LISA ULFAH - Psi - Institutional Repository UIN Syarif

advertisement
PENGARUH KONSEP DIRI, TRAITS KEPRIBADIAN BIG
FIVE, TIPE LONELINESS DAN JENIS KELAMIN
TERHADAP KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA
REMAJA SMAN 6 TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Lisa Ulfah
NIM: 1110070000111
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
i
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu
(S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 24 April 2015
Lisa Ulfah
NIM: 1110070000111
iv
MOTTO
“The biggest communication problem is we do not listen to
understand”
-No name-
v
ABSTRACT
(A) Faculty of Psychology
(B) April 2015
(C) Lisa Ulfah
(D) Influence of Self Concept, Big Five Personality Traits, Loneliness, and
Gender of Interpersonal Competence at Adolescence SMA N 6 South Tangerang
(E) xv + 108 pages + appendix
(F) This study was conducted to determine the effect of self concept, big five
personality traits, loneliness and gender of interpersonal competence at
adolescence. Researcher hypothesis that self concept, big five personality traits
(agreebleness, conscientiousness, neuroticism, extraversion, dan openness to
experience), loneliness (state loneliness dan trait loneliness) and gender has an
influence on an interpersonal competence at adolescence.
This study uses a quantitative approach with multiple regression analysis. The
sample totaled 358 student at SMAN 6 South Tangerang. The sampel collection
technique using non-probability sampling technique, that is cluster sampling. In
this study, the researcher modify data collection instruments, namely
Interpersonal Competence Questionnaire (ICQ), Tennessee Self Concept Scale
(TSCS), MINI-IPIP (MINI International Personality Item Pool), and State versus
Trait Loneliness Scale.
The result of this study indicate that there is significant influence of self concept,
agreebleness, conscientiousness, neuroticism, extraversion, openness to
experience, state lonelines, trait loneliness and gender of the interpersonal
competence at adolescence. Meanwhile, if based on regression coefficients of
each independent variable only self concept, neuroticism, openness to
experience, state loneliness, trait loneliness and gender that influence
interpersonal competence at adolescence.
The researcher hopes that the implications of these results can be reviewed and
may be developed in future studies. For example, by adding other variables
associated with interpersonal competence that can be analyzed as an
independent variabel that may have a major influence on the interpersonal
competence.
(G) Reading materials: 48; books: 27 + journals: 13 + thesis: 3 +article: 4 +
dissertation: 1
vi
ABSTRAK
(H) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
(I) April 2015
(J) Lisa Ulfah
(K) Pengaruh konsep diri, traits kepribadian big five, tipe loneliness, dan jenis
kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang
Selatan
(L) xv + 108 halaman + lampiran
(M) Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh dari konsep
diri, trait kepribadian big five, tipe loneliness dan jenis kelamin terhadap
kompetensi interpersonal pada remaja. Peneliti berhipotesis bahwa ada pengaruh
antara konsep diri, trait kepribadian big five (agreebleness, conscientiousness,
neuroticism, extraversion, dan openness to experience), tipe loneliness (state
loneliness dan trait loneliness) dan jenis kelamin terhadap kompetensi
interpersonal pada remaja.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi
berganda. Sampel berjumlah 358 siswa SMAN 6 Tangerang Selatan yang
diambil dengan teknik probability sampling, yakni cluster sampling. Alat ukur
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Interpersonal Competence
Quetionaire (ICQ), Tennessee Self Concept Scale (TSCS), MINI-IPIP (MINI
International Personality Item Pool), dan State versus Trait Loneliness Scale.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan konsep diri,
trait kepribadian big five, tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi
interpersonal pada remaja. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan hanya konsep
diri, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness serta
jenis kelamin yang mempengaruhi kompetensi interpersonal pada remaja.
Peneliti berharap implikasi penelitian ini dapat dikaji ulang dan dapat
ditingkatkan untuk penelitian selanjutnya. Misalnya, dengan menambahkan
variabel lain yang relevan mempengaruhi kompetensi interpersonal.
(N) Bahan bacaan: 48; buku: 27 + jurnal: 13 + skripsi: 3 sumber internet: 4 +
disertasi: 1
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke
hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala berkah, rahmat, hidayah dan
kekuatan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini dengan judul “pengaruh konsep diri, traits kepribadian big five,
tipe loneliness dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada
remaja SMA N 6 Tangerang Selatan”. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurah kepada baginda Nabi Muhammad Sallallahu A’laihi Wa Sallam,
pemimpin dan tauladan bagi umat manusia, yang membawa manusia dari zaman
jahiliyah ke zaman yang terang benderang.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak
akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali
ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri Syarif HIdayatullah Jakarta, beserta seluruh jajaran wakil Dekan
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, atas
arahan dan bimbingannya kepada seluruh mahasiswa demi terciptanya
kemajuan ilmu pengetahuan yang disertai perilaku yang mencerminkan
akhlak mulia.
2. Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si, selaku dosen Pembimbing Skripsi atas
kesabaran dan keikhlasannya meluangkan waktu dan tenaga dalam
memberikan bimbingan, arahan serta koreksi kepada penulis agar mampu
menghasilkan skripsi yang bermutu dan berkualitas. Juga atas dorongan dan
dukungan yang tiada henti agar penulis tetap bersemangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Miftahuddin, M.Si, Dosen pembimbing Akademik atas motivasinya
selama penulis mengerjakan skripsi dan selama penulis menjalani pendidikan
di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta atas segala bimbingan dan ilmu pengetahuan yang
diberikan kepada penulis demi kesuksesan penulis dimasa yang akan datang
dan seluruh Staff bagian Akademik, Umum, Keuangan dan Perpustakaan
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah banyak membantu dalam proses birokrasi dan kemudahan bagi penulis
dalam pembelajaran dikampus ini.
5. Untuk Ibu Sri, selaku bidang kesiswaan di SMAN 6 Tangerang Selatan yang
telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian di
sekolah ini.
6. Kedua orang tua penulis Bapak Sudeswi dan Ibu Nedra untuk doa, kasih
sayang, semangat, dukungan dan kepercayaan yang selalu diberikan selama
ini. Terima kasih karena berkat doa, dukungan dan nasihat yang kalian
berikan penulis selalu termotivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini
dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu
memberikan rahmat, nikmat serta selalu melindungi Ayah dan Ibu. Kakak
penulis Muhammad Lukman serta adik penulis Nindia Wira Putri dan
Muhammad Lutfiansyah yang selalu memberikan dukungan dan mendoakan
penulis sehingga penulis selalu bersemangat dalam menyelesaikan tugas akhir
ini.
7. Sahabat-sahabat penulis GG (Rahma, Mayang, Vina dan Nadiya) yang selalu
memberikan dukungan, bantuan, dan semangat yang tak ada hentinya
sehingga penulis semakin termotivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
Terimakasih atas suka dan duka yang telah kita lalui selama ini. Terimakasih
pengalaman-pengalaman yang berharga yang telah kalian berikan. Semoga
kita akan selalu bersama sampai kakek-nenek. Aamiin.
8. Sahabat terdekat penulis Gina, Rossy, Irma dan Hanani yang selalu
memberikan doa, dukungan dan semangat sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
9. Sahabat-sahabat angkatan 2010 Iki, Dila, Yuni, Nisaul dan Amira yang telah
memberikan banyak bantuan, dukungan dan semangat kepada penulis
ix
sehingga penulis semakin termotivasi dan bisa menyelesaikan tugas akhir ini
dengan baik.
10. Sahabat-sahabat kelas C angkatan 2010 Urfi, Dufia, Mifti, Isqi, Liya, Anti,
Ama, Kaifa, Hana, Happy, Dian, Jeni, Icha, Turfa Echa, Aul, Fidia, Ais, Devi,
Dwi, Leo, Ey, Izar, Badai, Furqon, Alfi dan Jamal terima kasih atas segala
dukungan, bantuan dan kebersamaan selama kita kuliah. Banyak
pengalaman yang luar biasa yang telah kita lewati bersama. Semoga suatu
saat nanti kita bisa berkumpul kembali. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
selalu merrahmati kalian.
11. Sahabat dan sudah peneliti anggap sebagai kakak sendiri, terima kasih
kepada Mba Endar atas doa, bantuan, dukungan dan semangat yang selalu
diberikan kepada peneliti sehingga peneliti semakin termotivasi dan mampu
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Terima kasih juga atas segala
pembelajaran dan nasehat yang bermanfaat yang telah diberikan selama ini.
12. Kepada wanita-wanita Tradasyn, terimakasih atas segala pengalaman yang
berharga ketika kita menari bersama. Semoga kalian semakin sukses, dan
bisa membawa nama Psikologi UIN di tingkat internasional.
13. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu persatu, Karena dukungan
moral, doa dan pengertian mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Hanya kata terima kasih yang sebesar-besarnya penulis dapat ucapkan,
semoga mereka mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang mereka
berikan.
Hanya asa dan doa yang dapat penulis panjatkan. Semoga semua pihak yang
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridho dan balasan
yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata, sangat besar harapan penulis
agar skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasi lebih lanjut.
Tangerang, 24 April 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..............................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... ....
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................
MOTTO ...............................................................................................................
ABSTRAK..............................................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................
DAFTARTABEL..................................................................................................
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................
DAFTARLAMPIRAN.........................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
xi
xiii
xiv
xv
BAB 1
PENDAHULUAN...................................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah.................................................
1.2.1 Pembatasan masalah.................................................................
1.2.2 Perumusan masalah..................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ...............................................................................
1.4 Manfaat Penelitian..............................................................................
1.4.1 Manfaat teoritis........................................................................
1.4.2 Manfaat praktis...................................................................... .
1.5 Sistematika Penulisan.........................................................................
BAB 2
LANDASAN TEORI.............................................................................. 18
2.1 Kompetensi Interpersonal................................................................... 18
2.1.1 Pengertian kompetensi interpersonal........................................ 18
2.1.2 Aspek-aspek kompetensi interpersonal.................................... 19
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal.. 21
2.1.4 Pengukuran kompetensi interpersonal...................................... 23
2.1.5 Kompetensi interpersonal pada remaja ..............................
24
2.2 Konsep Diri........................................................................................ 26
2.2.1 Pengertian konsep diri............................................................... 26
2.2.2 Aspek-aspek konsep diri........................................................... 27
2.2.3 Pengukuran konsep diri...........................................................
31
2.2.4 Pengaruh konsep diri terhadap kompetensi interpersonal......
31
2.3 Kepribadian........................................................................................ 32
2.3.1 Pengertian kepribadian.............................................................. 32
2.3.2 Trait kepribadian....................................................................
33
2.3.3 Definisi trait kepribadian big five............................................. 34
2.3.4 Aspek-aspek trait kepribadian big five...................................... 35
2.3.5 Pengukuran trait kepribadian big five........................................ 38
2.3.6 Pengaruh trait kepribadian big five terhadap kompetensi
xi
1
1
12
12
13
14
15
15
16
16
Interpersonal........................................................................... 39
2.4 Loneliness........................................................................................... 41
2.4.1 Pengertian loneliness................................................................. 41
2.4.2 Tipe-tipe loneliness................................................................... 42
2.4.3 Pengukuran loneliness............................................................... 43
2.4.4 Pengaruh state dan trait loneliness terhadap kompetensi
Interpersonal............................................................................
45
2.5 Kerangka Berfikir..............................................................................
45
2.6 Hipotesis Penelitian............................................................................ 52
BAB 3 METODE PENELITIAN............................................................................
3.1 Populasi, Sampel danTeknik Pengambilan Sampel............................
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional.....................................
3.3 Instrumen Pengumpulan Data............................................................
3.4 Uji Validitas Item Skala .....................................................................
3.4.1 Uji validitas item skala kompetensi interpersonal.....................
3.4.2 Uji validitas item skala konsep diri...........................................
3.4.3 Uji validitas item skala trait kepribadian big five......................
3.4.4 Uji validitas item skala state loneliness....................................
3.4.5 Uji validitas item skala trait loneliness....................................
3.5 Prosedur Pengumpulan Data………………………………..............
3.6 Teknik Analisis Data................……...................................................
54
54
55
56
61
63
66
69
75
78
80
81
BAB 4 HASIL PENELITIAN……………….……………………........................
4.1 Analisis Deskriptif……………….……………………………........
4.1.1. Gambaran umum subjek penelitian….…………….…............
4.2 Hasil Analisis Deskriptif……………….…………………………...
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian……………….………….......
4.4 Uji Hipotesis Penelitian……………….………………………….....
4.5 Proporsi Varian……………….…………………………………......
83
83
83
83
85
86
93
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN………………………….........
5.1 Kesimpulan……………….…………………………………….......
5.2 Diskusi……………….…………………………………………......
5.3 Saran……………….……………………………………………......
5.3.1 Saran metodologis……………….………………………........
5.3.2 Saran praktis……………….…………………………….........
97
97
97
107
107
107
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
Tabel 3.7
Tabel 3.8
Tabel 3.9
Tabel 3.10
Tabel 3.11
Tabel 3.12
Tabel 3.13
Tabel 3.14
Tabel 3.15
Tabel 3.16
Tabel 3.17
Tabel 3.18
Tabel 3.19
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Blueprint Skala Kompetensi Interpersonal ..................... 57
Blueprint Skala Konsep Diri...........................................
58
Blueprint Skala Trait Kepribadian Big Five ..................
59
Blueprint Skala Loneliness .............................................. 60
Muatan Faktor Item Kompetensi Interpersonal..............
64
Muatan Faktor Item Kompetensi Interpersonal..............
65
Muatan Faktor Item Konsep Diri...................................... 67
Muatan Faktor Item Konsep Diri...................................... 68
Muatan Faktor Item Konsep Diri...................................... 69
Muatan Faktor Item Agreebleness..................................... 70
Muatan Faktor Item Conscientiousness............................ 71
Muatan Faktor Item Neuroticism...................................... 73
Muatan Faktor Item Extraversion..................................... 74
Muatan Faktor Item Openness to experience.................... 75
Muatan Faktor Item State loneliness................................. 76
Muatan Faktor Item State loneliness................................. 77
Muatan Faktor Item State loneliness................................. 77
Muatan Faktor Item Trait loneliness................................. 79
Muatan Faktor Item Trait loneliness................................. 79
Gambaran Umum Subjek Penelitian................................. 83
Analisis Deskriptif............................................................. 84
Pedoman Interpretasi Skor................................................ 85
Kategorisasi Skor Variabel................................................ 86
Model Summary Analisis Regresi..................................... 87
Tabel Anova Pengaruh Keseluruhan Independent Variabel
terhadap Dependent Variabel.............................................. 88
Koefisien Regresi................................................................ 89
Proporsi Varians untuk Masing-masing Independent Variabel 94
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir..............................................................................51
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Kuesioner
Lampiran B Path Diagram
Lampiran C Syntax & Output CFA Variabel Kompetensi Interpersonal
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang masalah mencakup paparan fenomena yang
terjadi serta hasil beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan
penelitian kompetensi interpersonal, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan
orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Salah satu cara untuk bisa
mempertahankan hidup manusia adalah dengan berkomunikasi. Komunikasi
merupakan suatu proses dua arah yang menghasilkan pertukaran informasi dan
pengertian antara masing-masing individu yang terlibat (Berko, Aitken &
Wolvin, 2010). Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar
manusia. Karena tanpa komunikasi, interaksi antar manusia, baik secara
perorangan, kelompok maupun organisasi tidak mungkin terjadi.
Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk berinteraksi
yang paling menonjol terjadi pada masa remaja. Pada masa remaja, individu
berusaha untuk menarik perhatian orang lain, mendapatkan popularitas dan
kasih sayang dari teman sebaya. Semua hal tersebut akan diperoleh apabila
remaja mampu berinteraksi secara efektif.
Agar lebih berhasil dalam menjalin interaksi antar teman sebaya maupun
lingkungan sekitar, diperlukan adanya kompetensi atau kemampuan dalam diri
remaja untuk menjalin hubungan secara efektif. Kemampuan tersebut disebut
1
2
dengan kompetensi interpersonal. Menurut Buhrmester, Furman, Wittenberg, dan
Reis (dalam Paulk, 2008), kompetensi interpersonal adalah keterampilan atau
kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan
efektif dengan orang lain, kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh individu tak
terkecuali para remaja.
Secara umum, kompetensi interpersonal didefinisikan sebagai kemampuan
individu untuk berinteraksi dengan orang lain secara efektif (Spitzberg & Cupach,
2012). Individu yang mempunyai kompetensi interpersonal yang tinggi akan
mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati
secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang
lain dan dapat dengan cepat memahami temperamen, sifat dan kepribadian orang
lain, mampu memahami suasana hati, motif dan niat orang lain semua
kemampuan ini akan membuat remaja tersebut lebih berhasil dalam berinteraksi
dengan orang lain. Fisher dan Adams (1994) menjelaskan bahwa dengan
kompetensi
interpersonal
akan
mengembangkan
perilaku
empati
yang
memungkinkan individu untuk mengerti dan merespon perasaan orang lain.
Kesadaran kognitif akan pentingnya kompetensi interpersonal dalam diri
individu ternyata tidak selamanya dapat tumbuh dan berkembang secara baik
pada seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Setidaknya secara empirik kerap
ditemukan ada individu yang mengalami konflik dengan sesamanya tidak
berusaha
menyelesaikan
konflik
dengan
baik,
namun
justru
memilih
menyelesaikannya dengan pertengkaran. Kemampuan untuk mengatasi konflik
dengan baik merupakan indikasi adanya kompetensi interpersoanl, hal ini
3
sebagaimana diungkap oleh Buhrmester (dalam Paulk, 2008) bahwa ciri adanya
kompetensi interpersonal pada individu adalah kekampuan memulai kontak,
dukungan emosional, keterbukaan, bersikap asertif, dan mengatasi konflik.
Problem kompetensi interpersonal juga terjadi pada diri siswa remaja
SMA N 6 Tangerang Selatan, hal tersebut sebagaimana dilaporkan dari hasil
wawancara dengan salah satu guru SMA N 6 Tangerang Selatan, bahwa banyak
persoalan pribadi dan kompetensi interpersonal di kalangan siswa yang meliputi:
kesulitan hubungan dengan sesama maupun lawan jenis, kurang mampu
mengendalikan emosi, sering terlibat konflik dengan teman. Selain itu banyak
siswa yang mengeluhkan persoalan pribadi yang pada gilirannya dapat
menyulitkan mereka dalam melakukan hubungan interpersonal seperti, rendah
diri, sikap tertutup, kecemasan tinggi, tidak mampu mengendalikan diri, dan
mudah dipengaruhi orang lain.
Pentingnya kompetensi interpersonal ditujukan kepada para remaja dapat
dilihat dari banyaknya penelitian yang dilakukan. Salah satunya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Chow, Ruhl, dan Buhrmester (2013). Dalam
penelitiannya Chow et al. (2013) menjelaskan bahwa kompetensi interpersonal
penting bagi kualitas hubungan pertemanan pada remaja. Remaja yang miliki
kemampuan untuk berbagi perasaan dan mampu menempatkan diri sesuai
dengan perspektif orang lain, dapat meningkatkan kesejahteraan dalam hubungan
pertemanannya.
Penelitian lain yang mendukung pentingnya kompetensi interpersonal
pada remaja adalah penelitian yang dilakukan oleh Mahoney, Cairns, dan Farmer
4
(2003), yang menjelaskan bahwa dengan kompetensi interpersonal mampu
meningkatkan kesuksesan seorang remaja dalam bidang pendidikan. Mahoney et
al. (2003) menjelaskan bahwa remaja yang memiliki kompetensi interpersonal
yang tinggi mampu mengatur dengan baik di bidang karir dan pendidikan ketika
mereka beranjak dewasa.
Dari beberapa penelitian di atas, dapat dilihat bahwa pada masa remaja
penting untuk memiliki kompetensi interpersonal. Hal ini juga didukung
penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester (1990) yang menjelaskan bahwa
kompetensi interpersonal sangat penting di miliki oleh para remaja dibandingkan
pra-remaja. Karena dibandingkan anak pra-remaja, pada masa remaja lebih di
tuntut untuk memiliki hubungan pertemanan yang dekat dan terbuka. Para
remaja harus bisa memulai percakapan dan memiliki hubungan pertemanan di
luar kelas. Mereka harus memiliki kemampuan untuk membuka diri mengenai
informasi pribadi dan dengan bijakasana dapat memberikan dukungan emosional
kepada teman-temannya.
Namun, tidak banyak para remaja yang berhasil dalam hubungan
interpersonalnya. Banyak remaja yang gagal dalam mengembangkan kompetensi
interpersonal sehingga mereka mengalami banyak hambatan dalam dunia
sosialnya. Akibatnya mereka mudah tersisihkan secara sosial. Seringkali konflik
interpersonal juga menghambat remaja untuk mengembangkan dunia sosialnya
secara matang. Akibat dari hal ini, remaja merasa tidak memiliki harga diri dan
suka mengisolasi diri. Pada akhirnya menyebabkan remaja mudah menjadi
depresi dan kehilangan kebermaknaan hidup. Dengan demikian diperlukan
5
hubungan yang baik antar teman sebaya agar perkembangan sosial remaja bisa
berjalan dengan normal.
Hal ini sesuai dengan pendapat Santrock (2002), yang menjelaskan bahwa
hubungan yang baik antarteman sebaya penting bagi perkembangan sosial yang
normal. Isolasi sosial, atau ketidakmampuan untuk “melebur” ke dalam suatu
jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak kenakalan dan masalah. Dalam
suatu penelitian menjelaskan bahwa hubungan yang buruk di antara teman-teman
sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan suatu kecenderungan untuk putus
sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja. Dan pada penelitian lain
menunjukkan bahwa hubungan yang harmonis di antara teman-teman sebaya
pada masa remaja diasosiasikan dengan kesehatan mental yang positif pada
tengah baya (Santrock, 2002).
Beberapa fenomena yang banyak terjadi saat ini mengenai buruknya
hubungan teman sebaya yang diakibatkan rendahnya kompetensi interpersonal
pada remaja yaitu bisa dilihat dari kasus kenakalan remaja yang marak terjadi.
Salah satunya adalah tawuran. Contoh tawuran yang dilakukan oleh pelajar dari
SMA N 6 dengan pelajar dari sekolah lain. Tawuran ini disebabkan aksi saling
mengejek di media sosial yang mengakibatkan satu pelajar dari SMA N 6
mengalami luka di bagian keningnya (sindonews.com, 2014)
Contoh tawuran lainnya yaitu yang tejadi pada pelajar SMK Budi Murni
dengan SMK Pelayaran. Tawuran ini juga disebabkan karena saling mengejek.
(megepolitan.kompas.com, 2012). Selain tawuran kasus bullying juga merupakan
kasus remaja yang diakibatkan oleh hubungan yang buruk antar teman sebaya.
6
Contoh kasus bullying terjadi pada siswa SD di Bukittinggi. Kasus tersebut juga
terjadi karena aksi saling mengejek. Karena tidak senang orang tuanya di hina,
maka pelaku memukul korban (Republika.co.id, 2014). Hasil kajian Konsorsium
Nasional Pengembangan Sekolah Karakter tahun 2014 menyebutkan, hampir
setiap sekolah di Indonesia ada kasus bullying, meski hanya bullying verbal dan
psikologis/mental. Contoh bullying verbal seperti membentak, meneriaki,
memaki, menghina, mempermalukan, menolak, mencela, merendahkan, atau
mengejek. Sedangkan bullying psikologis/mental seperti memandang sinis,
memelototi, mencibir, hingga mendiamkan. Melihat kompleksnya kasus-kasus
bullying yang ada, Susanto selaku Ketua Konsorsium Nasional Pengembangan
Sekolah Karakter menilai bahwa Indonesia sudah masuk kategori “darurat
bullying di sekolah”. Karena itu, negara perlu segera melakukan intervensi
(beritasatu.com, 2014).
Dilihat dari beberapa kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa seorang
remaja yang memiliki kompetensi interpersonal yang rendah akan memicu
perilaku-perilaku buruk dan akan berdampak pada hubungan interpersonalnya.
Selain itu pada masa remaja juga rentan terhadap munculnya konflik, sehingga
sangat penting bagi remaja untuk memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi.
Hal ini sesuai dengan kesimpulan dari beberapa ahli Psikologi (dalam Shantz dan
Hartup, 1992) yang menjelaskan bahwa masa remaja memang rentan terhadap
munculnya berbagai konflik. Terdapat berbagai alasan yaitu pengaruh
gelombang hormon pada masa remaja, remaja mulai mengantisipasi tuntutan
peran masa dewasa, perkembangan kemampuan kognitif remaja yang mulai
7
memahami ketidakkonsistenan dan ketidaksempurnaan orang lain dan mulai
melihat persoalan-persoalan yang terjadi sebagai persoalan pribadi daripada
memberikannya pada otoritas orang tua, remaja mengalami transisi tahapan
perkembangan
dan
perubahan-perubahan
menuju
kematangan
yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya konflik.
Dalam menjalin hubungan dengan lingkungan tentu kita harus mampu
menyesuaikan diri agar terciptanya hubungan yang efektif. Maka dibutuhkan
konsep diri pada diri individu. Konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of
reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan secara fenomenologis dan
ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan
arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia
menunjukkan sesuatu kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk
keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti ia lakukan terhadap
dunia di luar dirinya (Fitts & Warren, 1996).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartanti (2006) yang
menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif antara konsep diri dengan
kompetensi interpersonal pada pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas
Diponegoro (UKM Undip). Semakin positif konsep diri yang dimiliki pengurus
UKM Undip, maka semakin tinggi kompetensi interpersonal yang dimiliki.
Sebaliknya, semakin negatif konsep diri pengurus UKM Undip, maka semakin
rendah kompetensi interpersonal yang dimiliki.
Hartanti (2006) menjelaskan bahwa dalam penelitiannya membuktikan
bahwa konsep diri merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan
8
keberhasilan seorang pengurus dalam menjalin hubungan dengan rekannya,
seorang pengurus yang mampu menerima diri apa adanya akan memiliki
penghargaan yang tinggi terhadap dirinya dan memiliki pandangan yang realistik
tentang keterbatasannya akan lebih mampu menjalin hubungan interpersonalnya
dengan orang lain.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Kresnawati (2009) mengenai hubungan
antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal pada anggota Rotaract Club
Semarang. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan
positif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan kompetensi
interpersonal pada anggota Rotaract Club Semarang. Semakin positif konsep diri
yang dimiliki maka semakin tinggi pula kompetensi interpersonal, demikian pula
sebaliknya.
Jika para remaja telah mengenal konsep dirinya dengan baik tentu akan
berusaha menyesuaikan dan memposisikan diri dengan orang yang diajak
berbicara dengan menjaga sikap yang baik. Sehingga tidak menimbulkan
perdebatan yang memacu timbulnya perkelahian. Remaja yang memiliki konsep
diri positif menunjukkan bahwa remaja tersebut memiliki keyakinan bahwa
dirinya mampu untuk menciptakan hubungan interpersonal yang baik, dengan
memposisikan diri dengan orang lain agar dapat saling menghargai satu sama
lain. Sebaliknya, remaja yang memiliki konsep diri negatif tidak memiliki
keyakinan
dengan
kemampuan
yang
dimiliki,
sehingga
sulit
untuk
mengkomunikasi apa yang dirasakan dan dipikirkannya (Rakhmat, 2005).
Selain konsep diri, trait kepribadian juga merupakan salah satu faktor
9
yang mempengaruhi kompetensi interpersonal. Seperti yang diungkapkan oleh
Nashori (2008) kepribadian juga mempengaruhi kompetensi interpersonal.
Dalam penelitian ini peneliti memilih pendekatan trait kepribadian dari aspek
big five yaitu neuroticism (N), extraversion (E), openness to experience (O),
agreebleness (A), dan conscientiousness (C). Seperti penelitian yang dilakukan
oleh Frisbie, Fitzpatrick, Feng, dan Crawford (2000) mengenai “Women’s
Personality Traits, Interpersonal Competence and Affection for Dating Parteners:
A Test of the Contextual Model”. Frisbie et al. (2000) menjelaskan salah satu
hipotesisnya yaitu sejauh mana Big Five Personality berkontribusi terhadap
kompetensi interpersonal. Big Five Personality tersebut adalah extraversion,
neuroticism, agreeableness, conscientiousness dan openness to experience.
Sedangkan aspek dari kompetensi interpersonal adalah self-disclosure, emotional
support, assertion, dan conflict resolution. Dari hasil penelitian tersebut
menyebutkan bahwa agreeableness berhubungan dengan conflict resolution dan
emotional support, conscientiousness juga berhubungan dengan assertion dan
neuroticism secara negatif berhubungan dengan conflict resolution. Sedangkan
ekstraversion dan openness secara signifikan tidak berhubungan dengan aspek
kompetensi interpersonal. Berdasarkan penelitian tersebut, baru tiga dari lima
trait kepribadian big five yang ditemukan memiliki pengaruh dengan kompetensi
interpersonal,
yiatu
agreeableness,
conscientiousness,
dan
neuroticism.
Meskipun begitu, peneliti juga ingin melihat kedua trait kepribadian big five
lainnya. Peneliti mengambil pendekatan big five personality sebagai variabel
kepribadian
yang
mempengaruhi
kompetensi
interpersonal
dikarenakan
10
pendekatan ini menggunakan trait kepribadian yang terdiri dari lima faktor besar
yang telah diakui dan digunakan di berbagai negara.
Selanjutnya Paulk (2008), menjelaskan bahwa seseorang yang kompetensi
interpersonalnya baik, dilaporkan memiliki kesejahteraan dan kecemasan-depresi
serta loneliness yang lebih rendah. Maka semakin tinggi kompetensi
interpersonal pada diri seseorang maka semakin rendah kecenderungan seseorang
mengalami depresi dan loneliness. Loneliness menurut Peplau dan Perlman
(dalam Friedman, 1998).) adalah pengalaman yang tidak menyenangkan yang
terjadi ketika seseorang memiliki hubungan sosial yang rendah, baik secara
kuantitas maupun kualitas.
Sedangkan loneliness menurut Salkind (2006) adalah seseorang yang
memiliki kepuasan dalam berinteraksi yang rendah kepada teman dan
keluarganya. Lebih lanjut Salkind menjelaskan bahwa kesepian dan kesendirian
(aloneliness) adalah berbeda; kesendirian dapat dinikmati ketika seseorang ingin
sendirian, sedangkan kesepian dapat dirasakan ketika seseorang yang sedang
bersama teman-temannya namun dia tetap merasa kesepian. Kemudian dalam
bukunya, Salkind juga menjelaskan bahwa terdapat penelitian yang menjelaskan
bahwa individu yang memiliki tingkat loneliness yang tinggi cenderung kurang
terampil dan lebih menolak untuk berinteraksi dengan orang asing dibandingkan
individu yang memiliki tingkat loneliness yang rendah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester et al. (1988),
terdapat hubungan negatif antara loneliness dengan kompetensi interpersonal.
Dalam penelitiannya, Buhrmester meneliti mengenai pengaruh tipe loneliness
11
yaitu state loneliness dan trait loneliness. Dari hasil penelitiannya menemukan
bahwa state loneliness dan trait loneliness berhubungan secara negatif terhadap
kompetensi interpersonal. State loneliness adalah perasaan kesepian yang
dirasakan dalam situasi yang spesifik, kesepian yang bersifat temporer
(sementara) yang seringkali disebabkan oleh perubahan yang dramatis dan akan
hilang bila telah menemukan jaringan sosial baru. Sedangkan trait loneliness
adalah perasaan kesepian yang dirasakan dalam situasi secara umum, memiliki
kemampuan sosial yang rendah, pola perasaan yang stabil, sedikit berubah
tergantung situasi, biasanya dialami oleh orang-orang yang memiliki self-esteem
yang rendah (Peplau dan Perlman, dalam Friedman, 1998). Dengan
berpengaruhnya tipe loneliness ini penelitipun tertarik untuk meneliti pengaruh
tipe loneliness yaitu state loneliness dan trait loneliness terhadap kompetensi
interpersoal.
Perlu ditekankan bahwa konsep dari trait pada loneliness dalam penelitian
ini, berbeda dengan konsep dari trait pada kepribadian big five. Trait pada
loneliness merupakan perasaan kesepian yang dirasakan dalam waktu beberapa
tahun, sedangkan trait dalam kepribadian merupakan sifat-sifat kepribadian
dalam diri individu yang menetap dan konsisten. Trait loneliness disini adalah
bagaimana
seseorang
merasa
kesepian
berdasarkan
pengalaman
dari
ketidaksesuaian hubungan yang diharapkan dengan apa yang dialami dan
perasaan kesepian ini telah dirasakan paling sedikitnya dalam setahun.
Sedangkan traits pada kepribadian adalah kekonsistenan perilaku yang
dimunculkan oleh individu pada stimulus yang berbeda sehingga menjadi
12
karakter bagi masing-masing individu.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini berjudul “Pengaruh konsep
diri, trait kepribadian big five dan tipe loneliness dan jenis kelamin terhadap
kompetensi interpersonal pada remaja SMAN N 6 Tangerang Selatan”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitian ini, maka penulis membatasi
penelitian ini pada kompetensi interpersonal dan variabel-variabel yang
mempengaruhinya yaitu konsep diri, trait kepribadian big five dan tipe
loneliness dan jenis kelamin. Adapun definisi dari masing-masing variabel
adalah sebagai berikut :
1.
Kompetensi interpersonal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu
kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan
efektif dengan orang lain (Buhrmester et al., dalam Paulk, 2008)
2.
Konsep diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang
dimiliki remaja dalam mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya
serta memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang
dirinya. Konsep diri mencakup aspek internal dan eksternal. Di mana aspek
internal terdiri dari tiga bentuk yaitu identity self, behavioral self, judging
self. Sedangakn pada aspek eksternal terdiri dari physical self, moral-ethic
self, personal self, family self dan social self. (Fitts & Warren, 1996).
3.
Trait kepribadian yang dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Big
Five personality. Big five personality adalah pengumpulan trait kepribadian
13
ke dalam lima aspek dasar, yaitu neuroticism (N), extraversion (E), openness
to experience (O), agreebleness (A), dan conscientiousness (C) (Goldberg,
dalam Donellan, 2006).
4.
Loneliness dalam penelitian ini adalah rasa kesepian (loneliness) yang di
rasakan oleh remaja dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dapat dilihat
dari tipe-tipe loneliness yaitu state loneliness dan trait lonelinenss. State
loneliness
adalah
rasa
kesepian
yang
dirasakan
karena
pengalaman-pengalaman dramatis, sedangkan trait loneliness adalah rasa
kesepian yang bersifat lebih stabil dan memiliki sedikit interaksi sosial yang
berarti. (Peplau dan Perlman, dalam Friedman, 1998).
5.
Remaja dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI SMA N 6
Tangerang Selatan. Karena masa remaja sebagai periode yang penting pada
diri seseorang (Hurlock, 1999).
1.2.2 Perumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan konsep diri, trait kepribadian big five,
tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada
remaja?
2.
Seberapa besar sumbangan varian konsep diri, trait kepribadian big five, tipe
loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada
remaja?
3. Apakah konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi
14
interpersonal pada remaja?
4. Apakah kepribadian extraversion memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?
5. Apakah kepribadian openess to experience memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?
6. Apakah kepribadian agreebleness memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?
7. Apakah kepribadian conscientiousess memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?
8. Apakah kepribadian neuroticism memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?
9. Apakah state loneliness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kompetensi interpersonal pada remaja?
10. Apakah trait loneliness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kompetensi interpersonal pada remaja?
11. Apakah jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kompetensi interpersonal pada remaja?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui pengaruh konsep diri terhadap kompetensi interpersonal
pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
2.
Untuk mengetahui pengaruh trait kepribadian neuroticsm terhadap
komptensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
15
3.
Untuk mengetahi pengaruh trait kepribadian extraversion terhadap
komptensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
4.
Untuk mengetahui pengaruh trait kepribadian openes to experience terhadap
komptensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
5.
Untuk mengetahi pengaruh trait kepribadian agreebleness terhadap
kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
6.
Untuk mengetahui pengaruh trait kepribadian conscientiousess terhadap
komptensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
7.
Untuk
mengetahui
pengaruh
state loneliness
terhadap
kompetensi
interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
8.
Untuk
mengetahui
pengaruh
trait
loneliness
terhadap
kompetensi
interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
9.
Untuk
mengetahui
pengaruh
jenis
kelamin
terhadap
kompetensi
interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
10. Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan varian konsep diri, trait
kepribadian, tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi
interpersonal.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Apabila penelitian ini membuktikan adanya pengaruh, maka diharapkan hal ini
dapat memberikan sumbangan untuk ilmu psikologi, khususnya bidang
psikologi sosial dan psikologi perkembangan dengan menunjukkan bahwa
16
konsep diri, trait kepribadian big five dan tipe loneliness berpengaruh terhadap
kompetensi interpersonal pada remaja.
1.4.2 Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah
wawasan serta sebagai salah satu rujukan untuk meneliti lebih lanjut dari sisi
dan masalah penelitian yang sama dalam konteks psikologi. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat berguna untuk seluruh remaja untuk meningkatkan
pengetahuan tentang kompetensi interpersonal. Sehingga para remaja mampu
berinteraksi dengan teman-temannya secara efektif.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penelitian dalam penelitian ini terdiri dari:
BAB 1
Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
BAB 2
Landasan Teori
Pada bab ini diuraikan teori-teori terkait dengan variabel terikat (dependent
variabel), dan variabel bebas (independet variable), dilanjutkan dengan
kerangka berpikir dan hipotesis.
BAB 3
Metodologi Penelitian
Pada bab ini berisi mengenai populasi, sampel dan teknik sampling, variabel
penelitian instrument pengumpulan data, teknik analisis data dan prosedur
penelitian.
BAB 4
Hasil Penelitian
17
Pada bab ini, dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil analisis
deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis dan
pembatasan hasil pengujian hipotesis dan proporsi varians
BAB 5
Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Pada bab ini, peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang
telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan
saran
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini memaparkan teori yang digunakan dalam peneltian ini. Terdiri dari
lima subbab yaitu teori kompentensi interpersonal, teori konsep diri, teori
kepribadian, teori loneliness, kerangka berfikir, dan hipotesis peneltian.
2.1 Kompetensi Interpersonal
2.1.1 Pengertian kompetensi interpersonal
Secara umum, menurut Bochner dan Kelly kompetensi interpersonal adalah
kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara efektif kepada orang lain
(dalam Spitzberg & Cupach, 2012). Sedangkan menurut Spitzberg dan Cupach
(dalam DeVito, 1996) menyatakan bahwa kompetensi interpersonal adalah
kemampuan individu untuk melakukan komunikasi yang efektif, yang ditandai
karakteristik- karakteristik psikologis tertentu yang sangat mendukung dalam
menciptakan dan membina hubungan antarpribadi yang baik dan memuaskan.
Hal ini didukung oleh pendapat Rickhet dan Strohner (2008) bahwa kemampuan
dalam berkomunikasi adalah pokok dari kesuksesan kehidupan sosial dalam
segala area kehidupan.
Menurut Buhrmester et al. (dalam Paulk, 2008) kompetensi interpersonal
adalah keterampilan atau kemampuan yang dimiliki individu untuk membina
hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain. Seseorang yang mempunyai
kompetensi interpersonal yang baik akan terbuka, mampu menjalin komunikasi
yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu
mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain.
18
19
Sedangkan menurut Howard Garner (2011) kemampuan interpersonal
merupakan bagian dari Multiple Intelligence yang terdiri atas linguistic, logical
mathematical,
spatial,
bodily
kinesthetic,
musical,
interpersonal
dan
intrapersonal. Menurut Gardner, interpersonal adalah kemampuan seseorang
untuk mengetahui dan menerima perbedaan dalam suasan hati (moods),
kehendak (intention), motivasi (motivation), perasaan dan dorongan yang ada
pada diri orang lain meskipun hal-hal tersebut tersembunyi, termasuk kepekaan
pada ekspresi emosi, suara, gesture, dan kemampuan untuk memberikan respon
secara efektif padasinyal-sinyal tersebut dengan cara pragmatis.
Dari penjelasan diatas, peneliti menggunakan teori Buhrmester et al.
(dalam, Paulk, 2008) yaitu yang menjelaskan bahwa kompetensi interpersonal
adalah keterampilan atau kemampuan yag dimiliki individu untuk membina
hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain.
2.1.2 Aspek-aspek kompetensi interpersonal
Menurut Buhrmester et al. (dalam Paulk, 2008) aspek-aspek kompetensi
interpersonal meliputi:
a.
Initiation
Inisiatif adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan
dengan orang lain, atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Inisiatif
merupakan usaha pencarian pengalaman baru yang lebih banyak dan luas
tentang dunia luar, juga tentang dirinya sendiri dengan tujuan untuk
20
mencocokkan sesuatu atau informasi yang telah diketahui agar dapat lebih
memahaminya.
b.
Negative assertion
Menurut Schwartz (2003) bersikap asertif adalah mempertahankan pendapat
dan mengekspresikan keyakinan, apa yang kita rasakan dan apa yang kita
inginkan. Seseorang yang asertif akan bertanggung jawab pada pendapatnya
dan berusaha berkomunikasi dengan sukses bahkan ketika pendapatnya
berselisih dengan orang lain.
c.
Self-disclosure
Kemampuan membuka diri merupakan kemampuan untuk membuka diri,
menyampaikan informasi yang bersifat pribadi dan penghargaan terhadap
orang lain. Menurut Farber (2006), dengan membuka diri kita merasa dekat
dengan seseorang, seperti anggota keluarga, karena kita selalu bersama
mereka dan menjadi bagian dirinya. Kita menceritakan segala cerita kepada
mereka. Serta membiarkan mereka memasuki dunia kita, menceritakan
mengenai diri kita, termasuk perasaan, pikiran dan keinginan.
d.
Emotional support
Kemampuan memberikan dukungan emosional sangat berguna untuk
mengoptimalkan komunikasi interpersonal antar dua pribadi. Dukungan
emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan memberi rasa
nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan tertekan dan
bermasalah. Kemampuan ini lahir dari adanya empati dalam diri seseorang.
e.
Conflict management
21
Kemampuan mengatasi konflik meliputi sikap-sikap untuk menyusun
strategi penyelesaian masalah, mempertimbangkan kembali penilaian atau
suatu masalah dan mengembangkan konsep harga diri yang baru. Menyusun
strategi
penyelesaian
bersangkutan
masalah
merumuskan
adalah
cara
bagaimana
menyelesaikan
individu
konflik
yang
dengan
sebaik-baiknya.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal
Menurut Monks et al., (1990), ada beberapa faktor yang mempengaruihi
kompetensi interpersonal, yaitu:
a.
Umur
Konformisme semakin besar dengan bertambahnya usia, terutama terjadi
pada remaja usia 15 atau belasan tahun.
b.
Keadaan sekeliling
Kepekaan pengaruh dari teman sebayanya sangat mempengaruhi kuat
lemahnya interaksi teman sebaya.
c.
Jenis kelamin
Kecenderungan perempuan untuk berinteraksi dengan teman sebaya lebih
besar daripada laki-laki
d.
Kepribadian ekstrovert
Anak-anak ekstrovert lebih konformitas daripada introvert
e.
Besar kelompok
Pengaruh kelompok menjadi makin besar bila besarnya kelompok
bertambah
22
f.
Keinginan untuk mempunyai status
Adanya dorongan untuk memiliki status inilah yang menyebabkan remaja
berinteraksi dengan teman sebayanya, individu akan menemukan kekuatan
dalam mempertahankan dirinya di dalam perebutan tempat di dunia orang
dewasa.
g.
Interaksi orang tua
Suasana rumah yang tidak menyenangkan dan tekanan dari orang tua
menjadi dorongan individu dalam berinteraksi dengan teman sebayanya.
h.
Pendidikan
Pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam interaksi teman
sebaya karena orang yang berpendidikan tinggi mempunyai wawasan dan
pengetahuan yang luas, yang mendukung dalam pergaulannya.
Sedangkan menurut Santrock (1996) kompetensi interpersonal dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya:
1.
Faktor pribadi (personal)
Hurlock (1999) berpendapat bahwa harga diri dan konsep diri merupakan
sumber penting lain dalam mempengaruhi perkembangan sosial remaja, di
mana harga diri dan konsep diri yang dimiliki seseorang dapat
membantunya dalam beradaptasi dan bersosialisasi dengan orang lain.
2.
Faktor lingkungan
Sumber-sumber potensi yang berasal dari faktor lingkungan meliputi orang
tua, kelompok sebaya, guru, konselor, pelatih olah raga, bahkan kepala
sekolah. Lingkungan juga merupakan sumber yang dapat mendukung dan
23
mengembangkan kemampuan remaja untuk mengkoordinasikan emosi,
kognisi, tingkah laku baik dalam adaptasi jangka pendek maupun proses
perkembangan jangka panjang.
Sedangkan menurut Nashori (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi
kompetensi interpersonal adalah
1.
Berifat eksternal, yaitu kontak dengan orang tua, interaksi dengan
teman sebaya, aktivitas dan partisipasi sosial.
2.
Bersifat internal, jenis kelamin, kepribadian, dan kematangan pada diri
individu.
Selain faktor-faktor diatas, peneliti juga mengambil faktor-faktor yang
mempengaruhi kompetensi interpersonal berdasarkan penelitian terdahulu. Yaitu
mengenai tipe-tipe loneliness. Penelitian ini dilakukan oleh Buhrmester et al.
(1988) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan tipe-tipe
loneliness, yaitu state loneliness dan trait loneliness terhadap kompetensi
interpersonal.
Dari penjelasan di atas, peneliti memilih konsep diri, kepribadian, dan
tipe-tipe loneliness sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi
interpersonal. Faktor-faktor tersebut akan peneliti angkat menjadi independent
variabel dalam penelitian ini.
2.1.4 Pengukuran kompetensi interpersonal
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur komunikasi interpersonal, peneliti
menggunakan alat ukur baku yang dibuat oleh Buhrmester et al. (dalam Paulk,
2008) yaitu Interpersonal Competence Quetionnaire (ICQ). Pada skala ini
24
berjumlah 40 item yang terdiri dari lima aspek yaitu, initiation, negative
assertion, disclosure, emotional support dan conflict management.
2.1.5. Kompetensi interpersonal pada remaja
Masa remaja merupakan masa yang penting bagi individu untuk menentukan
masa depannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Hurlock (1999) bahwa masa
remaja merupakan masa yang penting, karena pada usia antara 12 dan 16 tahun
merupakan tahun kehidupan yang penuh kejadian dan menyangkut pertumbuhan
dan perkembangan. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak dan masa
di mana mereka ingin tahu tentang segala sesuatu yang mereka belum tahu,
termasuk di dalamnya adalah tentang bagaimana mereka melakukan hubungan
interpersonal yang baik agar mereka bisa diterima oleh lingkungan mereka.
Pada saat memasuki masa remaja, seseorang cenderung menghabiskan
waktu lebih banyak bersama teman-temannya dibandingkan bersama orang
tuanya (Santrock, 2002). Selanjutnya Santrock (2002) juga menjelaskan bahwa
hubungan yang baik antarteman sebaya penting bagi perkembangan sosial yang
normal. Isolasi sosial, atau ketidakmampuan untuk “melebur” ke dalam suatu
jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak kenakalan dan masalah. Dalam
suatu penelitian menjelaskan bahwa hubungan yang buruk di antara
teman-teman
sebaya
pada
masa
remaja
diasosiasikan
dengan
suatu
kecenderungan untuk putus sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja. Dan
pada penelitian lain menunjukkan bahwa hubungan yang harmonis di antara
teman-teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan kesehatan mental
yang positif pada tengah baya (Santrock, 2002).
25
Dari penjelasan tersebut sangat penting bagi para remaja untuk memiliki
hubungan yang efektif dengan teman sebayanya. Agar hubungan pertemanan
dengan teman sebaya dapat berjalan efektif maka para remaja di tuntut untuk
memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi. Individu yang mempunyai
kompetensi interpersonal yang tinggi akan mampu menjalin komunikasi yang
efektif
dengan
orang
lain,
mampu
berempati
secara
baik,
mampu
mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain dan dapat dengan
cepat memahami temperamen, sifat dan kepribadian orang lain, mampu
memahami suasana hati, motif dan niat orang lain semua kemampuan ini akan
membuat individu tersebut lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain.
Dengan demikian para remaja mampu menjalin hubungan yang baik dengan
teman sebayanya sehingga perilaku buruk atau kasus-kasus kenakalan remaja
dan konflik diantara hubungan teman sebaya dapat dihindarkan.
Disimpulkan dari pendapat beberapa ahli Psikologi bahwa masa remaja
memang rentan terhadap munculnya berbagai konflik (Shantz & Hartup, 1992).
Terdapat berbagai alasan yaitu pengaruh gelombang hormon pada masa remaja,
remaja mulai mengantisipasi tuntutan peran masa dewasa, perkembangan
kemampuan kognitif remaja yang mulai memahami ketidakkonsistenan dan
ketidaksempurnaan orang lain dan mulai melihat persoalan-persoalan yang
terjadi sebagai persoalan pribadi daripada memberikannya pada otoritas orang
tua, remaja mengalami transisi tahapan perkembangan dan perubahan-perubahan
menuju kematangan yang meningkatkan kemungkinan timbulnya konflik.
Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa penting untuk remaja memiliki
26
kemampuan interpersonal dalam mencegah persoalan atau konflik yang terjadi di
masa remajanya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Buhrmester et al. (1988) yang membuktikan bahwa kompetensi interpersonal
pada remaja berperan penting dalam keberhasilan seorang remaja dalam
menjalani kehidupan sosialnya. Hal ini mencapai popularitas kelompok teman
sebaya dalam keberhasilan atau kesuksesan remaja dalam menjalin hubungan.
Selain itu juga membuat interaksi dengan orang lain menyenangkan dan penuh
pengalaman yang nyaman.
Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa kompetensi interpersonal
sangat penting bagi remaja, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kompetensi
interpersonal pada remaja.
2.2 Konsep Diri (Self Concept)
2.2.1 Pengertian konsep diri
Fits dan Warren (1996) mengatakan bahwa konsep diri seseorang merupakan
kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan
secara fenomenologis dan ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi
terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi
tentang dirinya, berarti ia menunujukkan suatu kesadaran diri (self awareness)
dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti ia
lakukan terhadap dunia di luar dirinya.
Sedangkan menurut Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa
konsep diri adalah gambaran mental individu yang terdiri dari pengetahuan
tentang diri, pengharapan tentang diri, dan penilaian terhadap diri. Pengetahuan
27
tentang diri adalah informasi yang dimiliki individu tentang dirinya: umur, jenis
kelamin, penampilan dan sebagainya. Pengharapan individu bagi dirinya adalah
gagasan tentang ingin menjadi apa kelak. Sedangkan penilaian adalah
pengukuran individu tentang keadaan dirinya yang dibandingkan dengan apa
yang menurutnya individu tersebut seharusnya terjadi pada dirinya.
Menurut Mercer (2011) konsep diri adalah konstruk psikologis yang
terdiri dari gambaran diri yang termasuk kemampuan dalam mengevaluasi
perasaan mengenai dirinya sendiri.
Sedangkan menurut Rogers (dalam Cervon
& Pervin, 2013) konsep diri adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang
disadari dan disimbolisasikan, di mana “aku” merupakan pusat referensi setiap
pengalaman. Lebih lanjut Rogers menjelaskan bahwa konsep diri merupakan
bagian inti dari pengalaman individu yang secara perlahan dibedakan dan
disimbolisasikan sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan “apa dan siapa
aku” dan “apa yang harus aku perbuat”.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti memilih teori Fitts dan Warren
(1996) yang menjelaskan bahwa konsep diri adalah gambaran seseorang atau
pandangan seseorang tentang dirinya sendiri melalui bagaimana seseorang
mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan
penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya.
2.2.2 Aspek-aspek konsep diri
Fitts dan Warren (1996) membagi konsep diri dalam dua aspek pokok, yaitu
sebagai berikut:
1) Aspek internal
28
Aspek internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal
frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian
yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam
dirinya. aspek ini terdiri dari tiga bentuk:
a.
Diri identitas (identity self)
Merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu
pada pertanyaan, “siapakah saya”. Dalam pertanyaan tersebut tercakup
label-label
dan
simbol
yang
diberikan
pada
diri
(self)
oleh
individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan
membangun identitasnya.
b.
Diri perilaku (behavioral self)
Merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan
segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. Selain itu
bagian ini berkaitan dengan diri identitas.
c.
Diri penerimaan/penilaian (judging self)
Diri penilaian berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan
evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri
identitas dan diri pelaku.
2) Aspek eksternal
Pada aspek eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas
sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Namun
aspek yang dikemukakan oleh Fitts dan Warren (1996) adalah aspek eksternal
yang bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu:
29
a.
Diri fisik (physical self)
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya
secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai
kesehatan dirinya, penampilan dirinya dan keadaan tubuhnya (tinggi,
pendek, gemuk, kurus).
b.
Diri etik-moral (moral-ethic self)
Merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar
pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi
seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan
kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang
meliputi batasan baik dan buruk.
c.
Diri pribadi (personal self)
Merupakan
perasaan
atau
persepsi
seseorang
tentang
keadaan
pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan
dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa
puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai
pribadi yang tepat.
d.
Diri keluarga (family self)
Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam
kedukukannya sebagai anggota keluarga.
e.
Diri sosial (social self)
Merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang
lain maupun lingkungan di sekitarnya.
30
Sedangkan menurut Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa
konsep diri memiliki tiga aspek, yaitu:
1.
Pengetahuan
Aspek pertama dari konsep diri adalah apa yang individu ketahui tentang
dirinya, di mana dalam diri individu ada satu daftar julukan yang
menggambarkan usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan dan lain
sebagainya. Individu juga mengidentifikasikannya dengan kelompok sosial
lain yang menambah daftar julukan bagi dirinya. Julukan dapat diganti
setiap saat sepanjang individu mengidentifikasikan dengan suatu kelompok,
kelompok tersebut memberi individu sejumlah informasi lain yang masuk
dalam potret diri mental individu.
2.
Harapan
Individu juga memiliki pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa
dirinya di masa mendatang, dengan kata lain individu mempunyai
pengharapan bagi diri mereka sendiri
3.
Penilaian
Aspek ketiga dari konsep diri adalah penilaian individu tentang dirinya.
Individu berkedudukan sebagai penilaian tentang diri mereka sendiri setiap
hari, mengukur apakah individu bertentangan dengan “akan menjadi apa dan
seharusnya menjadi apa”
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan aspek konsep diri dari Fitts dan
Warren (1996) dengan alasan aspek konsep diri dari Fitts dan Warren (1996)
mencakup dua aspek pokok yaitu internal dan eksternal. Di mana aspek tersebut
31
mencakup penilaian diri individu berdasarkan dunia di dalam dirinya dan
berdasarkan perbandingan dirinya dengan dunia di luar dirinya. Diasumsikan
bahwa setiap individu akan melakukan penilaian terhadap diri sendiri baik
berdasarkan dunia dalam dirinya maupun dunia di luar dirinya.
2.2.3 Pengukuran konsep diri
Untuk mengukur konsep diri, bentuk skala yang digunakan peneliti adalah skala
Tennessee Self Concept Scale (TSCS) yang dibuat oleh Fitss dan Warren (1996).
Ada delapan subskala yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu identity self,
behavioral self, judging self, physical self, moral-ethical self, personal self,
family self dan socaial self. Skala tersebut terdapat 100 item, namun peneliti
mengadaptasi dengan menyesuaikan keperluan penelitian sehingga menjadi 24
item.
2.2.4. Pengaruh konsep diri terhadap kompetensi interpersonal
Konsep diri merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan
seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Selain itu, konsep diri
yang positif juga dapat menghasilkan hubungan interpersonal yang baik (Ryan,
2005). Seseorang yang mampu menerima diri apa adanya akan memiliki
penghargaan yang tinggi terhadap dirinya dan memiliki pandangan yang realistik
mengenai keterbatasannya dan akan lebih mampu menjalin hubungan
interpersonalnya dengan orang lain (Hartanti, 2006). Dengan demikian seorang
remaja yang memiliki konsep diri yang positif mereka akan yakin terhadap
kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi hambatan dalam hubungan
interpersonal, mereka akan berusaha memposisikan dirinya dengan orang lain
32
dengan menjaga sikap sehingga kompetensi interpersonal pada diri remaja akan
meningkat.
2.3 Kepribadian
2.3.1 Pengertian kepribadian
Menurut Allport (dalan Suryabrata, 2008) kepribadian adalah organisai dinamis
dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas
dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
Menurut Eysenck (dalam Suryabrata, 2008) kepribadian adalah jumlah
dari keseluruhan pola perilaku atau potensial organisme yang ditentukan oleh
faktor keturunan dan lingkungan; hal itu berasal dan berkembang melalui
interaksi dari empat faktor utama yaitu pola perilaku, sektor konatif, sektor
afektif dan sektor somatik.
Menurut Mischel (2003) kepribadian adalah :
1.
Menunjukkan kontinuitas, stabilitas, koherensi.
2.
Kepribadian diekspresikan dalam berbagai cara, dari perilaku
terbuka melalui pikiran dan perasaan.
3.
Kepribadian terorganisir, bahwa pada kenyataanya ketika tidak
terorganisir itu menandakan adanya gangguan.
4.
Kepribadian adalah determinan yang mempengaruhi bagaimana
individu berhubungan dengan dunia sosial.
5.
Kepribadian adalah konsep psikologis tetapi juga diasumsikan untuk
menghubungkan karakteristik fisik dan biologis seseorang.
33
Selanjutnya
Pervin
(dalam
Mischel,
2003)
menjelaskan
bahwa
kepribadian adalah organisasi kompleks dari kognisi, pengaruh, dan perilaku
yang memberikan arah dan pola (koherensi) untuk kehidupan seseorang. Seperti
tubuh, kepribadian terdiri dari kedua struktur dan proses dan mencerminkan sifat
(gen) dan nurture (pengalaman). Disamping itu kepribadian mencakup dampak
masa lalu, termasuk kenangan masa lalu, serta konstruksi masa kini dan masa
depan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan
suatu pola perilaku individu yang bersifat kontinuitas, stabilitas dan terorganisir
yang dikendalikan secara internal yaitu ditentukan oleh karakteristik pribadi
seseorang serta dikendalikan secara eksternal yaitu ditentukan oleh situasi
tertentu di mana perilaku itu terjadi.
2.3.2. Trait kepribadian
Dari teori-teori kepribadian, kepribadian dibagi menjadi beberapa pendekatan,
salah satunya adalah pendekatan trait. Terdapat banyak perbedaan pendapat
mengenai trait dari beberapa tokoh psikologi, dan tiga tokoh psikologi yang
paling berpengaruh yaitu Gordon Allport, Raymond B. Cattell, dan Hans J.
Eysenk (Mischel, Shoda & Ayduk, 2008).
Trait adalah perbedaan perilaku atau karakteristik pada individu dengan
individu yang lain secara konsisten (Mischel, Shoda & Ayduk, 2008). Trait
merupakan kualitas dan perbedaan individu yang memiliki tingkatan berbeda
dalam setiap stimulus yang sama. Ada yang memiliki tingkatan yang tinggi dan
34
ada yang memiliki tingkatan yang rendah dalam merespon stimulus. (Guilford,
dalam Mischel, Shoda & Ayduk, 2008).
Terdapat banyak alat ukur untuk mengukur peribadian berdasarkan trait
kepribadian, salah satunya adalah big five personality. Dalam dua dekade
terakhir, big five telah menjadi model yang utama untuk menggambarkan
struktur trait kepribadian (Rammstedt, Goldberg, & Borg, 2010).
Dengan
demikian peneliti memilih trait kepribadian big five sebagai salah satu variabel
yang mempengaruh kopetansi interpersonal dikarenakan pendekatan ini
menggunakan trait kepribadian yang terdiri dari lima faktor besar yang telah
diakui dan digunakan di berbagai negara.
2.3.3 Definisi trait kepribadian big five
Kepribadian big five adalah salah satu trait kepribadian yang dapat memprediksi
dan menjelaskan perilaku. Suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi
untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah
domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor.
Lima
trait
kepribadian
tersebut
adalah
extraversion,
agreebleness,
conscientiousness, neuroticism, openness to experiences (Goldberg, 1999)
Menurut McCrae dan Costa (1997) model lima faktor kepribadian
merupakan struktur sifat (trait), yang dikembangkan dan dijabarkan dalam waktu
lima dekade terakhir. Faktor-faktor yang didefinisikan oleh sekelompok sifat
yang saling berkaitan.
35
2.3.4 Aspek-aspek trait kepribadian big five
Kepribadian big five merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam
psikologi untuk melihat dan mengukur struktur kepribadian manusia, yang
dilihat melalui lima buah domain kepribadian. Berikut penjelasan aspek-aspek
dalam pendekatan kepribadian big five.
Menurut Goldberg (dalam Donellan, 2006) aspek-aspek trait kepribadian
big five, yaitu:
1. Extraversion, yang terdiri dari sifa-sifat: friendliness, gregariousness,
assertiveness, activity level, excitement seeking, cheerfulness
2. Agreebleness, yang terdiri dari sifat-sifat: trust, morality, altruism,
cooperation, modesty, sympathy
3. Conscientiousness, yang terdiri dari sifat-sifat: self-efficacy, orderliness,
dutifulness, achievemen striving, self-discipline, cautiousnesss
4. Neuroticism, yang terdiri dari sifat-sifat: anxiety, anger, depression,
self-consciousness, immoderation, vulnerability
5. Openness, yang terdiri dari sifat-sifat: imagination, artistic interest,
emotionality, adventurousness, intellect, liberalism
Sedangkan menurut Costa dan McCrae (dalam Cloninger, 2004)
aspek-aspek trait kepribadian big five adalah sebagai berikut:
1.
Extraversion (E)
Extraversion (E) sering disebut dengan surgency. Individu dengan skor
tinggi pada skor ekstraversion (E) cenderung penuh dengan kasih sayang,
periang, banyak bicara, suka berkumpul, dan menyukai kesenangan. Selain
36
itu, individu tersebut akan mengingat seluruh interaksi sosial, berinteraksi
dengan lebih banyak orang jika dibandingkan individu yang memiliki skor
(E) rendah. Ekstraversion dicirikan dengan kecenderungan yang positif
seperti memiliki antusiasme tinggi, mudah bergaul, energik, tertarik dengan
banyak hal, mempunyai emosi positif, ambisius, workaholic serta ramah
terhadap orang lain.
Ekstraversion juga memiliki motivasi yang tinggi dalam bergaul,
menjalin hubungan dengan sesama serta domain dalam lingkungannya.
Sebaliknya, individu dengan tingkat extraversion rendah lebih menyukai
untuk berdiam diri, tenang, penyendiri, pasif, dan kekurangan kemampuan
untuk mengungkapkan perasaan.
2. Agreebleness (A)
Agreebleness membedakan antara individu yang berhati lembut dengan yang
tak mengenal balas kasih. Individu dengan skor yang lebih mengarah pada
aspek ini memiliki kecenderungan untuk memiliki kecenderungan untuk
memiliki kepercayaan yang penuh, dermawan, suka mengalah, penerima,
dan baik hati. Aspek ini juga disebut dengan social adaptibility yaitu
mencirikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu
mengalah dan menghindari konflik interpersonal. Sedangkan pada individu
dengan tingkat agreebleness yang rendah, suka mencurigai, kikir, tidak
ramah, mudah tersinggung, cenderung untuk lebih agresif dan mengkritik
orang lain serta kurang kooperatif.
3.
Conscientiousness (C)
37
Conscientiousness (C) digambarkan dengan individu yang patuh, terkontrol,
teratur, ambisius, berfokus pada pencapaian dan disiplin diri. Aspek ini dapat
juga disebut dengan dependability, impulse control dan will to achieve.
Secara umum, individu yang memiliki skor tinggi pada aspek ini adalah
pekerja keras, cermat, tepat waktu, dan tekun. Sebaliknya, pada individu
yang berskor rendah dalam aspek ini cenderung tidak teratur, lalai, pemalas,
dan tidak memiliki tujuan serta mudah menyerah ketika menemui kesulitan
dalam tugas-tugasnya.
4. Neuroticism (N)
Individu dengan skor tinggi pada aspek Neuroticsm (N), memiliki
kecenderungan untuk mengalami kecemasan, temperamental, mengasihani
diri sendiri, sadar diri, emosional, dan rentan terhadap gangguan stres.
Seseorang yang miliki neuroticism yang rendah akan lebih gembira dan puas
terhadap hidup jika dibandingkan yang memiliki tingkat neuroticism tinggi,
sedangkan
individu
dengan
skor
yang
rendah,
biasanya
tenang,
bertemperamental datar, puas akan diri sendiri, dan tidak emosional.
5. Openness to Experience (O)
Aspek ini membedakan antara individu yang memilih variasi dibandingkan
dengan individu yang menutup diri serta individu yang mendapatkan
kenyamanan dalam hubungan mereka dengan hal-hal dan orang-orang yang
mereka kenal. Individu yang harus menerus mencari perbedaan dan
pengalaman yang bervariasi akan memiliki skor tinggi pada aspek openness.
38
Openness mengacu pada bagaimana individu tersebut bersedia untuk
melakukan penyesuaian terhadap suatu situasi dan ide yang baru. Individu
tersebut memiliki ciri mudah bertoleransi, memiliki kapasitas dalam
menyerap informasi, fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai
perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Pada individu yang tingkat openness
yang rendah digambarkan sebagai pribadi yang berpikiran sempit, dan tidak
menyukai adanya perubahan.
Dari aspek-aspek diatas, peniliti memilih menggunakan aspek trait
kepribadian big five dari Goldberg (dalam Donellan, 2006). Peneliti memilih
aspek tersebut karena pengelompokkan sifat-sifat yang digunakan lebih
mudah untuk dipahami dan diadministrasikan untuk struktur trait
kepribadian big five.
2.3.5 Pengukuran trait kepribadian big five
Terdapat beberapa alat ukut yang dikembangakn untuk mengukur kepribadian
big five, diantaranya:
1.
NEO-PI-R (The Neuroticsm Extraversion Openess - Personality Inventory Revised). Alat ukur ini dikembangkan oleh Paul T. Costa dan Robert R.
McCrae, terdiri dari 240 item.
2.
BFI (Big Five Instrument). Alat ukur ini dikembangkan oleh John, Donahue,
alat ukur ini terdiri dari 44 item. BFI menunjukkan validitas konvergen yang
tinggi dengan skala self-report lain dan dengan tingkatan sejajar pada Big
Five.
39
3.
IPIP (International Personality Item Pool). Alat ukur ini merupakan alat
ukur kepribadian yang dibuat oleh Lewis Goldberg (2006). Skala ini
berjumlah 50 item, di mana setiap aspeknya terdiri dari 10 item yaitu
Extrversion, Neuroticism, Agreebleness, Conscientiousness, dan Openess to
New Experience.
4.
MINI-IPIP (MINI - International Personality Item Pool). Alat ukur ini
merupakan adaptasi dari IPIP-NEO di mana dari jumlah item yang semula
50 item, diperkecil menjadi 20 item. Alat ukur ini di adaptasi oleh Donellan
et al. (2006).
Dari beberapa alat ukur yang dipaparkan di atas, peneliti memilih MINI-IPIP
(MINI - International Personality Item Pool) yang dibuat oleh Donellan et al.
(2006) sebagai alat ukur dalam penelitian ini. Alat ukur ini bentuk singkat dari
alat ukur item International Personality Item Pool yang di buat oleh Goldberg
(1999). Peneliti memilih alat ukur MINI-IPIP karena alat ukur ini merupakan
adaptasi dari IPIP-NEO dan telah dikembangkan dan divalidasi di lima studi.
Selain itu peneliti memilih skala ini karena mempertimbangkan efisiensi waktu
dengan 20 item pernyataan dan telah teruji validitasnya oleh Donellan et al.
(2006).
2.3.6 Pengaruh trait kepribadian big five terhadap kompetensi interpersonal
Menurut Nashori (2008) trait kepribadian merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kompetensi interpersonal. Karena seseorang cenderung akan
bertindak sesuai dengan kepribadian dalam dirinya. Secara keseluruhan
40
kepribadian seseorang dapat dilihat dari lima trait, yaitu neuroticism,
extraversion, openness to experienc, agreebleness, dan conscientiousness.
Para remaja yang memiliki sifat extraversion yang tinggi dapat
mempengaruhi kompetensi interpersonal yang tinggi pula. Menurut Leary dan
Hoyle (2009) individu dengan ciri extraversion tinggi ia senang dalam
besosialisasi, aktif berbicara dan asertif, sehingga ia mempunyai pengalaman dan
aktif dalam berhubungan dengan orang lain. Selanjutnya seseorang yang
memiliki sifat agreeableness yang tinggi juga dapat mempengaruhi kompetensi
interpersonal
karena
menurut
Cloninger
(2004)
individu
dengan
ciri
agreeableness tinggi cenderung suka mengalah ketika menghadapi konflik
dengan teman sebaya, serta baik dalam memperlakukan teman-temannya
sehingga individu ini banyak disenangi oleh temannya dan mempunyai
hubungan interpersonal yang baik.
Kemudian sifat conscientiouness, individu
yang memiliki ciri conscientiousness yang tinggi dapat mempengaruhi
kompetensi
interpersonal
tinggi
pula,
karena
individu
dengan
ciri
conscientiouness ini cenderung mampu merespon segala keadaan, individu
tersebut kecenderung untuk berfikir, merasa dan berperilaku dalam satu waktu di
setiap situasi (Leary & Hoyle, 2009). Sehingga individu yang memiliki sifat ini
mampu secara efektif menjalin hubungan interpersonal dengan teman-temannya.
Selanjutnya pada sifat neuroticism, individu dengan sifat neuroticism yang tinggi
cenderung mempunyai kompetensi interpersonal yang rendah. Karena individu
yang memiliki ciri ini cenderung merasa cemas, emosional, dan mudah depresi
41
(Leary & Hoyle, 2009). Sehingga ia tidak mempu menjalin hubungan yang baik
dengan teman-temannya.
Dan sifat yang terakhir yaitu openness to experience. Individu yang
memiliki sifat openness yang tinggi memiliki kompetensi interpersonal yang
tinggi pula. Karena individu dengan sifat openness cenderung terbuka, senang
mencari pengalaman baru, serta mampu menyesuaikan diri terhadap situasi dan
ide yang baru (Leary & Hoyle, 2009). Dengan demikian individu dengan sifat
openness yang tinggi cenderung memiliki hubungan interpersonal yang efektif.
2.4 Loneliness
2.4.1 Pengertian loneliness
Loneliness atau kesepian didefinisikan sebagai pengalaman yang tidak
menyenangkan ketika seseorang memiliki hubungan sosial yang rendah dalam
hal kualitas maupun kuantitas (Peplau & Perlman, dalam Friedman, 1998).
Lebih lanjut Perlman dan Peplau (dalam Peplau & Goldston, 1984)
menjelaskan loneliness dari tiga poin:
1.
Loneliness adalah hasil rendahnya hubungan sosial seseorang. Perasaan
kesepian terjadi ketika ada ketidakcocokan antara hubungan sosial yang
sebenarnya dengan hubungan sosial yang kita inginkan atau yang kita
butuhkan. Terkadang, loneliness dihasilkan dari pergeseran kebutuhan sosial
pada individu dan bukan dari perubahan tingkat kemampuan kontak sosial.
2.
Loneliness adalah pengalaman subyektif; hal ini tidak sama dengan isolasi
sosial. Seseorang bisa menikmati kesendirian ketika dia sedang sendirian,
atau merasa kesepian ditengah keramaian.
42
3.
Loneliness adalah pengalaman yang tidak menyenangkan. Meskipun
loneliness mungkin dapat memacu pertumbuhan pribadi seseorang, namun
pengalaman itu sendiri tidak menyenangkan dan sangat menyedihkan.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa loneliness adalah suatu
perasaan kesepian yang diakibatkan karena ketidaksesuaian antara jenis
hubungan yang kita inginkan dan jenis hubungan sosial yang kita miliki.
2.4.2 Tipe-tipe loneliness
Tipe-tipe loneliness menurut Peplau dan Perlman (dalam Friedman, 1998) yaitu:
1. Tipe berdasarkan durasi:
- state loneliness: yaitu perasaan kesepian yang dirasakan dalam situasi yang
spesifik, kesepian yang lebih temporer (sementara) yang seringkali
disebabkan oleh perubahan yang dramatis dalam kehidupan dan akan hilang
bila telah ditemukan jaringan sosial baru
- trait loneliness: yaitu perasaan kesepian yang dirasakan dalam situasi
secara umum, memiliki kemampuan sosial yang rendah, pola perasaan yang
stabil, sedikit berubah tergantung situasi, biasanya dialami oleh orang-orang
yang memiliki self-esteem yang rendah.
2. Tipe berdasarkan tidak tersedianya hubungan sosial:
- Emotional loneliness: suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang
tidak memiliki ikatan hubungan yang intim, yaitu seperti orang dewasa yang
lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya. Gejala dari emotional
loneliness yaitu cemas, merasakan kesendirian, waspada pada ancaman,
43
kecenderungan kesalahan penafsiran dalam hal bermusuhan ataupun niat
kasih sayang dari orang lain.
- Social loneliness adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika
seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam dirinya, yaitu
seperti tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang
melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang
terorganisasi, peran-peran yang berarti, suatu bentuk kesepian yang
membuat seseorang merasa diasingkan, bosan dan cemas. Gejala dari social
loneliness yaitu merasa bosan, kegelisahan, dan terasingkan (Weiss, dalam
Friedman, 1998) .
Dari penjelasan diatas, peneliti memilih tipe-tipe loneliness berdasarkan
durasi, yaitu state loneliness dan trait loneliness. Peneliti memilih tipe-tipe
loneliness ini karena perasaan kesepian yang dirasakan dapat dibedakan, baik
perasaan kesepian yang sudah dirasakan dalam beberapa hari maupun perasaan
kesepian beberapa tahun.
2.4.3 Pengukuran loneliness
1.
UCLA loneliness scale
Skala ini dikembangkan oleh Rusell, D (1996) yang merupakan skala
unidemensional yang mengukur perasaan kesepian pada subjek seperti
halnya perasaan isolasi sosial. Skala ini terdapat 20 item dan dibuat dalam
bentuk skala likert yang memiliki empat alternatif jawaban, yaitu “tidak
pernah”, “jarang”, “kadang-kadang”, dan “sering”.
2.
State versus trait loneliness scale
44
Skala ini dikembangkan oleh Gerson dan Perlman (dalam Robinson, Shaver,
& Wrightsman, 1991). Skala ini merupakan pengembangan dari skala UCLA
Loneliness yang kemudian dibagi menjadi dua bagian yaitu pertama untuk
mengukur state loneliness dan kedua untuk mengukur trait loneliness. Di
mana skala state loneliness adalah skala yang mengukur perasaan kesepian
yang dirasakan dalam beberapa hari, sedangkan pada skala trait loneliness
adalah skala yang mengukur perasaan kesepian yang dirasakan dalam
beberapa tahun. Pada skala ini terdapat 12 item pada masing masing skala
dan di buat dalam bentuk skala likert yang memiliki empat alternatif
jawaban, yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju”, dan “sangat
setuju”.
3.
Differential loneliness scale (nonstudent version)
Skala ini dikembangkan oleh Schmidt dan Sermat (dalam Robinson, Shaver,
& Wrightsman, 1991). Skala differential loneliness (nonstudent version) ini
merupakan skala yang mengukur respon dari partisipan mengenai kualitas
dan kuantitas interaksi dalam empat hal hubungan yaitu, romantic-sexual
relationship, friendships, relationship with familly, dan relationship with
larger groups or the community. Pada skala ini terdapat 66 item dan dibuat
dalam bentuk pernyataan di mana pada setiap item partisipan diminta untuk
memilih jawaban “benar” atau “salah”.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur state versus trait
loneliness yang di adaptasi dari skala yang dibuat oleh Gerson dan Perlman
(dalam Robinson, Shaver, & Wrightsman, 1991). Peneliti memilih alat ukur ini
45
karena alat ukur ini meneliti loneliness secara berbeda, yaitu perasaan loneliness
yang diukur berdasarkan durasi. Selain itu, peneliti juga akan melakukan
penelitian ulang di mana sebelumnya tipe-tipe loneliness ini telah di teliti
sebelumnya oleh Buhrmester (1988) mengenai pengaruh state loneliness dan
trait loneliness terhadap kompetensi interpersonal.
2.4.4 Pengaruh state dan trait loneliness terhadap kompetensi interpersonal
Menurut Salkind (2006) loneliness adalah seseorang yang memiliki kepuasan
dalam berinteraksi yang rendah kepada teman dan keluarganya. Menurut
Spitzberg dan Cupach (2012) seseorang yang memiliki loneliness tinggi maka ia
juga memiliki self-disclosure yang rendah. Dengan demikian, seseorang yang
miliki state maupun trait loneliness yang tinggi dapat mempengaruhi kompetensi
interpersonal yang rendah, hubungan secara negatif ini bisa saja terjadi kepada
seseorang yang menarik dirinya dari lingkungan,dan sulit untuk membuka
dirinya kepada orang lain. Ia merasa harga dirinya rendah dan tetap merasa
kesepian walapun
berada di tempat yang
ramai sehingga hubungan
interpersonalnya tidak berjalan dengan baik.
2.5 Kerangka Berfikir
Salah satu cara untuk bisa mempertahankan hidup manusia adalah dengan
berkomunikasi.
Komunikasi
merupakan
suatu
proses
dua
arah
yang
menghasilkan pertukaran informasi dan pengertian antara masing-masing
individu yang terlibat (Berko, Aitken & Wolvin, 2010). Komunikasi merupakan
dasar dari seluruh interaksi antar manusia. Karena tanpa komunikasi, interaksi
antar manusia, baik secara perorangan, kelompok maupun organisasi tidak
46
mungkin terjadi. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk
berinteraksi yang paling menonjol terjadi pada masa remaja.
Agar lebih berhasil dalam menjalin interaksi antar teman sebaya maupun
lingkungan sekitar, diperlukan adanya kompetensi atau kemampuan dalam diri
remaja untuk menjalin hubungan secara efektif. Kemampuan tersebut adalah
kompetensi interpersonal. Kompetensi interpersonal adalah keterampilan atau
kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan
efektif dengan orang lain, kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh individu tak
terkecuali para remaja (Buhrmester et al., 1988).
Individu yang mempunyai kompetensi interpersonal yang tinggi akan
mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati
secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang
lain dan dapat dengan cepat memahami temperamen, sifat dan kepribadian orang
lain, mampu memahami suasana hati, motif dan niat orang lain semua
kemampuan ini akan membuat remaja tersebut lebih berhasil dalam berinteraksi
dengan orang lain.
Pentingnya kompetensi interpersonal pada remaja dapat dilihat dari
beberapa penelitian salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Chow et al.
(2013) yang menjelaskan bahwa dengan kompetensi interpersonal yang tinggi
mampu meningkat kualitas hubungan pertemanan pada remaja. Penelitian lain
juga menjelaskan bahwa remaja yang mempunyai kompetensi interpersonal yang
tinggi mampu meningkatkan kesuksesan dalam bidang pendidikan dan karir.
Pentingnya kompetensi interpersonal pada remaja juga didukung oleh
47
penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester (1990). Dalam penelitiannya
Buhrmester (1990) menjelaskan bahwa kompetensi interpersonal sangat penting
di miliki oleh para remaja dibandingkan pra-remaja. Karena dibandingkan anak
pra-remaja, pada masa remaja lebih di tuntut untuk memiliki hubungan
pertemanan yang dekat dan terbuka. Para remaja harus bisa memulai percakapan
dan memiliki hubungan pertemanan di luar kelas. Mereka harus memiliki
kemampuan untuk membuka diri mengenai informasi pribadi dan dengan
bijakasana dapat memberikan dukungan emosional kepada teman-temannya.
Namun, tidak banyak para remaja yang berhasil dalam hubungan
interpersonalnya.
Banyak
remaja
yang
gagal
dalam
mengembangkan
kemampuan interpersonal sehingga mereka mengalami banyak hambatan dalam
dunia sosialnya. Beberapa fenomena yang banyak terjadi saat ini mengenai
buruknya hubungan teman sebaya yang diakibatkan rendahnya kompetensi
interpersonal pada remaja yaitu bisa dilihat dari kasus kenakalan remaja yang
marak terjadi. Salah satunya adalah tawuran. Contoh tawuran yang dilakukan
oleh pelajar dari SMA N 6 dengan pelajar dari sekolah lain. Tawuran ini
disebabkan aksi saling mengejek di media sosial yang mengakibatkan satu
pelajar dari SMA N 6 mengalami luka di bagian keningnya (sindonews.com,
2014). Contoh tawuran lainnya yaitu yang tejadi pada pelajar SMK Budi Murni
dengan SMK Pelayaran. Tawuran ini juga disebabkan karena saling mengejek.
(megepolitan.kompas.com,
2012).
Selain
tawuran
kasus
bullying
juga
merupakan kasus remaja yang diakibatkan oleh hubungan yang buruk antar
teman sebaya. Contoh kasus bullying terjadi pada siswa SD di Bukittinggi.
48
Kasus tersebut juga terjadi karena aksi saling mengejek. Karena tidak senang
orang tuanya di hina, maka pelaku memukul korban (Republika.co.id, 2014).
Dilihat dari beberapa kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada masa
remaja sangat penting untuk bisa berinteraksi secara efektif dengan teman
sebayanya, karena pada masa tersebut remaja rentan terhadap munculnya konflik.
Dengan
kompetensi
interpersonal,
para
remaja
mampu
mengatasi
hambatan-hambatan yang terjadi dalam hubungan pertemanan sehingga
kasus-kasus seperti tawuran atau bullying dapat dihindarkan. Para remaja akan
memiliki interaksi yang efektif, menyenangkan, dan penuh pengalaman yang
nyaman.
Terdapat
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
kompetensi
interpersonal seseorang yaitu konsep diri. Menurut Fitts dan Warren (1996)
konsep diri merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan
secara fenomenologis dan ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi
terhadap dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan
untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti ia lakukan
terhadap dunia di luar dirinya. Menurut Nashori (2008) konsep diri yang positif
membentuk kepribadian yang lebih dapat menerima diri, menerima kekurangan
dan kelebihannya, bersikap hangat sehingga sebagai modal menjalin hubungan
interpersonal. Adanya konsep diri yang positif dapat melahirkan kemampuan
kompetensi interpersonal yang positif pula.
Jika para siswa telah mengenal konsep dirinya dengan baik tentu akan
berusaha menyesuaikan dan memposisikan diri dengan orang yang diajak
49
berbicara dengan menjaga sikap yang baik. Sehingga tidak menimbulkan
perdebatan yang memacu timbulnya perkelahian. Siswa yang memiliki konsep
diri positif menunjukkan bahwa siswa tersebut memiliki keyakinan bahwa
dirinya mampu untuk menciptakan komunikasi interpersonal yang baik, dengam
memposisikan diri dengan orang lain agar dapat saling menghargai satu sama
lain. Sebaliknya siswa yang memiliki konsep diri yang negatif, tidak memiliki
keyakinan
dengan
kemampuan
yang
dimiliki
sehingga
sulit
untuk
mengkomunikasi apa yang dirasakan dan dipikirkannya (Rakhmat, 2005).
Selain konsep diri, kepribadian juga bisa mempengaruh kompetensi
interpersonal. Seperti yang diungkapkan oleh Nashori (2008) kepribadian juga
mempengaruhi kompetensi interpersonal. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan pendekatan trait. Trait kepribadian yang digunakan oleh peneliti
adalah model lima faktor oleh Goldberg (dalam Donellan, 2006). Model lima
faktor tersebut yaitu, extrversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism,
dan openness to experience.
Para remaja yang memiliki sifat extraversion yang tinggi dapat
mempengaruhi kompetensi interpersonal yang tinggi pula. Menurut Leary dan
Hoyle (2009) individu dengan ciri extraversion tinggi ia senang dalam
besosialisasi, aktif berbicara dan asertif, sehingga ia mempunyai pengalaman dan
aktif dalam berhubungan dengan orang lain. Selanjutnya seseorang yang
memiliki sifat agreeableness yang tinggi juga dapat mempengaruhi kompetensi
interpersonal
karena
menurut
Cloninger
(2004)
individu
dengan
ciri
agreeableness tinggi cenderung suka mengalah ketika menghadapi konflik
50
dengan teman sebaya, serta baik dalam memperlakukan teman-temannya
sehingga individu ini banyak disenangi oleh temannya dan mempunyai
hubungan interpersonal yang baik.
Kemudian sifat conscientiouness, individu
yang memiliki ciri conscientiousness yang tinggi dapat mempengaruhi
kompetensi
interpersonal
tinggi
pula,
karena
individu
dengan
ciri
conscientiouness ini cenderung mampu merespon segala keadaan, individu
tersebut cenderung untuk berfikir, merasa dan berperilaku dalam satu waktu di
setiap situasi (Leary & Hoyle, 2009). Sehingga individu yang memiliki sifat ini
mampu secara efektif menjalin hubungan interpersonal dengan teman-temannya.
Selanjutnya pada sifat neuroticism, individu dengan sifat neuroticism yang tinggi
cenderung mempunyai kompetensi interpersonal yang rendah. Karena individu
yang memiliki ciri ini cenderung merasa cemas, emosional, dan mudah depresi
(Leary & Hoyle, 2009). Sehingga ia tidak mempu menjalin hubungan yang baik
dengan teman-temannya.
Dan sifat yang terakhir yaitu openness to experience. Individu yang
memiliki sifat openness yang tinggi memiliki kompetensi interpersonal yang
tinggi pula. Karena individu dengan sifat openness cenderung terbuka, senang
mencari pengalaman baru, serta mampu menyesuaikan diri terhadap situasi dan
ide yang baru (Leary & Hoyle, 2009). Dengan demikian individu dengan sifat
openness yang tinggi cenderung memiliki hubungan interpersonal yang efektif.
Selain konsep diri dan trait keperibadian big five, peneliti juga ingin
melihat pengaruh loneliness terhadap kompetensi interpersonal. Loneliness
menurut Peplau dan Perlman (dalam Friedman, 1998). adalah pengalaman yang
51
tidak menyenangkan yang terjadi ketika seseorang memiliki hubungan sosial
yang rendah, baik secara kuantitas maupun kualitas. Sedangkan menurut Salkind
(2006) loneliness adalah seseorang yang memiliki kepuasan dalam berinteraksi
yang rendah kepada teman dan keluarganya. Dengan demikian seseorang yang
miliki loneliness yang tinggi dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal
yang rendah, hubungan secara negatif ini bisa saja terjadi kepada seseorang yang
menarik dirinya dari lingkungan, merasa harga dirinya rendah dan tetap merasa
kesepian walapun berada di tempat yang ramai. Terdapat 2 tipe loneliness yang
digunakan sebagai variabel penelitian yaitu trait loneliness dan state loneliness.
Kompetensi interpersonal juga dipengaruhi oleh faktor demografis yaitu
jenis kelamin. Penelitian yang dilakukan oleh Fajri (2013) menjelaskan terdapat
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kompetensi interpersonal.
Untuk lebih jelasnya peneliti membuat kerangka berfikir terkait penelitian
yang akan di buat:
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir
52
2.6 Hipotesis Penelitian
Karena penelitian ini diuji dengan analisis statistik, maka hipotesis yang akan
diuji adalah hipotesis nol (nihil), lalu dipaparkan juga hipotesis alternatif sebagai
informasi tambahan, sebagai berikut:
Hipotesis Nol (H0) : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari konsep diri, traits
kepribadian
big
five
(extraversion,
agreebleness,
constienscioueness,
neuroticism, openness to experience), tipe loneliness (state loneliness dan trait
loneliness) dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja.
Hipotesis Alternatif (Ha):
H1:
Ada pengaruh yang signifikan konsep diri terhadap kompetensi
interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
H2:
Ada pengaruh yang signifikan extraversion terhadap kompetensi
interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
H3:
Ada pengaruh yang signifikan agreebleness terhadap kompetensi
interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
H4:
Ada pengaruh yang signifikan conscientiousness terhadap kompetensi
interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
H5:
Ada pengaruh yang signifikan neuroticism terhadap kompetensi
interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
H6:
Ada pengaruh yang signifikan openness to experience terhadap
kompetensi interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
H7 :
Ada pengaruh yang signifikan state loneliness terhadap kompetensi
interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
53
H8 :
Ada pengaruh yang signifikan trait loneliness terhadap kompetensi
interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
H9:
Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap kompetensi
interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
BAB 3
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari populasi
dan sampel, definisi operasional, instrumen pengumpulan data, prosedur
penelitian dan metode analisa data yang digunakan dalam penelitian.
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja siswa SMA N 6 Tangerang Selatan.
Siswa yang dimaksud adalah siswa kelas X dan kelas XI yang berjumlah 624
orang. Kelas XII tidak termasuk dalam populasi karena saat melakukan
penelitian, kelas XII sedang mengadakan ujian. Jumlah sampel yang diambil
dalam penelitian ini adalah 358 orang.
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan
metode probability sampling yaitu pengambilan sampel yang memberi peluang
sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel atau
probabilitas sampelnya tidak diketahui. Teknik yang digunakan adalah dan
menggunakan teknik cluster sampling yaitu pengambilan sampel yang mengacu
pada kelompok. Dalam penelitian ini setelah peneliti mendapatkan daftar
populasi, dari 18 kelas yang ada di SMA N 6 Tangerang Selatan, pihak sekolah
mengizinkan untuk mengambil data pada 10 kelas saja, peneliti menentukan
kelas sebagai sub populasi, peneliti menganggap bahwa tiap kelas memiliki
karakteristik yang sama dalam mewakili populasi. Sehingga peneliti melakukan
pengambilan secara acak sebanyak 10 dari 18 kelas tersebut sebagai sampel
penelitian.
54
55
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat (dependent variabel) dan
variabel bebas (independent variabel). Adapun variabel penelitan yang akan
diteliti dalam penelitian ini yaitu:
a. Kompetensi interpersonal
b. Konsep diri
c. Extraverion
d. Agreebleness
e. Concientiousness
f. Neuroticism
g. Openness to experience
h. State loneliness
i. Trait loneliness
j. Jenis kelamin
Dependent variable dalam penelitian ini adalah kompetensi interpersonal,
sedangkan variabel lainnya merupakan independent variable.
Adapun definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini sebagai
berikut:
a. Kompetensi interpersonal adalah suatu kemampuan yang dimiliki indvidu
dalam membina hubungan dengan orang lain, dengan berdasarkan
terpenuhnya
aspek
yang
dibutuhkan
untuk
tercapainya
hubungan
interpersonal yang baik dan efektif, yaitu aspek initiation, negative assertion,
disclosure, emotional support dan conflict management.
56
b.
Konsep diri adalah gambaran seseorang atau pandangan seseorang tentang
dirinya sendiri berdasarkan perbandingan yang dilakukan terhadap dunia
dalam dirinya maupun diluar dirinya.
c.
Extraversion adalah seseorang dengan extraversion yang tinggi cenderung
memiliki sifat ramah, suka berteman, dan periang.
d. Agreebleness adalah seseorang dengan agreebleness yang tinggi cenderung
memiliki sifat simpati, mengutamakan orang lain, mau bekerjasama, dan
sopan
e. Conscientiousness adalah seseorang dengan conscientiousness yang tinggi
cenderung memiliki sifat pekerja keras, tekun, disiplin, berfokus pada
pencapaian dan berhati-hati.
f. Neuroticism adalah seseorang dengan neuroticism yang tinggi cenderung
memiliki sifat cemas, mudah depresi, pemarah, dan mudah tersinggung.
g. Openness to experience adalah seseorang dengan openness to experience yang
tinggi cenderung memiliki sifat penuh dengan imajinasi, cerdas, mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan ide baru.
h. State loneliness adalah perasaan kesepian yang dirasakan pada individu dalam
kurun waktu beberapa hari.
i. Traits loneliness adalah perasaan kesepian yang dirasakan pada individu dalam
kurun waktu beberapa tahun
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Insrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari empat alat ukut.
Adapun alat ukur tersebut adalah:
57
1. Alat ukur kompetensi interpersonal
Untuk pengukuran kompetensi interperonal peneliti mengadaptasi dari skala
baku dari Buhrmester (dalam Paulk, 2008) yaitu Interperonal Competence
Quetionnaire (ICQ). Terdapat 40 item yang mengukur 5 aspek yaitu berinisiatif
dalam berinteraksi, bersikap asertif , bersikap terbuka tentang informasi pribadi
(self-disclosure), memberikan dukungan emosional dan kemampuan dalam
mengatasi konflik. Masing-masing aspek terdapat 8 item. Namun peneliti hanya
mengambil 5 item dari masing-masing aspek dengan tujuan untuk menyesuaikan
kebutuhan penelitian. Semua item pada skala ini merupakan favorable, di mana
penilaian tertinggi pada pernyataan “Sangat Sering” dan terendah pada
pernyataan “Tidak Pernah”. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 3.1
Blueprint Skala Kompetensi Interpersonal
No
Aspek
1 Initiation
2
Negative
assertion
No. Item
Total
Fav
Unfav
Usaha untuk memulai suatu bentuk
1, 6, 11,
5
interaksi dan hubungan dengan orang lain 16, 21
Indikator
Mempertahankan pendapat
22
Mengekspresikan keyakinan yang
2,7,12,1
dirasakan dan diinginkan
7
Kemampuan membuka diri,
3, 8, 18,
3 Disclosure menyampaikan informasi yang bersifat
23
pribadi
Penghargaan terhadap orang lain
13
Emotional Kemampuan untuk menenangkan dan
4, 9, 14,
4
support
memberi rasa nyaman kepada orang lain
19,24
Conflict
Menyusun strategi penyelesaian
5
15
management masalah
Mempertimbangkan kembali penilaian
20,25
suatu masalah
Mengembangkan konsep
5,10
harga diri yang baru
Jumlah total
1
4
4
1
5
1
2
2
25
58
2. Alat ukur konsep diri
Untuk pengukuran konsep diri, peneliti menggunakan skala Tennessee Self
Concept Scale (TSCS) yang dibuat oleh Fitts dan Warren (1996). Ada delapan
subskala yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu identity self, behavioral self,
judging self, physical self, moral-ethical self, personal self, family self dan
socaial self. Skala tersebut terdapat 100 item, namun peneliti mengadaptasi
dengan menyesuaikan keperluan penelitian sehingga menjadi 24 item.
Penskoran skala konsep diri memberikan penilaian tertinggi pada
pernyataan “sangat setuju” dan terendah pada pernyataan “sangat tidak setuju”
untuk pernyataan favorable. Sedangkan penilaian tertinggi pada pernyataan
“sangat setuju” dan terendah pada pernyataan “sangat tidak setuju” untuk
pernyataan unfavorable. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 3.2
Blueprint Skala Konsep Diri
No
Aspek
Indikator
Memberikan label untuk
membangun identitas diri
Behavioral Persepsi individu tentang tingkah
Self
lakunya
Judging Self Melakukan evaluasi diri
No. Item
Total
Fav Unfav
1 Eksternal Identity Self
1, 9 17
3
2
2, 10 18
3
3, 11 19
3
4 Internal Physical Self Persepsi terhadap keadaan dirinya 4, 12 20
3
3
5
6
7
8
Moral-Ethical Membatasi tingkah laku yang
5, 13 21
Self
sesuai dengan nilai moral dan etika
Perasaan puas terhadap dirinya
Personal Self
6, 14 22
sebagai pribadi yang tepat
Peran dan fungsi yang dijalankan
Family Self
7, 15 23
sebagai anggota keluarga
Penilaian terhadap interaksi dirinya
Social Self
dengan orang lain dan
8, 16 24
lingkungannya
Jumlah total
3
3
3
3
24
59
3. Alat ukur trait kepribadian big five
Untuk pengukuran trait kepribadian big five, peneliti menggunakan MINI-IPIP
(MINI Iinternational Personality Item Pool) adaptasi oleh Donellan (2006) dari
alat ukur IPIP NEO (International Personal Item Pool - Neuroticism
Extraversion Openess) yang dibuat oleh Goldberg (2006). Skala ini terdiri dari
20 item dengan masing masing aspek berjumlah empat item. Penskoran skala
kepribadian big five memberikan penilaian tertinggi pada pernyataan “sangat
setuju” dan terendah pada pernyataan “sangat tidak setuju” untuk pernyataan
favorable. Sedangkan penilaian tertinggi pada pernyataan “sangat tidak setuju”
dan terendah pada pernyataan “sangat setuju” untuk pernyataan unfavorable.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 3.3
Blue Print Skala Trait Kepribadian Big Five
No
Aspek
1 Extraversion
Indikator
Cheerfulness
Friendliness
Excitementseeking
Activity level
2 Agreebleness
Sympathy
Altruism
3 Conscientiousness Orderliness
Cautiousness
Self diciplin
4 Neuroticism
Immoderation
Anxiety
Anger
Depression
Openness to
5
Imagination
experiences
Intellect
Jumlah
No. Item
Fav
Unfav
1,
2,
3,
4,
5,6
7,
8,
9,
10,
11,
12,
12,
14,
15,
16,
Total
1
1
1
1
3
1
2
1
1
1
1
1
1
17,
18,
2
9
19,20
11
2
20
60
4. Alat ukur tipe loneliness
Skala ini dikembangkan oleh Gerson dan Perlman (dalam Robinson, Shaver, &
Wrightsman, 1991). Skala ini merupakan pengembangan dari skala UCLA
Loneliness yang dibuat oleh Russell (1996) yang kemudian dibagi menjadi dua
bagian yaitu pertama untuk mengukur state loneliness dan kedua untuk
mengukur trait loneliness. Di mana skala state loneliness adalah skala yang
mengukur perasaan kesepian yang dirasakan dalam beberapa hari, sedangkan
pada skala trait loneliness adalah skala yang mengukur perasaan kesepian yang
dirasakan dalam beberapa tahun. Pada skala ini terdapat 12 item pada masing
masing skala dan dibuat dalam bentuk skala likert yang di bagi kedalam dua
bentuk. Pada item satu sampai sembilan memiliki empat alternatif jawaban, yaitu
“sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju”, dan “sangat setuju”. Dan pada
item 10 sampai 12 memiliki alternatif pilihan jawaban yang berbeda-beda pada
masing-masing itemnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 3.4
Blueprint Skala Loneliness
No. Apek
Indikator
1 State Loneliness - Bersifat temporer (sementara)
- Disebabkan karena pengalaman dramatis
Jumlah
12
- Akan hilang jika menemukan jaringan baru
2
Trait Loneliness - Perasaan yang stabil
12
- Sedikit berubah
- Memiliki self-esteem yang rendah
Jumlah
24
61
3.4 Uji Validitas Item Skala
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Adapun prosedur uji
validitas konstruk dengan CFA adalah sebagai berikut (Umar, 2012):
1.
Dibuat atau disusun suatu definisi operasional tentang konsep atau trait
yang hendak diukur. Untuk mengukur trait atau faktor tersebut diperlukan
item (stimulus) sebagai indikatornya.
2.
Disusun hipotesis/teori bahwa seluruh item yang disusun (dibuat) adalah
valid mengukur konstruk yang didefinisikan. Dengan kata lain diteorikan
(hipotesis) bahwa hanya ada 1 faktor yang diukur yaitu konstruk yang
didefinisikan (model unidimensional).
3.
Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dihitung matriks korelasi antar
item, yang disebut matriks S.
4.
Matriks korelasi tersebut digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi
yang seharusnya terjadi menurut teori/model yang ditetapkan. Jika
teori/hipotesis pada butir 2 adalah benar, maka semestinya semua item
hanya mengukur satu faktor saja (unidimensional).
5. Adapun langkah-langkahnya adalah:
a.
Dihitung (diestimasi) parameter dari model/teori yang diuji yang dalam
hal ini terdiri dari koefisien muatan faktor dan varian kesalahan
pengukuran (residual)
b.
Setelah nilai parameter diperoleh kemudian di estimasi (dihitung)
korelasi antar setiap item sehingga diperoleh matriks korelasi antar item
62
berdasarkan hipotesis/teori yang diuji (matriks korelasi ini disebut
sigma)
6.
Uji validitas konstruk dilakukan dengan menguji hipotesis bahwa S=∑ atau
dapat dituliskan HO : S - ∑ = 0. Uji hipotesis ini misalnya dilakukan
menggunakan uji chi square, di mana jika chi square tidak signifikan
(p>0.05) maka dapat disimpulkan bahwa hiptesis nihil (H0) tidak ditolak.
Artinya, teori yang mengatakan bahwa semua item hanya mengukur satu
konstruk saja terbukti sesuai (fit) dengan data.
7.
Jika telah terbukti model unidimensional (satu faktor) fit dengan data maka
dapat dilakukan seleksi terhadap item dengan menggunakan 3 kriteria, yaitu:
a.
Item yang koefisien muatan faktornya tidak signifikan di-drop karena
tidak memberikan informasi yang secara statistik bermakna
b.
Item yang memiliki koefisien muatan faktor negatif juga di-drop karena
mengukur hal yang berlawanan dengan konsep yang didefinisikan.
Namun
demikian, harus
diperiksa dahulu
apakah
item yang
pernyataannya unfavorable atau negatif sudah disesuaikan (di reverse)
skornya sehingga menjadi positif. Hal ini berlaku khusus untuk item di
mana tidak ada jawaban yang benar ataupun salah.
c.
Item dapat juga di-drop jika residualnya (kesalahan pengukuran)
berkorelasi dengan banyak residual item yang lainnya, karena ini
berarati item tersebut mengukur juga hal lain selain konstruk yang
hendak diukur.
Jika langkah-langkah diatas telah dilakukan, maka diperoleh item-item yang
63
valid untuk mengukur apa yang hendak diukur. Dalam penelitian ini, penulis
tidak menggunakan raw score/skor mentah (hasil menjumlahkan skor item).
Item-item inilah yang diolah untuk mendapatkan faktor skor pada tiap skala.
Dengan demikian perbedaan kemampuan masing-masing item dalam mengukur
apa yang hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (true
score). True score inilah yang dianalisis dalam penelitian ini.
Untuk kemudahan didalam penafsiran hasil analisis maka penulis
mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi
T score yang memiliki mean = 50 dan standar deviasi (SD) = 10 sehingga tidak
ada responden yang mendapat skor negatif. Adapun rumus T score adalah
T score = (10 x skor faktor) + 50
8.
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan
software LISREL 8.70. Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan pada sub
bab berikut.
3.4.1 Uji validitas item skala kompetensi interpersonal
Peneliti menguji apakah 25 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur kompetensi interpersonal. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square =
1293.10, df = 275, P-value = 0.00000, RMSEA = 0,102. Oleh karena itu,
dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 71
kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-suare = 238.17, df = 204,
64
P-value = 0.05071, RMSEA = 0.022. Nilai chi-square menghasilkan P-value >
0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor, di mana seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu kompetensi interpersonal.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya
dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti
pada tabel 3.5.
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item Kompetensi Interpersonal
No item
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Lamba
0.43
0.4
0.71
0.47
0.18
0.42
0.13
0.51
0.34
0.41
0.75
0.55
0.56
0.28
0.04
0.43
0.48
0.47
0.21
0.45
0.53
0.18
0.35
0.07
0.14
Eror
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.06
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.06
0.06
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.06
0.05
T-Value
8.11
7.56
14.42
5.84
3.34
7.42
2.51
9.75
6.54
7.78
15.36
11
10.48
4.89
0.7
8.19
9.16
9.41
3.81
8.68
10.77
3.5
6.72
1.23
2.6
Signifikan
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
V
V
V
V
V
V
V
V
X
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
65
Pada table 3.5 terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item 15,
dan item 24. Hal ini menunjukkan bahwa item 15, dan item 24 di-drop, artinya
item tersebut tidak ikut serta di analisis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis
kembali tanpa memasukkan item 15, dan item 24, sehingga didapatkan hasil CFA
dengan chi-suare = 207.85, df = 177, P-value = 0.05612, RMSEA = 0.022.
Koefisien muatan faktor kompetensi interpersonal disajikan dalam table 3.6
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Kompetensi Interpersonal
No.
Standard
Lambda
Nilai t
Signifikan
item
Error
1
0.37
0.06
6.55
V
2
0.37
0.06
6.53
V
3
0.56
0.05
10.34
V
4
0.44
0.05
8.16
V
5
0.23
0.06
4.15
V
6
0.43
0.05
7.81
V
7
0.16
0.06
2.74
V
8
0.57
0.05
10.86
V
9
0.45
0.06
8.15
V
10
0.47
0.05
8.95
V
11
0.64
0.05
12.33
V
12
0.62
0.05
12.09
V
13
0.51
0.05
9.71
V
14
0.24
0.06
4.09
V
16
0.42
0.06
7.52
V
17
0.41
0.06
7.48
V
18
0.52
0.05
9.7
V
19
0.29
0.06
5.28
V
20
0.47
0.05
8.65
V
21
0.48
0.05
8.86
V
22
0.21
0.06
3.73
V
23
0.43
0.05
7.93
V
25
0.17
0.06
2.89
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
66
Dari tabel di atas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien t<1,96.
Selanjutnya melihat muatan factor item, apakah ada yang bermuatan negatif.
Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada lagi item yang di-drop dan setiap item dikatakan
signifikan.
3.4.2 Uji validitas item skala konsep diri
Peneliti menguji apakah 24 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur konsep diri. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 564.44, df = 252,
P-value = 0.00000, RMSEA = 0.059. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi
terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 26 kali pembebasan item,
diperoleh model fit dengan chi-square = 261.12 df=226, P-value = 0.05434,
RMSEA = 0.021. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor, di mana seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu konsep diri
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya
dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti
pada tabel 3.
67
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Konsep Diri
No. item Lambda Standard Error
Nilai t
Signifikan
1
0.34
0.06
5.59
V
2
0.50
0.06
8.34
V
3
0.35
0.06
5.50
V
4
0.22
0.06
3.59
V
5
0.39
0.06
6.46
V
6
0.43
0.06
7.13
V
7
0.30
0.06
4.94
V
8
0.41
0.06
6.87
V
9
0.24
0.06
3.88
V
10
0.30
0.06
4.88
V
11
0.50
0.06
8.41
V
12
0.33
0.06
5.44
V
13
0.32
0.06
5.19
V
14
0.26
0.06
4.17
V
15
0.34
0.06
5.63
V
16
0.29
0.06
4.57
V
17
0.23
0.06
3.66
V
18
0.15
0.06
2.40
V
19
0.14
0.06
2.26
V
20
0.19
0.06
3.13
V
21
0.14
0.06
2.22
V
22
0.19
0.06
3.16
V
23
0.12
0.06
1.94
X
24
0.13
0.06
2.09
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Pada tabel 3.7 terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item 23.
Hal ini menunjukkan bahwa item 23 di-drop, artinya item tersebut tidak ikut
serta di analisis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis kembali tanpa
memasukkan item 23, sehingga didapatkan hasil CFA dengan chi-square
=237.98, df =206 , P-value = 0.06260, RMSEA = 0.021. Koefisien muatan
faktor konsep diri disajikan dalam tabel 3.8
68
Tabel 3.8
Muatan faktor konsep diri
No. item
Lambda Standard Error
Nilai t
Signifikan
1
0.34
0.06
5.53
V
2
0.50
0.06
8.37
V
3
0.35
0.06
5.56
V
4
0.22
0.06
3.61
V
5
0.40
0.06
6.65
V
6
0.44
0.06
7.32
V
7
0.32
0.06
5.21
V
8
0.40
0.06
6.77
V
9
0.24
0.06
3.82
V
10
0.29
0.06
4.84
V
11
0.50
0.06
8.53
V
12
0.33
0.06
5.37
V
13
0.32
0.06
5.26
V
14
0.31
0.06
4.98
V
15
0.34
0.06
5.54
V
16
0.28
0.06
4.36
V
17
0.23
0.06
3.76
V
18
0.15
0.06
2.35
V
19
0.14
0.06
2.20
V
20
0.20
0.06
3.21
V
21
0.09
0.06
1.41
X
22
0.21
0.06
3.37
V
24
0.14
0.06
2.16
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Pada tabel 3.8 terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item 21.
Hal ini menunjukkan bahwa item 21 di-drop, artinya item tersebut tidak ikut
serta di analisis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis kembali tanpa
memasukkan item 21, sehingga didapatkan hasil CFA dengan chi-square
=222.99, df =191 , P-value = 0.05623, RMSEA = 0.022. Koefisien muatan
faktor konsep diri disajikan dalam tabel 3.9
69
Tabel 3.9
Muatan Faktor Konsep Diri
No. item Lambda
Standard Error
Nilai t
Signifikan
1
0.33
0.06
5.40
V
2
0.49
0.06
8.27
V
3
0.36
0.06
5.74
V
4
0.23
0.06
3.66
V
5
0.41
0.06
6.86
V
6
0.43
0.06
7.18
V
7
0.31
0.06
5.19
V
8
0.40
0.06
6.74
V
9
0.24
0.06
3.90
V
10
0.29
0.06
4.77
V
11
0.50
0.06
8.52
V
12
0.33
0.06
5.38
V
13
0.32
0.06
5.25
V
14
0.26
0.06
5.18
V
15
0.32
0.06
5.36
V
16
0.28
0.06
4.42
V
17
0.28
0.06
4.48
V
18
0.15
0.06
2.47
V
19
0.14
0.06
2.27
V
20
0.17
0.06
2.76
V
22
0.22
0.06
3.54
V
24
0.14
0.06
2.24
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Dari tabel diatas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien t<1,96.
Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan negatif.
Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada lagi item yang di-drop dan setiap item dikatakan
signifikan.
3.4.3 Uji validitas item skala trait kepribadian big five
1.
Agreebleness
Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur agreebleness. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square =
70
5.11, df = 2, P-value = 0.0777, RMSEA = 0,066. Oleh karena itu, dilakukan
modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan satu kali
pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 0.18, df = 1,
P-value = 0.66974, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan
P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor
(unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu
agreebleness.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item.
Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien
muatan faktor, seperti pada tabel 3.10.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Agreebleness
No item
Lamba
Standar Eror
T-Value
Signifikan
1
0.17
0.07
2.35
V
2
0.85
0.25
3.31
V
3
0.79
0.24
3.28
V
4
0.47
0.14
3.25
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Dari tabel diatas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien
t<1,96. Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan
negatif. Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada item yang di-drop dan setiap item dikatakan
signifikan.
71
2.
Conscientiousness
Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur conscientiousness. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square =
13.99, df = 2, P-value = 0.00092, RMSEA = 0,130. Oleh karena itu,
dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan
satu kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 0.11, df
= 1, P-value = 0.73563, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan
P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor
(unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu
conscientiousness.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item.
Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien
muatan faktor, seperti pada tabel 3.11.
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Conscientiousness
No item Lamba
Standar Eror
T-Value
Signifikan
1
0.17
0.06
2.72
V
2
0.26
0.06
4.04
V
3
0.84
0.12
6.69
V
4
0.58
0.09
6.12
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
72
Dari tabel diatas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien t<1,96.
Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan negatif.
Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada item yang di-drop dan setiap item dikatakan
signifikan.
3.
Neurotisicsm
Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur neuroticism. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 4.52, df =
2, P-value = 0.10445, RMSEA = 0,059. Oleh karena itu, dilakukan
modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan satu kali
pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 0.73, df = 1,
P-value = 0.39175, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan
P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor
(unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu
neuroticism.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item.
Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien
muatan faktor, seperti pada tabel 3.12.
73
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Neuroticism
No item Lamba
Standar Eror
T-Value
Signifikan
1
0.32
0.11
3.03
V
2
0.30
0.09
3.52
V
3
0.34
0.11
3.11
V
4
0.50
0.12
4.03
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Dari tabel diatas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien
t<1,96. Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan
negatif. Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada item yang di-drop dan setiap item dikatakan
signifikan.
4.
Extraversion
Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur extraversion. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata fit, dengan chi-square = 0.71, df = 2,
P-value = 0.70229, RMSEA = 0,000. Nilai chi-square menghasilkan
P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor
(unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu
extraversion.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item.
Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien
74
muatan faktor, seperti pada tabel 3.13.
Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Extraversion
No item
Lamba
Standar Eror
T-Value
Signifikan
1
0.41
0.06
6.30
V
2
0.58
0.07
8.49
V
3
0.70
0.07
9.61
V
4
0.40
0.06
6.11
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Dari tabel diatas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien
t<1,96. Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan
negatif. Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada item yang di-drop dan setiap item dikatakan
signifikan.
5.
Openness to experience
Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur openness to experience. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square =
9.67, df = 2, P-value = 0.00793, RMSEA = 0,004. Oleh karena itu,
dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan
satu kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 0.42, df
= 1, P-value = 0.51678, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan
P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor
(unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu
75
openness to experience.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item.
Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien
muatan faktor, seperti pada tabel 3.14.
Tabel 3.14
Muatan Faktor Item Openness to Experience
No item
Lamba
Standar Eror
T-Value
1
0.31
0.08
3.93
2
0.61
0.08
7.25
3
0.57
0.08
7.02
4
0.45
0.07
6.30
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Signifikan
V
V
V
V
Dari tabel diatas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien
t<1,96. Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan
negatif. Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada item yang di-drop dan setiap item dikatakan
signifikan.
3.4.4 Uji validitas item skala state loneliness
Peneliti menguji apakah 12 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur state loneliness. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 88.86, df = 54,
P-value = 0.0197, RMSEA = 0,043. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi
terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan empat kali pembebasan item,
76
diperoleh model fit dengan chi-square = 63.39, df = 50, P-value = 0.09672,
RMSEA = 0.027. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana
seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu state loneliness.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat T-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
3.15.
Tabel 3.15
Muatan Faktor Item State Loneliness
No. item
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Lambda
0.09
0.24
0.30
0.33
0.11
0.48
0.23
0.27
0.27
0.42
0.36
0.20
Standard Error
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
Nilai t
1.21
3.27
4.32
4.55
1.56
6.80
3.33
3.85
3.80
5.99
5.08
2.72
Signifikan
X
V
V
V
X
V
V
V
V
V
V
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Pada tabel 3.15 terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item 1 dan
item 5. Hal ini menunjukkan bahwa item 1 dan 5 di-drop, artinya item tersebut
tidak ikut serta di analisis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis kembali tanpa
memasukkan item 1 dan 5, sehingga didapatkan hasil CFA dengan
77
chi-square=47.76, df =34 , P-value = 0.05890, RMSEA = 0.034. Koefisien
muatan faktor konsep diri disajikan dalam tabel 3.16
Tabel 3.16
Muatan Faktor Item State Loneliness
No. item
Lambda
Standard Error
Nilai t
2
0.23
0.07
3.18
3
0.30
0.07
4.17
4
0.32
0.07
4.45
6
0.48
0.07
6.58
7
0.24
0.07
3.40
8
0.28
0.07
3.87
9
0.27
0.07
3.66
10
0.42
0.07
5.78
11
0.38
0.07
5.27
12
0.14
0.07
1.92
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Signifikan
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
Pada tabel 3.16 terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item 12.
Hal ini menunjukkan bahwa item 12 di-drop, artinya item tersebut tidak ikut
serta di analisis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis kembali tanpa
memasukkan item 12, sehingga didapatkan hasil CFA dengan chi-square =39.31,
df =27 , P-value = 0.05941, RMSEA = 0.036. Koefisien muatan faktor konsep
diri disajikan dalam tabel 3.17
Tabel 3.17
Muatan Faktor Item State Loneliness
No. item
2
3
4
6
7
8
9
10
11
Lambda
0.20
0.31
0.33
0.46
0.24
0.29
0.22
0.42
0.40
Standard Error
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
Nilai t
2.76
4.31
4.55
6.21
3.37
4.04
3.11
5.67
5.45
Signifikan
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
78
Dari tabel di atas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien t<1,96.
Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan negatif.
Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada lagi item yang di-drop dan setiap item dikatakan
signifikan.
3.4.5 Uji validitas item skala trait loneliness
Peneliti menguji apakah 12 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur trait loneliness. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 465.48, df = 54,
P-value = 0.0000, RMSEA = 0,146. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi
terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 24 kali pembebasan item,
diperoleh model fit dengan chi-square = 43.61, df = 30, P-value = 0.05175,
RMSEA = 0.0000. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana
seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu trait loneliness. Selanjutnya dilihat
apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan atau
tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi
setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.18.
79
Tabel 3.18
Muatan Faktor Item Trait Loneliness
No. item
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Lambda Standard Error
0.26
0.06
0.68
0.05
0.75
0.05
0.78
0.05
0.60
0.05
0.55
0.05
0.70
0.05
0.77
0.05
0.48
0.05
0.15
0.05
0.06
0.05
0.18
0.06
Nilai t
4.47
13.82
16.12
15.75
11.69
10.95
14.33
15.82
9.33
2.81
1.04
3.24
Signifikan
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Pada tabel 3.18 terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item 11. Hal ini
menunjukkan bahwa item 11 di-drop, artinya item tersebut tidak ikut serta di
analisis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis kembali tanpa memasukkan
item 11, sehingga didapatkan hasil CFA dengan chi-suare =37.93, df = 26,
P-value = 0.06154, RMSEA = 0.036. Koefisien muatan faktor trait loneliness
disajikan dalam tabel 3.19
Tabel 3.19
Muatan Faktor Trait Loneliness
No. item
Lambda
Standard Error Nilai t
1
0.25
0.06
4.36
2
0.66
0.05
13.46
3
0.77
0.05
16.38
4
0.75
0.05
15.37
5
0.59
0.05
11.30
6
0.56
0.05
11.07
7
0.72
0.05
14.74
8
0.77
0.05
15.84
9
0.48
0.05
9.22
10
0.12
0.06
2.08
12
0.19
0.06
3.28
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Signifikan
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
80
Dari tabel diatas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien t<1,96.
Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan negatif.
Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada lagi item yang di-drop dan setiap item dikatakan
signifikan.
3.5 Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti melakukan langkah-langkah yang diharapkan dapat
menunjang kelancaran penelitian. Langkah-langkah tersebut sebagai berikut:
1. Menentukan dan menyusun instrumen yang akan digunakan dalam
penelitian, yaitu alat ukur kompetensi interpersonal yang diadaptasi dari
skala Interpersonal Competence Quetionaire (ICQ) yang buat oleh
Buhrmester (dalam Paulk, 2008), alat ukur konsep diri yang di adaptasi oleh
peneliti dari skala Tennessee Self Concept Scale (TSCS) yang dibuat oleh
Fitss dan Warren (1996), skala trait kepribadian big five yang diadaptasi
oleh peneiliti dari skala MINI-IPIP (MINI International Personality Item
Pool) yang diadaptasi oleh Donellan (2006) berdasarkan skala IPIP, dan alat
ukur State versus Trait Loneliness yang diadaptasi oleh Gerson dan Perlman
(dalam Robinson, Shaver, & Wrightsman, 1991).
2.
Persiapan penelitian
a) Dimulai dengan perumusan masalah dan pembatasan masalah
b) Menentukan variabel-variabel yang akan diteliti
c) Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan
landasan teori yang tepat
81
d) Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan
digunakan dalam penelitian ini, yaitu skala kompetensi interpersonal,
konsep diri, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, extraversion,
openness to experience, state loneliness, trait loneliness yang dirancang
berupa skala likert.
3. Tahap pengambilan data
a) Menentukan jumlah sampel penelitian
b) Memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta
kesediaan responden untuk mengisi skala penelitian
c) Memberikan alat ukur yang telah disiapkan kepada responden
4.
Melakukan pengolahan dan pengujian dari hasil skala yang telah didapatkan
untuk dianalisis datanya.
3.6 Teknik Analisa Data
Sebelum melakukan analisis data, digunakan Confirmatory Factor Analysis
(CFA) untuk melihat validitas konstruk setiap item serta menguji struktur faktor
yang diturunkan secara teoritis. Analisis faktor adalah metode analisis statistik
yang digunakan untuk mereduksi faktor-faktor yang mempengaruhi suatu
variabel menjadi beberapa set indikator saja, tanpa kehilangan informasi yang
berarti. Melalui analisis faktor akan didaptkan data variabel konstruk (skor
faktor) sebagai data input analisis lebih lanjut atau sebagai data penelitian.
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis statistik,
maka hipotesis penelitian yang ada diubah menjadi hipotesis nihil. Hipotesis
nihil inilah yang akan diuji dalam analisis statistik nantinya. Pada penelitian ini
82
digunakan multiple regression analysis di mana terdapat lebih dari satu
independent variable untuk mengetahu pengaruhnya terhadap dependent
variable. Pada penelitian ini terdapat sembilan independent variable dan satu
dependent variable. Dengan menggunakan rumus persamaan garis regresi,
yaitu:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + .... + b9X9 + e
Keterangan:
Y = Kompetensi interpersonal
a = Konstan
b = Koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = Konsep diri
X2 = Agreebleness
X3 = Conscientiousness
X4 = Neuroticism
X5 = Extraversion
X6 = Openness to experience
X7 = State loneliness
X8 = Trait loneliness
X9 = Jenis kelamin
e = Residual
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini, dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil analisis
deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis,
pembahasan hasil pengujian hipotesis dan proporsi varians.
4.1 Analisis Deskriptif
4.1.1 Gambaran umum subjek penelitian
Subjek dalam penelitian adalah 358 orang dari siswa remaja SMA 6 Tangerang
Selatan. Selanjutnya akan dijelaskan gambaran subjek berdasarkan data
demografis responden yaitu jenis kelamin. Hal ini dilakukan untuk mengukur
apakah aspek tersebut memberikan kontribusi terhadap dependent variabel (DV)
yang ingin diteliti. Untuk sampel pada subjek penelitian dapat dilihat dalam
tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1
Gambaran Umum Subjek Penelitian
Variabel
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
4.2
Frekuensi
Persentase
137
221
358
38.26%
61.73%
100%
Hasil Analisis Deskriptif
Pada tabel 4.2 digambarkan hasil deskriptif statistik dari variabel dalam
penelitian ini yang berisi nilai mean, standar deviasi (SD), nilai maksimum dan
minimum dari masing-masing variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel 4.2
83
84
Tabel 4.2
Analisis Deskriptif
N
Kompetensi
interpersonal
Konsep diri
Extraversion
Agreebleness
Conscientiosness
Neuroticism
Openness
State loneliness
Trait loneliness
Jenis kelamin
Valid N (listwise)
Descriptive Statistics
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
358
18.88
69.58
49.9999
9.07494
358
358
358
358
358
358
358
358
358
358
21.05
29.31
32.35
30.12
34.83
29.91
27.64
21.13
1.00
74.06
71.32
68.92
69.73
64.08
67.62
72.00
64.08
2.00
50.0000
50.0001
50.0001
50.0002
49.9998
50.0003
50.0000
50.0003
1.6173
9.07370
7.68044
7.76935
7.92071
6.51553
7.92507
8.32957
8.99868
0.48672
Dari tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa pertama-tama nilai minimum
variabel kompetensi interpersonal adalah 18.88 dengan nilai maksimum = 69.58,
mean = 49.9999, dan SD = 9.07494. Kedua, variabel konsep diri memiliki nilai
minimum = 21.05, nilai maksimum 74.06, mean = 50.0000, dan SD = 9.07370.
Ketiga, variabel extraversion memiliki nilai minimum 29.31, nilai maksimum =
71.32, mean = 50.0001, dan SD = 7.68044. Keempat, variabel agreebleness
memiliki nilai minimum = 32.35, nilai maksimum = 68.92, mean = 50.0001, dan
SD = 7.76935. Kelima, variabel conscientiousness memiliki nilai minimum=
30.12, nilai maksimum = 69.73, mean = 50.0002, dan SD = 7.92071. Keenam,
variabel neuroticism memiliki nilai minimum = 34.83, nilai maksimum = 64.08,
mean = 49.9998, dan SD = 6.51553. Ketujuh, variabel openness memiliki nilai
minimum = 29.91, nilai maksimum = 67.62, mean = 50.0003, dan SD = 7.92507.
Kedelapan, variabel state loneliness memiliki nilai minimum = 27.64, nilai
maksimum = 72.00, mean = 50.0000, dan SD = 8.32957. Kesembilan, variabel
85
trait loneliness memiliki nilai minimum 21.13, nilai maksimum = 64.08, mean =
50.0003, dan SD = 8.99868. Kesepuluh, variabel jenis kelamin memiliki nilai
minimum = 1.00, nilai maksimum = 2.00, mean = 1.6173, dan SD = 0.48672.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Berdasarkan pada alat ukur yang digunakan, kategorisasi skor dalam penelitian
ini dibuat menjadi dua ketagori yaitu, tinggi dan rendah. Hal ini diketahu dari
informasi yang tertera pada alat ukur yang digunakan bahwa kategorisasi skor
menggunakan raw score dibagi menjadi dia kategori yaitu tinggi dan rendah.
Selanjutnya, peneliti menggunakan informasi tersebut sebagai acuan untuk
membuat norma kategorisasi dalam penelitian ini yang datanya bukan
menggunakan raw score tetapi merupakan true score yang skalanya telah
dipindahkan menggunakan rumus T score yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, pedoman interprestasi skor adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3
Pedoman Interpretasi Skor
Kategori
Tinggi
Rendah
Rumus
X > Mean
X < Mean
Setelah kategorisasi terebut didapatkan, maka akan diperoleh skor
persentase kategori untuk variabel kompetensi interpersonal, konsep diri,
extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, openness, state
loneliness, dan trait loneliness. Seperti yang disajikan pada tabel 4.4 dibawah
ini:
86
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel
Variabel
Kompetensi Interpersonal
Konsep diri
Extraversion
Agreebleness
Conscientiousness
Neuroticism
Openness to experience
State Loneliness
Trait Loneliness
Frekuensi (%)
Tinggi
Rendah
166 (46.36 %)
192 (53.6 %)
176 (49.16 %)
182 (50.83%)
182 (50.83 %)
176 (49.16%)
181 (50.55 %)
177 (49.55 %)
177 (49.55 %)
181 (50.55 %)
181 (50.55 %)
177 (49.55 %)
187 (52.34 %)
171 (47.76%)
177 (49.44%)
181 (50.55 %)
181 (50.55 %)
177 (49.44 %)
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa skor variabel kompetensi
interpersonal cenderung rendah. Untuk skor variabel konsep diri diketahui
cenderung tinggi. Selanjutnya, pada variabel extraversion cenderung lebih tinggi.
Sedangkan skor untuk skor variabel agreebleness diketahui cenderung tinggi.
Sedangkan skor pada variabel conscientiousness diketahui cenderung lebih
rendah. Selanjutnya untuk skor variabel neuroticism diketahui cenderung lebih
tinggi. Dan skor pada variabel openness to experience cenderung lebih tinggi
pula. Selanjutnya, untuk skor variabel state loneliness diketahui cenderung
rendah. Dan yang terakhir untuk skor variabel trait loneliness diketahui
cenderung tinggi.
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh antara
masing-masing IV terhadap DV dalam penelitian ini. Analisis dilakukan dengan
teknik multiple regression. Data yang dianalisis ialah faktor skor atau true score
yang diperoleh dari hasil analisis faktor. Alasan digunakan faktor skor ini adalah
87
untuk menghindari dampak negatif dari kesalahan pengukuran.
Pada tahapan ini dilakukan uji hipotesis dengan teknik analisis regresi
berganda dengan menggunakan software SPSS 17. Dalam regresi ada 3 hal yang
dilihat, yaitu melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen varian
dependent variabel yang dijelaskan oleh independent variabel, kedua; apakah
secara keseluruhan independent variabel berpengaruh secara signifikan terhadap
dependent variabel, kemudian terakhir melihat siginifikan atau tidaknya
koefisien regresi dari masing-masing independent variabel.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan berapa tahapan. Langkah pertama
peneliti melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen varians
dependent variabel yang dijelaskan oleh independent variabel. Selanjutnya
untuk tabel R-square, dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5
Model Summary Analisis Regresi
Model Summary
Model
R
R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
a
1
.777
.603
.593
5.78978
a. Predictors: (Constant), jenis kelamin, extraversion, agreebleness,
conscientiousness, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait
loneliness, konsep diri
Dari tabel 4.5, dapat kita lihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.603
atau 60.3 %. Artinya proporsi varians dari kompetensi interpersonal yang dapat
dijelaskan oleh konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness,
neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness, dan jenis
kelamin adalah sebesar 60.3%, sedangkan 39.7 % sisanya dipengaruhi oleh
88
variabel lain di luar penelitian ini. Hal ini terjadi dikarenakan ada banyak faktor
yang mempengaruhi seseorang berperilaku tertentu. Dalam hal kompetensi
interpersonal pada remaja, tentu terdapat banyak hal yang memprediksi
terjadinya kompetensi interpersonal selain independent variabel yang dipakai
dalam penelitian ini. Seperti dijelaskan oleh Monks, dkk (1990) terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal selain jenis
kelamin, loneliness, konsep diri dan kepribadian, yaitu keinginan untuk
mempunyai status. Adanya dorongan untuk memiliki status inilah yang
menyebabkan remaja berinteraksi dengan teman sebayanya, individu akan
menemukan kekuatan dalam mempertahankan dirinya di dalam perebutan
tempat didunia orang dewasa. Selain itu pendidikan juga bisa mempengaruhi
kompetensi interpersonal karena orang yang berpendidikan tinggi mempunyai
wawasan dan pengetahuan yang luas, yang mendukung dalam pergaulannya.
Faktor usia juga bisa mempengaruhi kompetensi interpersonal seseorang,
semakin bertambahnya usia maka konformisme semakin besar pula.
Selanjutnya dianalisis dampak dari seluruh independent variabel terhadap
kompetensi interpersonal. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6
Tabel Anova Pengaruh Keseluruhan IV (independent variabel) Terhadap
DV (dependent variabel)
ANOVAb
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
17735.025
9
1970.558 58.785 .000a
1
Residual
11665.519
348
33.522
Total
29400.544
357
a. Predictors: (Constant), jenis kelamin, extraversion, agreebleness, conscientiousness,
neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness, konsep diri
b. Dependent Variable: kompetensi interpersonal
89
Jika melihat kolom ke-6 di kiri dapat diketahui bahwa jika tabel
signifikan (sig. < 0.05), maka hipotesis nol ditolak. Oleh karenanya hipotesis
alternatif yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan seluruh independent
variable terhadap kompetensi interpersonal diterima. Artinya, ada pengaruh
yang signifikan dari konsep diri,, extraversion agreebleness, conscientiousness,
neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness, dan jenis
kelamin,terhadap kompetensi interpersonal.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independent
variable. Jika nilai Sig. < 0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang
berarti bahwa independent variabel tersebut memiliki dampak yang signifikan
terhadap kompetensi interpersonal. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel
4.7.
Tabel 4.7
Koefisien Regresi
Unstandardized Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
B
Std. Error
Beta
(Constant)
9.595
4.692
Konsep diri
0.352
0.041
0.352
Extraversion
0.028
0.042
0.023
Agreebleness
-0.014
0.041
-0.012
Conscientiousness 0.057
0.041
0.050
1 Neuroticism
0.083
0.050
0.059
Openness to
-0.112
0.041
-0.098
experience
State loneliness
0.548
0.042
0.503
Trait loneliness
-0.196
0.036
-0.195
Jenis kelamin
1.926
0.643
0.103
t
Sig.
2.045
8.692
0.659
-0.347
1.379
1.664
0.042
0.000
0.510
0.729
0.169
0.097
-2.701
0.007
13.130
-5.425
2.994
0.000
0.000
0.003
a. Dependent variable: kompetensi interpersonal
Dari tabel 4.7 untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi
90
yang dihasilkan, dengan melihat signifikan pada kolom paling kanan (kolom
ke-6), jika sig. < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan
pengaruhnya terhadap kompetensi interpersonal dan sebaliknya. Dari hasil di
atas hanya konsep diri, openness to experience, state loneliness, trait loneliness,
dan jenis kelamin saja yang signifikan, sedangkan variabel lainnya tidak
signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada
masing-masing independent variabel adalah sebagai berikut:
1.
Variabel konsep diri : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.325 dengan
Sig. sebesar 0.000 (Sig. < 0,05), dengan demikian H01 yang menyatakan
tidak ada pengaruh yang signifikan dari konsep diri terhadap kompetensi
interpersonal ditolak. Artinya, konsep diri memiliki pengaruh secara positif
yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. Nilai koefisien regresi
yang positif menunjukkan arah hubungan yang positif antara konsep diri
terhadap kompetensi interpersonal. Dari arah hubungan tersebut dapat
diartikan jika skor konsep diri seseorang itu tinggi maka skor kompetensi
interpersonalnya akan tinggi, begitupun sebaliknya.
2.
Variabel extraversion : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.028
dengan nilai Sig. sebesar 0.510 (Sig. > 0.05), dengan demikian H02 yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari extraversion terhadap
kompetensi interpersonal di terima. Artinya, extraversion tidak memiliki
pengaruh secara positif yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal
3.
Variabel agreebleness : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.014
dengan nilai Sig. sebesar 0.729. (Sig. > 0.05), dengan demikian H03 yang
91
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari agreebleness terhadap
kompetensi interpersonal di terima. Artinya, agreebleness tidak memiliki
pengaruh secara negatif yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal.
4.
Variabel conscientiousness : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.057
dengan nilai Sig. sebesar 0.169 (Sig. > 0.05), dengan demikian H04 yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari conscientiousness
terhadap kompetensi interpersonal di terima. Artinya, conscientiousness
tidak memiliki pengaruh secara positif yang signifikan terhadap kompetensi
interpersonal.
5.
Variabel neuroticism : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.083 dengan
nilai Sig. sebesar 0.097 (Sig. > 0.05), dengan demikian H05 yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari neuroticism terhadap
kompetensi interpersonal di terima. Artinya, neuroticism tidak memiliki
pengaruh secara positif yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal.
6. Variabel openness to experience : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
-0.112 dengan nilai Sig. sebesar 0.007 (Sig. < 0.05), dengan demikian H06
yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari openness to
experience terhadap kompetensi interpersonal di tolak. Artinya, openness to
experience memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi
interpersonal. Nilai koefisien regresi yang negatif menunjukkan arah
hubungan yang negatif antara openness to experience terhadap kompetensi
interpersonal. Dari arah hubungan tersebut dapat diartikan jika skor
92
openness to experience seseorang itu rendah maka skor kompetensi
interpersonalnya akan tinggi, begitupun sebaliknya.
7. Variabel state loneliness : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.548
dengan Sig. sebesar 0.000 (Sig. < 0,05), dengan demikian H07 yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari konsep diri terhadap
kompetensi interpersonal di tolak. Artinya, state loneliness memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. Nilai
koefisien regresi yang positif menunjukkan arah hubungan yang positif
antara state loneliness terhadap kompetensi interpersonal. Dari arah
hubungan tersebut dapat diartikan jika skor state loneliness seseorang itu
tinggi maka skor kompetensi interpersonalnya akan tinggi, begitupun
sebaliknya.
8. Variabel trait loneliness : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.196
dengan nilai Sig. sebesar 0.000 (Sig. < 0.05), dengan demikian H08 yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari trait loneliness terhadap
kompetensi interpersonal di tolak. Artinya, trait loneliness memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. Nilai koefisien
regresi yang negatif menunjukkan arah hubungan yang negatif antara trait
loneliness terhadap kompetensi interpersonal. Dari arah hubungan tersebut
dapat diartikan jika skor trait loneliness seseorang itu rendah maka skor
kompetensi interpersonalnya akan tinggi, begitupun sebaliknya.
9. Variabel jenis kelamin : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 1.926
dengan nilai Sig. sebesar 0.003 (Sig. < 0.05), dengan demikian H09 yang
93
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari jenis kelamin terhadap
kompetensi interpersonal di tolak. Artinya, jenis kelamin memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal.
Dengan demikian dapat disusun persamaan regresi pada kompetensi
interpersonal, yaitu:
Kompetensi interpersonal = 9.695 + 0.325 (konsep diri) + 0.028 (extraversion)
- 0.014 (agreebleness) + 0.057 (conscientiousness) + 0.083 (neuroticism) 0.112 (openness to experience) + 0.548 (state loneliness) - 0.196 (trait
loneliness) + 1.926 (jenis kelamin).
4.5 Proporsi Varian
Selanjutnya,
dianalisa
bagaimana
penambahan
proporsi
varians
dari
masing-masing independent variable (IV) terhadap kompetensi interpersonal.
Berikut ini akan disajikan tabel, di mana dalam tabel tersebut terdiri atas kolom
pertama (model) adalah IV yang dianalisis satu persatu, kolom ketiga (R Square)
merupakan penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu persatu
tersebut, kolom keenam (R square change) merupakan nilai murni varians DV
dari tiap IV yang dianalisis satu persatu, kolom ketujuh (F change) adalah nilai F
hitung bagi IV yang bersangkutan, kemudian kolom df ialah derajat kebebasan
atau taraf nyata bagi IV yang bersangkutan dan df terdiri atas numerator dan
denumerator. Lalu yang terakhir adalah kolom signifikansi (Sig. F change).
Besarnya proporsi varians pada kompetensi interpersonal dapat dilihat pada tabel
4.8
Tabel 4.8
94
Proporsi Varians untuk Masing-masing Independet Variabel
Model Summary
Change Statistics
Mode
l
R
Adjusted Std. Error of R Square
Sig. F
Square R Square the Estimate Change F Change df1 df2 Change
R
1
.539a
.290
.288
7.65748
.290
145.399
1 356
.000
2
.539b
.291
.287
7.66457
.001
.342
1 355
.559
3
.541c
.293
.287
7.66194
.002
1.243
1 354
.266
4
d
.543
.295
.287
7.66121
.002
1.068
1 353
.302
5
.546e
.298
.288
7.65863
.002
1.238
1 352
.267
6
.562f
.316
.304
7.57120
.018
9.176
1 351
.003
7
.751g
.546
.555
6.05420
.248
198.937
1 350
.000
8
h
.770
.593
.584
5.85549
.029
25.159
1 349
.000
9
.777i
.603
.593
5.78978
.010
8.966
1 348
.003
a. Predictors : (Constant), konsep diri
b. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion
c. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion, agreebleness,
d. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness
e. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism
f. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness,
neuroticism, openness to experience
g. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness,
neuroticism, openness to experience, state loneliness
h. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness,
neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness
i. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness,
neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness, jenis kelamin
j. Dependent variabel : kompetensi interpersonal
1.
Variabel konsep diri memberikan sumbangan sebesar 29 % terhadap varians
kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut signifikan dengan F Change
= 145.399, df1 = 1 dan df2 = 356 dengan Sig. F Change = 0.000 (Sig. F
Change < 0.05)
95
2.
Variabel extraversion memberikan sumbangan sebesar 0.1 % terhadap
varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F Change = 0.342 , df1 = 1 dan df2= 355 dengan Sig.F Change =
0.559 (Sig. F Change > 0,05).
3.
Variabel agreebleness memberikan sumbangan sebesar 0.2 % terhadap
varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F Change = 1.243 , df1 = 1 dan df2= 354 dengan Sig.F Change =
0.266 (Sig. F Change > 0,05).
4.
Variabel conscientiousness memberikan sumbangan sebesar 0.2 % terhadap
varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F Change = 1.068 , df1 = 1 dan df2= 353 dengan Sig.F Change =
0.302 (Sig. F Change. > 0,05).
5.
Variabel neuroticism memberikan sumbangan sebesar 0.2 % terhadap
varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F Change = 1.238 , df1 = 1 dan df2= 352 dengan Sig.F Change =
0.267 (Sig. F Change > 0,05).
6.
Variabel openness to experience memberikan sumbangan sebesar 1.8 %
terhadap varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut signifikan
dengan F Change = 9.176 , df1 = 1 dan df2= 351 dengan Sig.F Change =
0.003 (Sig. F Change < 0,05).
7.
Variabel state loneliness memberikan sumbangan sebesar 24.8 % terhadap
varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut signifikan dengan F
96
Change = 198.937 , df1 = 1 dan df2= 350 dengan Sig.F Change = 0.000 (Sig.
F Change < 0,05).
8.
Variabel trait loneliness memberikan sumbangan sebesar 2.9 % terhadap
varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut signifikan dengan F
Change = 25.159 , df1 = 1 dan df2= 349 dengan Sig.F Change = 0.000 (Sig.
F Change < 0,05).
9.
Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 1 % terhadap
varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut signifikan dengan F
Change = 8.966 , df1 = 1 dan df2= 348 dengan Sig.F Change = 0.003 (Sig. F
Change < 0,05).
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini, akan dipaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang dilakukan.
Bab ini terdiri dari kesimpulan, diskusi, dan saran.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dari penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari
konsep diri, extraversion, agreebleness, conscienstiousness, neuroticism,
openness to experience, state loneliness, trait loneliness, dan jenis kelamin
terhadap kompetensi interpersonal. Berdasarkan proporsi varian keseluruhan,
kompetensi
interpersonal
dipengaruhi
konsep
diri,
agreebleness,
conscienstiousness, neuroticism, extraversion, openness to experience, state
loneliness, trait loneliness, dan jenis kelamin yaitu sebesar 60.3 %. Jika
berdasarkan koefisien regresi masing-masing independet variabel hanya variabel
konsep diri, openness to experience, state loneliness, trait loneliness dan jenis
kelamin yang mempengaruhi kompetensi interpersonal. Berdasarkan proporsi
varians masing-masing variabel, ternyata ada lima variabel yang memberikan
sumbangan secara signifikan. Variabel-variabel tersebut yaitu, konsep diri,
openness to experience, state loneliness, trait loneliness dan jenis kelamin.
5.2 Diskusi
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh variabel
konsep diri, traits kepribadian big five, tipe loneliness, dan jenis kelamin
terhadap kompetensi interpersonal pada remaja. Berdasarkan hasil penelitian dan
97
98
pengujian hipotesis, menunjukkan bahwa memang ada pengaruh secara
bersama-sama antara variabel konsep diri, trait kepribadian big five, tipe
loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kresnawati
(2009), yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara konsep diri
dengan kompetensi interpersonal. Semakin positif konsep diri yang dimiliki
seseorang, maka semakin tinggi kompetensi interpersonal yang dimiliki. Begitu
pula sebaliknya, semakin negatif konsep diri seseorang, maka semakin rendah
kompetensi interpersonal yang dimiliki. Hal ini juga sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Siteresmi (2007) bahwa konsep diri yang positif bekorelasi
positif dengan kompetensi interpersonal. Semakin positif atau tinggi kualitas
konsep diri, maka akan diikuti kenaikan tingkat kompetensi interpersonalnya.
Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Hartanti (2006) yang menjelaskan bahwa konsep diri merupakan salah satu
faktor yang ikut menentukan keberhasilan seorang pengurus unit kegiatan
mahasiswa dalam menjalin hubungan dengan rekannya, seorang pengurus yang
mampu menerima diri apa adanya akan memiliki penghargaan yang tinggi
terhadap
dirinya
dan
memiliki
pandangan
yang
realistik
mengenai
keterbatasannya dan akan lebih mampu menjalin hubungan interpersonalnya
dengan orang lain. Dengan demikian seorang remaja yang memiliki konsep diri
yang positif mereka yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi
masalah, mereka akan berusaha memposisikan dirinya dengan orang lain dengan
menjaga sikap yang baik. Dengan terjalinnya komunikasi yang baik dan
99
memiliki kemampuan dalam mengungkapkan apa yang dirasakan dan
dipikirkannya terhadap temannya, maka interaksi yang aktif akan terjalin dan
konflik dalam pertemanan dapat di hindarkan.
Selain konsep diri, variabel lain yang secara signifikan mempengaruhi
kompetensi interpersonal adalah state loneliness. Ada hal yang menarik dari
penelitian ini, bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara state
loneliness dengan kompetensi interpersonal. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester et al. (1988) yang menyebutkan
bahwa terdapat hubungan negatif antara state loneliness terhadap kompetensi
interpersonal.
Dalam
hal
ini
state
loneliness
adalah
variabel
yang
menggambarkan perasaan kesepian yang dirasakan individu yang disebabkan
oleh perubahan yang dramatis dalam kehidupannya dan bersifat temporer
(sementara). Dengan perasaan kesepian ini seseorang akan menarik diri dari
lingkungan, dan kurang terampil dalam berhubungan interpersonal. Dan
sebaliknya, pada diri seseorang yang memiliki loneliness yang rendah cenderung
memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi.
Hubungan positif yang dihasilkan dalam penelitian ini bisa disebabkan
karena partisipan memiliki state loneliness yang tinggi. Partisipan memiliki
keyakinan bahwa perasaan kesepian yang mereka alami hanya bersifat sementara,
mereka tidak ingin berlarut-larut dalam kesepian sehingga mereka aktif dalam
berinteraksi dengan lingkungan maupun mengikuti kegiatan baru guna
mengurangi rasa kesepian tersebut. Karena dengan berinteraksi dengan
seseorang, individu meyakini bahwa teman-teman atau lingkungannya dapat
100
membantu individu tersebut
dalam
mengahadapi
masalah
yang
telah
menyebabkan individu tersebut merasa kesepian. Seperti yang dijelaskan dalam
penelitian yang dilakukan oleh Hayati (2010) yang menjelaskan bahwa terdapat
pengaruh antara dukungan sosial terhadap perasaan kesepian pada lansia.
Selain variabel konsep diri dan state loneliness, trait loneliness juga
secara signifikan mempengaruhi kompetensi interpersonal. Dalam penelitian ini
didapatkan hasil pengaruh yang signifikan dengan arah negatif antara trait
loneliness dengan kompetensi interpersonal. Dengan kata lain semakin tinggi
kompetensi interpersonal seseorang maka semakin rendah trait loneliness.
Individu yang mengalami trait loneliness ia akan mengasingkan diri dari
lingkungan sosialnya, ia tetap merasa kesepian meskipun sedang bersama
teman-temannya, orang dengan trait loneliness yang tinggi sangat sulit untuk
bersosialisasi karena ia mempunyai kepuasan hubungan yang sangat rendah.
Dengan demikian seseorang yang mengalami trait loneliness yang tinggi maka ia
akan memiliki kemampuan yang rendah dalam hubungan interpersonalnya. Hal
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester et al. (1988) yang
menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara trait loneliness
dengan kemampuan dalam mengatasi masalah dan dukungan emosional, yaitu
aspek dari kompetensi interpersonal. Hal ini masuk akal, karena dalam suatu
hubungan yang efektif diperlukan kemampuan dalam mengatasi masalah dan
dukungan emosional yang memberikan rasa nyaman kepada orang lain. Tentu
hal ini tidak bisa terwujud jika seseorang mengalami perasaan kesepian yang
mendalam. Sehingga hubungan efektif yang diharapkan tidak akan tercapai.
101
Perlu dijelaskan bahwa seseorang yang memiliki trait loneliness yang
tinggi tidak disebabkan karena individu tersebut memiliki trait kepribadian
neuroticism ataupun introvert yang tinggi, karena dalam penelitian, seseorang
yang memiliki trait loneliness yang tinggi disebabkan oleh hasil ketidakpuasaan
dalam menjalin hubungan dengan orang lain, dapat dilihat dari beberapa item
dalam pengukuran trait loneliness yaitu kurangnya hubungan dalam pertemanan,
individu merasa ditinggalkan oleh teman-temannya maupun tidak ada seseorang
yang mengenal individu tersebut dengan baik. Dengan demikian dapat dijelaskan
bahwa tidak adanya tumpang tindih dalam penelitian mengenai trait dalam
kepribadian dengan trait dalam loneliness.
Selanjutnya, aspek dari trait kepribadian big five yang mempengaruhi
kompetensi interpersonal secara signifikan hanya openness to experience.
Sedangkan empat aspek lainnya, yaitu extraversion agreebleness, dan
conscientiousness, dan neuroticism tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kompetensi interpersonal. Dalam penelitian ini menemukan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan secara negatif antara openness to experience
terhadap kompetensi interpersonal. Seseorang yang memiliki skor openness to
experience yang tinggi cenderung terbuka, ingin tahu, imaginatif, penuh
wawasan serta mampu menyesuaikan diri terhadap situasi dan ide baru
(Cloninger, 2004). Hubungan negatif ini bisa saja terjadi karena individu yang
memiliki skor openness yang tinggi lebih memperhatikan interaksinya dengan
orang lain dibandingkan pembicaan mengenai diri mereka sendiri. Individu
tersebut juga memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan lebih memperhatikan
102
dunia disekitar mereka. Dengan demikian mereka kurang memperhatikan
kualitas dari hubungan interaksinya dengan orang lain tersebut. Maka tidak
jarang seseorang yang memiliki openness yang tinggi memiliki hubungan
pertemanan yang tidak lama (Frisbie, 1998). Selain itu, menurut G. H. Kickul
(dalam Leary & Hoyle, 2009) juga menjelaskan bahwa terdapat hubungan
negatif openness dengan pencapaian hubungan yang harmoni dalam kelompok
kerja karena individu dengan openness yang tinggi sangat individualistik.
Selain itu, variabel jenis kelamin juga secara signifikan mempengaruhi
kompetensi interpersonal. Monks et al. (1990), yang menjelaskan bahwa jenis
kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kompetensi
interpersonal. Selain Monks, Nashori (2008) juga menjelaskan bahwa
kompetensi interpersonal juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat
internal yaitu jenis kelamin, trait kepribadian dan kematangan individu. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fajri
(2013) yang menjelaskan bahwa jenis kelamin mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kompetensi interpersonal.
Kemudian dalam penelitian yang dilakukan oleh Apollo (2010)
menjelaskan bahwa remaja perempuan mempunyai kompetensi interpersonal
lebih tinggi daripada remaja laki-laki. Hal ini juga sejalan dengan penelitian
Hadiyono dan Kahn (dalam Apollo, 2010) melaporkan bahwa remaja perempuan
memiliki kompetensi interpersonal yang lebih tinggi daripada remaja laki-laki.
Hal ini memungkinkan karena perbedaan kemampuan interpersonal yang
dimiliki oleh laki-laki dan perempuan cenderung berbeda.
103
Salah satu aspek dari trait kepribadian big five yang tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal adalah agreebleness.
Dengan demikian tidak terdapat pengaruh individu yang ramah, baik hati, mudah
bergaul, serta seseorang yang menghindari konflik terhadap kompetensi
interpersonalnya. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Frisbie et al. (2000) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang positif
agreebleness terhadap conflict management dan emotional support, yaitu aspek
dari kompetensi interpersonal. Hal ini bisa saja terjadi karena partisipan dari
penelitian sebelumnya adalah wanita-wanita yang mempunyai hubungan dengan
pasangannya. Dengan demikian para wanita dituntut untuk bersikap ramah, baik,
bahkan bersikap hangat terhadap pasangannya sehingga hubungan interpersonal
dalam hubungannya dapat berjalan efektif. Dan mereka akan lebih saling
menyayangi dan mempertahankan hubungan dengan pasanganya.
Selain itu menurut Hoyle dan Leary (2009) pengertian tentang aspek
agreebleness pada setiap budaya relatif berbeda-beda. Arti dari sifat ramah atau
baik disetiap negarapun berbeda. Sedangkan pada orang indonesia pada
umumnya terkenal dengan warga yang bersikap ramah, yang mana hal tersebut
bukan lagi suatu keharusan dalam setiap interaksi dengan seseorang, melainkan
sesuatu yang sudah menjadi identitas pada diri orang indonesia untuk bersikap
ramah dan baik. Dengan demikian hal tersebut tidak bisa menjadi dasar pengaruh
keramahan terhadap kompetensi interpersonal pada diri individu.
Selain agreebleness, aspek kepribadian big five lainnya yang tidak
mempunyai pengaruh yang siginifikan terhadap kompetensi interpersonal adalah
104
aspek extraversion. Dengan kata lain seseorang yang periang, banyak bicara,
aktif, dominan, dan mudah bergaul belum tentu memiliki kompetensi
interpersonal yang tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Frisbie et al., (2000) yang menjelaskan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan extraversioan dengan aspek-aspek dari kompetensi
interpersonal. Hal ini bisa saja terjadi karena siswa yang mempunyai skor
extraverision yang tinggi cenderung lebih mendominasi, serta lebih aktif
dikelasnya. Namun siswa yang lebih dominan dikelas biasanya mereka hanya
mencari perhatian dari teman-temannya, dan justru mereka tidak memiliki
hubungan pertemanan yang efektif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan observasi
yang dilakukan peneliti, bahwa beberapa siswa yang dominan di dalam kelas
terlihat senang mengganggu teman-temannya yang lain. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan siswa yang dominan, periang dan
aktif terhadap kompetensi interpersonalnya.
Selain agreebleness dan extraversion, aspek kepribadian big five lainnya
yang tidak mempengaruhi kompetensi interpersonal adalah conscientiousness.
Siswa yang memiliki skor conscientiousness yang tinggi mereka cenderung
patuh terhadap peraturan, rajin mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan tepat
waktu, dan termotivasi dalam meningkatkan prestasi (Cloninger, 2004). Dalam
penelitian ini conscientiousness bukanlah variabel yang mempengaruhi
kompetensi interpersonal pada diri siswa. Karena siswa dengan skor
conscientiousness yang tinggi lebih kaku terhadap hubungannya dengan
teman-temannya dan mereka terlalu berambisi dengan pencapaian prestasi yang
105
ingin didapatkannya (Digman, dalam Cloninger, 2004). Dengan demikian siswa
yang ingin meningkatkan hubungan interpersonalnya tidak dipengaruhi oleh
bagaimana siswa tersebut berambisi dalam pencapaian prestasi melainkan
adanya rasa nyaman serta tanggung jawab yang tinggi atas kualitas dalam suatu
hubungan yang mereka jalani (Cloninger, 2004).
Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Frisbie et al., (2000) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang
positif conscientiousness terhadap sikap asertif, yaitu salah satu aspek
kompetensi interpersonal. Hal ini bisa saja terjadi karena partisipan dalam
penelitian tersebut adalah wanita yang memiliki pasangan, sehingga mereka
dituntut
untuk
memiliki
skor
conscientiousness
yang
tinggi.
Dengan
conscientiousness yang tinggi, dalam suatu hubungan biasanya mengalami
sedikit pertentangan dan konflik karena mereka secara umum bisa mengontrol,
mengorganisir, serta bertanggung jawab pada hubungan dengan pasangannya.
Selanjutnya, aspek neuroticism juga tidak menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap kompetensi interpersonal. Dapat dilihat individu yang
memiliki skor tinggi pada neuroticism berarti individu tersebut mengalami
ketidakstabilan emosional, kecemasan, moodiness, temperamental, cepat
bersedih dan rentan terhadap gangguan stres (Leary & Hoyle, 2009). Dengan
demikian individu tersebut memiliki kesulitan untuk berkomunikasi dengan
lingkungannya.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Frisbie et al. (2000) yaitu terdapat hubungan yang negatif antara neuroticism
106
terhadap kemampuan dalam mengatasi konflik, yaitu salah satu aspek
kompetensi interpersonal. Hal ini bisa saja terjadi, karena seseorang yang
memiliki skor neuroticism yang tinggi lebih melibatkan perilaku yang kurang
efektif dalam mengatasi konflik. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh
Ayodele (2013) juga menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara
neuroticism terhadap hubungan interpersonal. Hasil tidak adanya hubungan
signifikan ini bisa disebabkan karena kecemasan yang dirasakan individu tidak
membuat individu tersebut untuk menjauh dari teman-temannya. Karena
individu juga membutuhkan seseorang yang mampu meredamkan rasa cemas
ataupun depresi yang di alaminya.
Hal yang patut dicatat berdasarkan adanya keunikan dari hasil penelitian,
yaitu tidak signifikannya variabel extraversion, agreebleness, conscientiousness,
dan neuroticism. Hal ini terjadi dikarenakan adanya beberapa keterbatasan atau
kelemahan dalam penelitian. Antara lain partisipan yang kurang serius saat
mengisi kuesioner sehingga partisipan tidak fokus dalam mengisi kuesioner, atau
kondisi serta situasi pada saat partisipan mengisi kuesioner yang tidak kondusif
menyebabkan
partisipan menjadi tidak konsentrasi dalam memberikan
responnya, atau dapat juga dikarenakan oleh banyaknya item dan tidak semua
item mencakup konsep yang bisa dimengerti secara jelas oleh partisipan.
Pada penelitian ini ternyata pengaruh keseluruhan independent variabel
(konsep diri, extraversion, agreebleness, conscienstiousness, neuroticism,
openness to experience, state loneliness, trait loneliness, dan jenis kelamin)
terhadap dependent variabel (kompetensi interpersonal) hanya 60,3 %. Hal ini
107
membuktikan bahwa masih banyak variabel lain di luar penelitian ini yang ikut
mempengaruhi kompetensi interpersonal. Hal demikian bisa terjadi karena dalam
penelitian ini hanya meneliti sembilan independent variabel saja, sehingga
variabel lain yang mungkin ikut berpengaruh tidak ikut diteliti.
5.3 Saran
Terkait dengan hasil penelitian, peneliti akan memberikan beberapa saran yang
bisa digunakan untuk penelitian selanjutnya dan sebagai masukan bagi pembaca.
Saran dibagi menjadi dua, yaitu saran metodologis, dan saran praktis. Saran
metodologis sebagai bahan pertimbangan untuk perkembangan penelitian
selanjutnya. Sedangkan saran secara praktis sebagai bahan kesimpulan dan
masukan bagi pembaca sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini.
5.3.1 Saran Metodologis
1.
Selain populasi sekolah, penelitian ini juga bisa digunakan kepada
populasi lain, seperti bidang organisasi, karyawan ataupun
komunitas-komunitas yang aktif lainnya.
2.
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih beragam, variabel
lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini, seperti usia, keadaan
sekeliling, keinginan untuk mempunyai status, interaksi orang tua,
ataupun teman sebaya dapat dijadikan variabel yang diteliti untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap kompetensi interpersonal.
5.3.2
Saran Praktis
1.
Untuk orangtua dan pembimbing
108
Dilihat dari hasil penelitian, diketahui bahwa konsep diri
merupakan variabel yang lebih besar dalam memberikan
pengaruhnya
terhadap
kompetensi
interpersonal.
Maka
disarankan untuk bisa memberikan pengawasan dan bimbingan
pada remaja agar remaja dapat mengembangkan konsep diri yang
positif bagi dirinya, sehingga dengan konsep diri yang positif
dapat membantu remaja dalam berinteraksi dengan teman
sebayanya. Karena lingkungan juga merupakan sumber yang
dapat mendukung dan mengembangkan kemampuan remaja
untuk mengkoordinasikan emosi, kognisi, tingkah laku baik
dalam adaptasi jangka pendek maupun proses perkembangan
jangka panjang.
2.
Untuk remaja
Dapat memberi penilaian pada diri sendiri secara positif
mengenai
kemampuan,
keberartian,
maupun
keberhargaan
sehingga hal tersebut dapat membantu remaja dalam berinteraksi
dengan teman sebayanya maupun lingkungannya. Dengan
mengenali kemampuan diri remaja baik positif ataupun negatif,
remaja
mampu
menciptakan
dan
membina
hubungan
interpersonal yang efektif sehingga konflik dalam pertemanan
dengan teman sebayanya dapat dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
Apollo. (2010). Hubungan antara peran jenis dengan kompetensi interpersonal
pada remaja. Jurnal. Fakultas Psikologi Universitas Mandala, Madiun.
Ayodele, K. O. (2013). The influence of big five personality factors on lectures students interpersonal relationship. Journal of the african educational
research network, 13 (1).
Berko, R., Aitken, J. E., & Wolvin, A. (2010). ICOMM: interpersonal concept
and competencies: foundations of interpersonal communication. United
Kingdom: Rowman & Littlefield Publishers, Inc.
Buhrmester, D. (1990). Intimacy of friendship, interpersonal competence, and
adjustment during preadolescence and adolescence. Journal of Child
Development, 1101-1111. doi: 10.2307/1130878.
Buhrmester, D., Furman, W., Wittenberg, M.T., & Reis, D. (1988). Five domain
of interpersonal competence in peer relationships. Journal of Personality
and Social Psychology, 55 (6), 991-1008.
Calhoun, J. F. & Acocella, J. R. (1990). Psikologi tentang penyesuaian dan
hubungan kemanusaiaan. Semarang: Press Semarang.
Cervon, D., & Pervin, L. A. (2013). Personality: Theory and research, 12th
edition. New York: Wiley.
Chow, M. C., Ruhl, H., & Buhrmster. D. (2013). The mediating role of
interpersonal competence between adolescents empathy and friendship
quality: A dyadic approach. Journal of Adolescence, 36 (4) 191-200.
Cloninger, S. C. (2004). Theories of personality understanding person, fourth
edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
DeVito, JA. (1996). The interpersonal communication book, 7th edition. New
York: Harper Collins College Publishers.
Donellan, M. B., Oswald, F. L., Baird, B. M., Lucas, R. E. (2006). The mini IPIP
scale: Tiny-yet-effective measure of the big five factors of personality.
Journal of psychological asessment by the american psychological
association, 18 (2), 192-203. doi: 10.1037/1040-3590.18.2.192
Farber, B. A. (2006) Self-disclosure in psychotherapy. United States of America:
The Guilford Press.
Fisher, B. A. & Adams, K. L. (1994). Interpersonal communication: Pragmatics
of human relationship. New York: McGraw-Hill, Inc.
Fitts, W. H. (1971). The self concept and self actualization, 1st edition. Los
Angels Western Psychology.
Fitts, W. H., & Warren. L. W. (1996). Tennessee self-concept scale-second
edition (TSCS:2) manual. Los Angels: Western Psychological Service.
Friedman, H. S. (1998). Encyclopedia of mental health. San Diego: Academic
Press.
Frisbie, Shauna H., Fitzpatrich, Jacki, Feng, du & Crawford, Duane. (2000).
Women’s Personality Traits, Interpersonal Competence and Affection For
Dating Partness: A test of the contextual model. Journal of Social
Behavior and Personality, 28 (6), 585-594.
Goldberg, L. R. (1999). A broad-bandwidth, public-domain, personality
inventory measuring the lower-level facets of several five-factors models.
Journal Personality Psychology in Europe,7 (2), 7-28.
Hartanti. (2005). Hubungan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal
pada pengurus unit kegiatan mahasiswa universitas diponegoro (UKM
Undip). Jurnal Psikologi. Universitas Diponegoro.
Hayati, S. (2010). Pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia.
Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.
Gardner, H. (2011). Frames of mind: The theory of multiple intellegence for 21th
Century. New York: Basic Book.
Hurlock, E.B. (1999). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. Ed. 5. Jakarta: Erlangga.
Kresnawati, Sitra. (2009). Hubungan antara konsep diri dengan kompetensi
interpersonal pada anggota Rotaract Club Semarang. Skripsi, Fakultas
Psikologi, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Leary, M. R. & Hoyle, R. H. (2009). Handbook of individual differences in
social behavior. New York: The Guilford Press.
Mahoney, J. L., Cairns, B. D., & Farmer, T. W. (2003). Promoting interpersonal
competence and educational succsess through extracurricular activity
participation. Journal of Educational Psychology, 95 (2), 409-418. doi:
10.1037/0022-0663.95.2.409.
McCrae, R. R. & Costa, P. T. (1997). Personality trait structure as a human
universal. Journal of american psychologist, 52 (5), 509-516.
McCrae, R. R. & Costa, P. T. (2006). Personality in adulthood: A five-factor
theory perspective second edition. New York: The Guilford Press.
Mercer, S. (2011). Towards an understanding of language learner self-concept.
New York: Springer.
Mischel, W., Shoda, Y., Ayduk, O. (2008). Introduction to personality: Toward
an integration science of the person, eight edition. United State of
America: John Wiley & Sons, Inc.
Mischel, W., Shoda, Y., Smith, R. E. (2003). Introduction to personality: Toward
an integration, seventh edition. United State of America: John Wiley &
Sons, Inc.
Monks, F. J. (1990). Psikologi perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada.
Monks, F. J., & Knoers, A. M. P. (2006). Psikologi perkembangan: Pengantar
dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Paulk, A. L., (2008). Romantic relationship attachment and identity style as
predictors of adolescent interpersonal competence: a mediation model.
Dissertation. UMI: Proquest LLC.
Paulsel, M. L. & Mottet, T. P. (2004). Interpersonal communication motives: A
communibiological perspective. Journal of Communication Quarterly, 52
(2), 182-195.
Peplau & Goldston. (1984). Preventing the harmful consequences of severe and
persistent loneliness. U.S. Government Printing Office: DDH Publication.
Rakhmat, Jalaluddin. (2005). Psikologi komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Rammstedt, B., Goldberg, L. R., Borg, I. (2011) The measurement equivalence
of Big Five factor markers for persons with different levels of education.
Journal Res Pers. Author manuscript, 44(4), 53-61. doi:
10.1016/j/jrp.2009.10.005.
Rickheit, G. & Strohner, H. (2008). Handbook of communication competence.
Germany: Walter de Gruyter GmbH & Co. KG, D-10785 Berlin.
Robinson, J. P., Shaver, P. R., Wrightsman, L. S. (1991). Measure of personality
and social psychological attitudes. California: Academic Press.
Rotenberg, K. J. (1994). Loneliness and interpersonal trust. Journal of social and
clinical psychology, 13 (2), 152-173.
Russell, D. W. (1996). UCLA loneliness scale (version 3): Reliability, validity,
and factor structure. Journal of personality assessment, 66(1), 20-40.
Salkind, Neil J. (2006). Encyclopedia of human development. United State of
America: Sage Publication, Inc.
Santrock, J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja, edisi keenam.
Jakarta: Erlangga.
Santrock, J.W. (2002). Life-span development: Perkembangan masa hidup, Edisi
5, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Schwartz, A. E. (2006). Assertiveness: Responsible communication. United State
of America: A. E. Schwartz & Associates.
Shantz, C. U., Hartup, W. (1992). Conflict In Child And Adolescent Development.
New York : Cambridge University Press.
Sitaresmi, L. (2007). Hubungan antara konsep diri positif dengan kemampuan
interpersonal aktivis dakwah kampus di LDK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Skripsi, Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidatullah, Jakarta.
Spitzberg, B. H. & Cupach, W. R. (2012). Handbook of interpersonal
competence research (recent research in psychology). Springer - Velag :
New York.
Suryabrata, S. (2008). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Umar, J. (2012). Statistika mentor akademik. Bahan ajar fakultas psikologi UIN
Jakarta. Tidak Dipublikasikan.
________. (2014). Saling ejek saat chatting tawuran pelajar pecah. Diunduh
tanggal
23
Januari
2015
dari
http://metro.sindonews.com/read/840263/31/saling-ejek
-saat-chatting-tawuran-pelajar-pecah-1393653527
________. (2012). Saling ledek dua kelompok pelajar adu senjata. Diunduh
tanggal
23
Januari
2015
dari
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/12/12/165951
24/Saling.Ledek.Dua.Kelompok.Pelajar.Adu.Senjata
________. (2014). Inilah kronologi kasus bully anak SD Bukittinggi. Diunduh
tanggal
23
Januari
2015
dari
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/14/10/
12/ndbsmg-inilah-kronologi-kasus-bully-anak-sd-di-bukittinggi
_________.(2014). Indonesia masuk kategori darurat bullying di sekolah.
Diunduh
tanggal
24
Januari
2015
dari
http://www.beritasatu.com/gaya-hidup/219515indonesia-masuk-kategori-darurat-bullying-di-sekolah.html
LAMPIRAN
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Saya adalah mahasiswi semester 9 fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir
saya (Strata 1).
Saya membutuhkan bantuan adik-adik sekalian untuk menjadi
responden dalam penelitian ini, dengan mengisi jawaban yang sesuai dengan
pengalaman adik-adik sangat membantu saya dalam penelitian ini. Identitas responden
dan jawaban yang diberikan, akan dijaga dan dijamin kerahasiaannya.
Atas bantuan dan kerjasama adik-adik sekalian dalam mengisi kuesioner ini,
saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Hormat saya,
Peneliti
Lisa Ulfah
Identitas Responden (WAJIB DIISI)
Nama/Inisial
: ..................................................
Usia
: .............. tahun
Jenis kelamin
: *laki-laki/Perempuan
*Coret yang tidak perlu
Pernyataan:
Saya bersedia mengisi kuesioner penelitian berikut ini. Data yang saya isikan
merupakan benar adanya.
Ttd Responden
Petunjuk Pengisian:
Bacalah dan pahami setiap pernyataan di bawah ini dengan teliti. Berilah tanda checklist
(V) pada kolom di sebelah kanan tiap pernyataan yang paling sesuai dengan pendapat
adik-adik. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar atau salah. Adik-adik hanya
diminta untuk menjawab pernyataan yang sesuai dengan diri adik-adik. Pilihan jawaban
tersebut adalah:
SS
S
: Sangat sering
: Sering
J
: Jarang
TP : Tidak pernah
Sebelum adik-adik menyerahkan lembaran ini, harap periksa kembali dan pastikan
semua nomor telah terisi
Contoh:
Pernyataan
TP
J
S
Saya mengajak teman baru untuk melakukan sesuatu bersama.
V
SS : Sangat setuju
S
: Setuju
Contoh:
Pernyataan
Saya rajin mengerjakan sholat 5 waktu
SS
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju
STS
TS
S
V
SS
J
S
SS
>> Selamat Mengerjakan <<
Skala 1
Pernyataan
TP
Saya mengajak teman baru untuk melakukan sesuatu bersama.
Saya mengatakan kepada teman tentang perlakuan dia terhadap saya
yang tidak saya sukai.
Saya menceritakan sesuatu yang pribadi ketika sedang berbincang
dengan teman baru
Saya membantu teman saya untuk menentukan suatu pilihan hidup yang
besar, seperti pilihan karir
Saya mengakui kesalahan ketika terjadi pertengkaran serius yang
disebabkan oleh perbedaan pendapat dengan
teman saya
Saya berusaha menjadi orang yang menarik dan menyenangkan ketika
pertama kali mengenal teman baru.
Saya mengatakan "tidak" apabila teman saya mengajak melakukan
sesuatu yang tidak saya sukai.
Saya membiarkan teman baru untuk mengetahui "diri saya yang
sebenarnya"
Saya berusaha dengan sabar dan sensitif mendengarkan "curhatan" teman
saya.
Saya mengutarakan rasa penyesalan ketika bertengkar dengan teman saya
Saya menelepon teman baru untuk untuk merencakan waktu jalan-jalan
bersama
Saya mengatakan kepada teman saya bahwa dia telah melakukan sesuatu
yang menyakiti hati saya
Saya menceritakan kepada teman dekat betapa saya mengahargai dan
peduli kepadanya.
Saya membantu teman saya dalam mengatasi masalahnya dengan
keluarga atau dengan temannya yang lain
Saya berusaha menahan diri untuk tidak mengatakan hal yang bisa
memicu pertengkaran besar
Saya mengajak teman baru untuk melakukan sesuatu yang menurut saya
dia teman yang menarik
Saya mengatakan kepada teman saya bahwa dia telah melakukan sesuatu
yang membuat saya marah
Saya mencari cara untuk memulai pembicaraan yang lebih pribadi
dengan teman agar lebih mengenal dekat satu sama lain
Saya berusaha menjadi pendengar yang baik saat teman saya sedang
marah atau kesal
Ketika bertengkar dengan teman, saya mampu menerima sudut pandang
yang diutarakannya, walaupun saya tidak setuju dengan pendapatnya
Saya mendatangi suatu perkumpulan dimana saya tidak terlalu mengenali
mereka, karena saya ingin memulai
hubungan pertamanan yang baru dengan mereka
Saya tetap pada pendirian saya ketika teman saya mengabaikan atau tidak
memperdulikan saya
Saya menceritakan kepada teman dekat tentang hal memalukan yang
pernah saya alami
Saya berusaha berbicara dan melakukan sesuatu untuk mensupport teman
yang sedang sedih atau terpuruk
Ketika bertengkar dengan teman saya, saya mampu mengetahui
perspektif dan memahami sudut pandangnya
Skala 2
Pernyataan
STS
Saya rajin mengerjakan sholat 5 waktu
Saya adalah orang yang senang melakukan kegiatan positif
Saya menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
Saya memilki tubuh yang sehat
Saya orang yang santun
Saya adalah orang yang ceria
Saya mengerti dengan baik tentang keluarga saya
Saya adalah orang yang ramah
Saya senang menolong teman yang sedang kesusahan
Saya adalah orang yang akan berusaha sebaik mungkin dalam
mengerjakan sesuatu
Tidak ada kesuliatan bagi saya untuk berbincang dengan orang lain
Saya termasuk orang yang berpenampilan rapi
Saya merasa puas dengan sopan santun dan perilaku saya
Saya mempunyai kontrol diri yang baik
Saya dari keluarga yang bahagia
Saya mudah bersahabat dengan siapa saja
Saya tidak tahu diri saya yang sebenarnya
Saya kurang pandai dalam permainan dan olahraga
Terkadang saya tidak jujur dengan apa yang saya katakan
Saya merasa orang yang menderita
Saya adalah orang yang tidak dapat dipercaya
Saya merasa banyak orang yang membenci saya
Saya sering bertengkar dengan keluarga saya
Saya tidak tertarik pada apa yang orang lain lakukan
TS
S
SS
Skala 3
Pernyataan
1. Saya menghidupkan suasana kelas
2. Saya berbicara dengan banyak orang di kelas
3. Saya tidak suka jadi pusat perharian
4. Saya tidak banyak bicara
5. Saya simpati dengan perasaan orang lain
6. Saya dapat merasakan emosi orang lain
7. Saya tidak memikirkan orang lain
8. Saya tidak tertarik pada masalah orang lain
9 Saya suka keteraturan
10. Saya mengacaukan segala hal
11. Saya sering lupa mengembalikan barang-barang ke tempatnya
12. Saya menyelesaikan tugas dengan segera
13. Suasana hati saya sering berubah
14. Saya orang yang tenang
15. Saya mudah marah
16. Saya jarang merasa sedih
17. Saya mempunyai imajinasi yang tinggi
18. Saya tidak memiliki imajinasi yang baik
19. Saya kesulitan memahami ide-ide yang abstrak
20. Saya tidak tertarik pada ide-ide yang abstrak
STS
TS
S
SS
Pernyataan
STS
1. Dalam beberapa hari ini, saya merasa dekatt dengan orang-orang
disekitar saya
2. Dalam beberapa hari ini, saya merasa kurang mempunyai
pertemanan
3. Dalam beberapa hari ini, saya merasa saya adalah bagian dari
kelompok teman-teman saya
4. Dalam beberapa hari ini, ide dan pendapat saya tidak saya
ceritakan kepada orang-orang disekitar saya
5. Dalam beberapa hari ini, ada orang-orang yang dekat dengan saya
6. Dalam beberapa hari ini, saya merasa ditinggalkan
7. Dalam beberapa hari ini, tidak ada orang yang mengenal saya
dengan baik
8. Dalam beberapa hari ini, ada orang-orang yang bisa saya andalkan
9. Dalam beberapa hari ini, ketika saya sendirian, saya merasa
kesepian
10. Dalam beberapa hari ini, seberapa sering anda merasa
kesepian?
1. Tidak pernah
TS
S
SS
Skala 4
2. Kadang-kadang
3. Sering
4. Hampir setiap waktu
11. Dalam beberapa hari ini, ketika anda merasa kesepian, seberapa
dalam anda merasa kesepian?
1. Tidak merasa kesepian
2. Sedikit merasa kesepian
3. Cukup merasa kesepian
4. Sangat merasa kesepian
12. Dibandingkan dengan teman-teman anda, seberapa dalam anda
merasa kesepian dalam beberapa hari ini?
1. Perasaan kesepian yang sangat di bawa rata-rata
2. Perasaan kesepian yang sedikit di bawah rata-rata
3. Perasaan kesepian yang sedikit di atas rata-rata
4. Perasaa kesepian yang sangat di atas rata-rata
Skala 5
Pernyataan
STS
1. Dalam beberapa tahun ini, saya merasa dekatt dengan orang-orang
disekitar saya
2. Dalam beberapa tahun ini, saya merasa kurang mempunyai
pertemanan
3. Dalam beberapa tahun ini, saya merasa saya adalah bagian dari
kelompok teman-teman saya
4. Dalam beberapa tahun ini, ide dan pendapat saya tidak saya
ceritakan kepada orang-orang disekitar saya
5. Dalam beberapa tahun ini, ada orang-orang yang dekat dengan
saya
6. Dalam beberapa tahun ini, saya merasa ditinggalkan
7. Dalam beberapa tahun ini, tidak ada orang yang mengenal saya
dengan baik
8. Dalam beberapa tahun ini, ada orang-orang yang bisa saya
andalkan
9. Dalam beberapa tahun ini, ketika saya sendirian, saya merasa
kesepian
10. Dalam beberapa tahun ini, seberapa sering anda merasa
kesepian?
1.Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
4. Hampir setiap waktu
11. Dalam beberapa tahun ini, ketika anda merasa kesepian,
seberapa dalam anda merasa kesepian?
TS
S
SS
1. Tidak merasa kesepian
2. Sedikit merasa kesepian
3. Cukup merasa kesepian
4. Sangat merasa kesepian
12. Dibandingkan dengan teman-teman anda, seberapa dalam anda
merasa kesepian dalam beberapa tahun ini?
1. Perasaan kesepian yang sangat di bawa rata-rata
2. Perasaan kesepian yang sedikit di bawah rata-rata
3. Perasaan kesepian yang sedikit di atas rata-rata
4. Perasaa kesepian yang sangat di atas rata-rata
>>Terima Kasih<<
Syntax dan Output
Syntax Kompetensi Interpersonal
UJI VALIDITAS KI
DA NI=23 NO=358 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11
ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21
ITEM22 ITEM23
KM SY FI=KI.COR
MO NX=23 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
KI
FR TD 18 9 TD 16 12 TD 14 3 TD 23 19 TD 21 19 TD 22 19 TD 6 3 TD 18 13 TD 12 2 TD 3 2
TD 16 2 TD 20 16 TD 8 6 TD 18 5 TD 19 3 TD 14 8 TD 19 1 TD 5 2 TD 12 9 TD 12 7 TD 18 14
TD 15 13 TD 9 1 TD 22 17 TD 23 9 TD 13 1 TD 2 1 TD 20 4 TD 13 11 TD 16 3 TD 16 14 TD
14 12 TD 14 11 TD 17 12 TD 11 3 TD 11 5 TD 16 4 TD 20 11 TD 20 3 TD 4 3 TD 3 1 TD 17 9
TD 15 5 TD 23 11 TD 19 11 TD 6 1 TD 11 2 TD 7 5 TD 15 14 TD 15 8 TD 19 18 TD 23 18 TD
15 3
PD
OU TV SS MI
Syntax Konsep Diri
UJI VALIDITAS KD
DA NI=22 NO=358 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11
ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21
ITEM22
KM SY FI=KD.COR
MO NX=22 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
KD
FR TD 22 21 TD 21 18 TD 16 11 TD 18 10 TD 22 2 TD 21 19 TD 21 20 TD 3 1 TD 18 12
TD 16 4 TD 16 15 TD 9 7 TD 9 4 TD 20 18 TD 3 2 TD 14 6 TD 19 1 TD 20 6
PD
OU TV SS MI
Syntax Kepribadian Agreebleness
UJI VALIDITAS AGREE
DA NI=4 NO=358 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
KM SY FI=AGREE.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
AGREE
FR TD 3 2
PD
OU TV SS MI
Syntax Kepribadian Conscientiousness
UJI VALIDITAS CONS
DA NI=4 NO=358 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
KM SY FI=CONS.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
CONS
FR TD 2 1
PD
OU TV SS MI
Syntax Kepribadian Extraversion
UJI VALIDITAS EXTR
DA NI=4 NO=358 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
KM SY FI=EXTR.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR
LK
EXTR
PD
OU TV SS MI
Syntax Kepribadian Neuroticism
UJI VALIDITAS NEUR
DA NI=3 NO=358 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3
KM SY FI=NEUR.COR
MO NX=3 NK=1 LX=FR
LK
NEUR
PD
OU TV SS MI
Syntax Kepribadian Openness to Experience
UJI VALIDITAS OPEN
DA NI=4 NO=358 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
KM SY FI=OPEN.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
OPEN
FR TD 3 1
PD
OU TV SS MI
Syntax State Loneliness
UJI VALIDITAS SL
DA NI=9 NO=358 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9
KM SY FI=SL.COR
MO NX=9 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
SL
PD
OU TV SS MI
Syntax Trait Loneliness
UJI VALIDITAS TL
DA NI=11 NO=358 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11
KM SY FI=TL.COR
MO NX=11 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
TL
FR TD 7 3 TD 10 1 TD 10 2 TD 8 4 TD 8 5 TD 7 6 TD 11 9 TD 11 6 TD 10 3 TD 10 9 TD 9
7 TD 9 5 TD 3 1 TD 4 1 TD 11 8 TD 10 5 TD 5 1 TD 7 5
PD
OU TV SS MI
Output Kompetensi Interpersonal
DATE: 2/ 5/2015
TIME: 15:10
L I S R E L 8.70
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by
Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Lincolnwood, IL 60712, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2004
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com
The following lines were read from file C:\Users\Aspire\Desktop\setelah revisi\skala
kompetensi interpersonal\Setelah di drop\KI PRELIS.spl:
UJI VALIDITAS KI
DA NI=23 NO=358 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11
ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21
ITEM22 ITEM23
KM SY FI=KI.COR
MO NX=23 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
KI
FR TD 18 9 TD 16 12 TD 14 3 TD 23 19 TD 21 19 TD 22 19 TD 6 3 TD 18 13 TD 12 2 TD 3 2
TD 16 2 TD 20 16 TD 8 6 TD 18 5 TD 19 3 TD 14 8 TD 19 1 TD 5 2 TD 12 9 TD 12 7 TD 18 14
TD 15 13 TD 9 1 TD 22 17 TD 23 9 TD 13 1 TD 2 1 TD 20 4 TD 13 11 TD 16 3 TD 16 14 TD
14 12 TD 14 11 TD 17 12 TD 11 3 TD 11 5 TD 16 4 TD 20 11 TD 20 3 TD 4 3 TD 3 1 TD 17 9
TD 15 5 TD 23 11 TD 19 11 TD 6 1 TD 11 2 TD 7 5 TD 15 14 TD 15 8 TD 19 18 TD 23 18 TD
15 3
PD
OU TV SS MI
UJI VALIDITAS KI
Number of Input Variables 23
Number of Y - Variables
0
Number of X - Variables
23
Number of ETA - Variables 0
Number of KSI - Variables 1
Number of Observations
358
UJI VALIDITAS KI
Correlation Matrix
ITEM1
ITEM2
ITEM3
ITEM4
ITEM5
ITEM6
ITEM1
ITEM2
ITEM3
ITEM4
ITEM5
ITEM6
ITEM7
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
--------------1.00
0.26
0.32
0.10
0.05
0.09
0.06
0.17
0.23
0.15
0.29
0.22
0.07
0.12
0.24
0.15
0.19
0.01
0.01
0.24
0.04
0.10
0.02
-------1.00
0.41
0.18
0.20
0.19
0.10
0.22
0.06
0.16
0.31
0.46
0.20
0.07
0.13
0.38
0.16
0.02
0.17
0.16
0.20
0.16
0.02
-------1.00
0.36
0.07
0.08
0.09
0.37
0.16
0.27
0.53
0.38
0.19
-0.19
0.13
0.39
0.29
0.02
0.16
0.40
0.21
0.21
0.10
--------
1.00
0.09
0.18
0.09
0.26
0.22
0.16
0.31
0.27
0.27
0.15
0.20
0.29
0.17
0.15
0.26
0.39
0.08
0.20
0.19
--------
1.00
0.05
0.13
0.14
0.09
0.11
0.23
0.18
0.12
0.12
-0.01
0.09
0.13
0.22
0.15
0.01
0.14
0.08
0.00
1.00
0.10
0.06
0.24
0.25
0.21
0.26
0.21
0.09
0.22
0.21
0.27
0.17
0.10
0.19
0.05
0.22
-0.03
Correlation Matrix
ITEM7
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
ITEM7
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
--------------1.00
0.15
0.00
-0.02
0.07
-0.02
0.12
0.02
0.01
0.07
0.09
-------1.00
0.25
0.31
0.39
0.33
0.28
-0.05
0.13
0.22
0.27
-------1.00
0.25
0.23
0.12
0.20
0.14
0.24
0.12
0.15
--------
1.00
0.35
0.36
0.18
-0.01
0.15
0.28
0.22
--------
1.00
0.38
0.25
0.03
0.26
0.24
0.39
1.00
0.33
-0.02
0.24
0.56
0.18
ITEM18
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
0.02
0.10
0.05
0.01
0.03
0.08
0.16
0.28
0.24
0.13
0.26
0.11
0.48
0.29
0.20
0.09
0.22
0.23
0.15
0.15
0.23
0.06
0.19
0.01
0.11
0.37
0.43
0.14
0.24
0.21
0.21
0.25
0.28
0.18
0.29
0.10
Correlation Matrix
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
--------------1.00
0.22
0.30
0.29
0.32
0.29
0.29
0.27
0.10
0.23
0.15
-------1.00
0.23
-0.09
0.09
0.24
0.18
0.11
-0.05
0.10
0.05
-------1.00
0.15
0.21
0.13
0.17
0.15
0.00
0.20
0.05
--------
--------
1.00
0.16
0.11
0.19
0.37
0.16
0.16
0.10
1.00
0.20
0.23
0.24
0.15
0.09
0.07
Correlation Matrix
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
ITEM19
ITEM20
---------------------1.00
0.28
1.00
0.26
0.10
0.36
0.26
0.40
0.16
UJI VALIDITAS KI
Parameter Specifications
LAMBDA-X
KI
-------ITEM1
ITEM2
ITEM3
ITEM4
ITEM5
ITEM6
ITEM7
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
ITEM21
ITEM22
--------------1.00
0.05
-0.03
1.00
0.16
ITEM23
1.00
1.00
0.30
0.06
0.02
0.15
0.16
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
THETA-DELTA
ITEM1
ITEM2
ITEM3
ITEM4
ITEM5
ITEM6
-------ITEM1
ITEM2
ITEM3
ITEM4
ITEM5
ITEM6
ITEM7
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
-------24
25
27
0
0
34
0
0
41
0
0
0
52
0
0
0
0
0
80
0
0
0
0
-------26
28
0
32
0
0
0
0
0
44
48
0
0
0
66
0
0
0
0
0
0
0
--------
--------
29
30
0
35
0
0
0
0
45
0
0
55
60
67
0
0
81
85
0
0
0
--------
31
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
68
0
0
0
86
0
0
0
33
0
37
0
0
0
46
0
0
0
61
0
0
75
0
0
0
0
0
36
0
39
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
THETA-DELTA
ITEM7
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
-------ITEM7
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
ITEM13
ITEM14
ITEM15
-------38
0
0
0
0
49
0
0
0
-------40
0
0
0
0
0
56
62
-------42
0
0
50
0
0
0
--------
--------
43
0
0
0
0
0
47
0
53
57
0
51
0
58
0
ITEM16
ITEM17
ITEM18
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
72
76
0
0
0
0
95
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
82
87
0
0
96
69
73
0
0
0
0
0
0
THETA-DELTA
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
-------ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
-------54
0
63
0
0
77
0
0
0
0
0
-------59
64
70
0
78
0
0
0
0
0
-------65
0
0
0
0
0
0
0
0
--------
--------
71
0
0
0
88
0
0
0
74
0
0
0
0
92
0
THETA-DELTA
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
ITEM19
ITEM20
---------------------84
0
89
90
0
93
0
98
0
UJI VALIDITAS KI
Number of Iterations = 23
LISREL Estimates (Maximum Likelihood)
LAMBDA-X
ITEM1
ITEM2
KI
-------0.37
(0.06)
6.55
0.37
(0.06)
6.53
ITEM21
ITEM22
--------------91
0
0
94
0
ITEM23
99
79
83
0
0
0
97
ITEM3
0.56
(0.05)
10.34
ITEM4
0.44
(0.05)
8.16
ITEM5
0.23
(0.06)
4.15
ITEM6
0.43
(0.05)
7.81
ITEM7
0.16
(0.06)
2.74
ITEM8
0.57
(0.05)
10.86
ITEM9
0.45
(0.06)
8.15
ITEM10
0.47
(0.05)
8.95
ITEM11
0.64
(0.05)
12.33
ITEM12
0.62
(0.05)
12.09
ITEM13
0.51
(0.05)
9.71
ITEM14
0.24
(0.06)
4.09
ITEM15
0.42
(0.06)
7.52
ITEM16
0.41
(0.06)
7.48
ITEM17
0.52
(0.05)
9.70
ITEM18
0.29
(0.06)
5.28
ITEM19
0.47
(0.05)
8.65
ITEM20
0.48
(0.05)
8.86
ITEM21
0.21
(0.06)
3.73
ITEM22
0.43
(0.05)
7.93
ITEM23
0.17
(0.06)
2.98
PHI
KI
-------1.00
THETA-DELTA
ITEM1
ITEM2
ITEM3
ITEM4
ITEM6
ITEM1
--------------0.87
(0.07)
12.97
--------
ITEM2
0.14
(0.04)
3.26
0.85
(0.07)
13.11
ITEM3
0.12
(0.04)
3.08
0.20
(0.04)
5.15
--------
0.70
(0.06)
12.35
--------
--------
ITEM5
ITEM4
--
ITEM5
--
ITEM6
-0.10
(0.04)
-2.37
--
ITEM7
--
--
--
--
ITEM8
--
--
--
--
ITEM9
0.13
(0.04)
3.05
--
0.11
(0.04)
2.59
--
ITEM10
--
--
ITEM11
--
0.08
(0.04)
2.18
ITEM12
--
0.20
(0.04)
4.99
ITEM13
-0.09
(0.04)
-2.26
ITEM14
0.13
(0.04)
3.30
0.81
(0.06)
12.88
--
--
-0.17
(0.04)
-4.70
--
--
-0.17
(0.04)
4.33
--
---
0.95
(0.07)
13.30
--
0.11
(0.05)
2.19
--
0.81
(0.06)
12.80
--
-0.18
(0.04)
-4.23
--
--
--
--
0.13
(0.04)
3.37
--
--
--
--
--
--
--
--
--
--
--
--
-0.28
(0.04)
-6.71
--
--
--
ITEM15
--
--
-0.08
(0.04)
-2.17
--
-0.12
(0.04)
-2.56
--
ITEM16
--
0.15
(0.04)
4.16
0.12
(0.04)
2.93
ITEM17
--
--
--
--
ITEM18
--
--
--
--
0.22
(0.04)
5.09
--
-0.15
(0.04)
3.50
--
---
ITEM19
-0.14
(0.04)
-3.67
--
-0.10
(0.03)
-3.14
--
ITEM20
--
--
0.13
(0.04)
3.18
ITEM21
--
--
--
--
--
--
ITEM22
--
--
--
--
--
--
ITEM23
--
--
--
--
--
--
0.17
(0.04)
4.00
--
--
--
--
THETA-DELTA
ITEM7
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
ITEM7
--------------0.98
(0.07)
13.31
--------
--------
ITEM8
--
ITEM9
--
--
0.82
(0.06)
12.82
ITEM10
--
--
--
ITEM11
--
--
--
ITEM12
-0.14
(0.04)
-3.56
--
ITEM13
--
--
ITEM14
--
ITEM15
--
--------
--------
0.67
(0.06)
12.12
-0.14
(0.03)
-4.47
0.78
(0.06)
12.89
--
--
0.60
(0.05)
11.76
--
--
--
-0.05
(0.03)
-1.46
-0.18
(0.04)
-4.12
--
--
-0.13
(0.04)
-3.24
-0.09
(0.04)
--
--
--
0.60
(0.05)
11.55
--
-0.17
(0.04)
-4.31
--
-2.23
ITEM16
--
--
--
--
--
ITEM17
--
--
-0.11
(0.04)
-2.79
--
--
ITEM18
--
--
0.37
(0.05)
7.73
--
--
ITEM19
--
--
--
--
0.09
(0.04)
2.53
--
ITEM20
--
--
--
--
0.13
(0.04)
3.44
--
ITEM21
--
--
--
--
--
--
ITEM22
--
--
--
--
--
--
ITEM23
--
--
0.15
(0.04)
3.29
--
0.13
(0.04)
3.29
0.27
(0.04)
6.50
-0.12
(0.03)
-3.53
--
--
THETA-DELTA
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM18
ITEM13
ITEM14
ITEM15
--------------0.74
(0.06)
12.68
--
0.07
(0.04)
1.67
ITEM16
--
ITEM17
--
--------
--------
--------
--------
0.92
(0.07)
13.19
0.13
(0.05)
2.71
-0.19
(0.04)
-4.35
--
0.82
(0.06)
12.76
--
0.83
(0.06)
13.09
--
--
0.73
(0.06)
12.36
ITEM17
ITEM18
0.13
(0.04)
3.46
0.11
(0.04)
2.88
--
--
ITEM19
--
--
--
ITEM20
--
--
--
ITEM21
--
--
--
--
ITEM22
--
--
--
--
ITEM23
--
--
--
--
--
--
0.90
(0.07)
13.42
--
0.18
(0.04)
4.68
0.10
(0.04)
2.67
--
--
--
--
-0.12
(0.04)
-2.85
--
--
0.10
(0.05)
2.14
THETA-DELTA
ITEM19
ITEM20
ITEM19
ITEM20
---------------------0.78
(0.06)
12.95
--
ITEM21
ITEM22
---------------
ITEM23
0.77
(0.06)
12.78
ITEM21
0.19
(0.04)
4.53
--
0.96
(0.07)
13.28
ITEM22
0.14
(0.04)
3.37
--
--
0.81
(0.06)
12.88
ITEM23
0.30
(0.05)
6.51
--
--
--
0.97
(0.07)
13.36
Squared Multiple Correlations for X - Variables
ITEM1
ITEM2
ITEM3
ITEM4
ITEM5
ITEM6
---------------------0.13
0.14
-------0.31
-------0.19
-------0.05
0.18
Squared Multiple Correlations for X - Variables
ITEM7
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
---------------------0.02
0.33
-------0.20
-------0.22
-------0.40
0.39
Squared Multiple Correlations for X - Variables
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
---------------------0.26
0.06
-------0.17
-------0.17
-------0.27
Squared Multiple Correlations for X - Variables
ITEM19
ITEM20
---------------------0.22
0.23
ITEM21
ITEM22
ITEM23
--------------0.04
0.18
0.03
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 177
Minimum Fit Function Chi-Square = 213.87 (P = 0.031)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 207.85 (P = 0.056)
Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 30.85
90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 70.96)
Minimum Fit Function Value = 0.60
Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.086
90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.20)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.022
90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.034)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 1.00
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.14
90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.05 ; 1.25)
ECVI for Saturated Model = 1.55
ECVI for Independence Model = 11.28
Chi-Square for Independence Model with 253 Degrees of Freedom = 3981.82
Independence AIC = 4027.82
Model AIC = 405.85
Saturated AIC = 552.00
Independence CAIC = 4140.07
Model CAIC = 889.03
Saturated CAIC = 1899.03
Normed Fit Index (NFI) = 0.95
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.99
Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.66
Comparative Fit Index (CFI) = 0.99
Incremental Fit Index (IFI) = 0.99
0.09
Relative Fit Index (RFI) = 0.92
Critical N (CN) = 374.39
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.042
Standardized RMR = 0.042
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.95
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.61
UJI VALIDITAS KI
Modification Indices and Expected Change
No Non-Zero Modification Indices for LAMBDA-X
No Non-Zero Modification Indices for PHI
Modification Indices for THETA-DELTA
ITEM1
ITEM2
ITEM3
ITEM4
ITEM5
ITEM6
-------ITEM1
ITEM2
ITEM3
ITEM4
ITEM5
ITEM6
ITEM7
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
----------3.92
0.30
-0.24
0.47
-0.55
2.15
0.29
-1.77
3.07
0.45
0.01
1.71
-3.33
2.36
1.58
0.65
---------0.51
-1.59
0.41
0.27
1.52
0.61
--0.39
0.09
0.29
-0.49
0.45
0.00
0.26
2.81
0.24
0.01
---------0.09
-0.43
2.56
0.46
0.36
-1.79
5.55
---0.02
2.52
--1.46
0.25
0.38
--------
-0.01
0.08
0.11
0.19
0.02
1.48
0.44
0.07
0.45
1.20
0.23
-1.67
0.35
0.01
-0.16
0.00
3.65
--------
-1.85
-0.04
1.26
0.01
-1.33
0.04
2.18
-0.07
0.02
-0.51
3.44
1.96
0.07
1.75
-1.64
-0.71
1.73
1.02
0.31
1.73
0.83
1.62
0.38
1.38
0.61
2.80
0.03
0.17
1.15
2.95
Modification Indices for THETA-DELTA
ITEM7
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM12
-------ITEM7
ITEM8
--------2.67
---------
--------
--------
--------
ITEM11
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
2.34
3.34
0.93
-0.94
0.00
1.06
0.06
0.05
0.00
0.19
0.04
0.26
0.50
1.92
0.03
1.19
0.06
0.88
0.08
--0.00
1.58
0.06
0.11
2.04
0.22
0.04
0.15
-1.10
2.30
-1.19
0.07
1.27
3.28
--3.35
0.19
0.82
0.03
--
-2.89
0.75
2.54
3.19
0.56
2.75
0.06
0.29
1.64
0.04
0.25
0.00
2.40
-0.28
--0.24
0.18
1.90
0.08
--0.27
2.01
--
-0.09
-0.13
--1.63
0.70
0.22
0.80
0.78
0.24
Modification Indices for THETA-DELTA
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
-------ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
--------3.36
-3.97
1.82
-0.07
1.16
0.00
0.00
1.77
----------2.12
-3.96
0.04
1.94
1.58
0.35
--------0.00
0.06
0.12
0.01
2.87
2.01
0.17
0.96
--------
--------
-2.64
0.25
0.01
-0.10
2.03
0.14
-2.69
0.32
0.22
2.00
-0.05
--2.03
1.73
0.21
--
Modification Indices for THETA-DELTA
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
ITEM19
ITEM20
----------------------1.18
--0.06
-3.31
-0.88
ITEM21
ITEM22
---------------0.49
1.49
ITEM23
-3.51
--
Expected Change for THETA-DELTA
ITEM1
ITEM2
ITEM3
ITEM4
ITEM5
ITEM6
-------ITEM1
ITEM2
ITEM3
ITEM4
ITEM5
ITEM6
ITEM7
----------------------------0.08
0.03
--0.02
--0.01
-0.05
-0.02
0.03
0.02
--------
-0.00
-0.01
0.01
--------
--0.06
--
-0.06
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
-0.03
--0.03
0.06
-0.02
-0.06
0.08
0.03
0.00
-0.06
-0.07
-0.07
-0.06
-0.04
0.02
-0.05
-0.03
--0.02
-0.01
-0.02
--0.03
-0.02
0.00
-0.02
0.07
0.02
0.00
0.06
0.02
-0.02
-0.05
-0.09
---0.00
-0.05
--0.04
-0.02
-0.02
0.02
0.01
-0.05
0.03
-0.01
0.03
0.05
0.02
--0.05
0.02
0.00
--0.02
0.00
0.08
-0.01
0.05
0.00
-0.04
-0.01
0.07
-0.01
0.01
-0.03
-0.08
0.06
-0.01
-0.06
-0.03
0.06
-0.04
-0.02
-0.06
-0.04
0.06
0.02
0.05
0.03
-0.06
-0.01
-0.02
0.05
-0.08
Expected Change for THETA-DELTA
ITEM7
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
-------ITEM7
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
---------------0.07
--0.06
-0.01
-0.09
0.05
-0.04
0.01
--0.03
0.04
-0.01
0.00
--0.05
--0.01
0.00
-0.01
-0.06
0.00
0.01
0.02
0.01
-0.01
-0.05
-0.02
-0.02
-0.03
0.01
0.06
-0.02
--------0.04
-0.05
--0.05
-0.01
0.04
-0.07
--0.08
0.02
0.04
0.01
--
--------
-0.06
0.03
-0.07
-0.08
-0.03
0.06
-0.01
0.02
-0.05
-0.01
-0.02
0.00
-0.07
--------
--0.02
--0.02
-0.01
0.05
-0.01
---0.02
-0.05
--
--0.01
--0.01
--0.05
-0.03
-0.02
0.03
0.03
0.02
Expected Change for THETA-DELTA
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
-------ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
--------0.08
-0.07
0.06
-0.01
0.04
0.00
0.00
-----------0.06
-0.08
-0.01
-0.06
-0.05
--------0.00
-0.01
-0.01
0.00
-0.07
-0.06
0.02
--------
--0.06
0.02
0.00
-0.01
-0.05
--------
-0.07
-0.02
0.02
0.06
--
---0.05
-0.06
0.02
ITEM23
0.06
-0.03
-0.04
0.01
-0.01
--
Expected Change for THETA-DELTA
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
ITEM19
ITEM20
----------------------0.04
---0.01
-0.07
-0.04
Maximum Modification Index is
ITEM21
ITEM22
----------------0.03
-0.06
-0.09
--
5.55 for Element (13, 3) of THETA-DELTA
UJI VALIDITAS KI
Standardized Solution
LAMBDA-X
ITEM1
ITEM2
ITEM3
ITEM4
ITEM5
ITEM6
ITEM7
ITEM8
ITEM9
ITEM10
ITEM11
ITEM12
ITEM13
ITEM14
ITEM15
ITEM16
ITEM17
ITEM18
ITEM19
ITEM20
ITEM21
ITEM22
ITEM23
ITEM23
KI
-------0.37
0.37
0.56
0.44
0.23
0.43
0.16
0.57
0.45
0.47
0.64
0.62
0.51
0.24
0.42
0.41
0.52
0.29
0.47
0.48
0.21
0.43
0.17
PHI
KI
-------1.00
Time used:
0.109 Seconds
Path Diagram
1. Path diagram kompetensi interpersonal
2. Path diagram konsep diri
3. Path diagram tipe kepribadian agreebleness
4. Path diagram tipe kepribadian conscientiousness
5. Path diagram tipe kepribadian extraversion
6. Path diagram tipe kepribadian neuroticism
7. Path diagram tipe kepribadian openess to experience
8. Path diagram state loneliness
9. Path diagram trait loneliness
Download