1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker serviks merupakan jenis kanker yang terjadi pada sel rahim
bagian bawah yang menghubungkan antara rahim dan vagina. Kanker ini timbul
karena adanya infeksi persisten Human Papiloma Virus (HPV). Tipe HPV yang
karsinogenik untuk manusia dan berkaitan erat dengan timbulnya kanker serviks
adalah tipe 16 dan 18 (Piersma et al., 2007). Berdasarkan hasil survey kesehatan
oleh Word Health Organitation (WHO) (2010), dilaporkan kejadian kanker
serviks sebesar
500.000 kasus baru di dunia dan 250.000 kematian setiap
tahunnya yang ± 80% terjadi di negara yang sedang berkembang, salah satunya di
Indonesia. Di Indonesia, dilaporkan sebesar 20-24 kasus kanker serviks baru
setiap harinya. Hal ini disebabkan kanker serviks merupakan silent killer yang
tidak terdeteksi keberadaannya pada fase awal, sehingga penderita secara tidak
sadar telah mengalami fase lanjut. Ditambah lagi, membicarakan penyakit
reproduksi adalah hal yang tabu, sehingga sering terlambat dalam deteksi awal
penyakit reproduksi, seperti kanker serviks. Selain menderita karena penyakitnya,
pasien kenker serviks juga mengalami tekanan secara biologis dan psikis,
dibandingkan dari kanker jenis lain.
Penanganan kanker pada umumnya masih bergantung pada kemoterapi
yang berasal dari bahan kimia sintetis. Namun, senyawa kimia tersebut dapat
menimbulkan efek multidrug resistance, suatu fenomena dimana sel kanker yang
diterapi dengan obat tertentu akan menjadi resisten terhadap obat-obatan lain yang
memiliki struktur dan mekanisme kerja yang hampir sama (Baguley, 2010). Selain
itu antikanker dengan senyawa kimia sintetis tidak hanya akan mempengaruhi sel
target (sel kanker) tetapi juga mempengaruhi sel sehat yang ada di sekitarnya.
Sel
kanker
merupakan kelompok sel
yang kehilangan
regulasi
apoptosisnya. Apoptosis merupakan salah satu mekanisme alami kematian sel
yang tergantung pada keberadaan protein caspase. Aktivasi protein yang terlibat
dalam apoptosis terjadi secara berantai (cascade). Initiator caspase (caspase
2,8,9,10), akan mengaktivasi downstream executioner caspase (caspase 3,6,7)
yang mampu menghidrolisis protein intramembran, sehingga pada akhirnya sel
1
mengalami kematian (Albert et al., 2008). Kegagalan apoptosis pada sel kanker
menjadi masalah utama yang mempengaruhi tingkat efektivitas agen antikanker,
sehingga pengembangan agen yang mampu menginduksi jalur kematian sel,
menjadi sangat penting dalam dunia penelitian klinis (Yang et al., 2012).
Misalnya saja pada kanker serviks yang mengalami drug resistance, mekanisme
apoptosisnya terganggu akibat defisiensi caspase-3 yang merupakan eksekutor
apoptosis (Yang, 2003). Oleh karena itu, deteksi protein caspase eksekutor
apoptosis sangat penting pada jalur awal kematian sel kanker.
Indonesia memiliki lebih dari 30.000 spesies tumbuhan yang telah
teridentifikasi, 940 spesies diantaranya tumbuhan herbal, dan 180 spesies telah
dimanfaatkan menjadi
jamu tradisional. Data tersebut menunjukkan potensi
Indonesia yang sangat besar sebagai pasar obat herbal dan fitofarmaka (Anonim,
2009). Tapak dara (Catharanthus roseus [L.] G Don.) merupakan salah satu
tanaman herbal yang memiliki setidaknya 100 jenis alkaloid yang sebagian besar
merupakan tipe indole dan bermanfaat sebagai antikanker seperti testicular
teratoma, Hodgkin’s lymphoma, dan leukemia sel T (Mann, 2002; Ahmad et al.,
2010; Gajalakshmi et al., 2013). Sejauh ini alkaloid telah diketahui berperan
dalam dunia fitofarmaka sebagai antikanker, vincristine dan vinblastine
merupakan senyawa kimia turunan alkaloid yang banyak terdapat pada bagian
daun tapak dara. Senyawa ini berperan sebagai antimitotic agent dengan mengikat
dimer tubulin yang dapat mengganggu munculnya mikrotubul pada saat metafase,
akibatnya proses mitosis sel akan terganggu, sehingga proliferasi sel kanker
terhambat (Ewesuedo & Ratain, 2003; Dewi & Saraswati, 2009).
Tapak dara merupakan salah satu tanaman yang berpotensi sebagai agen
antikanker dengan mengganggu proses mitosis sel oleh senyawa alkaloid yang
terkandung didalamnya (Rocken et al., 2012). Umumnya, masyarakat
menggunakan 2 varietas tapak dara, yakni putih dan ungu. Skrining awal potensi
antikanker tapak dara putih dan ungu terhadap sel HeLa perlu dilakukan untuk
pengembangan potensi bahan alam tersebut. Kajian molekuler alkaloid tapak dara
yang terkait dengan jalur kematian sel juga belum banyak dilakukan. Oleh karena
itu, perlu adanya penelitian terkait khasiat senyawa fitokimia, khususnya pada
daun tapak dara putih dan ungu dalam menginduksi kematian sel secara molekular
2
berdasarkan ekspresi procaspase-3 yang kemungkinan dapat menjadi indikasi
teraktivasinya caspase-3 (downstream executioner).
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, dapat ditarik rumusan permasalahan:
1. Apakah ekstrak akuades, etanol, dan kloroform daun tapak dara var.albus
dan roseus bersifat sitotoksik terhadap sel HeLa?
2. Apakah ekstrak daun tapak dara var.albus dan roseus dapat menginduksi
apoptosis berdasarkan ekspresi protein procaspase-3 pada sel HeLa?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sitotoksisitas ekstrak akuades, etanol, dan kloroform daun
tapak dara var. albus dan roseus dengan melihat nilai IC50.
2. Mengetahui pengaruh ekstrak daun tapak dara var. albus dan roseus
terhadap ekspresi protein procaspase-3 pada sel HeLa.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menghasilkan sebuah bukti ilmiah awal yang
dapat menunjukkan bahwa ekstrak daun tapak dara bersifat sitotoksik terhadap
sel HeLa (human cervical cancer line) dengan melihat penurunan ekspresi
procaspase-3, yang diasumsikan menjadi indikasi teraktivasinya caspase-3,
sehingga kemungkinan dapat dimanfaatkan sebagai terapi herbal antikanker.
Bagi dunia akademik, penelitian ini bermanfaat untuk menambah khasanah
ilmu dan mendorong penelitian-penelitian selanjutnya. Bagi masyarakat,
informasi ilmiah ini dapat digunakan sebagai rujukan optimalisasi penggunaan
bahan alam yang mungkin dapat digunakan untuk mengatasi kanker.
3
Download