protein
terganggu dan terbuka menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan pada struktur
kerangka kovalen. Hal ini mengakibatkan protein berubah sifat. Deret asam amino
protein tersebut tetap utuh setelah berubah sifat, namun aktivitas biologisnya menjadi
rusak sehingga protein tidak dapat melakukan fungsinya.20,33 Pada kadar tinggi
fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis.20
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa air rebusan daun sirih dapat
dijadikan bahan dekontaminasi sikat gigi alternatif, karena tidak ada perbedaan
signifikan antara jumlah koloni bakteri sikat gigi yang direndam dalam air rebusan
daun sirih dengan sikat gigi yang direndam dalam klorheksidin 0,2%.
Kandungan metabolit sekunder dalam tanaman sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor antara lain daerah geografis asal, jenis tanah, cara panen dll. Faktor
yang menentukan kualitas daun sirih adalah jenis sirih, umur, dan cahaya matahari
serta keadaan daunnya. Selain itu dalam pengolahan bahan baku menjadi produk jadi
hasil ekstraksi banyak hal yang dapat mempengaruhi kandungan aktif dari produk.
Terlebih lagi komponen aktif dari ekstrak daun sirih adalah minyak atsiri, kita
ketahui minyak atsiri sangat mudah menguap sedangkan proses produksi ekstrak
membutuhkan pemanasan dan penguapan.34
50
Pada penelitian, daun sirih yang digunakan adalah daun sirih jawa yang dibeli
di pasaran. Hal tersebut mengurangi kualitas bila dibandigkan dengan daun sirih
yang langsung dipetik karena masih segar. Selain itu, pada penelitian kemungkinan
terjadi kontaminasi dari lingkungan sekitar.
51
Download