Kesetaraan Gender

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesetaraan merupakan sendi utama proses demokrastisasi karena menjamin
terbukanya akses dan peluang bagi seluruh elemen masyarakat. Tidak tercapainya cita-cita
demokrasi seringkali dipicu oleh perlakuan yang diskriminatif dari mereka yang dominan
baik secara struktural maupun secara kultural. Perlakuan diskriminatif ini merupakan
konsekusensi logis dari suatu pandangan yang bias dan posisi asimetris dalam relasi sosial.
Perlakuan diskriminatif dan ketidaksetaraan tersebut dapat menimbulkan kerugian dan
menurunkan kesejahteraan hidup bagi pihak-pihak yang termarginalisasi dan tersubordinasi.
Sampai saat ini diskriminasi berbasis pada gender masih terasakan hampir di seluruh dunia,
termasuk di negara di mana demokrasi telah dianggap tercapai. Dalam konteks ini, kaum
perempuan yang paling berpotensi mendapatkan perlakuan yang diskriminatif, meski tidak
menutup kemungkinan lakilaki juga dapat mengalaminya. Pembakuan peran dalam suatu
masyarakat merupakan kendala yang paling utama dalam proses perubahan sosial. Sejauh
menyangkut persoalan gender di mana secara global kaum perempuan yang lebih berpotensi
merasakan dampak negatifnya.
Berbagai cara tengah dilakukan diupayakan untuk mengurangi ketidaksetaraan gender
yang menyebabkan ketidakadilan sosial. Upaya tersebut dilakukan baik secara individu,
kelompok bahkan oleh negara dan dalam lingkup lokal, nasioanal dan internasional. Upaya
upaya tersebut diarahkan untuk, Menjamin Kesetaraan Hak-Hak Azasi, Penyusun Kebijakan
Yang Pro Aktif Mengatasi Kesenjangan Gender, dan Peningkatan Partisipasi Politik.
B. Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan kesetaraan gender?

Apa wujud ketidaksetaraan gender didalam masyarakat?

Bagaimana pandangan etis agama terhadap kesetaraan laki-laki dan perempuan?
C. Batasan Konseptual
Definisi operasional
Kesetaraan merupakan keadaan yang menunjukkan adanya tingkatan yang sama,
kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain.
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk Tuhan memiliki tingkat
atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu bersumber dari
pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan
yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain.
Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang
dibentuk secara sosial maupun budaya.Gender itu sendiri adalah kajian perilaku atau
pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan atau
dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa waktu tertentu pula. Gender ditentukan
oleh sosial dan budaya setempat.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan lakilaki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda,
subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
BAB II
DESKRIPSI DAN ANALISIS
a. Kesetaraan Gender

Pengertian Kesetaraan dan Keadilan gender
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan
pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan
ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan lakilaki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda,
subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya
diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki
akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh
manfaat yang setara dan adil dari pembangunan
Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk
menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan
terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti
memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil
sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.

Pengertian gender dan seks
Gender adalah perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh
masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan Sehingga gender belum tentu
sama di tempat yang berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Seks/kodrat adalah
jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan.
Oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala,
sekarang dan berlaku selamanya.
Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan
dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan
bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat
mereka berada. Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi,
tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh sosial
budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman.
Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah Gender dapat
berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat, bukan merupakan
kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia. Lain halnya dengan seks, seks tidak dapat
berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di
belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan.
b. Ketidaksetaraan Gender didalam Masyarakat
Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak
melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun, yang menjadi persoalan,
ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bagi kaum laki-laki
dan terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender termanifestasi dalam
berbagai bentuk ketidakadilan, yakni :

Marginalisasi perempuan sebagai salah satu bentuk ketidakadilan gender
Proses
marginalisasi
(peminggiran/pemiskinan)
yang
mengakibatkan
kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat terjadi dalam masyarakat di Negara
berkembang seperti penggusuran dari kampong halaman, eksploitasi. Namun
pemiskinan atas perempuan maupun laki-laki yang disebabkan jenis kelamin
merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan gender. Sebagai contoh,
banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program
pembangunan seperti internsifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani lakilaki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang
lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki.
Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula
dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya
dikerjakan oleh tenaga laki-laki.
Beberapa studi dilakukan untuk membahas bagaimana program pembangunan
telah meminggirkan sekaligus memiskinkan perempuan (Shiva, 1997; Mosse, 1996).
Seperti Program revolusi hijau yang memiskinkan perempuan dari pekerjaan di sawah
yang menggunakan ani-ani. Di Jawa misalnya revolusi hijau memperkenalkan jenis
padi unggul yang panennya menggunakan sabit.
Contoh-contoh marginalisasi:
Pemupukan dan pengendalian hama dengan teknologi baru laki-laki; yang dikerjakan
Pemotongan padi dengan peralatan sabit, mesin yang hanya membutuhkan tenaga
dan keterampilan diasumsikan laki-laki, menggantikan tangan perempuan dengan alat
panen ani-ani; tenaga perempuan; Usaha konveksi lebih suka menyerap tenaga
perempuan.
Peluang
menjadi
pembantu
rumah
tangga
Banyak pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan
lebih
banyak
perempuan;
seperti “guru taman kanak-
kanak” atau perempuan “sekretaris” dan “perawat”.

Subordinasi
Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin
dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak
dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih
rendah dari laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran ajaran agama maupun
dalam aturan birokrasi yang meletakan kaum perempuan sebagai subordinasi dari
kaum laki-laki. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat
yang membatasi ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh
apabila seorang isteri yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke
luar negeri harus mendapat izin suami, tetapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu
izin dari isteri.

Pandangan stereotype
Setereotipe dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang
tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum
selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan
pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin, (perempuan), Hal
ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan
kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya
hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau
kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga
terjadi di tempat kerja dan masyaraklat, bahkan di tingkat pemerintah dan negara.
Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan
marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar
nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut
banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai “ibu
rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti
berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nafkah
utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan
dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.

Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidak adilan gender adalah beban ganda
yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam
suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan
beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan
mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka
yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan
rumah tangga. Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber
daya insani masih mendapat pembedan perlakuan, terutama bila bergerak dalam
bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang
dialami kaum laki-laki di satu sisi.
c. Pandangan Etis Agama terhadap kesetaraan Laki-laki dan Perempuan

Kesetaraan gender dari sudut pandang agama khatolik
Permasalahan gender dalam Katolik tidak terlepas dari konteks tradisi dan
budaya, khususnya budaya agama Yahudi. Dalam agama Yahudi, laki-laki
mempunyai posisi yang lebih dominan dibandingkan dengan perempuan.
Dominasi ini menciptakan ketidakadilan gender. Ketika suatu perbuatan itu
dilakukan oleh laki-laki, maka dianggap sebagai suatu kebenaran. Begitu juga di
Indonesia, ajaran kristen tidak dapat terlepas dari budaya warga Indonesia. Dalam
Kejadian 2 disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia dari bumi. Manusia
yang pertama kali diciptakan adalah Adam. Kemudian dari tulang rusuk Adam
diciptakanlah Hawa. Kemudian disebutkan bahwa Adam jatuh ke dalam dosa
karena Hawa. Teks ini memunculkan pandangan bahwa perempuan adalah
manusia kedua. Perempuan juga dipandang sebagai sumber dosa. Gereja
mengambil teks ini sebagai dasar pandangan hubungan (relasi) antara laki-laki
dengan perempuan. Hubungan ini dipandang hanya berdasarkan jenis kelamin
saja. Posisi sub ordinat perempuan seperti inilah yang menjadi dasar pandangan
awal gereja mengenai perempuan.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan perkembangan
zaman, Gereja menolak ketidakadilan gender, baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat. Gereja memperhatikan dengan serius dasar-dasar ajaran agama, yaitu;
tradisi, teologi dan filsafat, kitab suci serta ajaran gereja dengan pastoral lainnya.
1. Aspek Tradisi
Salah satu sumber ajaran iman dan moral Katolik adalah tradisi.
Tradisi gereja masih dipengaruhi oleh budaya yang bersifat patriarkhis.
Suami merupakan penguasa dalam keluarga. Wanita diletakkan dalam posisi
sub ordinat. Hal ini merupakan suatu bentuk ketidakadilan gender yang
mendasar. Namun Perjanjian Baru memandang bahwa laki-laki dan
perempuan adalah sama, sehingga dengan jelas Perjanjian Baru menolak
segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu diadakan perubahan penafsiran kitab
suci, terutama Kitab Perjanjian Lama.
2. Aspek Teologi dan Filsafat
Dalam Kristen, baik itu Katolik maupun Protestan, pencitraan Allah adalah
sebagai Bapak, sehingga muncul pandangan bahwa Allah adalah laki-laki.
Hal ini mengontruksikan suatu pemikiran bahwa laki-laki adalah penguasa
dalam keluarga sehingga sangat berpotensi menimbulkan kekerasan dalam
rumah tangga. Sesungguhnya hubungan manusia dengan Allah adalah
bersifat personal sehingga Allah dapat mempersonifikasikan diri sebagai
Bapak maupun sebagai Ibu.
3. Aspek Kitab Suci
Untuk memahami Kitab Suci perlu dipahami latar belakang penulis. Dalam
Kejadian 2 pasal 2 ayat (5) disebutkan bahwa perempuan merupakan
manusia kedua, perempuan sebagai penggoda. Teks normatif ini sangat
berpotensi memunculkan kekerasan dalam rumahtangga jika ditafsirkan
secara salah. Padahal dalam Kejadian 1 ayat (26) disbutkan bahwa Allah
menciptakan laki-laki dan perempuan sama secitra dengan Allah, keduanya
adalah baik.
Dalam
Kitab
Perjanjian
Lama,
banyak
ketentuan-ketentuan
yang
menempatkan perempuan sebagai mahkluk kedua, dan diposisikan pada
posisi yang sub ordinat. Hal ini sangat berpotensi memunculkan kekerasan
psikologis dalam keluarga.Pencitraan perempuan yang cenderung terasa
tidak adil gender ini diperbaharui dan diformulasikan kembali dalam Kitab
Perjanjian Baru. Dalam Kitab Perjanjian Baru, perempuan mendapat posisi
yang sejajar dengan laki-laki. Yesus menempatkan perempuan pada posisi
yang harus dihormati. Bahkan karena dianggap terlalu memuliakan
perempuan dan terlalu memperjuangkan perempuan inilah kemudian Yesus
ditangkap dan kemudian dihukum salib oleh penguasa pada waktu itu yang
memegang faham patriarkal.
4. Aspek Ajaran Gereja
Dalam pandangan Gereja Katolik, perempuan dianggap mempunyai
martabat yang sama dengan laki-laki. Mereka mempunyai hak untuk
berperan dalam masyarakat. Pengakuan kesejajaran antara laki-laki dan
perempuan haruslah dihormati. Gereja mengemukakan sikap keterbukaan
dalam keluarga, sehingga interaksi dalam keluarga muncul kesejajaran.
Gereja Katolik dengan jelas bersikap tidak toleran terhadap ketidakadilan,
termasuk ketidakadilan gender yang berpotensi memicu kekerasan dalam
keluarga.
Dalam Katolik ada satu komisi yang melayani urusan keluarga yaitu pastoral
keluarga
yang bertugas melakukan pendampingan keluarga, untuk
menanggulangi munculnya kekerasan dalam rumahtangga, termasuk
perceraian.
Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Gereja Katolik menolak
ketidakadilan gender. Tetapi untuk mewujudkan keadilan gender dalam
masyarakat masih terdapat hambatan yaitu faktor tradisi patriarkhis.

Kesetaraan gender dari sudut pandang agama Kristen
Alkitab mengatakan bahwa Allah menciptakan perempuan dan laki-laki
menurut gambar dan rupa Allah: “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut
gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan
perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej.1:27). Maksud dari ungkapan
‘menurut gambar Allah’ dalam ayat ini tidak dalam arti bahwa manusia itu sama
hakekat dengan Sang Pencipta. Ungkapan itu lebih berarti bahwa Allah
menciptakan manusia sebagai makluk mulia, kudus, dan berakal budi, sehingga
manusia bisa berkomunikasi dengan Allah, serta layak menerima mandat dari
Allah untuk menjadi pemimpin bagi segala makluk (Kej.1:28-30). Status se“gambar” dengan Allah dimiliki tidak hanya oleh laki-laki, tetapi juga oleh
perempuan. Kedua pihak punya status yang sama. Sebab itu tidak dibenarkan
adanya diskriminasi atau dominasi dalam bentuk apapun hanya karena
perbedaan jenis kelamin.
Alkitab mencatat bahwa hubungan yang timpang antara laki-laki dan
perempaun itu terjadi setelah manusia memakan buah yang dilarang oleh Allah
(Kej. 3:12dst). Adam mempersalahkan Hawa sebagai pembawa dosa, sedangkan
Hawa mempersalahkan ular sebagai penggoda. Tetapi akhirnya Allah
menghukum Adam. Adam dihukum bukan hanya karena Adam ikut-ikutan
makan buah yang Allah larang, tetapi juga karena ketika Hawa berdialog dengan
ular sampai memetik buah, Adam ada bersama Hawa. Adam hadir di sana tetapi
ia bungkam. Dengan kata lain, perbuatan Hawa sebenarnya mendapat restu dari
Adam. Karena itu kesalahan ada pada kedua pihak. Itu berarti bahwa Adam dan
kaum laki-laki tidak bisa menghakimi Hawa dan kaumnya sebagai pembawa
dosa.
Dalam perkembangan selanjutnya peranan perempuan mulai dibatasi.
Budaya Yahudi tidak banyak memberikan peluang kepada perempuan untuk
berkiprah. Ada sejumlah tokoh perempuan yang muncul dalam sejarah Israel,
tetapi peran mereka sangat terbatas. Di antara mereka ada Miryam, saudara
perempuan nabi Musa. Miryam juga dipakai Allah sebagai nabiah. Ia dan Harun
menegur Musa saat Musa kawin lagi dengan perempuan Kush. Meskipun
Miryam dan Harun bersama-sama mengajukan protes namun Miryamlah yang
mendapat hukuman. Terjadi semacam diskriminasi hukum antara laki-laki dan
perempuan (Bil. 12). Diskriminasi itu juga terjadi ketika orang kawin. Dalam
budaya Israel seorang suami bisa mengambil istri lebih dari satu orang
(polygamy). Tetapi seorang istri tidak diperkenankan untuk mengambil suami
lebih dari satu orang (poliyandry). Pada saat seorang perempuan melahirkan
anak juga terjadi diskriminasi. Jika perempuan melahirkan anak laki-laki ia
dianggap najis selama empat puluh hari. Sedangkan jika yang lahir adalah anak
perempuan, maka ibu anak itu dianggap najis selama delapanpuluh hari (Imamat
12). Dua perempuan Israel yang dianggap mujur yakni Deborah menjadi nabiah
dan hakim di Israel dan Ester sebagai permaisuri Raja Ahazweros (Hak. 4:4dst;
Est 8).
Pada masa hidup Yesus, diskriminasi dan dominasi laki-laki atas perempuan
masih tetap berlangsung. Ketika Yesus mulai mengangkat tugas-Nya, Ia
bersikap menentang disriminasi dan dominasi itu. Suatu ketika pemimpinpemimpin agama Yahudi menangkap seorang perempuan yang kedapatan
berzinah lalu dibawa kepada Yesus. Mereka minta supaya perempuan ini
dihukum rajam sesuai aturan Yahudi. Tetapi Yesus tidak peduli terhadap
permintaan mereka. Pasalnya, mereka menangkap perempuan itu tapi tidak
menangkap laki-laki yang tidur dengan dia. Yesus berkata kepada mereka:
“Barangsiapa yang tidak berdosa hendaknya ia yang pertama kali merajam
perempuan ini”. Tidak ada yang berani melakukannya. Akhirnya Yesus
menyuruh perempuan itu pulang dengan nasihat supaya tidak berbuat dosa lagi
(Yoh 8:2-11).
Dalam pelayanan-Nya, Yesus banyak menaruh perhatian kepada orangorang yang dianggap sebagai ‘sampah’ masyarakat, termasuk di dalamnya
beberapa perempuan. Salah satu di antaranya adalah Maria dari Magdala. Yesus
menyembuhkan Maria dari ikatan roh jahat. Kemudian Maria dan beberapa
perempuan lain mengiring Yesus dalam pelayanan-Nya (Luk 24:10). Lagi-lagi
Yesus membela posisi perempuan ketika sejumlah orang Farisi datang kepadaNya dan bertanya:”Apakah seorang suami bisa menceraikan istrinya dengan
alasan apa saja?” Yesus menjawab mereka kata-Nya: sejak semula perkawinan
hanya terjadi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan (Adam-Hawa).
Perceraian hanya bisa terjadi jika salah satu di antaranya berbuat zinah. Lalu
orang-orang itu bertanya lagi: “Kalau begitu mengapa Musa mengijinkan
seorang suami membuat surat cerai (talak)”? Lalu Yesus menjawab: karena
ketegaran hatimulah Musa melakukan hal itu. Tapi seharusnya tidak demikian
(Mat 19:1-12). Karena komitment-Nya terhadap kesetaraan perempuan dan lakilaki, maka pada saat Yesus mati di salib, banyak perempuan ada bersama-sama
dengan Dia serta mengunjungi kubur-Nya.
Perjuangan menentang diskriminasi dan menegakkan hak-hak perempuan
tidak berakhir pada saat Yesus terangkat ke langit. Perjuangan itu terus
berlangsung dari abad ke abad. Umumnya orang mengakui bahwa perjuangan
yang cukup sengit dimulai pada abad ke-18, terutama sesudah berakhirnya
Revolusi Amerika (1775-1783) dan Revolusi Perancis (1789-1799). Kedua
revolusi itu berhasil menanamkan nilai-nilai: kemerdekaan, kesetaraan, dan
persaudaraan antara semua penduduk. Momentum ini dipakai oleh kaum
perempuan untuk menuntut kesamaan hak dengan kaum lelaki. Selanjutnya pada
tahun 1960-an terjadi gelombang protes anti perang dan perjuangan hak-hak
sipil yang terjadi di Amerika Utara, berikut di Australia, dan di seluruh Eropah.
Kesempatan itu dianggap tepat untuk memperjuangkan kesamaan hak antara
laki-laki dan perempuan. Yang menarik perhatian kita sekarang, bahwa gerakan
memperjuangkan kesetaraan gender sudah menjadi gerakan yang mendunia. Ia
bukan hanya merupakan usaha dari kelompok agama tertentu, tetapi sudah
menjadi gerakan bangsa-bangsa atas alasan kemanusiaan dan keadilan gender.
Tentu kita mendukung semua perjuangan semacam itu.

Kesetaraan gender menurut agama muslim
Sejak 15 abad yang lalu Islam telah menghapuskan diskriminasi berdasarkan
jenis kelamin. Islam memberikan posisi yang tinggi kepada perempuan. Prinsip
kesetaraan dan keadilan gender dalam Islam tertuang dalam Kitab Suci AlQuran. Dalam ajaran Islam tidak dikenal adanya isu gender yang berdampak
merugikan perempuan. Islam bahkan menetapkan perempuan pada posisi yang
terhormat, mempunyai derajat, harkat, dan martabat yang sama dan setara
dengan laki – laki.
Islam memperkenalkan konsep relasi gender yang mengacu kepada ayat – ayat
Al-Qur an substantive yang sekaligus menjadi tujuan umum syariaiah. Adalah
suatu kenyataan, masih banyak masyarakat, tidak terkecuali beberapa guru
agama yang belum memahami makna qodrat, apabila berbicara soal jenis
kelamin perempuan, dikaitkan dengan upaya mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender. Salah satu akibat dari salah memahami alasan untuk
mempertahankan domestikasi, subordinasi, marginalisasi, dan diskriminasi
terhadap perempuan.
Al-Qur an sebagai “Hudan linnasi”, petunjuk bagi umat manusia, dan kehadiran
Nabi Muhammad Rasulullah SAW dengan sunnahnya, sebagai “Rahmatan lil
alamin”, tentu saja menolak anggapan di atas. Islam datang untuk membebaskan
manusia dari berbagai bentuk ketidak-adilan. Sejak awal dipromosikan, Islam
adalah agama pembebasan.
Islam
adalah
agama
ketuhanan
sekaligus
agama
kemanusiaan
dan
kemasyarakatan. Dalam pandangan Islam, manusia mempunyai dua kapasitas,
yaitu sebagai hamba dan sebagai representasi Tuhan (khalifah) tanpa
membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit. Islam mengamanatkan
manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian, keselarasan,
dan keutuhan, baik sesama manusia maupun manusia dengan lingkungan
alamnya.

Kesetaraan gender dari sudut pandang agama Budha
Dalam kehidupan bermasyarakat, sang budha tidak membedakan peran lakilaki maupun perempuan. Mereka memliki peran yang setara dan adil. Seperti
laki-laki, perempuan juga bisa menjadi majikan, atasan, guru(brahmana) sesuai
kotbah sang Budha.
Mengacu pada perkembangan budha Dharma bahwa pemberdayaan dan
kemitrasejajaran perempuan telah diperjuangkan dan ditumbhkembangkan oleh
sang Budha. Hal ini dapat dikaji dari kisah-kisah siswa Budha yang sebagian
adalah perempuan dan diterangkan pula bahwaperempuan membawa peran
penting dalam perkembangan agama Budha
Kesetaraan gender dalam agama Budha didasari kewajiban dan tanggungjawab
bersama dalam rumah tangga dan adanya kehendak bersama dalam menjalankan
kehidupan berumah tangga. Menurut agama Budha, manusia terdiri dari laki-laki
dan perempuan yang muncul bersama di muka bumi ini.dan dia dapat terlahir
sesuai dengan karmanya masing-masing, sehingga kedudukan antara laki-laki
maupun perempuan dalam agama budha tidak dipermasalahkan . agama budha
membimbing umatnya untuk menghargai gender.
Dalam Paninivana Sutta, sang Budha mengatakan seluruh umat manusia
tanpa tertinggal memiliki jiwa Budha. Laki-laki dan perempuan memiliki tugas
yang agung, karenanya agar terjadi keseimbangan dalam menjalanjan fungsi
kehidupannya, maka keduanya memiliki karakter yang berlawanan, padahal
justru dari sinilah muncul keseimbangan.

Kesetaraan gender dari sudut pandang agama Hindhu
Pengertian gender dalam agama Hindu merupakan hubungan sosial yang
membedakan perilaku antara perempuan secara proposional menyangkut moral,
etika, dan budaya, bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan diharapkan
untuk berperan dan bertindak sesuai ketentuan sosial, moral, etika, dan budaya
di mana mereka berada. Ada yang pantas dikerjakan oleh laki-laki ditinjau dari
sudut sosial, moral, dan budaya, tetapi tidak pantas dikerjakan oleh
perempuan,demikian pula sebaliknya.Sesuai ajaran agama hindu, gender bukan
merupakan perbedaan sosial antara laki-laki dan perempuan. agama hindu
mengajarkan bahwa seluruh umat manusia di perlakukan sama di hadapan tuhan
sesuai dengan dharma baktinya.
Manusia yang dilahirkan ke dunia merdeka dan mempunyai martabat serta
hak yang sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, baik laki-laki maupun
perempuan.
Istilah dewa-dewi lingga yoni dalam ajaran hindu menggambarkan bahwa
dualism ini sesungguhnya ada dan saling membutuhkan karena tuhan yang maha
esa menciptakan semua mahluk hidup selalu berpasangan.di dalam kitab suci
hubungan suami dan istri dalam ikatan perkawinan disebut sebagai satu jiwa dari
dua badan yang berbeda .
Lebih jauh di dalam manapadharmasastra di uraikan bahwa tuhan yang maha
esa menciptakan alam semesta beserta segala isinya dalam wujud “ardha-nariisvari”,sebagai sebagian laki-laki dan sebagian lagi sebagai perempuan.
BAB III
KESIMPULAN
Pada dasarnya semua agama di Indonesia memaparkan bagaimana Tuhan
mewujudkan kasihnya terhadap manusia tanpa memandang jenis kelamin, dari golongan
mana, berapa usianya, terang kasih Tuhan tidak ada yang mendominasi.
Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dibentuk sedemikian rupa menurut rupa
dan gambarnya dan Tuhan melihat bahwa ciptaannya itu sungguh amat baik. Pada dasarnya
perbedaan kodrat laki-laki dan perempuan berkaitan dengan fungsi biologis dan perbedaan itu
adalah untuk saling melengkapi agar menjadi utuh.
Dalam agama mengajarkan bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki kesamaan
kondisi untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu
berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,
pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam
menikmati hasil pembangunan tersebut.
Dalam hal ini berarti agama menolak ketidakadilan gender. Tetapi untuk mewujudkan
keadilan gender dalam masyarakat masih terdapat hambatan yaitu faktor tradisi patriarkhis.
Munculnya diskriminasi terhadap perempuan biasanya dipengaruhi oleh keadaan dan adat
istiadat masyarakat setempat, baik sosial maupun ekonomi termasuk untuk tujuan politik.
Kultur patriarkhi ini secara nyata turut menghambat proses perjuangan kesetaraan gender di
tengah kehidupan bermasyarakat. Dalam kondisi tertentu perempuan seringkali dianggap
sebagai warga negara kelas dua. Dalam masyarakat jawa misalnya, perempuan seringkali
digambarkan sebagai “konco wingking”. Artinya, perempuan hanya ikut laki-laki, sehingga
tidak memiliki daya tawar yang kuat dalam suatu rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2164767-pengertian-dan-maknakesetaraan-manusia/#ixzz0Sv1pqTkS
http://androsexo.wordpress.com/2009/06/11/pengertian-gender/
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/gender/gender2.htm
http://anomalisemesta.blogspot.com/2008/04/pemikiran-keadilan.html
http://usupress.usu.ac.id/files/PEREMPUAN%20DALAM%20KEMELUT%20G
ENDER_Final_normal_bab%201.pdf
http://ajhierikhapunya.wordpress.com/2011/04/23/marginalisasi-kaumperempuan/
HUBUNGAN AGAMA DENGAN GENDER
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
SEMESTER I/2011-2012
Dosen Pengampu :
Tony Tampake, S.Th
Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Stefany Widya Ayu Wulandari
Venny Fillicyano Panda
Anjas Yanuar
Imanuel Yosafat H.M.
Tri Dewi Astuti
Dennys Christovel Dese
802009037
802009106
202008031
202008012
292010237
802010038
UNIVESRSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2011
Download