perempuan dan kedudukannya di zaman veda - E

advertisement
PEREMPUAN DAN KEDUDUKANNYA DI ZAMAN VEDA
Dewi Kusumasanthi
Jurusan Hukum Agama Hindu, STAHN Gde Pudja Mataram
Abstrak
Perempuan di seluruh dunia telah melalui perjuangan yang panjang hingga mencapai
kedudukannya seperti sekarang. Transformasi sosial, perjalanan sejarah termasuk perjuangan
dalam bidang politik telah berperan dalam membentuk status perempuan di masyarakat. Sejak
zaman Veda hingga sekarang, status perempuan di masyarakat terus mengalami pasang surut.
Kedudukan perempuan dari zaman ke zaman tergambar dalam berbagai kitab suci dari yang
paling kuno hingga kitab-kitab yang disusun belakangan, seperti dalam Veda, UpanishadUpanisad, Manusmriti, Arthasastra-nya Kautilya, kitab Ramayana dan Mahabharata dan juga
dalam kitab-kitab Purana. Dalam masing-masing kitab tersebut, status perempuan mengalami
berbagai perubahan seiring perubahan zaman. Penelitian ini memfokus pada perempuan dan
kedudukannya di zaman Veda, yaitu pada zaman Catur Veda, dengan merujuk utamanya kitab
Sruti dan beberapa kitab-kitab Smriti.
Perempuan yang ideal menurut Veda adalah perempuan yang memiliki sifat sebagai
perintis, cemerlang, pendukung suami/orang tua, pengelola rumah tangga, menjalankan dharma
sebagai ibu pertiwi, menjaga kesopanan, cerdas, tidak segan untuk turut serta bertempur di
medan perang (dahulu), gagah berani, komunikator yang handal dan percaya diri, seperti yang
dicontohkan oleh perempuan-perempuan mulia di zaman Veda. Perempuan mendapat kedudukan
mulia di zaman Veda seperti yang dapat dilihat dalam berbagai peran yang dilakoninya di dalam
keluarga maupun masyarakat. Perempuan memiliki hak-hak yang hampir setara dengan laki-laki
dalam berbagai ranah kehidupan, yang tentu saja dibarengi dengan kewajiba-kewajiban yang
harus diembannya.
Kata Kunci: Perempuan, Kedudukan, Zaman Veda.
PENDAHULUAN
Tinggi rendahnya sebuah peradaban salah satunya dapat dinilai dari bagaimana kedudukan
dan penghormatan yang diberikannya terhadap perempuan, disamping beberapa faktor lainnya
seperti standar moral dan spiritual yang dianut masyarakatnya dan lain-lain. Tingginya
kedudukan perempuan yang dimaksud bukannya memberikannya kebebasan mutlak secara
seksual maupun hal lainnya sehingga mempermudah eksploitasi terhadap perempuan oleh lakilaki, akan tetapi perempuan diperlakukan sedemikian rupa sehingga mereka dapat hidup dengan
layak, terhormat serta memperoleh perlindungan atas hak-haknya dan diberikan kesempatan
untuk menunjukkan peran sertanya dalam berbagai aktivitas di dalam masyarakat.
Bagaimana sesungguhnya Hindu memandang perempuan masih merupakan sebuah
misteri. Karena Hinduisme sesungguhnya bukanlah sebuah agama, akan tetapi lebih merupakan
sebuah pola hidup atau tradisi yang memiliki berbagai pandangan, norma dan keyakinan. Selain
itu, Hindu memiliki kitab-kitab suci yang tak terhitung jumlahnya yang diyakini kebenarannya
oleh para pengikutnya. Terlebih lagi, Hindu memiliki sejarah perjalanan tradisi, kebiasaan dan
kebudayaan yang panjang sejak kurang lebih 4000 tahun yang lalu. Melihat berbagai faktor
tersebut, bukanlah hal mudah untuk menggambarkan secara pasti dan akurat tentang sebuah isu
dalam pandangan Hindu di zaman Veda. Akan tetapi dengan beberapa bukti yang diambil dari
sloka-sloka kitab suci yang disusun pada masa itu dan menghimpun dari berbagai sumber yang
dapat dipercaya, maka kita akan dapat mengambil sebuah gambaran yang utuh tentang keadaan
pada masa itu, khususnya mengenai perempuan.
Masyarakat Vedik bangsa Arya dikenal melalui literaturnya yang disebut Catur Veda.
Selain itu beberapa sumber lain seperti teks-teks Sansekerta, epos, kitab Sutra dan lain-lain
menggambarkan tentang keadaan budaya mereka, struktur sosialnya, keyakinan yang dianutnya
serta tradisi yang dianut pada zaman Veda. Zaman Veda diperkirakan mulai sejak sekitar tahun
1.500 SM hingga zaman Buddha, yaitu sekitar tahun 500 SM. Beberapa text yang diperkirakan
ditulis pada masa itu memuat penghormatan yang ditujukan kepada para Dewi yang
digambarkan sebagai kekuatan feminin dengan kualitas dan kekuatan yang penting. Beberapa
contohnya adalah Dewi Laksmi, yang merupakan Dewi Kemakmuran dan Keberuntungan. Dewi
Saraswati, yaitu Dewi Ilmu Pengetahuan. Dewi Durga, yang merupakan Dewi Kekuatan dan
Kesaktian.
Sekalipun sloka-sloka yang memberikan penghargaan terhadap kedudukan perempuan
dapat kita temukan di berbagai kitab Veda, akan tetapi masyarakat Vedik diyakini menganut
sistem patriarki, baik dalam level keluarga maupun level pemerintahan yang lebih luas. Hal
tersebut dapat kita buktikan dengan adanya sloka-sloka Rg. Veda yang berisikan doa-doa untuk
memperoleh putera, karena seorang putera diyakini dapat menyeberangkan roh leluhurnya
menuju pembebasan sehingga keturunan laki-laki lebih diharapkan daripada keturunan
perempuan. Salah satu sloka yang mengindikasikan hal tersebut terdapat dalam Rg.Veda I.91.20,
“Pada mereka yang memuja-Mu wahai Tuhan penuh kebijaksanaan Engkau memberi seekor sapi
perah, kuda yang cepat dan seorang putera yang layak melakukan kegiatan mulia – terkenal
dalam masyarakat dan penuh hormat kepada ayahnya. Ia tekun dalam pemujaan dan berani
dalam kegiatan”.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan
yang muncul adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah perempuan ideal menurut Veda?
2.
Bagaimanakah kedudukan perempuan di zaman Veda?
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yang berkaitan erat dengan fokus
permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut:
TUJUAN UMUM
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan, hak dan kewajiban
perempuan di zaman Veda. Sehingga hasil yang diperoleh dalam rencana penelitian ini dapat
dijadikan sumber acuan dalam penelitian berikutnya maupun dalam proses pembelajaran.
TUJUAN KHUSUS
Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jawaban yang berkaitan
dengan rumusan masalah di atas, yaitu:
1.
Untuk mengetahui kriteria perempuan idel menurut Veda
2.
Untuk mengetahui kedudukan perempuan di zaman Veda
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
manfaat teoretis dan manfaat secara praktis. Kedua manfaat tersebut diuraikan sebagai berikut:
MANFAAT TEORETIS
Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran
dalam mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan sosial, budaya
dan agama yang mempengaruhi kedudukan perempuan, serta dapat digunakan sebagai sumber
inspirasi bagi kalangan akademis dalam mengkaji dan mengembangkan aspek history-religious
yang berkenaan dengan kedudukan perempuan di zaman Veda.
MANFAAT PRAKTIS
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan
kepada masyarakat berkenaan dengan permasalahan yang berkembang khususnya yang berkaitan
dengan perempuan, serta diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi masyarakat
bagaimana mempertahankan sebuah tradisi namun tetap menjunjung nilai-nilai kesetaraan dan
kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan.
METODE PENELITIAN
1.
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini menggunakan teknik studi kepustakaan dalam upaya pengumpulan data
berupa sumber tertulis baik berupa buku-buku, majalah, teks lontar atau bentuk tertulis lain yang
uraiannya berhubungan dengan topik penelitian ini. Dengan studi kepustakaan ini akan diperoleh
data dari sumber primer dan sumber sekunder. Oleh karena itu, lokasi penelitian ini tidak
dilakukan di lapangan, dengan waktu penelitian kurang lebih selama enam bulan
2.
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah secara induktif dengan metode analisis kualitatif. Data yang
telah dikumpulkan perlu dicermati dengan langkah-langkah mengedit, memberi kode dan
memasukkan ke dalam suatu dokumen sebagai data yang jelas dan akurat untuk pedoman
analisis, proses pengolahan data dilakukan melalui proses interaktif dan siklus, antara tahapan
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, simpulan dan verifikasi data. Data yang
diperoleh dari sumber pustaka dan informan dianalisis dengan menggunakan landasan teori
sebagai pisau analisis sampai menghasilkan kesimpulan yang merupakan temuan baru dari hasil
penelitian dan dipandang memadai untuk menggambarkan dan menemukan jawaban terhadap
rumusan masalah yang dikaji.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Perempuan Ideal menurut Veda
Sejak zaman Veda hingga sekarang, status perempuan di masyarakat terus mengalami
pasang surut. Kedudukan perempuan dari zaman ke zaman tergambar dalam berbagai kitab suci
dari yang paling kuno hingga kitab-kitab yang disusun belakangan, seperti dalam Veda,
Upanishad-Upanisad, Manusmriti, Arthasastra-nya Kautilya, kitab Ramayana dan Mahabharata
dan juga dalam kitab-kitab Purana.
Di dalam kitab suci Atharva Veda (XIV.2.20) ditemukan sebuah mantra yang menyatakan
bahwa seorang perempuan hendaknya senantiasa memuja Dewi Saraswati dan menghormati
orang tua dan keluarga. Bila diperhatikan, pemujaan kepada Dewi Saraswati mengandung makna
untuk mendalami ilmu pengetahuan dan menghormati orang tua dan keluarga mengandung
makna menanamkan pendidikan budi pekerti kepada dirinya sendiri dan keluarga atau anak-anak
yang akan dilahirkan nanti. Di dalam Rgveda VIII.31.5 dijumpai istilah Dampati (ya dampati
samanasa) yang mengandung makna bahwa perempuan atau istri adalah kepala rumah tangga
(lord of the house). Dalam Rgveda disebutkan “mereka kuat dan tidak pernah gagal”,
menunjukkan bahwa perempuan adalah tahan uji dan kuat menghadapi berbagai tantangan.
Seorang perempuan seharusnya memiliki putra-putri yang gagah dan cemerlang atau terpelajar
(Rgveda X.159.3) menunjukkan peranan ibu sebagai seorang pendidik. Hal ini sesuai dengan
subhasita: nasty guruh samo mata (tidak ada yang lebih utama dari seorang ibu sebagai seorang
guru, atau ibu adalah guru pertama dan yang utama). Di dalam Atharva Veda III.30.2 dinyatakan
seorang istri hendaknya bicara lemah lembut kepada suami (dan anak-anaknya) dan memberi
budi pekerti yang luhur. Terjemahan mantram ini menunjukkan betapa peranan seorang ibu atau
perempuan sebagai pendidik yang memberi teladan dalam bertutur kata dan memiliki moralitas
yang luhur. Dalam sloka X.27.12 Rgveda, seorang gadis diperbolehkan memilih sendiri calon
suaminya, yang diistilahkan dengan svayamwara (pilihan sendiri).
Dalam Rgveda X.85.26
dinyatakan: “Wahai mempelai wanita, menjadi ibu rumah tangga yang baik, berbicaralah dengan
baik dalam berbagai perbincangan (diskusi) akademis”. Menunjukkan bahwa seorang perempuan
hendaknya terpelajar.
Sifat-sifat perempuan yang ideal yang patut ditumbuhkembangkan adalah sebagai perintis
(pelopor), cemerlang, pendukung (meringankan tugas suami/orang tua), memberi/menyuguhkan
makanan, menjalankan dharma sebagai ibu pertiwi. Seorang perempuan dituntut untuk menjaga
kesopanan (ketika berjalan dan duduk), cerdas (mampu menjadi sarjana) dan sebagai guru
(pembimbing), turut serta bertempur di medan perang (dahulu), gagah berani, komunikator yang
handal dan percaya diri. Berikut adalah kutipan mantra kitab suci Veda yang menguraikan hal
tersebut:
1) Sifat-sifat seorang wanita (Yajur Veda XIV.21): Murdha-asi rad dhruva-asi dharuna
dhartri-asi dharani, ayuse tva varcase tva krsyai tva ksemaya tva. “Wahai perempuan,
engkau adalah perintis, cemerlang, mantap, pendukung, yang memberi makan dan
menjalankan aturan-aturan seperti bumi. Kami memiliki engkau di dalam keluarga untuk
usia panjang, kecemerlangan, kemakmuran/ kesuburan pertanian dan kesejahteraan”.
2) Perempuan hendaknya menjaga kesopanan (Rgveda VIII.33.19): Adhah pasyasva maaupari samtaram padakau hara. “Wahai perempuan, lihatlah kearah bawah dan jangan
kearah atas (waktu berjalan). Atur kakimu menutup (sewaktu duduk)”.
3) Perempuan seharusnya terpelajar (Rgveda VIII.33.19): Stri hi brahma babhuvitha.
“Perempuan sesungguhnya adalah seorang sarjana dan seorang pengajar”.
4) Perempuan menjadi panglima perang (Yajur Veda XIII.26): Asadha-asi sahaman
sahasva-aratih sahasva prtanayatah sahasravirya-asi sa ma jinva: “Wahai panglima
perempuan, engkau tidak dapat dikalahkan. Engkau Berjaya. Semoga engkau
menaklukkan para lawan. Semoga engkau mengatasi angkatan bersenjata-angkatan
bersenjata yang bermusuhan. Engkau memiliki seribu kekuatan yang heroic. Semoga
engkau menanamkan semangat yang besar pada kami”.
5) Perempuan seharusnya pergi ke medan pertempuran (Atharva Veda XX.126.10):
Samharam sma pura nari samanamvava gacchati: Para wanita pergi ke tempat
dilangsungkannya upacara Agnihotra dan ke medan pertempuran”.
6) Perempuan seharusnya menjadi sarjana yang berpengetahuan tinggi, pembicara yang
ulung (Rgveda X.159.2): Aham ketur aham murdha-aham ugra vivacani: “Kami adalah
seorang raja, seorang sarjana yang terkemuka dan seorang orator perempuan yang
ulung”.
7) Perempuan hendaknya percaya diri (Atharva Veda XIV.2.14): “Atmanvati-urvara nariiyam agat, tasyam naro vapata bijam asyam. “Wahai para pria, mempelai wanita yang
percaya diri dan subur ini telah datang ke rumahmu. Hendaknya kau hamili dia”.
Manu Smrti yang merupakan kompedium Hukum Hindu menempatkan perempuan
sebagai sosok yang ideal. Keteladanan yang ditunjukkan oleh perempuan ideal mirip dengan ciriciri pemimpin berprinsip (Stephen R. Covey, 1997 : 29-37) yaitu: (1) Mereka terus belajar, untuk
menambah kemampuan dan keterampilan; (2) Mereka berorientasi pada pelayanan, mereka
melihat kehidupan sebagai suatu misi tidak sebagai karir; (3) Mereka memancarkan energi
positif, mukanya riang, menyenangkan dan bahagia. Bersikap optimis, positif dan bergairah,
antusias, penuh harap dan mempercayai; (4) Mereka mempercahayai orang lain, tidak beraksi
berlebihan pada perilaku negatif, kritikan dan kelemahan-kelemahan manusiawi; (5) Mereka
hidup seimbang; (6) Mereka melihat hidup sebagai suatu petualangan; (7) Mereka sinergitik; (8)
Mereka melatih untuk mempercayai diri.
2. Kedudukan Perempuan di Zaman Veda
Untuk memahami kedudukan perempuan di zaman Veda dan dalam masyarakat Vedik,
maka kita perlu membahas masing-masing peran perempuan dalam masyarakat dan
bagaimanakah penggambarannya di dalam kitab-kitab suci Hindu. Perempuan memiliki banyak
peran dan kesemuanya memiliki keistimewaan tersendiri.
3. Kedudukan Perempuan Sebagai Ibu
Di dalam ajaran Hindu, banyak ditemukan pemujaan kepada Dewi – Dewi yang juga
disebut Ibu Suci (Divine Mother), contohnya Ibu Durga, Ibu Gangga, Ibu Gayatri dll. Dikatakan
bahwa tidak ada siapapun di dunia ini yang pantas mendapat penghormatan melebihi seorang
ibu. Kasih sayang dan ketulusan ibu banyak disebutkan dalam kitab-kitab suci Hindu. Di dalam
kitab Gautama Dharmasutra 2.57; Yajnavalkya Smriti 1,33, dikatakan bahwa Seorang ibu adalah
perwujudan dari kasih sayang, pengorbanan, pelayanan tanpa pamrih terhadap anak-anaknya
serta pertapaan. Ia disebut sebagai guru pertama dari anak-anaknya dan juga merupakan guru
tertinggi.
Dalam puisinya, Shri Sankaracharya yang hidup di abad ke-8, mengatakan bahwa
seorang anak mungkin saja berbuat jahat kepada orang tua (ibu)-nya, akan tetapi seorang ibu
tidak akan mungkin berbuat jahat kepada anak-anaknya. Di dalam kitab Manusmriti 2.145
dikatakan:
Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita
Sahasram tu pitrinmatta gauravenatiricyate
“Seorang Acharya adalah sepuluh kali lebih terhormat dari seorang Upadhyaya, seorang ayah
adalah seratus kali lebih terhormat dari seorang guru, tetapi seorang ibu adalah seratus kali lebih
terhormat dari seorang ayah”.
Berikut adalah beberapa arti sloka-sloka kitab suci Veda yang berisikan keagungan
seorang Ibu:
Yajur Veda 6.17: “Wahai Ibu yang suci dan penuh berkah, sucikanlah kami dari dosa-dosa,
perbuatan tidak bermoral dan kekotoran batin. Jauhkanlah kami dari kesalahan, kebencian, iri
hati, dan keputusasaan.”
Yajur Veda 6.31: “Wahai Ibu yang penuh berkah, puaskanlah kecerdasan kami, hidup kami,
mata, telinga, jiwa dan masyarakat kami dengan kemuliaanmu.”
Rgveda 10.17.10: “Wahai Ibu, sucikanlah kami dengan kasih sayang, pengertian dan pencerahan.
Perempuan membersihkan kami dari semua dosa, keserakahan dan sifat-sifat tercela lainnya.
Dengan demikian kami menjadi teguh, suci dan agung berkat pergaulan suci dengan mereka.”
Rgveda 7.75.2: “Wahai Ibu yang memberi pencerahan, arahkanlah kami agar dapat melangkah di
jalan yang penuh kemuliaan dan berkahilah kami dengan keberhasilan. Bimbinglah kami menuju
kejayaan tak terhingga dan kesejahteraan yang berlimpah melalui perbuatan-perbuatan mulia.
Berkat karuniamu, semoga kami menginginkan kemuliaan melalui perbuatan-perbuatan yang
mulia. O Ibu, lakukanlah itu sekarang juga.”
Atharva Veda 3.13.7: “Wahai Ibu yang suci dan penuh berkah, aku adalah putramu. Wahai ibu
yang penuh kekuatan, bimbinglah kami agar kami dapat mewujudkan aspirasi mulia kami.”
4. Kedudukan Perempuan sebagai Anak
Dalam masyarakat Hindu kita jumpai adanya kecenderungan para orang tua untuk lebih
menginginkan keturunan laki-laki daripada perempuan. Masyarakat Vedik diyakini menganut
sistem patriarki, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya sloka-sloka Rg.Veda yang
berisikan doa-doa untuk memperoleh putera, karena seorang putera diyakini dapat
menyeberangkan roh leluhurnya menuju pembebasan, karena itulah keturunan laki-laki lebih
diharapkan ketimbang perempuan. Salah satu sloka yang menguatkan hal tersebut adalah
Rg.Veda 1.91.20:
“Somo dhenum somo arvantam asumSomo viram karmanyam dadati
Sadanyam vadathyam sabheyamPitrsravanam yo dadasad asmai”
“Pada mereka yang memujaMU wahai Tuhan Penuh Kebijaksanaan, Engkau memberi seekor
sapi perah, kuda yang cepat dan seorang putera yang layak melakukan kegiatan mulia – terkenal
dalam masyarakat dan penuh hormat kepada ayahnya. Ia tekun dalam pemujaan dan berani
dalam kegiatan”.
Akan tetapi pada keadaan tertentu kelahiran anak perempuan juga diharapkan. Seperti
dalam kitab Brihadaranyaka Upanishad 6.4.17 disebutkan:
“Atha ya icchet duhita me pandita jayeta Sarvam ayur iyad iti tilodanam
Pacayitva sarpismantam Asniyatam isvarau janayita vai”
“Sekarang bila seseorang menginginkan anak perempuannya terlahir, menjadi orang yang
terpelajar, memperoleh umur panjang, mereka harus memasak nasi dengan wijen dan
memakannya dengan ghee, kemudian barulah dia akan memperolehnya”.
5. Kedudukan Perempuan sebagai Saudara
Dalam tradisi Vedik terdapat sebuah ritual yang disebut Rakshabandhan, dimana saudara
perempuan mengikatkan tali suci Rakhi di pergelangan saudara laki-lakinya yang bermakna jika
terjadi suatu hal yang tidak diinginkan terhadap mereka maka saudara laki-laki tersebut akan
membelanya. Dalam ritual ini saudara perempuan mendoakan kebaikan saudara laki-lakinya dan
berhak mendapatkan hadiah setelahnya. Ritual ini tidak dibatasi pada hubungan saudara sedarah
saja, perempuan boleh mengikatkan tali suci Rakhi pada siapapun yang berkenan menjadi
saudaranya dan berjanji akan melakukan kewajiban sebagaimana saudara laki-laki seharusnya.
Bahkan jika ayahnya telah tiada maka saudara laki-laki wajib menjaga saudara perempuannya
serta memberinya dan memberi iparnya hadiah-hadiah, sebagaimana disebutkan dalam Rg.Veda
1.109.2.
6. Kedudukan Perempuan sebagai Istri
Dalam kitab Rg.Veda 3.53.4 dikatakan bahwa ‘istri adalah tempat tinggal itu sendiri’. Istri
dianggap satu dan tak terpisahkan dengan suami. Suami dan istri adalah satu dan tak terpisahkan.
Pemikiran dan tujuan dari suami hendaknya juga merupakan pemikiran dan tujuan dari istri
demikian pula sebaliknya. Berbagai ritual dalam tradisi Vedik mengharuskan kehadiran istri
karena istri dianggap sebagai pelengkap suami, ibarat lirik tidak akan berarti apa-apa tanpa irama
dalam sebuah lagu, suami tidak akan bisa melaksanakan upacara ritual tanpa istrinya. Istri adalah
bagian dari suami, karena itulah ia juga disebut ardhangini (ardha=setengah/bagian,
anggini=badan). Istri juga adalah partner yang sejajar peranannya dalam menjalankan Dharma,
karena itu juga ia disebut sebagai sahadharmini.
Akan tetapi kedudukan istri dan suami tidaklah sama rata. Seorang istri diharapkan untuk
menurut dan patuh kepada suaminya. Istri yang tidak setia dan tidak patuh boleh ditinggalkan
oleh suami. Seorang istri hendaknya memuja dan menghormati suaminya sebagaimana ia
memuja Dewa, sekalipun jika sang suami bukan orang yang baik. Karena pengabdian yang
demikian diyakini akan mengantarkannya menuju surga.
7.
Kedudukan Perempuan sebagai Janda
Kitab Atrharva Veda 9.5.27 dan kitab Rg.Veda 10.40.2 memperbolehkan seorang janda
untuk menikah lagi. Kitab Dharmasutra juga mendukung pernyataan tersebut. Bahkan dikatakan
jika suami pergi meninggalkan istri dalam kurun waktu tertentu maka istri diperbolehkan untuk
menikah lagi, seperti disebutkan dalam kitab Manusmriti 9.76. Akan tetapi secara umum terlihat
kedudukan janda mengalami degradasi pada masa kitab-kitab Hindu klasik disusun. Karena
itulah janda yang menikah lagi dianggap perempuan yang tidak baik.
Meskipun demikian, banyak ditemukan kasus dalam kisah-kisah Hindu jaman dahulu
dimana janda menikah kembali dan tetap mendapatkan kedudukan yang terhormat. Salah satu
contohnya, di dalam Harivamsha Purana dikisahkan tentang Ugrayudha yang melamar
Satyawati yang merupakan janda dari Shantanu. Arjuna juga dikisahkan menikahi seorang janda
bernama Uloopi, anak dari Raja Naga. Mereka bahkan memiliki keturunan darinya. Hal ini
menunjukkan bahwa pernikahan kembali oleh janda bukanlah hal yang tabu.
SIMPULAN
Berdasarkan data sebagaimana dianalisis pada bagian terdahulu, berikut ini dapat
dikemukakan beberapa simpulan bertalian dengan perempuan dan kedudukannya di zaman Veda.
1) Sebuah peradaban dapat dinilai dari kedudukan perempuannya, mempelajari sebuah
peradaban tidak lengkap tanpa mengetahui status dan kedudukan perempuannya.
2) Veda adalah kitab tertua yang diakui sebagai sumber kebenaran abadi dan dijadikan
acuan dalam mencari kebenaran.
3) Perempuan dan kedudukannya di masyarakat Hindu sejak zaman Veda hingga post-Veda
tersirat dan tersurat dalam kitab-kitab suci Hindu, seperti Catur Veda, UpanisadUpanisad, Manawa Dharmasastra, kitab Ramayana dan Mahabharata, dan lain
sebagainya.
4) Di zaman Veda tertua yaitu Rgveda (kurang lebih tahun 1.500SM), perempuan
memperoleh kedudukan yang sejajar atau kadang kala lebih tinggi dari pada laki-laki.
5) Kemuliaan perempuan dan penjelasan tentang perempuan ideal tertuang dalam slokasloka Catur Veda dan juga dalam kitab-kitab smriti.
6) Perempuan pada zaman Veda berperan aktif dalam berbagai ranah kehidupan. Seperti
pada kegiatan keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan bahkan dalam peperangan.
SARAN
Berkenaan dengan hasil penelitian Perempuan dan kedudukannya di Zaman Veda,
diajukan beberapa saran seperti berikut:
1. Perempuan dan potensi yang dapat dicapainya sesungguhnya telah diamanatkan dalam
kitab suci Veda. Akan tetapi dewasa ini, karena berbagai faktor, perempuan menjadi
termarjinalkan. Untuk itu langkah nyata dari pemerintah dan masyarakat diharapkan
untuk peduli dalam menjaga dan menghormati hak-hak perempuan, baik dalam bidang
pendidikan, politik, sosial maupun ekonomi sehingga wacana kesetaraan gender, peluang
dan tantangan, reservasi di lembaga legislatif dan eksekutif tidak lagi didominasi oleh
kaum laki-laki.
2. Perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut yang mengkaji aspek-aspek lain seputar
perempuan dalam Hindu guna memberikan analisis yang lebih komprehensif terhadap
kedudukan serta peranan perempuan sehingga ketimpangan gender dapat dihindari dan
perempuan dapat lebih mengenali identitasnya sesuai yang tertuang dalam kitab suci
Hindu (Veda) yang diakui sebagai kebenaran tertinggi.
3. Kesadaran dan kesiapan mental diperlukan oleh masyarakat kita guna mengembalikan
kedudukan perempuan sesuai dengan yang tercantum di dalam Veda dan memberikan
perempuan porsinya kembali dalam keluarga, masyarakat dan Negara.
DAFTAR PUSTAKA
A.S. Altekar. 1959. Position of Women in Hindu Civilization. New Delhi: Motilal
Banarssidass
Arwati, Ni Made Sri. 1993. Swadarma Ibu dalam Keluarga Hindu. Denpasar : Upada Sastra
Bantas, Ketut dkk. 2004. Gender Dalam Perspektif Agama Hindu. Kementrian Pemberdayaan
Perempuan Republik Indonesia : Jakarta
Bhasya of Sayanacarya. 2005. Atharvaveda Samhita I dan II. Surabaya: Paramita
Beauvoir, Simone De. 2003. Second Sex. Surabaya : Pustaka Promethea
Darwin, Muhadjir dan Tukiran. 2001. Menggugat Budaya Patriarkhi. Yogyakarta : Ford
Foundation dan Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada
Gandhi, Mahatma. 2002. Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Gede Mahardika, dkk. 2011. Perempuan dalam Susastra Hindu: Degradasi Citra
Perempuan dalam Teks Sarasamuccaya. Mataram: STAHN Gde Pudja Mataram
(Hasil Penelitian)
I Made Titib. 1998. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya: Paramita
Indra. 1955. Status of Women in Ancient India. Banaras: Motilal Banarsidass
Maswinara, I Wayan. 1999. Dewa – Dewi Hindu. Surabaya : Paramita
Maswinara, I Wayan. 1999. Rg. Veda Samhita I,II,III. Surabaya : Paramita
P.S. Joshi. 1978. Cultural History of Ancient India. S.Chand: New Delhi
Pudja, G. 1999. Bhagavad Gita. Surabaya : Paramita
Pudja, G dan Rai Sudharta, Tjokorda. 2004. Manava Dharmacastra. Surabaya : Paramita
Ray Choudiri. 1978. Social Culture and Economic History of Ancient India. New Delhi:
Surjeet Publications
R.C. Majumdar. 1964. Ancient India. New Delhi: Motilal Banarssidass
Romila Thapar. 1966. Ancient Indian History: Some Interpretations. Orien Longman: New
Delhi
R.T.H Griffith. 2005. Yajurveda Samhita. Surabaya: Paramita
Download