Topik Utama 4-48.pmd

advertisement
Topik Utama
PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER DAYA NIKEL LATERIT
DI KAWASAN TIMUR INDONESIA
Ediar Usman
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
[email protected]
SARI
Secara geologi Kawasan Timur Indonesia merupakan daerah dengan pola tektonik yang komplek,
dibentuk oleh proses interaksi antara Lempeng Asia, Lempeng Australia, dan Lempeng Pasifik.
Salah satu produk yang dihasilkan dari proses tersebut adalah batuan asal samudera (oceanic
crust) dalam bentuk batuan ultrabasa, yaitu peridotit dan serpentinit peridotit. Batuan ini merupakan
batuan induk dari nikel laterit jika telah mengalami proses kimia dan fisika hingga membentuk
tanah laterit. Berdasarkan pemahaman proses geologi dan keterdapatan nikel laterit, daerah prospek
mengandung nikel dapat dibagi menjadi empat kawasan, yaitu: Kawasan lengan timur dan Tenggara
Sulawesi, Kawasan Halmahera-Obi-Bacan-Gebe, Kawasan Waigeo-Kepala Burung, dan Kawasan
Papua Utara-Biak-Yapen-Raja Empat.
Di daerah Senggi dan Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, hasil analisis kimia menunjukkan kadar
nikel berkisar antara 1,13 - 1,33%, dan terbesar terdapat di daerah Tablasufa dengan kadar 1,33%.
Di sekitar Teluk Dolo, Kabupaten Luwuk, hasil analisis pada beberapa contoh batuan menunjukkan
kadar nikel antara 1,5 - 2,2%. Hasil ini merupakan kadar yang cukup besar dibandingkan daerah
lainnya di Kawasan Timur Indonesia, dan merupakan kadar yang prospek untuk ekplorasi dan
ekploitasi di masa mendatang.
Kata kunci : investasi pertambangan, Kawasan Timur Indonesia, nikel laterit, tektonik.
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki potensi dan produksi nikel terbesar di
dunia. Penerimaan negara cukup besar terjadi
pada saat harga nikel mencapai puncaknya
pada tahun 2007 dengan harga untuk
perdagangan harian menyentuh level US$
52.350 per ton dan untuk antaran tiga bulan di
posisi US$ 49.555 per ton. Harga nikel tersebut
mengalami fluktuasi, antara lain disebabkan oleh
pasang surut dalam produksi dan kebutuhan
dunia. Kenaikan harga terjadi kembali pada akhir
16
tahun 2007 dan mengalami penurunan kembali
menjelang tahun 2008. Fluktuasi harga tersebut
disebabkan kebutuhan logam di pasaran dunia,
terutama logam nikel sebagai produk utama
industri logam di dunia, juga dipicu oleh
penurunan permintaan dari Cina dan India.
Penurunan harga kembali terjadi pada
pertengahan tahun 2008 - 2009 mencapai 65%
menjadi US$ 11.700 per ton. Penurunan
tersebut terutama disebabkan melemahnya
permintaan global dan diperparah oleh kenaikan
biaya produksi menyusul naiknya harga bahan
bakar minyak dan harga sejumlah material
lainnya. Sebagai gambaran, pada tahun 2008,
M&E Vol. 9, No. 2, Juni 2011
Topik Utama
PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM) berhasil
memproduksi nikel sebesar 17.566 ton dan PT.
International Nickel Indonesia (PT. INCO)
memproduksi 77.000 ton (Rahmawati, 2009).
Pada tahun 2009, kedua perusahaan tersebut
mengurangi produksinya sekitar 20%.
Penurunan produksi tersebut bertujuan untuk
mengimbangi penurunan harga di pasaran dunia
saat ini, sehingga komoditas nikel berkurang dan
harga dapat bergerak naik kembali.
Pada awal tahun 2010 hingga pertengahan 2011
harga komoditas nikel dan timah perlahan
menanjak naik. Harga nikel pengiriman tiga bulan
di London Metal Exchange (LME) naik lebih dari
US$ 12.175 per ton. Ini 4,06% lebih tinggi dari
harga perdagangan akhir Desember 2009. Saat
ini nikel berpeluang naik akibat persediaan baja
anti karat (stainless steel) di pasar dunia
menipis, bahkan persediaan tersebut mencapai
titik terendah selama 15 tahun terakhir. Beberapa
pengamat berpendapat kecenderungan harga
nikel yang berfluktuasi cenderung naik dan
mencapai puncaknya pada tahun 2011 dengan
makin membaiknya ekonomi dunia sejak awal
tahun 2010.
Saat ini Indonesia masih mengandalkan
penerimaan dari sektor Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM). Pada tahun 2008
kontribusi sektor ESDM sebesar 284,2 triliun
rupiah atau sekitar 33,16% dari total penerimaan
nasional sebesar 889,90 triliun rupiah, dan pada
tahun 2010 kontribusi sektor ESDM mengalami
kenaikan sekitar 2,9 - 3,3%. Oleh sebab itu, salah
satu kebijakan Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral yang perlu terus dikembangkan
adalah meningkatkan peran sektor ESDM,
termasuk produksi nikel, dalam mendukung
penerimaan nasional di masa mendatang, dan
kebijakan ini perlu di dukung oleh instansi terkait
dalam melakukan berbagai penelitian dan kajian.
2. POTENSI NIKEL LATERIT
2.1. Proses Pembentukan Nikel Laterit
Nikel terbentuk dan berasal dari batuan induk,
yaitu batuan ultra basa yang berasal dari batuan
kerak samudera (oceanic crust). Rata-rata
kandungan nikel pada batuan ultra basa sebesar
0,2% (Wikipedia, 2009). Unsur nikel tersebut
terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan
piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom
Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara
Ni, Fe, dan Mg dapat diterangkan karena radius
ion dan muatan ion yang hampir bersamaan di
antara unsur-unsur tersebut. Proses
serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit
akibat pengaruh larutan hidrothermal, akan
merubah batuan peridotit menjadi batuan
serpentinit, sedangkan proses kimia dan fisika
dari udara, air serta pergantian panas dan dingin
yang bekerja terus menerus, menyebabkan
disintegrasi dan dekomposisi pada batuan
tersebut.
Pada pelapukan kimia, air tanah yang kaya akan
CO 2 berasal dari udara dan pembusukan
tumbuh-tumbuhan akan menguraikan mineralmineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin)
pada batuan ultra basa, dan menghasilkan Mg,
Fe, Ni yang larut. Di dalam larutan, Fe teroksidasi
dan mengendap sebagai ferri-hydroksida,
akhirnya membentuk mineral-mineral seperti
geothit, limonit dan haematit di dekat permukaan.
Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta
unsur cobalt (Co) dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus
menerus bergerak ke arah bawah selama
larutannya bersifat asam, hingga pada suatu
kondisi suasana cukup netral akibat adanya
kontak dengan tanah dan batuan, maka ada
kecenderungan untuk membentuk endapan
hidrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai
silikat atau hidrosilikat dengan komposisi yang
mungkin bervariasi tersebut akan mengendap
pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang
dikenal dengan urat-urat garnierit dan krisopras.
Larutan residunya akan membentuk suatu
senyawa yang disebut saprolit yang berwarna
coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya
seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai
bikarbonat akan terbawa ke bawah sampai batas
pelapukan dan akan diendapkan bersama
dolomit, magnesit yang biasa mengisi celah-
Prospek Pengembangan Sumber Daya Nikel Laterit di KTI ; Ediar Usman
17
Topik Utama
celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk.
Di lapangan urat-urat ini dikenal sebagai batas
petunjuk antara zona pelapukan dengan zona
batuan segar yang disebut dengan akar
pelapukan (root of weathering).
2.2. Geologi Kawasan Timur Indonesia
Kawasan Timur Indonesia (KTI) merupakan
pertemuan dari bagian Lempeng Pasifik, Eurasia
dan Indo- Australia, seperti ditunjukkan oleh
adanya kesamaan geologi mikrokontinen asal
Australia dan batuan ofiolit (batuan kerak
samudera) asal Pasifik. Jalur ofiolit orogenik
Circum Pacific tersebut termasuk ofiolit yang
terdapat di Sulawesi timur, Halmahera utara dan
pulau-pulau di busur Banda di sisi timur dari
Timor (Sopaheluwakan, 2007). Berdasarkan
kondisi tersebut, daerah Kawasan Timur Indonesia mengandung mineral-mineral yang
berasosiasi dengan batuan asal kerak samudera
tersebut, seperti nikel dan mangan.
Ofiolit Sulawesi timur memperlihatkan asal yang
sama dengan punggungan tengah samudera
dan plato samudera dengan kisaran umur yang
cukup lebar antara Awal Kapur hingga Miosen,
serta memperlihatkan keberagaman litologi.
Penyebaran fragmen kontinen, kerak samudera
dan kerak akresi di KTI serta pengaruh
mikrokontinen Australia terhadap mandala
tektonik KTI terlihat dari produk-produk batuan
hasil hubungan struktural dan litologi antara
kontinen Australia (Australian Craton) dan Indonesia Timur.
Hubungan genetis yang ditunjukkan oleh ofiolit
tersebut membuka tabir tentang berbagai aspek
kerumitan KTI (Gambar 1).
Busur barat Sulawesi dan Sumba berasal dari
Asia. Nusa Tenggara, Buru, Seram, Timor, Buton,
dan Tukangbesi bermigrasi dari Samudera India
bagian selatan. Banggai, Sula, Misool, Kepala
Burung, Papua selatan, Aru, dan Lengan
Tenggara Sulawesi bermigrasi dan terpisah dari
Australia. Sedangkan lengan timur Sulawesi,
Halmahera selatan, Weigeo dan Obi-Bacan
bermigrasi dari Pasifik (Hall, 2001). Batuan yang
terdapat di lengan timur Sulawesi, Halmahera
Gambar 1. Peta tektonik dan sebaran batuan ofiolit mengandung nikel di Kawasan
Timur Indonesia (dikompilasi dari Hamilton, 1979; Katili, 1980; Simandjuntak,
2003 dan Amin dan Hadiwidjoyo, 2003).
18
M&E Vol. 9, No. 2, Juni 2011
Topik Utama
selatan, Weigeo dan Obi-Bacan merupakan
daerah-daerah yang kaya mineral nikel dan
mangan.
Pergerakan fragmen-fragmen benua dan kerak
samudera ke arah KTI mengikuti sistem sesar
transform dapat membantu dalam menjelaskan
keberadaan pulau-pulau yang kaya batuan
serpentinit peridotit mengandung nikel di KTI
khususnya Sulawesi, Banda dan Halmahera
(Gambar 1). Pergerakan tersebut telah mulai
aktif sejak 55 juta tahun.
2.3. Keterdapatan Nikel Laterit dan Daerah
Prospek untuk Eksplorasi
Saat ini penambangan terbesar nikel dilakukan
di daerah Sorowako dan Pomala. Sorowako
terletak di Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwuk
Timur, Provinsi Sulawesi Tengah. Sorowako
berada di pinggir Danau Matano di lereng
pegunungan Verbeek, yang menyimpan deposit
nikel. Di sinilah pusat operasional PT. International Nickel Indonesia (PT. Inco), baik
penambangan maupun pemrosesan bijih nikel.
Bijih nikel juga diolah oleh PT. Aneka Tambang
dengan luas Kuasa Pertambangan 7.588,74 Ha
untuk kegiatan eksploitasi dan pengolahan/
pemurnian. Produk pertama tahun 1997
diekspor ke Jepang, Belanda, dan Korea Selatan
sebanyak 647.445 ton bijih nikel dan 10.225.750
ton ferro nikel. Potensi/cadangan deposit saat
ini diketahui sekitar 69.414 ha dengan kadar 1,5
- 3,5% yang terdiri dari 61.826 ha dalam konsesi
Inco dan 7.588 ha dalam konsesi Aneka
Tambang. Sedangkan penghasil nikel lainnya
adalah Pomala, terletak di Kabupaten Kolaka,
Sulawesi Tenggara. Daerah prospek lainnya
mengandung bijih nikel adalah di Kabaena,
Lasusua, Torobulu dan Lasolo. Daerah
pertambangan nikel laterit lainnya terletak di
sekitar kawasan pantai Teluk Dolo, Kolonodale,
Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.
Keberadaan nikel laterit, baik sebagai bijih nikel
maupun sebagai ferro nikel di lengan timur dan
tenggara P. Sulawesi tersebut, telah
memberikan pemahaman tentang kompleksitas
tatanan geologi dan prospektif potensi nikel. Jika
kegiatan eksplorasi dan survei lebih detil
dilakukan di kawasan tersebut, maka daerahdaerah prospek lainnya yang menyimpan deposit nikel dapat ditemukan.
Salah satu persyaratan penting daerah yang
berpotensi mengandung nikel adalah adanya
batuan peridotit (batuan ultra basa) sebagai
batuan induk yang berasal dari kerak samudera
(oceanic crust). Batuan peridotit tersebut
mengalami proses serpentinisasi akibat
pengaruh larutan hydrothermal, sehingga akan
merubah batuan peridotit menjadi batuan
serpentinit membentuk batuan serpentinit
peroditit. Selanjutnya melalui proses kimia dan
fisika dari udara, air, serta pergantian panas dan
dingin yang bekerja konstan, menyebabkan
disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.
Karakteristik daerah mengandung nikel adalah
terdapat beberapa fragmen batuan/sedimen asal
samudera, seperti batuan ofiolit. Beberapa
daerah dengan indikasi kondisi geologi tersebut
adalah Lengan Timur Sulawesi, Halmahera
Selatan, Weigeo dan Obi-Bacan dan Papua
Utara-Biak-Yapen-Raja Empat (Gambar 2).
Sebagai contoh yang telah dilaporkan dalam situs Pemda Papua (2009) adalah hasil eksplorasi
perusahaan nikel Iriana Sentasi pada tahun 2000
- 2002, di pantai Tanah Merah (L-1), Tablasufa
(L-2), Kirpon (L-3) dan Amaybu (L-4) di
Kecamatan Senggi, Kabupaten Jayapura,
Provinsi Papua. Lokasi lainnya adalah di daerah
pantai Ifar (L-5), Kecapatan Sentani Timur,
Kabupaten Jayapura. Daerah lokasi eksplorasi
nikel tersebut terletak di Kawasan Papua UtaraBiak-Yapen-Raja Empat (Gambar 3).
Hasil analisis kimia menunjukkan kadar nikel
berkisar antara 1,13 - 1,33%, dan terbesar
terdapat di daerah Tablasufa di lokasi L-2 dengan
kadar 1,33% (Tabel 1). Kadar tersebut tergolong
tinggi, dan bila dilakukan eksplorasi lebih rinci,
diperkirakan kadar yang diperoleh dapat lebih
tinggi dengan kisaran antara 1,5 - 2,0%.
Potensi nikel laterit lainnya terdapat di daerah
Kolonodale, sekitar pantai Teluk Dolo, Kabupaten
Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, dan
Prospek Pengembangan Sumber Daya Nikel Laterit di KTI ; Ediar Usman
19
Topik Utama
Gambar 2. Lokasi daerah prospek endapan nikel laterit di Kawasan Timur Indonesia.
Gambar 3. Penyebaran batuan ofiolit dan lokasi sampling nikel laterit di daerah
Kabupaten Jayapura, Papua (Sumber: Pemda Papua, 2009).
20
M&E Vol. 9, No. 2, Juni 2011
Topik Utama
Tabel 1. Hasil analisis kimia sample batuan mengandung nikel di daerah Senggi dan Sentani
Timur, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua (Sumber Data: Pemda Papua, 2009).
Tingkat
Bijih
Kadar
Penye.
Terukur
L-1 Tanah Merah Senggi
Eksplorasi 7580000 COG 0,8 %, laterit nikel 1,32%
L-2 Tablasufa
Senggi
Eksplorasi 25250000 COG 0,8 % Ni, laterit Ni 1,33%
L-3 Kirpon
Senggi
Eksplorasi 2720000 COG 0,8 % Ni, laterit nikel 1,13%
L-4 Amaybu
Senggi
Eksplorasi 1690000 COG 0,8 % Ni, laterit nikel 1,17%
L-5 Ifar
Sentani Timur Eksplorasi
Kadar 1,31 % Ni
No.
Lokasi
Kecamatan
X
Y
140,34475
140,36567
140,36819
140,37056
140,54853
-2,40259
-2,41185
-2,44437
-2,42887
-2,57327
beberapa lokasi di daerah tersebut telah
dieskploitasi (Gambar 4 dan 5). Sebagai
gambaran beberapa contoh batuan di daerah
ini mengandung kadar nikel antara 1,5 - 2,0%,
ini merupakan kadar yang cukup besar
dibandingkan daerah lainnya di Kawasan Timur
Indonesia.
Gambar 5. Kegiatan penambangan nikel laterit
di Teluk Dolo, Morowali, Sulawesi
Tengah.
Gambar 4. Singkapan tanah laterit mengandung
nikel di sekitar Teluk Dolo, Morowali,
Sulawesi Tengah.
3. PERAN LEMBAGA-LEMBAGA LITBANG
GEOLOGI
Bagi lembaga-lembaga litbang geologi yang
bergerak di bidang survei dan penelitian sumber
daya mineral, maka potensi mineral terutama
nikel di Kawasan Timur Indonesia perlu
mendapat perhatian. Hal ini didasarkan atas nilai
ekonomi nikel yang dapat mendukung
perekonomian pusat dan daerah dari sektor
Energi dan Sumber Daya Mineral. Di samping
itu, kegiatan survei dan penelitian potensi nikel
sebagai implementasi Undang Undang No. 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara. Pasal 6 (ayat 1) menyebutkan bahwa
kewenangan Pemerintah dalam pengelolaan
pertambangan mineral dan batubara, antara lain,
adalah (butir p) penginventarisasian,
penyelidikan, dan penelitian serta eksplorasi
dalam rangka memperoleh data dan informasi
mineral dan batubara sebagai bahan
penyusunan Wilayah Usaha Pertambangan
(WUP) dan Wilayah Pencadangan Negara
(WPN). Pada pasal 11 disebutkan bahwa
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
melakukan penyelidikan dan penelitian
pertambangan dalam rangka penyiapan Wilayah
Pertambangan (WP) dan pasal 87, bahwa:
untuk menunjang penyiapan WP dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Prospek Pengembangan Sumber Daya Nikel Laterit di KTI ; Ediar Usman
21
Topik Utama
pertambangan, Menteri atau gubernur sesuai
dengan kewenangannya dapat menugasi
lembaga riset negara dan/atau daerah untuk
melakukan penyelidikan dan penelitian tentang
pertambangan. Selanjutnya pada Ketentuan
Umum, pasal 1 (butir 14) disebutkan pula bahwa
kegiatan penyelidikan umum diarahkan untuk
mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi
adanya mineralisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan hal tersebut, maka arah kegiatan
survei dan pemetaan lembaga-lembaga litbang
geologi perlu dipertegas agar berorientasi pada
mineral-mineral yang bernilai ekonomis dan
mampu mendorong penerimaan negara dalam
jangka pendek, menengah dan panjang.
Amin, T.C., Hadiwidjoyo, S., 2003. Peta Batuan
Induk Sumber Daya Mineral Industri. Dalam:
Pusat Survei Geologi, 2003. Atlas Geologi
dan Potensi Sumber Daya Mineral dan
Energi Kawasan Indonesia, Skala 1 :
10.000.000, Laporan Intern Pusat Survei
Geologi, Bandung.
4. KESIMPULAN
Guilbert, J.M., Park, C.F., 1986. Ore Deposits,
WH.Freeman and Company, New Cork:
985pp.
Hasil kajian geologi dan mineralogi di Kawasan
Timur Indonesia dan keterdapatan nikel laterit,
baik dalam bentuk produk maupun dalam bentuk
bijih memberikan pemahaman tentang
prospektif potensi nikel laterit di kawasan
tersebut. Kondisi geologi ini dapat menjadi fokus
bagi kegiatan penelitian-penelitian geologi.
International Nickel Indonesia (PT. INCO), 2007.
Kota Kecil Penghasil Nikel, Majalah Exrel
PT. Inco: Selamat Datang di Sorowako.
Daerah-daerah yang prospek mengandung bijih
nikel laterit adalah pada daerah dengan batuan
dasar peridotit yang telah mengalami rombakan
secara fisik menjadi tanah laterit. Daerah
prospek tersebut adalah lengan timur dan
tenggara Sulawesi, Kawasan Halmahera-ObiBacan-Gebe, Kawasan Weigeo-Kepala Burung
dan Kawasan Papua Utara-Biak-Yapen-Raja
Empat.
Rahmawati, W.T., 2009. Semester I, Harga Nikel
Masih Murah, dalam: http://www.kontan.co.id:
Akses: 27 Pebruari 2009.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Kelautan, Ir. Subaktian Lubis, M.Sc.,
atas dorongannya untuk menuliskan tulisan ini.
Ucapan terima kasih yang tulus disampaikan
22
kepada Andri S. Subandrio yang banyak
memberikan inspirasi tentang nikel laterit serta
sumbangan foto kepada penulis untuk
mengangkat potensi mineral di Kawasan Timur
Indonesia.
Pemda Papua, 2009. Logam Nikel. Dalam: http:/
/ w w w. pa p u a . g o . i d / i m g / c o n t e n t / F i l e /
Logam%20Nikel.htm; akses 27 Februari
2009.
Rahmawati, W.T., Baskoro S., 2009. Harga
Nikel, Timah dan CPO Mulai Bangkit, dalam:
http://www.kontan.co.id: Akses: 27 Pebruari
2009.
Simandjuntak, T.O., 2003. Peta Tektonik Neogen.
Dalam: Pusat Survei Geologi, 2003. Atlas
Geologi dan Potensi Sumber Daya Mineral
dan Energi Kawasan Indonesia, Skala 1 :
10.000.000, Laporan Intern Pusat Survei
Geologi, Bandung.
Wikipedia, 2009. Nikel laterit, dalam: http://
id.wikipedia.org/wiki/Nikel_laterit: Akses: 27
Pebruari 2009.
M&E Vol. 9, No. 2, Juni 2011
Download