pola komunikasi antar budaya dalam interaksi sosial etnis karo dan

advertisement
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
ISSN : 2085 – 0328
POLA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM INTERAKSI
SOSIAL ETNIS KARO DAN ETNIS MINANG DI KECAMATAN
KABANJAHE KABUPATEN KARO
Syafruddin Ritonga dan Ian Adian Tarigan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Medan Area
ABSTRACT
Human beings are creatures of God Almighty to the structure functions that are
perfectly ringt when compared with other gods creatures, because communication
becomes an important element in the whole of human life,then communication itself
is inseparable from the history of humanity, the nature of communication process,
the structure it is also increasingly complex society, society is also determined by the
complexity of cultural diversity and the processes that generad,the community is rich
with culture,the more complex social processes that produced,the various
communication processes in society related to structrures and layers as well as
cultural diversity and social processes that exist in society and dependent on the
influence of his audience,whether individuals, groups or society at large.
Keywords:communication, culture, human life
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
91
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa dengan struktur
fungsi yang sangat sempurna bila
dibandingkan dengan makhluk Tuhan yang
lainnya. Manusia juga diciptakan sebagai
makhluk multi dimensional, memiliki akal
pikiran dan kemampuan berinterakasi
secara personal maupun sosial. Di sisi lain,
karena manusia adalah makhluk sosial,
maka manusia pada dasarnya tidak mampu
hidup sendiri di dalam dunia ini baik
sendiri dalam konteks fisik maupun dalam
konteks sosial budaya. Aktifitas interaksi
sosial dan tindakan komunikasi itu
dilakukan baik secara verbal, non verbal
maupun simbolis.
Kebutuhan adanya sebuah sinergi
fungsional dan akselerasi positif dalam
melakukan pemenuhan kebutuhan manusia
satu dengan yang lainnya ini kemudian
melahirkan kebutuhan tentang adanya
norma-norma dan nilai-nilai sosial yang
mampu mengatur tindakan manusia dalam
memenuhi
berbagai
kebutuhannya,
sehingga tercipra keseimbangan sosial
(social equalibrium) antara hak dan
kewajiban dalam pemenuhan kebutuhan
manusia
terutama
juga
kondisi
keseimbangan itu akan menciptakan
tatanan sosial (sosial order) dalam proses
kehidupan masyarakat saat ini dan waktu
yang akan datang.
Dalam tulisan ini saya mencoba
menggambarkan komunikasi apa yang
efektif untuk mewujudkan suatu daerah
yang berketahanan sosial yang salah satu
upayanya adalah dengan pemberdayaan
pranata sosial. Selain itu juga dalam
daerah ketahanan sosial salah satu
dimensinya
menyebutkan
mampu
memelihara
kearifan
lokal
dalam
mengelola sumber daya alam dan sumber
daya sosial. Dalam komunikasi antar
budaya juga dipelajari bagaimana kita
mampu memahami dan memelihara
kearifan lokal tersebut.
Pada dasarnya dalam menggapai
suatu tujuan yang ingin dicapai, baik
individu kelompok maupun masyarakat,
ISSN : 2085 – 0328
yang dalam tulisan ini dititik beratkan pada
masyarakat di Kecamatan Kabanjahe
.Kabupaten Karo dapat dilakukan salah
satunya dengan mencari komunikasi apa
yang efektif untuk mewujudkan hal
tersebut. Karena komunikasi menjadi
unsur penting dalam seluruh kehidupan
manusia, maka komunikasi itu sendiri
tidak terlepas dari sejarah kemanusiaan.
Riwayat komunikasi dan sejarah
perkembangan komunikasi antar manusia
adalah sama dengan sejarah kehidupan
manusia itu sendiri. Menurut Nordenstreng
dan Varis (1973) dalam (Nasution, 1989 :
15) ada 4 (empat) titik penentu yang utama
dalam sejarah komunikasi manusia, yaitu :
1. Ditemukannya bahasa sebagai alat
interaksi tercanggih manusia
2. Berkembangnya seni tulisan dan
berkembangnya kemampuan bicara
manusia menggunakan bahasa
3. Berkembangnya
kemampuan
reproduksi kata-kata tertulis (written
words) dengan menggunakan alat
pencetak sehingga memungkinkan
terwujudnya komunikasi massa yang
sebenarnya
4. Lahirnya komunikasi elektronik,
mulai dari telegraf, tetepon, radio,
televisi hingga satelit
Berkembangnya keempat titik
penentu dalam sejarah komunikasi
merupakan puncak prestasi peradaban
umat manusia, mengungguli siapapun
makhluk Tuhan di alam jagat raya. Dari
keempat titik ini kemudian manusia
berkembang bersama semua aspek
kehidupan manusia yang membedakan
dengan makhluk lainnya, yaitu :
1. Manusia
mampu
berkomunikasi
dengan
manusia
lain
dengan
menggunakan bahasa dan simbolsinbol visual lainnya. Dalam teori
interaksi simbolis dikatakan bahwa
bentuk interaksi manusia semacam ini
merupakan bentuk interaksi terumit
dan tercanggih yang pernah dimiliki
oleh makhluk manapun di bumi
2. Manusia mampu menafisrkan bahasa
dan
simbol-simbol
berdasarkan
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
92
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
persepsi dirinya maupun berdasarkan
persepsi orang lain. Kemampuan ini
merupakan puncak dari kemampuan
akal dan nurani manusia yang tidak
pernah diberikan Tuhan kepada
makhluk apapun di dunia dan dalam
tata galaksi manapun di alam raya ini
3. Manusia
mampu
belajar
menyesuaikan dirinya dengan alam
sekitarnya serta menciptakan dan
menggunakan alat (teknologi) yang
diperlukan
dalam
mengatasi
lingkungannya
Proses
komunikasi
alam
masyarakat, masyarakat memiliki struktur
dan lapisan (layer) yang bermacammacam, ragam struktur dan lapisan
masyarakat tergantung pada kompleksitas
masyarakat itu sendiri. Semakin kompleks
suatu
masyarakat,
maka
struktur
masyarakat itu semakin rumit pula.
Kompleksitas masyarakat juga ditentukan
oleh ragam budaya dan proses-proses yang
dihasilkan. Semakin masyarakat itu kaya
dengan kebudayaannya, maka semakin
rumit pula. Kompleksitas masyarakat juga
ditentukan oleh ragam budaya dan prosesproses
yang
dihasilkan.
Semakin
masyarakat
itu
kaya
dengan
kebudayaannya, maka semakin rumit
proses-proses sosial yang dihasilkan.
Berbagai proses komunikasi dalam
masyarakat terkait dengan struktur dan
lapisan (layer) maupun ragam budaya dan
proses sosial yang ada di masyarakat
tersebut serta tergantung pula pada adanya
pengaruh dan khalayaknya, baik secara
individu, kelompok ataupun masyarakat
luas. Di mana hal ini penulis
menuangkannya dalam sebuah karya
ilmiah yang diberi judul : “Pola
Komunikasi
Antar Budaya Dalam
Interaksi Sosial Etnis Karo dan Etnis
Minang di Kecamatan Kabanjahe.
Kabupaten Karo”.
PEMBAHASAN
Pengertian Komunikasi Antar Budaya
Definisi
yang
pertama
di
kemukakan di dalam buku “Intercultural
ISSN : 2085 – 0328
Communication : Reader dimana di
nyatakan bahwa komunikasi antar budaya
(intercultural communication) terjadi
apabila sebuah pesan (message) yang
harus dimengerti dihasilkan oleh anggota
dari budaya tertentu untuk konsumsi
anggota dari budaya yang lain (Samovar &
Porter, 1994). Definisi lain diberikan oleh
Liliweri bahwa proses komunikasi antar
budaya merupakan interaksi antar pribadi
dan komunikasi antar pribadi yang
dilakukan oleh beberapa orang yang
memiliki latar belakang kebudayaan yang
berbeda (2003). Apapun definisi yang ada
mengenai komunikasi antar budaya
(intercultural communication) menyatakan bahwa komunikasi antar budaya
terjadi apabila terdapat 2 (dua) budaya
yang berbeda dan kedua budaya tersebut
sedang melaksanakan proses komunikasi.
Komunikasi
dan
budaya
mempunyai hubungan timbal balik, seperti
sisi mata uang, budaya menjadi bagian dari
perilaku komunikasi dan pada gilirannya
komunikasi pun turut menentukan,
memelihara,
mengembang-kan
atau
mewariskan budaya. Pada satu sisi
komunikasi merupakan suatu mekanisme
untuk mensosialisasikan norma-norma
budaya masyarakat, baik itu secara
horizontal maupun secara vertikal dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
Pada sisi lain budaya menetapkan
norma-norma komunikasi yang dianggap
sesuai untuk kelompok-kelompok tertentu.
Hambatan-hambatan Komunikasi
Antar Budaya
Hambatan komunikasi atau yang
juga dikenal sebagai communication
barrier adalah segala sesuatu yang
menjadi penghalang untuk terjadinya
komunikasi yang efektif (Chaney &
Martin, 2004). Contoh dari hambatan
komunikasi antar budaya adalah kasus
anggukan kepala, di mana di Amerika
Serikat anggukan kepala mempunyai arti
bahwa orang tersebut mengerti sedangkan
di Jepang anggukan kepala tidak berarti
seseorang setuju melainkan hanya berarti
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
93
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
bahwa orang tersebut mendengarkan.
Dengan memahami mengenai komunikasi
antar budaya maka hambatan komunikasi
(communication barrier) semacam ini
dapat kita lalui.
2.
Interaksi Sosial Antar Etnis
Manusia
dalam
hidup
bermasyarakat, akan saling berhubungan
dan saling membutuhkan satu sama
lain.Kebutuhan
itulah
yang
dapat
menimbulkan suatu proses interaksi sosial.
Maryati dan Suryawati (2003),
menyatakan bahwa interaksi sosial adalah
kontak atau hubungan timbal balik atau
intersimulasi dan respon antar individu
antar kelompok atau antar individu dan
kelompok. Pendapat lain dikemukakan
oleh Murdiyatmoko dan Handayani
(2004), “Interaksi sosial adalah hubungan
antar manusia yang menghasilkan suatu
proses pengaruh mempengaruhi yang
menghasilkan hubungan tetap dan pada
akhirnya memungkinkan pembentukkan
struktur sosial”.
Interaksi positif hanya mungkin
terjadi apabila terdapat suasana saling
mempercayai, menghargai dan saling
mendukung (Siagian, 2004,).
Berdasarkan definisi di atas maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa
interaksi sosial adalah suatu hubungan
antar sesama manusia yang saling
mempengaruhi satu sama lain baik itu
dalam hubungan antar individu, antar
kelompok maupun antar individu dan
kelompok.
3.
1.
Macam-macam Interaksi Sosial
Menurut Maryati dan Suryawati
(2003) interaksi sosial dibagi menjadi
3 (tiga) macam, yaitu :
Interaksi antar individu dan individu
Dalam hubungan bisa terjadi interaksi
positif ataupun negatif. Interaksi
positif, jika hubungan yang terjadi
saling menguntungkan. Interkasi
negatif, jika hubungan timbal balik
merugikan satu pihak atau keduanya
(bermusuhan)
1.
ISSN : 2085 – 0328
Interaksi
antara
individu
dan
kelompok. Interaksi ini pun dapat
berlangsung secara positif maupun
negatif. Bentuk interaksi sosial
individu dan kelompok bermacammacam sesuai situasi dan kondisinya
Interaksi sosial antara kelompok dan
kelompok. Interaksi sosial kelompok
dan kelompok terjadi sebagai satu
kesatuan bukan kehendak pribadi,
misalnya, kerjasama antara dua
perusahan untuk membicarakan suatu
proyek.
Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Berdasarkan
pendapat
Tim
Sosiologi (2002), interaksi sosial
dikategorikan ke dalam 2 (dua)
bentuk, yaitu :
Interaksi sosial yang bersifat asosiatif,
yaitu yang mengarah kepada bentukbentuk asosiasi (hubungan atau
gabungan), seperti :
a) Kerjasama, adalah suatu usaha
bersama antara orang perorangan
atau kelompok untuk mencapai
tujuan bersama
b) Akomodasi, adalah suatu proses
penyesuaian
sosial
dalam
interaksi pribadi dan kelompokkelompok
manusia
untuk
meredakan pertentangan
c) Asimilasi, adalah proses sosial
yang timbul bila ada kelompok
masyarakat dengan latar belakang
kebudayaan yang berbeda, saling
bergaul secara intensif dalam
jangka waktu lama, sehingga
lambat laun kebudayaan asli
mereka akan berubah sifat dan
wujudnya
membentuk
kebudayaan
baru
sebagai
kebudayaan campuran
d) Akulturasi, adalah proses sosial
yang timbul apabila suatu
kelompok masyarakat manusia
dengan suatu kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur-unsur
dari suatu kebudayaan asing
sedemikian rupa sehingga lambat
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
94
ISSN : 2085 – 0328
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
2.
3.
laun unsur-unsur kebudayaan
asing itu diterima dan diolah ke
dalam kebudayaan sendiri, tanpa
menyebabkan
hilangnya
kepribadian dari kebudayaan itu
sendiri
Interaksi
sosial
yang
bersifat
disosiatif, yaitu yang mengarah
kepada bentuk-bentuk pertentangan
atau konflik, seperti :
a) Persaingan,
adalah
suatu
perjuangan
yang
dilakukan
perorangan atau kelompok sosial
tertentu,
agar
memperoleh
kemenangan atau hasil secara
kompetitif, tanpa menimbulkan
ancaman atau benturan fisik di
pihak lawannya
b) Kontravensi, adalah bentuk
proses sosial yang berada di
antara
persaingan
dan
pertentangan atau konflik. Wujud
kontravensi antara lain sikap tidak
senang, baik secara tersembunyi
maupun secara terang-terangan
yang
ditujukan
terhadap
perorangan atau kelompok atau
terhadap unsur-unsur kebudayaan
golongan tertentu. Sikap tersebut
dapat berubah menjadi kebencian
tetapi tidak sampai menjadi
pertentangan atau konflik
c) Konflik, adalah proses sosial
antar perorangan atau kelompok
masyarakat
tertentu,
akibat
adanya perbedaan paham dan
kepentingan
yang
sangat
mendasar, sehingga menimbulkan
adanya semacam gap atau jurang
pemisah
yang
mengganjal
interaksi sosial di antara mereka
yang bertikai tersebut.
Ciri-ciri Interaksi Sosial
Menurut Tim Sosiologi (2002) ada 4
(empat) ciri-ciri interaksi sosial, antara
lain :
1.
Jumlah pelakunya lebih dari satu
orang.
2.
Terjadinya komunikasi di antara
pelaku melalui kontak sosial.
3.
4.
Mempunyai maksud dan tujuan
yang jelas.
Dilaksanakan melalui suatu pola
sistem sosial tertentu.
Syarat-syarat Terjadinya Interkasi
Sosial
Berdasarkan pendapat menurut Tim
Sosiologi (2002), interaksi sosial
daopat berlangsung jika memenuhi 2
(dua) syarat, yaitu :
1.
Kontak sosial, adalah hubungan
antara satu pihak dengan pihak
lain yang merupakan awal
terjadinya interaksi sosial dan
masing-masing
pihak
saling
bereaksi antara satu dengan yang
lain
meski
tidak
harus
bersentuhan secara fisik.
2.
Adaptasi, adalah berhubungan
atau bergaul dengan orang lain.
Adaptasi yang terjadi pada setiap
etnis bangsa ada beberapa tipe
model, diantaranya:
a) Adaptasi yang dilakukan
pendatang terhadap penduduk
setempat
b) Adaptasi yang dilakukan
penduduk setempat oleh
pendatang
c) Adaptasi
yang
tidak
dilakukan
oleh
pihak
manapun, di mana masingmasing etnis bangsa saling
berdiam diri tanpa melakukan
adaptasi (Sianturi, 1999).
Ditinjau dari sisi migran, paling
tidak ada 3 (tiga) fokus dalam beradaptasi
di lingkungan baru, yaitu :
1. Masalah keberlangsungan dalam
menghadapi berbagai tantangan serta
mendapatkan kesempatan pekerjaan di
daerah tujuan.
2. Corak dan proses penyesusian diri
dalam lingkungan sosial yang baru.
3. Kemungkinan
kelanjutan
atau
keterputusan hubungan sosio-kultural
dan ekonomi dengan daerah asal dan
kemungkinan
bertahan
atau
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
95
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
terleburnya indentitas kultural lama ke
dalam ikatan baru.
Proses pada ketiga fokus di atas
tidak akan terlepas dari benturan-benturan.
Oleh karena itu, sebagai proses adaptasi
berlangsung dalam suatu perjalanan waktu
yang tidak dapat diperhitungkan dengan
tepat. Kurun waktunya bisa cepat, lambat
atau justru berakhir dengan kegagalan.
Dalam beradaptasi di lingkungan yang
baru, tentunya penduduk setempat akan
memiliki pandangan terhadap penduduk
pendatang yang cenderung bernilai negatif.
Berprasangka adalah sikap tidak suka
terhadap suatu kelompok atau etnis bangsa
lain.
Komunitas adalah sebagai satu
kesatuan hidup manusia, yang menempati
suatu wilayah yang nyata dan yang
berinteraksi menurut suatu sistem adat
istiadat, serta terikat oleh suatu rasa
identitas komunitas. (Koentjaraningrat,
1986 : 148).
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek
penelitian yang dapat terdiri dari manusia,
benda-benda, hewan, tumbuhan, gejala.
Nilai test atau peristiwa-peristiwa sebagai
sumber data yang memiliki karakteristik
tertentu di dalam suatu penelitian.
Sampel merupakan jumlah bagian
dari populasi yang dianggap dapat
mewakili dari seluruh populasi.
Sampel menurut Sudjana, adalah
adapun bagian yang diambil dari populasi
disebut sampel. Sampel-sampel ini harus
representatif,
dalam
arti
segala
karakteristik populasi hendaknya tercermin
dalam sampel yang dimiliki. Kekeliruan
penarikan sampel dapat terjadi karena
kurang cermat dalam memahami populasi.
Sedangkan pengambilan sampel
berdasarkan Suharsimi Arikunto (1998) :
1. Kemampuan peneliti dilihat dari
waktu, tenaga dan dana
ISSN : 2085 – 0328
2.
Sempit luasnya wilayah pengamatan
dari setiap objek, karena hal ini
menyangkut banyak sedikitnya data
3. Besar kecilnya yang ditanggung oleh
peneliti. Untuk penelitian yang
resikonya besar tentu saja jika sampel
besar hasilnya akan lebih baik
Berdasarkan pendapat tersebut
maka penarikan sampel dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan Analisis
Deskriptif
dengan
jumlah
sampel
penelitian ini adalah keluarga-keluarga
etnis Minang dan Karo yang kawin campur
sebanyak 20 orang.
Pengumpulan Data
Agar didapatkan data yang
objektif, maka penulis mempergunakan
teknik untuk memperoleh data tersebut
denfgan melalui cara:
1. Penelitian Kepustakaan (Library
Research)
Dari teknik ini akan diperoleh data
sekunder yakni data yang didapat
melalui
kepustakaan,
dengan
mempelajari buku-buku, majalahmajalah
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Pada teknik ini diharapkan akan
meperoleh data primer yaitu data yang
didapat dari sumber aslinya, dengan
cara memperolehnya dengan terjun
langsung ke lapangan terhadap objek
yang telah dipilih yaitu dengan cara :
a.
Interview atau wawancara
Wawancara dilakukan terhadap
masyarakat untuk memberikan
informasi di lokasi penelitian
b.
Quesioner atau angket
Yaitu suatu pengambilan data
dengan mengajukan sejumlah
pertanyaan
dan
memberi
kesempatan kepada responden
untuk memilih jawaban yang
sesuai keinginan responden
c.
Observasi atau pengamatan
Yaitu
dengan
melakukan
pengamatan langsung ke daerah
penelitian dan melihat kegiatan
masyarakat etnis Karo dan etnis
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
96
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
minang dalam berinteraksi seharihari
Analisis Data
Dalam hal penulisan penelitian ini,
penulis menggunakan metode penelitian
deskriptif. Metoda penelitian deskriptif ini
adalah tipe penelitian yang digunakan
untuk menggambarkan kondisi data serta
gejala-gejala yang ada.
Metode
analisis
data
ini
berpedoman pada wawancara yang
dilakukan sewaktu penelitian dilakukan.
Temuan dari wawancara yang dilakukan
oleh
penulis
tersebut
akan
diperbandingkan dengan apa yang telah
diteorikan kemudian dicari kesimpulannya
dengan cara menggunakan metode tabel
tunggal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seperti
telah
dikemukakan
terdahulu, bahwa penelitian ini bermaksud
mengetahui pola komunikasi antar budaya
dalam interaksi sosial etnis Karo dan etnis
Minang
di
Kecamatan
Kabanjahe
Kabupaten Karo terhadap angket yang
disebarkan kepada responden, maka akan
diberikan 3 (tiga) pilihan jawaban yang
mana pilihan tersebut terdiri a, b dan c.
Dalam penelitian ini responden
berjumlah 20 orang, yakni masyarakat
yang tinggal di Kecamatan Kabanjahe.
Kabupaten Karo khususnya di Jalan
Mesjid Kelurahan Lau Cimba yang kawin
antar etnis Karo dan Minang beserta
keluarga sekitarnya.
Dari hasil olah data yang didapat di
lapangan dapat dijelaskan bahwa 25%
responden menjawab merasakan timbulnya
budaya baru dalam berkeluarga setelah
melakukan pernikahan antara etnis Karo
dan Minang terutama responden yang
berasal dari etnis Minang yang selama ini
hanya menggunakan budaya dari etnis
Minang ataupun penduduk baru di daerah
Karo.
Sedangkan sebanyak 50% mengaku
jarang merasakan situasi kebalikannya
terutama responden yang sebelum menikah
sudah lama menetap di daerah Karo
ISSN : 2085 – 0328
sehingga sudah terbiasa dengan adat
istiadnya dan 25% tidak merasakan
perubahan budaya dalam berkeluarga.
Sebagian dari mereka mereka masih
tetap merasakan atau memakai budaya
lamanya yaitu budaya Karo. Dari hasil
wawancara yang dilakukan, responden
yang berasal dari etnis Karo dan menikah
dengan yang berasal dari etnis Minang dan
masuh agama Islam merasakan juga
budaya yang baru yang selama ini tidak
pernah dirasakannya khususnya seperti
tidak boleh makan babi.
Perkawinan antar etnis Karo dan
Minang dapat merubah sifat asli dari
kebudayaan responden sebanyak 10%
merasakan pernah dirubah, 65% measakan
jarang dan 25% menganggap tidak pernah.
Perubahan
yang
dirasakan
seperti
menggunakan bahasa Indonesia dalam
bahasa sehari-hari karena istri atau suami
yang berasal dari etnis Minang belum
paham betul bahasa Karo, ataupun ketika
mendatangi pesta perkawinan arau acara
kematian harus menggunakan pakaian adat
Karo atau yang dikenal dengan sebutan uis
nipes bagi perempuan dan memakai sarung
atau kampoh bagi laki-laki.
Dari sisi komunikasi antar pengurus
lembaga terlihat hanya 10% responden
menjawab menjalin komunikasi antar
pengurus lembaga sosial yang berbeda
berjalan baik, 35% menjawab kadangkadang dan 55% lagi menjawab tidak baik.
Hal ini menggambarkan bahwasanya
lembaga sosial di lingkungan responden
tidak berjalan dengan baik.
Sementara itu kerjasama antar etnis
Karo dan Minang dalam Kehidupan
sehari-hari dapat dilihat bahwa semua
responden menjawab bahwa kerjasama
antar etnis Karo dan Minang dalam
kehidupan sehari-hari dengan baik dan
tidak ditemukan kendala yang berarti.
Secara keseluruhan dari hasil
wawancara yang dilakukan kepada tiap
responden yang melaksanakan pernikahan
antar etnis Karo dan Minang ditemukan
bahwa apabila si anak lahir maka akan
mengikuti marga dari bapaknya yang etnis
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
97
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
Karo walaupun ibunya berasal dari etnis
Minang dan begitu juga ketika pihak lakilaki dari etnis Minang dan pihak
permepuan dari etnis Karo, pihak laki-laki
akan dicari bapak angkatnya yang berasal
dari etnis Karo yang bertujuan untuk
pemberian marga Karo bagi pihak laki-laki
tersebut sebelum pesta adat dilaksanakan.
Hal ini dilakukan juga kepada etnis-etnis
lain di luar etnis Minang yang akan
menikah dengan perempuan yang berasal
dari etnis Karo.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian yang telah
diuraikan pada bab-bab di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa etnis Karo
lebih mendominasi dalam interaksi
sehari-hari
terhadap
orang
di
sekitarnya. Baik itu dalam berumah
tangga maupun dengan orang di
sekitar lingkungannya yang berasal
dari etnis Minang. Etnis Minang
beradaptasi secara autoplastis atau
mengikuti kebudayaan yang sudah ada
di Kecamatan Kabanjahe yaitu
Kebudayaan Karo
2. Dominasi yang dilakukan oleh etnis
Minang terjadi ketika dilaksanakannya
perkawinan antar kedua etnis. Karena
biasanya etnis Karo yang beragama
Kristen akan berpindah agama
menjadi Islam ketika menikah dengan
pasangannya yang berasal dari etnis
Minang.
Etnis
Minang
tetap
mempertahankan kebudayaan awal
yang dibawanya dan membawa orang
Karo ke dalam kebudayaan tersebut
atau alloplastis
3. Tidak
terdapat
konflik
yang
mengganggu selama proses interaksi
antar etnis Karo dan etnis Minang.
Kebudayaan yang dibawa oleh
masing-masing etnis dapat membaur
satu sama lain membentuk satu
kebudayaan baru ataupun mengikuti
kebudayaan penduduk asli yaitu etnis
Karo
4.
5.
ISSN : 2085 – 0328
Bahasa Indonesia dan Bahasa Karo
merupakan bahasa pilihan yang
digunakan oleh masyarakat Karo dan
Minang dalam berkomunikasi, bahasa
Minang tidak digunakan sebagai
bahasa sehari-hari
Lembaga sosial tidak mempunyai
pengaruh yang kuat dalam proses
interaksi antar etnis. Masyarakat lebih
memilih pengetua adat atau tokoh
agama sebagai pengambil keputusan
ataupun melakukan musyawarah
dalam keluarga
Saran
1. Hendaknya masyarakat yang berasal
dari etnis Minang belajar adat istiadat
etnis Karo agar tidak terjadi kesalah
pahaman dalam berkomunikasi dan
agar semakin meningkatkan interaksi
antar budaya sehingga tercipta
interaksi sosial yang semakin baik di
lingkungan sehari-hari
2. Masyarakat Karo mau menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa
sehari-hari dan menerima kebudayaan
yang dibawa oleh etnis Minang
3. Penduduk Kecamatan Kabanjahe yang
kawin campur hendaknya tidak
memaksakan
satu
kebudayaan
terhadap anaknya dan tetap berusaha
untuk menjaga nilai-nilai kebudayaan
agar tidak hilang
4. Lembaga sosial, pengetua adat dan
pemuka agama hendaknya bekerja
sama dalam pelestarian adat istiadat,
sehingga komunikasi antar suku
semakin baik
DAFTAR PUSTAKA
E.
Koswara,
1991,
Teori-teori
Kepribadian, Psikoanalisis, Behaviorisme,
Humanistik,
Eresco,
Bandung.
Fisher,
Aubrey,
1986,
Teori-teori
Komunikasi,
PT.
Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Hafied Cangara, 2003, Pengantar Ilmu
Komunikasi, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
98
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
ISSN : 2085 – 0328
Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu, 1998,
Metodologi Penelitian, Jakarta,
Bumi Aksara.
Nazir, Moh., 1998, Metodologi Penelitian,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Ningrat, Koenciri, 1985, Metodologi
Penelitian Masyarakat, Erlangga,
Jakarta.
Nasution, S., 1985, Riwayat Komunikasi
dan Sejarah Kemanusiaan, Bumi
Aksara, Jakarta.
Maryati dan Suryawati, 2003, Pengantar
Sosiologi,
Penerbit
Erlangga,
Jakarta.
Rakhmat, Jalaluddin, 1985, Psikologi
Komunikasi Remaja, Karya CV,
Bandung.
Uchjana, Effendi Onong, 1993, Ilmu, Teori
dan Filsafat Komunikasi, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Onong, U. Effenfy, 1987, Human
Relations dan Relation Dalam
Management, Alumni Bandung.
Sutrisno Hadi,1997, Metodologi Research,
Yayasan Fakultas Psikologi UGM,
Ypgyakarta.
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
99
Download